• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dan budaya yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dan budaya yang"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dan budaya yang berbeda-beda satu sama lain, yang tersebar di berbagai daerah yang mendiami kepulauan nusantara. Keanekaragaman suku bangsa ini menjadi ciri khas bangsa Indonesia dan merupakan manifestasi dari unsur Bhineka Tunggal Ika. Keanekaragaman suku bangsa tersebut mengakibatkan adanya perbedaan dalam berbagai bidang kehidupan seperti budaya, bahasa, adat-istiadat, tata cara, kebiasaan, status sosial, serta agama.

Menyadari keberadaan ini, untuk menjamin eksistensi kebudayaan tersebut, dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 32 dinyatakan bahwa, pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia. Adapun yang dimaksud dengan kebudayaan nasional dan pengembangannya menurut pasal 32 Undang-Undang Dasar 1945 tersebut adalah sebagai berikut :

Kebudayaan bangsa Indonesia ialah kebudayaan yang timbul sebagai budi daya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan yang lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di derah-daerah di seluruh Indonesia terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kemajuan bangsa menuju kearah kemajuan adab, budaya, dan persatuan dengan baik tidak menolak kebudayaan baru dari kebudayaan asing yang dapat mengembangkan atau memberdayakan kebudayaan bangsa sendiri, seta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia.

Kebudayaan tidak dapat dipisahkan dari manusia, karena manusia sendirilah yang menciptakan kebudayaan sehingga mereka disebut sebagai mahluk yang

▸ Baca selengkapnya: sebutkan beberapa upaya dan tindakan yang dilakukan untuk mencegah munculnya berbagai masalah dalam keragaman suku bangsa

(2)

2

berbudaya. Dalam kaitannya dengan masalah kebudayaan tersebut Sumaatmadja (2000 : 16) menegaskan sebagai berikut :

Kelebihan manusia dari makhluk-makhluk hidup lainnya adalah manusia dikaruniai akal pikiran yang berkembang dan dapat dikembangkan. Manusia dapat mendidik diri sendiri, dan secara sengaja ia dapat juga dididik, sehingga kemampuan intelektualnya itu semakin berkembang.

Perbedaan antara manusia dengan mahluk lain adalah bahwa manusia mampu menciptakan kebudayaan. Sejak manusia lahir di muka bumi ini, dia sudah dikelilingi dan diliputi oleh kepercayaan-kepercayaan dan nilai-nilai tertentu.

Mohamad Zen (2002 : 75) tentang hubungan manusia dan kebudayaan, menurur Ki Hajar Dewantara bahwa manusia adalah makhluk berbudi, sedangkan budi tidak lain artinya dari pada jiwa yang telah melalui batas kecerdasan tertentu. Menurut Ki Hajar Dewantara, jiwa manusia merupakan diferensiasi kekuatan-kekuatan, dikenal dengan sebutan trisakti yaitu pikiran, rasa, dan kemauan atau cipta karsa. Budi manusia dengan tiga kekuatan tersebut ia mampu memasukan segala isi alam yang ada diluarnya ke dalam jiwanya melalui panca indranya dan mengolahnya menjadi kebudayaan.

Bangsa Indonesia yang mendiami kepulauan nusantara ini merupakan masyarakat yang majemuk, baik dalam arti adat istiadat, suku bangsa maupun agama-agama yang dianutnya. Keragama-agaman tersebut, akan menghasilkan proses sosialisasi dan enkulturasi. Linton (Koentjaraningrat, 1990 : 338) mengemukakan bahwa enkulturasi adalah warisan sosial sebagai hasil belajar umat manusia yang dijaga. Tetapi di lain sisi, nilai-nilai dasar yang menjiwai masing-masing akan dipengaruhi

(3)

3

oleh keyakinan, tradisi, adat-istiadat dan agama, sehingga dalam pendidikan perlu semua tetap dijaga kelestariannya, diwariskan secara turun temurun kepada generasi berikut dan secara bulat mencerminkan kekayaan budaya nasional yang sesuai dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika.

Masyarakat merupakan kesatuan dari individu–individu yang berkumpul disuatu tempat, kemudian membentuk kelompok, dan kelompok inilah yang menghasilkan kebudayaan. Kebudayaan mencakup seluruh sendi kehidupan manusia, dalam arti kebudayaan sangatlah kompleks. Dan hal senada tentang kompleksitas kebudayaan dikemukakan oleh E.B. Tylor yang dikutip oleh Soekanto (1992 : 172) bahwa : “Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan lain-lain kemampuan serta kebiasaan yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat“

Dari definisi tersebut diatas, tampak bahwa kompleksitas kebudayaan mencakup segala sesuatu yang berlaku secara turun temurun. Sehingga dapat dikatakan bahwa pada hakekatnya kebudayaan itu abstraksi dan generalisasi dari perilaku individu-individu. Pertumbuhan dan perkembangan mampu menjadikan manusia pendukungnya memiliki citra common sence of belonging, common sence of unity, common on sence of responsibility, atau rasa kebersamaan, rasa persatuan, dan rasa bertanggung jawab. Warisan kebudayaan yang berlaku secara turun – temurun dan hingga kini masih tetap dipertahankan yaitu adat – istiadat, yang mengikat individu yang satu dengan yang lain sebagai anggota masyarakat.

(4)

4

Sejarah peradaban masyarakat Maluku mulai tercatat sejak abad pertengahan, ketika para pedagang bangsa arab melalui cina melakukan perjalanan ke kesultanan di Maluku utara terus ke selatan. Sambil melakukan perdagangan rempah-rempah, mereka juga menyebarkan agama islam. Secara struktur , islam mulai masuk ke Maluku pada abad ke-13 melalui pengislaman terhadap masyarakat pesisir yang dalam perspektif budaya Maluku sebagian besar disebut sebagai kelompok masyarakat Uli/Pata lima, sedangkan kelompok masyarakat Uli/Pata siwa yang pada umumnya mendiami wilayah pegunungan/pedalaman tetap mempertahankan kepercayaan leluhur/anisme karena ada pandangan bahwa keselamatan hidup didunia hanya dapat dicapai melalui upaya keseimbangan hidup dan itu berarti harus selalu ada perbedaan. Kelompok masyarakat Uli/Pata siwa kemudian memeluk agama Kristen Katolik yang dibawa oleh Portugis yang mulai masuk ke Maluku pada awal abad ke 16 oleh Fransiscus Xaverius.

Sejarah mencatat bahwa sebelum, selama, dan sesudah peperangan besar di Maluku, hubungan kekerabatan antar sesama komunitas masyarakat Maluku berjalan sangat harmonis. Sampai kemudian terjadi konflik Maluku yang berlangsung hampir tiga tahun. Ternyata harmonisasi tersebut terjadi dalam satu jangka waktu yang panjang karena peran dan faktor budaya siwalima sebagai alat perekat utama masyarakat Maluku. Walaupun di kota ambon terdapat berbagai kelompok etnis tetapi hubungan kekerabatan antar kelompok masyarakat masih tetap terjaga dan terpelihara dengan baik. Dengan demikian nilai dan norma yang harus terus disosialisasikan dikalangan masyarakat Maluku adalah hakikat dari budaya siwalima.

(5)

5

Umumnya hubungan diantara kelompok masyarakat kota ambon berlangsung harmonis dan penuh keramahtamahan serta menunjukan jalinan kerja sama yang erat, hal ini karena didasari oleh adanya budaya siwalima yang diimplementasikan/dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari melalui budaya pela, makan patita, sasi serta masohi, sebagai prinsip sosial budaya masyarakat di kepulauan Maluku. Selain itu dalam aspek keagamaan, masyarakat kota ambon menampakan suatu bentuk tata kehidupan yang harmonis baik secara individu maupun secara kolektif dalam menghargai dan menghormati setiap kegiatan ibadah dari masing-masing agama. mereka sadar bahwa untuk menjaga keharmonisan dan memelihara hubungan/keterikatan dengan suku atau masyarakat lain itu sangat penting.

Kota ambon sebagai sentra seluruh kegiatan pemerintahan dan politik, ekonomi maupun pendidikan di Maluku, mempunyai daya tarik bagi masyarakat dari berbagai penjuru negeri yang ada di Maluku maupun diluar Maluku. Karena itu proses migrasi secara spontan terjadi ke kota ambon. Dimana para migran dari negeri pedesaan datang ke kota ambon umumnya untuk kepentingan pendidikan dan migran dari luar daerah pulau ambon tujuannya ke kota ambon hanya karena faktor kepentingan ekonomi semata. Para migran dari negeri pedesaan di kota ambon membentuk komunal-komunal yang segregatif berdasarkan latar belakang agama sesuai dengan segregasi teritori di negerinya, walaupun dalam sebuah komunal tidak lagi homogen. Para pendatang dari wilayah luar Maluku seperti Bugis, Buton, Makasar, Jawa, Cina dan Arab membentuk komunal-komunal yang segregatif

(6)

6

berdasarkan latar belakang etnik. Pola pemukiman yang segregatif di kota ambon dengan masyarakat yang semakin heterogen ini, membentuk sentiment kelompok dalam berbagai latar belakang, yaitu sentiment kelompok agama, ikatan negeri, maupun etnik yang rawan konflik.

Sejalan dengan perkembangan kota ambon yang demikian pesat, dan proses migrasi masuk yang tidak diimbangi dengan kebijakan kependudukan yang berbasis pada daya dukung pulau, mengakibatkan semakin tingginya tingkat kepadatan penduduk. Dengan tingginya kepadatan penduduk ini, maka ruang gerak penduduk semakin sempit, sehingga persaingan secara ekonomis, baik terhadap ruang (tanah) maupun lapangan kerja, mengakibatkan semakin tinggi potensi konflik antar kelompok masyarakat.

Dalam konteks ini maka diperlukan pengungkapan dan penempatan kembali pada tempat yang fital, budaya siwalima sebagai inti budaya Maluku. Budaya siwalima yang mengandung hakikat pluralitas yang berimplikasi pada toleransi, inklusifitas, demokratisasi dan egalitarian harus terus menerus disosialisasikan dan diwujudkan. Dengan demikian, masyarakat Maluku dapat dihindarkan dari sifat-sifat ekslusif, tidak toleran dan anti demokrasi. Untuk perwujudannya diperlukan upaya terus menerus melalui sosialisasi, pengembangan wacana maupun upaya mencari nilai dan norma baru serta pada tataran ini harus bisa dicegah terjadinya erosi nilai. Upaya akulturasi/difusi/ evolusi budaya harus dalam rangka penguatan budaya siwalima.

(7)

7

Struktur budaya Maluku pada tataran filosofis hanyalah budaya siwalima. Sedangkan pada tataran pelaksanaan antara lain pada budaya Pela, makan patita, sasi serta masohi. Budaya Siwalima adalah asset yang telah mengakar dalam kehidupan bersama masyarakat Maluku, dimana nilai-nilai yang terkandung dalam budaya Siwalima yang meliputi : Pela, yakni kehidupan bersama dalam komunitas agama yang berbeda dari dua atau tiga desa yang berbeda dalam suatu hubungan kekerabatan, pela juga diartikan sebagai suatu relasi perjanjian persaudaran antara satu negeri dan dengan negeri lain yang berada di pulau/tempat lain dan kadang juga menganut agama yang berbeda, perjanjian ini kemudian diangkat dalam suatu ikatan sumpah yang tidak boleh dilanggar. Makan Patita, atau makan bersama yaitu duduk bersama dalam suatu kelompok masyarakat dalam komunitas yang banyak, hal ini menggambarkan bahwa hubungan kekerabatan dalam masyarakat Maluku sangat erat dan terpelihara dalam budaya yang dimiliki masyarakat Maluku. Sasi yaitu larangan-larangan untuk mengambil hasil-hasil, baik hasil perkebunan/pertanian maupun hasil laut dalam suatu periode tertentu. Sasi itu sendiri merupakan salah satu norma adat yang merupakan warisan para leluhur yang terus dipertahankan karena ada mempunyai nilai dan manfaat untuk mendatangkan kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat di negeri-negeri kota ambon. Masohi yaitu suatu sistem gotong royong yang dilakukan secara spontan oleh warga masyarakat negeri-negeri di kota ambon dalam melaksanakan suatu kegiatan.

Budaya siwalima yang di dalamnya terdapat Pela, makan patita, sasi dan masohi menjadi kebanggaan masyarakat Maluku sejak dulu hingga sekarang juga

(8)

8

sebagai suatu perekat masyarakat Maluku, budaya siwalima ini telah diakui arti dan manfaatnya secara universal, dalam menggalang persatuan dan kesatuan. Sebagai suatu sistem perekat sosial, yang mengikat persatuan dan kesatuan masyarakat Maluku pada umumnya dan masyarakat kota ambon pada khususnya.

Nilai-nilai sosial budaya yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat Maluku merupakan salah satu modal dasar bagi peningkatan persatuan dan kesatuan termasuk menyemangati masyarakat dalam melaksanakan pembangunan didaerah ini. lebih lanjut menurut Marasabessy (2002 : 39) bahwa : “struktur budaya Maluku pada tataran filosofis hanyalah budaya siwalima. Sedangkan pada tataran pelaksanaannnya adalah antara lain budaya Pela Gandong, makan patita, sasi, dan masohi”.

Kaitannya dengan upaya pengembangan pendidikan IPS, secara ekplisit membahas permasalahan masyarakat dan kebudayaan. Maka dalam pendidikan IPS lebih khusus dalam pembelajarannya harus memperhatikan tujuan, materi, metode agar masyarakat dijadikan sumber pembelajaran, sehingga tujuan pendidikan Nasional dapat terpenuhi. Selanjutnya keterkaitan dengan masyarakat sebagai sumber pembelajaran maka kita akan mengetahui nilai-nilai dalam masyarakat tersebut yang dapat dikaji melalui pengajaran nilai di sekolah. Seperti Nilai Pela, makan patita, sasi, dan sistem pemerintahan desa pada masyarakat Maluku. Sehingga pendidikan IPS begitu penting karena dapat mentransformasikan nilai budaya pada individu lain khususnya pada peserta didik.

(9)

9

Melihat pada fenomena empirik tersebut maka penulis merasa tertarik dan terdorong untuk melakukan penelitian dalam rangka penyusunan tesis dengan judul : Peranan Budaya “Siwalima” sebagai Perekat Sosial Masyarakat Maluku di Kota Ambon (Studi Deskriptif Analitik terhadap Pengembangan Nilai Budaya dalam Pendidikan IPS)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, maka permasalahan secara umum dalam penelitian ini dapat dirumuskan : bagaimana peranan serta nilai budaya siwalima sebagai perekat sosial dalam kehidupan masyarakat di kota ambon.

Permasalahan secara khusus dalam penelitian ini, dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana latar belakang sejarah budaya siwalima di kota ambon ?

2. bagaimana implementasi budaya siwalima dalam kehidupan masyarakat di kota ambon ?

3. Bagaimana makna nilai budaya siwalima dalam kehidupan masyarakat di kota ambon dalam kaitannya dengan pengembangan nilai budaya pendidikan IPS?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin di capai dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran secara faktual mengenai peranan serta nilai budaya siwalima

(10)

10

sebagai perekat sosial dalam kehidupan masyarakat di kota ambon. Dari tujuan umum diatas, dapat dirumuskan tujuan khusus sebagai berikut :

1. Mengetahui latar belakang sejarah budaya Siwalima di kota ambon.

2. Mengetahui implementasi budaya Siwalima dalam kehidupan masyarakat di kota ambon.

3. Mengetahui makna nilai budaya Siwalima dalam kehidupan masyarakat di kota ambon kaitannya dengan pengembangan nilai budaya pendidikan IPS.

D. Manfaat Penelitian

Studi yang menelaah tentang budaya siwalima sebagai perekat sosial masyarakat Maluku di kota ambon, diharapkan akan bermanfaat tidak hanya untuk mengembangkan ilmu secara teoritis, akan tetapi juga bermanfaat secara praktis. Untuk lebih jelasnya dapat dirinci sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

1) Memberikan kontribusi dalam membangun Pendidikan IPS melalui pengembangan gagasan, konsep, generalisasi, dan teori yang berkenaan dengan budaya siwalima melalui pendekatan disiplin sosiologi dan sejarah. 2) Memberikan manfaat keilmuan

a. Dari segi sosiologi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah daerah dan tokoh masyarakat dalam membangun struktur sosial melalui pemberdayaan institusi masyarakat.

(11)

11

b. Dari segi sejarah budaya siwalima sebagai peninggalan budaya leluhur yang perlu dipertahankan dan dilestarikan dalam kehidupan masyarakat sebagai aset budaya nasional.

2. Manfaat Praktis

1) Memberikan masukan kepada masyarakat akan pentingnya hidup bersama sebagai mahluk sosial.

2) Memberikan masukan yang jelas akan pentingnya nilai budaya siwalima sebagai perekat sosial dalam kehidupan masyarakat di kota ambon.

3) Memberikan masukan kepada pemerintah provinsi Maluku khususnya pemerintah kota ambon tentang pentingnya nilai budaya siwalima sebagai aset budaya yang perlu dilestarikan dalam kehidupan bermasyarakat.

E. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Peranan tokoh adat dan tokoh masyarakat dalam kaitannya dengan budaya siwalima sebagai perekat sosial dalam masyarakat kota ambon.

2. Falsafah hidup orang Maluku adalah budaya siwalima sedangkan implementasinya dalam kehidupan masyarakat yaitu pada budaya Pela, Makan Patita, Sasi dan Masohi.

(12)

12 F. Klarifikasi Konsep

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam menjelaskan konsep-konsep dalam judul ini, maka peneliti perlu klarifikasi beberapa konsep sebagai berikut :

1. Kebudayaan.

Menurut ilmu Antropologi kebudayaan adalah : Keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.

Soemarjan dan Soemardi (1987 :113) mengartikan kebudayaan adalah hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabadikan untuk keperluan masyarakat. Rasa yang meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala kaidah dan nilai-nilai sosaial yang perlu untuk mengatur maslah-masalah kemasyarakatan dalam arti yang luas; didalamnya termasuk ideologi, kebatinan, kesenian, dan semua unsur yang merupakan hasil ekspresi jiwa manusia yang hidup sebagai anggota masyarakat.

2. Siwalima

Siwalima menurut bahasa setempat artinya Sembilan dan lima yang diambil dari Kelompok Persekutuan Uli/Pata Siwa dan kelompok Persekutuan Uli/Pata Lima. Sedangkan dalam simbol atau Logo Pemerintahan Provinsi Maluku Siwalima artinya Kebersamaan

(13)

13 3. Perekat Sosial atau Solidaritas

Solidaritas merupakan ikatan primordial masyarakat yang mempersatukan. Bagaimana orang dengan berbagai latar belakang yang berbeda dapat hidup bersama dalam masyarakat, hal ini karena rasa kebersamaan dan ingin menyatu.

4. Masyarakat

Koentjaraningrat (2004 : 146) memberikan definisi masyarakat sebagai berikut masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat continue, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama.

Suparlan (Mutakin, 2006 : 1), mendefinisikan masyarakat sebagai berikut : masyarakat adalah suatu satuan kehidupan social manusia yang menempati suatu wilayah tertentu yang keteraturan dalam kehidupan sosial tersebut telah dimungkinkan karena adanya seperangkat pranata-pranata sosial yang menjadi tradisi dan kebudayaan yang mereka miliki bersama.

5. Sistem Nilai Budaya

Sistem nilai budaya adalah suatu rangkaian konsep abstrak yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu masyarakat, mengenai apa yang harus dianggap penting dan berharga dalam hidupnya. Sistem nilai budaya itu sendiri menurut Kluckhohn (Koentjaraningrat 1990 : 28) mengandung lima pokok masalah dalam kehidupan manusia, yaitu : (1) masalah mengenai hakekat hidup dari hidup manusia. (2) masalah mengenai hakekat dari karya

(14)

14

manusia. (3) masalah mengenai hakekat dari kedudukan manusia dalam ruang waktu. (4) masalah mengenai hakekat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya. (5) masalah mengenai hakekat dari hubungan manusia dengan sesama manusia. Koentjaraningrat, (1990 : 333) mengatakan bahwa kebudayaan adalah setiap kebiasaan dan kepercayaan dalam masyarakat mempunyai fungsi tertentu, yang berfungsi untuk melestarikan masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian kebudayaan sebagai seperangkat peraturan atau norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang kalau dilaksanakan oleh para anggotanya, melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat diterima oleh anggotanya.

J.L. Gilin dan J.L. Gilin, (Koentjaraningrat 1990 : 321-326) yang dimaksud dengan nilai budaya yaitu konsepsi, eksplisit atau implicit, yang menjadi ciri khusus seseorang atau sekelompok orang, mengenai hal-hal yang diinginkan yang mempengaruhi pemilihan dari berbagai cara-cara, alat-alat dan tujuan-tujuan perrbuatan yang tersedia.

(15)

Referensi

Dokumen terkait

(Faktor fundamental yang terdiri dari : nilai buku, keuantungan dan PER saham secara serempak atau simultan tidak memiliki pengaruh terhadap harga saham properti di

Dari pernyataan informan diatas dalam hal ini penulis menyimpilkan bahwa kendala yang menjadi penghambat pengadaan bahan pustaka di perpustakaan Madarasah Aliyah

Pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat ini menggunakan metode sebagai berikut. Pertama adalah metode presentasi. Metode presentasi digunakan untuk menjelaskan berbagai macam

Istilah daftar rujukan atau referensi digunakan dalam pedoman ini sesungguhnya untuk menekankan bahwa sumber – sumber yang dikutip pada bagian tubuh (isi)

Dari beberapa pengertian mengenai anggaran sektor publik yang telah dikemukakan oleh para ahli, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa anggaran adalah tindakan

Pembuatan sistem pendukung keputusan solusi penentu tingkat resiko obesitas dengan metode Naïve Bayes Classifier, yang diharapkan dapat membantu menemukan solusi

Secara Umum, Pengertian Sistem Operasi adalah perangkat lunak (software) pada komputer yang bertugas dalam menggontrol dan memanajemen perangkat keras dan sebagai

Demikian juga, isu Investasi Energi Baru Terbarukan, Aksi 299, Ibadah Haji 2017, Dampak Inovasi Teknologi, Pemutaran G30S/PKI, Event Pariwisata, Proyek PLTU Mulut Tambang, Gempa