• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGETAHUAN DAN PELAKSANAAN INISIASI MENYUSUI DINI, PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF SERTA STATUS GIZI BATITA DI PERDESAAN DAN PERKOTAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGETAHUAN DAN PELAKSANAAN INISIASI MENYUSUI DINI, PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF SERTA STATUS GIZI BATITA DI PERDESAAN DAN PERKOTAAN"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

PENGETAHUAN DAN PELAKSANAAN INISIASI MENYUSUI DINI,

PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF SERTA STATUS GIZI BATITA DI

PERDESAAN DAN PERKOTAAN

DARA KRISTANTI NUGRAHENI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(2)

ABSTRACT

DARA KRISTANTI NUGRAHENI. Knowledge and implementation of early initiation of breastfeeding, exclusive breastfeeding and nutritional status of infants under three years in rural and urban. Supervised by YEKTI HARTATI EFFENDI

and MIRA DEWI

Early initiation of breastfeeding is a method in which after the baby is born, he/she is placed over the mother’s abdomen and left to crawl to reach the nipple and finally suck it without assistance. The method provides the benefits to the survival of infants. Early initiation of breastfeeding and exclusive breastfeeding can prevent deaths and reduce the risk of neonatal infectious diseases. The purpose of this research was to study the knowledge of early initiation of breastfeeding mother, the implementation of early initiation of breastfeeding, exclusive breastfeeding, and nutritional status of infants under three years in rural and urban. The study design was retrospective and cross sectional, and took place in Desa Sukajadi and Kelurahan Situgede. The study showed that both the mothers in rural and urban areas have knowledge of early initiation of breastfeeding at a medium level. There were 40% of samples in both rural and urban areas who implement early initiation of breastfeeding and 62,9% samples in both the rural and urban areas practiced exclusive breastfeeding. There is no association between early initiation of breastfeeding knowledge of mothers with implementation of early initiation of breastfeeding and between the implementation of early initiation of breastfeeding with exclusive breastfeeding and between exclusive breastfeeding with nutritional status of infants under three years.

Keyword: knowledge of early initiation of breastfeeding mothers, implementation of early initiation of breastfeeding, exclusive breastfeeding, nutritional status.

(3)

RINGKASAN

DARA KRISTANTI NUGRAHENI. Pengetahuan dan Pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini, Pemberian ASI Eksklusif serta Status Gizi Batita di Perdesaan dan Perkotaan Dibawah bimbingan Yekti Hartati Effendi dan Mira Dewi.

Pengetahuan dan pelaksanaan inisiasi menyusui dini (IMD) sangat berperan dalam keberhasilan ASI eksklusif serta pencapaian status gizi yang baik untuk anak. Namun, hingga saat ini masih sedikit ibu yang melaksanakan IMD.

Tujuan umum penelitian ini adalah mempelajari pengetahuan dan pelaksanaan inisiasi menyusui dini, pemberian ASI eksklusif serta status gizi batita di perdesaan dan perkotaan. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah 1) Mempelajari karakteristik batita (umur, jenis kelamin, berat saat lahir), ibu (umur, pendidikan dan pekerjaan), dan keluarga (pendapatan dan besar keluarga) 2) mempelajari pengetahuan IMD ibu di perdesaan dan perkotaan, 3) mempelajari pelaksanaan IMD di perdesaan dan perkotaan, 4) mempelajari pemberian ASI di eksklusif perdesaan dan perkotaan, 5) mempelajari status gizi batita di perdesaan dan perkotaan, 6) mempelajari hubungan antara pengetahuan IMD ibu dengan pelaksanaan IMD, 7) mempelajari hubungan antara pelaksanaan IMD dengan pemberian ASI Eksklusif, 8) mempelajari hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan status gizi batita.

Penelitian ini menggunakan desain retrospektif dan cross sectional study. Penelitian dilakukan di dua lokasi yaitu Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor mewakili daerah perdesaan sedangkan Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor mewakili daerah perkotaan. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive sampling dengan alasan masih banyaknya ibu yang melahirkan tanpa ditolong oleh tenaga medis dan belum ada penelitian yang berkaitan tentang inisiasi menyusui dini. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juli 2011.

Contoh dalam penelitian ini adalah batita dan ibunya yang tinggal lokasi terpilh dan tercatat di posyandu. Penentuan posyandu dilakukan secara purposif, sedangkan penentuan contoh berdasarkan pada kriteria yaitu batita tercatat di posyandu, berusia 12-35 bulan, tinggal bersama ibunya dilokasi terpilih, dan bersedia untuk dijadikan contoh. Penarikan contoh dilakukan dengan cara Simple Random Sampling. Dari masing-masing lokasi diambil 31 pasang contoh batita dan ibunya sehingga total contoh yang didapat adalah 62 pasang contoh.

Data primer meliputi karakteristik batita (umur, jenis kelamin, dan berat saat lahir), karakteristik ibu (umur, pendidikan, dan pekerjaan), karakteristik keluarga batita (besar keluarga dan pendapatan keluarga), pengetahuan IMD ibu, pelaksanaan IMD, pemberian ASI eksklusif, dan data status gizi batita (berat badan dan tinggi badan). Data sekunder berupa keadaan umum wilayah. Data yang diperoleh dianalisis deskriptif dan inferensia menggunakan Microsoft Excel dan SPSS 16.0 for Windows. Hubungan antara variable dianalisis secara statistik dengan menggunakan Rank Spearman Correlation Test dan uji beda dianalisis dengan Indipendent t-Test dan Mann Withney.

Sebagian besar batita berjenis kelamin laki-laki dengan persentase sebesar 59,7%. Sebesar 53,2% batita di kedua lokasi berusia antara 24-35 bulan. Sebesar 96,8% batita di kedua lokasi memiliki berat badan lahir 2500 gram. Sebesar 50% keluarga tergolong kedalam keluarga kecil (≤ 4 orang).

(4)

Secara keseluruhan keluarga contoh tergolong dalam keluarga tidak miskin dengan rata-rata pendapatan/kapita/bulan sebesar RP 249.598. Sebesar 95,2% umur ibu di kedua lokasi tergolong ke dalam dewasa awal. Sebesar 46,8% ibu di kedua lokasi tergolong tamat SD.Sebagain besar ibu di kedua lokasi merupakan ibu rumah tangga .

Sebesar 54,8% ibu memiliki tingkat pengetahuan inisiasi menyusui dini sedang dan 37,1% memiliki tingkat pengetahuan inisiasi menyusui dini tinggi. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata (p>0.05) antara pengetahuan IMD di perdesaan dan perkotaan. Pertanyaan mengenai berat badan minimal bayi lahir sehat, waktu yang tepat untuk melaksanakan IMD serta cara bayi dalam mencari puting susu ibu pada pelaksanaan IMD merupakan pertanyaan yang paling sedikit dapat dijawab dengan benar oleh ibu di kedua lokasi, serta pertanyaan mengenai kelompok bahan pangan protein nabati merupakan pertanyaan yang paling sedikit dapat dijawab dengan benar oleh ibu di perdesaan.

Berdasarkan pada data penelitian ini terdapat 40% contoh yang melaksanakan IMD. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata (p>0,05) antara pelaksanaan IMD di perdesaan dan perkotaan. Berdasarkan sejumlah contoh yang diteliti terdapat 14 batita di perkotaan dan 11 batita yang melaksanakan IMD. Respon yang diberikan bayi berbeda-beda antara satu dan lainya. Terdapat 93% batita di perkotaan dan 91% batita di perdesaan yang memberikan respon menendang perut ibu dan terdapat 86% batita di perkotaan dan 91% batita di perdesaan yang memberikan respon meremas daerah puting susu ibu.

Sebanyak 62,9% batita di kedua lokasi mendapatkan ASI eksklusif. Sebesar 62,9% contoh di kedua lokasi diberikan ASI eksklusif selama 6 bulan. Alasan utama ibu memberikan ASI eksklusif adalah karena ASI baik bagi kesehatan (69%). Berdasarkan uji beda tidak terdapat perbedaan nyata (p>0,05) antara pemberian ASI ekslusif di perdesaan dan perkotaan. Sebesar 27,4% ibu yang tidak memberikan kolostrum di kedua daerah. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata (p>0.05) antara pemberian kolostrum di perdesaan dan perkotaan. Alasan utama ibu tidak memberikan kolstrum di kedua lokasi adalah ASI tidak keluar (82%). Sebesar 27,4% batita di kedua lokasi penelitian diberi makanan prelaktal dan jenis makanan prelaktal yang paling banyak diberikan adalah air putih. Sebesar 61,3% batita di perkotaan dan 64,5% batita di perdesaan diberikan susu formula pada usia ≥ 6 bulan..

Berdasarkan indeks BB/U sebesar 96,8% batita di kedua lokasi penelitian memiliki status gizi baik. Hasil uji t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata (p<0.05). Berdasarkan indeks TB/U rata-rata status gizi batita di kedua lokasi memiliki status gizi normal (64,5%). Hasil uji t menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata (p>0,05).Berdasarkan indeks BB/TB rata-rata batita di kedua lokasi penelitian memiliki status gizi normal (80,6%).Hasil uji t menunjukkan perbedaan nyata antara status gizi di perkotaan dan perdesaan (p<0,05).

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak ada hubungan nyata (p= 0,84; r=0,52) antara pengetahuan IMD dengan praktek pelaksanaan IMD. Tidak terdapat hubungan nyata (p=0,87 ; r=0,50) antara pelaksanaan IMD dengan pemberian ASI eksklusif. Tidak terdapat hubungan yang nyata antara pemberian ASI eksklusif dengan status gizi batita indeks BB/U (p=0,71 ; r=- 0,05); TB/U (p=0,97 ; r=0.004); dan BB/TB (p=0,68 ; r=0,05).

(5)

PENGETAHUAN DAN PELAKSANAAN INISIASI MENYUSUI DINI,

PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF SERTA STATUS GIZI BATITA DI

PERDESAAN DAN PERDESAAN

DARA KRISTANTI NUGRAHENI

Skripsi

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada

Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(6)

Judul : Pengetahuan dan Pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini, Pemberian ASI Eksklusif serta Status Gizi Batita di Perdesaan dan Perkotaan Nama : Dara Kristanti Nugraheni

NRP : I14070041

Disetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

dr. Yekti Hartati Effendi, S.Ked dr. Mira Dewi, S.Ked, M.Si

NIP. 19471029 197901 2 001 NIP. 19761116 200501 2 001

Disetujui,

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS. NIP. 19621218 198703 1 001

(7)

PRAKATA

Assalamua’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syakur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Pengetahuan dan Pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini, Pemberian ASI Eksklusif serta Status Gizi Batita di Perdesaan dan Perkotaan. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan masukan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. dr. Yekti Hartati Effendi, S.Ked dan dr. Mira Dewi, S.Ked, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu sabar membimbing, memberikan ide, masukan, serta saran yang membangun sejak awal penyusunan hingga terselesainya skripsi ini.

2. Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS selaku dosen pemandu seminar dan penguji atas arahan dan saran yang diberikan kepada penulis.

3. Bidan Rina serta seluruh kader Posyandu di Desa Sukajadi dan Bidan Neneng serta seluruh kader Posyandu di Kelurahan Situgede atas bantuan dan kerjasamanya selama pengambilan data.

4. Para pembahas seminar Dian Fatika Dewi, Krisna Alfiani, Robiah Aladawiyah, dan Imas Septiani atas saran dan penyempurnaan skripsi ini. 5. Papa, Mama dan Adik yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang,

dorongan, serta semangat tiada henti kepada penulis.

6. Semua teman dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas segala kebersamaan, dorongan, semangat, serta bantuan yang diberikan selama ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik serta saran dari pembaca yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan selanjutnya. Akhir kata, besar harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat, khususnya bagi penulis dan semua pihak pada umumnya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Bogor, November 2011

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 14 April 1989 dari ayah bernama Budi Santoso dan ibu Diah Ekowatie. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dengan adik bernama Yosua Sandy Nugraha. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Budi Mulia Bogor pada tahun 2001. Tahun 2004 penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 6 Bogor. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 2 Bogor.

Penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor tahun 2007 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan berhasil diterima pada pilihan 1 yaitu program Studi Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Selama kuliah, penulis aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan dan kepanitiaan, antara lain sebagai bendahara badan pengawas himpunan profesi (BP Himpro) pada tahun 2008-2009, panitia pemilihan ketua himagizi pada tahun 2009 sebagai bendahara, Ecologi Sport Event (E’spent) pada tahun 2009 sebagai divisi acara, Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) pada tahuan 2009 sebagai koordinator desain dan dekorasi, Masa Perkenalan Fakultas (MPF) dan Masa Perkenalan Departemen (MPD) pada tahun 2009 sebagai divisi tata tertib, Family Nite pada tahun 2009 sebagai divisi dekorasi.

Penulis mendapatkan pernah beasiswa BBM (Beasiswa Bantuan Mahasiswa) pada tahun 2010-2011. Pada tahun 2010 penulis mendapatkan kesempatan melakukan kuliah kerja profesi (KKP) di Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor pada bulan Juni-Agustus, dan Interenship Dietetik di Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi pada bulan April-Mei 2011.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL

... iii

DAFTAR GAMBAR

... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi PENDAHULUAN... 1 Latar belakang ... 1 Tujuan ... 5 Kegunaan penelitian ... 5 TINJAUAN PUSTAKA ... 6 Batita ... 6 Karakteristik keluarga ... 6 Karakteristik ibu ... 8

Pengetahuan gizi dan IMD ibu ... 9

Inisiasi menyusui dini ... 10

Pemberian ASI eksklusif ... 15

Status gizi ... 18

Kerangka Pemikran ... 21

Metodologi ... 23

Desain, tempat, dan waktu penelitian ... 23

Jumlah dan cara penarikan contoh... 23

Jenis dan cara pengumpulan data... 25

Pengolahan dan analisis data ... 26

Definisi operasional ... 29

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

Gambaran umum lokasi ... 31

Karakteristik batita ... 33

Karakteristik ibu ... 34

Karakteristik keluarga ... 36

Pengetahuan inisiasi menyusui dini ... 38

Pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini ... 40

Pemberian ASI eksklusif ... 42

Status gizi batita ... 46

(10)

ii

Halaman

Hubungan pelaksanaan IMD dengan pemberian ASI eksklusif ... 49

Hubungan pemberian ASI eksklusif dengan status gizi ... 50

KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

Kesimpulan ... 52

Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Jenis dan cara pengumpulan data ... 25

2 Klasifikasi status gizi berdasarkan Z-skor Depkes RI 2010 ... 27

3 Pengelompokkan dan pengkategorian variabel ... 28

4 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin, umur, dan berat bayi lahir... 33

5 Sebaran umur ibu ... 34

6 Sebaran tingkat pendidikan ibu ... 35

7 Sebaran contoh menurut pekerjaan ... 36

8 Sebaran contoh menurut besar keluarga ... 37

9 Sebaran contoh menurut pendapatan per kapita perbulan ... 37

10 Sebaran pengetahuan inisiasi menyusui dini ibu ... 38

11 Sebaran pertanyaan pengetahuan inisiasi menyusui dini yang dijawab benar oleh ibu di perkotaan dan perdesaan ... 39

12 Sebaran contoh berdasarkan pelaksanaan inisiasi menyusui dini di perkotaan dan perdesaan ... 41

13 Sebaran contoh berdasarkan respon yang diberikan ... 41

14 Sebaran contoh berdasarkan status pemberian kolostrum di perkotaan dan perdesaan serta alasan tidak memberikan kolostrum... 42

15 Sebaran contoh berdasarkan pemberian makanan prelaktal di perkotaan dan perdesaan dan jenis makanan ... 43

16 Sebaran contoh berdasarkan pelaksanaan pemberian ASI eksklusif di perkotaan dan perdesaan ... 44

17 Sebaran contoh berdasarkan lama pemberian ASI eksklusif di perkotaan dan perdesaan ... 44

18 Alasan pemberian ASI eksklusif ... 45

19 Sebaran contoh berdasarkan pemberian susu formula di perkotaan dan perdesaan ... 46

20 Sebaran status gizi batita di perkotaan dan perdesaan berdasarkan indeks berat badan menurut umur ... 47

21 Sebaran status gizi batita di perkotaan dan perdesaan berdasarkan indeks tinggi badan menurut umur ... 47

22 Sebaran status gizi batita di perkotaan dan perdesaan berdasarkan indeks tinggi badan menurut berat badan ... 48

(12)

iv

Halaman

24 Sebaran contoh berdasarkan pelaksanaan inisiasi menyusui dini

dan pemberian ASI eksklusif ... 50 25 Sebaran contoh berdasarkan pemberian ASI eksklusif dan status

gizi (BB/TU) ... 51 26 Sebaran contoh berdasarkan pemberian ASI eksklusif dan status

gizi (TB/U) ... 51 27 Sebaran contoh berdasarkan pemberian ASI eksklusif dan status

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Skema kerangka pemikiran pengetahuan dan pelaksanaan inisiasi menyusui dini, pemberian ASI eksklusif serta status gizi batita di perdesaan dan

perkotaan

...

22 2 Kerangka penarikan contoh ... 24

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Kuisioner penelitian ... 60 2 Hasil uji korelasi Spearman antar variabel penelitian ... 65

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya manusia yang berkualitas, yaitu sumberdaya yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat dan kesehatan yang prima. Kekurangan gizi yang terjadi pada individu dapat merusak kualitas sumberdaya manusia. Kejadian kekurangan gizi sering terluput dari pengamatan biasa, akan tetapi secara perlahan dapat berakibat pada tingginya angka kematian ibu, angka kematian bayi, angka kematian balita serta rendahnya umur harapan hidup (WKNPG 2004).

Program kesehatan anak merupakan salah satu kegiatan dari penyelenggaraan perlindungan anak di bidang kesehatan yang dimulai sejak bayi berada dalam kandungan, masa bayi, balita, usia sekolah dan remaja. Program tersebut bertujuan untuk menjalin kelangsungan hidup bayi baru lahir, memelihara dan meningkatkan kualitas hidup anak yang akan menjadi sumber daya pembangunan bangsa. (Depkes RI 2008). Pemenuhan kebutuhan gizi, terutama diperlukan sejak masa janin sampai anak berusia lima tahun. Masa-masa ini merupakan Masa-masa rawan bagi anak. Pemenuhan gizi pada Masa-masa rawan sangat menentukan kualitas seseorang pada masa produktif (Krisnatuti & Yenrina 2001).

Tahun pertama, khususnya enam bulan pertama adalah masa yang sangat kritis dalam kehidupan bayi. Bukan hanya pertumbuhan fisik yang berlangsung dengan cepat, tetapi juga pembentukan psikomotor dan akulturasi juga terjadi dengan cepat. Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan utama pada masa ini. ASI tidak hanya mengandung semua zat gizi untuk membangun dan menyediakan energi dalam susunan yang diperlukan, tetapi juga mengandung zat kekebalan yang dibutuhkan bagi bayi untuk menjaga kesehatan tubuhnya agar tidak terganggu oleh berbagai penyakit termasuk infeksi (Roesli 2001).

Anak di bawah tiga tahun merupakan usia yang rentan terhadap gizi buruk. Tingkat pertumbuhan selama periode ini lebih besar dari pada waktu lainnya dan terdapat peningkatan risiko penurunan pertumbuhan. Sistem imunologi tidak sepenuhnya matang pada usia ini, sehingga meningkatkan resiko terjangkitnya suatu penyakit infeksi. Pada periode usia ini pertumbuhan dan perkembangan anak dapat berjalan secara normal jika mereka diberikan ASI eksklusif selama enam bulan. Pemberian ASI eksklusif ini merupakan salah satu

(16)

2

faktor yang akan mendorong pertumbuhan dan perkembangan normal dalam tiga tahun pertama kehidupan (WHO 2000).

Inisiasi menyusui dini (IMD) memberikan keuntungan bagi kelangsungan hidup bayi. Menyusui dapat meningkatkan kelangsungan hidup anak, meningkatkan status kesehatan, serta meningkatkan perkembangan otak dan motorik. Inisiasi menyusui dini dan pemberian ASI eksklusif dapat mencegah kematian neonatal dan mengurangi risiko penyakit menular (WHO 2010)

Pendekatan (IMD) yang sekarang dianjurkan adalah dengan metode breast crawl dimana segera setelah bayi lahir ia diletakkan di perut ibu dan dibiarkan merangkak untuk mencapai sendiri puting ibunya dan akhirnya menghisap tanpa bantuan. Karena proses ini menekankan kata “menyusu” bukan “menyusui” sebab bayilah yang menjadi pusat perhatian untuk aktif melakukannya sendiri (Februhartanty 2009).

Berdasarkan pada penelitian yang dilakukan di Ghana pada tahun 2003-2004 menerangkan bahwa pemberian ASI dalam satu jam pertama setelah kelahiran dapat menurunkan angka kematian bayi baru lahir hingga 22% dan resiko kematian neonatal adalah empat kali lebih besar pada anak-anak yang diberi susu berasis ciran atau padatan selain ASI (Pediatrics 2006).

Riskesdas tahun 2010 melaporkan persentase pelaksanaan inisiasi menyusui dini setelah kelahiran di Jawa Barat sebesar 29,5%. Tertinggi di Nusa Tenggara Timur dengan persentase sebesar 56,2% dan terendah di Maluku dengan persentase sebesar 13%.

Keberhasilan pelaksanaan IMD tidak terlepas dari peran serta tenaga medis yang menangani proses kelahiran. Berdasarkan pada penelitian yang dilakukan Yulianty (2010) menerangkan bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan IMD adalah keterampilan yang dimiliki oleh tenaga medis. Berdasarkan data cakupan persalinan berdasarkan penolong di Provinsi Jawa Barat tahun 2009 di Kabupaten Bogor jumlah ibu melahirkan yang ditolong tenaga kesehatan sebesar 10% dan sebesar 20% di tolong oleh dukun beranak (Dinkes Jawa Barat 2010).

Seiring dengan perkembangan zaman serta terjadinya peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, pengetahuan lama yang mendasar seperti menyusui semakin terlupakan. Dari penelitian terhadap 900 ibu disekitar Jabotabek (1995) diperoleh fakta bahwa yang dapat memberi ASI eksklusif selama 4 bulan hanya sekitar 5% dari 98% ibu yang menyusui.

(17)

Berdasarkan penelitian tersebut didapatkan bahwa 37,9% dari ibu-ibu tersebut tidak pernah mendapatkan informasi khusus tentang ASI, sedangkan 70,4% ibu tidak pernah mendengar informasi tentang ASI eksklusif (Roesli 2000).

Pada tahun 1999, UNICEF memberikan klarifikasi tentang rekomendasi jangka waktu pemberian ASI eksklusif. Rekomendasi terbaru UNICEF bersama dengan World Health Asembly (WHA) dan banyak negara lainnya adalah menetapkan jangka waktu pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan (Roesli 2000).

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Nutrition & Health Surveillance System (NSS) yang bekerjasama dengan Balitbangkes dan Helen Keller Internasional di 8 pedesaan (Sumbar, Lampung, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, NTB, Sulsel) dan 4 perkotaan (Jakarta, Surabaya, Semarang, Makasar), menunjukkan bahwa cakupan ASI eksklusif 4-5 bulan di perdesaan 14% - 26%, sedangkan di perkotaan antara 14% - 21%. Pencapaian ASI eksklusif 5-6 bulan di perdesaan 6% - 19% sedangkan di perkotan hanya mencapai 3% - 18% (Kodrat 2010).

Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) tahun 2004 menunjukkan pemberian ASI saja pada umumnya masih rendah dan adanya kecenderungan yang menurun dari tahun 1995 ke tahun 2003. Lebih lanjut pemberian ASI saja hingga usia 6 bulan cenderung rendah dengan persentase sebasar 15-17%. Riskesdas tahun 2010 melaporkan persentase bayi menyusui eksklusif sampai dengan 6 bulan di Indonesia adalah 15,3%. Berdasarkan data Dinkes Kabupaten Bogor tahun 2010 pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan mencapai 44,16%.

Triani (2010) dalam tesisnya menerangkan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara pelaksanaan inisiasi menyusui dini dengan pemberian ASI eksklusif. Selain itu keberhasilan pelaksanaan inisiasi menyusui dini tidak terlepas dari pengetahuan inisiasi menyusui dini yang dimiliki oleh ibu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kusumawati (2010) menerangkan bahwa terdapat hubungan nyata antara tingkat pengetahuan inisiasi menyusi dini ibu dengan pelaksanaan inisiasi menyusui dini.

Masih terdapatnya ibu yang melahirkan dengan bantuan tenaga non medis seperti dukun beranak dan masih rendahnya persentase menyusui kurang dari satu jam pertama setelah kelahiran diduga karena masih rendahnya pengetahuan ibu mengenai persalinan yang aman dan pentingnya pelaksanaan

(18)

4

inisiasi menyusui dini. Selain itu pula dikarenakan masih sangat terbatasnya pengetahuan tenaga medis mengenai pentingnya pelaksanaan IMD dan maraknya promosi susu formula yang dapat langsung diberikan pada bayi baru lahir.

Inisiasi menyusui dini merupakan langkah awal bagi kesuksesan pelaksanaan ASI eksklusif. Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif akan cenderung memiliki status gizi yang baik. Oleh karena itulah peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengetahuan IMD ibu, pelaksanaan IMD, pemberian ASI eksklusif serta status gizi batita di perdesaan dan perkotaan.

(19)

Tujuan Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengetahuan dan pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini (IMD), pemberian ASI eksklusif serta status gizi batita di perdesaan dan perkotaan.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mempelajari karakteristik batita (umur, jenis kelamin, berat saat lahir), karakteristik ibu (umur, pendidikan dan pekerjaan) dan karakteristik keluarga (pendapatan dan besar keluarga)

2. Mempelajari pengetahuan IMD ibu di perdesaan dan perkotaan 3. Mempelajari pelaksanaan IMD di perdesaan dan perkotaan 4. Mempelajari pemberian ASI eksklusif di perdesaan dan perkotaan 5. Mempelajari status gizi batita di perdesaan dan perkotaan

6. Mempelajari hubungan antara pengetahuan IMD ibu dengan praktek pelaksanaan IMD.

7. Mempelajari hubungan antara pelaksanaan IMD dengan pemberian ASI Eksklusif.

8. Mempelajari hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan status gizi batita.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pelaksanaan IMD di perdesaan dan perkotaan bagi masyarakat. Bagi puskesmas, penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai IMD baik bagi petugas kesehatan setempat maupun masyarakat khususnya tentang IMD sehingga dapat dijadikan masukan dalam memberikan pelayanan kesehatan. Bagi penulis, penelitian ini dapat menambah wawasan tetang IMD yang kemudian akan disosialisasikan kepada masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan anak.

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Batita

Masa batita (bawah tiga tahun) merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia. Pertumbuhan dan perkembangan di masa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu sering disebut golden age atau masa keemasan (Sutomo & Anggraini 2010).

Batita dikenal sebagai konsumen pasif, artinya mereka menerima jenis makanan yang disajikan orang tua. Untuk itu, orang tua harus mengontrol ketat asupan makanannya, mulai jenis makanan yang disukai, mudah dikunyah, mudah dicerna, dan mengandung nutrisi lengkap. Pemilihan makanan untuk batita harus lebih hati-hati dibandingkan anak-anak usia prasekolah, karena pertumbuhan gigi geligi dan proses pencernaan mereka masih belum optimal (Sutomo & Anggraini 2010).

Anak batita mengalami pertumbuhan mental dan gerak yang sangat pesat, pertumbuhan fisik melambat selama tahun kedua. Selama tahun pertama, bayi rata-rata dapat bertambah besar sebanyak 13 pon dan 10 inci (6,4 kg dan 25 cm); selama tahun kedua, mereka bisa bertambah besar sebanyak lima pon dan lima inci (2,3 kg dan 13 cm) saja. Pertumbuhan yang menurun ini menyebabkan nafsu makan yang menurun, sehingga anak batita diberi label “Pemilih Makanan”. Anak batita tidak hanya mengkonsumsi kalori yang berjumlah lebih sedikit, ia juga banyak menghabiskan lemak yang ia simpan selama tahun pertama dan menjadi lebih tampak langsing (Sears & Sears 2003).

Menurut Arisman (2007), anak berumur 1-3 tahun akan mengalami pertambahan berat sebanyak 2-2,5 kg, dan tinggi sebesar rata-rata 12 cm setahun (tahun kedua 12 cm, dan tahun ketiga 8-9 cm). Berdasarkan standar WHO-NCHS, ditetapkan berat rata-rata anak balita usia 1 hingga 3 tahun masing-masing adalah 10,12, dan 14 kg.

Karakteristik Keluarga

Keluarga sebagai kelompok inti dari masyarakat merupakan lingkungan alami hasil pertumbuhan dan perkembangan anak, perlu terus diberdayakan sehingga menjadi lingkungan yang kondusif bagi tumbuh kembang anak.

Menurut Megawangi (2004) keluarga adalah tempat pertama dan utama dimana seseorang anak dididik dan dibesarkan. Fungsi keluarga utama dalam

(21)

resolusi majelis umum PBB adalah sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera.

Besar Keluarga

Menurut BBKBN (1998), besar keluarga adalah keseluruhan jumlah anggota keluarga yang terdiri dari suami, isteri, anak dan anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama. Berdasarkan jumlah anggota keluarga, besar keluarga dikelompokkan menjadi 3, yaitu keluarga kecil, keluarga sedang, dan keluarga besar. Keluarga kecil adalah keluarga dengan jumlah anggota keluarga kurang dari 4 orang, keluarga sedang adalah keluarga 5-7 orang, sedangkan keluarga besar lebih dari 7 orang.

Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi, sangat nyata pada masing-masing keluarga. Pada suatu keluarga, terutama keluarga miskin akan lebih mudah untuk memenuhi kebutuhan makanannya jika jumlah keluarganya sedikit. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut, tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga yang besar tersebut (Suhardjo 2003).

Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga miskin adalah paling rawan terhadap kurang gizi diantara seluruh anggota keluarga, dan anak yang paling kecil biasanya paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. Hal ini disebabkan karena semakin bertambah besar jumlah keluarga, maka pangan untuk setiap anak berkurang dan banyak orangtua tidak menyadari bahwa anak-anak yang sangat muda memerlukan pangan yang relatif lebih banyak dibandingkan anak-anak yang lebih tua (Suhardjo 2003).

Pendapatan Keluarga

Menurut Suhardjo (1989), dengan meningkatnya pendapatan seseorang, maka akan terjadi perubahan-perubahan dalam susunan makanan. Akan tetapi, pengeluaran uang yang lebih banyak untuk pangan tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi pangan. Rendahnya pendapatan merupakan rintangan yang menyebabkan orang-orang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang dibutuhkan.

Ada pula keluarga yang sebenarnya mempunyai penghasilan cukup namun sebagian anaknya berstatus kurang gizi. Pada umumnya tingkat

(22)

8

pendapatan naik, maka jumlah dan jenis makanan cenderung untuk membaik, tetapi mutu makanan tidak selalu membaik (Suhardjo 2003).

Rendahnya pendapatan merupakan kendala yang menyebabkan orang tidak mampu membeli, memilih pangan yang bermutu gizi baik dan beragam. Keluarga yang berpenghasilan cukup atau tinggi lebih mudah dalam menentukan pemilihan bahan pangan yang sesuai dengan syarat mutu yang baik. Tingkat pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi. Pendapatan yang tinggi akan meningkatkan daya beli sehingga keluarga mampu membeli pangan dalam jumah yang diperlukan dan akhirnya berdampak positif terhadap status gizi (Nasoetion dan Riyadi 1994).

Penurunan pendapatan terkait erat dengan penurunan tingkat ketahanan pangan dan terjadinya masalah gizi kurang. Keterkaitan pendapatan dan ketidaktahanan pangan dapat dijelaskan dengan hukum engel dimana pada saat terjadinya peningkatan pendapatan, konsumen akan membelanjakan pendapatan untuk pangan dengan porsi yang semakin kecil. Sebaliknya, bila pendapatan menurun, porsi yang dibelanjakan untuk pangan makin meningkat (Soekirman 2000).

Karakteristik Ibu Umur

Orang tua khususnya ibu yang terlalu muda (< 20 tahun) cenderung kurang mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang cukup dalam mengasuh anak sehingga pada umumnya orang tua tersebut merawat dan mengasuh anak berdasarkan pada pengalaman orang tua terdahulu. Selain itu, faktor usia muda juga lebih cenderung menjadikan ibu lebih memperhatikan kepentingannya sendiri daripada kepentingan anaknya sehingga kulitas dan kuantitas pengasuhan anak kurang terpenuhi. Sebaliknya, pada ibu yang memiliki usia yang telah matang (dewasa) akan cenderung menerima perannya dengan sepenuh hati (Hurlock 1998).

Pekerjaan

Semakin bertambah luasnya lapangan kerja maka semakin mendorong banyaknya kaum wanita yang bekerja, terutama di sektor swasta. Di satu sisi, hal tersebut berdampak positif bagi pertambahan pendapatan, namun di sisi lain berdampak negatif terhadap pembinaan dan pemeliharaan anak. Perhatian terhadap pemberian makan anak menjadi kurang, sehingga cenderung dapat menyebabkan anak menderita kurang gizi, yang selanjutnya berpengaruh buruk

(23)

terhadap tumbuh kembang dan perkembangan otak anak (Mulyani 1990).Hasil penelitian Juliastuti (2011) ibu yang tidak bekerja akan semakin tinggi kemungkinan pemberian ASI eksklusif.

Tingkat Pendidikan Ibu

Pendidikan merupakan salah satu faktor yan penting dalam proses tumbuh kembang anak. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima pesan dan informasi gizi dan kesehatan anak. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap sikap dan perilaku hidup sehat. Perubahan sikap dan perilaku sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih mudah menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi. Angka melek hidup merupakan salah satu indikator penting yang juga akan membawa pengaruh positif terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat (Atmanita & Fallah 2004).

Pengetahuan Gizi dan IMD Ibu

Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan. Pengetahuan gizi yang baik dapat mengindarkan seseorang dari konsumsi pangan yang salah atau buruk. Pengetahuan gizi dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun informal. Selain itu, juga dapat diperoleh dengan melihat, mendengar sendiri atau melalui alat-alat komunikasi seperti membaca surat kabar atau majalah, mendengar siaran radio dan meyaksikan siaran televisi ataupun penyuluhan kesehatan/gizi (Suhardjo 1996).

Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan : (1) status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan, (2) setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan dan energi, (3) ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi (Suhardjo 1996).

Berdasarkan hasil penelitian Juliastuti (2011) menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan ibu maka akan semakin tinggi kemungkinan pemberian ASI ekslusif. Serta berdasarkan penelitian Kusumawati (2010) dan Hasanah (2009) menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan inisiasi menyusui dini ibu dengan pelaksanaan inisiasi menyusui

(24)

10

dini dimana ibu yang memiliki tingkat pengetahuan IMD baik maka akan memungkinkan terjadinya peningkatan pelaksanaan IMD

Inisiasi Menyusui Dini

Pilar utama dalam proses menyusui adalah inisiasi dini atau lebih dikenal dengan inisiasi menyusui dini (IMD). IMD didefinisikan sebagai proses membiarkan bayi menyusui sendiri setelah kelahiran. Bayi diletakkan di dada ibunya dan bayi itu sendiri dengan segala upayanya mencari puting untuk segera menyusui. Jangka waktunya adalah sesegera mungkin setelah melahirkan. IMD sangat penting tidak hanya untuk bayi, namun juga bagi ibu. Dengan demikian, sekitar 22% angka kematian bayi setelah lahir pada satu bulan pertama dapat ditekan. Bayi disusui selama satu jam atau lebih di dada ibunya segera setelah lahir. Hal tersebut juga penting dalam menjaga produktivitas ASI. Isapan bayi penting dalam meningkatkan kadar hormon prolaktin, yaitu hormon yang merangsang kelenjar susu untuk memproduksi ASI. Isapan itu akan meningkatkan produksi susu dua kali lipat. Itulah bedanya isapan dengan perasan (Yuliarti 2010).

Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dapat melatih motorik bayi dan sebagai langkah awal untuk membentuk ikatan batin antara ibu dan anak. Sebaiknya, bayi langsung diletakkan diatas dada ibu sebelum bayi dibersihkan. Sentuhan dengan kulit mampu memberi efek psikologis yang kuat antara ibu dan anak. Untuk dapat melakukan IMD, dibutuhkan waktu, kesabaran serta dukungan dari keluarga. Bayi yang lahir dalam kondisi normal dengan kelahiran tanpa operasi dapat menyusu pada ibunya tanpa dibantu pada waktu sekitar satu jam. Kondisi ini tidak akan terjadi dalam kelahiran dengan operasi Caesar. Maka kemungkinan keberhasilan IMD hanya sekitar 50% termasuk kelahiran bayi dengan menggunakan obat kimiawi ataupun medicated labor (Prasetyono 2009).

Cara melakukan IMD ini disebut pula breast crawl atau merangkak untuk mencari puting ibu secara alamiah. Pada prinsipnya IMD merupakan kontak langsung antara kulit ibu dan kulit bayi, bayi ditengkurapkan di dada atau di perut ibu selekas mungkin setelah seluruh badan dikeringkan, kecuali pada telapak tangannya. Kedua telapak tangan bayi dibiarkan tetap terkena air ketuban karena bau dan rasa cairan ketuban ini sama dengan bau yang dikeluarkan payudara ibu, dengan demikian ini menuntun bayi untuk menemukan puting. Lemak (verniks) yang menyamankan kulit bayi sebaiknya dibiarkan tetap

(25)

menempel. Kontak antarkulit ini dilakukan sekitar satu jam sampai bayi selesai menyusui (Siswosuharjo & Chakrawati 2010).

Tindakan IMD membantu bayi memperoleh air susu ibu (ASI) pertamanya dan dapat meningkatkan produksi ASI serta membangun ikatan kasih antara ibu dan bayi. IMD juga terbukti dapat mencegah 22% risiko kematian pada bayi baru lahir. Selain itu, bayi bisa menyusu dalam 20-30 menit pertama setelah lahir. Hal ini akan membangun refleks mengisap pada bayi sehingga proses menyusu berikutnya akan lebih baik. Sebaliknya, bayi yang tidak segera menyusu hanya akan bertahan menyusu selama tiga bulan (Trihendradi & Indarto 2010).

Berdasarka penelitian yang dilakukan Aprilia (2009) menyatkan bahwa keberhasilan program Inisiasi Menyusui Dini (IMD) sangat dipengaruhi oleh sikap, pengetahuan, dan motovasi bidan atau dokter yang menangani proses persalinan. Selain itu keberhasilan ibu menyusui juga harus didukung oleh suami, keluarga, petugas kesehatan, dan masyarakat.

Data Riskesdas tahun 2010 mencatat bahwa pelaksanakan inisiasi menyusui dini di Indonesia sebesar 29,3% dan tertinggi di Nusa Tenggara Timur 56,2% dan terendah di Maluku 13%. Sedangkan pelaksanaan inisiasi menyusui dini di Jawa Barat sendiri sebesar 29,5%.

Berdasarkan hasil penelitian Fitria (2010) yang dilakukan di klinik Mariani, Sumatra Utara mencatat bahwa dari 14 responden terdapat 7 responden (50%) yang melaksanakan inisiasi menyusui dini.

Hasil penelitian yang dilakukan Arifah (2009) terhadap 24 pasien di RS Sultan Agung, Semarang menunjukkan bahwa sebesar 38,42% ibu yang melaksanakan IMD.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmaningtyas, Ribut & Koekoeh pada tahun 2009 yang dilaksanakan di RSIA Swasta Kota Kediri dan tercatat dalam jurnal ISSN (2010) menerangkan bahwa terdapat 34 ibu yang menjalankan persalinan normal dan terdapat 31 sampel atau sekitar 91,2% yang melaksanakan inisiasi menyusui dini.

Pentingnya Inisiasi Menyusui Dini

Roesli (2008) menyatakan bahwa pentingnya kontak kulit bayi dan ibu segera setelah lahir dan bayi menyusu sendiri dalam satu jam pertama kehidupan, antara lain :

(26)

12

1. Dada ibu menghangatkan bayi dengan tepat selama bayi merangkak mencari payudara. Ini akan menurunkan kematian akibat kedinginan (hypothermia).

2. Ibu dan bayi merasa lebih tenang. Pernapasan dan detak jantung bayi lebih stabil. Bayi akan lebih jarang menangis sehingga mengurangi pemakaian energi.

3. Saat merangkak mencari payudara, bayi memindahkan bakteri dari kulit ibunya dan akan menjilat-jilat kulit ibu menelan bakteri baik di kulit ibu. Bakteri “baik” ini akan berkembang baik membentuk koloni di kulit dan usu bayi, menyaingi bakteri “jahat” dari lingkungan.

4. “Bonding” (ikatan kasih sayang) antara ibu-bayi akan lebih karena pada 1-2 jam pertama, bayi dalam keadaan siaga. Setlah ibu, biasanya bayi tidur dalam waktu yang lama.

5. Makanan awal non-ASI mengandung zat putih telur yang bukan berasal dari susu manusia, misalnya dari susu hewan. Hal ini dapat mengganti pertumbuhan fungsi usus dan mencetuskan alergi lebih awal.

6. Bayi yang diberikan kesempatan menyusui lebih dini lebih berhasil menyusu eksklusif dan akan lebih lama disusui.

7. Hentakan kepala bayi ke dada ibu, sentuhan tangan bayi di puting susu dan sekitarnya, emutan dan jilatan bayi pada puting ibu, merangsang pengeluaran hormon oksitosin.

8. Bayi mendapatkan ASI kolostrum – ASI yang pertama kali keluar. Cairan emas ini kadang juga dinamakan the gift of life. Bayi yang diberikesempatan inisiasi menyusui dini lebih dahulu mendapatkan kolostrum dibandingkan yang tidak diberi kesempatan. Kolostrum merupakan ASI istimewa yang kaya akan zat yang berguna bagi daya tahan tubuh, penting untuk ketahanan terhadap infeksi, penting untuk pertumbuhan usu, bahkan untuk kelangsungan hidup bayi. Kolostrum akan membuat lapisan yang melindungi dinding usu bayi yang masih bselum matang sekaligus mematangkan dinding usus.

9. Ibu dan ayah akan merasa sangat bahagia bertemu dengan bayinya untuk pertama kali dalam kondisi seperti ini. Bahkan, ayah mendapatkan kesempatan mengazankan anaknya di dada ibunya. Suatu pengalaman batin bagi ketiganya yang amat indah.

(27)

Langkah - langkah IMD

1. Anjurkan suami atau keluarga mendampingi ibu saat melahirkan

2. Sebaiknya hindari penggunaan obat kimiawi karena obat kimiawi yang diberikan saat ibu melahirkan dapat mencapai janin melalui ari-ari dan menyebabkan bayi sulit menyusu pada payudara ibu.

3. Segera setelah bayi dilahirkan, menangis, dan mulai bernafas : a. Bayi diletakkan di perut ibu yang sudah dialasi kain kering

b. Keringkan secepatnya dengan kain lembut seluruh tubuh kecuali kedua tangannya. Jangan hilangkan lemak putih (vernix) di tubuh bayi karena akan berfungsi sebagai pelindung bayi

c. Setelah tali pusar dipotong dan diikat, tanpa dibedong, tengkurapkan bayi dalam keadaan telanjang di dada atau perut ibu dengan melekat pada kulit ibu. Selimuti keduanya. Bila perlu, tutupi kepala bayi untuk mengurangi pengeluaran panas dari kepalanya.

d. Biarkan bayi mencari sendiri puting susu ibu. Ibu dapat membantu bayi dengan sentuhan lembut tapi jangan memaksakan bayi ke puting susu.

e. Tendangan lembut, tekanan kaki bayi ke perut ibu akan membantu kontraksi rahim utuk mengeluarkan plasenta dan mengurangi perdarahan.

f. Remasan tangan bayi pada daerah puting, hentakan kepala ke dada ibu, perilaku bayi menoleh ke kiri dan ke kanan yang menggesek payudara ibu akan merangsang pengeluaran ASI lebih cepat dan mengerutkan rahim.

g. Ajak suami atau keluarga untuk meningkatkan rasa percaya diri ibu dan bersama ibu mengenali tanda-tanda bayi siap menyusu (isap tangan, buka mulut mencari puting, dan keluar air liur)

h. Dalam upaya mencari puting susu, bayi sering menjilati kulit ibu. Hal ini sangat bermanfaat dalam membentuk kekebalan tubuh bayi.

i. Setelah bayi berada di dekat puting, bayi mengeluarkan air liur, menjilati puting, dan membuka mulut lebar. Biarkan bayi mengulum puting ibu dan menghisapnya. Hisapan bayi pada

(28)

14

puting ibu ini membantu mengerutkan rahim (hormon oksitosin) sehingga mengurangi perdarahan.

j. Biarkan bayi tetap tengkurap dengan tubuh bayi menempel pada dada ibu sampai bayi selesai menyusui pertama dan melepas puting.

k. Dalam menyusu pertama bayi memperoleh kolostrum yang kaya akan protein, serta zat kekebalan tubuh yang sangat berguna untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi.

l. Proses di atas dimulai segera dan berlangsung minimal satu jam pertama sejak bayi lahir.

m. Bila persalinan harus melalui proses Cesar, Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dapat tetap dilakukan walaupun kemungkinan berhasilnya sekitar 50% daripada persalinan normal.

4. Bayi tidak dipisahkan dari ibunya (rawat gabung) dan berada dalam jangkauan ibu selama 24 jam. Dengan melakukan IMD, ASI akan keluar lebih cepat dan banyak. Ketika baru lahir, bayi hanya memerlukan ASI. Makanan atau minuman selain ASI hanya membebani kerja lambung dan saluran pencernaa lain serta ginjal bayi (Depkes RI 2008).

Manfaat IMD

Proses inisiasi menyusui dini memberikan manfaat bagi ibu dan bayi, antara lain :

1. Mendekatkan ikatan kasih sayang (bonding) antara ibu dan bayi pada jam-jam pertama kehidupannya. Hal ini penting untuk dasar pada interaksi ibu dan bayi selanjutnya.

2. Bagi ibu, IMD menstimulasi hormon oksitosin yang dapat membuat rahim berkontarksi dalam proses pengecilan rahim kembali ke ukuran semula. Proses ini juga membantu pengeluaran plasenta, mengurangi perdarahan, merangsang hormon lain yang dapat meningkatkan ambang nyeri, membuat perasaan lebih rileks, bahagia, serta lebih mencintai bayi. 3. Bagi bayi, IMD bisa meredakan ketegangan dan stres yang kemungkinan

terjadi selama proses kelahiran, memberi rasa nyaman, dan aman. Menghisap merupakan hal alami yang dilakukan bayi di dalam rahim ibu. 4. IMD bisa menyelamatkan nyawa bayi. Faktanya, empat juta bayi

(29)

dalam waktu satu jam pertama akan mengurangi angka risiko kematian bayi (Siswosuharjo & Chakrawati 2010).

Soedjatmiko (2009) dalam bukunya menyatakan bahwa proses menyusui yang baik sejak dini (inisiasi menyusui dini) akan memperkuat ikatan antara ibu dan bayi yang penting untuk perkembangan emosi dan kepercayaan diri di kemudian hari.

Penghambat Inisiasi Menyusui Dini

Beberapa pendapat yang menghambat terjadinya kontak dini kulit ibu dengan kulit bayi menurut Roesli (2008), antara lain :

1. Setelah melahirkan, ibu terlalu lelah untuk segera menyusui bayinya 2. Tenaga kesehatan kurang tersedia

3. Bayi harus dibersihkan, dimandikan, ditimbang, dan diukur. 4. Bayi kedinginan bila diletakkan di dada ibu.

5. Kamar bersalin atau kamar operasi sibuk, sehingga ibu dan bayi harus segera dipindahkan ke ruang perawatan.

6. Ibu harus dijahit setelah melahirkan

7. Suntikan vitamin K dan tetes mata untuk mencegah penyakit gonore harus segera diberikan setelah lahir.

8. Bayi kurang siaga, sehingga sulit bergerak untuk mencapai puting susu ibu.

9. Kolostrum tidak keluar, atau jumlah kolostrum tidak memadai sehingga diperlukan cairan lain (cairan prelaktal).

10. Kolostrum tidak baik, bahkan berbahaya untuk bayi.

Pemberian ASI Eksklusif

Banyak sikap dan kepercayaan yang tidak mendasar terhadap makna pemberian ASI yang membuat para ibu tidak melakukan ASI eksklusif selama 6 bulan. Alasan umum mengapa ibu tidak memberikan ASI eksklusif meliputi rasa takut yang tidak berdasar bahwa ASI yang dihasilkan tidak cukup atau memiliki mutu yang tidak baik, keterlambatan memulai pemberian ASI dan pembuangan kolostrum, teknik pemberian ASI yang salah, serta kepercayaan yang keliru bahwa bayi haus dan memerlukan cairan tambahan. Selain itu, kurangnya dukungan dari pelayanan kesehatan dan keberadaan pemasaran susu formula sebagai pengganti ASI menjadi kendala ibu untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayinya (Gibney et al 2005).

(30)

16

Pemberian Kolostrum

ASI yang dihasilkan perama kali hingga lima hari pertama setelah kelahiran, berwarna kekuning-kuningan dan lebih kental yang dikenal dengan nama kolostrum. Kolostrum sangat besar manfaatnya sehingga pemberian ASI pada minggu perama mempunyai arti sangat penting bagi perkembangan bayi selanjutnya (Krisnatuti & Yenrina 2001).

Kolostrum merupakan pencahar yang ideal untuk membersihkan zat yang tidak terpakai usus bayi yang baru lahir dan membersihkan saluran pencernaan makanan bayi bagi makanan yang akan datang. Selain itu banyak mengandung protein dibandingkan dengan ASI matang, serta mengandung zat anti-infeksi 10-17 kali lebih banyak dibandingkan ASI matang. Total energi lebih rendah jika dibandingkan dengan susu matang. Volume kolostrum antara 150-300 ml/24 jam (Roesli 2004).

Hasil penelitian Rahayu (2005) sebesar 26,7% contoh di perkotaan dan 10% contoh di perdesaan tidak memberikan kolotrum pada bayinya. Alasan contoh di perkotaan tidak memberikan kolostrum pada bayinya adalah kotor dan berbau amis (12,5%), tidak diperbolehkan oleh orang tua (37,5%), tidak diperbolehkan oleh bidan(12,5%) dan anak muntah (37,4%). Sedangkan diperdesaan, alasan contoh tidak memberikan kolostrum antara lain tidak diperoehkan oleh orang tua (33,33%), anak muntah (33,33%) dan ibu sakit (33,33%).

Makanan prelaktal

Makanan prelaktal adalah makanan atau minuman yang diberikan kepada bayi baru lahir sebelum ASI keluar. Makanan prelaktal biasanya diberikan kepada bayi dengan proses mulai menyusui > 1 jam setelah lahir dengan alasan ASI belum keluar atau alasan tradisi. Pemberian makanan prelaktal dapat diberikan oleh penolong persalinan atau orang tua dan keluarga bayi (Riskesdas 2010).

Hasil penelitian Rahayu (2005) menunjukkan bahwa sebesar 50% baduta di perkotaan dan 76,7% di perdesaan yang diberikan makanan prelaktal dan jenis makanan prelaktal yang banyak diberikan adalah susu.

Pemberian susu formula

Khomsan (2003) menyatakan bahwa jika ibu tidak dapat menyusui bayinya karena ASI tidak keluar atau alasan lain, maka susu formula dapat menjadi pengganti ASI (PASI). Susu pengganti yang sering digunakan adalah

(31)

susu sapi, susu formula dan susu bubuk. Biasanya setelah 6 bulan, bayi mulai dikenalkan dengan MP-ASI (Makanan Pendamping ASI) seperti makanan semicair (bubur encer dari susu dan sereal beras), buah dan sayur (6-8 bulan), berlanjut pada makanan semipadat atau makanan lunak pada usia 8-12 bulan dan makanan padat saat usia >12 bulan.

Susu formula seharusnya tidak baik jika diberikan pada bayi sejak umur 0-6 bulan. Bayi belum bisa mencerna makanan yang lain. Namun jika bayi tidak puas dengan ASI ibu maka susu formula dapat diberikan setelah bayi berusia empat bulan. Ibu yang bekerja harus tetap memberikan ASI eksklusif dengan cara memeras ASI untuk kemudian dimasukkan ke dalam botol (Kodrat 2010).

Pelaksanaan ASI Eksklusif

ASI eksklusif didefinisikan sebagai pemberian ASI kepada bayi secara langsung oelh ibunya dan tidak diberikan makanan cair atau padat lainnya kecuali obat tetes atau sirup yang berisi suplemen vitamin, mineral, atau obat (Gibney et al 2005). Hasil penelitian Triani (2010) menunjukan bahwa faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah pengetahua inisiasi menyusui dini ibu, status pekerjaan ibu dan pelaksanaan inisiasi menyusui dini.

Pada penelitian Rahayu (2005) hanya sebagian kecil contoh di perkotaan (20%) dan contoh di perdesaan (16,7%) memberikan ASI eksklusif pada bayinya. Umumnya contoh di perkotan memberikan susu formula kepada bayinya (80%). Sedangkan di perdesaan jumlah contoh yang memberikan susu formula lebih sedikit jika dibandingkan di perkotaan yaitu sebesar 36,7%.

Alasan Pemberian ASI Eksklusif

Hasil penelitian Rachmadewi (2009) menyatakan alasan ibu di perdesaan untuk memberikan ASI eksklusif mayoritas (30,8%) karena anjuran bidan, sedangkan di perkotaan mayoritas ibu (45,4%) memberikan ASI eksklusif karena ASI merupakan makanan terbaik untuk bayi.

Lama Pemberian ASI Eksklusif

WHO pada tahun 1991 merekomendasikan durasi pemberian ASI eksklusif pada bayi selama periode 4-6 bulan pertama. Tahun 2001, WHO menetapkan durasi pemberian ASI eksklusif yang optimal adalah selama 6 bulan (Gibney et al 2005). Perbedaan yang besar terdapat pada permulaan pemberian ASI dan durasinya di antara dan di dalam negara-negara maju. Sebagai contoh, angka pemberian ASI eksklusif di Eropa pada usia 6 bulan bervariasi dari sebanyak 46% di Austria dan 42% di Swedia hingga 21% di Inggris dan 10% di

(32)

18

Jerman. Hal ini terjadi karena pemasaran susu formula pengganti ASI dan kebiasaan menyusui sendiri di antara ibu-ibu dari keluarga kaya umumya sudah digantikan dengan praktik pemberian makanan bayi dengan susu formula (Gibney at al 2009).

Hasil penelitian Rachmadewi (2009) menunjukan sebesar 41,9% bayi di perdesaan dan 25,8% di perkotaan yang memberikan ASI saja hingga usia 4-6 bulan. Hal ini dikarenakan bayi banyak mendapatkan makanan atau cairan sebelum usia 2 bulan.

Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau kelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan. Dengan menilia status gizi seseorang atau sekelompok orang, maka dapat diketahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut status gizinya baik ataukah tidak baik (Nasoetion & Riyadi 1995).

Status gizi anak sering dinyatakan dalam ukuran berat badan menurut umur yang kemudian dibandingkan dengan nilai standar dari WHO/NCHS. Ukuran status gizi ini secara internasional disebut Z-score. Anak dengan status gizi normal mempunyai Z-score -2Sd sampai +2Sd. Apabila Z-score berada di bawah -2Sd maka anak tersebut dikatakan menderita gizi kurang dan apabila dibawah -3Sd berarti status gizinya buruk (Khomsan 2004).

Menurut Khomsan (2004) setelah berusia enam bulan, ternyata anak-anak Indonesia cenderung memiliki Z-score antara 1-Sd sampai -2Sd. Hal ini menunjukkan bahwa meski mereka masih termasuk dalam kategori normal, dengan bertambahnya umur (sampai usia balita) anak-anak Indonesia beresiko besar untuk terpuruk menjadi gizi kurang.

Antropometri

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain : berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit (Supariasa dkk 2002).

Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan ini

(33)

biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa dkk 2002).

Soekirman (2000) menyatakan bahwa di dalam ilmu gizi status gizi tidak hanya dapat diketahui dengan mengukur BB atau TB sesuai dengan umur (U) secara sendiri-sendiri, tetapi juga dalam indikator yang dapat merupakan kombinasi antara ketiganya. Masing-masing indikator mempunyai makna tersendiri. Misalnya kombinasi antara BB dan U membentuk indikator BB menurut U yang disimbolkan dengan “BB/U”, kombinasi antara TB dan U membentuk indikator TB menurut U atau “TB/U”, dan kombinasi antara BB dan TB membentuk indikator BB menurut TB atau “BB/TB”.

Indeks Berat Badan Menurut Umur

Berat badan adalah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan yang abnormal, terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi. Mengingat karakteristik berat badan yanag labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (current nutritional status) (Supariasa dkk 2002).

Indikator BB/U dapat normal. lebih rendah, atau lebih tinggi setelah dibandingkan dengan standar WHO. Apabila BB/U normal, digolongkan pada status gizi baik. BB/U rendah dapat berarti berstatus gizi kurang atau buruk. Sedangkan BB/U tinggi dapat digolongkan berstatus gizi lebih. Baik status gizi kurang maupu status gizi lebih kedua-duanya mengandung resiko yang tidak baik bagi kesehatan. Status gizi kurang yang diukur dengan indikator BB/U di dalam ilmu gizi dikelompokkan ke dalam kelompok “berat beban rendah” (BBR) atau underweight. Menurut tingkat keparahannya BBR dikelompokkan lagi ke dalam kategori BBR tingkat ringan (mild), sedang (moderate), dan berat (sever).

(34)

20

BBR tingkat berat atau sangat berat sering disebut sebagai status gizi buruk (Soekirman 2000).

Indikator BB/U menunjukkan sacara sensitif status gizi saat ini karena mudah berubah. Namun indikator BB/U tidak spesifik karena berat badan selain dipengaruhi oleh U juga dipengaruhi oleh TB. Indikator TB/U menggambarkan status gizi masa lalu, dan indikator BB/TB menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi saat ini (Soekirman 2000).

Indeks Berat Badan Menurut Panjang atau Tinggi Badan

Pengukuran antropometri yang terbaik adalah menggunakan indikator BB/TB. Ukuran ini dapat menggambarkan status gizi saat ini dengan lebih sensitif dan spesifik. Artinya, mereka yang memiliki BB/TB kurang, dikategorikan sebagai “kurus” atau “wasted” (Soekirman 2000).

Berat badan mempunyai hubungan linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal perkembangan berat badan akan searah dengan pertambahan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks tunggal BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menyatakan status gizi saat sekarang ini seperti halnya dengan BB/U, dan biasanya digunakan bila data umur yang akurat sulit diperoleh. Karena indeks BB/TB dapat memberi gambaran proporsi berat badan relatif terhadap tinggi badan, maka indeks ini merupakan indikator kekurusan. (Nasoetion & Riyadi 1995).

Indeks Tinggi Badan Menurut Umur

Tinggi badan merupakan ukuran antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap defisiensi gizi. Indeks TB/U lebih menggambarkan status gizi pada masa lalu. Indeks ini sangat erat kaitannya dengan masalah sosial ekonomi. Oleh karena itu, indeks TB/U dapat juga digunakan untuk menggambarkan indikator perkembangan sosial ekonomi masyarakat (Nasoetion & Riyadi 1995).

(35)

KERANGKA PEMIKIRAN

Pilar utama dalam proses menyusui adalah inisiasi dini atau lebih dikenal dengan inisiasi menyusui dini (IMD). IMD didefinisikan sebagai proses membiarkan bayi menyusui sendiri setelah kelahiran (Yuliarti 2010). Pada pelaksaan IMD, bayi diberikan kesempatan untuk mencari sendiri sumber susu ibunya tanpa adanya bantuan dari tenaga medis. Keberhasilan pelaksanaan IMD sangat bergantung pada, pelayanan tempat bersalin, dukungan anggota keluarga, sikap, pengetahuan dan motivasi bidan atau dokter, promosi IMD melalui media, serta manajemen laktasi ibu.

Selain itu pelaksanaan IMD juga dipengaruhi oleh pengetahuan IMD ibu. Ibu yang memiliki pengetahuan yang baik cenderung akan melaksanakan IMD sesaat setelah bayi dilahirkan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kusumawati (2010) terdapat hubungan antara pengetahuan IMD ibu dengan pelaksaaan IMD. Ibu yang memiliki pengetahuan baik dan melakukan IMD sebesar 72% sedangkan ibu yang memiliki pengetahuan yang baik dan tidak melaksanakan IMD hanya sebesar 4%.

Pelaksaan IMD merupakan salah satu langkah awal keberhasilan pemberian ASI selanjutnya. Program ASI eksklusif merupakan program pemberian ASI saja hingga usia enam bulan tanpa makanan tambahan. Program pemberian ASI eksklusif merupakan salah satu program yang sedang digalakan pemerintah karena masih rendahnya ibu yang bersedia memberikan ASI eksklusif pada anaknya. Pemberian ASI eksklusif merupakan satu hal yang sangat penting karena akan memberikan pengaruh pada status gizi batita.

Secara sistematik, kerangka pemikiran tersebut dapat disederhanakan dalam alur sebagai berikut :

(36)

22

Keterangan :

: variabel yang diteliti : variabel yang tidak diteliti

: hubungan yang diteliti : hubungan yang tidak diteliti

Gambar 1 Skema kerangka pemikiran Pengetahuan dan Pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini, Pemberian ASI eksklusif Serta Status Gizi Batita

Pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini :

 Tenaga medis yang menangani

kelahiran

 Proses kelahiran

 Langkah

pelaksanaan IMD

Pengetahuan IMD Ibu :

 Makanan sumber zat gizi  ASI Eksklusif  Definisi IMD  Langkah IMD  Manfaat IMD  Penghambat IMD

Status gizi batita : BB/U; BB/TB; TB/U

Pemberian ASI Eksklusif :

 Pemberian kolostrum

 Alasan tidak memberikan kolostrum

 Pemberian ASI eksklusif

 Alasan pemberian ASI eksklusif

 Lama pemberian ASI Eksklusif

Faktor keberhasilan IMD :

 Pelayanan tempat bersalin  Dukungan anggota keluarga  Sikap, pengetahuan, dan motivasi bidan atau dokter  Promosi IMD melalui media  Manajemen laktasi ibu. Karakteristik keluarga

 Pendapatan orang tua

 Besar keluarga

Karakteristik ibu

 Umur

 Pekerjaan

(37)

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain retrospektif dan cross sectional study. Penelitian dilakukan di dua lokasi yaitu Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor mewakili daerah perdesaan sedangkan Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor mewakili daerah perkotaan. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive sampling dengan alasan masih banyaknya ibu yang melahirkan tanpa ditolong oleh tenaga non medis dan belum ada penelitian yang berkaitan tentang inisiasi menyusui dini. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juli 2011.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Contoh dalam penelitian ini adalah batita dan ibunya yang tinggal di Desa Sukajadi dan Kelurahan Situgede. Populasi dalam penelitian ini adalah batita yang tinggal di desa dan kelurahan terpilih. Total populasi batita Situgede sebanyak 319 batita dan total populasi batita Sukajadi sebanyak 359 batita. Kriteria contoh adalah batita tercatat di posyandu, berusia 12-35 bulan, tinggal bersama ibunya di lokasi terpilih, serta bersedia untuk dijadikan contoh.

Jumlah minimal contoh yang diperlukan dalam penelitian diperoleh melalui perhitungan dengan derajat kepercayaan yang diinginkan sebesar 95% dan batas toleransi sebesar 15%, dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Lemeshow et al 1997) :

n0= (Z1-α/2)2 .P(1-P) = (1,96)2. 0,20 (1-0,20) = 27,3 ≈ 27

d2 0,152

Keterangan :

n0 = jumlah contoh penelitian yang akan dipilih

Z = tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) P = estimasi proporsi pelaksanaan IMD (20%) d = tingkat presisi (15%)

Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus tersebut ukuran minimal contoh yang dibutuhkan untuk masing-masing lokasi adalah 27 calon contoh. Contoh dipilih dari 3 posyandu terpilih pada masing-masing daerah. Penentuan jumlah contoh posyandu dilakukan secara proporsional menurut jumlah batita yang memenuhi kriteria dari posyandu terpilih dengan menggunakan rumus:

(38)

24

Keterangan :

n = jumlah contoh posyandu

b = jumlah batita yang memenuhi kriteria

P = populasi batita di tiga posyandu yang memenuhi kriteria Nmin = jumlah contoh minimal

Berdasarkan kriteria yang ditetapkan dan diambil dari populasi yang ada sehingga di dapatkan total populasi keseluruhan batita di Desa Sukajadi yang memenuhi kriteria sebesar 241 batita dan di Kelurahan Situgede sebesar 235 batita. Contoh diambil dari posyandu yang memiliki jumlah batita terbanyak. Terdapat 3 posyandu di Desa Sukajadi (Posyandu RW II, RW IV, dan RW V) dan Kelurahan Situgede (RW III, RW IV, dan RW V) yang memiliki jumlah batita terbanyak. Populasi batita dari tiga posyandu terpilih yang memenuhi kriteria adalah 101 batita di Desa Sukajadi dan 97 batita di Kelurahan Situgede. Penarikan contoh posyandu dilakukan dengan Simple Random Sampling sehingga didapatkan 31 contoh yang diambil pada masing-masing daerah sehingga total contoh yang didapatkan adalah 62 contoh.

purposive

purposive

Gambar 2 Kerangka penarikan contoh

Desa dan Kota

28 batita Posyandu RW V Posyandu RW III Posyandu RW V Posyandu RW II 33 batita 38 batita 23 batita Desa Sukajadi, Kabupaten Bogor (perdesaan) 62 contoh Kelurahan Situgede, Kota Bogor (perkotaan) Posyandu RW IV 40 batita Posyandu RW IV 36 batita 31 contoh 31 contoh 9 contoh 10 contoh contoh 12 7 contoh 12 contoh 12 contoh

(39)

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data meliputi data primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik batita (umur, jenis kelamin, dan berat saat lahir), ibu (umur, pendidikan, dan pekerjaan), keluarga batita (besar keluarga dan pendapatan keluarga), pengetahuan IMD ibu, pelaksanaan IMD, pemberian ASI eksklusif, dan data status gizi batita (berat badan dan tinggi badan). Data pelaksanaan IMD meliputi langkah pelaksanaan IMD. Data pemberian ASI eksklusif meliputi, pemberian kolostrum, alasan tidak pemberian kolostrum, pemberian makanan prelaktal, jenis makanan prelaktal, pemberian susu formula, pelaksanaan pemberian ASI eksklusif, alasan pemberian ASI eksklusif, dan lama pemberian ASI Eksklusif. Data sekunder berupa keadaan umum wilayah.

Pengumpulan data primer yang meliputi karakteristik batita, ibu dan keluarga, pengetahuan IMD ibu, pelaksanaan IMD, dan data pemberian ASI eksklusif diperoleh dengan metode wawancara terstruktur, yaitu menggunakan kuisioner. Data status gizi diperoleh dengan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan. Alat pengukur yang digunakan berupa timbangan injak dengan ketelitian 0,5 kg dan microtoise. Data sekunder yang berupa data mengenai keadaan umum wilayah yang diperoleh dari data profil desa. Secara keseluruhan variabel, data yang diperlukan dan cara pengumpulan data ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1Jenis dan cara pengumpulan data

No Variabel Data yang dikumpulkan Cara pengumpulan 1 Karakteristik batita a. Umur

b. Jenis kelamin c. Berat saat lahir

Wawancara dengan kuisioner 2 Karakteristik keluarga a. Besar keluarga

b. Pendapatan keluarga

Wawancara dengan kuisioner 3 Karakteristik ibu a. Umur

b. Pendidikan c. Pekerjaan

Wawancara dengan kuisioner 4 Status gizi batita a. Berat badan

b. Tinggi badan

Pengukuran dengan timbangan

dan microtoise 5 Pengetahuan IMD ibu a. Makanan sumber zat gizi

b. ASI Eksklusif c. Definisi IMD

d. Langkah-langkah IMD e. Manfaat IMD

f. Faktor penghambat IMD

Wawancara dengan kusioner

6 Pelaksanaan IMD a. Langkah pelaksaan IMD Wawancar dengan kuisioner

Gambar

Gambar  1  Skema  kerangka  pemikiran  Pengetahuan  dan  Pelaksanaan  Inisiasi  Menyusui  Dini,  Pemberian  ASI  eksklusif  Serta  Status  Gizi  Batita
Tabel 1Jenis dan cara pengumpulan data
Tabel 2. Klasifikasi status gizi berdasarkan Z-skor Depkes  RI 2010
Tabel 3. Pengelompokkan dan pengkategorian variabel
+6

Referensi

Dokumen terkait

Alat yang dirancang sudah sesuai dengan yang diharapkan, di mana cermin solatube dapat bergerak sesuai dengan sudut yang ditentukan melalui pendeteksian cahaya

Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 80 perawat pelaksana menunjukan bahwa motivasi intrinsik (kepuasan = satisfiers) perawat pelaksana tidak baik

Hasil analisis ASD menunjukkan sampel batuan terdiri dari mineral – mineral lempung yang memiliki pH dan temperatur tinggi berupa silika, alunit, piropilit, dikit,

Relawan Demokrasi melakukan sosialisasi politik yang merupakan bagian dari upaya peningkatan partisipasi pemilu, dimana pemilu merupakan bagian penting dalam sistem

Djoko Susilo Adhy, MT , selaku dosen pembimbing I terimakasih telah memberikan ilmunya serta semangat dan dorongan untuk menyelesaikan tugas akhir ini. Nina Anindyawati,

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apa motif penonton televisi di Surabaya dalam menonton acara”Campursari Tambane Ati” di TVRI Jawa Timur. Objek

Admin terlebih dahulu harus melakukan login untuk dapat melakukan lihat jadwal lapangan B, jika login tidak valid maka admin harus memasukkan username dan