• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Alat Penilaian Kemampuan Bersastra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengembangan Alat Penilaian Kemampuan Bersastra"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

Pengembangan Alat Penilaian

Kemampuan Bersastra

Dra. Ida Lestari, M.Pd.

A. MANFAAT DAN RELEVANSI

Pada modul-modul sebelumnya, Anda telah belajar menyusun alat penilaian kemampuan berbahasa. Kemampuan berbahasa tersebut mencakup keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan berbicara. Kemampuan seorang guru BI untuk menilai kemampuan bersastra mutlak diperlukan. Hal ini berkaitan dengan tugas guru mata pelajaran bahasa Indonesia (BI) yang memiliki kewajiban mengajarkan dan menilai kemampuan bersastra sesuai yang tercantum pada standar isi. Karena itu, setelah latihan penyusunan kemampuan berbahasa, calon guru mata pelajaran bahasa Indonesia perlu memahami karakteristik alat penilaian bersastra dan prosedur pengembangannya. Di samping itu, diperlukan latihan-latihan mengembangkan alat penilaian kemampuan bersastra bagi calon guru mata pelajaran bahasa Indonesia. Kemampuan bersastra mencakup kemampuan apresiasi sastra (reseptif) dan kemampuan melakukan proses kreatif sastra (produktif). Dengan latihan yang memadai menyusun alat penilaian bersastra, seorang calon guru BI akan memiliki kompetensi untuk menilai hasil belajar dan proses belajar kemampuan bersastra.

Setelah mempelajari modul ini, secara umum Anda diharapkan dapat berlatih mempraktikkan penyusunan alat penilaian bersastra. Secara khusus, setelah mempelajari modul ini, diharapkan Anda mampu menguasai hal-hal berikut.

1. Mahasiswa mampu menjelaskan pendekatan dalam penilaian apreasiasi sastra dan konstruksi kemampuan apresiasi sastra.

2. Mahasiswa mampu menjelaskan model penilaian apresiasi sastra. PEN DA HUL UA N

(2)

3. Mahasiswa mampu merencanakan dan menyusun alat penilaian apresiasi sastra.

4. Mahasiswa mampu menjelaskan pendekatan dalam penilaian proses kreatif siswa.

5. Mahasiswa mampu menjelaskan model penilaian proses kreatif sastra. 6. Mahasiswa mampu merencanakan dan menyusun alat penilaian proses

kreatif sastra.

B. DESKRIPSI/CAKUPAN MATERI MODUL

Modul ini penting dipelajari sebagai bekal untuk merencanakan penyusunan alat penilaian apresiasi sastra dan proses kreatif sastra. Modul ini penting dipelajari karena dengan memahami prinsip penilaian kemampuan bersastra, seorang guru dapat menyusun alat penilaian kemampuan bersastra secara tepat. Materi yang akan Anda pelajari mencakup (1) pendekatan dalam penilaian apreasiasi sastra dan konstruksi kemampuan apresiasi sastra, (2) ragam model penilaian apresiasi sastra, (3) perencanaan dan penyusunan alat penilaian apresiasi sastra, (3) pendekatan dalam penilaian proses kreatif siswa, (4) ragam model penilaian proses kreatif sastra, serta (5) perencanaan dan penyusunan alat penilaian proses kreatif sastra.

C. SUSUNAN KEGIATAN PEMBELAJARAN

Kegiatan pembelajaran terdiri atas dua tahap. Tahapan pembelajaran dalam modul ini dilakukan dengan urutan berikut.

Kegiatan Belajar 1: pendekatan dalam penilaian apresiasi sastra dan konstruksi kemampuan apresiasi sastra, ragam model penilaian apresiasi sastra, serta perencanaan dan penyusunan alat penilaian apresiasi sastra

Kegiatan Belajar 2: pendekatan dalam penilaian proses kreatif siswa, ragam model penilaian proses kreatif sastra, serta perencanaan dan penyusunan alat penilaian proses kreatif sastra

(3)

Kegiatan Belajar 1

Penilaian Apresiasi Sastra

dan Prinsip Penilaiannya

A. PENDEKATAN, TUJUAN, DAN SASARAN PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA

Sebelum mendalami lebih jauh alat penilaian dan cara melakukan penilaian apresiasi sastra, Anda perlu memahami konsep apresiasi dan tujuan apresiasi sastra. Anda pahami secara saksama paparan berikut!

Apresiasi adalah proses pengenalan, pemahaman, penghayatan, dan penikmatan terhadap karya sastra. Yus Rusyana mengungkapkan bahwa apresiasi mencakup mengenal, menggolongkan, memahami, mengapresiasi, dan mengomunikasikan. Aspek mengenal mencakup mengamati, melihat, mendengar, dan membaca. Aspek menggolongkan mencari persamaan, perbedaan, perbandingan, dan pengontrasan. Memahami berarti menafsirkan, mengartikan, mempreposisikan, menemukan pola, menggeneralisasi, mencari hubungan, dan menarik kesimpulan. Aspek apresiasi adalah menikmati dan menghargai nilai-nilai. Aspek mengomunikasikan adalah kegiatan melaksanakan dalam kegiatan-kegiatan (mendiskusikan, mengarang, dan mendramatisasikan).

Apresiasi merupakan kegiatan terpadu yang melibatkan sikap, minat, perhatian, dan keterampilan. Apresiasi melibatkan tiga unsur inti, yaitu aspek kognitif yang berkaitan dengan aspek intelektual pembaca dalam upaya memahami unsur-unsur kesastraan dalam karya sastra yang bersifat objektif yang mencakup aspek intrinsik dan unsur ekstrinsik. Aspek emotif adalah keterlibatan langsung aspek emotif pembaca untuk memahami unsur keindahan secara subjektif. Aspek evaluatif, yaitu aspek penilaian baik/buruk atau indah/tidak terhadap karya sastra. Penilaian bersifat kritik sesuai dengan kemampuan apresiator pada tahap pemahaman dan penghayatan.

Pada apresiasi sastra, dikenal berbagai pendekatan. Pada modul ini, dibahas pendekatan objektif, ekspresif, dan mimetik dalam apresiasi sastra. Pendekatan objektif adalah pendekatan yang mendasarkan pada suatu karya sastra. Dengan pendekatan objektif ini, siswa diajak menelaah karya sastra sebagai produk manusia atau artefak. Karya sastra, dalam hal ini, merupakan

(4)

suatu karya otonom yang dipisahkan dari hal-hal di luar karya itu sendiri. Dengan demikian, telaah karya sastra dengan pendekatan objektif beranjak dari aspek-aspek atau unsur-unsur yang langsung membangun karya sastra. Signifikansi dan nilai karya sastra dilihat dari unsur-unsur dan keterhubungan antarunsur karya sastra. Telaah karya sastra dengan pendekatan objektif sering dikenal dengan telaah struktural yang dimaksudkan untuk mendeskripsikan tema, peristiwa, tokoh, alur, setting, sudut pandangan, dan diksi yang terdapat dalam karya sastra.

Pendekatan ekspresif adalah pendekatan yang mendasarkan pada pencipta atau pengarang karya sastra. Telaah dengan pendekatan ekspresif ini menitikberatkan penulis, imajinasi penulis, pandangan, serta spontanitas penulis/penyair. Telaah ini didasarkan pada teori ekspresif yang memandang suatu karya seni yang secara esensial sebagai dunia internal (pengarang) yang terungkap sehingga menjadi dunia eksternal (berupa karya seni). Telaah karya sastra pada pendekatan ekspresif berfokus pada perwujudan karya sastra ditinjau dari proses kreatif penulis dengan titik tolak dorongan perasaan penulis dan hasilnya adalah kombinasi antara persepsi, pikiran, dan perasaan penulis. Sumber utama dan pokok masalah suatu novel, misalnya, adalah sifat-sifat dan tindakan-tindakan yang berasal dari pemikiran pengarangnya. Pendekatan ekspresif berkaitan dengan pendekatan biografis yang memfokuskan suatu apresiasi terhadap gagasan-gagasan dan kepribadian pengarang untuk memahami karyanya. Atas dasar pendekatan ini, karya seni dipandang sebagai refleksi kepribadian pengarang. Dengan dasar pengalaman estetis, pembaca dapat menangkap kesadaran/pengalaman pengarangnya. Untuk itu, dengan pendekatan ekspresif, penelaah hendaknya mempelajari pengetahuan tentang pribadi pengarang guna memahami karya sastranya. Telaah dengan pendekatan ekspresif dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan pengarang dalam mengungkapkan gagasan-gagasan, imajinasi, spontanitasnya, dan sebagainya.

Pendekatan mimetik adalah pendekatan yang mendasarkan pada hubungan karya sastra dengan universe (semesta) atau lingkungan sosial budaya yang melatarbelakangi lahirnya karya sastra itu. Perhatian penelaah terletak pada hubungan karya sastra dengan realitas yang melatarbelakangi kemunculannya. Pendekatan ini memandang seni sebagai tiruan dari aspek-aspek realitas, dari gagasan-gagasan eksternal dan abadi, dari pola-pola bunyi, pandangan, gerakan, atau bentuk yang muncul secara terus-menerus dan tidak pernah berubah. Pendekatan sosiologis historis memberi saran pada

(5)

pendekatan yang menempatkan karya yang sebenarnya dalam hubungannya dengan peradaban yang menghasilkannya. Peradaban di sini dapat didefinisikan sebagai sikap-sikap dan tindakan-tindakan kelompok masyarakat tertentu dan memperlihatkan bahwa sastra mewadahi sikap-sikap dan tindakan-tindakan mereka sebagai persoalan pokoknya (Rohrberger dan Woods, 1971: 9).

Dengan pendekatan-pendekatan tersebut, muncul asumsi bahwa proses apresiasi sastra adalah proses untuk (a) memahami suatu karya atas dasar teks tertulis, (b) memahami karya sastra perlu memahami pengarangnya karena memandang teks karya sastra itu sebagai pengungkapan pengalaman, perasaan, imajinasi, persepsi, dan sikap pengarangnya, serta (c) memahami karya sastra perlu menghubungkannya dengan realitas yang terjadi di masyarakatnya. Integrasi tiga pendekatan tersebut memunculkan langkah apresiasi sastra yang perlu dipahami atas dasar teks tertulisnya, kemudian menentukan pengalaman, perasaan, dan imajinasi penulis. Setelah itu, siswa perlu menghubungkan karya sastra dengan realitas atau kehidupan bangsa sebagai latar belakang penulisannya.

Pendekatan tersebut mengarahkan tujuan pembelajaran apresiasi sastra. Penyatuan ketiga pendekatan tersebut memunculkan rumusan tujuan apresiasi sastra yang berkaitan dengan aspek intrinsik dan ekstrinsik karya sastra. Bertumpu pada ketiga pendekatan di atas, dapat dirumuskan bahwa tujuan pembelajaran apresiasi sastra adalah memfasilitasi siswa untuk menggauli sastra secara sungguh-sungguh sehingga menumbuhkan pengertian, penghargaan, kepekaan kritis, dan kepekaan perasaan. Belajar sastra adalah belajar tentang hidup. Dengan memahami karya sastra, manusia memperoleh gizi batin sehingga sisi-sisi gelap manusia bisa tercerahkan melalui kristalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra. Teks sastra merupakan layar tempat diproyeksikan pengalaman psikis manusia. Bekal awal belajar sastra adalah kepekaan emosi/perasaan serta pengetahuan dan pengalaman yang berhubungan dengan masalah kehidupan dan kemanusiaan (bisa diperoleh dengan cara menghayati kehidupan secara intensif atau membaca buku-buku humanitas/psikologi, pemahaman aspek kebahasaan, pemahaman unsur intrinsik, dan sering menggauli karya sastra.

Sasaran penilaian hasil apresiasi sastra sasaran penilaian mencakup aspek kognitif, aspek emotif, dan aspek evaluatif. Sasaran penilaian proses adalah tahapan apresiasi, kesulitan yang dialami siswa dalam mengapresiasi, dan keterlibatan siswa dalam pembelajaran apresiasi untuk menumbuhkan sikap positif/nilai-nilai tertentu.

(6)

Tujuan pembelajaran apresiasi sastra adalah memfasilitasi siswa untuk menggauli sastra secara sungguh-sungguh sehingga menumbuhkan pengertian, penghargaan, kepekaan kritis, dan kepekaan perasaan. Dalam apresiasi sastra, sasaran penilaian mencakup aspek kognitif, aspek emotif, dan aspek evaluatif. Belajar sastra adalah belajar tentang hidup. Memahami karya sastra manusia memperoleh gizi batin sehingga sisi-sisi gelap manusia bisa tercerahkan melalui kristalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra. Teks sastra merupakan layar tempat diproyeksikan pengalaman psikis manusia. Bekal awal belajar sastra adalah kepekaan emosi/perasaan, pengetahuan dan pengalaman yang berhubungan dengan masalah kehidupan dan kemanusiaan (bisa diperoleh dengan cara menghayati kehidupan secara intensif atau membaca buku-buku humanitas/psikologi, pemahaman aspek kebahasaan, pemahaman unsur intrinsik, dan sering menggauli karya sastra.

Secara lebih khusus, dijelaskan kategori kemampuan membaca karya sastra. Indikator kemampuan membaca karya sastra dibedakan menjadi empat kategori, yakni (1) hasil belajar informasi, (2) hasil belajar konsep, (3) hasil belajar perspektif, dan (4) hasil belajar apresiasi. Uraian masing-masing kategori sebagai berikut (Disick, 1990: 101).

Hasil belajar informasi berkaitan dengan pemahaman hal-hal pokok dalam sastra, baik yang menyangkut data tentang suatu karya sastra maupun data lain yang digunakan untuk menafsirkan karya sastra. Yang termasuk dalam kategori ini adalah kemampuan memahami biografi pengarang (nama, status sosial, riwayat hidup, dan lain-lain), kemampuan memahami genre sastra, memahami konvensi-konvensi dalam karya sastra, dan sebagainya yang terkait dengan teori kesastraan.

Hasil belajar konsep berkaitan dengan persepsi siswa tentang bagaimana unsur-unsur karya sastra itu diorganisasikan. Masalah yang ditekankan berkaitan dengan unsur-unsur karya sastra dan hubungan antarunsur tersebut. Siswa diharapkan menganalisis dan menyintesis unsur-unsur dalam karya sastra, misalkan kemampuan untuk menganalisis mengapa seorang pengarang memilih unsur seperti itu dan apa efeknya terhadap karya yang dihasilkan, konflik apa saja yang timbul, atau mengapa penyair memilih bentuk tertentu.

Hasil belajar perspektif berkaitan dengan kemampuan siswa menilai karya sastra yang dibaca. Siswa dituntut memberikan pandangan dan mereaksi suatu karya sastra setelah siswa memahami karya sastra tersebut. Permasalahan yang dibahas menyangkut ada tidaknya manfaat sebuah karya sastra, ada tidaknya kesesuaian karya sastra tersebut dengan realitas yang

(7)

ada, dan sebagainya. Oleh karena itu, siswa dituntut untuk mampu menghubungkan sesuatu yang ada dalam karya sastra dan sesuatu yang ada di luar karya sastra. Siswa dituntut untuk memahami secara kreatif.

Pada hasil belajar perspektif, siswa dituntut untuk mengenali dan memahami bahasa sastra melalui ciri-cirinya, kemudian membandingkan efektivitasnya dengan penuturan bahasa secara umum. Kategori kognitif yang termasuk di dalamnya antara lain adalah kemampuan mengenal, memahami, menganalisis, membandingkan, menggeneralisasi, dan menilai bentuk-bentuk kebahasaan yang dipergunakan dalam suatu karya sastra. Yang termasuk pula dalam kategori ini adalah jawaban atas pertanyaan-pertanyaan, mengapa pengarang memilih bentuk-bentuk linguistik tertentu, apa efeknya terhadap karya yang dihasilkan, ragam bahasa yang digunakan, dan sebagainya.

Purves (dalam Harsiati, 2003) mengklasifikasikan hasil belajar sastra menjadi empat kategori yang meliputi (1) hasil belajar pengetahuan, (2) hasil belajar penerapan, (3) hasil belajar respons, dan (4) hasil belajar partisipasi. Hasil belajar kategori pengetahuan ini berkaitan dengan hasil belajar kognitif mengenai sastra. Siswa dituntut untuk mengenal dan memahami sejumlah fakta yang berkaitan dengan karya sastra.

Hasil belajar penerapan berkaitan dengan kemampuan siswa mengaplikasikan sejumlah konsep, prinsip, atau prosedur yang berkaitan dengan masalah kesusastraan. Siswa mengaplikasikan kemampuan kognitifnya dalam menganalisis karya sastra.

Hasil belajar respons mengacu pada keseluruhan persepsi, respons, kognitif, psikomotor, dan afektif yang terjadi ketika seseorang membaca, mendengar, atau mengamati penampilan suatu karya sastra. Kategori ini dibedakan lagi menjadi dua macam, yakni hasil belajar respons reseptif dan hasil belajar respons ekspresif. Hasil belajar respons reseptif adalah respons siswa yang berkaitan dengan perilaku kognitif sehubungan dengan kegiatan klasifikasi dan analisis suatu karya sastra. Bentuknya berupa analisis segmen, hubungan, dan organisasi atau keseluruhan. Analisis reseptif dibedakan lagi menjadi dua, yakni analisis bentuk dan analisis isi. Hasil analisis respons ekspresif adalah respons yang berkaitan dengan rekreasi karya sastra sebagai karya seni. Bentuknya bisa berupa pembacaan puisi secara lisan, dramatisasi, dan menceritakan kembali hasil pembacaan secara artistik serta mengubah karya sastra dalam berbagai bentuk.

Hasil belajar kategori partisipasi berkaitan dengan unsur afektif. Kategori ini perlu dikembangkan sebab salah satu fungsi pengajaran sastra

(8)

adalah alat untuk mengembangkan unsur sikap. Pengukuran aspek ini banyak menggunakan alat-alat evaluasi nontes.

Jika kategori ini yang digunakan, akan lebih cocok jika pendekatan pragmatik (teori respons pembaca) dimanfaatkan sebagai landas tumpu penilaian apresiasi sastra. Dengan berpijak pada paparan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa sasaran penilaian kemampuan apresiasi sastra dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu respons reseptif dan respons ekspresif. Respons reseptif berkaitan dengan klasifikasi dan analisis suatu karya sastra. Indikator kemampuan respons reseptif berupa kemampuan (a) menentukan unsur intrinsik karya sastra dengan menerapkan sejumlah prinsip/cara penentuan unsur intrinsik karya sastra, (b) kemampuan menganalisis segmen, hubungan, dan organisasi keseluruhan karya sastra (baik isi maupun bentuk), (c) kemampuan merefleksikan secara personal, serta (d) kemampuan menilai karya sastra yang dibaca/dilihat/didengar. Kemampuan merefleksi secara personal menuntut respons siswa seandainya menjadi tokoh tertentu pada karya sastra atau mengalami suasana tertentu seperti yang tergambarkan pada karya sastra. Kemampuan menilai karya sastra menuntut siswa memberikan pandangan dan mereaksi suatu karya sastra setelah siswa memahami karya sastra tersebut. Penilaian dapat dilakukan dengan kriteria internal karya sastra ataupun kriteria eksternal. Contoh penilaian dengan kriteria eksternal adalah penilaian ada tidaknya manfaat sebuah karya sastra atau ada tidaknya kesesuaian karya sastra tersebut dengan realitas yang ada sekarang. Oleh karena itu, siswa dituntut untuk mampu menghubungkan sesuatu yang ada dalam karya sastra dan sesuatu yang ada di luar karya sastra. Siswa dituntut untuk memahami secara kreatif. Pada indikator respons reseptif penilaian atau yang disebut purves hasil belajar perspektif, siswa dituntut untuk mengenali dan memahami bahasa sastra melalui ciri-cirinya, kemudian membandingkan efektivitasnya dengan penuturan bahasa secara umum.

Secara ringkas, kemampuan yang diharapkan pada jenis respons reseptif ini adalah kemampuan mengenal, memahami, menganalisis, membandingkan, menggeneralisasi, merefleksi, dan menilai bentuk ataupun isi karya sastra. Yang termasuk pula dalam kategori respons reseptif terhadap bentuk karya sastra adalah jawaban atas pertanyaan-pertanyaan, mengapa pengarang memilih bentuk-bentuk linguistik tertentu dan apa efeknya terhadap karya yang dihasilkan, ragam bahasa yang digunakan, serta bentuk teknik penokohan yang digunakan dan efeknya terhadap karya sastra.

(9)

Penilaian terhadap isi dapat berupa penilaian kebermaknaan isi yang diungkapkan pengarang atau relevansi isi dengan kehidupan saat ini.

Jadi, respons reseptif adalah kemampuan memahami dan menyimpulkan unsur intrinsik karya sastra yang dibaca/didengar dan menganalisisnya bukti simpulan yang ditentukan (pembaca menunjukkan bukti yang mendukung simpulannya). Selain itu, kemampuan jenis respons reseptif ini menganalisis mengapa pengarang/penyair menggunakan teknik tertentu dan apa efeknya terhadap karya sastra yang dihasilkan dan dilanjutkan dengan penghargaan terhadap karya sastra yang dihasilkan. Kemampuan respons reseptif juga mencakup kemampuan merefleksikan hasil dengan kondisi personal (seandainya aku menjadi ..., seandainya aku mengalami ...). Ini termasuk juga kemampuan merefleksikan isi karya sastra dengan kehidupan masa kini. Tingkatan tertinggi respons reseptif adalah kemampuan menilai karya sastra, baik dari segi bentuk maupun isi.

Kategori kedua kemampuan apresiasi sastra adalah kemampuan respons ekspresif. Kemampuan ini menuntut siswa melakukan rekreasi karya sastra yang dibaca atau didengar. Kategori ini berupa kemampuan siswa untuk menampilkan kembali hasil apresiasi sastra ke dalam bentuk lain. Yang termasuk dalam kategori rekreasi karya sastra adalah musikalisasi puisi, teatrikal cerpen yang dibaca/didengar, atau menampilkan/dramatisasi hasil apresiasi terhadap naskah drama.

Dengan uraian di atas, secara ringkas dirumuskan kemampuan apresiasi sastra meliputi kemampuan berikut.

1. Respons Reseptif

a. Kemampuan memaknai penggunaan kata, simbol, dan gaya bahasa dalam karya sastra.

b. Kemampuan menentukan unsur intrinsik karya sastra.

c. Kemampuan menunjukkan bukti unsur intrinsik yang ditentukan. d. Kemampuan merangkum/meringkas isi yang disampaikan pengarang

pada karya sastra dengan sudut pandang pembaca.

e. Kemampuan menganalisis hubungan antarunsur intrinsik sastra.

f. Kemampuan menganalisis efek yang ditimbulkan dengan penggunaan bentuk karya sastra terhadap isi (efek pemilihan kata tertentu, teknik penokohan, dan penggunaan rima tertentu terhadap karya sastra yang dihasilkan).

(10)

h. Kemampuan mengevaluasi penggunaan kebahasaan sebagai media pengungkapan.

i. Kemampuan mengkritik aspek isi karya sastra. 2. Respons Ekspresif

a. Kemampuan memilih bentuk rekreasi yang sesuai dengan hasil apresiasi. b. Kemampuan menampilkan hasil apresiasi dengan memberikan sentuhan

kreativitas pada aspek lisan (intonasi, gesture, dan ekspresi).

c. Kemampuan menampilkan hasil apresiasi dengan memberikan sentuhan kreativitas pada penampilan (teknik penyajian pada waktu musikalisasi puisi dan memerankan).

d. Kemampuan menampilkan hasil apresiasi dengan memberikan sentuhan kreativitas pada isi karya sastra.

c. Kemampuan menampilkan hasil apresiasi dengan sentuhan kreativitas pada bentuk (mengubah dari bentuk cerpen menjadi drama).

d. Kemampuan menampilkan hasil apresiasi dengan memberikan sentuhan kreativitas pada aspek properti.

Kemampuan respons reseptif dan kemampuan respons ekspresif diterapkan dalam pembelajaran puisi, pembelajaran prosa fiksi, dan pembelajaran drama. Secara ringkas, kedua bentuk kemampuan apresiasi tersebut dipaparkan berikut.

(11)

Gambar 8.1

Contoh pertanyaan respons reseptif puisi sebagai berikut. (1) Apa makna atau tema pada puisi itu? (2) Bagaimana kesan yang dikandungnya? (3) Bagaimana nadanya? (4) Apakah maksud atau tujuan penyair? (5) Bagaimana keselarasan antara keempat unsur itu? (6) Bagaimana diksi yang digunakan? (7) Sesuaikah penggunaan kata konkret (the concrete word) pada puisi? (8) Tepatkah penggunaan majasnya? (9) Bagaimana ritme dan rimanya? (10) Bagaimana hubungan antara metode penggarapan unsur intrinsik yang digunakan dan dampak pada karya sastra/puisi yang dihasilkan? Jika jawaban atas pertanyaan di atas sudah diperoleh, apresiasi dilanjutkan pada dapat aspek emotif dan reflektif. Kegiatan emotif dilakukan dengan mengajukan pertanyaan apa suasana yang kamu rasakan dengan membaca karya tersebut, bagaimana perasaanmu jika kamu mengalami

(12)

pengalaman batin seperti yang terdapat pada puisi tersebut, apa yang akan kamu lakukan setelah memperoleh pengalaman batin seperti pada puisi tersebut, apa pengalaman batin pada puisi tersebut berkaitan dengan kehidupan sekarang, serta bagaimana menggunakan pengalaman batin tersebut untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Pertanyaan bisa terus dilanjutkan pada kemampuan menilai kebermaknaan isi dan relevansi isi dengan kondisi saat ini.

Contoh pertanyaan respons reseptif cerpen sebagai berikut. (1) Siapa tokoh pada cerpen di atas? (2) Bagaimana watak tokoh pada cerpen dan tunjukkan bukti kutipan pada cerpen? (3) Bagaimana rangkaian sebab akibat yang terjadi pada cerpen di atas (jelaskan tahapan alur cerita dari awal sampai akhir)? (4) Latar apa saja yang terdapat pada cerpen? (5) Jelaskan tema cerpen di atas dan beri alasannya! (6) Bagaimana keselarasan antara unsur intrinsik cerpen tersebut? (7) Bagaimana efek teknik penokohan, sudut pandang, dan pilihan kata yang digunakan terhadap cerpen? (6) Bagaimana diksi yang digunakan dalam cerpen? (7) Adakah unsur keunikan pada tema, tokoh, dan setting pada cerita? Adakah unsur keunikan pada penggarapan teknik penokohan, setting, sudut pandang, pembukaan cerita, dialog, atau aspek lain pada cerpen? (8) Sesuaikah penggunaan teknik penokohan dengan tema yang diungkapkan? (9) Tepatkah penggunaan bahasa pada cerpen tersebut? (10) Bagaimana hubungan antara metode penggarapan unsur intrinsik yang digunakan dan dampak pada cerpen yang dihasilkan? (11) Bagaimana perasaanmu seandainya menjadi tokoh pada cerpen? (12) Apa yang kamu lakukan seandainya kamu mengalami konflik seperti Firman? (13) Apakah nilai pada cerpen tersebut masih relevan dengan kehidupan sekarang? (14) Apakah ada kemanfaatan isi yang dapat kamu petik dari membaca cerpen tersebut? (15) Apakah ada keselarasan antarunsur intrinsik dalam cerpen tersebut?

Jika jawaban pertanyaan tersebut sudah diperoleh, apresiasi dilanjutkan pada dapat aspek emotif dan reflektif. Kegiatan emotif dilakukan dengan mengajukan pertanyaan apa suasana yang kamu rasakan dengan membaca karya tersebut, bagaimana perasaanmu jika kamu mengalami pengalaman batin seperti yang terdapat pada puisi tersebut, apa yang akan kamu lakukan setelah memperoleh pengalaman batin seperti pada puisi tersebut, apa pengalaman batin pada puisi tersebut berkaitan dengan kehidupan sekarang, dan bagaimana menggunakan pengalaman batin tersebut untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Pertanyaan bisa terus dilanjutkan pada kemampuan menilai kebermaknaan isi dan relevansi isi dengan kondisi saat ini.

(13)

B. PRINSIP PENILAIAN APRESIASI SASTRA

Penilaian apresiasi sastra harus dilakukan dengan prinsip-prinsip tertentu. Prinsip menilai apresiasi sastra dirumuskan berdasarkan kajian terhadap tujuan apresiasi sastra, tujuan penilaian, dan sasaran penilaian apresiasi sastra.

1. Menggunakan rangsang karya sastra (menuntun siswa menggauli karya sastra)

Tujuan apresiasi sastra adalah siswa dapat memahami dan mengapresiasi pengalaman pengarang/penyair tentang kehidupan. Karena itu, pembelajaran dan penilaian apresiasi sastra langsung melibatkan siswa untuk membaca/mendengar karya sastra. Penilaian apresiasi sastra bukan pada tingkatan pengetahuan atau informasi. Pengetahuan tentang sastra hanya digunakan pada pembelajaran untuk mempertajam hasil apresiasi. 2. Penilaian apresiasi sastra mencakup berbagai tingkatan apresiasi

Penilaian menuntut siswa untuk membaca/mendengarkan karya sastra, kemudian memahami, menganalisis, menghayati, dan menghargai karya sastra. Penilaian apresiasi sastra perlu komprehensif yang mencakup keseluruhan tahapan mengapresiasi karya sastra.

3. Menuntut siswa memberikan respons setelah membaca/mendengar karya sastra dengan berbagai tingkatan respons (respons reseptif dan respons produktif)

Tujuan pembelajaran apresiasi sastra adalah memfasilitasi siswa untuk menggauli sastra secara sungguh-sungguh sehingga menumbuhkan pengertian, penghargaan, kepekaan kritis, dan kepekaan perasaan. Dalam apresiasi sastra, sasaran penilaian mencakup aspek kognitif, aspek emotif, dan aspek evaluatif. Sasaran tersebut secara komprehensif dan terintegrasi dengan penilaian apresiasi sastra.

4. Penentuan unsur intrinsik dengan melacak bukti pada karya sastra Hal ini dilakukan untuk melatih proses berpikir kritis siswa. Tugas ataupun soal disusun tidak hanya menentukan unsur intrinsik suatu karya sastra, tetapi juga membuktikan mengapa sampai pada simpulan tertentu. 5. Penilaian hasil terfokus pada kesesuaian jawaban siswa dengan karya

sastra yang didengar/didengarnya

Pedoman penyekoran memberikan rentang apresiasi dengan bukti/ argumen yang diungkapkan. Kesesuaian argumen dengan hasil apresiasi perlu diadopsi. Penyekoran bukan secara eksak, tetapi rentangan yang disesuaikan dengan argumen yang dikemukakan.

(14)

6. Penilaian harus mencakup penilaian hasil dan penilaian proses

Penilaian apresiasi sastra harus mencakup penilaian hasil dan proses dalam pembelajaran apresiasi sastra. Aspek hasil adalah kemampuan memaknai, menentukan unsur intrinsik dan bukti yang mendukung, kemampuan menghargai, serta merefleksikan karya sastra yang didengar/dibaca. Penilaian proses mengumpulkan informasi tentang proses siswa mengapresiasi dan perilaku yang tumbuh dalam proses pembelajaran dalam kurun waktu tertentu.

Hal itu didasarkan pada pendapat bahwa belajar sastra adalah belajar tentang hidup. Memahami karya sastra manusia memperoleh gizi batin sehingga sisi-sisi gelap manusia bisa tercerahkan melalui kristalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra. Teks sastra merupakan layar tempat diproyeksikan pengalaman psikis manusia. Bekal awal belajar sastra adalah kepekaan emosi/perasaan, pengetahuan dan pengalaman yang berhubungan dengan masalah kehidupan dan kemanusiaan (bisa diperoleh dengan cara menghayati kehidupan secara intensif atau membaca buku-buku humanitas/psikologi), pemahaman aspek kebahasaan, pemahaman unsur intrinsik, dan sering menggauli karya sastra.

7. Penilaian apresiasi sastra menilai kemampuan siswa melakukan transfer Penilaian apresiasi sastra menilai kemampuan siswa mentransfer langkah-langkah apresiasi yang dikuasai pada karya sastra lain yang memiliki genre sama. Dengan demikian, karya sastra yang digunakan sebagai pembelajaran hendaknya berbeda dengan kutipan karya sastra yang digunakan untuk penilaian.

C. ALAT PENILAIAN DALAM PENILAIAN APRESIASI SASTRA 1. Alat Penilaian Proses pada Penilaian Apresiasi Sastra

Alat penilaian proses dalam apresiasi sastra mencakup portofolio, lembar pengamatan, dan jurnal refleksi. Portofolio apresiasi sastra memberikan informasi tentang perkembangan apresiasi sastra dalam kurun waktu tertentu. Dari portofolio tersebut, dapat diketahui minat siswa terhadap karya sastra. Dengan lembar pengamatan, dapat diketahui keterlibatan siswa dalam pembelajaran, sikap/perilaku yang muncul dalam pembelajaran tertentu, serta kesulitan yang dialami pada waktu pembelajaran apresiasi sastra. Jurnal refleksi memberikan informasi tentang langkah yang dilakukan siswa untuk mencapai hasil, kesulitan yang dirasakan, dan kekuatan yang dirasakan siswa dari sudut pandang siswa.

(15)

Contoh lembar pengamatan proses Nama Kerja sama (mau berpartisipasi dalam menyelesaikan tugas kelompok) Kecermatan dan konsentrasi (dapat berkonsentrasi/penuh perhatian menyimak) Tanggung jawab (menyelesaikan tugas sampai selesai) Taat aturan (ketepatan prosedur yang disepakati)

Jurnal refleksi apresiasi sastra

Jurnal refleksi berisi refleksi langkah yang telah dilakukan siswa dalam apresiasi sastra. Selain itu, jurnal refleksi berisi kesulitan dan bagian yang sudah dipahami/belum dipahami oleh siswa. Contoh alat penilaian jurnal refleksi dalam pembelajaran apresiasi sastra dipaparkan berikut.

Nama:

Refleksi respons reseptif

1.Langkah yang saya lakukan dalam menentukan tema puisi adalah

... ... ... ... ... 2. Kesulitan saya dalam menentukan unsur intrinsik puisi adalah

... ... ... 3. Upaya yang telah saya lakukan untuk mengatasi kesulitan adalah

... ... ... ... ... ... ... ...

(16)

2. Alat Penilaian Hasil pada Penilaian Apresiasi Sastra

Dari kajian tujuan dan karakteristik kemampuan apresiasi sastra di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan apresiasi sastra merupakan keterampilan berpikir yang dapat diukur dengan tes. Tes yang digunakan dapat berbentuk objektif ataupun esai. Tes esai digunakan untuk memperoleh informasi tentang kemampuan respons reseptif yang meliputi keterampilan mentransfer cara mengapresiasi dalam konteks karya satra yang berbeda. Tes digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa memahami, menganalisis, mengkritik, menghargai, dan merefleksikan pengalaman dari karya sastra yang dibaca. Selain tes, alat yang digunakan pada penilaian hasil adalah unjuk kerja. Penilaian dengan unjuk kerja digunakan jika guru akan menilai kemampuan respons ekspresif, misalnya musikalisasi puisi, teatrikal cerpen, membacakan puisi, dan sebagainya.

Ada sejumlah langkah yang harus dilakukan untuk menyusun alat penilaian hasil apresiasi sastra. Amati contoh bentuk alat penilaian hasil apresiasi sastra berikut!

Contoh 1: Alat penilaian apresiasi respons reseptif berupa tes (esai dan objektif)

Menemukan unsur-unsur intrinsik teks drama yang didengar melalui pembacaan.

KD: menemukan tema, latar, dan penokohan pada cerpen-cerpen dalam satu kumpulan cerpen.

Indikator

1. Menentukan/mengidentifikasi/tokoh pada cerpen yang dibaca.

2. Menentukan watak tokoh dengan bukti pada kutipan dari cerpen yang dibaca.

3. Menentukan latar dari cerpen yang dibaca. 4. Menyimpulkan tema dari cerpen yang dibaca. Teknik: tes tertulis (esai dan objektif), penilaian individu. Prosedur: di akhir pembelajaran (di akhir pertemuan kedua) Alat penilaian

(17)

Jon dan Con anak kembar. Jon kepala regu, aku wakilnya, dan Con

bren-schutter. Kami bersepuluh sedang memandang daerah patroli “Tijger

Brigade” dengan saksama dari puncak bukit “Panci”, pos kami terdepan yang kami namai begitu karena rupanya dari jauh seperti panci terbalik. Con berjongkok di samping kakaknya yang sedang meneropong semak-semak dan kampung-kampung di bawah kami dengan teliti. Mereka sama tinggi, hampir sama raut mukanya dan sama muda: 17 tahun.

“Babi bule ini aku mampuskan.” Desisnya dengan mata merah dan muka hitam. “Sempat-sempatnya menusuk Jon. Kenapa tidak ditembak kalau mau membunuh? Mengapa mencari sakitnya?” Ia lebih berbicara pada diri sendiri daripada padaku. Ia memopor pantat Belanda yang sekepala lebih besar daripadanya.

“Ayo, cepat! Aku tusuk perutmu nanti!” “Yang menusuk bukan dia, Con!”

“Mereka punya dosa kolektif. Mereka semua harus bertanggung jawab.” “Kita tentara, Con!”

“Ah, kamu, kamu bukan apa-apanya Jon. Kamu gampang bicara.” Ia menangis.

“Oke, Con. Cepatlah kamu berjalan dulu mencari kawan-kawan.” “Tidak, babi bule ini harus aku sembelih dulu!” dengan penuh dendam ia menelan Belanda yang terhuyung-huyung itu dengan pandangnya.”

“Kamu gila.”

“Tak pernah aku sewaras ini.” “Kamu tidak berpikir.”

Ketika itu ada suara memanggil. Otomatis kami rebah ke tanah, Belanda itu juga, Partner Con datang membawa brennya. “Asyuu kamu meninggalkan aku!” katanya.

“Silakan duduk-duduk dulu saudara-saudara. Eh-eh-eh-eeeh.” Ia menggandeng kami ke serambi sebuah rumah. Kami lihat Belanda itu diikat pada sebatang pohon kelapa. Juga kulihat seorang anggota gerombolan mencabut bambu dari pagar dan mulai meruncingkannya.

“Mau apa mereka?” bisik Con.

(18)

Con terdiam. Pikiranku kacau, sukar untuk mengatur. Bambu itu sudah mulai kelihatan lancip. Rakyat banyak datang melihat. Pada wajah mereka tak ada kulihat kasihan. Mereka butuh sensasi. Mereka sendiri kerap memukuli orang sampai mati. Atau membacoknya. Meskipun orang itu hanya meliling ketala. Zaman telah membuat mereka kejam.

“Bagaimana aku harus mengatakan pada ibu bahwa Jon mati?” kata Con sambil menutupi mukanya dengan kedua belah tangan.

“Aku ikut dengan kamu nanti.”

“Anak ibu cuma dua.” Ia mengeluh. “Tinggal satu.”

Dan aku teringat betapa kasih sayang ibu anak kembar itu pada mereka. Besar nian idam-idaman kedua orang tua itu mengenai kedua anaknya itu. Jon harus menjadi dokter dan Con harus menjadi insinyur, kata mereka. Dan kebetulan, kedua anak itu cita-citanya juga demikian. Apakah memang mereka yang mengatakan idam-idamannya itu pada orangtuanya, aku tak tahu.

“Aku takut hati ibu akan patah.”

“Ah tidak. Waktu akan mengobati segalanya.” “Ibu punya penyakit jantung.”

Aku pandang wajahnya. Aku baru tahu.

“Bagaimana cara mengatakannya dengan hati-hati?” tanya lagi.

“Memang aku tidak menggugatmu, Nug. Aku cuma menyesal, bahwa Jon mati. Kau tahu, Nug, ia tidak hanya saudara biasa. Ia kawan yang setia. Kami berdua saling mengisi. Ia dengan sifat tegasnya, sifat yang cepat memutuskan dan menindakkan. Aku yang terlalu banyak perhitungan. Aku banyak pikir dan banyak timbang. Ia yang impulsif dan penuh aktivitas.”

“Aku mengerti, Con. Seandainya Jon bisa hidup kembali, aku mau mati untuk gantinya.”

“Dia putra tunggal, katanya tadi waktu kutanyai rupa-rupa. Lainnya perempuan-perempuan. Ibunya akan menantinya dengan sia-sia. Seperti ibu menanti kedatangan Jon dengan sia-sia.” Ia memandang tegang kepada Belanda yang terikat pada pohon kelapa itu.

“Dan mata-mata yang kita tembak bersama-sama?”

“Itu suatu hukuman, Nug. Hal itu sudah diputus oleh pengadilan militer di medan perang. Kita hanya melaksanakan hukum negara kita. “Itu lain. Tapi, membunuh Belanda ini tidak dilindungi oleh hukum. Menurut hukum internasional, ia tawanan yang harus dipelihara. Itu dilihat dari sudut hukum. Kaubilang sendiri kita bukan gerombolan, tetapi tentara.”

(19)

“Hm.” “Nug!” “Heh?”

“Pembunuhan itu harus kita cegah”

“Wah! Perubahan 180 derajat dalam pikiranmu!”

“Betul, Nug. Kalau aku sudah berpikir, segalanya berubah.”

Contoh tes esai

Dari cerpen di atas, jawablah pertanyaan berikut! 1) Siapa saja tokoh yang terlibat pada cerpen di atas?

2) Bagaimana watak Nug, Con, dan tentara Belanda? Tunjukkan bukti kutipan pada cerpen!

3) Di mana peristiwa yang dialami Nug dan Con terjadi? 4) Bagaimana urutan peristiwa yang terjadi pada cerpen di atas? 5) Simpulkan tema cerpen di atas!

Contoh tes objektif

1) Berikut ini adalah tokoh yang terlibat pada cerpen di atas, kecuali .... A. Nug

B. Con C. Jon D. Don

2) Bukti bahwa Nug berwatak bijaksana adalah ....

A. mencoba menenangkan Con dengan alasan-alasan yang manusiawi B. mencoba menenangkan Jon dengan alasan-alasan logis

C. mencoba menenangkan Con dengan mengingat masa lalu D. mencoba menenangkan Jon dengan aturan-aturan hukum 3) Latar terjadinya cerpen di atas adalah ....

A. peperangan zaman Belanda B. peperangan zaman Jepang

C. peperangan zaman setelah kemerdekaan D. peperangan gerilya setelah kemerdekaan 4) Tema drama di atas adalah ….

A. balas dendam diperlukan untuk orang-orang yang bersalah B. lebih baik memaafkan daripada membalas dendam C. balas dendam mengakibatkan kehancuran

(20)

Kunci jawaban

1) D 2) A 3) A 4) D

Contoh rubrik apresiasi cerpen

Hal yang

dinilai Pertanyaan pemandu/ rambu jawaban

Skor 3 2 1

Ketepatan pemahaman tokoh

Apakah tokoh yang ditemukan sesuai? Nug, Con, Jon, tentara Belanda Ketepatan

pemahaman watak

Apakah uraian watak tokoh sesuai dan disertai bukti yang tepat?

Nug berwatak bijaksana dibuktikan dengan dialog berikut.

“Aku mengerti, Con. Seandainya Jon bisa hidup kembali, aku mau mati untuk gantinya.”

“Dia putra tunggal,” katanya tadi waktu kutanyai rupa-rupa. “Lainnya perempuan-perempuan. Ibunya akan menantinya dengan sia-sia. Seperti ibu menanti kedatangan Jon dengan sia-sia.” Ia memandang tegang kepada Belanda yang terikat pada pohon kelapa itu.

Con berwatak melankolis dibuktikan dengan, “Anak ibu cuma dua.” Ia mengeluh. “Tinggal satu.”

Dan aku teringat betapa kasih sayang ibu anak kembar itu pada mereka. Besar nian idam-idaman kedua orang tua itu mengenai kedua anaknya itu. Jon harus menjadi dokter dan Con harus menjadi insinyur, kata mereka. Dan kebetulan, kedua anak itu cita-citanya juga demikian. Apakah memang mereka yang mengatakan idam-idamannya itu pada orang tuanya, aku tak tahu.

“Aku takut hati ibu akan patah.”

“Ah, tidak. Waktu akan mengobati segalanya.” “Ibu punya penyakit jantung.”

Aku pandang wajahnya. Aku baru tahu.

“Bagaimana cara mengatakannya dengan hati-hati?” tanya lagi.

“Memang aku tidak menggugatmu, Nug. Aku cuma menyesal bahwa Jon mati. Kau tahu, Nug, ia tidak hanya saudara biasa. Ia kawan yang setia. Kami berdua saling mengisi.

Con juga tidak berwatak keras kepala karena bukti mau mendengar saran teman dan berpikir logis.

“Dan, mata-mata yang kita tembak bersama-sama?” “Itu suatu hukuman Nug. Hal itu sudah diputus oleh pengadilan militer di medan perang. Kita hanya melaksanakan hukum negara kita.”

(21)

Hal yang dinilai Pertanyaan pemandu/ rambu jawaban Skor 3 2 1

“Itu lain. Tapi, membunuh Belanda ini tidak dilindungi oleh hukum. Menurut hukum internasional, ia tawanan yang harus dipelihara. Itu dilihat dari sudut hukum. Kaubilang sendiri kita bukan gerombolan, tetapi tentara.”

“Hm.” “Nug!” “Heh?”

“Pembunuhan itu harus kita cegah.”

“Wah! Perubahan 180 derajat dalam pikiranmu!” “Betul, Nug. Kalau aku sudah berpikir, segalanya berubah.”

Jon bersifat tegas.

“Kau tahu, Nug, ia tidak hanya saudara biasa. Ia kawan yang setia. Kami berdua saling mengisi. Jon dengan sifat tegasnya, sifat yang cepat memutuskan dan menindakkan. Aku yang terlalu banyak perhitungan. Aku banyak pikir dan banyak timbang. Ia yang impulsif dan penuh aktivitas.”

Ketepatan

tema Apakah tema yang disampaikan sesuai dengan gagasan pokok peristiwa yang ditemukan? Tentara dalam melaksanakan tugasnya tidak boleh diwarnai dendam pribadi.

Contoh 2: Penilaian apresiasi (responsi ekspresif) berupa unjuk kerja spontan dan tugas

Penilaian unjuk kerja langsung/spontan dilakukan guru dengan menugaskan siswa dalam waktu relatif pendek di kelas merancang unjuk kerja. Setelah merancang sekitar 20—25 menit, siswa secara kelompok tampil di depan kelas. Misalnya, guru memberikan puisi pendek kepada kelompok-kelompok siswa untuk dimusikalisasi (diberi nada secara orisinal atau menggunakan nada/lagu yang sudah ada). Siswa diminta berlatih sekitar 20—25 menit baru ditampilkan bergantian di depan kelas.

Kompetensi dasar

Menyanyikan puisi yang sudah dimusikalisasikan dengan berpedoman pada kesesuaian isi puisi dan suasana atau irama yang dibangun.

Indikator

a. Mampu memberi nada/lagu yang sesuai suasana isi puisi.

(22)

c. Mampu menampilkan musikalisasi puisi dengan gaya yang selaras untuk semua anggota tim.

d. Mampu menampilkan musikalisasi puisi dengan gaya yang selaras untuk semua anggota tim.

No. Kegiatan Aspek yang diamati Alat

1. Kegiatan awal

Berdoa dan presensi

Kegiatan apersepsi

Guru menggali skemata dan merangsang pengetahuan siswa tentang musikalisasi puisi. • Membuat kontrak kerja

dengan siswa meliputi langkah pembuatan hingga penilaian.

• Kekritisan dan keaktifan siswa dalam merespons tanya jawab guru • Keaktifan dan kekritisan

siswa

Lembar pengamatan

proses

2. Kegiatan inti

• Siswa mengamati contoh musikalisasi puisi dari demonstrasi guru.

• Guru bertanya jawab tentang ciri dan cara melakukan musikalisasi puisi.

• Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok dan tiap kelompok diberi sebuah puisi untuk dimusikalisasi.

• Siswa berdiskusi secara berkelompok untuk menentukan suasana puisi yang akan dimusikalisasikan.

• Siswa juga membuat nada yang tepat atau memilih lagu yang sudah tersedia dan diaplikasikan nadanya pada sebuah puisi yang sudah dipilih.

• Siswa dapat mengkreasikan sesuai keinginan. Alat musik yang digunakan juga ditentukan dan boleh beragam.

• Guru menentukan kelompok mana yang tampil lebih dulu untuk. mendemokan hasil diskusi di depan kelas dengan cara diundi. • Masing-masing kelompok, tampil di

depan kelas.

• Kekritisan siswa • Kekompakan dan saling

berbagi tugas, keaktifan dalam kelompok (kerja sama)

• Kekreatifan siswa • Kekreatifan siswa dalam

menampilkan musikalisasi • Kemampuan musikalisasi

puisi, kekompakan siswa dalam menampilkan musikalisasi, kepercayaan diri, kesungguhan, kreativitas penyajian, kekritisan dan objektivitas siswa dalam

mengomentari

penampilan kelompok lain

(23)

No. Kegiatan Aspek yang diamati Alat

• Kelompok yang lain menilai dengan mengisi rubrik yang sudah dibuatkan oleh guru. • Setiap kelompok memberikan

komentar, kritik, dan saran yang disertai dengan argumen yang tepat.

• Guru bertanya jawab untuk memilih tim musikalisasi terbaik dengan memberikan alasan yang sesuai. • Guru memberikan hadiah pada

kelompok yang memiliki hasil paling baik berdasarkan penilaian siswa. • Guru memberikan hadiah pada

kelompok yang mampu mengomentari kelompok lain dengan baik.

• Guru memberi dukungan kepada kelompok yang belum juara.

Kemampuan memilih secara objektif/jujur Menghargai keunggulan orang lain 3. Kegiatan akhir • Siswa diminta guru

mengungkapkan refleksi apa yang dipelajari, semua apa yang telah dilakukan.

• Siswa ditugaskan membentuk kelompok yang berbeda dengan kelompok yang telah ada dan ditugaskan memilih puisi yang akan dimusikalisasi secara kelompok pada jam pelajaran minggu berikutnya. Siswa diminta berlatih di luar jam pelajaran.

• Kejujuran

• Kerja sama dengan anggota yang berbeda, tanggung jawab, melaksanakan tugas sesuai prosedur yang disepakati

Dengan paparan kegiatan belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa penilaian responsi ekspresif dilakukan setelah siswa mengamati model dan menyimpulkan cara melakukan musikalisasi. Penilaian dilakukan secara kelompok, baik secara spontan maupun latihan dulu di luar kelas. Skor diambil dari rata-rata yang dicapai pada dua kali tampil.

(24)

RUBRIK PENILAIAN PENAMPILAN MUSIKALISASI PUISI Nama : ...

Kelompok penilai : ...

No. penilaian Aspek maks Skor Skor guru kelompok Skor individu Skor Total Rata-rata

1 Artikulasi suara 3 2 Intonasi 5 3 Nada 7 4 Vokal 5 5 Musik 3 6 Kesesuaian musik 7 7 Gerak 3 8 Ekspresi 7 9 Kreativitas ide 7 10 Penampilan 5 11 Kekompakan 5 12 Kostum 3 13 Suasana 5 Total 65 Kelompok dinilai : ...

RUBRIK PENILAIAN PROSES MUSIKALISASI PUISI Nama : ...

Kelompok penilai : ... Kelompok dinilai : ...

No. Aspek penilaian Skor mak Skor guru kelompok Skor individu Skor Total Rata-rata

1 Kekritisan 2 Kekreatifan berkarya 3 Kerja sama dan kekompakan 4 Tanggung jawab 5 Kesesuaian dengan prosedur Total

(25)

Contoh 3: Penilaian apresiasi (responsi ekspresif) berupa unjuk kerja dengan tugas terstruktur

Tugas terstuktur digunakan untuk menilai kemampuan siswa melakukan pekerjaan yang memerlukan latihan dan waktu yang relatif panjang, misalnya memerankan sebuah naskah drama. Penilaian dilakukan dengan memberi tugas berikut.

KD: membacakan naskah drama. Indikator

a. Dapat membacakan naskah drama secara kelompok dengan vokal dan intonasi yang jelas dan tepat.

b. Dapat membacakan naskah drama dengan ekspresi dan penghayatan yang sesuai karakter tokoh.

c. Dapat membacakan naskah drama dengan artikulasi dialog secara tepat. d. Dapat membacakan naskah drama dengan timbre yang sesuai karakter

tokoh.

Teknik penilaian: unjuk kerja kelompok

Prosedur: ditugaskan terstruktur, baru ditampilkan di kelas Alat penilaian: (hasil dan proses dinilai terpadu)

Buatlah kelompok. Tiap kelompok memilih naskah drama. Analisislah isi naskah drama. Bagi tugas dan berlatihlah dengan tekun bersama teman-temanmu. Setelah berlatih membacakan naskah drama yang dipilih, tiap kelompok akan ditampilkan di depan tim lain.

a. Pilihlah seorang dari teman sekelasmu sebagai sutradara. b. Pilihlah juga siapa yang bertindak sebagai asisten sutradara.

c. Setelah sutradara terpilih, beri kesempatan kepada sutradara dan asistennya untuk memilih pemain, membagi peran, mengatur laku, dan lain-lain.

d. Berlatihlah selama satu minggu bersama tim yang telah terbentuk. e. Bacakan drama di depan tim lain pada minggu depan.

(26)

RUBRIK PENILAIAN KELOMPOK (memadukan penilaian hasil dan penilaian proses)

Kompetensi Subkompetensi Pertanyaan Ya Tidak Bukti

1. Ekspresi a. Gerak b. Mimik c. Penghayatan/

emosi

a. Apakah gerak yang dilakukan mendukung penokohan dalam peran? b. Apakah mimik yang

disampaikan tokoh sesuai dengan penokohan? c. Apakah penghayatan pelaku

mampu membawa penonton untuk bersedih atau bergembira? 2. Vokal a. Intonasi a. Apakah intonasi suara

pelaku sesuai dengan karakter yang diperankan? b. Artikulasi b. Apakah artikulasi suara

dapat ditangkap dengan jelas oleh penonton? c. Jenis suara c. Apakah timbre jelas dan

sudah sesuai dengan karakter dan usia tokoh yang dibawakan? Kerja sama dalam kelompok Saling membantu koordinasi kelompok

a. Apakah perilaku saling membantu terjadi pada kelompok?

b. Apakah perilaku koordinasi dan penentuan bagian tugas teramati pada kelompok? Kreativitas Kreativitas menampilkan cerita Kreativitas panggung/kostum Kreativitas penokohan

a. Apakah siswa menampilkan dialog dengan intonasi yang unik?

b. Apakah siswa menampilkan tokoh secara kreatif (ada improvisasi)?

c. Apakah terdapat kreativitas penataan panggung? d. Apakah terdapat kreativitas

dalam pemilihan kostum? Kekritisan Kekritisan

mengomentari pementasan kelompok lain

a. Apakah terdapat keaktifan tiap anggota untuk mencatat/mencermati hal-hal penting dari pementasan kelompok lain?

(27)

Kompetensi Subkompetensi Pertanyaan Ya Tidak Bukti

Kekritisan menambahkan ide

b. Apakah anggota aktif memberikan saran yang sesuai untuk perbaikan penampilan kelompok lain? c. Apakah memberikan bukti

untuk mengkritik penampilan kelompok lain?

3. Perencanaan Penilaian untuk Tiap Kompetensi Dasar

Dalam perencanaan penilaian apresiasi, telaah karakteristik khusus suatu kompetensi menjadi hal penting untuk menjaga validitas konstruksi alat penilaian. Karena itulah, Djaali mengingatkan bahwa prosedur awal melakukan penilaian dalam konteks kompetensi adalah menganalisis konstruksi (bangunan pengertian) sebuah kompetensi. Konstruksi kompetensi yang akan dinilai berkaitan dengan karakteristik bidang ilmu. Menurut Djaali (2008), langkah menyusun alat penilaian kompetensi mencakup (1) menganalisis konstruksi suatu kompetensi, (2) menentukan dimensi/aspek yang ada pada sebuah kompetensi, (3) menentukan indikator pencapaian kompetensi, (4) menentukan teknik dan bentuk instrumen penilaian, (5) melaksanakan penilaian, (6) menyimpulkan pencapaian kompetensi, serta (7) menentukan tindak lanjut.

Selain karakteristik kompetensi, hal utama yang penting untuk menjaga validitas instrumen penilaian adalah indikator pencapaian kompetensi. Indikator perlu disusun dengan bertumpu pada kompetensi. Pertanyaan awal ketika akan merumuskan indikator kompetensi adalah apa karakteristik kompetensi dasar yang akan dinilai. Pada perencanaan penilaian apresiasi sastra, dicontohkan dengan langkah berikut.

a. Memahami SK secara mendalam untuk menentukan termasuk aspek keterampilan apa dan apa karakteristiknya. Misalnya, pada KD menyimpulkan unsur intrinsik cerpen termasuk aspek membaca pemahaman/membaca sastra. Penentuan aspek ini penting karena akan berimplikasi pada pemilihan jenis rangsang dan kriteria pada indikator. Karena termasuk membaca, penilaian KD tersebut memerlukan rangsang wacana tulis untuk merangsang peserta didik menunjukkan kemampuan membaca sastra. Tahap pemahaman SK ini sebenarnya mempertanyakan konstruksi apa yang akan dinilai. Perlu dipertanyakan termasuk aspek keterampilan apa KD yang akan dinilai, termasuk pada tingkatan berpikir apa, seberapa luas cakupan materi, dan bagaimana karakteristik kompetensinya.

(28)

b. Setelah memahami karakteristik suatu KD, ditentukan penjabaran KD menjadi kemampuan-kemampuan yang lebih perinci (indikator). Penjabaran tentunya lebih perinci, sesuai dengan karakteristik kompetensi, dan mewakili esensi kompetensi dasar. Penjabaran bisa dilakukan dengan memerinci cakupan kompetensi berdasarkan jenis materi. Misalnya, KD menyimpulkan unsur cerita dijabarkan dengan memerinci unsur intrinsik cerpen. Unsur intrinsik cerpen adalah tokoh, watak tokoh, alur, sudut pandang, dan tema.

c. Jabaran indikator yang telah didapat perlu dipilih dan disesuaikan dengan kondisi peserta didik. Misalnya, dipilih tiga unsur cerita saja untuk siswa kelas VII tokoh, watak tokoh, alur, dan tema.

d. Mencermati kata kerja pada KD untuk menentukan keterampilan berpikir atau jenis keterampilan yang diinginkan. Kata kerja pada KD merupakan terminal objektif yang harus dicapai. Misalnya, kata menyimpulkan pada KD berarti menuntut siswa menentukan secara tersirat dari cerita yang dibaca. Kata kerja menyimpulkan sudah operasional sehingga tidak usah dijabarkan. Kata kerja menyimpulkan pada KD menyimpulkan unsur cerita dapat dioperasionalkan menjadi menentukan tokoh, menyimpulkan watak tokoh, menyimpulkan latar, dan menyimpulkan tema dalam cerita yang dibaca.

e. Merumuskan indikator dengan batasan materi dan cakupan perilaku operasional yang telah dilakukan.

f. Menentukan prosedur (bagaimana/kapan/akan dilaksanakan), teknik penilaian (tes tertulis, lisan, unjuk kerja, atau produk), serta alat yang diperlukan (tes esai-kutipan dan soal).

g. Menentukan jumlah soal tiap indikator dan bentuk soal yang akan digunakan (misalnya satu indikator akan dinilai dengan satu pertanyaan yang berbentuk esai).

h. Mencari kutipan cerpen yang berbeda dengan cerpen dalam pembelajaran untuk menilai kemampuan siswa mentransfer cara menentukan unsur intrinsik sastra.

i. Menyusun pertanyaan sesuai indikator.

(29)

4. Syarat Pemilihan Karya Sastra sebagai Landas Tumpu Penilaian Apresiasi Sastra

Karya sastra sebagai landas tumpu penilaian apresiasi sastra harus sesuai dengan lingkup materi yang tercantum pada kompetensi dasar. Karakteristik karya sastra yang dipilih juga disesuaikan dengan karakteristik siswa ditinjau dari segi perkembangan moral, sosioemosi, dan perkembangan sosial siswa. Untuk siswa sekolah dasar, karakteristik karya sastra yang dipilih dengan paparan langsung. Menurut Sarumpaet (1996), tiga ciri pembeda antara bacaan anak-anak dan bacaan dewasa dilihat dari sisi nilai, cara penyajian, dan fungsinya.

Dari segi norma moral, karya sastra yang dipilih pada penilaian harus mampu menyajikan, mendukung, dan menghargai nilai-nilai kehidupan yang berlaku. Nilai keagamaan yang disajikan, misalnya, harus mampu memperkukuh kepercayaan pembaca terhadap agama yang dianutnya.

Tema-tema yang sesuai untuk prosa fiksi anak-anak adalah tema-tema yang menyajikan masalah-masalah yang sesuai dengan kehidupan anak, seperti kepahlawanan, kepemimpinan, suka duka, pengembaraan, peristiwa sehari-hari, kisah-kisah perjalanan seperti ruang angkasa, penjelajahan, dan sebagainya (Sarumpaet, 1976; Huck, 1987; Mitchell, 2003). Pada siswa SMP, tahap pencarian identitas bisa diberi dengan cerita-cerita yang menambah kepercayaan diri dalam pencarian identitasnya. Berkaitan dengan pemecahan masalah yang disajikan dalam cerita, akhir cerita anak-anak tidak selalu suka ataupun indah. Walaupun cerita dapat berakhir dengan duka, yang penting bersifat afirmatif (menimbulkan respons yang positif).

Penyajian gaya langsung pada umumnya digunakan pada prosa fiksi untuk siswa SD atau awal SMP. Penyajian gaya langsung berkait dengan pengaluran, penokohan, latar, pusat pengisahan, dan gaya bahasa. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyajian adalah alur. Cerita anak-anak seharusnya singkat dan mengetengahkan jalinan peristiwa yang dinamis serta jelas sebab-sebabnya dan tokohnya. Melalui pengisahan dan dialog, akan terwujudkan suasana dan tergambar tokoh-tokoh yang jelas sifat, peran, ataupun fungsinya dalam cerita. Selain alur dan tokoh, latar cerita juga dapat memudahkan anak mengidentifikasi cerita. Cerita dengan latar tempat dan waktu yang dekat dengan kehidupan anak sehari-hari dapat menarik perhatian siswa. Pusat pengisahan (sudut pandang) adalah posisi yang diambil pengarang dalam menuturkan kisahnya dan bergantung pada pusat pengisahannya. Pusat pengisahan yang jelas akan dapat memperjelas amanat

(30)

cerita. Gaya bahasa dalam cerita anak umumnya dituturkan secara langsung, tidak berbelit-belit (sederhana), dan kalimatnya pendek-pendek, tetapi tetap mengacu pada faktor keindahan. Karya sastra yang disajikan kepada siswa memiliki fungsi terapan. Artinya, karya sastra yang dipilih dapat menambah pengetahuan umum, baik dalam bidang sosial, bahasa, maupun sains, sehingga hal-hal yang ditampilkan dapat mengajarkan sesuatu.

Contoh penerapan langkah

Amati contoh berikut yang menggambarkan kesesuaian kompetensi dasar, indikator, teknik penilaian, dan alat penilaian, baik proses maupun hasil.

Contoh

KD: menganalisis nilai-nilai pada cerpen-cerpen. Indikator

1) Mampu menentukan nilai-nilai yang terdapat pada cerpen. 2) Mampu menghubungkan nilai yang didukung para tokoh.

3) Mampu menganalisis hubungan alur cerita dengan nilai yang dihadirkan pengarang.

4) Mampu mengaitkan nilai dalam cerpen dengan kehidupan saat ini. 5) Mampu mengaitkan nilai yang tecermin pada tema dengan kehidupan

saat ini.

Teknik penilaian : tes tertulis

Prosedur : pada akhir pembelajaran Alat penilaian

hasil : tes esai dan rubrik penilaian Proses : lembar penilaian

Bacalah cerpen berikut!

Hadiah kejujuran

Firman masih terjaga. Ditemani jam weker dan segelas susu hangat yang baru diantar ibunya. Mulutnya komat-kamit menghafal rumus matematika. Kadang matanya terpejam, berharap rumus yang dihafal dapat melekat di otak. Namun, rasa kantuk yang kuat sering menghapus hafalannya.

Harus bisa! Tekadnya dalam hati. Firman tak rela gelar juara pertamanya direbut oleh Andi untuk yang kedua kali. Apalagi ayahnya sudah berjanji

(31)

akan membelikan sepeda baru kalau ia berhasil merebut kembali juara pertama.

“Luas kerucut adalah …, adalah … aahhh! Lupa lagi!” keluhnya kesal. Matanya kembali melihat buku diktatnya. Memandangnya dengan alis bertaut, bibir terkatup. Menutupnya lagi. Menghafal lagi. Dan… lupa lagi! Matanya hampir tertutup karena kantuk. Tapi, Firman belum menyerah. Ia paksa matanya tetap terjaga. Seteguk susu diharapkan mampu menahan kantuk yang sering menyerang tiba-tiba.

Ia buka lembar yang lain. Matanya kembali memejam. “Luas kubus adalah 6 X sisi X sisi. Luas tabung …, luas tabung …, tuh, kan. Lupa lagi!” Dengusnya sedikit keras. Tangan kanannya dengan malas membuka-buka lagi bukunya. Betapa terkejutnya saat Firman sadar kalau banyak sekali rumus yang belum dihafalnya. Sementara itu, detik demi detik terus berlalu dan hampir menunjuk jam sebelas malam.

“Tak ada cara lain.” Desisnya hampir tak terdengar.

Tangannya segera menyobek kertas. Kemudian, dengan cepat ia menyalin rumus-rumus yang belum dihafalnya. Dengan tulisan yang acak-acakan, akhirnya Firman pun selesai. Segera ia menuju kasur empuknya. Kertas yang berisi rumus pun di bawanya. Hatinya gelisah. Bagaimana kalau besok Bu Guru tahu saat aku nyontek? Tanyanya dalam hati. Tapi, kalau nggak nyontek, pasti aku tidak bisa. Tapi, kalau nyontek, berarti aku curang. Tapi, kalau tidak nyontek, aku tidak jadi punya sepeda baru. Tapi … tapi …. Sebelum sempat melanjutkan kegelisahannya, Firman tertidur.

* * *

“Firman.” Suara itu mengagetkan Firman. Tangannya gemetar, tubuhnya berkeringat.

“Serahkan kertas itu!” pinta Bu Guru tegas. Tangannya yang masih gemetar memberikan sesobek kertas yang berisi salinan rumus matematika.

“Karena menyontek, semua nilaimu akan dikurangi,” kata Bu Guru sambil mengambil lembar jawabnnya. Wajahnya menunduk. Lemas. Malu. Semua teman-temannya melihat ke arahnya.

“Huu …. Ternyata, Firman pinter karena nyontek! Pantes jadi juara.” “Firman, curang!”

“Firman pembohong!” “Juara nyontek!” “Huu!”

(32)

tahan lagi. Ia pun berdiri.

“Aku tidak pernah menyontek! Tidak pernah!” teriaknya keras-keras.

“Firman. Firman. Ayo, bangun. Salat Subuh dulu.” Suara Ibu terdengar. Pipinya ditepuk berkali-kali.

“Kamu kenapa? Mimpi buruk, ya?” Firman tergagap. Tubuhnya masih berkeringat. Mimpinya benar-benar seperti nyata.

“Ayo, Ayah sudah menunggu untuk salat.”

“Iya, Bu.” Dengan perasaan yang masih takut, Firman pergi meninggalkan kamarnya. Setelah berwudu, ia bergabung dengan ayah dan ibunya untuk salat.

Setelah salat, Firman merenungi mimpinya. Ia pandangi kertasnya.

“Aku tidak boleh melakukannya.” Tekadnya dalam hati. Firman pun melanjutkan belajarnya. Ia tetap berusaha menghafalkan rumus-rumus matematika. Ia tidak lagi berpikir untuk menyontek. Ia terus komat-kamit dengan mata terpejam. Sesekali matanya membuka untuk memstikan bahwa hafalannya benar. Kemudian memejam lagi. Komat-kamit lagi. Sampai ibunya masuk dan mengingatkannya untuk segera mandi dan bersiap-siap sekolah.

“Ayo, Firman. Nanti telat. Ayah sudah mandi, lho.”

Firman bergegas mandi dan bersiap-siap. Dengan sedikit tergesa, ia memakai seragamnya. Memakai sepatunya. Menyambar tasnya. Dan berlari menuju halaman tempat ayah telah siap menunggu. Tak lupa ia meremas-remas dan membuang sontekannya ke tempat sampah di halaman. Setelah mencium tangan ibunya, ia masuk ke dalam mobil ayah.

“Bu, berangkat dulu. Assalamualaikum,” teriaknya sambil berlalu. * * *

Dua minggu berlalu. Hari ini adalah pembagian rapot. Ayahnya yang mengambil, sedangkan Firman menunggu di rumah dengan perasaan waswas. Ia murung. Sejak ayahnya berangkat sampai sekarang, Firman belum ingin makan. Ia yakin akan gagal merebut juara pertama lagi. Tapi, Firman pasrah. Toh, memang Firman memang sering sakit sehingga tidak masuk sekolah. Di lihatnya jam dinding dengan gelisah. Entah mengapa ia merasa jarum jam itu jadi lambat jalannya. Dengan malas, ia pun melanjutkan membaca buku ceritanya.

“Assalamualaikum,” suara Ayah terdengar dari depan bersama mobilnya. “Waalaikumsalam.” Firman melonjak, menaruh buku ceritanya dan berlari ke halaman.

(33)

Ayah berjalan sambil membawa rapot di tangan kanan. Jantung Firman semakin deg-degan. Ia remas-remas tangannya.

“Bagaimana, Ayah?” tanya Firman cemas.

Ayah diam. Firman semakin yakin kalau Ayah marah. Ia pun menunduk, tak berani menatap wajah ayahnya.

“Sini, Firman. Lihat rapotmu.” ajak Ayah yang telah duduk di teras. Firman mendekat dan duduk di sebelahnya. Matanya melihat halaman yang ditunjukkan Ayah. Ia menelan ludah saat mengetahui kalau ia hanya mendapat peringkat dua.

“Kamu kecewa?” tanya Ayah. “Iya, Yah.”

“Kenapa?”

“Karena aku hanya peringkat dua.” “Tapi, Ayah tidak kecewa. Ayah bangga.”

Firman kaget. Ia tak mengerti mengapa Ayah bisa bangga padanya. Padahal, ia gagal merebut juara pertama.

“Kamu ingin tahu kenapa Ayah bangga?” Firman mengangguk.

“Karena anak Ayah jujur, itu yang membuat bangga.” Kening Firman berkerut tak mengerti.

“Saat hari terakhir ujian, Firman berniat menyontek, kan?”

Firman pun teringat dengan salinan rumus yang dibuatnya. Dengan malu-malu Firman mengangguk.

“Kertas sontekan yang kamu buang ditemukan Ibu.”

“Ini, kan, kertasnya?” Tiba-tiba Ibu datang dengan membawa kertas yang sudah lecek bekas diremas-remas. “Ibu menemukan di tempat sampah,” lanjut Ibunya.

“Karena Firman jujur, Ayah punya hadiah untuk Firman,” kata Ibu. “Benar, Yah?” tanya Firman dengan mata berbinar gembira. “Tentu saja. Ayo, ikut Ayah.”

Firman mengikuti langkah Ayah menuju mobil. Tangan Ayah membuka pintu tengah mobil.

“Wah, sepeda baru! Aku punya sepeda baru! Terima kasih, Ayah.” “Ini hadiah kejujuran untuk Firman.”

Firman tidak jadi menyesal karena gagal menjadi juara pertama. Ia gembira karena kejujurannya membawa berkah. Ia berjanji tidak akan menyontek selamanya.

(34)

Soal

1) Tentukan nilai-nilai yang terdapat pada bagian-bagian cerpen!

2) Bandingkan nilai yang dijunjung Firman dengan nilai yang dianut ayahnya!

3) Tunjukkan bukti pada kutipan cerpen yang menunjukkan bahwa penulis menjunjung tinggi nilai tertentu!

4) Buatlah kalimat yang mengaitkan nilai dalam cerpen dengan kehidupan saat ini!

Rambu-rambu penyekoran

No. Rambu jawaban Skor

1. Nilai kejujuran lebih penting daripada

prestasi yang dicapai dengan curang.

10 = semua sesuai rambu jawaban 5 = salah satu sesuai

1 = semua kunci jawaban tidak terdapat pada jawaban siswa

2. Ada perbedaan nilai yang dijunjung tinggi antara tokoh Firman dan orang tuanya. Firman masih agak malu-malu karena hanya peringkat 2, sedangkan ayahnya justru menganggap, yaitu sama-sama

menjunjung tinggi kejujuran.

10 = semua sesuai rambu jawaban

5 = jawaban sebagian sesuai dengan rambu 1 = jawaban tidak sesuai dengan rambu

3. Firman yang berniat menyontek tidak jadi menyontek dan akhirnya dia hanya juara dua. Akan tetapi, justru Firman mendapat hadiah dari orang tuanya karena kejujurannya.

“Kamu kecewa?” tanya ayah. “Iya, Yah.”

“Kenapa?”

“Karena aku hanya peringkat dua.” “Tapi, Ayah tidak kecewa. Ayah bangga.” Firman kaget. Ia tak mengerti mengapa Ayah bisa bangga padanya. Padahal, ia gagal merebut juara pertama.

“Kamu ingin tahu kenapa Ayah bangga?” Firman mengangguk.

(35)

No. Rambu jawaban Skor

membuat bangga.” Kening Firman berkerut tak mengerti.

“Saat hari terakhir ujian, Firman berniat menyontek, kan?” Firman pun teringat dengan salinan rumus yang dibuatnya. Dengan malu-malu, Firman mengangguk. “Kertas sontekan yang kamu buang ditemukan Ibu.”

“Ini, kan, kertasnya?” Tiba-tiba Ibu datang dengan membawa kertas yang sudah lecek bekas diremas-remas. “Ibu menemukan di tempat sampah,” lanjut Ibunya.

“Karena Firman jujur, Ayah punya hadiah untuk Firman,” kata Ibu.

4. Pengaitan nilai kejujuran yang dipertahankan Firman dan didukung keluarganya sulit kita jumpai pada kehidupan saat ini.

10 = berisi nilai yang sesuai isi cerpen dan terdapat pengaitan dengan kehidupan saat ini

5 = berisi nilai yang sesuai, tetapi tidak terdapat pengaitan dengan kehidupan saat ini

2 = nilai yang dikaitkan tidak sesuai dengan isi cerpen

KD: menentukan unsur intrinsik puisi Indikator

a. Menentukan isi keseluruhan puisi. b. Menentukan tema puisi.

c. Menentukan amanat dalam puisi. Penilaian

a. Teknik penilaian : tes tertulis (esai) b. Alat penilaian

Hasil : tes esai (soal dan pedoman penyekoran) Proses : lembar pengamatan (rubrik)

(36)

Karangan Bunga Tiga anak kecil Dalam langkah malu-malu

Datang ke Salemba Sore itu Ini dari kami bertiga Pita hitam pada karangan bunga

Sebab kami ikut berduka Bagi kakak yang ditembak mati

Siang tadi! (Karya: Taufiq Ismail) 1) Tentukanlah tema yang terdapat pada puisi di atas!

2) Apa inti yang ingin diutarakan oleh pengarang dalam puisi berjudul “Karangan Bunga”?

3) Apa amanat yang terkandung dalam puisi berjudul “Karangan Bunga”?

Rambu-rambu penyekoran

No. Hal yang dinilai Skor

1. Tentukanlah tema yang terdapat pada puisi di atas! - Kepahlawanan - Belasungkawa - Kesedihan 25 20 15 2. Apa inti yang ingin diutarakan oleh pengarang dalam puisi

berjudul “Karangan Bunga”?

- Kritik terhadap pemerintah yang terkesan acuh tak acuh terhadap kasus penembakan mahasiswa Trisakti. - Rasa belasungkawa yang dalam terhadap kematian

mahasiswa Trisakti.

- Anak kecil yang ikut berdukacita atas kematian mahasiswa.

25 20 15 3. Apa amanat yang terkandung dalam puisi berjudul “Karangan

Bunga”?

- Seharusnya orang yang lebih tua mempunyai rasa simpatik yang lebih karena anak kecil saja sudah mempunyai rasa simpatik.

- Anak kecil saja mempunyai rasa simpatik.

- Orang yang lebih tua harus mempunyai rasa simpatik yang lebih.

25 20 15

(37)

Rubrik penilaian proses

Lembar Observasi No. Nama Ketekunan Percaya

diri Kerja sama Objektif dan kritis Tanggung jawab Ketekunan

3 = mau memperhatikan tugas/penjelasan guru, memperhatikan penampilan teman, dan memperhatikan komentar teman/guru

2 = hanya melakukan dua perilaku 1 = melakukan salah satu perilaku

Percaya diri

3 = berani mencoba, keberanian berpendapat/mengomentari teman, dan berani menjawab/merespons pertanyaan teman

2 = melakukan dua perilaku 1 = melakukan salah satu perilaku

Kritis dan logis

3 = mau bertanya, memberi komentar dengan alasan yang logis, dan memberi bukti yang tepat

2 = melakukan dua perilaku 1 = melakukan salah satu perilaku

Rasa ingin tahu tinggi

3 = aktif mengeksplorasi lebih jauh dan aktif mencari referensi lain untuk menindaklanjuti materi pembelajaran tanpa diminta guru

2 = melakukan dua perilaku atau diminta guru 1 = melakukan salah satu perilaku yang diminta guru

Kerja sama

3 = kerja sama (aktif menyelesaikan tugas kelompok, aktif membantu kelompok untuk menyelesaikan tugas, dan merasa tanggung jawab bersama)

2 = melakukan dua perilaku 1 = melakukan salah satu perilaku

Referensi

Dokumen terkait

Uraian Kegiatan Tujuan/Sasaran Waktu Pelaksanaan Keterangan Biaya Ketercapaian Penilaian Kinerja.. Tanggung Jawab Terhadap

Terdapat sepuluh langkah yang harus diikuti dalam pengembangan instrument penilaian afektif: a) menentukan spesifikasi instrumen, b) menulis instrumen, c)

Adanya kesulitan belajar menulis naskah drama yang dialami mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia UM angkatan 2015 UM membuat peneliti tertarik untuk melakukan

Penilaian sikap sosial 1.jujur 2.disiplin 3.tanggung jawab 4.toleransi 5.gotong royong 6.santun 7.percaya diri Cakupan Penilaian

 Sesuai dengan karakteristik kelompok mata pelajaran ini, teknik penilaian mengacu pada aspek yang dinilai, yaitu teknik untuk mengukur aspek kognitif, afektif, dan

Sedangkan menurut Pradopo (2012: 5) menyatakan bahwa kegiatan mengapresiasi atau langkah-langkah yang harus dilakukan untuk memahami karya sastra itu paling tidak

pada aspek kognitif saja. kurikulum 2013 menyeimbangkan tiga aspek yaitu psikomotor, afektif, dan kognitif. karena konsep inilah, penilaian dalam kurikulum 2013 juga

Dari hasil angket guru diperoleh faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan siswa dalam menulis teks eksposisi yaitu 1 kurangnya ketersedian bahan ajar yang lengkap menjelaskan