• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembentukan Gampong Syari’ah di Kota Banda Aceh (Studi Terhadap Pelaksanaan Syari’at Islam di Gampong Beurawe Kecamatan Kuta Alam)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pembentukan Gampong Syari’ah di Kota Banda Aceh (Studi Terhadap Pelaksanaan Syari’at Islam di Gampong Beurawe Kecamatan Kuta Alam)"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBENTUKAN GAMPONG SYARI’AH DI KOTA BANDA

ACEH

(Studi Terhadap Pelaksanaan Syari’at Islam di Gampong Beurawe Kecamatan Kuta Alam )

SKRIPSI

Diajukan Oleh: Fitria Wulandari

431206857

Jurusan Manajemen Dakwah

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY

BANDA ACEH 2016

(2)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry Derussellm Banda Aceh

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana S-l Dalam Ilmu Dakwah

.

Jurusan Manajemen Dalcwah

Oleh FTTRIA WT]LAI\TDARI IYIM:4312W57 Disetujui oleh: Pembimbing II, Nip: 196010081995031001 :196411291998031001

(3)

\

Telah Dinirai oreh panitia sidaog Munaqasyab skripsi

Fakultas Dakwab dan Komunikasi universitas Isram Negeri Ar-Raniry

Din3,atakan Lulus Dan Disahkan

S.U"g"i"-Tugas Akhir untuk memperoleh Gelir

Sarjana

$l

llmu Dakwah Jurusan Manajcmen Dakwah

Diajukan Oleh: TTTRIA WULAI\IDARI NIM.43t206857 Pada HarilTanggal Rabu, l0 Aeusrus 201 6 M 7 Dzulkaidahl43T H di .Darussa.lap-Banda Aceh

Panitia Sidang Munaqasyah

hIIP: l950l00El995Br00r Anggota I,

+

Dr. Mghmuddin. M.Si NIP: I 972 I 0201997 O3tO02 Anggola

II,

KJ\*t"\

Raib6n. MA ITIIP: I 9tI I 107200604200t l969100Er99s03ro0l

(4)

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulilah, dengan nama Allah Swt Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Segala puji hanya bagi Allah, Tuhan semesta alam, atas berkat rahmat, taufik dan inayah-Nyalah, skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpah kepada Rasulullah Saw, beserta keluarganya, sahabatnya dan kepada seluruh ummat Islam di seluruh alam. Dengan segala rahmat, ridho dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul: “Pembentukan Gampong Syari’ah di Kota Banda Aceh (Studi

Terhadap Pelaksanaan Syari’at Islam di Gampong Beurawe Kecamatan Kuta Alam)”. Skripsi ini disusun dengan maksud menyelesaikan studi di Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar- Raniry guna mencapai gelar Sarjana dalam ilmu Dakwah.

Teristimewa penulis sampaikan terima kasih yang tak terhingga dan bakti yang setulusnya kepada Ayahanda tercinta Halim yang tidak henti-hentinya memberi dorongan dan bimbingan sehingga penulis tetap kuat menghadapi rintangan yang ada, kepada Ibunda tercinta Irnawati yang selalu mengiringi ananda dengan do’anya dan telah memberi nasehat-nasehat guna untuk keberhasilan ananda, untuk keluarga besar Ayahanda, Almarhum Papa ananda Zulkarnaen, (Salam sejahtera penghuni syurga), Mami ananda Erlis Suriani, Tante ananda Nilawati, yang juga menjadi bagian dari keberhasilan ananda, terima kasih atas bimbingan selama ini, untuk Nekndong tercinta yang sampai saat ini terus mencurahkan ananda dengan kasih sayang serta do’anya, dan untuk kakak ananda Lailatul Raudha yang telah membantu serta memberi dorongan dan nasehat yang bijak, kemudian untuk keluarga besar Ibunda, Almarhum Bapak Azwar, (Salam kedamaian penghuni syurga), Ibu ananda Nurmalatisa, Mande ananda Ermi yeniati, Bapak Marsidi, yang juga bagian dari kesuksesan ananda, terima kasih atas nasehat-nasehatnya, untuk Nenek tersayang, yang sampai saat ini memberikan kasih sayangnya sehingga penulis tetap semangat, untuk adik-adik ku tercinta Filza, Titik, Hukma, yang menjadi penyemangat dan untuk seluruh keluarga besar.

(5)

v

Terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada Allah Swt atas segala kemudahan-Nya, berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu, ungkapan terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis tujukan kepada Bapak Dr. Jailani, Msi, selaku pembimbing satu yang telah memberi bimbingan dan arahan yang tulus, ikhlas dari awal sampai akhir penulisan skripsi ini terselesaikan, dan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Drs. Fakhri S.Sos,MA selaku pembimbing dua yang tidak henti-hentinya membimbing, memberi arahan serta ilmu yang bermanfaat kepada penulis sehinnga skripsi ini bisa terselesaikan dengan baik, selanjutnya terima kasih kembali kepada Bapak Dr. Jailani Msi, selaku pembimbing Akademik penulis selama empat tahun ini yang telah memberi nasehat dan bimbingannya serta seluruh dosen-dosen Pengajar di jurusan Manajemen Dakwah.

Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dekan, PD I, dan PD II, dan PD III, serta seluruh jajaran civitas akademik Fakultas Dakwah dan Komunikasi hingga penulis bisa menyelesaikan Skripsi ini.

Ucapan terimakasih yang sangat berharga kepada Motivator ku, yang telah berjuang bersama, dalam suka dan duka selama empat tahun, mendampingi, membantu, serta memberi semangat yang tidak henti-hentinya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Ucapan terimakasih kepada seluruh teman-teman jurusan MD leting 2012 unit 12 dan teman-teman unit 11 dan 13 seperjuangan Manajemen Dakwah.

Penulis menyadari selama proses pengerjaan penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan ketidaksempurnaan. Untuk itu dengan segala kerendahan hati diharapkan komentar, saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan. Semoga skripsi kita ini dapat membuka cakrawala yang lebih luas bagi pembaca sekalian dan semoga bermanfaat untuk kita semua.

Banda Aceh, 04 Agustus 2016 Penulis

(6)

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Fitria Wulandari

Nim : 431206857

Jenjang : Strata Satu (S-1)

Fakultas/Jurusan : Dakwah dan Komunikasi / Manajemen Dakwah Tempat/Tanggal Lahir : Ds. Panjang Baru, 1 Maret 1994

Alamat : Rukoh, Syiah Kuala, Banda Aceh

Menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis yang dirujuk dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Jika di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan ternyata memang ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan ini, maka saya siap menerima sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry.

Banda Aceh, 1 Agustus 2016 Yang Menyatakan,

Fitria Wulandari NIM. 431206857

(7)

1

DARTAR ISI

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

ABSTRAK ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian ... 7

D. Sistematika Pembahasan ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Tinjauan tentang Gampong dan Mukim ... 10

1. Pengertian Gampong ... 10

2. Sejarah pembentukan Gampong di Aceh ... 10

B. Tinjauan tentang Syariah Islam ... 16

1. Pengertian Syari’ah ... 16

2. Sejarah Syari’at Islam di Aceh ... 17

3. Pedoman Syari’at Islam ... 24

4. Karakteristik Syari’at Islam ... 27

(8)

vi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

ABSTRAK ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian ... 7

D. Sistematika Pembahasan ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Tinjauan tentang Gampong dan Mukim ... 10

1. Pengertian Gampong ... 10

2. Sejarah pembentukan Gampong di Aceh ... 10

B. Tinjauan tentang Syariah Islam ... 16

1. Pengertian Syari’ah ... 16

2. Sejarah Syari’at Islam di Aceh ... 18

3. Pedoman Syari’at Islam ... 24

4. Karakteristik Syari’at Islam ... 26

C. Teori Maqasid Syari’ah ... 28

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ... 31

B. Lokasi Penelitian ... 32

C. Tehnik Pemilihan Informan ... 32

D. Tehnik Pengumpulan Data ... 32

1. Observasi ... 33

2. Wawancara ... 33

3. Dokumentasi ... 34

E. Tehnik Analisis Data ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASA ... 37

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 37

B. Hasil Penelitian ... 41

1. Sejarah Pembentukan Gampong Beurawe Gampong Syari’ah ... 43

2. Prospek dan Realita Masyarakat Gampong Beurawe ... 44

3. Program dan Rencana Strategis Gampong Beurawe Gampong Syari’ah ... 46

4. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Syari’at Islam di Gampong Beurawe Gampong Syari’ah ... 54

(9)

vii BAB V PENUTUP ... 63 A. Kesimpulan ... 63 B. Saran-Saran ... 64 DAFTAR PUSTAKA ... 65 LAMPIRAN-LAMPIRAN

(10)
(11)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Keputusan Pembimbing Skripsi

Lampiran 2. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry

Lampiran 3. Surat Izin Penelitian dari Kantor Camat Kuta Alam

Lampiran 4. Surat pernyataan Selesai Penelitian dari Kantor Keuchik Gampong Beurawe

Lampiran 5. SK Wali Kota Pembentukan Gampong Beurawe Gampog Syari’ah Lampiran 6. Kriteria Gampong Syari’ah

(12)
(13)

ix

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “ Pembentukan Gampong Syari’ah di Kota Banda Aceh (Studi Terhadap Pelaksanaan Syari’at Islam di Gampong Beurawe Kecamatan Kuta Alam)”. Adapun penelitian ini menarik untuk diteliti terkait dengan pembentukan simbol Gampong Beurawe menjadi Gampong Syari’ah yang ditetapkan oleh pemerintah kota Banda Aceh. Namun pada kenyataan yang dilihat, seiring berjalannya waktu hingga saat ini penerapan Syari’at Islam di Gampong Beurawe belum maksimal sesuai dengan simbol Gampong Syari’ah. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejarah pembentukan Gampong Beurawe menjadi Gampong Syari’ah, prospek dan realita masyarakat Gampong Beurawe, program dan rencana strategis Gampong Beurawe Gampong Syari’ah, serta faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan Syari’at Islam di Gampong Beurawe. Penelitian ini bersifat kualitatif yang berbasis penelitian lapangan (Field Research) dengan mewawancarai sejumlah informan, baik dari Dinas Syari’at Islam yang bertanggung jawab terhadap Gampong Syari’ah, tokoh masyarakat serta masyarakat yang berada dalam lingkungan Gampong Beurawe. Selain itu juga dengan mengumpulkan data dokumentasi terkait dengan masalah yang diteliti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terpilihnya Gampong Beurawe sebagai Gampong Syari’ah belum maksimal dalam penilaian yang dilakukan oleh pemerintah daerah, hanya pada bagian-bagian tertentu yang dipandang mencapai nilai-nilai tersebut. Prospek terhadap masyarakat Gampong Beurawe dapat menerapkan pelaksanaan Syari’at Islam sehingga menjadi contoh bagi masyarakat luar lainnya, namun realitanya hanya sebagian masyarakat yang menerapkan pelaksanaan Syari’at Islam tersebut. Rencana strategis terdapat pada program perubahan Gampong Beurawe sesuai dengan kriteria Gampong Syari’ah yang dimulai dari aspek ibadah, aspek pendidikan, aspek sosial, aspek linkungan hidup, aspek ekonomi, dan aspek kepemimpinan, yang harus disosialisasikan sehingga pelaksanaan Syari’at Islam dapat terlaksana sesuai dengan tujuan yang dicapai. Faktor pendukung mempunyai masyarakat yang memiliki kekompakkan yang kuat dan patuh. Sedangkan faktor penghambat terdapat pada muda-mudi disebabkan kurangnya pengawasan yang tegas.

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah sebuah pedoman hidup bagi ummat muslim, agama Islam agama yang menganjurkan ummat muslim untuk melaksanakan semua yang diperintahkan oleh Allah Swt. dan meninggalkan semua yang dilarangNya.

Islam adalah agama terakhir yang diturunkan Allah untuk membimbing ummat manusia memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Ajaran dan tuntunan ini diturunkan kepada Muhammad Saw, melalui wahyu yang terhimpun dalam Alquran dan Sunnah.1

Syari’at adalah hukum yang ditetapkan Allah Swt. melalui Rasul-Nya, agar manusia mentaati hukum tersebut atas dasar iman, baik yang berkaitan dengan aqidah, amaliyah maupun akhlak. Syari’at adalah hukum atau aturan yang dibuat Allah Swt. atau hukum di mana manusia harus berpegang kepadanya di dalam realisasinya kepada Allah.2

Islam sangat dekat dengan syari’ah, menurut para ahli Islam dibagi atas dua bagian yaitu aqidah dan syari’ah. Aqidah mengajarkan tentang keyakinan-keyakinan kepada Allah Swt. Rasulullah Saw, serta keyakinan-keyakinan terhadap hari akhir, sedangkan syari’ah mengajarkan tentang aturan kehidupan seorang muslim dalam beribadah kepada Allah Swt. Seorang muslim berinteraksi dengan keluarga dan

1

Al Yasa’ Abubakar, Syari’at Islam di Provinsi NAD, Paradigma Kebijakan dan

Kegiatan, (Banda Aceh: Dinas Syari’at Islam Provinsi NAD,2005), hal. 1.

2

Syamsul Rijal, Dinamika dan Problematika Penerapan Syari’at Islam, ( Nanggroe Aceh Darussalam : Dinas Syari’at Islam Aceh, 2011), hal. 87.

(15)

2 kerabat, hubungan dengan tetangga dan masyarakat serta hubungan dengan masyarakat yang berbudaya, hubungan dengan pemerintahan, serta aturan dalam menjaga dan memanfaatkan sumber daya alam untuk manusia.3 Namun dalam realita kehidupan bermasyarakat terlihat banyak terjadi pelanggaran terhadap Syari’at Islam yang kemudian menimbulkan beberapa keburukan bagi ummat manusia.4

Dalam perjalanan Syari’at Islam di Aceh, Syari’at Islam menjadi sebuah pegangan masyarakat Aceh, jika dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia, maka Aceh memiliki keunikan karena masyarakatnya mampu menyerap budaya dan menyesuaikan diri.

Dapat kita katakan bahwa, tidak hanya diterapkan dalam Undang-Undang, namun pada dasarnya dalam agama Islam, Allah sangat menuntut ummatNya dalam mengerjakan amal ibadah dan mematuhi segala hukum dan aturan Allah yang diperintahkanNya, sebagaimana Firman Allah Swt dalam Q.S. Al-Maidah ayat 49 yaitu :

                                                            

Artinya : “dan hendaklah engkau memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka. Dan waspadalah terhadap mereka, jangan sampai mereka memperdayakan engkau terhadap sebagian apa yang telah diturunkan Allah

3

Al Yasa’ Abubakar, Syari’at Islam di Provinsi NAD, Paradigma Kebijakan dan

Kegiatan. . ., hal. 1.

4

Majelis Syura Bulan Bintang, Syari’at Islam dalam Kehidupan Berbangsa dan

(16)

3 kepada mu, jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah sesungguhnya Allah berkehendak menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka, dan sungguh kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. (Q.S. Al-Maidah : 49)5.

Penjelasan ayat di atas menunjukkan bahwa Allah Swt. sangat memberi peringatan kepada ummatNya agar menjalankan aturan dalam kehidupan dunia sesuai dengan yang diturunkan oleh Allah Swt. yang tertulis dalam Alquran dan Sunnah Rasulullah, demi kemashlahatan ummat manusia.

Masyarakat Madani merupakan masyarakat yang mempunyai prinsip moral, keadilan, keseksamaan, musyawarah dan demokrasi. Masyarakat Madani juga mempunyai ciri khas, yang mana memiliki kemajemukan budaya, hubungan timbal balik dan memiliki sikap saling memahami dan menghargai.6

Pemerintah kota Banda Aceh membentuk kota Banda Aceh sebagai kota Madani menurut peneliti yang mana mencerminkan kota yang memiliki keluarga sejahtera, serta konsep pembangunan kota cerdas yang modern dan berperadaban tinggi, mencerminkan dari masyarakatnya memiliki jati diri yang ramah, ta’at aturan, damai, sejahtera, harga diri tinggi, berbudaya dan beradab. Disebut kota Madani guna untuk meningkatkan penerapan Syari’at Islam serta menambah dan memperdalam pemahaman Syari’at Islam bagi masyarakat Aceh.

Aceh mendambakan kehidupan sesuai dengan ajaran Islam, baik bidang ibadah, muamalah, jinayah, aqidah, akhlak dan lain sebagainya yang dianggap

5

Kementrian Agama R.I, Al-qur’an dan Terjemahannya (Bandung: Diponegoro, 2004), hal. 115.

6

Komaruddin Hidayat, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, (Jakarta Selatan: Uin Syarif Hidayatullah, 2000), hal. 303

(17)

4 penting.7 Dalam perjalanan Syari’at Islam di Aceh secara kaffah, Aceh seharusnya menjadi pilot project bagi perjuangan Syari’at. Berdasarkan Undang-Undang No. 44 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan Undang-Undang No. 18 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam telah memberikan landasan yuridis bagi pelaksanaan Syari’at Islam di Aceh.8

Gampong sangat berfungsi dalam mempersatukan hubungan antar masyarakat, dengan adanya Gampong dapat membentuk nilai-nilai yang positif dari masyarakat, aturan-aturan yang terdapat di Gampong juga dapat mengubah akhlak serta prilaku juga dapat memberikan masyarakat hubungan yang baik terhadap lingkungan, baik itu hubungan dengan Allah Swt, maupun hubungan dengan sesama manusia.

Gampong Beurawe merupakan percontohan pelaksanaan Syari’at Islam di kota Banda Aceh. Pemerintahan Kota Banda Aceh membentuk sebuah Gampong yang berbasis Syari’ah. Program dari pembentukan Gampong Beurawe Gampong Syari’ah, dengan harapan Gampong tersebut menjadi Gampong yang menerapkan aturan Syari’at Islam pada masyarakatnya serta dapat menjadi Gampong percontohan bagi Gampong-Gampong lain yang terdapat di Kota Banda Aceh.

Dasar terbentuknya Gampong Beurawe Gampong Syari’ah yaitu berdasarkan peraturan walikota Banda Aceh no 33 tahun 2009 tentang tugas pokok dan fungsi Dinas Syari’at Islam Kota Banda Aceh, maka salah satu tugas

7

Daud Rasyid, Syari’at Islam Yes, Syari’at Islam No, (Jakarta: Paramadina,2001), hal. 219.

8

Isa, Formalisasi Syari’at Islam di Aceh, Pendekatan Adat, Budaya dan Hukum, (Banda Aceh: Yayasan Pena, 2013), hal. 9.

(18)

5 bidang dakwah adalah melakukan penyuluhan, bimbingan dan pengawasan pelaksanaan Syari’at Islam, pentingnya pembentukan perkampungan Syari’ah sebagai pilot project pelaksanaan Syari’at Islam secara kaffah di Gampong, kebutuhan masyarakat terhadap bimbingan dan pembinaan Syari’at Islam secara menyeluruh dan berkesinambungan, perkampungan Syari’ah dapat dijadikan sebagai kajian keilmuan tentang pengaruh penerapan Syari’at Islam dalam pembentukan masyarakat yang maju dan sejahtera, serta menciptakan suasana kehidupan masyarakat yang bersyari’at sebagai siar dan penguatan jati diri warga kota yang alami.9

Namun kenyataannya, fenomena dan realita pada masyarakat Gampong Beurawe masih ditemui wanita berpakaian tidak sesuai dengan Syari’at, dan masih terdapat pergaulan bebas serta perbuatan maksiat di kalangan muda-mudi. Pelaksanaan Syari’at Islam saat ini di Gampong Beurawe sebagai Gampong Syari’ah hanya terdapat pada simbolnya saja.

Adapun tantangan terhadap penerapan pelaksanaan Syari’at Islam di Gampong Beurawe Gampong Syari’ah yaitu proses dan usaha dalam mengajak masyarakat yang tidak sepenuhnya memahami dan menerapkan kehidupan sesuai dengan Syariah untuk menjadi masyarakat yang lebih baik dan lebih menerapkan Syari’at Islam, sehingga masyarakat di Gampong Beurawe sesuai dengan simbol Syari’ah yang diberikan, serta dapat menjadi contoh yang baik terhadap masyarakat lainnya.

9

(19)

6 Berdasarkan dari uraian tersebut di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dan mencari penyebab tidak berjalannya penerapan Syari’at Islam, sehinnga penulis membuat skripsi yang berjudul “Pembentukan Gampong

Syari’ah di Kota Banda Aceh (Studi Terhadap Pelaksanaan Syari’at Islam di Gampong Beurawe Kecamatan Kuta Alam)”.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas yang menjadi persoalan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana sejarah pembentukan Gampong Beurawe sebagai Gampong Syari’ah ?

2. Bagaimana prospek dan realita masyarakat Gampong Beurawe sebagai Gampong Syari’ah ?

3. Bagaimana pelaksanaan program dan rencana strategis Gampong Beurawe sebagai Gampong Syari’ah ?

4. Apa saja faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan Syariah Islam di Gampong Beurawe ?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan penelitian dalam karya ilmiah ini merupakan target yang hendak dicapai melalui serangkaian aktivitas penelitian karena segala yang diusahakan pasti mempunyai tujuan tertentu yang sesuai dengan permasalahannya. Maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui sejarah pembentukan Gampong Beurawe sebagai Gampong Syari’ah.

(20)

7 2. Untuk mengetahui bagaimana program dan rencana strategis Gampong

Beurawe sebagai Gampong Syari’ah

3. Untuk mengetahui bagaimana prospek dan realita masyarakat Gampong Beurawe menjadi Gampong Syari’ah.

4. Untuk mengetahui apa-apa saja faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan Syari’at Islam di Gampong Beurawe Gampong Syari’ah. Adapun kegunaan dari penelitian ini yaitu :

1. Secara Teoritis

a. Sebagai bahan masukan dan dapat menambah informasi serta wawasan pemikiran dan pengetahuan dalam bidang penerapan Syariat Islam bagi para pembaca.

b. Dengan penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu studi banding bagi peneliti selanjutnya.

2. Secara Praktis

a. Bagi Dinas Syari’at Islam Kota Banda Aceh penelitian ini dapat menjadi sumber informasi relevan dalam membuat kebijakan strategis terhadap pelaksanaan Syari’at Islam.

b. Bagi peneliti, dengan penelitian ini dapat memberi pengetahuan terhadap perkembangan Syari’at Islam saat ini.

3. Secara Akademis

a. Bagi masyarakat Gampong Beurawe, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahamandan pengetahuan mengenai pelaksanaan Syari’at Islam.

(21)

8 b. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan

dibidang Syari’at Islam.

D. Sistematika Pembahasan

Hasil data dari penelitian ini disajikan dalam bentuk penjelasan data dengan uraian kalimat hasil temuan dan analisa. Bentuk dari penyajian data tertulis dalam lima bab. Di mana pada Bab I peneliti akan menjelaskan tentang pendahuluan penulisan yang terdiri dari latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian dan sistematika pembahasan.

Kemudian Bab II menjelaskan tentang tinjauan pustaka yang berkaitan dengan tinjauan tentang Gampong pembahasannya yang meliputi pengertian Gampong, dan sejarah pembentukan Gampong di Aceh. Kemudian pembahasan tentang tinjauan tentang Syari’at Islam, pembahasannya meliputi pengertian syari’ah, sejarah Syari’at Islam di Aceh, pedoman Syari’at Islam, karakteristik Syari’at Islam, serta teori tentang maqasid syari’ah.

Pada Bab III, peneliti akan menjelaskan tentang metodologi penelitian, yang pembahasannya meliputi tentang jenis dan pendekatan penelitian, lokasi penelitian, tehnik pemilihan informan penelitian, tehnik pengumpulan data, dan tehnik analisa data.

Sedangkan pada Bab IV peneliti akan membahas hasil penelitian dan pembahasan. Dalam bab ini akan dibahas yang berkaitan dengan gambaran umum lokasi penelitian, sejarah pembentukan Gampong Beurawe Gampong Syari’ah, program dan rencana strategis Gampong Beurawe Gampong Syari’ah, prospek dan realita masyarakat Gampong Beurawe Gampong Syari’ah, serta faktor

(22)

9 pendukung dan penghambat pelaksanaan Syari’at Islam di Gampong Beurawe Gampong Syari’ah.

Pada akhir bab setelah dianalisa pada bab-bab sebelumnya maka pada bab V merupakan kesimpulan akhir bab dan beberapa catatan kritis (saran-saran) mengenai pembentukan Gampong Syari’ah di kota Banda Aceh, (Studi terhadap pelaksanaan Syari’ah Islam di Gampong Beurawe Kecamatan Kuta Alam).

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Gampong 1. Pengertian Gampong

Dalam Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussaalam Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dalam pasal 1 angka 6 disebut bahwa “ Gampong atau nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung berada di bawah Mukim atau nama lain yang menempati wilayah tertentu, yang dipimpin oleh keuchik atau nama lain yang berhak menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri.1

2. Sejarah Pembentukan Gampong di Aceh

Dalam sejarah kehidupan bangsa dan bernegara di dunia, orang Aceh pernah berperan sebagai suatu bangsa yang mempunyai pemerintahan sendiri, berdaulat penuh dalam suatu kerajaaan Aceh Darussalam.2 Dalam lintasan sejarah bangsa-bangsa di dunia, Aceh pernah terkenal sebagai kerajaan di nusantara yang memiliki kedaulatan. Secara geografis dalam peta dunia, Aceh terletak pada ujung

1

Himpunan Undang-Undang Keputusan Presiden Peraturan Daerah Qanun Instruksi

Gubernur Edaran Gubernur Berkaitan Pelaksanaan Syari‟at Islam, (Banda Aceh: Dinas Syari’at

Islam, 2009), hal. 206.

2

Badruzzaman Ismail, Mesjid dan Adat Meunasah Sebagai Sumber Energi Budaya Aceh, (Banda Aceh : Majelis Pendidikan Daerah NAD, 2002), hal. 65.

(24)

barat laut pulau sumatera, dari segi prilaku budaya Aceh sering disebut dengan Serambi Mekkah karena mayoritas mutlak rakyatnya beragama Islam.3

Gampong terbentuk pada masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636), yakni bentuk teritorial yang terkecil dari susunan pemerintahan di Aceh. Pada masa itu, sebuah gampong terdiri dari kelompok rumah yang letaknya berdekatan satu sama lain. Pimpinan gampong disebut Keuchik, yang dibantu seseorang yang mahir dalam masalah keagamaan dengan sebutan tengku meunasah. Gampong merupakan pemerintahan bawahan dari mukim.4

Pada masa Kesultanan Aceh dalam susunan pemerintahan dikenal ada empat satuan pemerintahan yang berada di bawah sultan yaitu panglima sagoe yang membawahi beberapa daerah ke uleebalang.5 Kejayaan Aceh di bawah Sultan Iskandar Muda mencoba menancapkan kekuasaan melalui pembagian wilayah secara hirarki sebagai usaha sentralisasi kekuasaan untuk mengontrol wilayah bawahan. Iskandar Muda membagi Aceh ke dalam wilayah administrasi bernama uleebalang dan mukim.6

Uleebalang merupakan panglima tentara yang merupakan kesatuan territorial yang paling tinggi, daerah uleebalang itu terbagi dalam sejumlah mukim yang dikepalai oleh imeum, setiap mukim terdiri pula dari sejumlah Gampong (kampung) atau meunasah (tempat mengerjakan ibadah secara bersama di

3

Badruzzaman Ismail, Panduan Adat dalam Masyarakat Aceh, (Banda Aceh: MAA, 2009), hal . 2.

4

Rusdi Sufi, dkk, Adat Istiadat Masyarakat Aceh (Banda Aceh : Dinas Kebudayaan Nanggroe Aceh darussalam, 2002 ), hal. 33.

5

M. Hakim Nyak Pha, Adat dan Budaya Aceh, (Banda Aceh: Balai Kajian Jarahnitra, 2000), hal. 28.

6

Anthony Reid, The Contest for North Sumatera : Atjeh The Nederlands and Britain, (Kuala Lumpur: University of Malaya Press, 1969), hal. 2.

(25)

kampung) yang dikepalai oleh seorang Keuchik (kepala gampong) sebagaai unit terendah dalam Pemerintahan Aceh.7 Dalam Qanun Meukuta Alam Al Asyi disebut bahwa kerajaan Aceh Raya Darussalam tersusun dari gampong-gampong, Nanggroe (kecamatan), sagoe (federasi dari beberapa nanggroe dan kerajaan).8

Mukim dan Gampong ada dua unsur administrasi masyarakat pedesaan. Gampong merupakan kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai wilayah sendiri, mempunyai hak memilih kepala wilayah, berhak atas harta dan sumber keuangan serta berhak mengurusi dan mengatur rumah tangga sendiri dan pemimpinnya oleh seorang keuchik, sedangkan Mukim merupakan persekutuan daerah yang meliputi beberapa buah Gampong dan mempunyai batas-batas wilayah yang jelas. Mukim dapat mempunyai harta kekayaan serta sumber keuangan sendiri dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri. Pemimpin dalam Mukim disebut Imeum Mukim (kepala Mukim).9

Dalam kedudukannya sebagai Imeum Mukim, seorang Imeum mempunyai tugas sebagai berikut :

a. Bertindak sebagai wakil Uleebalang untuk mengumumkan segala perintahnya serta membantu pelaksanaan perintah itu di dalam lingkungan kekuasaannya.

b. Mengkoordinasi dan mengawasi jalannya pemerintahan Gampong.

7

Piekar, Aceh dan Peperangan dengan Jepang (Bandung: NV Uitgeverij W van Hoeve, 1949), hal. 7-8.

8

M Mansur Amin, dkk Kelompok Elit dan Hubungan Sosial di Pedesaan, (Jakarta: PT. Pustaka Grafika Kita, 1988), hal. 41-42.

9

(26)

c. Mengadili dan menyelesaikan perkara baik perdata maupun pidana yang tidak mampu diselesaikan oleh kuchik Gampong.10

Dalam masa pendudukan jepang, pemerintahan Mukim tetap diakui. Setelah kemerdekaan Indonesia diplomasikan di daerah Aceh, Mukim tetap eksis dan dipertahankan dalam struktur pemerintahan desa. Hal ini didasarkan kepada peraturan Kepresidenan Aceh no 2 tanggal 27 november 1946 dan Peraturan Kepresidenan Aceh nomor 3 tanggal 10 desember 1946. Menurut peraturan tersebut bahwa pemerintahan Kemukiman diberlakukan seluruh Aceh, dengan peraturan itu kepemimpinan Imeum Mukim menjadi formal adanya, tetapi kedudukannya tidak lagi berada di bawah uleebalang, karena lembaga ini sudah tidak lagi melainkan berada di bawah camat dan membawahi beberapa Gampong (desa).11

Khususnya di Kabupaten daerah tingkat II Aceh Besar pada tahun 1977 kedudukan Imeum Mukim ini dipertegas lagi dengan surat keputusan Bupati daerah nomor 1 tahun 1977 tentang susunan pemerintahan daerah pedesaan Aceh Besar. Menurut keputusan itu kepada imeum mukim diberikan tugas sebagai berikut :

a. Melaksanakan perintah atasan baik bersifat umum maupun khusus. b. Membantu camat dalam melaksanakan koordinasi dalam pelaksanaan

dan pengendalian atau pengawasan kegiatan-kegiatan pemerintahan dan pembangunan di Gampong-Gampong dalam wilayah Mukimnya.

10

Ibid., hal. 29.

11

(27)

c. Melakukan pengawasan terhadap kegiatan-kegitan pejabat-pejabat dan alat-alat perlengkapan Gampong serta menerima dan meneruskan laporan kepada pejabat yang lebih tinggi.

d. Dengan bantuan Keuchik turut melakukan pengusatan, penangkapan, penahanan dan segera menyerahkan kepada alat-alat negara terhadap orang-orang yang telah melanggar hukum.12

Keputusan Bupati itu hanya menguatkan kembali pemerintahan adat dan Gampong pada masa sebelumnya. Khususnya untuk sistem pemerintahan Gampong (desa) di Daerah Istimewa Aceh dikenal ada dua pimpinan yaitu keuchik dan teungku, mereka mempunyai kedudukan yang sama, Keuchik dilambangkan sebagai bapak dan teungku sebagai ibu dari mayarakat Gampong.13

Sistem pemerintahan adat Mukim dan Desa tersebut tetap berlaku sampai tahun 1979. Saat pemerintah mengeluarkan Undang-Undang nomor 5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa, undang-undang ini mengupayakan adanya penyeragaman kedudukan pemerintahan desa di seluruh Indonesia. Saat diberlakukan undang-undang tersebut maka Gampong sebagai unit terendah di Aceh dijadikan desa dan Keuchik sebagai pemimpin Gampong diubah sebutannya menjadi kepala desa. Selanjutnya seluruh alat perlengkapan dan penyelenggaraan pemeritah desa disesuaikan sebagaimana yang dikehendaki oleh Undang-Undang nomor 5 tahun 1979.14 12 Ibid .,hal. 30. 13 Ibid., hal. 30. 14 Ibid., hal. 31.

(28)

Penerapan Undang-Undang tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan mendasar dalam sistem pemerintahan adat Gampong yang sudah mapan dalam masyarakat Aceh. Perubahan itu adalah hilangnya jabatan teungku meunasah.dan hilangnya pemerintahan Mukim dengan tidak diakui lagi pemerintahan Mukim sebagai pemerintahan formal maka para pemerintahan Mukim kembali ke lingkungan masyarakatnya. Mereka hidup sederhana dan sama-sama menderita serta sama-sama membangun lingkungannya. Pendapat, tindakan, dan keputusan mereka masih tetap mempunyai pengaruh yang penting dan menentukan bagi kebanyakan warga dan masyarakat.15

Sementara kedudukan Keuchik (kepala desa) semakin bertambah penting, ditambah lagi dengan adanya sumbangan dan bantuan dalam rangka pembangunan desa. Merasa kedudukannya yang kuat menyebabkan kepala desa atau Keuchik bersikap acuh tak acuh terhadap keputusan Imeum Mukim. Masyarakat menerima kepemimpinan kepala desa dengan sikap curiga, terutama mengenai prilakunya dalam menggunakan dana bantuan pembangunan desa.16

Untuk mencegah agar tidak terjadi dualisme kepemimpinan maka pemerintah Daerah Istimewa Aceh menegeluarkan Peraturan Daerah (perda) nomor 2 tahun 1990 tentang Pembinaan dan Pengembangan Adat dan Istiadat di Aceh, kebiasaan-kebiasaan masyarakat desa serta lembaga Adat di Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Menurut peraturan daerah ini eksistensi Imeum Mukim diakui dan diberi kedudukan sebagai koordinator kepala desa dan kepala

15

Ibid., hal. 32.

16

(29)

kelurahan dan lembaga-lembaga adat sepanjang yang menyangkut hukum adat, adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat.17

Jadi dapat kita simpulkan bahwa sejarah panjang pembentukan Gampong di Aceh melalui penerapan Adat dan Budaya masyarakat Aceh, karena Adat yang sangat kuat, kebiasaan yang sudah ada sangat sulit untuk dihilangkan oleh masyarakat, sehingga Gampong tetap menjadi lembaga kesatuan bagi masyarakat Aceh hingga sekarang.

B. Tinjauan Tentang Syari’at Islam 1. Pengertian Syari’ah

Syari’at artinya jalan atau ketentuan-ketentuan yang harus diikuti. Menurut istilah, syari’at bermakna perundangan-undangan yang diturunkan Allah Swt. melalaui Rasulullah Muhammad Saw untuk seluruh ummat manusia, baik menyangkut masalah ibadah, akhlak, makanan, minuman, pakaian maupun muamalah (interaksi sesama manusia dalam berbagai aspek kehidupan) guna meraih kehidupan di dunia maupun di akhirat. Ketentuan Syari’at Islam bersumber dari Alquran dan Hadis Nabi yang harus diikuti atau ditaati sepanjang hidup kita untuk mengharapkan ridha Allah Swt. semata, baik di dunia maupun di akhirat.18

Menurut Mukhsin Nyak Umar berpendapat bahwa Hukum Islam ialah Syari’ah.19

Kata Hukum berasal dari bahasa arab yaitu al-huqm, yang mempunyai

17

Ibid., hal. 32.

18

Majelis Syura Bulan Bintang, Syari‟at Islam Dalam Berbangsa dan Bernegara . . ., hal. 10.

19

Mukhsin Nyak Umar, Kaidah Fiqhiyah dan Pembaharuan Hukum Islam, (Banda Aceh: Yayasan Pena Banda Aceh, 2005), hal. 27.

(30)

makna itsbati amrin li amrin au nafyuhu „anhu, (menetapkan sesuatu kepada sesuatu atau menafikan sesuatu dari sesuatu), dan al-qada bi al-„adalah (memutuskan dengan adil). Menetapkan sesuatu untuk yang lain disebut menetapkan hukum kepada sesuatu tersebut, jika penetapannya dengan adat disebut (kausalitas) disebut hukum adat, dan jika penetapannya berdasarkan Syari’at maka disebut hukum Syari’at. Hukum Syari’at dipahami sebagai segala ketentuan yang dikeluarkan dari Alquran dan Sunnah. Alquran dan Sunnah diakui sebagai sumber kewahyuan yang valid, kewahyuan ini disebut dengan hukum fiqh. Hukum fiqh inilah yang disebut dengan hukum Islam.20

Secara harfiah menurut Fazlur Rahman “Syari’ah” berarti jalam menuju sumber Air. Sedangkan menurut istilah yaitu jalan kehidupan yang baik, kemudian kata Syari’ah digunakan dengan pengertian “al-thariqah almustaqimah” (jalan yang lurus). Penggunaan Syari’ah dalam pengertian “jalan yang lurus”, karena dalam Syari’ah mengandung maksud dan makna sebagai petunjuk bagi manusia untuk menuju kepada kebaikan, keselamatan dan kebahagiaan. Syari’ah diartikan dengan jalan lurus sesuai dengan ayat Alquran surat Al-Jatsiyah ayat 18 :

                          20

Junaidi Lubis, Islam Dinamis, Model Ijtihad Al-khulafa‟ al-Rasyidin dalam Konteks Perubahan Masyarakat, (Jakarta: Dian Rakyat, 2010), hal. 25-26.

(31)

Artinya : Kemudian kami jadikan kamu berada di atas Syari’ah (jalan yang lurus atau dari urusan (agama), maka ikutilah Syari’ah itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.21

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Syari’ah Islam adalah Hukum Islam atau peraturan yang datang dari Allah, sebagai petunjuk bagi ummat manusia yang diberikan Allah untuk menuju kepada kebaikan, keselamatan, kebahagiaan dunia dan akhirat.

2. Sejarah Syari’at Islam di Aceh

Sepanjang sejarah, masyarakat Aceh telah menjadikan agama Islam sebagai pedoman dalam kehidupan mereka. Penghayatan dan pengamalan ajaran Islam dalam rentang sejarah yang cukup panjang itu telah melahirkan suasana masyarakat dan budaya Aceh yang islami, budaya dan adat yang lahir dari renungan para ulama kemudian dipraktekkan, dikembangkan dan dilestarikannya.

Dari dahulu hingga sekarang masyarakat Aceh mendambakan kehidupan sesuai dengan ajaran Islam dalam universalitasnya, yaitu dalam bidang ibadah, muamalah, jinayah, akhlak dan lain sebagainya yang dianggap penting.22

Sejarah panjang perjuangan rakyat Aceh membuktikan adanya ketahanan dan daya juang tinggi yang bersumber dari kehidupan yang religius, adat yang kukuh, dan budaya Islam yang kuat dalam menghadapi kaum penjajah dan mempertahankan kemerdekaan merupakan kontribusi yang besar dalam

21

Fazlur Rahman, Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1992), hal. 152.

22

(32)

menegakkan Negara Republik Indonesia meskipun rakyat Aceh kurang mendapat peluang untuk menata diri.23

Ketika Islam lahir pada abad VI masehi, Aceh menjadi wilayah pertama di nusantara yang menerima Islam. Menurut catatan pengembara Barat, Aceh menjadi sebuah kerajaan Islam pada abad XIII Masehi, yang kemudian berkembang menjadi sebuah kerajaan yang maju pada abad XIV Masehi, dari sinilah Islam berkembang ke seluruh Asia Tenggara.24

Pada sekitar abad XV Masehi, ketika orang-orang Barat memulai pertualangannya di Timur, banyak wilayah Nusantara yang dikuasainya, tetapi Aceh tetap bebas sebagai sebuah kerajaan yang berdaulat.25

Dari latar belakang sejarah yang cukup panjang inilah masyarakat Aceh menjadikan Islam sebagai pedoman hidupnya. Islam telah menjadi bagian dari kehidupan mereka. Masyarakat Aceh amat tunduk kepada ajaran Islam dan mereka taat serta memperhatikan fatwa ulama karena para ulama adalah ahli waris Nabi.penghayatan terhadap ajaran Agama Islam dalam jangka yang panjang ini melahirkan budaya Aceh yang tercemin dalam kehidupan adat. Adat itu lahir dari renungan tokoh dan para Ulama, kemudian dipraktikan dikembangkan dan dilestarikan, lalu disimpulkan menjadi : “Adat bak poteumeureuhom, hukum bak Siah Kuala, Qanun bak Putroe Phang, Reusam bak Laksamana” yang artinya “Hukum adat di tangan pemerintah dan hukum Syariat Islam di tangan Ulama”. Kata-kata ini merupakan pencerminan dan perwujudan Syariat Islam dalam

23

Kaoy Syah, Keistimewaan Aceh dalam Lintasan Sejarah , (Al-Jamiyyatul Wshiyah : Jakarta, 2000), hal. 1.

24

Ibid., hal. 1.

25

(33)

praktik hidup sehari-hari bagi masyarakat Aceh. Aceh kemudian dikenal sebagai Serambi Mekkah karena melalui wilayah paling barat inilah kaum muslimin dari wilayah lain di Nusantara berangkat ke tanah suci Mekkah untuk menunaikan rukun Islam yang ke lima.26

Pada pertengahan tahun 1948 Presiden Soekarno mengunjungi Aceh dan mengumpulkan para tokoh dan pedagang Aceh untuk membantu perjuangan. Pada waktu itu semua anggota masyarakat terutama para pedagang mengumpulkan dana dari emas untuk membeli sebuah kapal terbang. Tokoh Aceh yang menjadi Gubernur Militer pada waktu itu yakni Tgk. M. Daud Bereueh meminta kepada Bung Karno untuk mengizinkan diberlakukannya Syari’at Islam di daerah Aceh setelah merdeka, adanya pemberontakan dan lain sebagainya Akhirnya datang ke Aceh suatu misi resmi dari pemerintah Pusat dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri Republik Indonesia, Mr. Hardi. Missi ini kemudiaan dikenal dengan nama Missi Hardi.27

Setelah beberapa hari berunding dengan tokoh-tokoh Aceh, termasuk Gubernur Aceh, Ali Hasyimi dan tokoh-tokoh DI/TII disimpulkan bahwa kepada daerah Aceh diberikan keistimewaan dalam tiga bidang, yaitu Bidang Agama, Bidang Adat dan Bidang Pendidikan.

Pemberian keistimewaan itu dituangkan dalam keputusan Perdana Menteri No. 1/Missi/1959, dan sejak waktu itu Provinsi Aceh dinamakan Provinsi Daerah Istimewa Aceh.28 26 Ibid., hal. 3. 27 Ibid., hal. 4. 28 Ibid., hal. 5.

(34)

Pasal 3 Undang-Undang No 44 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh menyebutkan bahwa keistimewaan merupakan pengakuan dari Bangsa Indonesia yang diberikan kepada daerah karena perjuangan dan nilai-nilai hakiki masyarakat yang tetap terpelihara secara turun temurun sebagai landasan spiritual, moral, dan kemanusiaan. Penyelengaraan keistimewaan meliputi :

a. Penyelenggaraan kehidupan beragama. b. Penyelenggaraan kehidupan adat. c. Penyelenggaraan pendidikan

d. Peran Ulama dalam penetapan kebijakan Daerah

Di dalam Undang-Undang ini dengan tegas ditetapkan ketentuan-ketentuan yang berlaku di Aceh. Penyelenggaraan kehidupan beragama di daerah diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan Syari’at Islam bagi pemeluknya dalam bermasyarakat. Daerah mengembangkan dan mengatur penyelenggaraan kehidupan beragama, dengan tetap menjaga kerukunan antar umat beragama. Daerah dapat membentuk lembaga agama dan mengakui lembaga agama yang sudah ada dengan sebutan sesuai dengan kedudukannya masing-masing.29

Daerah dapat menetapkan berbagai kebijakan dalam upaya pemberdayaan, pelestarian, dan pengembangan adat serta lembaga adat di wilayahnya yang dijiwai sesuai dengan Syariat Islam. Daerah mengembangkan dan mengatur

29

(35)

berbagai jenis, jalur, dan jenjang pendidikan serta menambah materi muatan lokal sesuai dengan Syari’at Islam.30

Daerah mengembangkan dan mengatur lembaga pendidikan agama Islam bagi pemeluknya di berbagai jenis, jalur dan jenjang pendidikan. Daerah membentuk sebuah badan yang anggotanya terdiri atas para ulama. Badan ini bersifat independen yang berfungsi memberikan pertimbangan terhadap kebijakan daerah, termasuk bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan serta tatanan ekonomi yang Islam.31

Pelaksanaan sebagian Syari’at Islam di seluruh daerah Republik Indonesia sesungguhnya telah dimulai pada tahun 1974 dengan diberlakukannya Undang-Undang tentang perkawinan khusus untuk ummat Islam.32

Dengan disahkannya rancangan undang-undang tentang pelaksanaan keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh, maka terdapatlah landasan yang kuat untuk menyelenggarakan Syari’at Islam dalam satu provinsi dalam negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.

Pelaksanaan Syari’at Islam di Daerah Istimewa Aceh ditetapkan dalam peraturan daerah setelah mendapat fatwa dari Majelis Pertimbangan Ulama yang independen yang dibentuk dengan keputusan DPRD33

Mengenai pelaksanaan Syari’at Islam di Aceh, telah dibentuk beberapa undang-undang sebagai dasar hukum atau landasan pemberlakuan Syari’at Islam 30 Ibid., hal. 7. 31 Ibid., hal. 7. 32 Ibid., hal. 8. 33 Ibid., hal. 8.

(36)

di Aceh, yaitu Undang-Undang No. 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh yang pada intinya menjelaskan bahwa kehidupan masyarakat Aceh yang religius, menjujung tinggi adat, dan telah menempatkan ulama pada peran yang sangat terhormat dalm kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara perlu dilestarikan dan dikembangkan.34

Sejalan dengan penjelasan uraian di atas, dalam Himpunan Undang-Undang Keputusan Presiden dijelaskan juga bahwa :

Aceh merupakan daerah yang telah diberlakukan Syari’at Islam oleh pemerintah pusat sebagaimana termuat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1999 tentang Pemberlakuan Keistimewaan bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Puncaknya Aceh memperoleh keistimewaannya yaitu dengan adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006, tentang Pemerintahan Aceh di mana disebutkan bahwa Aceh adalah daerah Provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa, yang diberikan kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat, sesuai dengan peraturan perundang-undang dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 yang dipimpin oleh seorang Gubernur.35

Syari’at Islam bagi masyarakat Aceh adalah bagian tidak terpisahkan dari adat dan budayanya. Hampir seluruh tatanan kehidupan keseharian masyarakat

34

Mimbar Hukum, Aktualisasi Hukum Islam, No 45, (November-Desember), (Jakarta : Al-Hikmah dan Ditbinbapera Islam, 1999), hal. 43.

35

Himpunan Undang-Undang Keputusan Presiden Peraturan Daerah Qanun Instruksi. . ., hal. 75.

(37)

diukur dengan standar ajaran Islam. Dalam artian merujuk pada keyakinan keagamaan.36

Berdasarkan uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa Aceh dengan Islam sangat dekat, Aceh juga sangat menjunjung tinggi Syariat Islam. sejarah diberlakukannya Syariat Islam di Aceh yaitu pada saat Aceh disebut Daerah Istimewa Aceh, yang diputuskan melalui keputusan Perdana Menteri.

3. Pedoman Syari’at Islam

Syari’at Islam adalah hukum Islam yang mana bertujuan untuk kemashlahatan ummat manusia baik di dunia maupun di akhirat.37

Menurut peneliti Syari’at Islam terbagi dalam dua kata Syari’at adalah hukum, dan Islam adalah agama. Agama Islam adalah agama ummat muslim, agama yang membimbing manusia menuju kebaikan dunia dan akhirat. Agama Islam agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, melalui wahyu yang terhimpun dalam Alquran dan Sunnah, Syari’at juga bagian dari Islam yang mana aturan-aturan Islam berpedoman dan bersumber dari Alquran dan Sunnah. Jadi pedoman atau dapat dikatakan sebagai sumber dari Syari’at Islam adalah Alquran, sunnah, ijma’ dan qiyas yang mana :

a. Alquran, adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, tertulis dalam Mushaf dinukilkan secara mutawatir. Alquran mengandung mukjizat setiap surat dari padanya memberikan penjelasan

36

Zulkarnaini, Menelusuri Pelaksanaan Syari‟at Islam: Gagasan dan Pelaksanaan di

Wilayah Timur Aceh, (Banda Aceh: Dinas Syari’at Islam Aceh, 2011), hal. 15.

37

Abu Ishak Asy Syatibi, Almuwafaqat fi Usul Asy Syari‟ah, (Beirut: Dar Al-ma’rifah, 2011), hal. 11.

(38)

bahwa setiap ayat Alquran mengandung daya mukjizat, bagi yang membaca Alquran diakui telah melakukan suatu perbuatan ibadah, dan mendapatkan pahala.38

Menurut Musthafa Ahmad al-Zarqa, Al-quran merupakan sumber pokok (primer) Syari’at Islam, di dalamnya dijelaskan tentang dasar-dasar Syari’at, akidah-akidah secara terperinci dan ibadah serta peradilan secara global. Posisinya dalam Syari’at Islam seperti posisi undang-undang dalam hukum positif. Alquran merupakan panutan Nabi Muhammad Saw dan orang-orang sesudahnya sehingga menjadi sumber tasyri’ yang pokok. b. Sunnah, istilah Sunnah ditujukan kepada perkataan, perbuatan dan taqrir

(ketetapan) Rasulullah Saw. Oleh karena itu, Sunnah identik dengan hadis.39

Sunnah adalah segala sesuatu yang berasal dari Rasulullah, baik berupa ucapan, perbuatan atau ketetapannya.40

c. Ijma’, adalah kesepakatan (konsensus) para fuqaha yang ahli ijtihad tentang suatu hukum pada suatu masa setelah Rasulullah Saw wafat, baik fuqaha sahabat maupun fuqaha sesudahnya, ijma’ merupakan hujjah (argumentasi) yang kuat dalam menetapkan hukum fiqh, dan sumber hukum Islam yang menempati posisi setelah Sunnah. posisi ini didukung oleh sejumlah ayat dan hadis yang mengakui konsensus para ahli ilmu (ulama) dan ahli pikir (cendikiawan).

38

Ismail Muhammad Syah, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta:Bumi Askara , 1999), hal. 23-25.

39

Musthafa Ahmad al-Zarqa, Hukum Islam, Perubahan dan Sosial (Jakarta : Riora Cipta, 2000), hal. 1-3.

40

(39)

d. Qiyas, adalah menganalogikan hukum syara’ suatu perkara kepada perkara lain, karena mempunyai illat yang sama. Kehujahan qiyas menempati posisi keempat dalam menetapkan hukum fiqh, setelah Alquran, Sunnah dan Ijma’, masalah-masalah ijma’ terbatas dan tidak mudah bertambah, karena setelah periode awal, para ulama menyebar ke berbagai daerah, sehingga sulit merealisasikan musyawarah ilmiah secara umum.41

4. Karakteristik Syari’at Islam

Menurut Amrullah Ahmad, ada dua macam karakteristik Syari’at Islam, yaitu :

a. Syari’at Islam atau Hukum Islam bersifat Qadim

Artinya telah ada sejak sebelum manusia (masyarakat) ada, karena ia adalah firman Allah Swt. atau kalam Allah yang Nafsi azali yang tidak berhuruf dan tidak bersuara. Oleh karena hukum itu dibuat untuk manusia, Allah menurunkan sesuatu yang berfungsi untuk mngetahui hukum tersebut, yang dalam ushul fiqh dikenal dengan istilah dalil. Dalil hukum ini ada yang bersifat qaht‟i dan ada yang bersifat zhanni, oleh karena itu Hukum Islam pun ada dua macam, pertama, hukum Islam yang ditetapkan secara langsung dan tegas oleh Allah Swt. maksudnya ialah hukum-hukum yang telah diturunkan dari dalil yang qath’i. Hukum yang semacam ini jumlahnya tidak banyak, dan hukum itulah yang dalam perkembangannya dikenal dengan istilah Syari’at. Kedua, hukum yang ditetapkan pokok-pokoknya, maksudnya ialah hukum yang ditetapkan oleh dalil yang

41

(40)

zhanni42. Hukum jenis ini jumlahnya sangat banyak, dan dapat dikembangkan

dengan ijtihad, hasil pengembangannya itulah yang kemudian dikenal dengan istilah fiqh.

b. Syari’at Islam atau Hukum Islam yang bersifat tsabat

Hukum Islam kategori Syari’at bersifat tsabat (konstan, tetap) artinya tetap berlaku universal di sepanjang zaman, tidak mengenal perubahan dan tidak boleh disesuaikan dengan situasi dan kondisi, situasi dan kondisilah yang harus disesuaikan dengan Syari;at.43

C. Teori Maqasid Syari’ah

Menurut Ahmad Ar-Raisuni, Maqasid Syari’ah ialah tujuan (sebenarnya) yang ingin dihasilkan bagi ketetapan hukum syara’ (dengan tujuan) untuk kepentingan manusia.44

Menurut Mukhtar Yahya dalam bukunya yang berjudul “Dasar-dasar pembinaan Fiqh Islam” Maqasid Syari’ah mempunyai pelengkap yang berkaitan dengan tiga macam, di antaranya yaitu :

42

Amrullah Ahmad, Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional (Jakarta : Gema Insani Press, 1996), hal. 86.

43

Ibid., hal. 87.

44

Ahmad Ar-Raisuni, Nazariyyatul Maqasid Inda Al-Imam As-Syatibi, The International Institute Of Islamic Thought, Virginia (Amerika Serikat), hal. 19.

(41)

a. Pelengkap Maqasid Dharuriyah.

Pelengkap Maqasid dharuriyah adalah ketika Tuhan mensyari’atkan shalat untuk menegakkan dan memelihara urusan agama. Syari’at memerintahkan agar shalat itu dikumandangkan dengan azan sesudah masuk waktu dan dikerjakan dengan berjama’ah sebagai kelengkapannya.

b. Pelengkap Maqasid Hajiyah.

Di kala Syara’ memeperbolehkan segala macam mu’amalat, seperti jual beli, perburuan, perikatan bagi laba, bagi hasil dan sebagainya, lalu disempurnakanlah transaksi-transaksi tersebut dengan diadakan larangan jual beli barang-barang yang belum berwujud sewaktu perjanjian dibuat dan ditentukan syarat-syarat sah dan tidaknya yang dapat diikut sertakan sewaktu mengadakan perikatan.

c. Pelengkap Maqasid Tahsiniyyah.

Syari’at mewajibkan bersuci untuk menegakkan urusan tahsiniyah, kemudian mewajibkan bersuci itu disempurnakan dengan aturan-aturan sunnah bagi bersuci.45

Mustafa Ali mengemukakan bahwasannya ada beberapa Maqasid (tujuan) mengapa Syari’at Islam diturunkan di atas bumi ini, tujuannya adalah :

a. Memelihara Agama

45

Mukhtar Yahya , Dasar-dasar Pembinaan Fiqh Islam, (Bandung, Alma’arif, 1986), hal. 337.

(42)

Allah menghukum orang yang menukar agama (murtad) dengan hukuman bunuh sebagai alasan, demi menjaga agama Allah Swt yang Agung.

b. Memelihara Akal

Allah Swt mengharamkan benda-benda yang memabukkan karena hendak memelihara akal manusia. Kita dapat perhatikan orang-orang yang mabuk disebabkan bahan-bahan tersebut sifatnya sama seperti binatang, mereka sanggup melakukan sesuatu yang tidak baik tanpa perasaan malu.

c. Memelihara Nyawa

Islam telah menetapkan bahwa barang siapa yang membunuh orang lain maka akan dikenakan hukuman bunuh balas. Ini berarti bahwa qisas terhadap seseorang adalah perlu untuk memelihara keselamatan hidup (nyawa) orang lain, dengan akan memberi pengajaran yang berkesan kepada siapa saja yang berani melakukan perbuatan tersebut. d. Memelihara Harta

Harta perlu dipelihara dengan baik, dengan demikian Allah mensyari’atkan supaya mereka yang mencuri harta dikarenakan hukuman apabila mempunyai syarat-syarat atau bukti-bukti telah mencukupi bagi pencuri tersebut. Inilah keadilan Islam supaya manusia itu senantiasa menghormati harta atau hak orang lain.

(43)

Islam menjamin keselamatan ummat dan keturunan pemeluknya. Untuk melanggar kewajiban manusia di dunia ini maka disyari’atkan perkawinan. Perkawinan juga merupakan satu saluran yang sah bagi memenuhi naluri manusia. Oleh karena itu Islam sangat mengharamkan hubungan jenis tanpa mengikuti aturan yang sah di sisi syara’. Hukuman yang setimpal dikarenakan kepada mereka yang melakukan jinayah tersebut adalah seratus kali sebatan bagi mereka yang belum menikah, di mana yang sudah menikah maka akan dirajam dengan batu yang sederhana sampai mati.46

46

Mustafa Ali, “Tujuan Syari‟at diiurunkan” http://dppws. Wordpres.com, diakses tanggal 1 April 2016.

(44)

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini tergolong penelitian lapangan (Field Research), dalam penelitian ini peneliti langsung terjun ke lokasi penelitian guna mendapatkan berbagai data primer, yang berkaitan dengan bagaimana pembangunan Gampong Beurawe sebagai Gampong Syari’ah serta pelaksanaan Syari’at Islam dimasyarakat Beurawe pada umumnya. Akan tetapi, untuk mendukung pembahasan penulis menggunakan kajian pustaka (Library Research), yaitu dengan menjadikan beberapa buku sebagai referensi yang berkaitan dengan masalah dalam penelitian ini.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif deskriptif karena penelitian kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis, maupun lisan dan perilaku dari orang-orang yang diteliti.1 Adapun bentuk masalah dari penelitian ini yaitu suatu rumusan masalah yang berbentuk deskriptif yang mana memadu peneliti untuk mengeksplorasi atau memotret situasi sosial yang akan diteliti secara menyeluruh, luas dan mendalam.2

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Gampong Beurawe, Kecamatan Kuta Alam, Kota Banda Aceh, dan lebih difokuskan terhadap pelaksanaan Syariah yang terdapat di Gampong

1

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya 2002), hal. 3.

2

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R dan D (Bandung, Afabeta, 2009), hal. 209.

(45)

Beurawe Gampong Syari’ah, terkait dengan simbol yang telah diberikan oleh Pemerintah Kota Banda Aceh sebagai Gampong Syariah.

C. Tehnik Pemilihan Informan

Informan Penelitian merupakan subjek yang memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian.3 Dengan demikian, maka dalam penelitian ini peneliti mengambil sejumlah informan sebagai subjek penelitian. Informan dalam penelitian ini adalah Bidang Dakwah Dinas Syari’at Islam, Sekretaris Desa Gampong Beurawe Ketua Kesejahteraan Rakyat (kesra), dan masyarakat Gampong Beurawe guna mendapatkan informasi yang akurat dalam proses penelitian ini.

D. Tehnik Pengumpulan Data

Dalam penelitian pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Dalam pengumpulan data dan informasi ini penulis mengumpulkan data dengan beberapa metode atau cara yaitu :

1. Observasi

Metode Observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan, observasi merupakan suatu proses yang kompleks suatu pross yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Duan di antara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.

3

Bungi Burhan, Penelitian Kualitatif, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial, (Jakarta: Kencana, 2007), hal. 76.

(46)

Tehnik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan prilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar.4

Adapun yang menjadi sasaran observasi meliputi penerapan pelaksanaan Syari’at Islam pada masyarakat Gampong Beurawe terkait dengan simbol Gampong Beurawe Gampong Syari’ah.

2. Wawancara atau Interview

Interview atau wawancara merupakan metode pengumpulan data yang menhendaki komunikasi lansung antara peneliti dan subyek yang diteliti atau responden.5 Ada beberapa macam bentuk wawancara yaitu wawancara tersruktur, semiterstruktur dan tidak tersruktur. Dalam penelitian ini peneliti lebih memakai wawancara tidak berstruktur.6

Adapun informan yang peneliti wawancarai adalah Bidang Dakwah Dinas Syari’at Islam, Sekretaris Desa Gampong Beurawe, Ketua Kesejahteraan Rakyat Gampong Beurawe dan salah seorang masyarakat Gampong Beurawe. Hal yang diwawancarai menyangkut dengan pembentukan Gampong Beurawe sebagai Gampong Syari’ah serta penerapan pelaksanaan Syari’at Islam yang diterapkan oleh masyarakat Gampong Beurawe.

3. Dokumentasi

Metode Dokumentasi ini adalah sebagai laporan tertulis dari suatu peristiwa yang isi peristiwa tersebut dari penjelasan dan pemikiran terhadap peristiwa tersebut dari penjelasan pemikiran terhadap peristiwa tersebut dan ditulis dengan sengaja untuk menyimpan, meneruskan keterangan melalui peristiwa tersebut. Dengan perumusan ini dapat memasukkan

4

Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif . . ., hal. 145.

5

Nurul Zuriah, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung, Rosdakarya, 2001), hal. 129.

6

(47)

notulen rapat, keputusan hakim, laporan penelitian artikel, majalah, surat-surat iklan dalam pengertian dokumentasi.7

Peneliti menggunakan metode ini untuk mengumpulkan data dalam penelitian yang berbentuk dokumen-dokumen untuk memperoleh berbagai keterangan atau informasi yang diperoleh termasuk catatan penting tentang pembentukan Gampong Beurawe sebagai Gampong Syari’ah dan hal-hal penting lainnya.

E. Tehnik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian merupakan kegiatan yang sangat penting yang di dalamnya dibutuhkan ketelitian dan kehati-hatian terhadap data yang telah dihasilkan. Melalui analisis data, data yang terkumpul dalam bentuk data mentah dapat diproses secara baik untuk menghasilkan data yang matang. Teknik analisis data penelitian berkaitan erat dengan teknik pengumpulan data, bahkan teknik pengumpulan data sekaligus menjadi teknik analisis data.8

Tujuan utama dari analisis data adalah untuk meringkaskan data dalam bentuk yang mudah dipahami dan mudah ditafsirkan, sehingga hubungan antara problem penelitian dapat dipelajari dan diuji.9

Teknik dalam menganalisis data menurut Sugiono sebagai berikut : 1. Reduksi data.

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan kepada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah

7

Winarmu Surakmad, Pengantar Ilmiah Metode Tehnik, (Bandung : Tarsito, 2004), hal. 134.

8

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Public, dan Ilmu Sosial lainnya . . ., hal. 107.

9

(48)

peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.

2. Display data (penyajian data)

Setelah data direduksi maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data, dalam penelitian ini penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian singkat.

3. Penarikan kesimpulan atau verifikasi.

Langkah ke tiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan. Kesimpulan yang dikemukakan dalam penelitian kualitatif harus didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten sehingga kesimpulan yang dikemukakan merupakan temuan baru yang bersifat kredibel dan dapat menjawab rumusan masalah yang sudah dirumuskan di atas.10

Semua data yang diperoleh akan dibahas melalui metode ini akan dapat menggambarkan semua data yang diperoleh serta dideskripsikan dalam bentuk tulisan dan karya ilmiah. Dengan menggunakan metode ini seluruh kemungkinan yang didapatkan di lapangan dapat dipaparkan secara lebih luas.

10

(49)
(50)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Kota Banda Aceh

Kota Banda Aceh secara geografis terletak di antara 050 16 „15‟‟-050 36‟16‟‟ Lintang Utara dan 95016‟15‟‟-950 22‟35‟‟ Bujur Timur dengan luas wilayah 61,36 kubik (61,359 Ha) tinggi rata-rata wilayah kota Banda Aceh sekitar 0,80 m di atas permukaan laut.

Wilayah Kota Banda Aceh Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka, Sebelah Selatan dan Sebelah Timur berbatasan dengan kabupaten Aceh Besar dan Sebelah Barat berbatasan dengan Samudra Indonesia

Secara administrasi kota Banda Aceh terdiri dari sembilan kecamatan dan 90 gampong (desa). Kecamatan yang berada di kota Banda Aceh adalah Kecamatan Meuraxa, Jaya Baru, Banda Raya, Baiturrahman, Lueng Bata, Kuta Alam, Kuta Raja, Syiah Kuala, dan Ulee Kareng.1

2. Kecamatan Kuta Alam

Secara geografis Kecamatan Kuta Alam berada di wilayah tengah Kota Administrasi Kota Banda Aceh. Kecamatan Kuta Alam terletak diantara 05 56802 Lintang Utara dan 095 33568 Bujur Timur. Kecamatan Kuta Alam terbagi dalam dua kemukiman dan sebelas Gampong dengan batas wilayah administrasi yang meliputi sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Baiturrahman, Sebelah Timur

1

Badan Pusat Statistik Kota Banda Aceh, Indikator Kesejahteraan Kota Banda Aceh, (Badan Pusat Statistik Kota Banda Aceh, 2004,) hal. 8.

(51)

berbatasan dengan Kecamatan Syiah Kuala dan Kecamatan Kuta Raja menjadi batasan Sebelah Barat, sedangkan topografi permukaan daratan kecamatan ini relatif datar.

Ketinggian rata-rata Kecamatan Kuta Alam 0,80 meter di atas permukaan laut dengan luas wilayah kecamatan 1.020, 45 Ha dengan masing-masing luas Gampong yang berbeda-beda. Gampong yang terluas di kecamatan Kuta Alam adalah Gampong Lambaro Skep dan Gampong yang memiliki luas wilayah terkecil yaitu Gampong Laksana.

3. Gampong Beurawe

Gampong Beurawe adalah salah satu gampong yang berada di kecamatan Kuta Alam, letak Gampong Beurawe berada di tengah-tengah kota Banda Aceh, dengan batas wilayah, bagian timur berbatasan dengan Gampong Lambuk bagian barat berbatasan dengan Gampong Kuta Alam, bagian utara berbatasan dengan Bandar Baru . Jumlah penduduk Gampong Beurawe adalah 5795 jiwa.

Sumber mata pencarian masyarakat Gampong Beurawe meliputi 50 % PNS dan 50% lainnya adalah swasta. Sumber daya alam atau keahlian yang banyak dimiliki adalah sebagai pedagang baik sebagai pedagang berskala kecil maupun sebaliknya.

4. Dasar Pemikiran Terbentuknya Gampong Beurawe Gampong Syari’ah

Pembentukan Gampong Burawe sebagai Gampong Syari‟ah tidak terlepas dari sebuah asal atau dasar terbentuknya Gampong Beurawe sebagai Gampong Syari‟ah.

Dalam Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussaalam Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dalam pasal 1 angka 6 disebut bahwa “ Gampong atau nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang

Gambar

Tabel 1.1. Jumlah Penduduk Gampong Beurawe

Referensi

Dokumen terkait

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id.. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Optimasi Suspensi Konidia Trichoderma harzianum Dalam Penghambatan Pertumbuhan Fusarium oxysporum Penyebab Layu Tanaman

Metode analisis data terdiri atas 3 tahap, yaitu analisis pola spasial longsor, penggunaan lahan, dan lereng; analisis pola spasial bentuklahan, jejaring jalan,

Daerah tersebut juga merasakan guncangan gempa cukup besar terutama daerah Klaten yang berbatasan dengan daerah Yogyakarta seperti Kecamatan Prambanan dan

Demikian halnya bagi seorang pemimpin pendidikan bagaimana mengamalkan dan memberi motivasi dengan bersumber pada keikhlasan sehingga mereka akan menyadari bahwa dengan

Hasil wawancara awal yang dilakukan pada 7 karyawan Melasti Beach Hotel, Kuta-Bali mendapatkan hasil bahwa adanya indikasi permasalahan yang berkaitan dengan

“Dia telah menjadikan di bumi ini sebagai sumber daya alam yang sangat memadai untuk segala keperluan manusia, agar manusia mau bersyukur kepada Allah, tetapi sangat sedikit