MAJALAH ILMIAH METHODA Volume 2, Nomor 3, September-Desember 2012 : 1-12
|
1PENGARUH PEMENTASAN DALAM PENGIDENTIFIKASIAN
STRUKTUR ALUR PADA DRAMA
Nurhayati Purba, SS., MA
Dosen Tetap Fakultas Sastra Universitas Methodist Indonesia
Abstract
The objective of this study is to investigate whether staging method significantly affects on the identification of plot structure of drama. Thirty eight out of eighty of third year students of the faculty of English Language and Literature, the Methodist University of Indonesia were taken as the sample of this study through random sampling. Sample is broken into two groups: the experimental and control. The following steps are then successively conducted: administering a pre-test to the two groups; teaching the experimental group with staging method and the control group with reading (common) method, and finally registering post-test to both groups. The data were analyzed by means of statistical analysis (‘t-test’). Since the amount of sample in each group was less than thirty (30) while n1 ≠ n2, the researcher should find the data homogen (Fhitung < Ftable, that is 3, 14 < 3, 16), and the t-test formulabe
t =
𝑀1−𝑀2 √[(𝑛1− 1)𝑆1𝑛1 + 𝑛2 − 22+(𝑛2−1)𝑆22][1 𝑛1 + 1 𝑛2].
This test resulted in tobserved was greater than ttable (9, 436 > 3, 551; df = 60 dan α = 0.001). It represents that H0 (Hyphothesis null) is rejected and Ha (Hyphothesis alternative) is accepted. This research concludes that there is a significant influence of the application of staging method on the plot structure identification of drama. Futhermore, the researcher found that the main factor that influences the differences of the result of the two methods is reading tradition. In staging method, students are required to read the script actively many times (minimum five times), while in reading (traditional) method, students silently read the script once or twice only.
Keywords
:
reading, staging, plot structure, drama.Pendahuluan
Bagi mahasiswa Sastra Inggris, istilah struktur alurtidak asing lagi karena merupakan salah satu elemen drama, dimana peristiwa disusun berdasarkan sebab dan akibat (Shaw, 211). Pengidentifikasian struktur alur dianggap perlu sebelum mahasiswa menentukan tema dan mencari pesan sosial pada drama. Idealnya, struktur alur diidentifikasi setelah membaca keseluruhan teks sebelum membahas elemen lain seperti karakter, bahasa, gaya, dan tema (Kirszner & Mandell 1021).
Di kelas sastra, metode membaca (reading, selanjutnya digunakan istilah reading), secara umum diterapkan didalam pembelajaran Drama
baik pada pengenalan maupun kajian,
sedangkan pementasan (staging, selanjutnya digunakan istiah staging) biasanya menjadi elemen pilihan atau program tambahan dan tidak tercantum pada kurikulum (kurikulum Sastra Inggris UMI). Struktur alur (exposition, rising action, climax, falling action dan
resolution) seharusnya dapat diidentifikasi setelah membaca teks dengan serius, dengan
MAJALAH ILMIAH METHODA Volume 2, Nomor 3, September-Desember 2012 : 1-12
|
2 memperhatikan unsur konflik yang dihadirkanpara karakter, dan dengan benar-benar memahami konflik utama yang berkembang menjadi klimaks (Kirszner & Mandell 1021).
Dalam implementasinya, metode reading
masih sering memungkinkan pembaca salah mengidentifikasi struktur alur; rising action
diidentifikasi sebagai exposition atau climax,
falling action sebagai resolution, dan sebaliknya. Fakta ini telah memotivasi peneliti untuk mempertimbangkan metode lain sebagai lanjutan dari reading. Memperhatikan metode
staging, dimana para karakter harus mengucapkan dialog/monolog tanpa teks, harus menjiwai cerita dan menyampaikan pesan dengan benar (Kirszner & Mandell 1376), menjadi alasan peneliti untuk mencoba/meneliti metode staging didalam pembelajaran drama agar pengidentifikasian struktur alur menjadi tepat.
Paparan diatas menimbulkan pertanyaan: apakah struktur alur yang baku dan bagaimana memahaminya? Dalam penelitian ini akan ditelusuri apa itu staging dan bagaimana staging
mempengaruhi pengidentikasian struktur alur pada drama?
Hipotesa dimaksudkan untuk melihat
kemungkinan keefektifan metode yang
diusulkan pada penelitian ini, dan untuk kemungkinan sikap belajar positif dengan menggunakan metode yang diusulkan.
Ho: Tidak adanya pengaruh signifikan penggunaan metode staging didalam mengidentifikasi struktur alur pada drama. Ha: Adanya pengaruh signifikan penggunaan
metode staging didalam mengidentifikasi struktur alur pada drama.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh staging dalam pengidentifikasian struktur alur pada drama, dan seberapa signifikan pengaruh staging dalam memahami drama dibanding dengan reading, dan apa faktor yang mempengaruhi perbedaan tersebut.
Penelitian dilaksanakan di Fakultas Sastra Universitas Methodist Indonesia dengan populasi mahasiswa semesterv VI program studi
Sastra Inggris. Untuk dapat
mengimplementasikan metode staging,
sekurang-kurangnya mahasiswa yang diberikan
treatment sudah mengambil mata kuliah
Introduction to Literature yang diberikan pada semester III, dan sudah atau sedang mengambil mata kuliah Drama yang diberikan pada semester V dan VI. Jumlah mahasiswa semester VI yang dijadikan sampel sebanyak 38 orang dan dibagi dalam 2 kelas, satu kelas
sample diajar dengan metode reading, dan satu diajar dengan metode staging.
Hasil penelitian ini akan bermanfaat bagi beberapa pihak. Manfaat pertama adalah untuk
pengembangan atau peningkatan metode
pengajaran mata kuliah Drama yang berjenjang di program studi sastra Inggris Universitas Methodist Indonesia. Artinya kalau hasil penelitian ini nantinya menunjukkan tingkat
kemampuan mahasiswa mengidentifikasi
struktur alur meningkat setelah penggunaan metode staging, ada baiknya metode pengajaran mata kuliah dimaksud tidak hanya dengan metode reading tetapi juga staging.
Manfaat kedua adalah terhadap
mahasiswa. Perlu adanya perhatian ekstra terhadap keberadaan mahasiswa yang mengikuti mata kuliah yang diteliti. Maksudnya, meskipun para mahasiswa telah mengikuti perkuliahan yang sama dan dalam waktu yang sama, kemampuan mahasiswa memahami drama sangatlah berbeda, tergantung pada kemampuan
reading comprehension dan seberapa aktif mahasiswa merespon teks drama tersebut. Untuk dapat memahami dan mengidentifikasi alur cerita pada drama, pembaca harus melakukan close-active reading yaitu membaca dengan hati-hati dan membuat nota atau catatan pada setiap events, kata kunci, dan isu-isu
penting lainnya. Karenanya metode
pembelajaran Drama sebaiknya disesuaikan dengan latar belakang mahasiswa khususnya mahasiswa UMI yang bila dengan metode
reading belum memadai, dilanjutkan dengan tahap berikutnya seperti staging.
Struktur Alur
Struktur alur pada drama dimulai dengan
exposition, yang menampilkan character dan
setting dan memperkenalkan situasi awal dimana para character-nya terlibat. Kemudian muncul konflik dan selama rising action,
MAJALAH ILMIAH METHODA Volume 2, Nomor 3, September-Desember 2012 : 1-12
|
3 konflik berkembang, demikian juga suspens dankrisis. Puncak rising action disebut climax,
dimana konflik mencapai titik tertinggi yang sering disebut dengan turning point. Pada
falling action, intensitas konflik berkurang dan akhirnya sampai pada resolution dimana konflik berakhir baik secara happy atau sad
(Kirszner & Mandell 1021). Frank Madden
menggambarkan struktur alur yang
konvensional sebagai berikut:
Diagram 2.1 Model Piramida (konvensional) Pada prakteknya, bentuk piramida di atas jarang sekali serapi yang disarankan; seringkali divariasikan dengan piramida bertangga atau garis grafik yang memiliki beberapa krisis (rising action) sebelum mencapai puncak, atau memiliki beberapa falling action sebelum solusi (resolution) benar-benar ditemukan, seperti diagram di bawah ini:
Diagram 2.2: piramida garis grafik
Pola ini biasa ditemukan pada cerita detektif klasik dimana exposition terdiri dari
pengenalan detektif dan penjelasan tentang kejahatan. Rising action berkembang menjadi penginvestigasian kejahatan dengan suspen yang semakin tinggi mendekati solusi. Climax
berisi pengumuman solusi kejahatan, falling action berupa penjelasan detective tentang solusi tersebut, dan resolution merupakan balasan yang diterima si penjahat dan upaya perbaikan. (Kirszner & Mandell 2021)
Diagram 2.3: piramida bertangga
Pola ini juga menyerupai ciri cerita detektif dimana tiap puncaknya berisi penemuan atau kunci, atau kemungkinan tersangka sebelum solusi yang sesungguhnya ditemukan. Ketika alur utama berkembang, sub-alur dapat berkembang sekaligus seperti yang sering ditemukan pada drama karya Shakespeare, namun pada akhirnya sub-alur berperan mempertegas unsur-unsur yang ada pada alur utama (Kirszner & Mandell 1022).
Karena kemampuan mengindentifikasi
struktur drama berkaitan dengan kemampuan
causality (kemampuan melihat sebab dan akibat), diperlukan critical reading yang juga unsur penting pada staging (Shaw 211). Perlu diperhatikan bahwa staging adalah elemen kunci drama, dan bahwa unsur staging seperti dialog tanpa teks, kostum, properti, scenery, pencahayaan, dan musik seringkali menegaskan tema drama dan menjadi penyampaian pesan penting tentang karakternya. (Kirszner & Mandell 1376). Staging akan berhasil bila karakternya benar-benar memahami jalan cerita
(story) dan mengidentifikasi struktur alur drama tersebut. Dengan sendirinya closed active reading menjadi bagian dari persiapan staging.
Seperti yang ditekankan Kirszner & Mandell, beberapa tahap penting dalam CRISIS/CLIMAX
Kebenaran terungkap, puncak konfllik (The moment of truth, the
turning point of the conflict)
RISING ACTION Konflik berkembang, keterlibatan emosi semakin intensif (The conflict builds, and our emotional involvement
intensifies)
FALLING ACTION Krisis teratasi, konflik memudar, ketegangan berkurang (The crisis is
over, the conflict fades, the intensity
subsidies)
RESOLUTION Masalah terpecahkan, kembali ke suasana normal (Things are wrapped up
and we are returned to normalcy) EXPOSITION
Kita diperkenalkan kepada lingkungan, karakter dan konflik (We learn about the
circumstances, characters, and the conflict)
MAJALAH ILMIAH METHODA Volume 2, Nomor 3, September-Desember 2012 : 1-12
|
4 mengidentifikasi struktur alur pada dramaadalah sebagai berikut:
Ringkaskan drama per kejadian
Apa yang menjadi konflik utama?
Bagaimana konflik teratasi? Konflik lain apa yang berkembang?
Kapan rising action muncul? Krisis apa yang dapat diidentifikasi? Bagaimana suspen tercipta?
Apakah drama tersebut memiliki falling action?
Apakah drama tersebut memiliki sub-alur cerita dan apakah kegunaannya?
Bagaimana dialog memperjelas alur cerita?
Bagaimana performa pemain drama
memperjelas alur cerita?
Bagaimana arahan pementasan
memperjelas alur cerita?
Bagaimana staging memperjelas alur
cerita?
Reading Drama
Ketika membaca drama, pembaca akan bertemu elemen-elemen cerita fiksi yang terdapat pada drama, seperti penggunaan bahasa dan simbol, interaksi antara karakter, dan
perkembangan satu atau lebih tema.
Selanjutnya, pembaca juga akan menemukan unsur-unsur yang hanya terdapat pada drama, dan tidak ditemukan pada cerita fiksi lainnya, seperti tulisan bercetak miring yang merupakan instruksi panggung (stage directions).
Kirszner & Mandell mengajukan langkah-langkah untuk membaca drama sebagai berikut: 1. Menelusuri alur ceritanya: mengidentifikasi
konflik yang mucul, menemukan kapan dan dimana rising action mencapai climax,
dimana falling action dimulai, dan
bagaimana konflik terselesaikan. 2. Menganalisa karakter
3. Membaca arahan panggung
4. Mempelajari bahasa yang digunakan, bagaimana dialog mengungkapkan emosi, konflik, pendapat, dan motivasi.
5. Mempertimbangkan untuk
mementaskannya. Kapan dan dimana
kejadian berlangsung. Teknik apa yang harus digunakan untuk mengungkapkan tempat dan waktu kepada penonton.
6. Mengidentifikasi setiap simbol yang ada pada drama.
7. Menginterpretasi tema drama.
Poin-poin di atas menunjukkan bahwa
membaca drama tidaklah sama dengan
membaca genre teks lain. Pembaca harus benar-benar aktif untuk dapat memahami tema drama dan menemukan pesan-pesan sosial didalamnya. Memahami struktur alur menjadi langkah pertama dan dasar yang penting untuk mengetahui jalan cerita yang sesungguhnya. Pemahaman struktur alur akan memudahkan penginterpretasian drama. Namun karena kebiasaan membaca mahasiswa umumnya dengan metode silent-reading, skimming dan
scanning, pengidentifikasian struktur alur sering menjadi keliru. Kegagalan pengidentifikasian struktur alur ini akan diikuti kegagalan menginterpretasikan drama tersebut, sehingga pesan-pesan sosial dan isu-isu penting didalamnya tidak terungkap.
Staging
Konsep staging mengalami perubahan signifikan dari zaman ke zaman, mulai dari teater Yunani kuno, teater Elizabethan, teater realisme, hingga teater kontemporer. Pada zaman Yunani kuno dan Elizabethan, teater hampir tanpa scenery maupun props. Setting
umumnya dipaparkan lewat ucapan, dan bukan tampilan seperti pada pementasan Romeo dan Juliet:
Seiring perkembangan industri dan listrik, seting staging ditata sedekat mungkin dengan aslinya, sehingga kini penonton dapat melihat kebun, gurun pasir, lembah, bahkan barakuda di panggung, yang semuanya itu mempermudah
Two households, both alike in dignity. (Dua Keluarga terhormat dengan status sosial yang sama)
In fair Verona where we lay our scene (Tinggal di kotaVerona yang indah tempat cerita ini berlangsung)
MAJALAH ILMIAH METHODA Volume 2, Nomor 3, September-Desember 2012 : 1-12
|
5 penonton memahami jalan cerita atau strukturalur yang sulit diidentifikasi dengan membaca saja. (Kirszner & Mandell 1380)
Ketika anda membaca teks drama,
mungkin akan sulit mengapresiasi efek yang dapat ditampilkan oleh drama. Itu sebabnya,
ketika anda membaca, sebaiknya anda
memperhatikan arahan panggung, dan
menggunakan imajinasi untuk melihat susunan yang dipaparkan penulis pada teks drama. Selanjutnya, anda harus benar- benar sensitif untuk dapat melihat dan mendengar performa pemain yang dengan jelas terlihat dan terdengar saat para pemain berbicara satu sama lain diatas panggung. “Membaca seteliti apapun tidak
dapat menggantikan pengalaman atau
pemahaman dengan melihat langsung
pementasan drama, yang membuat anda berada jauh melampaui kata-kata yang ada pada halaman demi halaman teks drama” (Kirszner & Mandell 1380).
Seperti yang ditekankan Kirszner & Mandell, beberapa poin/tahap penting didalam mengidentifikasi struktur alur pada drama melalui staging adalah sebagai berikut:
Bagaimana dialog memuat informasi tentang staging?
Apakah staging memberi informasi
tentang karakter atau tema?
Apakah kostum memberi informasi
tentang karakter atau tema?
Apakah props memiliki makna simbolik?
Apakah unsur–unsur setting
mempengaruhi persepsi anda mengenai drama tersebut?
Apakah staging mempengaruhi
kemampuan anda mengidentifikasi
struktur alur drama tersebut?
Menurut teori Kirszner & Mandell di atas,
metode staging sangatlah mempengaruhi
kemampuan mengidentifikasi struktur alur pada drama karena conflict, rising action, climax, dan
falling action menjadi jelas dan mudah diketahui.
Reading dan Staging
Drama hakikatnya dimaksudkan untuk ditampilkan dan ditonton; karenanya substansi drama sebaiknya disampaikan kepada penonton. Penonton dapat melihat bahasa tubuh para pemain, menginspeksi setting, dan menilai para pemain di panggung. Penulis drama dapat mengolaborasi instruksi seperti deskripsi karakter para pemain, staging, pintu masuk, pintu keluar, sampai kepada manejer panggung, sutradara, para pemain, dan semua yang terlibat dalam produksi tersebut. Seluruh instruksi tersebut disebut stage direction. (Henderson, et al. 21)
Menegaskan peranan pementasan,
Henderson, et, al. menambahkan bahwa elemen penting lainnya dari drama adalah blocking.
Blocking termasuk gerakan dan bahasa tubuh para pemain termasuk interaksi dan gerakan mereka di atas panggung yang tidak dengan
mudah ditemukan pembaca teks drama.
Bagaimanapun juga membaca adalah penting dan menjadi tahap pertama didalam pemahaman alur cerita, yang juga merupakan tahapan di dalam persiapan pementasan. Membaca dengan serius dan hati-hati serta memberi catatan pada kata-kata kunci dan hal-hal penting lainnya (close active reading) adalah tahap pertama persiapan staging. Agar terbiasa dengan dialog, pemain drama harus membaca teks berulang-ulang, menghapal, melatih berdialog tanpa teks. Idealnya seorang pemain drama membaca naskah sekurang-kurangnya lima kali agar dapat mengucapkan dialog dengan baik diatas panggung. Upaya membaca teks yang sama sampai lima kali adalah hal yang jarang
MAJALAH ILMIAH METHODA Volume 2, Nomor 3, September-Desember 2012 : 1-12
|
6 dilakukan mahasiswa bila hanya ditugaskanmembaca dan menjawab soal tentang teks tersebut.
Metodologi
Rancangan Penelitian
Penelitian ini dirancang dalam sistem Pre-test-Post-test yang dilaksanakan dalam bentuk eksperimental. Pada umumnya rancangan ini dianggap sebagai metode penelitian yang paling canggih untuk uji hipotesis. Rancangan ini diberlakukan pada kelompok eksperimental dan
kontrol dengan metode acak dengan
memberikan pre-test pada variabel terikat. Treatment (perlakuan) hanya diperkenalkan pada subjek eksperimental pada waktu tertentu, setelah kedua kelompok diukur dalam variabel terikat. Perbedaan rata-rata antara pre-test dan
post-test ditemukan pada setiap kelompok, dan perbedaan rata-rata skor dibandingkan untuk
memastikan apakah pada kelompok
eksperimental menghasilkan perubahan lebih tinggi dibanding kelompok kontrol. Signifikan
perbedaan dalam perubahan rata-rata
(ditemukan ketika perubahan rata-rata pada kelompok kontrol lebih kecil dari perubahan rata-rata kelompok eksperimental) ditentukan oleh tes statistik yang sesuai, seperti t-test.
Penelitian ini diawali dengan sebuah pertanyaan menyangkut hubungan antara dua variabel. Pada saat yang sama, peneliti mengajukan dua hipotesis.
Menurut Ary:
Bentuk eksperimen yang paling
sederhana, memiliki tiga ciri: (1) variabel bebas mengalami perubahan; (2) semua variabel lainnya kecuali variabel bebas dianggap tetap; (3) dampak variabel bebas terhadap varibel terikat diamati… Variabel bebas
berubah. Variabel yang dampak
perubahannya diamati di atas disebut variabel terikat, diamati tetapi tidak diubah. (255-256)
Berdasarkan teori di atas, dalam
pengumpulan data, peneliti memerlukan dua
kelompok yaitu kelompok kontrol dan
kelompok eksperimental. Kelompok
eksperimental merupakan kelompok penerima
treatment (perlakuan) dengan metode staging,
sementara kelompok kontrol merupakan
kelompok yang hanya menggunakan metode
reading. Peneliti menerapkan kedua metode tersebut selama beberapa minggu (sekitar 6-8 minggu). Rancangan tersebut digambarkan sebagai berikut:
Group Pre-test
Variabel bebas Post-test (R) Kelompok Kontrol Y1 Dilakukan dengan metode Reading Y2 (R) Kelompok Eksperimental Y1 Dilakukan dengan metode Staging Y2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah Fakultas Sastra Universitas Methodist Indonesia di Jalan Hang Tuah No. 08 Medan. Alasan peneliti memilih lokasi tersebut dikarenakan lokasi mudah dijangkau dan merupakan tempat kerja peneliti sehingga memudahkan proses pengumpulan data.
Populasi dan Sampel
Populasi penelitian adalah mahasiswa Fakultas Sastra semester VI periode 2011/2012, Universitas Methodist Indonesia. Jumlah populasi 80 mahasiswa, terdiri dari 3 kelas paralel.
Sampel diperoleh dari populasi. Sebanyak 38 mahasiswa diambil sebagai sampel secara
acak. Kerlinger menyatakan bahwa
pengambilan sampel secara acak merupakan metode penarikan sampel dari populasi atau kumpulan sehingga masing-masing populasi
memiliki kesempatan yang sama untuk
diseleksi. Sampel yang ditarik secara acak tersebut merupakan perwakilan dari populasi. (52)
Variabel
Variabel yang diteliti dalam penelitian eksperimental dikelompokkan menjadi dua bagian: (1) variabel bebas, dan (2) variabel terikat. Variabel bebasnya adalah metode
Staging, dengan cara meneliti kelompok eksperimental. Dan variabel terikatnya adalah
penguasaan mahasiswa tentang
MAJALAH ILMIAH METHODA Volume 2, Nomor 3, September-Desember 2012 : 1-12
|
7 Secara sistematis, variabel dan kaitannyadigambarkan pada diagram berikut ini:
Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen merupakan sesuatu yang sangat berguna di dalam penelitian, karena melalui instrumen kita dapat mengetahui hasil dari penelitian. Dalam penelitian ini, instrumen yang dipergunakan adalah tes berisi soal-soal mengenai drama terpilih. Dalam hal ini, tes tersebut akan mengukur kemampuan mahasiswa mengidentifikasi struktur alur pada drama melalui reading dan staging. Selain itu, instrumen yang sederajat ini juga dipergunakan pada variabel terikat.
Prosedur Pengumpulan Data
Di dalam pengumpulan data, peneliti melakukan tes untuk masing-masing kelompok sebanyak dua kali. Tes tersebut dibuat oleh peneliti dengan model yang standar. Prosedur pelaksanaan dinyatakan sebagai berikut:
Bagan 3.2 Instrumen Pengumpul Data
Persiapan
Pada persiapan, materi tes dan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam eksperimen sudah dikerjakan dan dipersiapkan oleh peneliti sebelum pre-test. Materi tes disediakan disesuaikan dengan naskah drama yang sudah ditentukan.
Pre-Test adalah tes yang dibuat oleh
peneliti untuk mengetahui kemampuan
mahasiswa mengidentifikasi struktur alur pada drama sebanyak tiga puluh (30) soal. Ke 30 soal tersebut diujikan secara objektif (pilihan berganda). Untuk memastikan reliabilitas instrumen tersebut, peneliti melakukan uji reliabilitas dengan mengujikan pada kelas paralel lainnya (pilot project).
Pre-Test
Pre-test dilaksanakan untuk mencari tahu kemiripan sampel, dan hasil yang ada untuk menyesuaikan kelompok yang seharusnya. Manfaat pre-test tersebut adalah untuk memperoleh skor rata-rata kedua kelompok. Dalam hal ini, peneliti berasumsi bahwa semua kemampuan mahasiswa itu sama, karena berada pada tingkatan yang sama meskipun ada perbedaan yang tak begitu signifikan pada kelompok tersebut.
Perlakuan (Treatment)
Kelompok eksperimental dan kontrol diberi materi berupa naskah drama yang sama tetapi diajar dengan cara yang berbeda. Kelompok eksperimental diajarkan dengan metode staging, sementara kelompok kontrol diajar dengan metode reading. Pada treatment, peneliti langsung mengajar kedua kelompok secara terpisah, kelompok kontrol pada dua jam pertama dan kelompok eksperimental pada dua jam berikutnya. Proses pengajaran ini dilaksanakan selama 6 kali pertemuan.
Post-Test
Setelah treatment, peneliti melakukan
post-test. Post-test dilaksanakan dengan cara yang sama dengan pre-test. Post-test merupakan tes akhir pada penelitian ini dalam mengukur
dampak signifikan penerapan metode
pengajaran dengan metode staging. Setelah Kelompok Eksperimental Dengan metode Staging Pre-Test Post-Test Kelompok Kontrol Dengan metode Reading
Metode Staging Penguasaan Pengidentifikasian Struktur Alur pada Drama
MAJALAH ILMIAH METHODA Volume 2, Nomor 3, September-Desember 2012 : 1-12
|
8 melakukan post-test, peneliti melakukan analisisdata untuk mengetahui pengaruh penggunaan metode staging pada kelompok eksperimental.
Perkembangan Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, instrumen yang dipergunakan adalah soal-soal tes mengenai naskah drama Tennese Williams’ The Glass Menagerie dan Anton Chekov’s The Brute. Semua soal dibuat oleh peneliti berdasarkan kedua drama tersebut yang tingkat kesulitannya disesuaikan dengan kemampuan mahasiswa semester VI (tidak terlalu rendah maupun tinggi). Instrumen tersebut digunakan untuk mengumpulkan data tes objektif. Masing-masing pre-test dan post-test terdiri dari 30 soal, dan tiap soal bernilai satu. Ke 30 soal mencerminkan pemahanan tentang struktur alur pada drama yaitu:
Pre-Test
Exposition: butir soal no 1, 2, 3, 4, 5, 6, 16 Rising Action : butir soal no 7, 8, 9, 10, 11,
13, 15
Climax : butir soal no 14, 17, 18, 21, 22, 23, 25
Falling Action : butir soal 12, 19, 20, 24 Resolution: butir soal no 26, 27, 28, 29, 30
Post-Test
Exposition: butir soal no 1, 2, 3, 4, 5, 9, 13 Rising Action : butir soal no 6, 7, 8, 10,
11, 12
Climax : butir soal no 14, 15, 16, 17, 20, 21, 28
Falling Action : butir soal 18, 19, 22, 23, 24
Resolution: butir soal no 25, 26, 27, 29, 30 Setiap soal diberi skor satu (1). Semua tes merupakan bentuk multiple choices. Sample diminta menjawab pertanyaan berdasarkan kemampuan reading, logika, dan pengalaman mereka melalui kedua metode yang digunakan.
Tes yang ada berguna untuk mengetahui pengaruh penggunaan metode staging terhadap pengidentifikasian struktur alur pada drama.
Validitas dan Reliabilitas
Penelitian selalu dekat dengan
pengukuran. Ada dua ciri penting yang harus dimiliki dalam setiap pengukuran instrumen; validitas dan reliabilitas. Ary mengatakan, “Validitas berarti luasnya pengukuran alat terhadap ukuran yang dimaksud, sedangkan, Reliabilitas merupakan luasnya pengukuran yang sama dengan pengukuran apapun.” (196)
Seorang peneliti harus mencari validitas dan reliabilitas instrumen yang digunakan dalam penelitian dan menyertakan informasi dalam laporan penelitian. Jika data yang didapat tidak valid dan reliabilitas, akan sedikit pengakuan terhadap hasil yang dicapai atau kesimpulan berdasarkan hasil.
Ary mengatakan “Berbagai macam aspek validitas sudah digambarkan. Klasifikasi terkemuka akan jenis validitas yang sudah dibuat empat oleh gabungan komite Persatuan
Psikologi Amerika, AERA, dan Dewan
Pendidikan Nasional. Komite ini membedakan tiga macam validitas; content validity, criterion-related validity, dan construct validity. Ketiga jenis validitas meliputi tujuan dasar diberlakukannya tes.” (197)
Dalam hal ini, peneliti menggunakan
criterion-related validity sebagai alat ukur karena penilaian kriteria-kriteria yang
ditentukan oleh peneliti untuk mampu
mengidentifikasi struktur alur pada drama. Standar pencapaian tes dinyatakan dalam bentuk persentase, dengan ketentuan sebagai berikut:
Skor 00 – 40 Tidak mampu
mengidentifikasi
Skor 41 – 59 Kurang mampu
mengidentifikasi
Skor 60 – 79 Mampu mengidentifikasi
Skor 80 – 100 Sangat mampu
mengidentifikasi
Untuk memperoleh reliabilitas, peneliti menggunakan rumus Kruder Richardson 21, seperti tergambar dibawah ini:
𝑟 =
𝑘𝑘−1
[1 −
𝑀 (𝑘−𝑀) 𝑘𝑥𝑆²
]
MAJALAH ILMIAH METHODA Volume 2, Nomor 3, September-Desember 2012 : 1-12
|
9 Catatan:K : Jumlah pertanyaan
M : Rata-rata skor
S : Standar Deviasi
Teknik Analisis Data
Dalam menganalisis data, (mencari
perbedaan antara kelompok yang menggunakan metode staging dan metode reading), peneliti menggunakan ‘t-tes’ seperti yang diusulkan
oleh Arikunto (1992:267). Aruan
mengembangkan konsep rumus dan
membedakannya menjadi empat bagian seperti di bawah ini:
a. Jika N1 = N2 dan σ1 = σ2, peneliti
menggunakan ‘pooled t-test’ dan tingkat
keterbukaan t-tes menjadi N1+N2 – 2 b. Jika N1 = N2 dan σ1 ≠ σ2, peneliti
menggunakan ‘separated t-test’dan tingkat
keterbukaan t-tes menjadi N1 – 1dan N2 – 1 c. Jika N1 ≠ N2 dan σ1 = σ2, peneliti
menggunakan ‘pooled t-test’ dan tingkat
keterbukaan tes menjadi N1 + N2 – 2 d. Jika N1 ≠ N2 dan σ1 ≠ σ2, peneliti mencari
rata-rata keduanya ‘separated t-test’,
sementara tingkat keterbukaan t-tes menjadi
N1 – 1 dan N2 – 1
Oleh karena jumlah mahasiswa dalam kelompok 1 tidak sama dengan jumlah kelompok 2, peneliti berharap memperoleh kemiripan data. Rumus ‘t-test combined’ dapat
digambarkan seperti di bawah ini:
𝑡 = 𝑥̅1− 𝑥̅2 √ [(𝑛1− 1)𝑆12+ (𝑛2− 1) 𝑆22 𝑁1+ 𝑁2− 2 ][ 1 𝑁1+ 1 𝑁2] Catatan:
𝑋:̅ Rata-rata setiap kelompok N: Jumlah mahasiswa S: Deviasi setiap kelompok
Data dan Analisis Data Data
Setelah pelaksanaan post-test pada
kelompok eksperimental dan kontrol, peneliti memperoleh skor mahasiswa. Hasil pre-test dari
kelompok eksperimental dan kontrol
dibandingkan dengan skor post-test. Skor
pre-test dan pos-test kedua kelompok tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1 Grup Kontrol
No Nama Pre Test Score Post Test Score 1 Cristina Miriam 18 20 2 Yoko Junior 11 14 3 Jayanti 17 17 4 Kristin Adelina Manullang 18 19
5 July Ervina Simamora 20 20 6 Jenni Fransiska
Butar-butar 19 20
7 Nursanti Sinaga 16 16
8 Rosauli Simanjuntak 16 17
9 Haslinda S Sitompul 18 17
10 Thesya Cheria Nadapdap 17 18 11 Pebriani Theresia
Simatupang 16 17
12 Winda Laurensia Naibaho 16 16 13 Edward MI Panjaitan 17 17
14 Netty P.E Simamora 18 19
15 Sherly Novita 21 20
16 Sumico 21 22
17 Budi Asmara 22 22
18 Jesika Chandro 19 18
Secara grafik grup kontrol dapat digambarkan sebagai berikut: 0 5 10 15 20 25 1 3 5 7 9 11 13 15 17
Pre-test Score
MAJALAH ILMIAH METHODA Volume 2, Nomor 3, September-Desember 2012 : 1-12
|
10 Tabel 4.2 Grup EksperimentalNo Nama Pre Test
Score
Post Test Score 1 Bangkit Unedo Sidabutar 16 24
2 Jonris Sagala 20 26
3 Loly Sariska Manik 17 25
4 Ela Grace Tasya 18 23
5 Tesalonika Pinem 20 25
6 Sri Mandari Raula Simamora 15 22
7 Oktavia Panggabean 19 26
8 Silvia Panggabean 13 25
9 Corry Maria Sitorus 16 23
10 Maria Novayanti Sinaga 17 21
11 Kristina K Bangun 19 23
12 Diah Ayu Stella 21 24
13 Siti Nurmalasari 20 22
14 Yoko Junior 20 27
15 Letare Angelina 15 22
16 Clara Katrina Sigalingging 12 22
17 Dewi Sartio N 6 19
18 Lenayati Sinaga 16 18
19 Syerly 22 25
20 Meilany Br. Siloto 20 25
Secara grafik grup eksperimental dapat digambarkan sebagai berikut:
Data Kelompok Kontrol
Hasil dari pre-test dan post-test kelompok kontrol disajikan pada tabel berikut ini:
Tabel 4.3 Hasil Pre-Test dan Post-Test
kelompok kontrol Kelompok Kontrol Pre-Test Post-Test Total Skor 320 329 Mean 17.77 18.27 Median 18 18 Skor Maks 22 22 Skor Min 11 14 N 18 18 k 30 30 S 1,890 S2 3,570
Sebagaimana telah dinyatakan
sebelumnya, peneliti menggunakan rumus KR 21 untuk mengukur kelayakan instrumen tes.
r
=
𝑛 𝑛−1. (1 − 𝑀 (𝑘−𝑀) 𝑘 𝑥 𝑆2 )=
30 29 (1 − 17,77 (30−17,33) 30 𝑥 3,570 )=
1, 034 (1 −217,284 107,111)=
1,034 (1- (1,028))=
1,034 (2,028) r=
2, 098 0 10 20 30 1 3 5 7 9 11 13 15 17Post-test Score
0 5 10 15 20 25 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 Pre-test Score 0 5 10 15 20 25 30 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 Post-test ScoreMAJALAH ILMIAH METHODA Volume 2, Nomor 3, September-Desember 2012 : 1-12
|
11 Dari perhitungan tes reliabilitas di atas, danmenurut Arikunto mengenai tes reliabilitas, disimpulkan sebagai berikut:
0.00 - 0.20 reliabilitas dikelompokkan rendah 0.21 – 0.40 reliabilitas dikelompokkan cukup 0.41 – 0.70 reliabilitas dikelompokkan tinggi Diatas 0.70 reliabilitas dikelompokkan sangat tinggi
Maka, jika kelayakan tes 2,098 berarti reliabilitas “sangat tinggi”
Data Kelompok Eksperimental
Hasil dari pre-test dan pos-test kelompok eksperimental disajikan pada tabel berikut ini:
Tabel 4.2 Hasil Pre-Test dan Post-Test
kelompok eksperimental Kelompok Eksperimental Pre-Test Post-Test Total Skor 342 467 Mean 17.1 23.5 Median 17.5 28.5 Skor Maks 22 27 Skor Min 6 18 N 20 20 k 30 30 S 1,608 S2 2,587
Kesamaan Data (Homogenitas)
Karena sampel masing-masing populasi kurang dari 30 orang, maka peneliti menerapkan statistik ‘Non-Parametric’. Dan sebelum peneliti melanjutkan analisis data, peneliti memastikan bahwa data yang ditemukan sama. Hal ini sangat penting bagi peneliti, karena pada dasarnya setiap orang mengetahui tidak ada perbedaan di antara varian (σ1² = σ2²). Aruan (2004:18) menyatakan, “untuk mengukur kesamaan data, peneliti harus menggunakan rumus berikut:”
Berdasarkan data di atas, diperoleh data berikut:
S2² = 7,73 S1² = 2, 46 N2 = 20 N1 = 18 Ftabel (19, 17) = 3,16 Jadi, F (19,17) = 7,73 2,46 = 3,14
Perhitungan di atas menunjukkan Fobserved <
Ftabel, dimana 3,14 < 3,16 yang berarti datanya
‘sama’ atau HOMOGEN.
Analisis Data
Dari hasil tes tersebut, seperti telah ditunjukkan sebelumnya, peneliti membuat perhitungan untuk mencari tahu apakah penggunaan metode staging memiliki dampak
yang signifikan atau tidak dalam
mengidentifikasi struktur alur pada drama.
𝑋̅1 = 23,35 𝑆1² = 3,22 N1 = 18 𝑋̅2 = 18,33 𝑆2² = 2,20 N2 = 20 Rumus: t = 𝑋̅1−𝑋̅̅̅̅2 [√(𝑛1−1)𝑆12+ (𝑛2−1)𝑆22𝑁1+𝑁2−2 ][𝑁11+𝑁21] = 23,35−18,33 [√(18−1)3,22+(20−1)2,2018+20−2 ][181+ 201] = 5,02 [√96,5436 ][0,05+0,056] = 5,02 [√[2,682][0,106]] = 5,02 √0,283 = 5,02 0,532 t = 9,436
Dari data di atas, diperoleh hasil t-tes adalah
“9,436”, selanjutnya hasil ini diketahui sebagai
‘tobserved’.
Uji Hipotesis
Setelah menganalisis data menjadi t-test, ditemukan bahwa nilai tobserved adalah 9,436 dan nilai ttabel adalah 3,551 Karena nilai tobserved lebih besar dari ttabel(9,436>3,551) pada derajat kebebasan (df= 60, α = 0,001), hal ini menunjukkan bahwa H0 (Hipotesis Nol) :
ditolak dan Ha (Hipotesis Alternative) :
diterima. Peneliti berhasil menolak Ho, dan
menerima Ha, berarti metode staging
berpengaruh secara signifikan bagi mahasiswa
F(n2-1, n1-1) = dimana
dan varian lebih kecil.
MAJALAH ILMIAH METHODA Volume 2, Nomor 3, September-Desember 2012 : 1-12
|
12 dalam mengidentifikasi struktur alur padadrama.
Kesimpulan dan Saran Kesimpulan
1. “Pengidentifikasian struktur alur padan drama dengan metode staging jauh lebih efektif dibanding dengan metode reading.”
Dengan demikian, Ho ditolak, dan Ha diterima.
2. Faktor utama yang mempengaruhi
perbedaan kemampuan mengidentifikasi struktur alur pada metode staging dan
reading berhubungan dengan prosedur persiapan sebelum mengidentifikasi pada kedua metode. Pada metode staging, proses dimulai dari membaca dengan aktif ( closed-active reading), menganalisa sebab-akibat, mengamati dialog, menampilkan dialog tanpa teks, menganalisa performa karakter dan unsur-unsur panggung lainnya, sehingga alur cerita menjadi sangat familiar bagi mahasiswa dan struktur alur menjadi jelas sedangkan persiapan pada metode reading
hanya melakukan silent reading, lalu mengidentifikasi struktur alur. Hal ini tidaklah mudah bagi mahasiswa yang berasal dari negara yang menempatkan bahasa Inggris sebagai bahasa asing.
3. Faktor tradisional yang mempengaruhi perbedaan hasil kedua metode yang diujikan adalah tradisi membaca dan penjiwaan dimana pada metode staging mahasiswa dikondisikan pada proses membaca aktif (active-closed reading) berulang-ulang (minimal 5 kali), dan penjiwaan yang penuh
agar dapat memerankan karakter di
panggung, sedangkan pada metode reading, mahasiswa hanya membaca (silent reading) satu atau dua kali.
Saran
Sehubungan dengan kesimpulan di atas, disarankan bahwa:
1. Pengajaran mata kuliah Drama sebaiknya
memilih metode yang sesuai guna
memotivasi mahasiswa, sehingga mereka terlatih untuk membaca, memahami dan menginterpretasikan pesan yang terkandung dalam teks drama.
2. Karena penggunaan metode staging
berpengaruh signifikan terhadap
kemampuan mahasiswa mengidentifikasi struktur alur pada drama, maka peneliti menyarankan agar dosen mata kuliah drama menggunakan metode mengajar staging
sebagai lanjutan dari reading khususnya pada level Drama I dan Drama II.
3. Berhubung masih banyak aspek lain yang berhubungan dengan staging yang belum disentuh oleh peneliti, peneliti menyarankan peneliti-peneliti lain melakukan penelitian yang lebih luas yang berkaitan dengan
staging.
Daftar Pustaka
Aruan, D.M. Pengantar Statistika Inferensial Parametrik dan Non Parametrik. Medan: Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan, 2004.
Ary, D. Chesar, L.J. and Rajaviah, A.
Introduction to Research in Education. New York: Holt, Rinehart and Winston, 1979.
Gibaldi, Joseph. MLA Handbook for Writers of Research Papers 5th ed. New York: The
Modern Language of Association of America, 1999.
Henderson, Gloria Mason. Day, Bill. & Waller, Sandra Stevenson. Literature and Ourselves. United States: Addison-Wesley Educational Publisher Inc., 2001. Kerlinger, N. Foundations of Behavioral Research. New York. New York: Holt, Rinehart and Winston, 1979.
Kirszner, Laurie G. & Mandell, Stephen R.
Literature: Reading, Reacting, Writing. Fort Worth: Holt, Rinehart and Winston, Inc., 1991.
Madden, Frank. Exploring Literature. New
York: Addison-Wesley Educational
Publishers Inc., 2001.
Meyer, Michael. The Compact Bedford to Introduction to Literature: Reading, thinking, and Writing. 3rd ed. Boston:
Bedford Books of St. Martin Press, 1994. Shaw, Harry. Concise Dictionary of Literary Terms. New York: McGraw-Hill Book Company, 1972.