KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BIDANG KEPERCAYAAN
TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA DAN TRADISI
DIREKTORAT KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA DAN TRADISI
Disampaikan Pada
Peningkatan Kompetensi Pengelola di Bidang Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi pada Satuan Kerja Perangkat Kerja Daerah Bidang Kebudayaan
Abdul Latif Bustami
0818493854/abdullatifbustami@yahoo.com
Topik Bahasan
2
Relasi Hukum,Birokrasi, dan Politik
A
Peraturan Perundang-Undangan
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
dan Tradisi
A
Relasi Hukum, Birokrasi, dan Politik
1. Resiprokal dan Dinamis
2. Pelayanan
B
A
Peraturan Perundang-Undangan
Kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dan Tradisi
1. Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
2. Tradisi
DIREKTORAT KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA DAN TRADSI PRA KOLONIAL KOLONIAL KEBANGKITAN NASIONAL KEMERDEKAAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN CYBER-WARFARE GLOBALISASI PERANG DINGIN PERANG DUNIA II PERANG DUNIA I KOLONIALISME
DIREKTORAT KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA DAN TRADISI
Kepercayaan
Terhadap
Tuhan Yang
Maha Esa
Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa
8
3
PBM Mendagri dan Menbudpar No.43/41 Tahj 2009
2
PP.Nomor 37 Tahun 2007
Negara berkewajiban memberikan perlindungan dan pegakuan terhadap
penentuan status pribadi dan status hukum bagi penduduk Indonesia
Negara berkewajiban memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap
penentuan status pribadi dan status hukum bagi penduduk Indonesia
Untuk memberikan perlindungan, pengakuan, penentuan status pribadi dan
status hukum bagi penduduk Indonesia diperlukan pengaturan tentang
administrasi kependudukan
Untuk memberikan perlindungan, pengakuan, penentuan status pribadi dan
status hukum bagi penduduk Indonesia diperlukan pengaturan tentang
administrasi kependudukan
Administrasi kependudukan meliputi pendaftaran penduduk, pencatatan sipil,
dan pengelolaan informasi administrasi kependudukan
UU No.23 Tahun 2006
BAB III, Pasal 8 ayat (4) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk persyaratan dan tata cara Pencatatan Peristiwa Penting bagi Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan Peraturan Perundnag-undangan atau bagi penghayat kepercayaan berpedoman pada pada Peraturan Perundang-undangan
BAB VI, Pasal 61 ayat (2) :Keterangan mengenai kolom agama sebagaimana dimakdus ayat (1) bagi Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam data base Kependudukan .
KTP diatur Bab VI Pasal 64 ayat (2) Keterangan tentang agama sebaaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Ppenduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang- undangan atau bagi penghayat
kepercayaan,tidak diisi atau dikosongkan, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan.
Dengan tidak diisinya kolom agama pada KK dan KTP bagi Penghayat Kepercayaan kepada Tuhaniwa Penting YME, maka apabila Penghayat Kepercayaan memerlukan dan meminta untuk diterbitkan surat keterangan status kepercayaannya (sebagai lampiran KK dan KTP) maka Dinas Kependudukan dan Capil wajib menerbitkan Surat Keterangann Status
Penghayat Kepercayaan tersebut (SE Mendagri kepada Kadisdukcapil tanggal 7 Februari 2011 tentang Penerbitan Surat Keterangan)
BAB XI, Pasal 92 ayat (1) dan (2): Dalam hal Pejabat pada Instansi Pelaksana melakukan tindakan atau sengaja melakukan tindakan yang memperlambat pengurusan Dokumen Kependudukan dalam batas waktu yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dikenakan sanksi berupa denda paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Presiden
BAB XI Pasal 105 Dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan sejak diundangkannya Undang-Undang ini, Pemerintah wajib menerbitkan Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang penetapan persyaratan dan tata cara perkawinan bagi para penghayat kepercayaan sebagai dasar diperolehnya kutipan akta perkawinan dan pelayanan pencatatan Peristiwa Penting
Pelayanan dalam data base kependudukan dicatat melalui formulir F1.01 (formulir bio data penduduk)
Penting
•
Dengan tidak diisinya kolom agama pada KK dan KTP bagi Penghayat Kepercayaan
kepada Tuhan YME, maka apabila Penghayat Kepercayaan memerlukan dan meminta
untuk diterbitkan surat keterangan status kepercayaannya (sebagai lampiran KK dan
KTP) maka Dinas Kependudukan dan Capil wajib menerbitkan Surat Keterangann Status
Penghayat Kepercayaan tersebut (
SE Mendagri kepada Kadisdukcapil tanggal 7 Februari
PP No.37 Tahun 2007:Perkawinan
• PP Nomor 37 Tahun 2007 (6 bulan kemudian) tentang ‘Pelaksanaan UU No, 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan,
• BAB X Persyaratan dan tata Cara Pencatatan Perkawinan Bagi Penghayat Kepercayaan. Pasal 81 ayat (1)
Perkawinan Penghayat Kepercayaan dilakukan di hadapan Pemuka Penghayat Kepercayaan (2) Pemuka
Penghayat Kepercayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjuk & ditetapkan oleh organisasi penghayat kepercayaan, untuk mengisi dan menandatangani surat perkawinan Penghayat Kepercayaan (3) Pemuka
Penghayat Kepercayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didaftar pada kementerian yang bidang tugasnya secara teknis membina organisasi Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa
• Pasal 82 (Kewajiban melaporkan persitiwa perkawinan kepada Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi
Pelaksana paling lambat 60 (enam puluh) hari dengan mwnywrahkan (surat perkawinan, fotokopi KTP, pas foto,akta kelahiran, paspor bagi suami/istri bagi orang asing) Pasal 83 ayat (1) –menyerahkan formulir pencatatan perkawinan kepada pasangan suami istri,- melakukan verifikasi, dan mencatata pada register). Ayat (2) Kutipan akta perkawinan diberika kepada masing-masing suami dan istri
• Penghayat kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan administrasi kependudukan sebagaimana umumnya penduduk Indonesia (SE Mendagri Nomor
Implementasi Regulasi: Penghayat
•
Kadang Sapta Darma
berpedoman pada
wewarah tujuh ,
yang kedua berbunyi ”
Kanthi jujur lan sucining ati kudu
setya
anindakake angger-
angger ing negarane”
artinya dengan
jujur dan suci hati, harus setia menjalankan
perundang-undangan negaranya.
•
Perkawinan di KSD tidak di perbolehkan dilaksanakan di rumah melainkan
harus dilaksanakan di Sanggar Candi Busana di daerahnya masing-masing.
Di Kota Malang dilaksanakan di Sanggar Candi Busana yang ada di Arjosari
atau di Sanggar yang ada di Jalan Gereja Kayutangan
•
Sujudan bersama (kedua mempelai,para undangan yang hadir dalam acara
perkawinan). Pada kurun waktu 2007 sampai 2011 di Kota Malang ada dua
pasangan. Perkawinan secara Penghayat telah dilakukan oleh keluarga Ibu
Ninuk di Malang
•
Pemuka penghayat KSD Kota Malang yang ditunjuk oleh Departemen
Kebudayaan Dan Pariwisata melalui Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, S.Kep. No: 222/SK/Dit.Kep/NBSF/XI/07 yaitu Bapak
Dilangsungkan dihadapan Pemuka Penghayat
Pelaksanaan Perkawinan Sapta Darma di Kota Malang
Empirik
• Bapak Imam ketika beliau menurus pernikahannya dulu:
‘Ada mas yang menjadi kendala itu di tingkat bawah mas yaitu di kelurahan dan di kecamatan,
pengalaman saya dulu sampai berulang kali mengurusi di kelurahan dan di kecamatan sampai 4 kali di mana dari pihak kelurahan dan kecamatan katanya belum bisa melakukan pernikahan secara KSD karena yang diakui hanya enam agama dan akhirnya saya meminta bantuan kepada ketua Persada Bapak M. Djayusman untuk membuatkan surat pengantar yang menyatakan bahwa saya warga KSD dan saya membawa foto copian Peratuaran Mentri Dalam Negeri dan Mentri Kebudayaan dan
Pariwisata serta undang-undang adminduk No. 23 tahun 2006 dan PP No. 37 tahun 2007 tentang Pencatatan Perkawinan bagi Penghayat Kepercayaan. Dari situ baru disetujui oleh pihak kelurahan dan kecamatan, tetapi kalau di tingkat catatan sipil tidak ada permasalahan mungkin hal ini
dikarenakan kurangnya sosialisasi di tingkat bawah sehingga petugas-petugas di bawah kurang begitu tahu. Malah kalau di RT dan RW tidak ada masalah” (Wawancara tanggal 1 Juli
2011)(Widiyanto 2011).
• Ada petugas lapangan yang menghambat proses pelayanan KTP dan KK dengan alasan keamanan dan seolah-olah tidak mengerti hukum.
Realitas: DIPANEGARA
•
Pengosongan status agama dalam KTP dan KK masih berkonotasi
negatif. Para penghayat kepercayaan terpaksa mencantumkan agama
sebrang
/impor mayoritas pada identitasnya daripada dicap sebagai
atheis. pembuatan e KTP terjadi manipulasi model Tuntas (Tuntutan
dari Atas)
•
Penghayat sendiri masih berpikir keuntungan dan kerugian (Pegawai
Negeri Sipil,Polisi,dan Militer) dengan mengosongkan kolom agama
pada KTP
Peraturan Bersama Mendagri dan Menbudpar
•
Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kebudayaan
dan Pariwisata No 43 dan No 41 Tahun 2009 tentang Pedoman
Pelayanan kepada Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.
•
BAB I, Pasal 2 ayat (1) Pemerintah Daerah memberikan pelayanan
kepada Penghayat Kepercayaan.Ayat (2) Pelayanan yang dimaksud
meliputi: administrasi organisasi Penghayat Kepercayaan, pemakaman
dan sarana sarasehan atau sebutan lain
Pemakaman:Segregasi di Dunia Arwah
•
BAB IV, Pasal 8 PERBER (1)
"Penghayat Kepercayaan yang meninggal dunia
dimakamkan di tempat pemakaman umum";
•
(2) "Dalam hal pemakaman Penghayat Kepercayaan ditolak di pemakaman
umum yang berasal dari wakaf, pemerintah menyediakan pemakaman umum"
•
(3,) Lahan pemakaman umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
disediakan oleh Penghayat Kepercayaan"
•
(4), Bupati/walikota memfasilitasi administrasi penggunaan lahan yang
disediakan oleh Penghayat Kepercayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
untuk menjadi pemakaman umum.
Pasal 8 ayat 3 dan 4 telah menegaskan pemerintah daerah wajib membantu
penghayat kepercayaan untuk memakamkan anggota keluarganya di lahan milik
mereka sendiri. Implikasinya adalah Pemkab memberi fasilitas administrasi
penggunaan lahan dengan mudah, tanpa dipersulit kepada setiap warga
termasuk Penghayat.
Bangunan Peribadatan
•
Bab V,Pasal 9 s.d Pasal 13. Pasal 10 dinyatakan bahwa(1) Penyediaan sasana sarasehan
atau sebutan laiannya didasarkan pada kebutuhan nyata dan sungguh-sungguh bagi
Penghayat,(2) Penyediaan sasana sarasehan atau sebutan laiannya sebagaimana yang
dimaksud dapat berupa bangunan baru atau bangunan lain yang dialihfungsikan.
•
Pasal 11 ayat (1) Penghayat mengajukan permohonan ijin mendirikan bangunan untuk
penyediaan sasana sarasehan atau sebutan lainnya kepada Bupati/Walikota; (2)
Bupati/Walikota memberikan keputusan paling lambat 90 hari sejak diterimanya
permohonan pendirian sasana sarasehan atau sebutan lainnya setelah memenuhi
persyaratan.
•
Pasal 12, ayat (1) Penyediaan sasana sarasehan atau sebutan lainnya yang telah
mendapat ijin mnedapat penolakan dari masyarakat,Pemerinta Daerah memfasilitasi
pelaksanaan pembangunan sasana sarasehan yang dimaksud, (2) Dalam hal fasilitasi
pemerintah daerah tidak terlaksana,Pemerintah Daerah berkewajiban memfasilitasi
lokasi baru untuk pembangunan sasana sarasehan atau sebutan lainnya.
•
Pasal 13 dinyatakan Bupati/Walikota memfasilitasi penyediaan lokasi baru bagi
bangunan sasana sarasehan atau sebutan lain yang telah memiliki IMB yang
dipindahkan karena perubahan rencana tata ruang wilayah.
Kasus: Mitos Kuwalat
•
Kasus di Desa Gedangan Kabupaten Malang, Kasunyatan Jawi yang terdaftar secara legal
formal pada saat mensosialisasikan undang-undang tersebut oleh aparat dianggap aliran
sesat karena menjelaskan kepada penghayat untuk mengosongkan agama di KTP dan
menerapkan ajarannya yang berbeda dengan arus utama.
•
Akar persoalan tersebut karena mereka belum tahu tentang undang-undang tersebut.
Penghayat masih ragu-ragu untuk mengosongkan sehingga masih tertulis di KTP dengan
salah satu agama resmi. Dengan sendiirnya, diduga kuat Kasunyatan Jawi melakukan
pemurtadan terhadap warga negara yang sudah beragama (Malang Post 15-17 Juni
2009;Radar Malang 15 dan 17 Juni 2009; Memo AREMA, 16 -17 Juni 2009;Surya 17 Juni
2009; Jawa Pos 17 Juni 2009).
•
Persoalan itu tersebut dilaporakan oleh Kades Gedangan (Sayuti) dan diproses oleh
Kapolsek Gedangan (M.Ghufron). Kejadian itu memunculkan mitos karena putra Kepala
Desa Gedangan (Aang Prasetyo) dan Kapolsek Gedangan (Hindun Komairoh Gufron)
meninggal terseret ombak di Pantai Bajul Mati,Sitiarjo pada saat merayakan kelulusan
dari SMU Negeri Turen’.Gusti Allah mboten sare!
Pembagian Urusan Pemerintahan Antar Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota
PP.Nomor. 38 Tahun 2007
K E B I J A K A N P E N G A T U R A N T T G D E S A I N D O N E S I A
UU 22 / 1999 Organisasi pemerintah semu
UU 32 /’04 Desa ditempatkan sebagai organisasi pemerintah semu
UU 5 / 1974 Organisasi Pemerintah semu UU 19 / 1965 dibentuk Desapraja sbg DT III Penpres 6 / 1959 tidak mengatur tentang desa
UU 1 / 1957 Desa dijadikan daerah otonom tingkat III UU 22 / 1948 Desa dijadikan daerah otonom tingkat III
UU 1 / 1945 tidak mengatur tentang desa IGO dan IGOB
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa Desa sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat
Desa:UU NO.6 Tahun 2014
•
Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lembaga Adat dan Desa Adat
Undang-Undang No.6 Tahun 2014 tentang Desa Lembaga Adat Desa dan Desa Adat
• BAB XII LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN LEMBAGA ADAT DESA
• Bagian Kesatu Lembaga Kemasyarakatan Desa Pasal 95
• Bagian Kedua Lembaga Adat Desa
• (1) Pemerintah Desa dan masyarakat Desa dapat membentuk lembaga adat Desa.
• (2) Lembaga adat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga yang menyelenggarakan fungsi adat istiadat dan menjadi bagian dari susunan asli Desa yang tumbuh dan berkembang atas prakarsa masyarakat Desa.
• (3) Lembaga adat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas membantu Pemerintah Desa dan sebagai mitra dalam memberdayakan, melestarikan, dan mengembangkan adat istiadat sebagai wujud pengakuan terhadap adat istiadat masyarakat Desa.
1. LEMBAGA YANG MENYELENGGARAKAN FUNGSI ADAT ISTIADAT DAN MENJADI BAGIAN DARI SUSUNAN ASLI DESA YG TUMBUH DAN BERKEMBANG ATAS PRAKARSA MASY
2. TUGAS MEMBANTU PEMERINTAH DESA DAN SEBAGAI MITRA DALAM MEMBERDAYAKAN, MELESTARIKAN DAN MENGEMBANGKAN ADAT ISTIADAT
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
Peran dan Fungsi Lembaga Adat
•
Sebagai pelestari adat istiadat masyarakat lokal
•
Sebagai penjaga dan penegak hukum adat
•
Sebagai pemangku kearifan lokal (
local wisdom
)
Desa Adat
Bab XIII Ketentuan Khusus Desa Adat yang diundangkan tanggal 15
Januari 2014
•
Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2014 tentang
Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang No.6 Tahun 2014 tentang Desa
•
Peraturan Menteri Dalam Negeri No.52 Tahun 2014 tentang
Pedoman
Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat
.
PEMERINTAH, PEMPROV DAN PEMKAB/KOTA MELAKUKAN PENATAAN KESATUAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DAN DITETAPKAN MENJADI DESA ADAT
DESA ADAT DITETAPKAN DENGAN PERDA KAB/KOTA DAN SESUAI PERSYARATAN YANG DITETAPKAN
SYARAT DESA ADAT, a.l : KESATUAN MASY HUKUM ADAT BESRTA HAK TRADISIONALNYA SECARA NYATA MASIH HIDUP, BAIK YG BERSIFAT
TERITORIAL, GENEALOGIS, DAN FUNGSIONAL
PEMBENTUKAN DESA ADAT DILAKUKAN DENGAN MEMPERHATIKAN FAKTOR PENYELENGGARAAN PEMDES, PEMBANGUNAN DESA,
KEMASYARAKATAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
KETENTUAN KHUSUS
DESA ADAT
Pokok-Pokok Pengaturan Desa Adat dalam UU
Desa
1. Penetapan (Psl 96, 97 dan 98 Ayat 1), Pembentukan (Psl 98
Ayat 2 – 100) dan Penataan (Psl 101 – 102)
2. Kewenangan Desa Adat (103 – 106)
3. Pemerintahan Desa Adat (107 – 109)
4. Peraturan Desa Adat (110)
34
Permendibud Nomor 77 Tahun 2013
.
Wayang (2003)
Intangible Cultural Heritage No.63
Batik (2009)
Intangible Cultural Heritage No.170
Keris (2005)
Intangible Cultural Heritage No.112
Best Practice Batik(2009)
Intangible Cultural Heritage
Borobudur (1991)
World Heritage List No.592
Prambanan (1991)
World Heritage List No.642
Subak Bali (2012)
World Heritage List No.1194rev
Manusia Purba Sangiran (1996)
World Heritage List No.593