FOTODEGRADASI FENOL DENGAN KATALIS TiO
2P25
BERPENYANGGA BATU APUNG
(PHOTOCATALYTIC DEGRADATION OF PHENOL OVER TiO2 P25 SUPPORTED ON PUMICE STONE)
Agung Sri Hendarsa
1,2, Jessica Tanuwijaya
1, Catur Nitya V.N.
2, Heri Hermansyah
1dan Slamet
1*1)Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia 2)PT Aozora Agung Perkasa, Water Management & Engineering Company, Jakarta, 12310, Indonesia
Email : slamet@che.ui.ac.id
Received : 28 Maret 2013 ; revised : 19 April 2013; accepted : 29 April 2013
ABSTRAK
Modifikasi fotokatalis TiO2 dengan batu apung sebagai penyangga untuk mendegradasi senyawa fenol telah dilakukan. Batu apung yang sudah mengalami perlakuan awal dilapisi oleh sol TiO2, yang berasal dari prekursor TiO2 P25, dengan menggunakan metode dip coating. Komposit TiO2-batu apung tersebut dikarakterisasi dengan SEM-EDS dan BET, kemudian diaplikasikan untuk mendegradasi fenol dengan menggunakan reaktor batch yang dilengkapi oleh lampu merkuri 250 W. Konsentrasi fenol dianalisis dengan Spektrofotometer UV-Vis. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa penambahan udara pada sistem reaksi dapat meningkatkan kinerja katalis komposit. Pengaruh tersebut lebih nyata pada komposit dengan loading TiO2 rendah (2,5%) yang mencapai sekitar 5 kali lipat. Pada katalis 2,5%TiO2-batu apung, laju alir udara optimal dicapai pada 100 ml/menit, dengan tingkat degradasi terhadap 10 ppm fenol mencapai 100% selama 2,5 jam. Sementara itu pada katalis 25%TiO2-batu apung, waktu yang dibutuhkan untuk degradasi fenol sampai batas baku mutu (0,5 ppm) pada konsentrasi awal fenol 10 ppm, 50 ppm, 100 ppm, dan 1000 ppm masing-masing adalah 3 jam; 5,7 jam; 6,9 jam; dan 16,9 jam.
Kata kunci: Fenol, Fotokatalisis, TiO2, Batu apung ABSTRACT
Modification of TiO2 photocatalyst with pumice as support for phenol degradation has been investigated. Treated pumice was coated by TiO2 sol which from TiO2 P25 as precursor using deep coating method. The composite of TiO2-pumice characterized by SEM-EDS, BET, and then evaluated for phenol degradation using batch reactor, completed with mercury lamp 250W. The concentration of phenol was analyzed by UV-Vis spectrophotometer. The experiment results showed that the addition of air in reaction system could enhance the performance of composite catalyst. This effect was more significant for composite with low loading of TiO2 (2.5%) that reached around 5 times. The optimum rate of air was reached at 100 mL/min with degradation rates for phenol 10 ppm reached 100% for 2.5 hours. Meanwhile on the 25%TiO2-pumice catalyst, the time required for phenol degradation until standard limited concentration (0.5 ppm) at initial phenol concentration 10 ppm, 50 ppm, 100 ppm, and 1000 ppm are 3 hours, 5.7 hours, 6.9 hours, and 16.9 hours, respectively.
Key words: Phenol, Photocatalysis, TiO2, Pumice PENDAHULUAN
Fenol merupakan polutan organik yang sering ditemukan pada air limbah. Salah satu industri yang menghasilkan polutan fenol adalah
industri minyak dan gas (migas) (Villasenor et al. 2002). Limbah cair industri migas menghasilkan limbah cair yang mengandung fenol dengan konsentrasi cukup tinggi. Berdasarkan data
limbah cair industri migas dari Santos (Sampang) Pty Ltd. di lapangan Grati, Pasuruan,
konsentrasi fenol yang terkandung pada limbah cair tersebut mencapai 3,41 mg/L (Agung Sri
Hendarsa et al. 2013). Sedangkan, batas baku limbah cair bagi kegiatan industri di Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan
Hidup No.51/MENLH/10 /1995 adalah 0,5 mg/L. Beberapa teknologi telah dilakukan dalam mendegradasi polutan organik pada limbah cair. Secara rinci, ada tiga jenis metode konvensional yang sering digunakan dalam mengolah limbah cair, yaitu secara fisika, kimia, dan biologi. Metode fisika yaitu adsorpsi, filtrasi, dan reverse osmosis. Metode kimia yaitu ion exchange dan ekstraksi, sedangkan, metode biologi yaitu proses aerob dan anaerob (Mozia et al. 2005). Namun, kekurangan dari ketiga metode ini adalah menghasilkan secondary waste dan tidak ekonomis (Martin et al. 2003, Stylidi et al. 2003). Belakangan ini, beberapa penelitian telah menginvestigasi proses yang memiliki potensi dalam mengoksidasi polutan organik tanpa menghasilkan secondary waste, yaitu Advanced Oxidation Processes (AOPs) (Azbar et al. 2004). Proses ini menggunakan gugus hidroksil radikal untuk mengoksidasi polutan organik. Karakteristik gugus hidroksil radikal adalah sangat reaktif dan tidak stabil sehingga polutan dapat dioksidasi. Proses fotokatalis adalah salah satu AOPs yang dapat mengoksidasi polutan organik menjadi CO2 dan air (Esplugas 2001).
Proses fotokatalis adalah proses yang menggunakan bantuan cahaya dan katalis (semikonduktor) untuk melangsungkan atau mempercepat transformasi kimia (Hermann 1999). Semikonduktor TiO2 adalah salah satu semikonduktor yang efisien dan sering digunakan karena memiliki kinerja yang baik (Barakat et al. 2004). Namun, metode ini tidak efektif apabila konsentrasi polutan terlalu tinggi karena rendahnya daya adsorpsi pada fotokatalis (Tryba et al. 2006). Proses adsorpsi adalah proses yang memiliki kelebihan dalam adsorpsi polutan dengan konsentrasi tinggi, tetapi proses ini tidak dapat mendegradasi polutan menjadi senyawa yang tidak berbahaya. Dengan kekurangan dan kelebihan dari proses adsorpsi dan fotokatalisis, dilakukan kombinasi antara kedua proses tersebut. Penelitian Mei et al. (2003) menunjukkan bahwa degradasi fenol pada katalis dengan media penyangga lebih tinggi dibandingkan dengan katalis tanpa media penyangga. Salah satu media penyangga yang dapat digunakan adalah batu apung. Penelitian Rachel et al. (2002) menunjukkan bahwa keunggulan dari batu apung adalah memiliki banyak pori sehingga penyerapan fenol hanya membutuhkan waktu yang singkat. Pada penelitian ini, batu apung berasal dari Lyon dan Prancis, yang sudah berbentuk pelet.
Metode yang digunakan untuk mengkombinasi katalis pada batu apung adalah metode dip coating. Komposisi utama dari
pumice ini adalah mineral silikat amorf. Silika sendiri adalah substrat yang potensial untuk struktur kristal anatase (Chuan et al. 2004). TEOS dapat digunakan sebagai sumber SiO2 yang berfungsi sebagai perekat antara TiO2 dengan preparatnya (Slamet dkk 2009) karena komposisi utama batu apung dan TEOS adalah silika. Disamping itu, penelitian Rao menunjukkan bahwa permukaan yang berporous seperti batu apung dapat diimpregnasi dengan TiO2 dan digunakan sebagai immobilized photocatalyst (Rao et al. 2003). Beberapa parameter yang mempengaruhi dari kinerja katalis TiO2 yaitu pH, jumlah katalis, laju alir udara, dan konsentrasi awal polutan. Menurut San et al. (2002), semakin banyak jumlah katalis, maka semakin meningkat tingkat degradasi 4-nitrofenol, tetapi menurun apabila jumlah katalis melewati keadaan optimum. Penelitian ini dilakukan pada katalis TiO2 yang berbentuk aqueous solution, sedangkan pengaruh jumlah loading katalis yang berpenyangga batu apung terhadap degradasi fenol belum diteliti. Disamping itu, pengaruh laju alir dapat meningkatkan kinerja katalis dalam mendegradasi fenol (Lam et al. 2009). Penelitian ini dilakukan pada katalis TiO2 yang diimobiliasi pada activated carbon.
Pada penelitian ini, akan disintesis komposit katalis TiO2 berpenyangga batu apung. Komposit ini akan dievaluasi kinerjanya dalam mendegradasi fenol dengan menggunakan reaktor batch. Penelitian ini akan menginvestigasi pengaruh laju alir udara dan jumlah katalis dalam batu apung terhadap kinerja komposit. Disamping itu, dilakukan pengaruh konsentrasi awal fenol untuk mengetahui waktu penyisihan fenol.
BAHAN DAN METODE Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah fenol (Merck Pro Analyst), katalis yang digunakan adalah TiO2 P25 dengan luas permukaan BET 53,6 m2/g, komposisi anatase 79,23% dan ukuran kristal anatase 20 nm serta rutile 23 nm (Slamet dkk 2008), dan batu apung.
Metode
Sintesis Katalis TiO2 Berpenyangga Batu
Apung dan Karakterisasi
Batu apung sebanyak 20 g dipotong sampai berdiameter 4 mm sampai 6 mm kemudian dibersihkan dengan ultrasonic bath selama 30 menit sebanyak 3 kali. Katalis TiO2 P25 Degussa yang digunakan sebanyak 5 g
dalam 100 ml air dan ditambahkan TEOS (Tetra Ethil Ortosilikat) dari Aldrich sebanyak 2,3 mL. Metode coating yang digunakan adalah metode dip coating sebanyak 5 kali. Setelah itu, batu apung yang telah terlapiskan katalis dikalsinasi pada 400°C selama 1 jam.
Karakterisasi SEM-EDS dilakukan dengan menggunakan alat JEOL-JSM6510LA untuk mengetahui morfologi dan komposisi batu apung yang dilapisi katalis. Karakterisasi BET dilakukan dengan menggunakan alat Quantachrome Nova 1200E pada suhu 300°C untuk mengetahui luas permukaan komposit.
Uji Kinerja Fotokatalis
Kinerja katalis TiO2 P25 yang berpenyangga batu apung diuji dengan melarutkan serbuk fenol (Merck Pro Analysis) dalam 300 mL air. Pengujian ini dilakukan pada kotak uji tertutup, yang berlapis alumunium foil. Di bagian penutup kotak uji terdapat lampu merkuri PHILIPS HPL-N 250 W sebesar 165 μm/cm2 pada permukaan batu apung.
Reaktor dilengkapi dengan magnetic stirer yang dinyalakan selama uji kinerja agar reaksi dapat berlangsung secara merata. Kotak uji juga dilengkapi dengan blower untuk mengontrol suhu di dalam kotak uji selama pengujian. Untuk mengetahui pengaruh laju udara, reaktor
dialirkan udara dari tabung udara tekan.
Hasil penelitian dianalisis dengan spektrofotometer UV/vis dengan menggunakan alat Spectroquant Pharo 300 dan parameter yang diukur adalah konsentrasi fenol.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Katalis
Karakterisasi SEM-EDS bertujuan untuk membandingkan struktur dan komposisi antara batu apung tanpa katalis dan dengan katalis TiO2 P25.
Gambar 1 menunjukkan perbedaan morfologi antara batu apung tanpa katalis dan dengan katalis TiO2. Pada perbesaran 500x, morfologi dari kedua batu apung sudah terlihat perbedaan, dimana batu apung dengan katalis memiliki pori yang rapat. Namun, perbesaran ini belum memperlihatkan perbedaan yang signifikan. Pada perbesaran 3000x, diperoleh perbedaan yang sangat signifikan. Pada batu apung tanpa katalis, terlihat permukaan batu apung yang memilki banyak rongga, sedangkan pada batu apung dengan katalis, jumlah rongga menurun karena katalis TiO2 yang mengisi pori dari batu apung tersebut secara merata.
Gambar 1. Hasil SEM batu apung : a. tanpa katalis perbesaran 500 kali, b. tanpa katalis perbesaran 3000 kali, c. dengan fotokatalis TiO2 P25 perbesaran 500 kali, d dengan fotokatalis TiO2 P25 perbesaran 3000 kali.
Berdasarkan karakterisasi EDS pada Tabel 1, diperoleh komposisi dari kedua batu apung tersebut. Tabel 1 menunjukkan komposisi batu apung tanpa katalis dan dengan katalis. Batu apung tanpa katalis memiliki unsur %massa silika (Si) yang paling besar yaitu 40,12% dan %massa Al yaitu 9,62%. Namun, pada hasil batu apung dengan menggunakan katalis TiO2, diperoleh %massa titania mencapai
44,12% dan %massa silika mengalami
penurunan menjadi 14,78%. Penurunan silika ini disebabkan oleh titania yang menutupi silika.
Berdasarkan hasil karakterisasi SEM-EDS menunjukkan bahwa metode dip coating dapat digunakan untuk melapisi permukaan batu apung dengan katalis. Metode ini dapat melapisi permukaan batu apung secara merata.
Karakterisasi BET dapat digunakan untuk
membandingkan pengaruh penggunaan
penyangga. Jumlah loading katalis dalam komposit sebanyak 2,5% TiO2. Hasil karakterisasi BET dapat dilihat pada Tabel 2.
Pada Tabel 1, luas permukaan meningkat pada TiO2-batu apung awal dari 1,321 m2/g menjadi 4,699 m2/g. Kenaikan luas permukaan diakibatkan dari keberadaan katalis pada batu apung sehingga meningkatkan luas permukaan pada komposit. Namun, penambahan katalis TiO2 seharusnya tidak menyebabkan perubahan
Tabel 1. Hasil SEM-EDS pada batu apung
Jenis atom %massa Tanpa katalis Dengan katalis TiO2 O 31,79 31,25 Al 9,62 2,50 Si 40,12 14,78 Ti - 44,12 Fe 6,42 1,68 Pb 2,34 5,68 Na 2,80 - K 5,49 - Ca 1,42 -
Tabel 2. Propertis katalis TiO2 dan komposit
Deskripsi Luas Permukaan (m2/g)
TiO2 P25* 53,6
Batu Apung 1,321
TiO2 P25-Batu Apung 4,699
*Slamet dkk (2008)
yang signifikan. Hal ini dikarenakan jumlah katalis yang menempel pada komposit hanya sekitar 0,76% dari jumlah loading. Penyebab lainnya adalah batu apung tanpa katalis tidak mengalami proses pemanasan seperti pada batu apung yang dilapisi katalis yang mengalami proses pemanasan pada suhu 400oC, sehingga kemungkinan batu apung masih mengandung air dan beberapa pengotor, yang dapat memperkecil luas permukaan dari batu apung. Pengaruh Laju Alir Udara dan Loading TiO2 dalam Komposit
Pengaruh laju alir udara bertujuan untuk mengetahui laju udara optimum untuk mendegradasi fenol. Pengaruh ini diamati dengan menggunakan variasi laju udara sebesar 0 mL/menit, 50 mL/menit, 100 mL/menit, dan 200 mL/menit. Disamping itu, pengaruh loading TiO2 dalam komposit bertujuan untuk mengetahui hubungan antara loading TiO2 dengan laju udara. Pengaruh ini diamati dengan menggunakan variasi loading TiO2 sebesar 2,5% TiO2 dan 25% TiO2.
Pada Gambar 2 terlihat bahwa semakin meningkat laju udara, tingkat degradasi fenol semakin meningkat. Namun, tingkat degradasi fenol menurun apabila laju alir udara terlalu tinggi. Penyisihan fenol tanpa menggunakan laju alir udara sebesar 35,5%, sedangkan penyisihan fenol dengan menggunakan laju udara 50 mL/menit sebesar 50,4% dan meningkat sampai 100% pada penambahan laju udara 100 mL/menit. Selanjutnya, penurunan tingkat degradasi fenol pada laju alir udara 200 mL/menit menjadi 52,3%.
Penambahan laju udara dapat
meningkatkan penyisihan fenol. Hal ini
Gambar 2. Efek variasi laju udara terhadap efisiensi degradasi fenol (Vfenol = 300 mL, Batu apung = 20 g, loading TiO2 = 2,5% TiO2, dan t =163 menit).
dikarenakan udara yang mengandung oksigen
berfungsi sebagai electron scavenger yang
dapat mengurangi terjadinya rekombinasi yang
cepat antara elektron dan hole (Hermann 1999)
juga keberadaan oksigen terlarut dalam air menjadi anion oksigen yang akan bereaksi dengan elektron untuk membentuk OH. Namun, apabila laju udara melebihi optimum, maka penyisihan polutan akan menurun. Hal ini dikarenakan keberadaan gelembung udara yang menutupi permukaan komposit dan waktu tinggal udara yang cepat. Peningkatan laju udara menyebabkan terbentuknya gelembung udara yang berukuran besar di permukaan limbah sehingga gelembung tersebut menutupi permukaan katalis dan menghalangi penyerapan energi foton oleh katalis (Lam et al. 2009). Gelembung udara tersebut dapat menutupi permukaan katalis yang ada di pori batu apung seperti terlihat pada Gambar 1. Disamping itu, menurut Slamet dkk (2008), penurunan kinerja
dikarenakan waktu tinggal dissolve oxygen yang
pendek sehingga kontak antara TiO2, foton, dan fenol kurang optimal. Oleh karena itu, laju alir udara yang optimum adalah 100 mL/menit.
Gambar 3 menunjukkan profil pengaruh loading TiO2 terhadap degradasi fenol. Proses penyisihan fenol pada katalis TiO2 P25 sebesar 25% TiO2 tanpa laju alir dan dengan laju alir udara adalah 88% dan 94%. Hal ini menunjukkan bahwa apabila jumlah katalis yang digunakan banyak, maka penambahan laju alir udara tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Namun, pada jumlah katalis yang sedikit, penambahan laju alir udara dapat meningkatkan degradasi fenol sebesar 5 kali. Oleh karena itu, ada dua opsi yang dapat dipilih untuk mendapatkan kondisi yang optimum. Opsi
Gambar 3. Efek variasi loading TiO2 terhadap efisiensi degradasi fenol (Vfenol = 300 mL, Batu apung = 20 g, dan t =163 menit).
pertama adalah menggunakan loading TiO2 yang tinggi, tetapi tanpa laju air alir udara. Opsi kedua adalah menggunakan loading TiO2 yang sedikit, tetapi menggunakan laju alir udara. Pengaruh Konsentrasi Awal Fenol
Pengaruh konsentrasi awal fenol
bertujuan untuk memprediksi waktu penyisihan fenol sampai batas baku mutu (0,5 ppm). Pengaruh ini diamati dengan variasi konsentrasi awal fenol 5 ppm, 10 ppm, 50 ppm, 100 ppm, dan 1000 ppm.
Gambar 4 dan 5 menunjukkan semakin tinggi konsentrasi awal fenol, maka tingkat degradasi awal fenol semakin menurun. Pada dasarnya, peningkatan konsentrasi polutan menyebabkan peningkatan laju degradasi. Namun, jumlah OH tetap, sedangkan, jumlah fenol yang perlu didegradasi semakin banyak sehingga jumlah fenol yang dapat didegradasi
menurun (Lam et al. 2009). Disamping itu,
menurut Konstantinou et al. (2004), konsentrasi fenol yang tinggi dapat mengadorpsi energi foton sehingga menurunkan aktivitas dari TiO2. Oleh karena itu terjadi penurunan kinerja dari komposit pada konsentrasi tinggi. Hal ini dapat dilihat efisiensi degradasi fenol dalam waktu 2,5 jam, dimana terjadi penurunan efisiensi degradasi fenol.
Penurunan kinerja komposit
berhubungan erat dengan waktu kinerja penyisihan fenol. Berdasarkan dari hasil data, waktu untuk mencapai batas baku mutu dengan konsentrasi awal fenol sebesar 10 ppm, 50 ppm, 100 ppm, dan 1000 ppm adalah 3 jam; 5,7 jam; 6,9 jam; dan 16,9 jam. Oleh karena itu, dibutuhkan waktu yang lebih lama pada konsentrasi awal yang tinggi.
Gambar 4. Efek variasi konsentrasi awal fenol terhadap efisiensi degradasi fenol (Vfenol = 300 mL, Loading TiO2 = 25% TiO2, dan Batu apung = 20 g, Tanpa Aerasi, t= 165 menit)
2,5%
Gambar 5. Pengaruh variasi konsentrasi awal fenol terhadap degradasi fenol (Vfenol
= 300 mL, Loading TiO2 = 25% TiO2,
dan Batu apung = 20 g, Tanpa Aerasi).
Pada proses degradasi fenol, hole akan bereaksi dengan air membentuk gugus hidroksil radikal dan elektron mereduksi oksigen. Gugus hidroksil radikal akan mengoksidasi fenol (atau
komponen organik) dan menghasilkan CO2 dan
H2O (Zermeno et al. 2011). Berikut ini
merupakan mekanisme dari proses degradasi fenol (Slamet dkk 2008) :
TiO2 + hυ (UV) TiO2(eCB- + hVB+) (1)
C6H5-OH C6H5-OH(ads) (2)
O2 + e- •O2- (3)
•O2- + H+ •HO2 (4)
•HO2 + H+ + e- H2O2 (5)
H2O2 + e- OH- + •OH (6)
OH- + h+ •OH (7)
C6H5-OH(ads) + •OH C6H5-(OH)2(ads) (8)
C6H5-(OH)2(ads) Produk antara (9)
Produk antara CO2 + H2O (10)
KESIMPULAN
Penambahan udara pada sistem reaksi dapat meningkatkan kinerja katalis komposit. Efek tersebut lebih signifikan pada komposit
dengan loading TiO2 rendah (2,5%) yang
mencapai sekitar 5 kali lipat. Pada komposit dengan loading TiO2 rendah (2,5%TiO2-batu apung), laju alir udara optimal dicapai pada 100 ml/menit, dengan tingkat degradasi terhadap 10 ppm fenol mencapai 100% selama 2,5 jam. Sementara itu dengan menggunakan komposit
loading TiO2 tinggi (25%TiO2-batu apung), waktu yang dibutuhkan untuk degradasi fenol sampai batas baku mutu (0,5 ppm) pada konsentrasi
awal fenol 10 ppm, 50 ppm, 100 ppm, dan 1000 ppm masing-masing adalah 3 jam, 5,7 jam, 6,9 jam, dan 16,9 jam.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini didukung oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) Penelitian Prioritas Nasional Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 (PENPRINAS MP3EI 2011-2025), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Surat Perjanjian Pelaksanaan Penugasan Penelitian Strategis
Nasional No.
209/SP2H/PL/Dit.Litabmas/III/2012. DAFTAR PUSTAKA
Agung Sri Hendarsa, Heri Hermansyah, Slamet.
A Novel photobiodegradation
technology for hydrocarbon
wastewater treatment. IJET Vol. 13
Issue 1 (2013) 1-6.
Azbar, N. and Kestigliu Yonar K.. Comparison of various advanced oxidation processes and chemical treatment methods for COD and color removal from a polyester and acetate fiber dyeing effluent,Chemos., 55 (2004) 35-43. Barakat M. A., H. Schaeer, G. Hayes G, S.I.
Shah. Photo-catalytic degradation of
2-chlorophenol by Co-doped TiO2
nanoparticles. App. Catal. B: Env., 57 (2004) 23–30.
Chuan, X. Y., M. Hirano,, and M. Inagaki.
Preparation and photocatalytic
performance of anatase-mounted
natural porous silica, pumice, by
hydrolysis under hydrothermal
conditions. Appl. Catal. B: Environ., 51 (2004) 255-260.
Esplugas, Santiago. Comparisson of different advanced oxidation processes for phenol degradation. Water Res., 36 (2001) 1034-1042.
Hermann, J.M. Heterogenous photocatalysis fundamental and aplication to the removal of various type of aqueous
Pollutans. Catal. Today, 53 (1999)
115-129.
Kementrian Negara Lingkungan Hidup,
(2006),”Pengolahan bahan dan limbah berbahaya dan beracun”.
Konstantinou, K., T. A. Albanis. TiO2-assisted photocatalytic degradation of azo dyes in aqueous solution kinetic and mechanistic investigations. A review. Appl. Catal. B: Environ., 49 (2004) 1-14.
Lam, Sze-Mun, Jin-Chung Sin, and Abdul Rahman Mohamed. Parameter Effect on Photocatalytic Degradation of
Phenol using TiO2-P25/Activated
Carbon (AC).J.Chem.Eng., 27 (2009) 1109-1116.
Martin, M. J., A. Artola, M.D. Balageur, and M. Rigola. Activated carbons developed from surplus sewage sludge for the removal of dyes from dilute aqueous solutions, Chem. Eng. J., 94 (2003), 231-239.
Mei, F. C., M.Y.Qin, H.X. Gang, S.Y. Ping, L. X. Jun, and L. F. Bai. Adsorption and photocatalytic degradation of phenol over TiO2/ACF. J. Trans. of Nonferrous
Met. Soc. of China,13(2003) 453-456. Mozia, S., M. Tomaszewska, A. W., Morawski. A
new photocatalytic membran reactor (PMR) for removal of azo-dye Acid Red 18 from water.Appl. Catal., 59 (2005) 133-139.
Rachel, A., B. Lavedrine, M. Subramanyam, and P. Boule. Use of porous lavas as
supports of
photocatalysts.Catal.Commun.,3(2002) , 165-171.
Rao, K., Subba, V., Rachel, A., Subrahmanyam, M., and Boule, P. Immobilization of
TiO2 on pumice stone for the
photocatalytic degradation of dyes and dye industry pollutants. Appl. Catal. B: Environ., 46 (2003) 77-85.
San, N., A. Hatipoglu, G. Kocturk, and Z. Cinar.Photocatalytic degradation of
4-nitrophenol in aqueous TiO2
suspensions: Theoretical prediction of
the intermediates. J.Photochem.and
Photobiol.A:Chemi. 146 (2002), 189-197.
Slamet, Indar Kustiningsih, Jayanudin, Desi Usmanizar, and Eti Yulianti. (2008). Degradasi Senyawa Fenol dengan Metode Fotokatalisis Menggunakan Reaktor Annular UV-C. Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan
Proses, Universitas Diponegoro,
Semarang.
Slamet, Raisuli, R. F., and Tristantini, D. (2009).
Disinfeksi bakteri E.coli secara
fotokatalitik dengan katalis komposit TiO2-karbon aktif berpenyangga batu
apung. Seminar Nasional Teknik Kimia
Indonesia. Universitas Indonesia,
Depok.
Stylidi, M., D.I. Kondarides, and X.E. Verykios.
Pathways of solar light-induced
photocatalytic degradation of azo dyes
in aqueous TiO2 suspensions. Appl.
Catal. B: Environ., 40 (2003) 271-274. Tryba, B., M. Toyoda, and M.
Inagaki.Iron-modifiend Carbon-coated TiO2 for
adsorption and decomposition of
phenol in water.Appl.
Catal.B-Environ.,50 (2006) 177-183.
Villasenor, J., P. Reyes, and G. Pecchi. Catalityc and Photocatalytic Ozonation of
Phenol on MnO2 Supported
Catalysts.Catal. Today., 76 (2002) 121-131.
Zermeno, Brenda B., Moctezuma, E., and Alamila, Ricardo Garcia. (2011). Photocatalytic Degradation of Phenol and 4-chlorophenol with Titania, Oxygen, and Ozone. Sustain. Environ.
Res., 21, 299-305. Indonesia
Environmental Regulation Standard, Kep-51/MenLH/10/1995