• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Radikalisme Di Tinjau Dari Ideologi Pancasila

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Radikalisme Di Tinjau Dari Ideologi Pancasila"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH RADIKALISME DI TINJAU DARI IDEOLOGI PANCASILA

MAKALAH RADIKALISME DI TINJAU

DARI IDEOLOGI PANCASILA

Pancasila

Penyusun:

Raka Nur Wahyudi (22) MI2 Dosen Pembimbing: Drs. Suyono, M.Mpd

Prodi Managemen Informatika

AKADEMI KOMUNITAS NEGERI (AKN) BOJONEGORO

TAHUN AJARAN 2015/2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang Alhamdulillah tepat pada waktunya. Tanpa pertolongan-Nya mungkin kami tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.

Dengan membuat tugas ini kami diharapkan mampu untuk lebih mengenal tentang Radikalisme di Tinjau dari Ideologi Pancasila yang kami sajikan berdasarkan informasi dari berbagai sumber.

Kami sadar, sebagai seorang mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran, penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan makalah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin.

(2)

Penyusun,

DAFTAR ISI

Halaman Judul... Kata Pengantar... Daftar Isi... BAB 1. PENDAHULUAN... a. Latar Belakang b. Rumusan Masalah c. Tujuan Penulisan BAB 2. PEMBAHASAN... 1. SEJARAH RADIKALISME a. Definisi Radikalisme

b. Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Gerakan Radikalisme

c. Asal Kemunculan Radikalisme

2. RADIKALISME DI TINJAU DARI IDEOLOGI PANCASILA

a. Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Dalam Menghadapi Radikalisme

b. Membentengi Pemuda Dari Radikalisme

BAB 3.PENUTUP... Kesimpulan... DAFTAR PUSTAKA...

BAB I

(3)

a. LATAR BELAKANG

Indonesia dewasa ini dihadapkan dengan persoalan dan ancaman radikalisme, terorisme dan separatisme yang kesemuanya bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD NRI 1945. Radikalisme merupakan ancaman terhadap ketahanan ideologi. Apabila Ideologi negara sudah tidak kokoh maka akan berdampak terhadap ketahanan nasional. Radikalisme dapat diartikan sebagai sikap atau paham yang secara ekstrim, revolusioner dan militan untuk memperjuangkan perubahan dari arus utama yang dianut masyarakat. Radikalisme tidak harus muncul dalam wujud yang berbau kekerasan fisik. Ideologi pemikiran, kampanye yang masif dan demonstrasi sikap yang berlawanan dan ingin mengubah mainstream dapat digolongkan sebagai sikap radikal.

Melalui peristiwa-peristiwa kemanusiaan yang kini tengah dihadapi oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Meningkatnya radikalisme dalam agama di Indonesia menjadi fenomena sekaligus bukti nyata yang tidak bisa begitu saja diabaikan ataupun dihilangkan. Radikalisme keagamaan yang semakin meningkat di Indonesia ini ditandai dengan berbagai aksi kekerasan dan teror. Aksi tersebut telah menyedot banyak potensi dan energi kemanusiaan serta telah merenggut hak hidup orang banyak termasuk orang yang sama sekali tidak mengerti mengenai permasalahan ini. Meski berbagai seminar dan dialog telah digelar untuk mengupas persoalan ini yaitu mulai dari pencarian sebab hingga sampai pada penawaran solusi, namun tidak juga kunjung memperlihatkan adanya suatu titik terang.

Fenomena tindak radikalisme dalam agama memang bisa dipahami secara beragam, namun secara esensial, radikalisme agama umumnya memang selalu dikaitkan dengan pertentangan secara tajam antara nilai-nilai yang diperjuangkan kelompok agama tertentu dengan tatanan nilai yang berlaku atau dipandang mapan pada saat itu. Dengan demikian, adanya pertentangan, pergesekan ataupun ketegangan, pada akhirnya menyebabkan konsep dari radikalisme selalu saja dikonotasikan dengan kekerasan fisik. Apalagi realitas yang saat ini telah terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia sangat mendukung dan semakin memperkuat munculnya pemahaman seperti itu.

b. RUMUSAN MASALAH

Dari sekian banyak materi yang ada, dalam Makalah ini penyusun mencoba menguraikan mengenai :

- Sejarah radikalisme,

- Implementasi nilai-nilai pancasila dalam menghadapi radikalisme,

- Pembentengan terhadap pemuda dari radikalisme.

(4)

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Pancasila dan untuk menambah pengetahuan tentang Tinjauan Ideologi Pancasila Terhadap Radikalisme.

BAB II

PEMBAHASAN

1. SEJARAH RADIKALISME

a. Definisi Radikalisme

Radikalisme itu adalah suatu perubahan sosial dengan jalan kekerasan, meyakinkan dengan satu tujuan yang dianggap benar tapi dengan menggunakan cara yang salah. Radikalisme dalam artian bahasa berarti paham atau aliran yang mengingikan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis. Namun, dalam artian lain, esensi radikalisme adalah konsep sikap jiwa dalam mengusung perubahan. Sementara itu radikalisme menurut pengertian lain adalah inti dari perubahan itu cenderung menggunakan kekerasan. Yang dimaksud dengan radikalisme adalah gerakan yang berpandangan kolot dan sering menggunakan kekerasan dalam mengajarkan keyakinan mereka. Sementara Islam merupakan agama kedamaian yang mengajarkan sikap berdamai dan mencari perdamaian Islam tidak pernah membenarkan praktek penggunaan kekerasan dalam menyebarkan agama, paham keagamaan serta paham politik.

Dawinsha mengemukakan defenisi radikalisme menyamakannya dengan teroris. Tapi ia sendiri memakai radikalisme dengan membedakan antara keduanya. Radikalisme adalah kebijakan dan terorisme bagian dari kebijakan radikal tersebut. defenisi Dawinsha lebih nyata bahwa radiklisme itu mengandung sikap jiwa yang membawa kepada tindakan yang bertujuan melemahkan dan mengubah tatanan kemapanan dan menggantinya dengan gagasan baru.

Makna yang terakhir ini, radikalisme adalah sebagai pemahaman negatif dan bahkan bisa menjadi berbahaya sebagai ekstrim kiri atau kanan.

b. Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Gerakan Radikalisme

Gerakan radikalisme sesungguhnya bukan sebuah gerakan yang muncul begitu saja tetapi

(5)

memiliki latar belakang yang sekaligus menjadi faktor pendorong munculnya gerakan radikalisme. Diantara faktor-faktor itu adalah :

Pertama, faktor-faktor sosial-politik. Gejala kekerasan “agama” lebih tepat dilihat sebagai

gejala sosial-politik daripada gejala keagamaan. Gerakan yang secara salah kaparah oleh Barat disebut sebagai radikalisme Islam itu lebih tepat dilihat akar permasalahannya dari sudut konteks sosial-politik dalam kerangka historisitas manusia yang ada di masyarakat. Sebagaimana diungkapkan Azyumardi Azra bahwa memburuknya posisi negara-negara Muslim dalam konflik utara-selatan menjadi penopong utama munculnya radikalisme. Secara historis kita dapat melihat bahwa konflik-konflik yang ditimbulkan oleh kalangan radikal dengan seperangkat alat kekerasannya dalam menentang dan membenturkan diri dengan kelompok lain ternyata lebih berakar pada masalah sosial-politik. Dalam hal ini kaum radikalisme memandang fakta historis bahwa umat Islam tidak diuntungkan oleh peradaban global sehingga menimbulkan perlawanan terhadap kekuatan yang mendominasi.

Dengan membawa bahasa dan simbol serta slogan-slogan agama kaum radikalis mencoba menyentuh emosi keagamaan dan menggalang kekuatan untuk mencapai tujuan “mulia” dari politiknya. Tentu saja hal yang demikian ini tidak selamanya dapat disebut memanipulasi agama karena sebagian perilaku mereka berakar pada interpretasi agama dalam melihat fenomena historis. Karena dilihatnya terjadi banyak Islam dan Wacana … [Syamsul Bakri] 7 penyimpangan dan ketimpangan sosial yang merugikan komunitas Muslim maka terjadilah gerakan radikalisme yang ditopang oleh sentimen dan emosi keagamaan.

Kedua, faktor emosi keagamaan. Harus diakui bahwa salah satu penyebab gerakan radikalisme adalah faktor sentimen keagamaan, termasuk di dalamnya adalah solidaritas keagamaan untuk kawan yang tertindas oleh kekuatan tertentu. Tetapi hal ini lebih tepat dikatakan sebagai faktor emosi keagamaannya, dan bukan agama (wahyu suci yang absolut) walalupun gerakan radikalisme selalu mengibarkan bendera dan simbol agama seperti dalih membela agama, jihad dan mati syahid.

(6)

Dalam konteks ini yang dimaksud dengan emosi keagamaan adalah agama sebagai pemahaman realitas yang sifatnya interpretatif. Jadi sifatnya nisbi dan subjektif.

Ketiga, faktor kultural . Ini juga memiliki andil yang cukup besar yang melatar belakangi munculnya radikalisme. Hal ini wajar karena memang secara kultural, sebagaimana diungkapkan Musa Asy’ari 12 bahwa di dalam masyarakat selalu diketemukan usaha untuk melepaskan diri dari jeratan jaring-jaring kebudayaan tertentu yang dianggap tidak sesuai. Sedangkan yang dimaksud faktor kultural di sini adalah sebagai anti tesa terhadap budaya sekularisme. Budaya Barat merupakan sumber sekularisme yang dianggab sebagai musuh yang harus dihilangkan dari bumi. Sedangkan fakta sejarah memperlihatkan adanya dominasi Barat dari berbagai aspeknya atas negeri-negeri dan budaya Muslim. Peradaban barat sekarang ini merupakan ekspresi dominan dan universal umat manusia yang telah dengan sengaja melakukan proses marjinalisasi seluruh sendi-sendi kehidupan muslim sehingga umat Islam menjadi terbelakang dan tertindas.

Keempat, faktor ideologis anti westernisme. Westernisme merupakan suatu pemikiran yang membahayakan Muslim dalam mengaplikasikan syari’at Islam. Sehingga simbol-simbol Barat harus dihancurkan demi penegakan syari’at Islam. Walaupun motivasi dan gerakan anti Barat tidak bisa disalahkan dengan alasan keyakinan keagamaan tetapi jalan kekerasan yang ditempuh kaum radikalisme justru menunjukkan ketidakmampuan mereka dalam memposisikan diri sebagai pesaing dalam budaya dan peradaban.

Kelima, faktor kebijakan pemerintah. Ketidakmampuan pemerintahan di negara-negara

Islam untuk bertindak memperbaiki situasi atas berkembangnya frustasi dan kemarahan sebagian umat Islam disebabkan dominasi ideologi, militer maupun ekonomi dari negera-negara besar. Dalam hal ini elit-elit pemerintah di negeri-negeri Muslim belum atau kurang dapat mencari akar yang menjadi penyebab munculnya tindak kekerasan (radikalisme) sehingga tidak dapat mengatasi problematika sosial yang dihadapi umat.

(7)

Di samping itu, faktor media massa (pers) Barat yang selalu memojokkan umat Islam juga menjadi faktor munculnya reaksi dengan kekerasan yang dilakukan oleh umat Islam. Propaganda-propaganda lewat pers memang memiliki kekuatan dahsyat dan sangat sulit untuk ditangkis sehingga sebagian “ekstrim” yaitu perilaku radikal sebagai reaksi atas apa yang ditimpakan kepada komunitas Muslim.

c. Asal Kemunculan Radikalisme

Sejarah kemunculan gerakan radikalisme dan kelahiran kelompok fundamentalisme dalam islam lebih di rujuk karena dua faktor, yaitu:

1. Faktor internal

Faktor internal adalah adanya legitimasi teks keagamaan, dalam melakukan “perlawanan” itu sering kali menggunakan legitimasi teks (baik teks keagamaan maupun teks “cultural”) sebagai penopangnya. untuk kasus gerakan “ekstrimisme islam” yang merebak hampir di seluruh kawasan islam (termasuk indonesia) juga menggunakan teks-teks keislaman (Alquran, hadits dan classical sources kitab kuning) sebagai basis legitimasi teologis, karena memang teks tersebut secara tekstual ada yang mendukung terhadap sikap-sikap eksklusivisme dan ekstrimisme ini.

Faktor internal lainnya adalah dikarenakan gerakan ini mengalami frustasi yang mendalam karena belum mampu mewujudkan cita-cita berdirinya ”negara islam internasional” sehingga pelampiasannya dengan cara anarkis; mengebom fasilitas publik dan terorisme. Harus diakui bahwa salah satu penyebab gerakan radikalisme adalah faktor sentimen keagamaan, termasuk di dalamnya adalah solidaritas keagamaan untuk kawan yang tertindas oleh kekuatan tertentu. Tetapi hal ini lebih tepat dikatakan sebagai faktor emosi keagamaannya, dan bukan agama. 2. Faktor eksternal

Faktor eksternal terdiri dari beberapa sebab di antaranya :

pertama, dari aspek ekonomi politik, kekuasaan depostik pemerintah yang menyeleweng dari nilai-nilai fundamental islam. Itu artinya, rezim di negara-negara islam gagal menjalankan nilai-nilai idealistik islam. Rezim-rezim itu bukan menjadi pelayan rakyat, sebaliknya berkuasa dengan sewenang-wenang bahkan menyengsarakan rakyat. Penjajahan Barat yang serakah, menghancurkan serta sekuler justru datang belakangan, terutama setelah ide kapitalisme global dan neokapitalisme menjadi pemenang. Satu ideologi yang kemudian mencari daerah jajahan untuk dijadikan “pasar baru”. Industrialisasi dan ekonomisasi pasar baru yang dijalankan dengan cara-cara berperang inilah yang sekarang hingga melanggengkan kehadiran fundamentalisme islam.

(8)

Kedua, faktor budaya, faktor ini menekankan pada budaya barat yang mendominasi

kehidupan saat ini, budaya sekularisme yang dianggap sebagai musuh besar yang harus dihilangkan dari bumi.

Ketiga, faktor sosial politik, pemerintah yang kurang tegas dalam mengendalikan masalah teroris ini juga dapat dijadikan sebagai salah satu faktor masih maraknya radikalisme di kalangan umat islam.

2. RADIKALISME DI TINJAU DARI IDEOLOGI PANCASILA

a. Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Dalam Menghadapi Radikalisme

Dalam masa orde baru, untuk menanamkan dan memasyarakatkan kesadaran akan nilai nilai Pancasila dibentuk satu badan yang bernama BP7. Badan tersebut merupakan penanggung jawab (leading sector) terhadap perumusan, aplikasi, sosialisasi, internalisasi terhadap pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila, dalam kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara.

Saat ini Pancasila adalah ideologi yang terbuka., dan sedang diuji daya tahannya terhadap gempuran, pengaruh dan ancaman ideologi-ideologi besar lainnya, seperti liberalisme (yang menjunjung kebebasan dan persaingan), sosialisme (yang menekankan harmoni), humanisme (yang menekankan kemanusiaan), nihilisme (yang menafikan nilai-nilai luhur yang mapan), maupun ideologi yang berdimensi keagamaan.

Pancasila, sebagai ideologi terbuka pada dasarnya memiliki nilai-nilai universal yang sama dengan ideologi lainnya, seperti keberadaban, penghormatan akan HAM, kesejahteraan, perdamaian dan keadilan. Dalam era globalisasi, romantisme kesamaan historis jaman lalu tidak lagi merupakan pengikat rasa kebersamaan yang kokoh. Kepentingan akan tujuan yang akan dicapai lebih kuat pengaruhnya daripada kesamaan latar kesejarahan. Karena itu, implementasi nilai-nilai Pancasila, agar tetap aktual menghadapi ancaman radikalisme harus lebih ditekankan pada penyampaian tiga message berikut :

a. Negara ini dibentuk berdasarkan kesepakatan dan kesetaraan, di mana di dalamnya tidak boleh ada yang merasa sebagai pemegang saham utama, atau warga kelas satu.

(9)

b. Aturan main dalam bernegara telah disepakati, dan Negara memiliki kedaulatan penuh untuk menertibkan anggota negaranya yang berusaha secara sistematis untuk merubah tatanan, dengan cara-cara yang melawan hukum.

c. Negara memberikan perlindungan, kesempatan, masa depan dan pengayoman seimbang untuk meraih tujuan nasional masyarakat adil dan makmur, sejahtera, aman, berkeadaban dan merdeka.

Nilai-nilai Pancasila dan UUD NRI 1945 yang harus tetap diimplementasikan itu adalah :  Kebangsaan dan persatuan

 Kemanusiaan dan penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia

 Ketuhanan dan toleransi

 Kejujuran dan ketaatan terhadap hukum dan peraturan

 Demokrasi dan kekeluargaan

Ketahanan Nasional merupakan suatu kondisi kehidupan nasional yang harus diwujudkan dan dibina secara terus menerus secara sinergis dan dinamis mulai dari pribadi, keluarga, lingkungan dan nasional yang bermodalkan keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan pengembangan kekuatan nasional.

Salah satu unsur ketahanan nasional adalah Ketahanan Ideologi. Ketahanan Ideologi perlu ditingkatkan dalam bentuk :

 Pengamalan Pancasila secara objektif dan subjektif

 Aktualisasi, adaptasi dan relevansi ideologi Pancasila terhadap nilai-nilai baru

 Pengembangan dan penanaman nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika dalam seluruh kehidupan

berbangsa, bermasyarakat.

b. Membentengi Pemuda Dari Radikalisme

Pemuda adalah aset bangsa yang sangat berharga. Masa depan negeri ini bertumpu pada kualitas mereka. Namun ironisnya, kini tak sedikit kaum muda yang justru menjadi pelaku terorisme. Serangkaian aksiterorisme mulai dari Bom Bali-1, Bom Gereja Kepunton, bom di JW Marriot dan Hotel Ritz-Carlton,hingga aksi penembakan Pos Polisi Singosaren di Solo dan Bom di Beji dan Tambora, melibatkan pemuda. Sebut saja, Dani Dwi Permana, salah satu pelaku Bom di JW Marriot dan Hotel Ritz-Carlton, yang saat itu berusia 18 tahun dan baru lulus SMA.

Fakta di atas diperkuat oleh riset yang dilakukan Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP). Dalam risetnya tentang radikalisme di kalangan siswa dan guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di Jabodetabek, pada Oktober 2010-Januari 2011, LaKIP menemukan sedikitnya 48,9 persen siswa menyatakan bersedia terlibat dalam aksi kekerasan terkait dengan agama dan moral.

(10)

bersama. Banyak faktor yang menyebabkan para pemuda terseret ke dalam tindakan terorisme, mulai dari kemiskinan, kurangnya pendidikan agama yang damai, gencarnya infiltrasi kelompok radikal, lemahnya semangat kebangsaan, kurangnya pendidikan kewarganegaraan, kurangnya keteladanan, dan tergerusnya nilai kearifan lokal oleh arus modernitas negatif.

Untuk membentengi para pemuda dan masyarakat umum dari radikalisme dan terorisme, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), menggunakan upaya pencegahan melalui kontra-radikalisasi (penangkalan ideologi). Hal ini dilakukan dengan membentuk Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) di daerah, Pelatihan anti radikal-terorisme bagi ormas, Training of Trainer (ToT) bagi sivitas akademika perguruan tinggi, serta sosialiasi kontra radikal terorisme siswa SMA di empat provinsi.

ada beberapa hal yang patut dikedepankan dalam pencegahan terorisme di kalangan pemuda :  Pertama, memperkuat pendidikan kewarganegaraan (civic education) dengan menanamkan

pemahaman yang mendalam terhadap empat pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Melalui pendidikan kewarganegaraan, para pemuda didorong untuk menjunjung tinggi dan menginternalisasikan nilai-nilai luhur yang sejalan dengan kearifan lokal seperti toleransi antar-umat beragama, kebebasan yang bertanggung jawab, gotong royong, kejujuran, dan cinta tanah air serta kepedulian antar-warga masyarakat.

 Kedua, mengarahkan para pemuda pada beragam aktivitas yang berkualitas baik di bidang

akademis, sosial, keagamaan, seni, budaya, maupun olahraga.

 Ketiga, memberikan pemahaman agama yang damai dan toleran, sehingga pemuda tidak

mudah terjebak pada arus ajaran radikalisme. Dalam hal ini, peran guru agama di lingkungan sekolah dan para pemuka agama di masyarakat sangat penting.

 Keempat, memberikan keteladanan kepada pemuda. Sebab, tanpa adanya keteladanan dari

para penyelenggara negara, tokoh agama, serta tokoh masyarakat, maka upaya yang dilakukan akan sia-sia.

(11)

PENUTUP

Kesimpulan

Radikalisme itu adalah suatu perubahan sosial dengan jalan kekerasan, meyakinkan dengan satu tujuan yang dianggap benar tapi dengan menggunakan cara yang salah. Fenomena meningkatnya tindakan radikalisme dikarenakan dangkalnya pemahaman terhadap Agama dan Pancasila. Oleh karena itu, dibutuhkan pengimplementasian terhadap nilai-nilai Pancasila dan

pembentengan para pemuda dari radikalisme.

DAFTAR PUSTAKA

http://abdurrahman001.blogspot.co.id/2015/05/peran-sertaa-pancasila-untuk-mencegah.html http://aribherzi020696.blogspot.co.id/2015/04/makalah-radikalisme.html

http://2beahumanbeing.blogspot.com/2012/06/makalah-radikalisme-pengertian-konsep.html http://id.wikipedia.org/wiki/Radikalisme

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini diketahui karena telah memenuhi kriteria dalam pengujian hipotesis, sehingga dapat diartikan bahwa ketika karyawan bekerja dengan behavios (perilaku)

Dari tabel diatas dapat dilihat nilai koefisien determinasi (R-Square) adalah 0,136 / 13,6%, nilai ini menunjukkan bahwa ada pengaruh antara toleransi akan

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengetahui konsep pengembangan manajemen kurikulum dan prestasi belajar peserta didik, 2) mengetahui kondisi empiris

Jika kardinalitas , maka pasti bukan partisi pembeda dan pasti akan ditemukan sedikitnya dua titik dengan representasi yang sama.. Untuk itu, sedikitnya ada 3

Ia akan memfokuskan pada masalah perkembangan living hadis di Indonesia, pentingnya menggeser studi hadis dari teks ke masyarakat, arah studi living hadis dari tradisi

Pengertian Sistem Pemasyarakatan menurut Pasal 1 angka 2 UU Nomor 12 Tahun 1995 adalah tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan berdasarkan

Dua isolat bakteri telah diisolasi dari bercak merah yang terjacli pada bak pemeliharaan larva udang windu.. Karakteristik dari kedua isolat ini aclalah bersifat

Peserta OGN tahun 2017 adalah guru SMA/SMK Mata Pelajaran Matematika, Fisika, Biologi, Kimia, Ekonomi, Sosiologi, Geografi, Sejarah, Bahasa Indonesia, Bahasa