• Tidak ada hasil yang ditemukan

MASJID AINUL YAQIN SUNAN GIRI: Tinjauan Seni Bangunan, Ragam Hias, dan Makna Simbolik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MASJID AINUL YAQIN SUNAN GIRI: Tinjauan Seni Bangunan, Ragam Hias, dan Makna Simbolik"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

MASJID AINUL YAQIN SUNAN GIRI:

Tinjauan Seni Bangunan, Ragam Hias, dan Makna Simbolik Rizal Wahyu Bagas Pradana

S1 Pendidikan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Surabaya Email: rizalpradana@mhs.unesa.ac.id

Dra. Siti Mutmainah, M.Pd.

Pendidikan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Surabaya Email: sitimutmainah@unesa.ac.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan seni bangunan, ragam hias, dan makna simbolik yang terdapat di Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan diuraikan secara deskriptif. Data penelitian diperoleh melalui observasi, wawancara, dokumentasi, dan studi pustaka. Untuk mendapatkan data yang valid dilakukan triangulasi data dan informan review. Hasil penelitian menunjukkan seni bangunan di Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri terdiri dari gapura, serambi, ruang utama, pawestren, ruang sholat peziarah, tempat wudhu, tempat istirahat, kamar mandi, Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA), kantor sekretariat, museum mini, dan perpustakaan. Sedangkan ragam hias yang terdapat di masjid ini antara lain: motif geometris, lung-lungan, sulur, patran, padma, tlacapan, saton, kebenan, wajikan, garuda, kala, sorotan, praba, banyu tetes, tepi awan, hiranyagarba, surya majapahit, dan mustaka. Secara umum fungsi utama seni bangunan di masjid ini yaitu sebagai kelengkapan sebuah masjid. Sedangkan ragam hias di masjid ini berfungsi untuk memperindah bangunan masjid. Akan tetapi, beberapa seni bangunan dan ragam hias di Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri memiliki makna simbolik di dalamnya. Makna simbolik tersebut diambil dari unsur-unsur seni bangunan dan ragam hias Hindu-Budha. Kemudian unsur-unsur tersebut diolah kembali dengan cara mengubah atau mengembangkan bentuknya, disesuaikan dengan pedoman dalam Agama Islam yang tidak diperbolehkan menampilkan penggambaran makhluk hidup. Selain pengolahan dari segi bentuk, pengolahan makna simbolik Hindu-Budha ke Islam juga terdapat dalam pemaknaannya. Makna simbolik Hindu-Budha diolah dan dikaitkan dengan ajaran-ajaran yang sesuai dengan agama Islam.

Kata Kunci: Seni Bangunan, Ragam Hias, Makna Simbolik, Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri.

Abstract

This study aims to describe the building art, ornaments, and symbolic meanings found in Ainul Yaqin Sunan Giri Mosque. This study uses qualitative methods and is described descriptively. The research data was obtained through observation, interviews, documentation, and literature. To obtain valid data, data triangulation and informant review were conducted . The results showed the art of building in Ainul Yaqin Sunan Giri Mosque is composed of the gate, porch, main room, pawestren, pilgrim prayer room, ablution, rest areas, bathrooms, Qur'an Education Park (TPA), secretariat office, mini museum, and library. While the ornaments in this mosque include: geometric motifs, lung-lungan, sulur, patran, padma, tlacapan, saton, kebenan, wajikan, garuda, kala, sorotan, praba, banyu tetes, tepi awan, hiranyagarba, surya majapahit, and mustaka. In general, the main function of building art in this mosque is the completeness of a mosque. While the ornament in this mosque serves to beautify the mosque building. However, some building art and ornaments at Ainul Yaqin Sunan Giri Mosque have symbolic meanings in them. The symbolic meaning is taken from the elements of building art and Hindu-Buddhist ornaments. Then the elements are reprocessed by changing or developing their shape, adapted to the guidelines in Islam that are not permitted to display depictions of living things. In addition to processing in terms of form, processing Hindu-Buddhist symbolic meanings into Islam is also present in its meaning. The symbolic meaning of Hindu-Buddha is processed and associated with teachings that are in accordance with Islam.

Keywords: Building Art, Ornaments, Symbolic Meanings, Ainul Yaqin Sunan Giri Mosque

PENDAHULUAN

Masjid merupakan bangunan tempat ibadah umat agama Islam. Selain digunakan sebagai tempat ibadah,

masjid juga digunakan untuk kegiatan lainnya yang berkaitan dengan kebudayaan Islam. Keberadaan masjid di Indonesia tidak terlepas dari dampak penyebaran agama Islam di Indonesia. Penyebaran agama Islam di

(2)

pulau Jawa dilaksanakan oleh Walisongo sampai beberapa generasi. Pesatnya penyebaran agama Islam di Jawa Timur memberikan dampak terhadap munculnya masjid-masjid dengan berbagai macam bentuk. Menurut Wiryoprawiro (1989:177), berdasarkan pada perkembangan masjid di Jawa Timur, ada beberapa masjid yang distratifikasikan yaitu sebagai berikut : (1) Masjid di zaman wali; (2) Masjid di zaman penjajahan; (3) Masjid di zaman kemerdekaan. Provinsi Jawa Timur memiliki masjid-masjid bersejarah yang dibangun pada zaman Walisongo. Pada zaman walisongo, masjid ini digunakan sebagai pusat pembelajaran dan kebudayaan Islam. Masjid-masjid tersebut, antara lain: Masjid Sunan Ampel di Surabaya yang merupakan peninggalan Sunan Ampel, Masjid Sendang Dhuwur di Lamongan yang merupakan peninggalan Sunan Sendang, dan Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri di Gresik yang merupakan peninggalan dari Sunan Giri.

Ketiga masjid di atas termasuk ke dalam kategori masjid jawa kuno. Di antara ketiganya, terdapat salah satu masjid yang memiliki keunikan dari seni bangunan dan ragam hiasnya, yaitu Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri. Keunikan seni bangunan dan ragam hias masjid ini menjadi daya tarik tersendiri, karena berbeda dengan bangunan masjid jawa kuno pada umumnya.

Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri berada di Desa Giri, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur. Keberadaan Masjid Ainul Sunan Giri tidak terlepas dari salah satu tokoh walisongo yaitu Sunan Giri. Sunan Giri merupakan tokoh walisongo yang menyebarkan agama Islam di Giri dan mendirikan kerajaan kecil bernama Giri Kedaton. Saat ini keberadaan Giri Kedaton sudah tidak ada, akan tetapi peninggalan dari peradabannya masih tersisa salah satunya adalah Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri.

Seni bangunan dan ragam hias di Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri diciptakan bukan hanya berfungsi sebagai bagian dari kesatuan sebuah bangunan, akan tetapi memiliki fungsi lain yaitu menambah nilai keindahan. Selain itu, seni bangunan ataupun ragam hias pada bangunan tempat ibadah biasanya berkaitan dengan makna simbolik. Makna simbolik tersebut berisi pesan atau simbol tertentu yang dibuat oleh perancang bangunan untuk disampaikan kepada masyarakat luas.

Adapun yang menjadi rumusan penelitian dalam penelitian ini sebagai berikut:

a. Bagaimana seni bangunan di Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri ?

b. Bagaimana ragam hias di Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri ?

c. Bagaimana makna simbolik di Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri ?

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Mengetahui dan mendeskripsikan seni bangunan di Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri.

b. Mengetahui dan mendeskripsikan ragam hias di Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri.

c. Mengetahui dan mendeskripsikan makna simbolik di Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang diuraikan secara deskriptif. Penelitian kualitatif deskriptif menghasilkan data yang berupa deskripsi kata-kata dan gambar. Pemilihan metode penelitian kualitatif deskriptif bertujuan untuk menganalisis seni bangunan, ragam hias, dan makna simbolik Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri. Penelitian ini dilaksanakan di Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri yang terletak bersebelahan dengan kawasan makam Sunan Giri. Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri beralamat di Jl. Sunan Giri XVIII, Desa Giri, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur.

Pada penelitian ini terdapat dua macam sumber data yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah bangunan Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri meliputi seni bangunan dan ragam hias. Sumber data utama didapatkan pada saat peneliti melakukan observasi di lapangan. Sumber data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari wawancara, dokumentasi dan studi pustaka yang berkaitan dengan seni bangunan, ragam hias, dan makna simbolik Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri.

Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu observasi, wawancara, dokumentasi, dan studi pustaka. Observasi dilakukan dengan cara mengamati secara langsung seni bangunan dan ragam hias di Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri. Kemudian dilakukan wawancara kepada Bapak M. Ma’arif selaku orang yang memahami sejarah dan seni bangunan di Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri. Untuk melengkapi data penelitian penulis menggunakan teknik dokumentasi. Teknik dokumentasi menghasilkan data-data berupa foto, peta, dan gambaran ulang yang berkaitan dengan penelitian ini. Selain itu, dalam penelitian ini terdapat teknik penggumpulan data menggunakan studi pustaka. Studi pustaka digunakan sebagai kajian teoritis untuk mendapatkan informasi atau referensi dari sumber pustaka yang berkaitan dengan penelitian. Data-data studi pustaka dalam penelitian meliputi kajian teoritis tentang arsitektur masjid jawa kuno, jenis-jenis ragam hias tradisional jawa/ ragam hias pada periode Hindu-Budha dan makna simbolik yang terdapat di dalam ragam hias tersebut. Dalam menganalisis data yang telah diperoleh, penulis menggunakan tiga tahapan yaitu reduksi data, penyajian data, dan pearikan kesimpulan. Sedangkan validitas data dalam penelitian ini diperoleh dengan cara triangulasi data dan informan review.

(3)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Seni Bangunan Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri 1. Gapura

Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri memiliki dua gapura paduraksa/kori agung yang berada di sisi selatan dan di sisi timur. Gapura ini berfungsi sebagai pintu masuk ke kawasan/area suci berupa masjid. Gapura sisi selatan merupakan penghubung antara kawasan makam dan masjid. Sedangkan gapura sisi timur menghubungkan kawasan pemukiman warga dengan masjid.

Gambar 1. Gapura Paduraksa 2. Serambi

Serambi Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri bertipe terbuka (dapat terlihat dari luar) dan memiliki ukuran panjang 15 meter dan lebar 16 meter. Serambi ini berbatasan langsung dengan pawestren dan ruang utama. Serambi masjid memiliki dua model tiang penyangga. Tiang pertama merupakan bagian dari fasad bangunan yang berada di sisi luar serambi masjid. Tiang kedua berupa soko emper yang terbuat dari kayu dan dicat berwarna hijau tosca. Soko emper memiliki fungsi sebagai penyangga blandar emper dan penopang empyak emper. Di antara blandar emper dan dinding pembatas serambi sisi barat terdapat empat balok sunduk yang berfungsi sebagai stabilisator. Pada permukaan balok sunduk dihiasi dengan ragam hias tumbuh-tumbuhan.

Gambar 2. Serambi 3. Ruang Utama

Ruang utama digunakan sebagai tempat sholat berjamaah bagi kaum laki-laki. Bangunan ruang utama termasuk jenis bangunan tajuk lawakan lambang teplok. Ruang utama masjid berbentuk persegi dan berdiri di atas pondasi setinggi 0,7 m. Ruangan dibatasi oleh dinding pelingkup pada keempat sisinya. Dinding tersebut memiliki tebal 0,9 m dan tinggi 6 m. Keempat sisi dinding

pelingkup ini dicat berwarna putih dan dihiasi keramik di beberapa bagiannya. Pada beberapa sisi dinding tersebut, terdapat pintu masuk berbentuk gapura paduraksa, jendela dengan ukuran yang besar, dan tonjolan sebagai tempat mihrab/mimbar.

Gambar 3. Ruang Utama

4. Pawestren

Pawestren Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri terletak di selatan ruang utama masjid. Bagian dalam pawestren digunakan sebagai ruangan khusus sholat berjamaah bagi wanita. Sedangkan bagian luar pawestren berada di luar dinding pelingkup, dan dapat diamati dari luar ruangan.

Gambar 4. Pawestren 5. Ruang Sholat Peziarah

Ruang sholat peziarah terletak di sebelah utara ruang utama sholat. Dalam kesehariannya ruangan ini digunakan sebagai tempat sholat berjamaah kaum wanita. Selain itu, ruangan ini dibangun untuk menampung sholat para peziarah, khususnya ketika jumlah peziarah membludak. Ruang sholat peziarah terdiri dari dua lantai. Lantai pertama dapat diakses dari tempat wudhu wanita. Ruangan di lantai pertama jarang digunakan, kecuali di saat-saat tertentu, seperti Haul Sunan Giri. Sedangkan ruang sholat di lantai dua merupakan tempat yang paling sering digunakan sebagai tempat sholat peziarah.

(4)

6. Atap Masjid

Bangunan Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri berbentuk tajuk dan beratapkan tumpang. Masjid ini memiliki tiga atap tumpang yang masing-masing mengatapi bangunan pawestren, ruang utama, dan ruang sholat peziarah. Atap pawestren terdiri dari dua tingkatan, sedangkan atap ruang utama dan ruang sholat peziarah terdiri dari tiga tingkatan.

Gambar 6. Atap Masjid 7. Tempat Wudhu dan Kamar Mandi

Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri memiliki tiga tempat yang digunakan untuk menggambil air wudhu, yaitu di sisi utara, selatan, dan timur. Tempat wudhu di sisi utara dan sisi selatan digunakan sebagai tempat wudhu kaum wanita, karena berdekatan dengan pawestren dan ruang sholat peziarah yang merupakan tempat sholat berjamaah kaum wanita. Sebaliknya, tempat wudhu di sisi timur, berfungsi sebagai tempat wudhu kaum pria, karena berdekatan dengan ruang utama yang merupakan tempat sholat berjamaah kaum pria. Sedangkan kamar mandi di Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri berjumlah dua dan semuanya berada di sebelah utara masjid.

Gambar 7. Tempat Wudhu 8. Tempat Istirahat

Tempat istirahat terletak di bagian barat Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri. Ruangan tempat istirahat berbatasan dengan jurang di sisi utara dan ruang sholat peziarah lantai pertama di sisi selatan. Ruangan ini biasa digunakan sebagai tempat istirahat para peziarah yang singgah di Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri.

Gambar 8. Tempat Istirahat 9. Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA)

Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri terletak pada sebuah ruangan di lantai dua dari bangunan baru. Bangunan baru tersebut terletak di sebelah utara masjid. Pada dinding luar bangunan ini terdapat fasad bangunan. Pada bagian tengah fasad, terdapat jendela kaca berukuran besar dan disusun secara vertikal. Jendela ini berbentuk gabungan bidang geometris persegi panjang di bagian bawahnya dan bidang segi delapan di bagian atasnya. Pada bagian teratas bangunan ini beratapkan dak, sedangkan di bagian sisi depannya terdapat hiasan antefix berbentuk bidang segitiga dan lingkaran yang disusun secara berselingan.

Gambar 9. Taman Pendidikan Al-Qur’an 10. Kantor Sekretariat dan Museum Mini

Kantor sekretariat digunakan sebagai tempat menerima tamu atau ketemu rombongan peziarah yang datang mengunjungi masjid. Sedangkan museum mini digunakan sebagai tempat menyimpan benda-benda berharga peninggalan masa lampau. Sebagian besar koleksi di museum ini merupakan bagian dari bangunan masjid lama yang sekarang menjadi bangunan pawestren Peninggalan-peninggalan di museum mini, antara lain jam dinding kuno, piring keramik dari Cina, bekas pintu, jendela, dan pagar masjid lama.

(5)

11. Perpustakaan

Ruang perpustakaan terletak di ujung selatan dari deretan bangunan tambahan di sisi timur masjid. Perpustakaan tersebut berada di lantai dua, sedangkan di lantai satu bangunan berupa selasar yang dapat digunakan sebagai tempat berkumpul maupun beristirahat sementara.

Gambar 11. Perpustakaan Ragam Hias Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri 1. Ragam Hias Gapura

a) Gapura Sisi Selatan

Ragam hias pada gapura sisi selatan diletakkan di dua bagian antara lain kusen pintu gapura dan kemuncak gapura. Permukaan kusen pintu gapura dihiasi ragam hias motif wajikan, sorotan, dan sulur. Ketiga ragam hias tersebut dicat warna emas, dan latar belakangnya berwarna hijau tosca. Pada bagian kemuncak gapura dihiasi ragam hias motif kebenan. Motif kebenan dicat warna emas pada bagian buahnya, warna putih pada bagian dasar/alasnya, dan warna hijau pada hiasan antefix di sisi sampingnya.

Gambar 12. Ragam Hias di Gapura Sisi Selatan b) Gapura Sisi Timur

Penempatan ragam hias pada gapura sisi timur, sama dengan ragam hias di gapura sisi selatan. Akan tetapi perbedaanya terletak pada jumlah kusen pintu di gapura sisi timur berjumlah dua buah. Kusen pintu pertama berwarna dasar hijau tosca, dengan hiasan ragam hias berwarna emas. Sebaliknya kusen pintu kedua tidak dicat, masih terlihat tekstur kayunya. Pada permukaan kusen pintu pertama gapura sisi timur dihiasi lebih banyak ragam hias antara lain motif tlacapan, tepi awan, sulur, banyu tetes, dan patran. Sedangkan pada kusen pintu kedua terdapat ragam hias motif sulur, wajikan, dan sorotan. Selain kusen pintu gapura, ragam hias pada gapura sisi

selatan dapat dilihat dari kemuncak gapuranya, yaitu dengan adanya ragam hias motif kebenan.

Gambar 13. Ragam Hias di Gapura Sisi Timur 2. Ragam Hias Serambi

Ragam hias di bangunan serambi dapat ditemukan pada bagian balok stabilisator yaitu di bagian bawah dan bagian samping dari balok sunduk. Pada bagian bawah balok sunduk dihiasi ragam hias motif sorotan, dengan dua bentuk penggambaran, yaitu secara utuh yang diletakkan di bagian tengah dan setengah bagian yang diletakkan di bagian ujung. Sedangkan motif sorotan di bagian samping memiliki bentuk yang lebih memanjang. bagian dalamnya. Pada bagian dalam motif sorotan tersebut terdapat isen-isen hiasan lung-lungan .

Gambar 14. Ragam Hias di Serambi Masjid 3. Ragam Hias Ruang Utama

a) Pintu Paduraksa

Pintu paduraksa ruang utama dihiasi berbagai macam penggambaran ragam hias. Pada bagian kusen pintunya terdapat ragam hias motif tlacapan, patran, dan banyu tetes. Sedangkan daun pintunya dihiasi ragam hias motif lung-lungan.

(6)

Gambar 15. Ragam Hias di Pintu Paduraksa b) Tiang Penyangga

Ragam hias pada tiang penyangga (soko guru-soko rowo) terdiri dari berbagai macam penggambaran bentuk ragam hias. Masing-masing ragam hias diletakkan di bagian yang berbeda-beda. Akan tetapi, jika dikelompokan berdasarkan penempatan ragam hias, maka dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian bawah, bagian tengah, dan bagian atas. Tiang penyangga bagian bawah dihiasi ragam hias motif lung-lungan dan patran. Tiang penyangga bagian tengah dihiasi ragam hias motif tlacapan dan saton. Sedangkan tiang penyangga bagian atas dihiasi ragam hias motif praba.

Gambar 16. Ragam Hias di Tiang Penyangga c) Balok Stabilisator

Ragam hias pada balok stabilisator (sunduk-kili dan blandar-pengeret) terdiri dari motif garuda dan motif praba. Masing-masing motif tersebut memiliki dua bentuk penggambaran dan yang berbeda. Selain itu, kedua motif ini diletakkan di posisi yang berbeda. Keduanya diletakkan di bagian ujung dan bagian tengah. Selain kedua motif di atas, masih terdapat satu jenis ragam hias lainnya yang menghiasi balok stabilisator, yaitu motif banyu tetes. Bentuk motif banyu tetes ini mirip dengan salah satu motif banyu tetes yang terdapat di kusen pintu masuk ruang

utama. Motif banyu tetes ini merupakan penghubung antara kedua motif garuda dan motif praba yang terdapat di bagian ujung maupun bagian tengah.

Gambar 1. Ragam Hias di Balok Stabilisator d) Ruangan Mihrab dan Mimbar

Pada bagian atas ruangan mihrab dan ruangan mimbar terdapat kemuncak berbentuk ragam hias motif kebenan. Motif kebenan ini berbentuk menyerupai kumuda (teratai putih) yaitu penggambaran bentuk bunga teratai yang masih berupa kuncup. Meskipun bentuknya menyerupai kumuda, motif ini masih termasuk ke dalam kategori motif kebenan.

Gambar 17. Ragam Hias di Ruangan Mihrab e) Mimbar

Ragam hias pada mimbar Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri terdapat pada beberapa bagian. Pada bagian paling bawah mimbar yaitu di dasar mimbar terdapat ragam hias motif patran, diatasnya terdapat panel. Panel tersebut dihiasi ragam hias motif hiranyagarbha. Di atas panel tersebut terdapat ragam hias bermotif geometris. Ragam hias ini menghiasi lis bagian depan tempat duduk mimbar. Kemudian pada bagian atasnya terdapat sandaran mimbar. Sandaran mimbar ini dihiasi ragam hias motif patran, hiranyagarbha, dan sulur. Sedangkan kedua tiang penyangga bagian depan mimbar dihiasi dengan ragam hias motif sulur, sorotan, geometris, dan patran dengan berbagai macam bentuk. Ada bagian paling atas terdapat busur mimbar, yang dihiasi dengan kombinasi motif sulur, surya majapahit, dan hiasan bulan sabit.

(7)

Gambar 18. Ragam Hias di Mimbar f) Langit-langit

Ragam hias motif padma dapat ditemukan di langit-langit ruang utama. Motif padma ini digunakan sebagai hiasan pada pangkal lampu gantung yang berada di bagian tengah ruang utama. Motif tersebut berbentuk bunga teratai merah yang sedang mekar.

Gambar 19. Ragam Hias di Langit-Langit 4. Ragam Hias Pawestren

Secara umum, serangkaian ragam hias di bagian bawah balok kili pawestren dan balok sunduk serambi masjid memiliki bentuk yang mirip. Akan tetapi terdapat sedikit perbedaan pada motif penghias bagian bawah balok kili dengan balok sunduk tersebut. Perbedaannya terletak pada ragam hias penghubung di balok kili, tidak ditemukan di balok sunduk. Di bagian bawah di balok kili dan balok sunduk terdapat motif sorotan yang berbentuk sama. Motif sorotan di balok kili diletakkan pada bagian tengah dan bagian ujungnya. Ragam hias lain yang menjadi pembeda antara bagian bawah balok kili di pawestren dan balok sunduk di serambi masjid adalah adanya motif tepi awan dan banyu tetes. Motif tepi awan dan banyu tetes hanya terdapat pada balok kili di pawestren.

Gambar 20. Ragam Hias di Pawestren

5. Ragam Hias Atap Masjid

Makna Simbolik Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri 1. Makna Simbolik Seni Bangunan

a) Gapura Paduraksa

Gapura paduraksa di luar masjid memiliki makna simbolik sebagai pertanda akan memasuki kawasan suci, dan pengingat kepada setiap muslimin agar selalu berada di jalan yang diridhoi Allah SWT. b) Pintu Paduraksa

Pintu paduraksa di masjid ini memiliki dua makna yaitu: pertama, sebagai pengingat kepada setiap muslimin yang akan memasuki ruangan sholat untuk terlebih dahulu mensucikan hati dan pikirannya. Kedua, berupa himbauan kepada setiap muslimin yang akan masuk ruangan utama untuk selalu menjalankan rukun iman dan rukun islam.

c) Soko Guru

Soko guru di dalam masjid memiliki makna simbolik tentang 4 pedoman yang harus dipegang teguh oleh umat islam, yaitu Al-Qur’an, hadis, ijma, dan qiyas.

d) Atap Tumpang

Atap masjid terdiri dua bentuk, yaitu atap tumpang bersusun dua dan tiga. Atap tumpang bersusun dua dengan mustaka di puncaknya memiliki makna sebagai lambang tiga prinsip tuntunan ajaran Islam yaitu iman, islam, dan ikhsan. Sedangkan atap tumpang bersusun dua dengan mustaka di puncaknya memiliki makna tentang konsep syari’ah, thariqat, hakekat dan ma’rifat.

2. Makna Simbolik Ragam Hias a) Motif Lung-lungan

Penamaan motif lung-lungan berasal dari kata dasar lung. Lung merupakan tumbuhan menjalar yang masih muda. Selain itu nama lung-lungan berasal dari kata dasar tetulung yang bermakna dermawan atau tolong menolong. Motif lung-lungan di masjid ini dimaknai sebagai pengingat kepada setiap muslimin yang datang ke masjid untuk memiliki jiwa sosial yang tinggi.

b) Motif Sulur

Motif sulur berwujud stilasi dari tumbuhan yang digambarkan mengikuti bentuk bidang bingkai yang sempit ataupun lebar. Menurut Rahadian (2018:60) motif sulur-suluran (sulur dedaunan) melambangkan kehidupan yang bertumbuh, lambang kesuburan, kemakmuran, dan alam semesta. Motif sulur di

(8)

masjid ini merupakan simbol dari harapan-harapan manusia kepada Allah SWT.

c) Motif Padma

Padma berasal dari bahasa sansekerta yang berarti bunga teratai berwarna merah. Bunga padma telah dikenal sebagai tanaman suci dalam agama Hindu-Budha. Bunga padma merupakan lambang kesucian dan jiwa yang mulia dalam agama Hindu-Budha. Kesucian yang dilambangkan padma ini juga bermakna kokoh dan kuat. Wujud kekokohan dan kekuatan dari padma telah ditunjukkan melalui bentuk pijakan kaki atau alas duduk Buddha maupun para dewa dalam agama Hindu. Kesucian bunga padma sering kali ditampilkan sebagai atribut bunga genggam oleh tokoh dewa-dewa pada masa Hindu-Budha. Motif hias padma di Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri memiliki makna sebagai lambang kesucian yang banyak kita jumpai pada bangunan candi Hindu-Budha. Kesucian yang dimaksud adalah harapan agar setiap muslimin yang melaksanakan ibadah di masjid ini memiliki kesucian hati.

d) Motif Tlacapan

Kata tlacapan berasal dari kata dasar tlancap dan akhiran an. Ragam hias motif tlacapan berbentuk deretan segi tiga sama kaki, dengan tinggi dan besar yang sama. Menurut Ismunandar (2001: 68) hiasan tlacapan ini menggambarkan sinar matahari, atau sinar berkilauan. Namun yang pokok hiasan semacam ini mengandung arti kecerahan atau keagungan. Bentuk motif tlacapan pada Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri memiliki makna sebagai wujud representasi dari simbol Nur Illahi yang merupakan sinar atau cahaya suci dari Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian setiap muslimin yang beribadah dengan khusyu di masjid ini semoga mendapatkan pencerahan dari Allah SWT.

e) Motif Saton

Secara etimologis kata saton berasal dari salah satu jenis makanan tradisional di Jawa. Motif ini dinamakan saton karena mirip kue satu yang berbentuk bujur sangkar. Dalam arsitektur Jawa motif saton memiliki makna sawiji atau berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Motif saton di masjid dimaksudkan sebagai pengingat kepada setiap muslimin yang datang untuk berserah diri kepada Allah SWT, agar lebih khusyu dalam beribadah. f) Motif Kebenan

Kata kebenan berasal dari kata keben dengan imbuhan an. Kebenan sendiri merupakan salah satu

nama pohon. Bentuk ragam hias kebenan merupakan sebuah simbol perjalanan hidup manusia di dunia yang sementara menuju alam akhirat yang abadi. Menurut Wibowo (1998: 152), bentuk “kebenan” yang berpangkal segi empat dan kemudian dalam perkembangannya secara lambat laun berbentuk meruncing hingga bertitik tunggal, menggambarkan keadaan dari yang tidak sempurna yang secara lambat laun menjadi bentuk yang sempurna (manusia) menuju ke kesempurnaan (Tuhan).

g) Motif Wajikan

Secara etimologis nama motif wajikan berasal dari salah satu jenis makanan tradisional di Jawa. Penempatan motif wajikan pada Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri diletakkan secara berdiri maupun terlentang. Menurut Kartika dalam Subiyantoro (2011:108) pola motif wajikan menggambarkan kosmologi dualisme pertentangan antara kanan dan kiri diharmoniskan di tengah/medium. Perbedaan bagi orang Jawa bukan sebuah pertentangan tetapi saling melengkapi dan saling memberi energi. Motif wajikan pada Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri memiliki makna sebagai harapan kepada setiap muslimin untuk selalu menjalin hubungan yang baik di antara sesama manusia (hablum minannas). h) Motif Garuda

Sebelum datangnya Islam di Indonesia, burung garuda merupakan hewan mitologi yang dipandang sebagai burung keramat perlambang dunia atas. Kedudukan istimewa dari burung garuda tersebut, membuatnya banyak digambarkan dalam relief maupun arca di candi-candi Hindu. ragam hias burung garuda memiliki makna sebagai lambang pemberantas kejahatan. Itulah sebabnya motif garuda sangat banyak ditemui diberbagai hiasan, khususnya bangunan suci. Kisah tentang burung garuda sebagai pemberantas kejahatan terdapat dalam cerita Garudeya (bagian dari Adiparwa, parwa pertama Mahabarata) dan Ramayana. Sedangkan dalam cerita Ramayana, dikisahkan burung garuda bernama Jatayu yang telah berjasa membantu Sri Rama menyelamatkan Dewi Shinta dari cengkeraman Rahwana. Penggambaran motif garuda, dalam kebudayaan Islam mengalami perubahan bentuk, dikarenakan agama Islam melarang adanya penggambaran wujud makhluk hidup. Penggambaran burung garuda di Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri bermakna sebagai lambang pemberantas kejahatan, sekaligus harapan kepada para muslimin yang datang melaksanakan ibadah sholat di masjid ini, untuk

(9)

mensucikan hati dan pikiran agar terjauh dari perbuatan-perbuatan yang buruk.

i) Motif Kala

Motif kala merupakan motif khas yang biasanya menghiasi bangunan suci berupa pura atau candi dalam agama Hindu. Penggambaran motif kala yang terdapat di dalam Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri merupakan wujud akulturasi budaya Hindu dan Islam. Di Indonesia motif kala sering dimaknai sebagai penolak bala. Penolak bala yang dimaksud adalah, segala bentuk sifat-sifat jahat yang akan masuk atau berada di dalam bangunan suci tersebut. Menurut Wibowo (1998: 159) ragam hias kala, secara simbolis mempunyai arti menelan segala sesuatu yang bersifat jahat yang berkehendak untuk masuk. Motif kala pada Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri memiliki makna simbolik sebagai pengingat kepada setiap muslimin yang melaksanakan ibadah di dalam masjid, untuk lebih mensucikan diri, dan menghilangkan segala macam pikiran, maupun perbuatan buruk. Dengan sucinya hati dan pikiran para muslimin yang datang ke Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri, akan membuat mereka menjadi lebih khusyu dalam beribadah.

j) Motif Praba

Ragam hias praba telah ada sejak lama, bahkan sebelum masuknya agama Islam di Jawa. Menurut Ismunandar (2001: 55) kata praba berasal dari bahasa Sansekerta atau Kawi, yang berarti sinar, cahaya bayangan kepala atau di belakang punggung dan hiasan wayang yang berada di punggungnya (mirip gambar sayap). Motif praba yang merupakan simbol dari sinar/cahaya yang pada masa hindu sering berada di belakang dewa atau tokoh suci. Pada wayang kulit, hiasan praba digambarkan selalu berada di belakang tokoh raja-raja. Makna cahaya atau sinar dari motif praba pada bangunan Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri ditujukan kepada semua orang yang beribadah di masjid tersebut. Menurut Kartika dalam Subiyantoro (2011:107) kebiasaan masyarakat Jawa menghias motif praba sebagai unsur sinar, ini memberikan lambang atau simbolisme tentang cahaya (nur), ini berkaitan dengan nur dalam pengendalian diri. Motif praba pada bangunan masjid ini memiliki makna sebagai wujud representasi dari simbol cahaya atau aura dalam diri setiap manusia. Motif praba pada Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri merupakan simbol berupa harapan agar setiap muslimin yang menjalankan ibadah di tempat ini memiliki kebersihan jiwa, hati, dan pikiran.

k) Motif Banyu tetes

Motif banyu tetes berasal dari kata banyu dan tetes. Kata “banyu tetes” berarti air yang menetes. Ragam hias ini menggambarkan tetesan ar hujan yang turun dari tepi genting (tritisan) berderet-deret dalam waktu yang bersamaan. Menurut Sasongko (2015:72) motif ini bermakna, siapapun yang mendirikan shalat di masjid ini akan mendapatkan berkah dari Tuhan. Makna tersebut merupakan harapan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang disimbolkan dalam bentuk tetesan air pada daun patran atau tritisan. Penggambaran bentuk motif banyu tetes pada Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri memiliki makna simbolik berupa harapan agar setiap muslimin yang melaksanakan ibadah sholat di masjid ini akan mendapatkan berkah dari Allah SWT.

l) Motif Tepi Awan

Motif tepi awan merupakan perkembangan lebih lanjut dari bentuk meander. Pada masa Hindu-Budha motif tepi awan memiliki makna sebagai salah satu simbol dari dunia atas. Ragam hias awan biasanya dikaitkan dengan gambaran kehidupan dewa-dewa ataupun kahyangan dalam agama Hindu-Budha. Menurut Wibowo (1998: 184) makna ragam hias tepi awan atau “mega mendhung” dapat pula kita artikan bahwa manusia harus selalu ingat bahwa dunia ini ada sifat baik dan sifat buruk. Motif tepi awan dalam Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri selalu diletakkan di tempat yang tinggi, sebagai simbol dari dunia atas. Dunia atas dalam konsep agama Islam dikaitkan dengan derajat yang sempurna di sisi Allah SWT. Selain sebagai penghias sebuah bangunan, motif tepi awan di Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri memiliki makna sebagai pengingat akan adanya sifat baik dan buruk pada setiap diri manusia. Sifat baik akan mengantarkan setiap muslimin untuk mendapatkan tempat yang baik di akhirat, sebaliknya sifat buruk akan mengantarkan setiap muslimin untuk mendapatkan siksaan di akhirat.

m) Motif Hiranyagarba

Motif hiranyagarba merupakan salah satu motif khas yang biasa terdapat pada candi Hindu-Budha. Arti harfiah kata hiranyagarba adalah “rahim emas”. Menurut Bosch dalam Munandar (2018:46) penggambaran itu sesungguhnya melambangkan jalan kehidupan manusia yang berawal dari rahim, lahir, dan mempunyai perjalanan hidupnya sendiri yang berbeda satu dengan lain. Penggambaran motif hiranyagarba pada Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri memiliki makna sebagai pengingat kepada manusia tentang perjalanan hidup manusia. Dalam perjalanan

(10)

tersebut manusia diharapkan mampu, memilih jalan hidup yang baik. Jalan hidup yang selalu menuntun manusia untuk berbuat kebaikan dan menjalankan perintah Tuhan Yang Maha Esa.

n) Motif Surya Majapahit

Ragam hias motif surya majapahit di masjid ini dimaknai sebagai bentuk penghargaan terhadap Kerajaan Majapahit dan kesembilan tokoh walisongo. o) Motif Mustaka

Makna simbolik motif mustaka pada Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri terdapat dalam bentuk dan penempatannya. Bentuk mahkota dalam motif mustaka merupakan simbol dari Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta dan penguasa seluruh alam semesta. Sedangkan penempatan ragam hias mustaka yang berada di puncak bagian atas atau kepala sebuah bangunan suci merupakan simbol bahwa Allah SWT merupakan dzat yang maha tinggi.

PENUTUP Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai seni bangunan, ragam hias, dan makna simbolik yang terdapat di Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

a. Seni bangunan di Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri terdiri dari beberapa kelompok antara lain bangunan gapura, serambi, ruang utama, pawestren, ruang sholat peziarah, tempat wudhu, tempat istirahat, kamar mandi, Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA), kantor sekretariat, museum mini, dan perpustakaan. b. Ragam hias yang terdapat di Masjid Ainul Yaqin

Sunan Giri antara lain motif geometris, lung-lungan, sulur, patran, padma, tlacapan, saton, kebenan, wajikan, garuda, kala, sorotan, praba, banyu tetes, tepi awan, hiranyagarba, surya majapahit, dan mustaka.

c. Beberapa seni bangunan dan ragam hias di Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri memiliki makna simbolik di dalamnya. Makna simbolik tersebut diambil dari unsur-unsur seni bangunan dan ragam hias Hindu-Budha. Kemudian unsur-unsur tersebut diolah kembali dengan cara mengubah atau mengembangkan bentuknya, disesuaikan dengan pedoman dalam Agama Islam yang tidak diperbolehkan menampilkan penggambaran makhluk hidup. Selain pengolahan dari segi bentuk, pengolahan makna simbolik Hindu-Budha ke Islam juga terdapat dalam pemaknaannya. Makna simbolik Hindu-Budha diolah dan dikaitkan dengan ajaran-ajaran yang sesuai dengan agama Islam. Sehingga secara umum seni bangunan dan ragam hias di masjid ini memiliki kemiripan bentuk dengan seni bangunan dan ragam hias zaman Hindu-Budha, dengan beberapa

perubahan bentuk dan pemaknaanya. Makna simbolik di Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri ditujukan untuk mereka yang beribadah di masjid untuk lebih meningkatkan iman, takwanya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakasanakan, peneliti bermaksud memberikan saran kepada Pemerintah Kabupaten Gresik, masyarakat Desa Giri dan peneliti selanjutnya yang akan meneliti tentang seni bangunan, ragam hias, ataupun makna simbolik dari bangunan masjid kuno Jawa. Adapun saran yang ingin peneliti sampaikan sebagai berikut:

a. Masyarakat Desa Giri

Tetap merawat dan melestarikan Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri sebagai salah satu peninggalan situs cagar budaya serta mengenalkannya kepada masyarakat luas, sehingga masyarakat akan bangga dan ikut menjaga Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri sebagai warisan leluhur yang bernilai tinggi.

b. Peneliti Selanjutnya

Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri memiliki persamaan dan perbedaan dengan seni bangunan ataupun ragam hias di masjid lain yang dibangun sejaman pada masa Walisongo, seperti Masjid Kudus dan Masjid Demak. Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut tentang perbandingan terhadap bentuk-bentuk seni bangunan dan ragam hias yang diterapkan pada masjid-masjid tersebut, apakah terdapat keterpengaruhan antara bentuk ragam hias satu dengan yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ismunandar. 2001. JOGLO: Arsitektur Rumah Tradisional Jawa. Semarang: Effhar Offset.

Munandar, Agus Aris. 2018. Antarala Arkeologi Hindu-Buddha. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.

Sasongko, Wahyu Indro., dkk. 2015. Masjid Kagungan Dalem & Masjid Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Galangpress.

Subiyantoro, Slamet., dkk. 2011. Simbol-Simbol Kebudayaan Jawa: Loro Blonyo, Joglo, dan Ritual Tradisional. Surakarta: UNS Press.

Tim Penyusun. 2015. Pedoman Penulisan dan Ujian Skripsi Universitas Negeri Surabaya. Surabaya: UNESA University Press

Wibowo,. dkk. 1998. Arsitektur Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta: CV. Pialamas Permai. Wiryoprawiro, Zein. M. Perkembangan Arsitektur

Gambar

Gambar 1. Gapura Paduraksa
Gambar 6. Atap Masjid
Gambar 11. Perpustakaan
Gambar 1. Ragam Hias di Balok Stabilisator  d)  Ruangan Mihrab dan Mimbar
+2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan peneliti mengenai peranan pengurus karang taruna berstatus mahasiswa dalam meningkatkan kinerja organisasi,

Menimbang bahwa pada dasarnya hadhanah terhadap anak yang belum mumayyiz adalah hak ibunya, sesuai dengan bunyi pasal 105 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam, kecuali

Diketahui dari berbagai sentimen masyarakat yang disampaikan melalui komentar di media sosial twiter terhadap operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh Komisi

Eceran Roti, Kue Kering serta kue basah dan sejenisnya, perdag... Eceran Alat Tulis Menulis dan

Hasil dari penelitian dapat disimpulkan bahwa model dapat diterima berdasarkan pengujian data dengan menggunakan perangkat lunak SEM-GSCA dalam perhitungan pengaruh

Geliştirilen tasarım algoritması, çelik çerçeve yapının elemanları için AISI yapı tasarım yönetmeliğine bağlı olarak listelenmiş olan soğuk

Berdasarkan persepsi mahasiswa program studi Public Relations terhadap kontak mata dosen Public Relations maka dapat diketahui bahwa para mahasiswa yang menjadi responden dalam

Hasil dari perhitungan koefisien determinasi diketahui bahwa pengaruh profesionalisme kerja aparatur terhadap kualitas pelayanan publik di Dinas Pendidikan