• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Air Rebusan Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Air Rebusan Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli."

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Air Rebusan Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) Terhadap Pertumbuhan

Bakteri Escherichia coli.

Gustina Indriati, Mimit Sumitri, Rina Widiana indriatigustina@yahoo.co.id

Abstrak

Cacing tanah oleh masyarakat biasanya digunakan sebagai pakan ikan dan menguraikan limbah organik untuk menghasilkan pupuk organik yang dapat menyuburkan tanaman. Selain itu, cacing tanah juga dapat digunakan dalam pengobatan, salah satunya digunakan dalam mengobati penyakit diare. Penyakit diare disebabkan oleh bakteri Escherichia coli. Biasanya untuk mengobati diare sering digunakan obat sintetik, namun obat ini bisa menyebabkan resisten dalam saluran pencernaan. Usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan dengan mencari obat tradisional dari bahan-bahan alami (hewan), salah satunya dengan menggunakan cacing tanah (Lumbricus rubellus). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh air rebusan cacing tanah (Lumbricus rubellus) dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli. Penelitian ini

dilakukan pada bulan November 2011 di Laboratorium Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera barat. Metoda penelitia Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan A (control Amoxiclin 10 %), perlakuan B (Tanpa air rebusan cacing tanah), Perlakuan C (Air rebusan cacing tanah 20 %), Perlakuan D (Air rebusan cacing tanah 40 %), Perlakuan E (Air rebusan cacing tanah 60 %), Perlakauan (Air rebusan cacing tanah 80 %). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Air rebusan cacing tanah (Lumbricus rubellus) mampu menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli. Berarti cacing tanah (Lumbricus rubellus) dapat digunakan sebagai obat alternatif untuk penyakit diare.

A.

PENDAHULUAN

Cacing tanah telah lama dikenal oleh manusia. Hewan ini hidup di tempat atau tanah yang telindung dari sinar matahari lembab, gembur dan serasah. Habitat ini sangat spesifik bagi cacing tanah untuk tumbuh dan berkembang biak dengan baik, tubuh cacing tanah banyak mengandung lendir sehingga seringkali orang menganggapnya menjijikan (Palungkun, 1999 dalam Ovianto, 2004).

Dalam dunia pengobatan tradisional Tiongkok, cacing tanah digunakan dalam ramuan untuk menyembuhkan berbagai penyakit, cacing tanah mampu mengobati berbagai infeksi saluran pencernaan seperti typus, demam, diare, serta gangguan perut lainnya seperti maag. Bisa juga untuk mengobati penyakit infeksi saluran pernapasan seperti batuk, asma, influenza dan TBC (Anonimus, 2011 a)

Di beberapa tempat di Indonesia seperti Jawa Barat dan Lampung, cacing tanah sudah dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional. Salah satu jenis cacing tanah yang sering digunakan adalah Lumbricus rubellus. L. yang mengandung protein cukup tinggi yaitu 64-76% berat kering, selain itu juga mengandung 20 jenis asam amino. Di dalarn ekstrak cacing tanah juga terdapat zat antipurin, antipiretik, antidota, vitamin dan beberapa enzirn misalnya lumbrokinase, peroksidase, katalase dan selulose yang berkhasiat untuk pengobatan (Priosoeryanto, 2001). Selain mengan- dung protein tinggi, cacing tanah juga mengandung energi 900-1.400 kal, abu 8-10%, lemak tidak jenuh ganda, kalsium, fosfor, dan serat (Palungkun, 2010). Dari penelitian di luar negri didapat informasi awal bahwa cacing tanah menghasilkan zat pengendali bakteri bernama lumbricin, lumbricin mempunyai aktifitas antimikroba berspektrum luas, yaitu menghambat bakteri gram negative, bakteeri gram posistif dan beberapa fungi (Cho et al., 1998 dalam Damayanti, 2000).

Serangkaian pengujian kimia diketahui bahwa senyawa aktif cacing tanah adalah golongan senyawa alkaloid yang juga dimiliki tumbuhan seperti kina dan tembakau sebagai antibakteri (Khairuman dan Khairul, 2009). Penelitian dengan memakai tepung cacing tanah (TCT) dapat menghambat bakteri S. pullorum. Dewasa ini banyak masyarakat yang menggunakan cacing tanah kering untuk di konsumsi serta direbus digunakan sebagai obat typus dan diare. Penyakit diare sering terjadi dalam kehidupan masyarakat, yang disebabkan oleh bakteri Escherichia coli.

E. coli merupakan kelompok bakteri gram-negatif berbentuk batang yang habitat alaminya

(2)

dapat digunakan hewan yang berkhasiat untuk obat-obatan dan tanpa bersentuhan dengan efek samping. Berdasarkan uraian diatas telah dilakukan penelitian tentang Pengaruh Air Rebusan Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi cacing tanah (L. rubellus) adalah: Kingdom Animalia, Phylum Annelida, Kelas Oligochaeta, Ordo Torriselae, Family Lumbricidae, Genus Lumbricus, Spesies L. rubellus. Cacing tanah yang termasuk phylum Annelida, tubuhnya bersegmen-segmen. Hidup didalam tanah yang lembab, dalam laut dan dalam air, pada umumnya hidup bebas, ada yang hidup dalam liang, beberapa bersifat komensial pada hewan-hewan aquatis, dan ada juga bersifat parasit pada vertebrata. Tubuhnya juga tertutup oleh kutikula yang merupakan hasil sekresi dari epidermis, sudah mempunyai system norvesum, system cardiovascular, dan sudah ada rongga tubuh (coelom) (Kastawi dkk., 2001).

Cacing tanah jenis L. rubellus mempunyai bentuk tubuh pipih. Jumlah cincin yana melingkari tubuhnya (segmen) yang dimiliki sekitar 90-195 dan klitelum (penebalan pada tubuh cacing) terletak pada segmen 27-23. L. rubellus, merupakan cacing berukuran relative kecil dengan panjang anatara 4-6cm. Bagian punggungnya bewarna merah coklat atau bewarna merah violet. Selain warna dasar cacing ini juga memiliki warna iridescent atau warna pelangi. Pada umumnya L.

rubellus akan mencapai usia dewasa pada umur 179 hari, Sedangkan umurnya sampai 2.5 tahun

(Dewangga, 2009).

Gambar. Cacing tanah ( Lumbricus rubellus) (Mimit Sumitri 2011).

Cacing tanah (L. rubellus) banyak mengandung protein 64 - 76 dan mengandung asam amino prolin sekitar 15 % dari 62 asam amino (Cho et al., 1998 dalam Damayanti, 2009). Didalarn ekstrak cacing tanah juga terdapat zat antipurin, antipiretik, antidota, vitamin dan beberapa enzim misalnya lumbrokinase, peroksidase, katalase dan selulose yang berkhasiat untuk pengobatan (Priosoeryanto 2001).

Menurut Palungkun (2010) cacing tanah memiliki manfaat dalam bidang pertanian, cacing menghancurkan bahan organic sehingga memperbaiki aerasi dan struktur tanah. Akibatnya lahan menjadi subur dan penyerapan nutrisi oleh tanaman menjadi baik. Keberadaan cacing tanah akan meningkatkan populasi mikroba yang menguntungkan tanaman. Cacing tanah merupakan sumber protein yang berpotensi untuk dimasukkan sebagai bahan makanan manusia seperti halnya daging sapi atau ayam.

Escherichia coli adalah kuman oportunis yang banyak ditemukan didalam usus besar

manusia sebagai flora normal. Sifatnya unik karena dapat menyebabkan infeksi primer pada usus, misalnya diare pada anak seperti juga kemampuannya menimbulkan infeksi pada jaringan tubuh lain di luar usus (Syahrurachman, 1994).

E. coli merupakan bakteri fakultatif anaerob, kemoorganotropik, mempunyai tipe

metabolisme fermentasi dan respirasi tetapi pertumbuhannya paling sedikit banyak dibawah keadaan anaerob. E. coli diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Prokaryotae, Divisi

(3)

Gracilicutes, Kelas Scotobacteria, Ordo Eubacteriales, Famili Entobacteriaceae, Genus Escherichia, dan Spesies : Escherichia coli (Jawetz dkk., 2005).

Gambar 2. Escherichia coli

Penyakit yang sering ditimbulkan oleh E. coli adalah diare. E. coli yang menyebabkan diare sangat sering ditemukan di seluruh dunia. E. coli diklasifikasikan berdasarkan ciri khas sifat-sifat virulensinya grup menimbulkan penyakit melalui mekanisme yang berbeda, antara lain:

a. Escherichia coli Enteropatogenik (EPEC), penyebab penting diare pada bayi, khususnya di Negara berkembang. Akibat dari infeksi EPEC adalah diare cair yang biasanya sembuh sendiri tetapi dapat juga kronik. Lamanya diare EPEC dapat diperpendek dengan pemberian antibiotik.

b. Escherichia coli Enterotoksigenik (ETEC)

Penyebab yang sering dari “ diare wisatawan “ dan sangat penting menyebabkan diare pada bayi di Negara berkembang, mengakibatkan hipermortilitas serta diare, dan berlangsung selama beberpa hari.

c. Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC)

Menghasilkan verotoksin, dinamai sesuai efek sitotoksinya pada sel Vero, suatu sel hijau dari monyet hijau Afrika, EHEC berhubungan dengan holitis hemoragik, bentuk diare yang berat dan sindroma uremia hemolitik, suatu penyakit akibat gagal ginjal akut, anemia hemolitik mikroangiopatik, dan trombositopenia.

d. Escherichia coli Enteroinvansif (EIEC)

Menyebabkan penyakit yang sangat mirip dengan shigellosis. Penyakit sering terjadi pada anak-ana, EIEC melakukan fermentasi laktosa dengan lambat dan tidak bergerak. Diare ini ditemukan hanya pada manusia.

e. Escherichia coli Enteroagregatif (EAEC)

Menyebabkan diare akut dan kronik pada masyarakat, bakteri ini ditandai dengan pola khas hemolisin dan ST enterotoksin yang sama dengan ETEC.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 di Laboratorium Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera barat.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, erlemeyer, tabung reaksi, inkubator, lampu spiritus, gelas ukur, timbangan, kompor listrik, jarum ose, autoclave, pipet tetes, gelas piala, drill glass, vortex, , neraca digital, water bath, kulkas, oven, pinset, kapas, kertas koran, kertas label, aluminium foil, plastik warp, karet gelang, pelubang kertas, pisau.

Bahan yang digunakan adalah Nutrien Agar (NA), cacing tanah (Lumbricus rubellus), alkohol, aquades, NaCl 0,9%, kertas saring, biakan Escherichia coli.

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan berupa air rebusan cacing tanah (Lumbricus

rubellus), dengan konsentrasi air rebusan yang digunakan: A (Kontrol Amoxilin 10 %), B (Kontrol

tanpa air rebusan cacing), C (Konsentrasi air rebusan 20 %), D (Konsentrasi air rebusan 40 %), E (Konsentrasi air rebusan 60 %) dan F (Konsentrasi air rebusan 80 %).

(4)

Skematis Pelaksanaan Penelitian

Parameter yang diamati adalah mengukur diameter zona hambat bakteri yang tumbuh pada medium NA. Pengukuran zona hambat bakteri dilakukan dengan menggunakan jangka sorong. Data dianalisis dengan ANOVA (Analysis Of Variance) dan dilanjutkan dengan uji lanjut DNMRT pada taraf 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

Data hasil pengamatan terhadap diameter zona hambat terhadap pertumbuhan bakteri

Escherichia coli yang dianalis dengan Analisis of Variance (ANNOVA). Rata-rata diameter zona

hambat terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Rata-rata diameter zona hambat bakteri Escherichia coli.

Konsentrasi Rata-rata diameter daerah bebas bakteri dalam (mm) Escherichia coli C = (air rebusan 20%) 14,97 a A = (Kontrol Amoxcilin 10 %) 12,71 a b E = (air rebusan 60 %) 9,56 b D = (air rebusan 40 %) 9,36 b F = (air rebusan 80 %) 7,92 b B = Tanpa air rebusan cacing tanah 0,0 c

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada α 5 % Berdasarkan hasil Tabel 1 dapat dilihat bahwa pada konsentrasi air rebusan cacing tanah 20 % sudah dapat menekan pertumbuhan bakteri Escherichia coli dengan zona hambat sebesar (14,97 mm). Berarti pada konsentrasi tersebut air rebusan cacing tanah sudah bersifat bakteriostatik.

Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa air rebusan cacing tanah (Lumbricus

rubellus) dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dengan baik. Daya hambat yang

terbentuk pada masing-masing perlakuan berbeda-beda. Pada konsentrasi 20 % menunjukkan rata- rata daerah hambat terbesar yaitu 14,49 mm dan pada konsentrasi 80 % menunjukkan rata-rata daerah hambat terkecil yaitu 7,92 mm. Sebagai kontrol positif digunakan amoxicillin 10 % yang menghasilkan rata-rata diameter 12,70 mm dan kontrol negatif yang tanpa menggunakan air rebusan cacing tanah tidak menunjukkan adanya daya hambat.

Adanya daya hambat bakteri yang dibentuk oleh air rebusan cacing tanah (L. rubellus) disebabkan adanya aktifitas antimikroba terhadap bakteri E. coli, kemampuan dari air rebusan cacing tanah (L. rubellus), karena mempunyai senyawa antimikroba yaitu Lumbricin. Cacing tanah (L. rubellus) mengandung bioaktif Lumbricin atau senyawa-senyawa peptida yang dapat

± 20 g cacing

tanah kering

Cacing tanah direbus dengan 25 ml

aquades

pada suhu 72

o

C selama

15 detik.

diperoleh air rebusan cacing

tanah 80 %

Encerkaan ekstrak cacing tanah

80 % sesuai konsentrasi

(20 %,

40 %, 60 %)

Celupkan kertas cakram

kedalam air rebusan cacing

tanah

Masing-masing kertas cakram

dimasukkan kedalam cawan

petri yang berisi biakan

murni

E. coli

Ukur diameter zona hambat

yang terbentuk

(5)

menghambat bakteri gram positif maupun negatif (broad spectrum). Selain itu cacing tanah (L.

rubellus) juga kaya senyawa peptida seperti coelomocytes (bagian sel darah putih) didalamnya

terdapat lysozym yang berperan dalam aktivitas fagositosis serta berfungsi untuk meningkatkan kekebalan (Cho et al, 1998 dalam Julendra 2007). Adapun senyawa aktif cacing tanah adalah golongan senyawa alkaloid, senyawa alkaloid pada cacing tanah mengandung atom nitrogen dan bersifat basa (pH lebih dari 7) yang juga dimiliki tumbuhan seperti kina dan tembakau sebagai antibakteri (Khairuman dan Khairul, 2009).

Diameter zona hambat bakteri yang terbentuk setiap perlakuan tidak selalu mengalami peningkatan sebanding dengan meningkatnya konsentrasi air rebusan cacing tanah (L. rubellus) yang digunakan. Dilihat dari hasil penelitian yang diperoleh bahwa semakin tinggi konsentrasi yang diberikan maka semakin rendah daya hambat terhadap bakteri tersebut. Ada beberapa kemungkinan mengapa semakin tinggi konsentrasi yang diberikan semakin kecil daya hambat bakteri yang terbentuk pada perlakuan air rebusan cacing tanah (L. rubellus). Menurut Pelczar (1988) masing-masing bahan aktif antimikroba memiliki mekanisme yang berbeda dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Dalam hal ini kerja zat aktif antimikroba cacing tanah (L. rubellus) tersebut belum diketahui mana yang berpotensi belum diketahui secara pasti. Jadi denganbelum diketahui mana bahan aktif yang berpotensi, maka diperkirakan adanya perbedaan mekanisme kerja bahan aktif cacing tanah (L. rubellus) tersebut dalam menghambat pertumbuhan bakteri E. coli. Sebagai contoh lumbricin dapat menyebabkan perubahan mekanisme permeabilitas membran sehingga kehilangan metabolit sel dan mampu menghambat sintesis protein dan DNA dalam sel (Damayanti dkk., 2009). Sedangkan alkaloid diduga dengan cara menganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga dinding sel tidak terbentuk atau tidak terbentuk secara sempurna (Sjahid, 2008).

Selain itu dengan sifat kelarutan dari bahan yang diduga sebagai zat aktif tidak sama, sedangkan mana bahan yang berpotensi juga belum diketahui. Menurut Hyun dkk., (1998 dalam Waluyo, 2008) lumbricin merupakan peptida antimikroba yang mengandung asam amino. Menurut Suharsono, (1970 dalam Sitompul, 2004) asam amino umumnya mudah larut dalam air namun tidak larut dalam organik non polar. Jadi lumbricin tersebut larut dalam air. maka akibatnya makin tinggi konsentrasi pengaruhnya akan lebih baik atau mudah berdifusi. Menurut Pelczar dan Chan, (1986 dalam Damayanti dkk., 2009) menyebutkan bahwa masuknya zat-zat kedalam sel melalui membran sel dibantu oleh adanya pelarut, sebaliknya jika alkaloid yang berpotensi, alkaloid larut dalam pelarut organik, sedangkan pelarut yang digunakan hanya air, tentu jumlah alkaloid yang terlarut jadi rendah, maka efeknya pada bakteri E. coli makin rendah.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa air rebusan cacing tanah dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli. Air rebusan cacing tanah yang efektif dalam menghambat

Escherichia coli adalah pada konsentrasi 20 %.

Perlu dilakukan penelitian selanjutnya untuk mengetahui KHM pada biakan bakteri lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 2011. www.smallcrab.com/kesehatan/844-penyakit-infeksi-bakteri- Escherichia-coli. Di akses 3 juni 2011.

Damayanti, E. Sofyan, A. Julendra, H. Untari T. 2009. Pemanfaatan Tepung Cacing Tanah (Lumbricus

rubellus) Sebagai Agensia Anti-Pullorum Dalam Imbuhan Pakan Ayam Broiler. Jurnal

Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gajah Mada: Yogyakarta

Dewangga, A, G. (2009). Pengaruh Penggunaan Tepung Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) Terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Ransum Domba Lokal Jantan. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta: Surakata.

Entjang, I. (2003). Mikrobiologi dan Parasitologi. Citra Aditya Bakti: Bandung.

(6)

Julendra, H dan Sofyan A. (2007). Uji In Vitro Penghambatan Aktivitas Escherichia coli dengan tepung cacing tanah (Luumbricus rubellus). Jurnal Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia (BPPTK)-LIPI: Yongyakarta.

Khairuman, dan Khairul A. (2009). Menggeruk Untung dari Beternak Cacing. Agromedia Pustaka: Jakarta.

Kastawi, Y, Sri E. I., Ibrohim. Masjhudi, dan Sofia E. R. (2001). Common Textbook Zoologi Avertebrata. Universitas Negeri Malang: Malang.

Ovianto, E. (2004). Uji Aktifitas Fibrinolitik Tepung Cacing (Lumbricus rubellus) Secra Invitro dan Evaluasi Pengaruhnya Terhadap Beberapa Parameter Anteroskloresis Pada Monyet Ekor Panjang Macaca fascicularis Sehat. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Palungkun, R. 2010.Usaha Ternak Cacing tanah. Swadaya: Jakarta.

Pelczar, M. J. dan Chan, E. C. S. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi. Universitas Indonesia: Jakarta.

Priosoeryanto, B, P. Pontjo. Masniari, P. Risa, T. Magdalena, P, U. Yelly, A, I. Hendro, P, U. (2001). Aktifitas Antibakteri dan Efek Terapeutik Ekstrak Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) Secara Invitro dan Invivo Pada Mencit Berdasarkan Gambaran Patologi Anatomi dan Histopatologi. Jurnal Balai Penelitian Veteriner (BALITVET): Bogor.

Sitompul, S. (2004). Analisis Asam Amino Dalam Tepung Ikan dan Bungki Kedelai. Jurnal Buletin Teknik Pertanian: Ciawi.

Sjahid. L. R. 2008. Isolasi dan Identifikasi Flavonoid Dari Daun Dewandaru (Eugenia uniflora L.). Skripsi Universitas Muhammadiyah Surakarta: Surakarta

Syahrurachman, A. 1994. Mikrobiologi Kedokteran. Binarupa Aksara: Jakarta.

Waluyo, J. 2008. Purifikasi dan Karakteristik Protein Antibakteri Cacing Tanah. Thesis Universitas Airlangga: Surabaya.

Gambar

Gambar 2.  Escherichia coli
Tabel  1. Rata-rata diameter zona hambat bakteri  Escherichia coli.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil throughput tersebut akan diolah untuk menjadi data statistik ataupun data dalam bentuk grafik yang kemudian menjadi bahan acuan terhadap user untuk menilai

Dalam analisis spektra, ada beberapa metode yang perlu dilakukan antara lain membuat turunan kedua dari spektrum original untuk menghilangkan baseline spectra, menentukan

Dari ketiga profesi akuntan, profesi dosen memiliki persepsi yang paling baik (84,92%) dibanding profesi akuntan manajemen dan mahasiswa. Pada hasil uji

(2) upaya mengatasi anak putus sekolah masih kurang, ditandai dengan kurangnya motivasi dan bantuan dari orang tua dalam proses belajar anak, kurangnya pengawasan dan

Seiring dengan berkembangnya citra satelit seri Landsat, maka pada penelitian ini dilakukan pengolahan citra Landsat 8 akuisisi tanggal 21 Januari 2017 untuk menganalisis sebaran

Pengolah angka, adalah program yang menjadikan computer berfungsi sebagai alat Bantu dalam membuat, mengedit, mengatur, menyimpan dan mencetak dokumen berupa table

Hasil lain yang didapatkan dari dampak pelaksanaan model dapat dilihat dari hasil belajar untuk mata kuliah Konsep Dasar Matematika 1 dan Pengembangan Pembelajaran IPA SD. Hasil

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan sudut kemiringan selektor garuk yang memberikan nilai selektivitas terbaik untuk kerang darah ( Anadara granosa ) dan kerang bulu