• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI POTENSI Artemia sp. SEBAGAI VEKTOR PEMBAWA VAKSIN DNA UNTUK BENIH IKAN MAS Cyprinus carpio SEKAR SULISTYANING HADIBOWO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UJI POTENSI Artemia sp. SEBAGAI VEKTOR PEMBAWA VAKSIN DNA UNTUK BENIH IKAN MAS Cyprinus carpio SEKAR SULISTYANING HADIBOWO"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

UJI POTENSI Artemia sp. SEBAGAI VEKTOR PEMBAWA

VAKSIN DNA UNTUK BENIH IKAN MAS Cyprinus carpio

SEKAR SULISTYANING HADIBOWO

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

UJI POTENSI Artemia sp. SEBAGAI VEKTOR PEMBAWA

VAKSIN DNA UNTUK BENIH IKAN MAS Cyprinus carpio

adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, 20 Januari 2011

SEKAR SULISTYANING HADIBOWO

C.14062372

(3)

ABSTRAK

SEKAR SULISTYANING HADIBOWO. Uji potensi Artemia sp.

sebagai vektor pembawa vaksin DNA untuk benih ikan mas Cyprinus carpio sp. Dibimbing oleh Sri Nuryati dan Alimuddin.

Pada ikan mas salah satu penyakit yang disebabkan oleh virus adalah Koi Herpes Virus (KHV). Penyakit yang disebabkan oleh virus umumnya sulit untuk disembuhkan karena virus merupakan parasit intraseluler, yaitu virus hanya dapat hidup, bertahan hidup, memperbanyak diri, dan berdiam diri jika berada di dalam sel inang. Metode pemberian vaksin DNA secara oral melalui Artemia sp. merupakan salah satu alternatif pengobatan yang diharapkan dapat menangani permasalahan penyakit pada ikan yang disebabkan oleh virus. Pada penelitian ini dilakukan uji ekspresi vaksin DNA yang menyandikan glikoprotein 11 pada ikan mas. Bakteri yang mengandung plasmid Krt-GP11 sebagai vaksin diberikan melalui Artemia sp. sebagai pembawa vaksin. Pemberian Artemia sp. mengandung vaksin DNA dilakukan satu kali dan dua kali seminggu pada ikan mas usia 3 minggu. Keberadaan DNA vaksin di usus, ginjal, dan insang dianalisis menggunakan metode PCR. Organ diambil setiap 3 hari setelah pemberian vaksin. Ekspresi gen GP11 juga diamati pada organ ginjal di setiap perlakuan dengan menggunakan metode RT-PCR. Organ diambil 10 hari setelah pemberian vaksin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DNA vaksin yang diberikan dengan dosis 106 cfu pada perlakuan satu dan dua kali seminggu dapat terdeteksi pada ketiga organ. Hasil RT-PCR menunjukkan bahwa ekspresi GP11 dapat terdeteksi pada semua organ uji di setiap perlakuan. Dengan demikian Artemia sp. dapat digunakan sebagai vektor pembawa vaksin plasmid GP11 dengan frekuensi pemberian vaksin satu kali atau dua kali seminggu.

(4)

ABSTRACT

SEKAR SULISTYANING HADIBOWO. Potential of Artemia sp. as a DNA vaccine vector for common carp Cyprinus carpio larvae. Supervised by Sri Nuryati and Alimuddin.

Koi Herpes Virus (KHV) is one of the most common impetuses for disease on common carp Cyprinus carpio. Generally, viral disease is difficult to cure because virus is intra-cellular parasite, that virus survives, multiplies, and lives only if it on the host cell. The DNA vaccine that gift with oral method by Artemia sp. is one alternative that expected to handle fish viral disease. This experiment was carried out to analysis DNA vaccine expression encoding of glycoprotein gene (GP11) on Cyprinus carpio. Bacterial that has contents plasmid Krt-GP11 as vaccine is served through Artemia sp as vaccine carrier. Artemia sp containing the DNA vaccine was prepared for once or twice provisions a week to three week old common carp. The existence of DNA vaccine in intestine, kidney, and gill is analyzed by PCR method. The organs were analyzed every 3 days after vaccination. The expression of GP11 in kidney organs in each treatment is also observed by the use of RT-PCR method. Expressions in the organs were analyzed 10 days after vaccination. The experiment shows that dose of DNA vaccine in whole bacteria could be expressed is 106 cfu in a once or twice provisions a week. DNA vaccine could be detected in three organs. Also, RT-PCR analysis shows that the expression of GP11 can be detected in all tested organs. In conclusion, Artemia sp. can be employed as a vector to carry for plasmid GP11 vaccine with 90 minutes submersion.

(5)

UJI POTENSI Artemia sp. SEBAGAI VEKTOR PEMBAWA

VAKSIN DNA UNTUK BENIH IKAN MAS Cyprinus carpio

SEKAR SULISTYANING HADIBOWO

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada Program Studi Teknologi & Manajemen Perikanan Budidaya

Departemen Budidaya Perairan,

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(6)

2011

Judul Skripsi : Uji Potensi Artemia sp. sebagai Vektor Pembawa Vaksin DNA untuk Benih Ikan Mas Cyprinus carpio

Nama Mahasiswa : Sekar Sulistyaning Hadibowo Nomor Pokok : C.14062372

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Sri Nuryati, S.Pi, M.Si Dr. Alimuddin, S.Pi, M.Sc NIP : 19710606 199512 2 001 NIP : 19700103 199512 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Budidaya Perairan

Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc. NIP : 19591222 198601 1 001

(7)

Tanggal Lulus : ...

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan perkenan-Nya, karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Vaksin DNA adalah tema yang penulis pilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak 9 Agustus 2010 s.d 7 Desember 2010. Adapun judul dari karya ilmiah ini adalah “Uji Potensi Artemia sp. sebagai Vektor Pembawa Vaksin DNA untuk Benih Ikan Mas Cyprinus carpio”.

Penulis menyadari tanpa ada bimbingan, dorongan, serta doa dari berbagai pihak, akan sulit untuk menyelesaikan penelitian dan karya ilmiah ini. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada, Yth :

1. Dr. Sri Nuryati, S.Pi, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi I 2. Dr. Alimuddin,S.Pi, M.Sc, selaku dosen pembimbing skripsi II 3. Dr. Ir. Widanarni, M.Si, selaku dosen penguji

4. Ir. Yani Hadiroseyani, MM , selaku dosen pembimbing akademik

5. Anna Octavera, S.Pi, selaku asisten Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik

6. Ibu dan Bapak, yang tak henti – henti memberi dorongan dan kasih sayang 7. Adik Tito dan adik Kukuh, yang selalu membuat penulis semangat untuk

cepat menyelesaikan pendidikan sarjana.

8. Dosen dan staf BDP yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan kuliah di IPB.

9. Rekan – rekan BDP angkatan 43, yang memotivasi dan memberi semangat terutama saat penelitian.

Semoga apa yang penulis jabarkan dalam karya ilmiah ini bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan terutama di dunia perikanan Indonesia.

(8)

Sekar Sulistyaning Hadibowo

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Semarang, pada tanggal 20 Januari 1988 dari bapak bernama Susetyo Hadi, B.Sc, SH dan ibu bernama Sri Wibawanti, SH. Penulis merupakan anak pertama dan mempunyai dua orang saudara laki–laki.

Pendidikan formal yang telah dilalui penulis adalah SMAN 2 Bogor, pada tahun 2006 penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor, dan memilih mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dan memilih minor Pengembangan Usaha Agribisnis, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah magang di Alvian Ikan Hias selama 2 minggu, di PT. Centralpertiwi Bahari Rembang selama 1bulan, dan di PT Tri Windu Manunggal, Anyer selama 4 hari. Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Dasar – Dasar Mikrobiologi Akuatik, Penyakit Organisme Akuatik, Teknik Pengobatan dan Pencegahan Penyakit Ikan, dan Kewirausahaan. Selain menjadi asisten, penulis juga aktif sebagai pengurus dan anggota Himpunan Mahasiswa Akuakultur (Himakua).

Selama kuliah di IPB, penulis memperoleh beasiswa dari POM IPB dari tahun 2006/2007 s.d 2007/2008 dan beasiswa ASTRA dari tahun 2008/2009 s.d tahun 2009/2010.

Setelah mengambil seluruh mata kuliah di semester 7, pada awal semester 8 penulis melakukan penelitian sebagai bahan untuk membuat tugas akhir dalam pendidikan tinggi yaitu dengan menulis skripsi yang berjudul “Uji Potensi

Artemia sp. sebagai Vektor Pembawa Vaksin DNA untuk Benih Ikan Mas Cyprinus carpio”.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ……… ii

DAFTAR LAMPIRAN ……… iii

I. PENDAHULUAN ……… 1

II. BAHAN DAN METODE ………. 3

2.1 Kultur Bakteri E.coli DH5α ………. 3

2.2 Pengayaan Artemia sp. dengan Vaksin DNA ……….. 3

2.3 Vaksinasi ……….. 4

2.4 Isolasi DNA dan Amplifikasi PCR ……….. 4

2.5 Elektroforesis ………... 5

2.6 Isolasi RNA ……….. 6

2.7 Sintesis cDNA dan Amplifikasi PCR ……….. 7

III. HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 8

IV. KESIMPULAN ……… 13

4.1 Kesimpulan ……….. 13

4.2 Saran ………. 13

DAFTAR PUSTAKA ………... 14

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Visualisasi hasil PCR DNA ikan mas bervaksinasi ………... 8 2. Hasil sintesis cDNA ………... 9

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Perhitungan bobot Artemia sp. ………... 16 2. Konstruksi vaksin Krt-GP11 ……….. 17

(12)

1

I. PENDAHULUAN

Banyak faktor penyebab ikan sakit, salah satu diantaranya adalah virus. Virus dapat menyebabkan kematian massal karena bersifat patogen. Pada ikan mas Cyprinus carpio salah satu penyakit yang disebabkan oleh virus adalah Koi Herpes Virus (KHV) (Hedrick et al., 2000). Serangan oleh virus KHV ini terjadi di Indonesia sejak Maret 2002 mulai dari Blitar di Jawa Timur, kemudian menyebar cepat disepanjang pulau Jawa, Bali, Sumatra bagian selatan, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Tengah. Kerugian yang diakibatkan serangan virus ini mencapai 150 milyar sampai dengan Desember 2003 (Sunarto et al., 2005). Pada bulan September 2004, virus KHV menyerang Lubuk Linggau, Sumatra Selatan yang menyebabkan kematian pada ikan mas sebesar 150 ton. Pada akhir Oktober 2004, penyakit ini mengakibatkan kematian 3.400 ton (± 34 milyar) ikan mas dalam 2.216 karamba jaring apung di Sumatra Utara (Sunarto & Kusrini, 2006).

Penyakit yang disebabkan oleh virus umumnya sulit untuk disembuhkan karena virus merupakan parasit intraseluler, yaitu virus hanya dapat hidup, bertahan hidup, memperbanyak diri, dan berdiam diri jika berada di dalam sel inang. Metode pemberian vaksin DNA merupakan salah satu alternatif pengobatan yang diharapkan dapat menangani permasalahan penyakit pada ikan yang disebabkan oleh virus. Kelebihan dari vaksin DNA adalah bersifat generik dan sederhana, aman dan tidak menimbulkan risiko terinfeksi penyakit, dapat mencapai tujuan vaksinasi ketika vaksinasi konvensional gagal, mengaktifkan sistem kekebalan humoral dan seluler,memberikan proteksi yang baik apabila diberikan pada stadia awal, proteksi tidak berpengaruh terhadap suhu, menyediakan vaksin baru dalam waktu cepat dengan biaya yang murah (Lorenzen & LaPatra, 2005). Plasmid pada vaksin DNA merupakan molekul berbentuk sirkular yang terdiri dari double-stranded deoxyribonucleic acids (tidak berbeda dengan DNA di kromosom), mampu mereplikasi diri sendiri di dalam sel prokariot (Gillund, 2008).

Konstruksi vaksin DNA untuk KHV di Indonesia pertama kali diuji oleh Nuryati (2010) yaitu vaksin Act-GP25. Vaksin Act-GP25 telah berhasil

(13)

2 terekspresi pada ginjal, limpa, otot, dan insang. Vaksin Act-GP25 yang diberikan pada ikan mas ukuran 10-15 g melalui penyuntikan dapat terekspresi pada dosis 7,5 µg dan 12,5 µg (Nuryati, 2010). Namun pemberian dengan cara injeksi memerlukan biaya yang mahal dan tidak praktis diterapkan ke petani. Atas dasar itu, pemberian vaksin Krt-GP11 diberikan ke ikan mas melalui pakan alami yaitu Artemia sp. Hal ini sesuai dengan Leong et al. (1986) yaitu meskipun aplikasi melalui injeksi IM merupakan metode yang dapat dipertimbangkan dalam vaksinasi, akan tetapi pengembangan aplikasi dengan metode lain perlu terus dilakukan misalnya melalui perendaman atau melalui pencampuran pakan (edible vaccine) dengan mempertimbangkan keamanan bagi lingkungan.

Pemberian vaksin Krt-GP11 dilakukan pada ikan mas usia 3 minggu karena menurut Lorenzen & LaPatra (2005) salah satu kelebihan dari vaksin DNA adalah proteksi vaksin DNA akan lebih baik apabila diberikan pada stadia awal. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Tucker (2000) bahwa vaksinasi pada ikan kecil lebih efektif dibandingkan pada ikan besar karena jaringan pada ikan kecil lebih cepat tumbuh dibandingkan dengan jaringan pada ikan besar. Pemberian vaksin DNA pada larva ikan mas sebaiknya dilakukan secara massal sehingga efektif diterapkan pada budidaya ikan mas yang dilakukan secara intensif. Penentuan dosis yang tepat diperlukan agar vaksin dapat terekspresi dan membentuk sistem imun di dalam tubuh larva ikan mas. Menurut Lorenzen & LaPatra (2005) salah satu kekurangan vaksin DNA yaitu masih diperlukannya suatu strategi baru untuk vaksinasi secara massal.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji kemampuan Artemia sp. dalam mentransfer vaksin DNA ke benih ikan mas Cyprinus carpio usia 3 minggu.

(14)

3

II. BAHAN DAN METODE

Pemeliharaan ikan dilakukan mulai tanggal 9 – 29 Agustus 2010 bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, FPIK IPB. Sedangkan, analisis DNA dan ekspresi gen GP11 dilakukan di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Budidaya Perairan, FPIK IPB yang dilakukan mulai tanggal 12 Agustus 2010 hingga 7 Desember 2010.

2.1 Kultur Bakteri E.coli DH5α

Penelitian ini diawali dengan pengkulturan bakteri Escherichia coli (E.coli) DH5α terkonstruksi vaksin DNA GP 11. Koloni tunggal bakteri tersebut diambil dari media padat dan dibiakkan pada 20 ml media cair 2xYT + Kanamicin selama 16-18 jam pada suhu 37°C dengan kecepatan 240 rpm (1ml 2xYT = 1 ekor ikan mas). Jumlah bakteri dalam 1 ml media 2xYT sebesar 106 cfu. Bakteri hasil kultur diendapkan menggunakan sentrifuse dengan kecepatan 12.000 rpm selama 30 detik dan selanjutnya dilarutkan sebanyak tiga kali di dalam PBS. Suspensi bakteri yang terbentuk diinkubasi pada suhu 80°C selama 5 menit (4ml bakteri pada media cair = 1 ml suspensi bakteri + PBS).

2.2 Pengayaan Artemia sp. dengan Vaksin DNA

Artemia yang digunakan bermerk Supreme Plus yang diproduksi oleh Golden Mark®, USA, dengan derajat penetasan (hatching rate) sekitar 80-90%. Siste Artemia sp. ditetaskan dalam botol air mineral terbalik dengan dinding berwarna gelap serta dilengkapi dengan sistem aerasi. Artemia sp. ditetaskan dengan salinitas 29 ppt selama 18-24 jam. Artemia sp. yang telah menetas dipisahkan menggunakan penyaring dengan ukuran 150 mesh kemudian ditimbang sesuai dengan dosis yang akan diberikan ke ikan mas.

Satu ekor Artemia sp. mampu memakan bakteri sebanyak 105 cfu (Lin, 2007), sehingga diperlukan 10 ekor Artemia sp. untuk satu ekor ikan mas yang akan divaksinasi dengan dosis bakteri 106 cfu. Fuadi (2010) menyatakan bahwa 15.000 ekor Artemia sp. memiliki berat sebesar 202,17 mg, jadi banyaknya Artemia sp. yang dibutuhkan untuk pemberian satu ekor ikan mas adalah 0,14 mg.

(15)

4 Artemia sp. yang sudah ditimbang sebanyak 3 mg untuk 20 ekor ikan mas dicampur dengan suspensi bakteri yang mengandung DNA vaksin Krt-GP11. Selanjutnya larutan ditambahkan dengan PBS hingga kepadatan Artemia sp. 150 ekor/ml (Fuadi, 2010). Volume air yang harus dipenuhi untuk 20.000 ekor Artemia sp. adalah 134 ml, yaitu 5 ml suspensi bakteri dan 129 ml PBS. Artemia sp. direndam selama 90 menit dan diberi aerasi sedang.

2.3 Vaksinasi

Penelitian ini menggunakan 3 buah akuarium yang berukuran 30 x 20 x 25 cm3. Akuarium tersebut digunakan untuk pemeliharaan ikan dengan perlakuan I, perlakuan II, dan kontrol (tidak diberi vaksin). Perlakuan pertama merupakan vaksinasi satu kali seminggu dan perlakuan kedua merupakan vaksinasi dua kali seminggu. Sampling tiap perlakuan dilakukan 3 hari setelah vaksinasi (Tabel 1). Tabel 1. Waktu pemberian vaksin dan sampling pada ikan

Perlakuan I Perlakuan II

Agustus 2010 Agustus 2010

9 12 16 19 9 12 16 19

Vaksin Sampling

Keterangan : Sampling dilakukan sebelum ikan divaksinasi kembali pada hari yang sama.

Ikan mas dipuasakan selama 16 jam terlebih dahulu sebelum vaksinasi. Pemberian vaksin dilakukan dengan memberikan Artemia sp. yang sudah dipisahkan dengan suspensi bakteri ke ikan mas. Volume air dalam akuarium dikurangi hingga 7

8 dari volume total. Penambahan air dilakukan 60 menit setelah

pemberian vaksin.

2.4 Isolasi DNA dan Amplifikasi PCR

Ekstraksi DNA dilakukan dengan menggunakan DNA Extraction Kit (Gentra, Minneapolis, USA). Jaringan ikan yang diambil yaitu bagian insang, ginjal, dan usus sekitar 5 – 20 mg. Jaringan yang telah diambil dimasukkan ke dalam microtube 1,5 ml yang sebelumnya telah diberi larutan cell lysis solution sebanyak 200 µl dan proteinase K 1,5 µl dan di inkubasi pada suhu 55OC selama semalaman.

(16)

5 Sampel yang telah diinkubasi didiamkan dalam suhu ruang ± 10 menit, setelah itu ditambahkan 1,5µl RNase (4mg/ml). Sampel dikocok pelan sebanyak 30 kali, kemudian diinkubasi kembali pada suhu 37OC selama 1 jam dan diangkat serta didiamkan pada suhu ruang selama ±10 menit. Sebanyak 100µl protein precipitation solution ditambahkan ke dalam microtube kemudian divortex selama 30 detik. Kemudian disimpan on ice selama 10-15 menit. Setelah itu sampel disentrifugasi selama 10 menit pada suhu 4OC, 12.000 rpm. Supernatan yang terbentuk dipindahkan ke microtube 1.5 ml baru yang sebelumnya telah diisi Isopropanol 100% 300µl. Sampel dikocok perlahan ±50 kali dan disentrifugasi selama 10 menit pada suhu 4OC, 12.000 rpm. Supernatan dibuang dan ditambah 300µl 70% etanol (EtOH) dingin kemudian sampel disentrifugasi selama 10 menit, 4OC, 12.000 rpm. Buang supernatant dan pellet DNA dikeringudarakan sampai ETOH benar-benar kering. Setelah DNA kering ditambah dengan IEW 30µl, divortex, dan disimpan pada suhu -20OC.

Deteksi vaksin DNA pada organ ikan mas dilakukan dengan menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Primer yang digunakan merupakan primer spesifik untuk vaksin DNA GP11 yaitu F81 (5’-TTAAGCGAG CAGTCCCCTCGGGTTCTT-3’) dan R81 (5’-TTACCGGTATGGCCTCCACTT CAACCGCT-3’). Reaksi PCR yang digunakan, yaitu dengan volume 10 µL yang mengandung 1 µL LA Buffer; 1 µL dNTPs mix; 1 µL MgCl2; 1 µL (1 pmol)

masing-masing primer; 0,05 µL LA Taq polymerase (Takara Bio, Shiga, Japan); 1 µL DNA genom hasil ekstraksi. Amplifikasi PCR dilakukan dengan program: pre-denaturasi pada suhu 95oC selama 7 menit; 45 siklus pada suhu 95oC selama 30 detik, 64oC selama 30 detik dan 72oC selama 30 detik ; serta pada suhu 72oC selama 7 menit.

2.5 Elektroforesis

Agarosa 0,7% dituang pada cetakan sumur yang diinginkan. Setelah dingin, gel agarosa dimasukkan ke dalam bak elektroforesis yang berisi larutan buffer elektroforesis dan mengandung etidium bromida (0,01 g/ml). Sampel DNA diambil 3µl dan dicampur dengan loading buffer 0,5 µl, bila seluruh sampel telah dimasukkan ke dalam sumur, langkah terakhir adalah marker dimasukkan pada

(17)

6 salah satu ujung sumur. Elektroforesis dilakukan ± 30 menit, tegangan 200 Volt, dan kuat arus 70 Ampere.

Fragmen DNA produk PCR akan bergerak dari arah kutub negatif menuju kutub positif. Setelah DNA bermigrasi 3 4 dari bagian gel, aliran listrik dihentikan dan gel ditempatkan di atas ultraviolet illuminator untuk melihat visualisasi DNA. Pengambilan gambar dilakukan menggunakan kamera digital Canon PowerShot A640.

2.6 Isolasi RNA

Jaringan ikan yang masih hidup diambil sebanyak 25-50 mg dan dimasukkan ke dalam larutan isogen sebanyak 200 µl. Jaringan tersebut digerus on ice. Jaringan digerus sampai hancur dan jika belum hancur tambahkan isogen sampai volume akhirnya 800 µl. Sampel didiamkan di suhu ruang selama 5 menit untuk melisiskan jaringan. Jaringan yang telah lisis disentrifuse selama 10 menit dengan kecepatan 12.000rpm, 4OC. Hasil dari sentrifugasi, larutan paling atas di dalam microtube diambil menggunakan mikropipet untuk dipindahkan ke dalam microtube baru yang sebelumnya telah diisi chloroform 200µl. Larutan divortex selama 15 detik dengan kecepatan sedang kemudian sampel disimpan on ice selama 2-3 menit kemudian disentrifuse selama 5 menit dengan kecepatan 12.000, 4OC. Supernatan yang terbentuk dipindahkan ke dalam microtube yang baru (apabila terdapat 3 lapisan dalam satu microtube tersebut, maka diambil lapisan yang paling atas).

Sampel dimasukkan ke dalam microtube baru yang sebelumnya telah diisi dengan isopropanol 400µl. Kemudian larutan divortex pelan sampai homogen dan disimpan pada suhu ruang selama 5-10 menit. Larutan disentifugasi selama 15 menit, 12.000rpm, 4OC, supernatan dibuang kemudian larutan ditambah dengan ETOH 70% dingin sebanyak 1 ml. Larutan disentrifugasi selama 15 menit, 12.000rpm, 4OC. Supernatan yang terbentuk dibuang dan pellet RNA dikeringudarakan. Pellet RNA kering ditambah dengan larutan DEPC (20-50µl).

Untuk menghindari kontaminasi DNA maka dilakukan perlakuan DNAse ke dalam elusi RNA ditambahkan larutan dengan komposisi :

(18)

7 Bahan Volume Tris 1 M (pH 7,8) 18 µl NaCl 5 M 1 µl MgCl2 2,7 µl DTT 100 mM 4,5 µl DNase 3 µl RNase inhibitor 1 µl

DEPC Ditambahkan hingga volume total 450 µl

Larutan yang telah dibuat kemudian divortex dan dispindown, serta diinkubasi dalam suhu 37OC selama 30 menit. Setelah itu larutan ditambah dengan phenol chloroform sebanyak 450 µl dan disentrifuse selama 10 menit dengan kecepatan 12.000rpm, 4OC. Supernatan yang berwarna bening diambil sebanyak ± 450 µl dan dipindahkan ke dalam microtube yang baru. Larutan tersebut ditambah dengan ethanol absolute sebanyak 2 kali volume larutan (900 µl), NaOAC 3 M (pH 5,2) sebanyak 10% larutan (45µl) dan glikogen 1 µl. Sampel divortex dan dimasukkan ke dalam freezer -80OC selama semalaman. Larutan diambil dari dalam freezer dan disentrifugasi 12.000rpm,4OC selama 15-30 menit, seluruh supernatan dibuang dan ditambahkan dengan larutan etanol 70% dingin. Larutan disentrifugasi kembali selama 5 menit, 12.000rpm, 4OC dan seluruh pellet RNA dikeringudarakan pada suhu ruang. RNA yang sudah kering ditambahkan DEPC (elusi) 20 µl lalu dihitung konsentrasi RNA dengan menggunakan GeneQuant®.

2.7 Sintesis cDNA dan Amplifikasi PCR

RNA dibuat dengan konsentrasi 3 µg/30 µl DEPC, kemudian divortex dengan kecepatan rendah. Setelah itu sampel diinkubasi dalam suhu 65OC selama 10 menit dan selanjutnya disimpan dalam es selama 2 menit. RNA dipindahkan dari dalam es ke dalam tabung “first strand reaction mix beads” (white tube) yang berisi 2 buah bola putih. Kemudian ditambah 3 µl primer “dT3’RACE-VECT (1 µg/3 µl) lalu dibiarkan selama 1 menit. Sampel divortex dengan kecepatan rendah. Kemudian microtube diinkubasi selama 1 jam pada suhu 37OC. Hasil dari cDNA ditambah dengan SDW steril sebanyak 50 µl.

cDNA yang didapat langsung digunakan untuk proses PCR. Amplifikasi PCR dilakukan dengan program: pre-denaturasi pada suhu 95oC selama 7 menit; 45 siklus pada suhu 95oC selama 30 detik, 64oC selama 30 detik dan 72oC selama 30 detik ; serta pada suhu 72oC selama 7 menit.

(19)

8 1,5 kbp

1 kbp

200b p

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa vaksin DNA GP11 masuk ke dalam organ target. Hal ini tampak pada visualisasi hasil PCR DNA seperti Gambar 3.

M U1-1 G1-1 I1-1 U1-2 G 1-2 I1-2 U2-2 G2-2 I2-2 U2-3 G2-3 I2-3 U1-3 G1-3 I1-3 + -

M U1-1 G1-1 I1-1 U1-2 G 1-2 I1-2 U2-2 G2-2 I2-2 U2-3 G2-3 I2-3 U1-3 G1-3 I1-3 -

.Gambar 1. Visualisasi hasil PCR DNA ikan mas bervaksinasi. M = marker; U1-1,

G1-1, I1-1 = perlakuan 1 dan 2, sampling ke-1 pada usus (U), ginjal (G),

insang (I); U1-2, G1-2, I1-2 = perlakuan 1, sampling ke-2 pada usus (U),

ginjal (G), insang (I); U2-2, G2-2, I2-2 = perlakuan 2, sampling ke-2 pada

usus (U), ginjal (G), insang (I); U2-3, G2-3, I2-3 = perlakuan 2, sampling

ke-3 pada usus (U), ginjal (G), insang (I); U1-3, G1-3, I1-3 = perlakuan 1,

sampling ke-3 pada usus (U), ginjal (G), insang (I); + = kontrol positif; - = kontrol negatif; A = β-aktin sebagai kontrol internal; perlakuan U1-1 G1-1 I1-1 = perlakuan U2-1 G2-1 I2-1.

Dari hasil pemeriksaan visualisasi DNA dapat dilihat bahwa plasmid Krt-GP11 tampak pada perlakuan G1-1, I1-1, U1-2, G1-2, I1-2, U2-2, G2-2, I2-2, G2-3, G1-3, I 1-3. Namun pada minggu ke-2, tidak seluruh sample DNA organ tervisualisasi.

Perlakuan I visualisasi hanya terdapat pada ginjal, sedangkan perlakuan II visualisasi terdapat pada ginjal dan insang.

Isolasi RNA dilakukan sebagai salah satu tahap pemeriksaan ekspresi plasmid Krt-GP11 di tubuh ikan mas. Isolasi RNA dilakukan 10 hari setelah selesai pemberian vaksin. Organ yang diambil untuk isolasi RNA adalah ginjal.

M G1 G1 G2 G2 K + -

M G1 G1 G2 G2 K -

Gambar 2. Hasil sintesis cDNA. M = marker; G1 = ginjal perlakuan 1; G2 = ginjal

perlakuan 2; + = kontrol positif; - = kontrol negatif; A = β-aktin sebagai kontrol internal.

A

1,5 kbp 600bp

(20)

9 Sintesis cDNA berhasil dilakukan, hal ini dapat dilihat dari munculnya pita β-aktin sebagai kontrol internal. Ikan mas berusia 3 minggu mampu mengekspresikan gen GP11 yang dapat terdeteksi setelah 10 hari pemberian vaksin pada organ ginjal di setiap perlakuan.

3.2 Pembahasan

Serangan penyakit banyak terjadi pada stadia larva, yaitu ikan dengan ukuran kecil dan kepekaan yang tinggi, membuat vaksinasi dengan cara injeksi dan perendaman tidak mungkin dilakukan (Lin, 2007). Oleh karena itu vaksinasi secara oral melalui pakan alami bisa menjadi solusi pada larva ikan mas. Pemberian vaksin secara oral memiliki kendala yaitu antigen akan tercerna oleh enzim gastrointestinal, oleh karena itu antigen yang akan dimasukkan ke dalam tubuh ikan perlu dilindungi agar dapat sampai ke dalam usus ikan. Vaksin yang dimasukkan ke dalam tubuh Artemia sp. hidup diharapkan lebih aman, tidak menimbulkan stress pada ikan, dan mudah diterapkan oleh pembudidaya (Lin, 2007). Agar vaksinasi yang dilakukan tidak menimbulkan stress pada ikan, maka vaksinasi secara oral lebih disarankan dibandingkan pemberian vaksin melalui perendaman maupun injeksi.

Dosis, ukuran, dan umur ikan mempengaruhi kerja vaksin DNA, ikan lebih kecil mampu mengekspresikan vaksin DNA di beberapa jaringan (ginjal, limpa, dan otot) sedangkan ikan yang lebih besar hanya mengekspresikan vaksin DNA pada otot bekas suntikan (Gillund, 2008). Data lain menyebutkan bahwa ikan mas ukuran 10-15 g mampu mengekspresikan vaksin DNA pada jaringan insang, ginjal, limpa, dan otot dengan dosis 7,5 µg melalui injeksi (Nuryati, 2010). Pada percobaan kali ini vaksin DNA sudah dapat diberikan pada benih ikan mas usia 3 minggu dengan dosis pemberian vaksin sebesar 106 cfu yang diberikan melalui Artemia sp. Keberhasilan pemberian vaksin DNA dapat terlihat di semua organ uji yaitu insang, ginjal, dan usus (Gambar 1).

Munculnya pita DNA pada minggu pertama membuktikan pernyataan Zheng et al. (2006) bahwa plasmid dapat terdistribusi tujuh hari setelah vaksinasi di otot sekitar daerah injeksi, otot yang tidak terinjeksi, usus bagian belakang, insang, limpa, ginjal bagian depan, hati, dan gonad tujuh hari setelah vaksinasi.

(21)

10 Variasi individu dan penyebaran vaksin Krt-GP11 yang tidak merata pada organ menjadi salah satu faktor tidak tervisualisasinya seluruh DNA organ. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lorenzen & LaPatra (2005) bahwa salah satu kekurangan vaksin DNA yaitu masih diperlukannya suatu strategi baru untuk vaksinasi secara massal. Pada percobaan ini dapat disimpulkan bahwa ikan mas mampu memvisualisasikan plasmid Krt-GP11 yang diberikan melalui pakan Artemia sp.

Organ yang diambil untuk isolasi RNA adalah ginjal, karena organ ginjal merupakan organ yang paling sering muncul pada hasil visualisasi DNA (Gambar 1). Ginjal juga merupakan salah satu organ target serangan virus KHV selain organ insang, sehingga diharapkan pembentukan antibodi untuk melawan virus tersebut paling banyak terbentuk di organ ginjal. Kajian histopatologi pada ginjal, tampak jelas bahwa virus ini mengakibatkan inflamasi pada renal tubul ginjal dan mengakibatkan sel-sel yang terinfeksi mengalami pembentukan badan inklusi pada inti selnya. Kajian histopatologi insang ikan yang sakit menunjukkan bahwa terdapat sel-sel inflamasi di insang dan epitel insang mengalami hyperplasia (Pikarsky et al., 2005).

Ekspresi vaksin DNA dapat dilihat dari hasil sintesis cDNA (Gambar 2). Pita yang muncul pada sintesis cDNA membuktikan bahwa DNA yang ada di dalam inti sel mampu bertranskripsi sehingga menghasilkan mRNA. Proses transkripsi dapat terjadi karena promoter yang digunakan dalam konstruksi vaksin Krt-GP11 memerintahkan DNA untuk memulai proses transkripsi. Promoter yang digunakan pada vaksin Krt-GP11 adalah promoter keratin. Promoter keratin merupakan promoter yang diisolasi dari ikan flounder Jepang Paralichthys olivaceus (Hirono et al., 2003). Keratin dipilih sebagai promoter dalam konstruksi vaksin Krt-GP 11 karena menurut Giordano et al. (1990) efektivitas promoter keratin tidak hanya terbatas pada jaringan kulit dan epitel, tapi juga terdapat pada sel yang sedang berkembang dan sel saraf tertentu. Sementara Yazawa et al. (2005) menjelaskan bahwa promoter keratin dapat aktif dimana-mana atau tidak spesifik jaringan tertentu (ubiquitous) dan dapat aktif kapan saja diperlukan (house keeping). Konstruksi Krt- GP11 dapat dilihat pada Lampiran 2.

(22)

11 Panjang pita pada sintesis cDNA tidak sesuai dengan panjang pita pada kontrol positif (Gambar 2). Pendeknya pita cDNA diduga akibat proses transkripsi mRNA terpotong sebagian kecil, hal ini dapat mempengaruhi respons sistem imun yang terbentuk untuk melawan virus KHV. Untuk membuktikan kinerja dari ekspresi vaksin DNA Krt-GP11 perlu dilakukan uji tantang pemberian virus KHV terhadap ikan yang telah diberi vaksin. Metode pemberian vaksin yang berbeda seperti dengan cara suntik, lewat pakan, gen gun, atau melalui perendaman dapat memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap respons sistem imun terhadap antigen yang masuk dan terhadap distribusi dari plasmid DNA (Zheng et al., 2005).

Pemberian vaksin dengan cara perendaman Artemia sp. selama 90 menit dilakukan karena Artemia sp. bersifat pemakan segala atau omnivora. Makanan Artemia berupa plankton, detritus, dan partikel-partikel halus yang dapat masuk ke mulut (Isnansetyo dan Kusniastuty, 2005). Perendaman Artemia sp. bertujuan agar bakteri di dalam media cair dapat dimakan oleh Artemia sp. Pemberian vaksin menggunakan Artemia sp. dilakukan karena kandungan protein yang tinggi seperti yang dijelaskan oleh Isnansetyo dan Kusniastuty (2005) bahwa Artemia sp. memiliki kandungan protein 52,50 %, karbohidrat 14,80 %, dan lemak 23,40 %.

Kelebihan vaksinasi menggunakan Artemia sp. menurut Lin (2007) adalah : 1. Artemia sp. merupakan starter pakan alami bagi larva ikan sehingga

diharapkan vaksin dalam tubuh Artemia sp. cepat masuk kedalam tubuh ikan mas.

2. Terdapat dua bio-layer, yaitu dinding sel E.coli dan kulit ari Artemia sp. yang melindungi dari enzim gastrointestinal sehingga vaksin dapat masuk ke dalam usus ikan mas.

3. Kuantitas antigen dalam E.coli rekombinan 1000 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan E.coli alami, sehingga meningkatkan kuantitas antigen di setiap Artemia sp.

Vaksin yang diberikan pada ikan akan mengalami beberapa kemungkinan menurut Gillund et al. (2008), diantaranya adalah DNA akan masuk (up take) ke dalam sel yang ada di lokasi injeksi, DNA akan tertinggal di bagian luar sel (ekstraseluler), DNA akan didegradasi oleh enzim endonuklease di jaringan

(23)

12 tempat injeksi, dan DNA terdistribusi melalui darah ke jaringan lain. Hasil dari isolasi DNA menunjukkan bahwa vaksin DNA dapat tervisualisasi pada organ ginjal, usus, dan insang. Visualisasi DNA pada organ tersebut membuktikan bahwa Artemia sp. mampu melindungi vaksin DNA yang ada di dalam tubuhnya.

Ikan mas mampu mengekspresikan plasmid Krt-GP11 pada organ ginjal di setiap perlakuan. Pengujian ekspresi plasmid Krt-GP11 dilakukan 10 hari setelah vaksinasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lin (2005) bahwa pemeriksaan immuno-histochemical pada larva ikan grouper yang memakan Artemia sp. bervaksin VNN mampu membentuk antigen yang disebarkan dan masuk ke dalam organ usus bagian belakang ikan grouper, keberadaan antigen tersebut diharapkan mampu membentuk antibodi spesifik terhadap virus VNN. Pengujian tersebut dilakukan 7 hari setelah vaksinasi.

(24)

13

IV.

KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa Artemia sp. mampu digunakan sebagai vektor dari vaksin plasmid GP11. Pemberian vaksin ke benih ikan mas usia 3 minggu dilakukan dengan cara merendam Artemia sp. selama 90 menit dengan dosis bakteri 106 cfu dan frekuensi pemberian vaksin 1x atau 2x seminggu.

4.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian tentang uji tantang pemberian virus KHV terhadap benih ikan mas yang telah diberi vaksin Krt-GP11 melalui Artemia sp., agar hasilnya dapat dijadikan landasan penggunaan vaksin Krt-GP11 melalui Artemia sp. yang diberikan ke benih ikan mas.

(25)

14

DAFTAR PUSTAKA

Fuadi, M., 2010. Deteksi Kemampuan Artemia dan Kutu Air dalam Uptake Bakteri Mengandung DNA Keratin Green Fluorescent Protein (Krt-GFP) Menggunakan PCR. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Gillund, F., Dalmo, R., Tonheim, T.C., Seternes, T., Myhr, A.L., 2008. DNA vaccination in aquaculture-Expert judgments of impacts on enviroment and fish health. Aquaculture 284:25-34.

Giordano, S., Hall, C., Quitschke, W., Glasgow, E., Schechter, N., 1990. Keratin 8 of simple ephitelia is expressed in glia of the Goldfish nervous system. Differentiation 44: 163-172.

Hedrick, R.P., Gilad, O., Yun, O., Spangenberg, J., Marty, R., Nordhausen, M., Kebus, M., Bercovier, H., Eldar, A., 2000. A herpesvirus associated with mass mortality of juvenile and adult koi, a strain of common carp. J. Aquat. Anim. Health 12:44-55

Hirono, I., Aoki, T., Shimizu, N., Takashima, F., 2003. Immunorelated-genes of the Japanese Flounder Paralichthys olivaceus. Aquatic genomics in Hirono, I., Aoki, T., Shimizu, N., Takashima, F (end) pp 286-300

Isnansetyo, A., Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton; Pakan Alami untuk Pembenihan Organisme Laut. Yogyakarta: Kanisius. Leong, J.A., 1986. Evaluation of Sub Unit Vaccine to infectious Hematopoietc

Necrosis Virus. Annual Report, Bonneville Power Administration, Division of Fish and Wildlife. Oregon.

Lin, C.C., Jhon, H.Y.L., Ming, S.C., and Huey, L.Y., 2007. An oral nervous necrosis virus vaccine that induced protective immunity in larvae of grouper Epinephelus coioides. Aquaculture 268: 265-273.

Lorenzen, N., LaPatra, S.E., 2005. DNA vaccines for aquacultured fish. Rev.sci.tech.Off.int.Epiz 24(1): 201-213.

Nuryati, S., Alimuddin, Sukenda, Damayanti, R., Santika, A., Pasaribu, F., Sumantadinata, K., 2010. Constraction of a DNA Vaccine Using Glycoprotein Gene and Its Expression Towards Increasing Survival Rate of KHV-Infected Common Carp (Cyprinus carpio). Natur. Ind 13(1) : 47-52

Pikarsky, E., Ronen, A., Abramowitz, J., Lovali-Sivan, B., Hutoran, M., Saphira, Y., Steinitz, M., Parelberg, A., Soffer, D., Kotler, M., 2005. Pathogenesis

(26)

15 of acute viral disease induce in fish by carp interstitial nephritis and gill necrosis virus. J. Virol 78(17):9544-51.

Sunarto, A., Rukyani, A., Itami, I., 2005. Indonesian experience on the outbreak of koi herpesvirus in koi and carp (Cyprinus carpio). Bulletin of Fisheries Research Agency, Yokohama, Japan 86:15-2i

Sunarto, A., Kusrini, E., 2006. Kasus kematian massal ikan mas di keramba jarring apung danau Toba, Sumatra Utara. Media Akuakultur 1 (1).

Tucker, C., Endo, M., Hirono, I., Aoki, T., 2000. Assessment of DNA vaccine potential for juvenile Japanese flounder Paralichthys oli6aceus, through the introduction of reporter genes by particle bombardment and histopathology. Vaccine 19 (2001) 801-809.

Yazawa, R., Hirono, I., and Aoki, T., 2005. Characterization of promoter activities of four different Japanese Flounder promoters in transgenic Zebrafish. Marine Biotechnology 7: 625-633.

Zheng, F.R., X.Q. Sun, H.Z. Liu, J.X. Zhang., 2006. Study on the distribution and expression of DNA vaccine against lymphocystis disease virus in Japanese flounder Paralichthys olivaceus. Aquaculture 261:1128-1134.

(27)

16

LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan bobot Artemia sp. Asumsi :

 Satu ekor Artemia sp. mampu memakan 105

bakteri

 Satu ekor ikan mas diharapkan mampu memakan 106

vaksin DNA  Diperlukan 10 ekor Artemia sp. untuk satu ekor ikan mas

202,17 mg = ± 15.000 ekor Artemia sp.

202 ,17𝑚𝑔

1.500 𝑒𝑘𝑜𝑟 𝐴𝑟𝑡𝑒𝑚𝑖𝑎 𝑠𝑝. = 10 ekor Artemia sp.

(28)

17 Lampiran 2. Konstruksi vaksin Krt-GP11

Gambar

Tabel 1. Waktu pemberian vaksin dan sampling pada ikan
Gambar 2. Hasil sintesis cDNA. M = marker; G 1  = ginjal perlakuan 1; G 2  = ginjal  perlakuan  2;  +  =  kontrol  positif;  -  =  kontrol  negatif;  A  =  β-aktin  sebagai kontrol internal

Referensi

Dokumen terkait

sebagai pihak antagonis yang melakukan perlawanan terhadap pemerintah; 4) dalam merepresentasikan Umat Muslim dalam kaitan pembuatan tajuk menyangkut kasus Makam

Adapun hubungan waktu shalat dengan teori graf adalah bahwa waktu-waktu shalat tersebut merupakan suatu himpunan yang terdiri dari waktu shalat fardhu dan waktu shalat sunah

4.6 Cara Tindak Tutur yang Diucapkan pada Upacara Perkawinan Batak Toba Pemakaian bahasa merupakan suatu hal yang penting dalam pembahasan penelitian ini dalam acara

Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan adalah evaluasi pelanggan terhadap produk atau layanan perusahaan sehingga menjadi suatu tantangan bagi

dengan nilai Ha sig α 0.001 Ha sig <α 0,05 dengan niai measebelum kotrol 8.3400 dan nilai mean setelah kontrol 16.0800 (92,81%).Pada kelompok kontrol juga

Diabetes Melitus merupakan salah satu gangguan pada sistem endokrin yang ditandai dengan gejala antara lain peningkatan kadar gula darah sebagai akibat berkurangnya sekresi

Tujuan penelitian ini adalah: 1) Untuk mengetahui adanya pengaruh antara kebiasaan belajar terhadap prestasi belajar mahasiswa dalam mata kuliah DAK 2 Program Studi Akuntansi FKIP

[r]