• Tidak ada hasil yang ditemukan

Untuk menegakkan diagnosa tumor ganas laring masih belum memuaskan, hal ini disebabkan antara lain karena letaknya dan sulit untuk dicapai sehingga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Untuk menegakkan diagnosa tumor ganas laring masih belum memuaskan, hal ini disebabkan antara lain karena letaknya dan sulit untuk dicapai sehingga"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

Tumor laring merupakan suatu neoplasma yang ditandai dengan sebuah tumor yang berasal dari epitel struktur laring dan merupakan massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal meskipun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti.(1)

Karsinoma laring adalah keganasan yang paling umum untuk bagian kepala dan leher. Karsinoma laring memiliki historis penyakit dengan jumlah yang tinggi pada pria, meskipun jumlah insidens telah berubah disebabkan lebih banyak wanita mulai merokok.(1)

Karsinoma laring merupakan entitas paling penting dalam ilmu onkologi. Berdasarkan data dunia, porsi kejadian kanker laring adalah sekitar 30% hingga 40% dari semua kejadian malignansi kepala dan leher serta 1% hingga 2,5% dari total neoplasma ganas pada manusia. Secara histopatologis, 95% hingga 98% karsinoma laring berasal dari sel squamosal. Penyakit ini lebih sering menyerang pria. Insidensi tertinggi biasanya terjadi pada pasien berusia 50 hingga 70 tahun ke atas. Hingga saat ini, faktor predisposisi yang dicurigai memicu terjadinya karsinoma laring ialah sering dihubungkan dengan kebiasaan merokok dan konsumsi alcohol. Faktor risiko lain yang bias memicu terbentuknya karsinogen di tubuh antara lain lingkungan kerja, nutrisi, infeksi virus dengan HPV serta EBV, radiasi, GERD dan faktor keturunan. Perkembangan biologi molekuler di studi analisis serta pemecahan kode DNA membuktikan sejumlah gen, disebut sebagai onkogen, ternyata terlibat dalam mekanisme terbentuknya karsinogen pada laring.(2)

Tumor jinak laring jarang ditemukan, hanya kurang lebih 5% dari semua jenis tumor laring. Tumor jinak laring dapat berupa papiloma laring (yang paling banyak frekuensinya) yang bisa didpapatkan dalam dua bentuk yaitu juvenil dan tunggal, adenoma, kondroma, mioblastoma sel granuler, hemangioma, lipoma dan neurofibroma.(2)

(2)

Untuk menegakkan diagnosa tumor ganas laring masih belum memuaskan, hal ini disebabkan antara lain karena letaknya dan sulit untuk dicapai sehingga dijumpai bukan pada stadium awal lagi. Biasanya pasien datang dalam keadaan yang sudah berat sehingga hasil pengobatan yang diberikan kurang memuaskan. Yang terpenting pada penanggulangan tumor ganas laring ialah diagnosa dini.(2)

Secara umum penatalaksanaan tumor ganas laring adalah dengan pembedahan, radiasi, sitostatika ataupun kombinasi daripadanya, tergantung stadium penyakit dan keadaan umum penderita.(2)

(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI LARING

Laring adalah organ khusus yang mempunyai sphincter pelindung pada pintu masuk jalan napas dan berfungsi dalam pembentukan suara. Di atas, laring terbuka ke dalam laryngopharynx dan di bawah laring berlanjut ke trakea.(3)

Kerangka yang menyusun laring berjumlah sembilan kartilago yang saling dihubungkan oleh ligament, membran dan otot serta disusun oleh epitel respiratori dan squamosa berlapis. Terdapat tiga kartilago tunggal yaitu thyroid, cricoid, dan epiglottis serta tiga lainnya merupakan kartilago berpasangan yaitu arytenoid, corniculata, dan kueniformis. Kartilago thyroidea merupakan kartilago terbesar di antara enam kartilago lainnya, terdiri dari dua lamina yang bersatu di bagian depan dan mengembang kearah belakang. Kartilago krikoid terletak di belakang kartilago tiroid merupakan tulang rawan yang paling bawah dari laring. Di setiap sisi tulang rawan krikoid melekat ligamentum krikoaritenoid, otot krikoaritenoid lateral dan di bagian belakang melekat otot krikoaritenoid. Kartilago arytenoidea merupakan kartilago kecil, dua buah, dan berbentuk seperti piramida. Keduanya terletak di belakang laring, pada pinggir atas lamina kartilago krikoidea.(3,4)

Kartilago corniculata adalah dua buah nodulus kecil yang bersendi dengan apeks cartilaginis arytneoidea dan merupakan tempat lekat plica aryepiglotica. Kartilago kuneiformis merupakan dua krtilago kecil berbentuk batang yang terletak sedemikian rupa sehingga masing-masing terdapat di dalam satu plica aryepiglottica. Epiglotis adalah sebuah kartilago elastis berbentuk daun yang terletak di belakang radiks lingua. Di sini, terdapat plica glossoepiglotica mediana dan plica glossoepiglotica lateralis. Vallecuale adalah cekungan pada membrane mukosa di kanan dan kiri glossoepiglotica.(3,4)

Kavitas larings terbentang dari aditus sampai ke pinggir bawah kartilago cricoidea, dan dapat dibagi menjadi tiga bagian; (1) bagian atas atau vestibulum, (2) bagian tengah, dan (3) bagian bawah.(3,4)

Vestibulum larynges terbentang dari aditus larynges sampai ke plica vestibularis. Plica vestibularis yang bewarna merah muda menonjol ke medial.

(4)

Rima vestibule adalah celah di antara plica vestibularis. Ligamentum vestibularis yang terletak di dalam setiap plica vestibularis merupakan pinggir bawah membrane quadrangularis yang menebal. Ligamentum ini terbentang dari kartilago thyroidea sampai ke kartilago arytenoidea.(3,4)

Laring bagian tengah terbentang dari plica vestibularis sampai setinggi plica vocalis. Plica vocalis bewarna putih dan berisi ligamentum vocale. Rima glottides adalah celah di antara plica vocalis di depan dan prosessus vcalis kartilaginis arytneoidea di belakang.(3,4)

Laring di bagian bawah terbentang dari plica vocalis sampai ke pinggir bawah kartilago cricoidea. Membran mukosa laring melapisi kavitas laryngeus dan ditutupi oleh epitel silindris bersilia. Namun, pada plica vocalis, tempat membrane mukosa sering mengalami trauma saat fonasi, maka membrane mukosanya dilapisi oleh epitel berlapis gepeng.(3,4)

Gambar 1: anatomi struktur penyangga laring. Diambil dari kepustakaan 5

Otot-otot laring dapat dibagi menjadi dua kelompok; (1) ekstrinsik dan (2) intrinsik.

Otot-otot ekstrinsik dapat dibagi dalam dua kelompok yang berlawanan, yaitu kelompok elevator laring dan depressor laring. Laring tertarik ke atas selama proses menelan dan ke bawah sesudahnya. Karena os hyoideum melekat pada

(5)

kartilago thyroidea melalui membrane thyroihyoidea, gerakan os hyoideum akan diikuti oleh gerakan laring.(3,4)

Otot-otot elevator laring meliputi m.digastricus, m.stylohyoideus, m.geniohyoideus. M.stylopharyngeus, m.salphingopharyngeus, dan m.palatopharyngeus yang berinsersio pada pinggir posterior lamina kartilaginis thyroidea juga mengangkat laring.(3,4)

Otot depressor laring meliputi m.sternohyoideus, m.sternothyroideus, dan m.momohyoideus. Kerja otot-otot ini dibantu oleh daya pegas trakea yang elastis. (3,4)

Otot-otot intrinsik dapat dibagi menjadi dua kelompok; kelompok yang mengendalikan aditus laringis dan kelompok yang menggerakkan plica vocalis.(3,4) Terdapat dua sphincter pada laring yaitu (1) pada aditus larynges dan (2) pada rima glottis. Sphincter pada aditus larynges hanya berfungsi pada saat menelan. Ketika bolus makanan dipindahkan ke belakang di antara lidah dan palatum durum, laring tertarik ke atas di bawah bagian belakang lidah. Aditus larynges menyempit akibat kontraksi m.artynoideus obliqus dan m.aryepiglotica. Epiglotis didorong ke belakang oleh lidah dan berfungsi sebagai sungkup di atas aditus larynges. Bolus makanan atau cairan kemudian masuk ke dalam esophagus dengan berjalan di atas epiglottis atau turun ke bawah lewat alur pada sisi-sisi aditus larynges, yaitu melalui fossa piriformis.(3,4)

(6)

Ketika batuk atau bersin, rima glotidis berfungsi sebagai sphincter. Setelah inspirasi, plica vocalis mengalami adduksi, dan otot-otot ekspirasi berkontraksi dengan kuat. Akibatnya, tekanan di dalam toraks meningkat, dan dalam waktu yang sama plica vocalis mendadak adduksi. Pelepasan mendadak dari udara yang terkompresi seringkali diikuti pula keluarnya partikel asing atau mucus dari saluran pernapasan dan selanjutnya masuk ke faring. Disini, partikel-partikel ini akan ditelan atau dikeluarkan.(3,4)

Pada keadaan abdomen tegang seperti saat miksi, defekasi dan melahirkan, udara sering ditahan sesaat di saluran pernapasan dengan cara menutup rima glotidis. Sesudah inspirasi dalam, rima glotidis ditutup. Kemudian otot-otot dinding anterior abdomen berkontraksi dan gerakan naik dari diafragma dicegah oleh adanya udara yang tertahan di saluran pernapasan. Setelah usaha yang cukup lama, orang tersebut sering melepaskan sejumlah udara dengan membuka rima glotidisnya sekejap dan menimbulkan suara mengeluh.(4)

Gambar 3: otot-otot intrinsik laring. Diambil dari kepustakaan 5

Pelepasan udara ekspirasi secara terputus-putus melalui plica vocalis yang sedang adduksi akan menggetarkan plica tersebut dan menimbulkan suara.

(7)

Frekuensi atau tinggi suara ditentukan oleh perubahan panjang dan tegangan ligamentum vocale. Kualitas suara tergantung pada resonator di atas laring, yaitu faring, mulut dan sinus paranasalis. Kualitas dikendalikan oleh otot-otot palatum molle, lidah, dasar mulut, pipi, bibir, dan rahang. Bicara normal tergantung pada kemampuan modifikasi suara menjadi konsonan-konsonan dan vokal yang dikenali dengan menggunakan lidah, gigi, dan bibir. Bunyi vokal biasanya murni dari mulut dengan palatum molle terangkat; yaitu udara disalurkan melalui mulut dan bukan melalui hidung. Dokter menguji mobilitas palatum molle dengan meminta pasien mengucapkan ‘ah’ dengan mulut terbuka.(3,4)

Bicara melibatkan pelepasan udara ekspirasi secara terputus-putus melalui plica vocalis yang teradduksi. Menyanyi satu nada membutuhkan pelepasan udara ekspirasi yang lebih lama lewat plica vocalis yang teradduksi. Pada berbisik, plica vocalis teradduksi, tetapi kartilago arytneoidea terpisah; vibrasi terjadi akibat getaran udara ekspirasi secara tetap melalui bagian posterior rima glotidis.(3,4)

Maka secara ringkas dapat dikatakan terdapat satu otot abduktor, tiga aduktor dan tiga otot tensor seperti yang diberikan seperti berikut: (3,6)

ABDUKTOR ADDUKTOR TENSOR

Krikotiroideus posterior Interaritenoideus Krikotiroideus (eksterna) Krikoaritenoideus lateralis Vokalis (interna)

Krikoaritenoideus Tiroaritenoideus (interna) Laring dipersarafi oleh saraf sensorik yang mempersarafi membran mukosa laring di atas plica vocalis dan berasal dari n.laryngeus internus, cabang dari n.laryngeus superior (cabang n. vagus). Di bawah plica vocalis, membrane mukosa dipersarafi oleh n. laryngeus recurrens. Saraf motorik ke otot-otot intrinsik laring berasal dari n. laryngeus recurrens, kecuali m. cricothyroideus yang dipersarafi oleh ramus laryngeus externus dari n. laryngeus superior (n. vagus).(3,4)

(8)

Gambar 4: persarafan pada laring. Diambil dari kepustakaan 5

Suplai arteri ke setengah bagian atas laring berasal dari ramus laryngeus superior a. thyroidea superior. Setengah bagian bawah laring didarahi oleh ramus laryngeus inferior a. thyroidea inferior.(3,4)

Gambar 5: suplai darah arteri pada laring. Diambil dari kepustakaan 8

Pembuluh limfe bermuara ke dalam nodi lymphoidei cervicalis profunda. (3,4)

Terdapat dua sistem drainase terpisah, superior dan inferior, dimana garis pemisah adalah korda vokalis sejati. Disebelah superior, aliran limfe menyertai pedikulus neurovaskuler superior untuk bergabung dengan nodi limfatisis superior dari rangkaian servikalis profunda setinggi os hioideus. Drainase subglotis lebih

(9)

beragam, yaitu ke nodi limfatisi pretrakeales (satu kelenjar terletak tepat didepan krikoid dan disebut nodi Delphian), kelenjar getah bening servikalis profunda inferior, nodi supraklavikularis dan bahkan nodi mediastinalis superior. Laring mempunyai 3 (tiga) sistem penyaluran limfe, yaitu:(3,6)

1. Daerah bagian atas pita suara sejati, pembuluh limfe berkumpul membentuk saluran yang menembus membrana tiroidea menuju kelenjar limfe cervical superior profunda. Limfe ini juga menuju ke superior dan middle jugular node.

2. Daerah bagian bawah pita suara sejati bergabung dengan sistem limfe trakea, middle jugular node, dan inferior jugular node.

3. Bagian anterior laring berhubungan dengan kedua sistem tersebut dan system limfe esofagus. Sistem limfe ini penting sehubungan dengan metastase karsinoma laring dan menentukan terapinya.

Gambar 6: kelenjar limfe pada bagian leher. Diambil dari kepusatakaan 6

B. FISIOLOGI LARING

Laring mempunyai 3 (tiga) fungsi dasar yaitu fonasi, respirasi dan proteksi disamping beberapa fungsi lainnya seperti terlihat pada uraian berikut:

1. Fungsi Fonasi.(4)

Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks. Suara dibentuk karena adanya aliran udara respirasi yang konstan dan adanya interaksi antara udara dan pita suara. Nada suara dari laring diperkuat oleh adanya tekanan

(10)

udara pernafasan subglotik dan vibrasi laring serta adanya ruangan resonansi seperti rongga mulut, udara dalam paru-paru, trakea, faring, dan hidung. Nada dasar yang dihasilkan dapat dimodifikasi dengan berbagai cara. Otot intrinsic laring berperan penting dalam penyesuaian tinggi nada dengan mengubah bentuk dan massa ujung- ujung bebas dan tegangan pita suara sejati.

2. Fungsi Proteksi. (4)

Benda asing tidak dapat masuk ke dalam laring dengan adanya reflek otot-otot yang bersifat adduksi, sehingga rima glotis tertutup. Pada waktu menelan, pernafasan berhenti sejenak akibat adanya rangsangan terhadap reseptor yang ada pada epiglotis, plika ariepiglotika, plika ventrikularis dan daerah interaritenoid melalui serabut afferen N. Laringeus Superior. Sebagai jawabannya, sfingter dan epiglotis menutup. Gerakan laring ke atas dan ke depan menyebabkan celah proksimal laring tertutup oleh dasar lidah. Struktur ini mengalihkan makanan ke lateral menjauhi aditus dan masuk ke sinus piriformis lalu ke introitus esofagus.

3. Fungsi Respirasi. (4)

Pada waktu inspirasi diafragma bergerak ke bawah untuk memperbesar rongga dada dan M. Krikoaritenoideus Posterior terangsang sehingga kontraksinya menyebabkan rima glotis terbuka. Proses ini dipengaruhi oleh tekanan parsial CO2 dan O2 arteri serta pH darah. Bila pO2 tinggi akan menghambat pembukaan rima glotis, sedangkan bila pCO2 tinggi akan merangsang pembukaan rima glotis. Hiperkapnia dan obstruksi laring mengakibatkan pembukaan laring secara reflektoris, sedangkan peningkatan pO2 arterial dan hiperventilasi akan menghambat pembukaan laring . Tekanan parsial CO2 darah dan pH darah berperan dalam mengontrol posisi

pita suara.

4. Fungsi Menelan. (4)

Terdapat 3 (tiga) kejadian yang berhubungan dengan laring pada saat berlangsungnya proses menelan, yaitu : Pada waktu menelan faring bagian bawah (m. Konstriktor faringeus superior, m. palatofaringeus dan m. stilofaringeus)

(11)

mengalami kontraksi sepanjang kartilago krikoidea dan kartilago tiroidea, serta menarik laring ke atas menuju basis lidah, kemudian makanan terdorong ke bawah dan terjadi pembukaan faringoesofageal. Laring menutup untuk mencegah makanan atau minuman masuk ke saluran pernafasan dengan jalan menkontraksikan orifisium dan penutupan laring oleh epiglotis. Epiglotis menjadi lebih datar membentuk semacam papan penutup aditus laringeus, sehingga makanan atau minuman terdorong ke lateral menjauhi aditus laring dan masuk ke sinus piriformis lalu ke hiatus esofagus.

C. EPIDEMIOLOGI

Sebagai gambaran perbandingan, diluar negeri keganasan karsinoma laring menempati tempat pertama dalam urutan keganasan di bidang THT, sedangkan di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, karsinoma laring menduduki urutan ketiga setelah karsinoma nasofaring dan tumor ganas hidung dan paranasalis.(1) Menurut data statistik dari WHO (1961) yang meliputi 35 negara, seperti dikutip oleh Batsakis (1979), rata-rata 1.2 orang per 100.000 penduduk meninggal oleh karsinoma laring.(1)

Kebanyakan (70–90%) karsinoma laring ditemukan pada pria usia lanjut. Tipe glotik merupakan 60–65%, supraglotik 30–35%, dan infraglotik hanya 5%. Merokok merupakan penyebab utama.(1)

D. ETIOLOGI

a. Asap rokok dan alkohol(8)

Etiologi karsinoma laring belum diketahui dengan pasti. Dikatakan oleh para ahli bahwa perokok dan peminum alkolhol merupakan kelompok orang-orang dengan risiko tinggi terhadap karsinoma laring. Penelitian epidemiologik menggambarkan beberapa hal yang diduga menyebabkan terjadinya karsinoma laring yang kuat adalah rokok alkohol dan terpajan oleh sinar radioaktif.

b. Karsinogen lingkungan(9)

Arsen (pabrik, obat serangga), asbes (lingkungan, pabrik, tambang), gas mustar (pabrik), serbuk nikel (pabrik, lingkungan), polisiklik hidrokarbon

(12)

(pabrik, lingkungan), vinil klorida (pabrik), dan nitrosamin (makanan yang diawetkan, ikan asin).

c. Human papilloma virus (HPV)(9)

Predileksi di korda vokalis. Awalnya tumbuh jaringan berupa papil-papil (papiloma) kemudian terjadi perubahan maligna menjadi karsinoma verukosa (verrucous carcinoma).

E. KLASIFIKASI TUMOR 1. Tumor jinak laring

Tumor jinak laring tidak banyak ditemukan, hanya kurang lebih 5 % dari semua jenis tumor laring.

Tumor jinak laring dapat berupa: (11)

1. Papiloma laring (terbanyak frekuensi)

Tumor ini dapat digolongkan dalam 2 jenis:(11)

i. Papiloma laring juvenil, ditemukan pada anak, biasanya berbentuk multipel dan mengalami regresi pada waktu dewasa.

Tumor ini dapat tumbuh pada pita suara bagian anterior atau daerah subglotik. Dapat pula tumbuh di plika ventrikularis atau aritenoid. Secara makroskopik bentuknya seperti buah murbei berwarna putih abu-abu dan kadang-kadang kemerahan. Jaringan tumor ini sangat rapuh dan kalau dipotong tidak menyebabkan perdarahan. Sifat yang menonjol dari tumor ini adalah sering tumbuh lagi setelah diangkat, sehingga operasi pengangkatan harus dilakukan berulang-ulang. (11)

ii. Pada orang dewasa biasanya berbentuk tunggal, tidak akan mengalami resolusi dan merupakan prekanker.

(13)

2. Adenoma 3. Kondroma

4. Mioblastoma sel granuler 5. Hemangioma

6. Lipoma 7. Neurofibroma

2. Tumor ganas laring

Keganasan di laring bukanlah hal yang jarang ditemukan dan masih merupakan masalah, karena penanggulangannya mencakup berbagai segi. Penatalaksanaan keganasan di laring tanpa memperhatikan bidang rehabilitasi lengkap.(11,7)

Etiologi karsinoma laring belum diketahui dengan pasti. Dikatakan oleh para ahli bahwa perokok dan peminum alkohol merupakan kelompok orang-orang dengan resiko tinggi terhadap karsinoma laring. Penelitian epidemiologik menggambarkan beberapa hal yang diduga menyebabkan terjadinya karsinoma laring yang kuat ialah rokok, alkohol dan terpapar oleh sinar radioaktif. (7, 11)

Yang terpenting pada penanggulangan karsinoma laring adalah diagnosis dini dan pengobatan/tindakan yang tepat dan kuratif, karena tumornya masih terisolasi dan dapat diangkat secara radikal. Tujuan utama ialah mengeluarkan bagian laring yang terkena tumor dengan memperhatikan fungsi respirasi, fonasi serta fungsi sfingter laring.(11)

Karsinoma sel skuamosa dibagi 3 tingkat diferensiasi a. Berdiferensiasi baik (Grade I)

b. Berdiferensiasi sedang (Grade II) c. Berdiferensiasi buruk (Grade III)

Kebanyakan tumor ganas pita suara berdiferensiasi dengan baik. Lesi yang mengenai hipofaring, sinus piriformis dan plika ariepiglotika kurang berdiferensiasi baik.(11)

(14)

Klasifikasi Letak Tumor

a. Tumor supraglotik terbatas pada daerah mulai dari tepi atas epiglotis sampai batas atas glotis termasuk pita suara palsu dan ventrikel laring. (11)

b. Tumor glotik mengenai pita suara asli. Batas inferior glotik adalah 10 mm dibawah tepi bebas pita suara, 10 mm merupakan batas inferior otot-otot intrinsik pita suara. Oleh karena itu, tumor glotik dapat mengenai 1 atau kedua pita suara, dapat meluas ke subglotik sejauh 10 mm, dan dapat mengenai komisura anterior atau posterior atau prosesus vokalis kartilago adenoid. (11)

c. Tumor subglotik tumbuh lebih dari 10 mm di bawah tepi bebas pita suara asli sampai batas krikoid. (11)

d. Tumor ganas transglotik adalah tumor yang menyeberangi ventrikel mengenai pita suara asli dan pita suara palsu, atau meluas ke subglotik lebih dari 10 mm. (11)

Gambar 7: gambaran letak tumor dan gejala

yang biasa timbul dari letaknya. Diambil dari kepustakaan 11

2.1 Glottis carcinoma

Karsinoma invasif glotis secara biologis umumnya kurang agresif dibandingkan dengan karsinoma sel skuamosa supraglotik atau

(15)

hypopharyngeal. Dari histologinya biasanya baik untuk berdiferensiasi sedang, dan tanpa disertai metastasis jauh. Hal ini diduga karena limfatik submukosa di pita suara sangat jarang dan mungkin mencerminkan perilaku biologis ke arah karsinoma berdiferensiasi baik. Gejala hadir lebih awal karena sebagian besar tumor berasal dari permukaan bebas di lipatan pita suara dua per tiga anterior di mana suara serak adalah gejala pertamanya. Di stadium awal, radioterapi atau konservatif menjadi terapi terbaik tanpa perlu direncanakan manajemen operasi leher eletif.(12) 2.2 Supraglottis carcinoma

Karsinoma supraglotik melibatkan wilayah: superior oleh batas bebas epiglotis dan inferior oleh pita suara palsu dan ventrikel laring. Lateral oleh aspek medial lipatan aryepiglotik. Neoplasma ini cenderung menyebar dengan ekstensi lokal. Ada kecenderungan kuat untuk karsinoma supraglotik untuk menyebar melalui limfatik. Sejumlah laporan memperkirakan bahwa 39-65% pasien dengan T2 untuk karsinoma supraglotik T4 datang dengan metastasis kelenjar getah bening yang jelas, sedangkan 32-34% dari pasien tersebut memiliki node patologis positif.(12)

2.3 Subglottis carcinoma

Karsinoma subglotik sangat jarang terjadi dengan hanya 1% dari 2%. 180 kasus karsinoma laring yang terletak 1 cm di bawah pita suara menurut Shaba dan Shah. Gambaran klinis biasanya adanya obstruksi jalan napas. Pasien mungkin memiliki insufisiensi saluran napas dan memperoleh bantuan langsung bila diintubasi. Lesi subglotik biasanya muncul di bawah konus elastikus (1 cm di bawah tepi bebas dari pita suara sejati) dan menyebar secara lokal untuk menyerang tulang rawan dan kelenjar tiroid melalui penyebaran limfatik menuju nodus jugularis profunda, nodus Delphian(prelaryngeal), dan nodus paratrakeal.(12)

Kanker laring dibagi berdasar system TNM (tumor, nodul, metastasis) milik American Joint Committee on Cancer. Untuk kepentingan staging, nodul postif di leher termasuk dalam metastasis

(16)

lokoregional; metastasis di bagian tubuh yang lain (seperti paru, mediastinum, hepar dan tulang) termasuk dalam metastasis jauh. Untuk pertama kalinya, tumor T4 dibagi menjadi tumor stage IV dibagi menjadi IV.A, IV.B dan IV.C (adanya metastasis jauh). Studi yang dilakukan sebelumnya, bagaimanapun juga, mengacu pada system lama yakni tahun 1998 di mana terdapat T4 yang berdiri sendiri.(13,14)

Klasifikasi Tumor Ganas Laring Tumor primer (T)

a. Supraglotis(11,12)

Tis: Karsinoma insitu

T1: Tumor terdapat pada satu sisi suara/pita suara palsu (gerakan masih baik).

T2: Tumor sudah menjalar ke 1 dan 2 sisi daerah supraglotis dan glotis masih bisa bergerak (tidak terfiksir).

T3: Tumor terbatas pada laring dan sudah terfiksir atau meluas ke daerah ke krikod bagian belakang, dinding medial dari sinus piriformis, dan kearah rongga preepiglotis.

T4: Tumor sudah meluas keluar laring, menginfiltrasi orofaring jaringan lunak pada leher atau sudah merusak tulang rawan tiroid.

b. Glotis(11,12)

Tis: Karsinoma insitu.

T1: Tumor mengenai satu atau dua sisi pita suara, tetapi gerakan pita suara masih baik, atau tumor sudah terdapat pada kommisura anterior atau posterior.

T2: Tumor meluas ke daerah supraglotis atau subglotis, pita suara masih dapat bergerak atau sudah terfiksir (impaired mobility). T3: Tumor meliputi laring dan pita suara sudah terfiksir.

T4: Tumor sangat luas dengan kerusakan tulang rawan tiroid atau sudah keluar dari laring.

c. Subglotis(11,12)

Tis: Karsinoma insitu.

(17)

T2: Tumor sudah meluas ke pita, pita suara masih dapat bergerak atau sudah terfiksir.

T3: Tumor sudah mengenai laring dan pita suara sudah terfiksir. T4: Tumor yang luas dengan destruksi tulang rawan atau perluasan ke luar laring atau dua – duanya.

Penjalaran ke kelenjar limfe (N)(11,12) Nx: Kelenjar limfe tidak teraba. N0: Secara klinis kelenjar tidak teraba.

N1: Secara klinis teraba satu kelenjar limfe dengan ukuran diameter 3 cm homolateral.

N2: Teraba kelenjar limfe tunggal, ipsilateral dengan ukuran diameter 3-6 cm.

N2a: Satu kelenjar limfe ipsilateral, diameter lebih dari 3 cm tapi tidak lebih dari 6 cm.

N2b: Multipel kelenjar limfe ipsilateral, diameter tidak lebih dari 6 cm. 10

N2c: Metastasis bilateral atau kontralateral, diameter tidak lebih dari 6 cm.

N3: Metastasis kelenjar limfe lebih dari 6 cm.

Tabel dibawah menunjukkan penentuan kategori TNM edisi ke-7 pada karsinoma laring Kategori T N M 0 Tis N0 M0 I T1 N0 M0 II T2 N0 M0 III T3 T1, T2 N0 N1 M0 IV A T4a T 1-3 N0 N2 M0 M0 IV B T4b T apapun N apapun N3 M0 M0 IV C T apapun N apapun M1

(18)

Gambar 8: stadium karsinoma laring. Diambil dari kepustakaan 11.

F. HISTOPATOLOGI

Karsinoma sel skuamosa meliputi 95 – 98% dari semua tumor ganas laring, dengan derajat difrensiasi yang berbeda-beda, yaitu berdiferensiasi baik, sedang dan berdiferensiasi buruk. Jenis lain yang jarang kita jumpai adalah karsinoma verukosa, adenokarsinoma dan kondrosarkoma.(8)

1. Karsinoma Verukosa(8)

Adalah satu tumor yang secara histologis kelihatannya jinak, akan tetapi klinis ganas. Insidennya 1 – 2% dari seluruh tumor ganas laring, lebih banyak mengenai pria dari wanita dengan perbandingan 3 : 1. Tumor tumbuh lambat tetapi dapat membesar sehingga dapat menimbulkan kerusakan lokal yang luas. Tidak terjadi metastase regional atau jauh. Pengobatannya dengan operasi, radioterapi tidak efektif dan merupakan kontraindikasi. Prognosanya sangat baik. 2. Adenokarsinoma (8)

Angka insidennya 1% dari seluruh tumor ganas laring. Sering terjadi pada kelenjar mukus supraglotis dan subglotis dan tidak pernah dari glottis. Sering bermetastase ke paru-paru dan hepar. Two

years survival rate-nya sangat rendah. Terapi yang dianjurkan adalah

reseksi radikal dengan diseksi kelenjar limfe regional dan radiasi pasca operasi.

(19)

3. Kondrosarkoma(8)

Adalah tumor ganas yang berasal dari tulang rawan krikoid 70%, tiroid 20% dan aritenoid 10%.Sering pada laki-laki 40 – 60 tahun.Terapi yang dianjurkan adalah laringektomi total.

G. PATOFISIOLOGI

Gambar 9: model skematik perkembangan sel karsinoma dengan berbagai penyebab pada laring. Diambil dari

kepustakaan 8.

Lebih dari 90% pasien dengan karsinoma laring memiliki riwayat merokok berat dan konsumsi alkohol. Merokok, secara khusus merupakan faktor risiko utama terjadinya karsinoma pada laring. Kombinasi dari rokok dan konsumsi alkohol memberi efek karsinogenik yang lebih besar pada laring.(14)

Faktor risiko lain telah diketahui. Infeksi laring yang disebabkan oleh virus human papilloma virus (HPV) mengakibatkan laryngeal

(20)

papilomatosis dimana berawal dari jinak, tetapi terkhusus tipe 16 dan 18 ternyata diketahui mampu berdegenerasi menjadi karsinoma sel skuamosa (SCC). Refluks gastroesofageal juga dicurigai menyebabkan karsinoma laring; meski hubungan langsung antara keduanya masih belum jelas walaupun terapi yang berguna dalam menurunkan kadar asam lambung dikatakan mampu menurunkan rekurensi karsinoma laring. Paparan okupasi yang beranekaragam dan inhalasi bercaun (seperti asbestos dan gas mustad), defisiensi nutrisi, serta riwayat radiasi leher juga memiliki hubungan dengan karsinoma laring.(14)

Karsinogenesis pada traktus aerodigestif digambarkan mengalami proses yang berlipat. Agen ekosgenous yang berbahaya (tembakau, alkohol, asbes, dll) menyebabkan injuri epitel dan memicu terjadinya respon berupa (hiper)regenerasi (hyperplasia) dan/atau hyperkeratosis.(14,15)

Gambar 10: Evolusi sel karsinoma. Diambil dari kepustakaan 15 H. MANIFESTASI KLINIS

1. Suara serak: Gejala utama Ca laring, merupakan gejala dini tumor pita suara. Hal ini disebabkan karena gangguan fungsi fonasi laring. Kualitas nada sangat dipengaruhi oleh besar celah glotik, besar pita suara, ketajaman tepi pita suara, kecepatan getaran dan ketegangan pita suara.Pada tumor ganas laring, pita suara gagal berfungsi secara baik disebabkan oleh ketidak teraturan pita suara, oklusi atau penyempitan celah glotik, terserangnya otot-otot vokalis, sendi dan ligament krikoaritenoid dan kadang-kadang menyerang saraf. Adanya tumor di

(21)

pita suara akan mengganggu gerak maupun getaran kedua pita suara tersebut. Serak menyebabkan kualitas suara menjadi semakin kasar, mengganggu, sumbang dan nadanya lebih rendah dari biasa. Kadang bisa afoni karena nyeri, sumbatan jalan nafas atau paralisis komplit. Hubungan antara serak dengan tumor laring tergantung pada letak tumor. Apabila tumor laring tumbuh pada pita suara asli, serak merupakan gejala dini dan menetap. Apabila tumor tumbuh di daerah ventrikel laring, dibagian bawah plika ventrikularis atau dibatas inferior pita suara, serak akan timbul kemudian. Pada tumor supraglotis dan subglotis, serak dapat merupakan gejala akhir atau tidak timbul sama sekali. Pada kelompok ini, gejala pertama tidak khas dan subjektif seperti perasaan tidak nyaman, rasa ada yang mengganjal di tenggorok. Tumor hipofaring jarang menimbulkan serak kecuali tumornya eksentif.(13,14,15)

2.Suara bergumam (hot potato voice): fiksasi dan nyeri menimbulkan

suara bergumam. (14,15)

3.Dispnea dan stridor: Gejala yang disebabkan sumbatan jalan nafas dan dapat timbul pada tiap tumor laring. Gejala ini disebabkan oleh gangguan jalan nafas oleh massa tumor, penumpukan kotoran atau secret maupun oleh fiksasi pita suara. Pada tumor supraglotik dan transglotik terdapat kedua gejala tersebut.Sumbatan yang terjadi perlahan-lahan dapat dikompensasi. Pada umunya dispnea dan stridor adalah tanda prognosis yang kurang baik. (14,15)

4.Nyeri tenggorok: Keluhan ini dapat bervariasi dari rasa goresan sampai rasa nyeri yang tajam. (14,15)

5.Disfagia: Merupakan ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik, hipofaring dan sinus piriformis. Keluhan ini merupakan keluhan yang paling sering pada tumor ganas postkrikoid.Rasa nyeri ketika menelan (odinofagia): menandakan adanya tumor ganas lanjut yang mengenai struktur ekstra laring. (14,15)

6.Batuk dan hemoptisis: Batuk jarang ditemukan pada tumor ganas glotik, biasanya timbul dengan tertekanya hipofaring disertai secret yang

(22)

mengalir ke dalam laring. Hemoptisis sering terjadi pada tumor glotik dan tumor supraglotik. (14,15)

I. DIAGNOSIS

Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan suara parau yang diderita sudah cukup lama, tidak bersifat hilang-timbul meskipun sudah diobati dan bertendens makin lama menjadi berat. Penderita kebanyakan adalah seorang perokok berat yang juga kadang–kadang adalah seorang yang juga banyak memakai suara berlebihan dan salah (vocal abuse), peminum alkohol atau seorang yang sering atau pernah terpapar sinar radioaktif, misalnya pernah diradiasi didaerah lain. Pada anamnesis kadang–kadang didapatkan hemoptisis, yang bisa tersamar bersamaan dengan adanya TBC paru, sebab banyak penderita menjelang tua dan dari sosio - ekonomi yang lemah.(14,15)

Sesuai pembagian anatomi, lokasi tumor laring dibagi menjadi 3 bagian yakni supraglotis, glottis dan subglotis, dan gejala serta tanda – tandanya sesuai dengan lokasi tumor tersebut.(14,15)

Dari pemeriksaan fisik sering didapatkan tidak adanya tanda yang khas dari luar, terutama pada stadium dini/permulaan, tetapi bila tumor sudah menjalar ke kelenjar limfe leher, terlihat perubahan kontur leher, dan hilangnya krepitasi tulang rawan – tulang rawan laring. (14,15)

Pemeriksaan untuk melihat kedalam laring dapat dilakukan dengan cara tak langsung maupun langsung dengan menggunakan laringoskop unutk menilai lokasi tumor, penyebaran tumor yang terlihat (field of cancerisation), dan kemudian melakukan biopsi.(14,15)

J. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan selain pemeriksaan laboratorium darah, juga pemeriksaan radiologik. Foto toraks diperlukan untuk menilai keadaan paru, ada atau tidaknya proses spesifik dan metastasis diparu. Foto jaringan lunak (soft tissue) leher dari lateral kadang–kadang dapat menilai besarnya dan letak tumor, bila tumornya cukup besar. Apabila

(23)

memungkinkan, CT scan laring dapat memperlihatkan keadaan tumor dan laring lebih seksama, misalnya penjalaran tumor pada tulang rawan tiroid dan daerah pre-epiglotis serta metastase kelenjar getah bening leher. (14,15)

Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan patologi-anatomik dari bahan biopsi laring, dan biosi jarum-halus pada pembesaran kelenjar limfe dileher. Dari hasil patologi anatomik yang terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa. (14,15)

a. CT Scan Leher

Keterlibatan beberapa tempat pada supraglotis laring dan mobilitas pita suara. Pemeriksaan radiologi dapat membantu dalam mengidentifikasi perluasan submukosa transglotis yang tersembunyi. Kriteria pencitraan lesi T3 adalah perluasan ke ruang pra-epiglotis (paralayngeal fat) atau tumor yang mengerosi kebagian dalam korteks dari kartilago tiroid. Tumor yang mengerosi ke bagian luar korteks kartilago tiroid merupakan stadium T4a. Ada yang berpendapat bahwa kerterlibatan korteks bagian luar saja tanpa keterlibatan sebagian besar tendon bisa memenuhi kriteria pencitraan lesi T4. Tumor stadium T4 (a dan b) sulit diidentifikasikan hanya denganpemeriksaan klinis saja, karena sebagian besar kriteria tidak dapat diniai dengan palpasi dan endoskopi. Pencitraan secara

cross-sectional diindikasikan untuk mengetahui komponen anatomi yang

(24)

Gambar 11: Gambaran CT scan aksial karsinoma supraglotik(x). Terdapat erosi kartilago thyroid (xx) dan metastasis kelenjar getah bening di leher(xxx). Diambil dari kepustakaan 16

b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI memiliki beberapa kelebihan daripada CT yang mungkin membantu dalam perencanaan pre-operasi. Pencitraan koronal membantu dalam menentukan keterlibatan ventrikel laryngeal dan penyebaran transglottic. Pencitraan midsagittal membantu untuk memperlihatkan hubungan antara tumor dengan komisura anterior. MRI juga lebih unggul daripada CT untuk karakterisasi jaringan spesifik. Namun, pencitraan yang lebih lama dapat menyebabkan degradasi gambar akibat pergerakan.(14,15)

(25)

Gambar 12: Gambar MRI laring normal Gambar13: MRI laring abnormal

Diambil dari kepustakaan 16 K. PENATALAKSANAAN

Secara umum ada 3 jenis penanggulangan karsinoma laring yaitu pembedahan, radiasi dan sitostatika, ataupun kombinasi, tergantung pada stadium penyakit dan keadaan umum pasien. (14,15)

1. PEMBEDAHAN

Tindakan operasi untuk keganasan laring terdiri dari: A. LARINGEKTOMI(14,15,17)

1. Laringektomi parsial. Tumor yang terbatas pada pengangkatan hanya satu pita suara dan trakeotomi sementara yang di lakukan untuk mempertahankan jalan napas. Setelah sembuh dari pembedahan suara pasien akan parau.

2. Hemilaringektomi atau vertikal. Bila ada kemungkinana kanker pita suara. Bagian ini diangkat sepanjang kartilago aritenoid dan setengah kartilago tiroid. Trakeostomi sementara dilakukan dan suara pasien akan parau setelah pembedahan.

3. Laringektomi supraglotis atau horisontal. Bila tumor berada pada epiglotis, dilakukan diseksi leher radikal dan trakeotomi. Suara pasien masih utuh atau tetap normal. Karena epiglotis diangkat maka resiko aspirasi akibat makanan peroral meningkat.

4. Laringektomi total. Karsinoma tahap lanjut yang melibatkan sebagian besar laring, memerlukan pengangkatan laring, tulang hiod, kartilago krikoid,2-3 cincin trakea, dan otot penghubung ke laring.Mengakibatkan kehilangan suara dan sebuah lubang (stoma) trakeostomi yang permanen. Dalam

(26)

hal ini tidak ada bahaya aspirasi makanan peroral, dikarenakan trakea tidak lagi berhubungan dengan saluran udara–pencernaan. Suatu sayatan radikal telah dilakukan dileher pada jenis laringektomi ini. Hal ini meliputi pengangkatan pembuluh limfatik, kelenjar limfe di leher, otot sternokleidomastoideus, vena jugularis interna, saraf spinal asesorius, kelenjar salifa submandibular dan sebagian kecil kelenjar parotis. Operasi ini akan membuat penderita tidak dapat bersuara atau berbicara. Tetapi kasus yang dermikian dapat diatasi dengan mengajarkan pada mereka berbicara menggunakan esofagus (esofageal speech), meskipun kualitasnya tidak sebaik bila penderita berbicara dengan menggunakan organ laring. Untuk latihan berbicara dengan esofagus perlu bantuan seorang binawicara.

B. DISEKSI LEHER RADIKAL(14,15,17)

Tidak dilakukan pada tumor glotis stadium dini (T1 – T2) karena kemungkinan metastase ke kelenjar limfe leher sangat rendah. Sedangkan tumor supraglotis, subglotis dan tumor glotis stadium lanjut sering kali mengadakan metastase ke kelenjar limfe leher sehingga perlu dilakukan tindakan diseksi leher. Pembedahan ini tidak disarankan bila telah terdapat metastase jauh.

2. RADIOTERAPI(14,15,17)

Radioterapi digunakan untuk mengobati tumor glotis dan supraglotis T1 dan T2 dengan hasil yang baik (angka kesembuhannya 90%). Keuntungan dengan cara ini adalah laring tidak cedera sehingga suara masih dapat dipertahankan. Dosis yang dianjurkan adalah 200 rad perhari sampai dosis total 6000 – 7000 rad.

(27)

3. KEMOTERAPI(14,15,17)

Diberikan pada tumor stadium lanjut, sebagai terapi adjuvant ataupun paliatif. Obat yang diberikan adalah cisplatinum 80–120 mg/m2 dan 5 FU 800–1000 mg/m2.

4. REHABILITASI SUARA.(14,15)

Laringektomi total yang dikerjakan untuk mengobati karsinoma laring menyebabkan cacat pada penderita. Dengan dilakukannya pengangkatan laring beserta pita-suara yang ada dalamnya, maka penderita akan menjadi afonia dan bernafas melalui stoma permanen di leher. Untuk itu diperlukan rehabilitasi terhadap pasien, baik yang bersifat umum, yakni agar pasien dapat memasyarakat dan mandiri kembali, maupun rehabilitasi khusus yakni rehabilitasi suara (voice rehabilitation), agar penderita dapat berbicara (bersuara), sehingga berkomunikasi verbal. Rehabilitasi suara dapat dilakukan dengan pertolongan alat bantu suara, yakni semacam vibrator yang ditempelkan di daerah submandibula, ataupun dengan suara yang dihasilkan dari esophagus (esophageal

speech) melalui proses belajar. Banyak faktor yang mempengaruhi

suksesnya proses rehabilitasi suara ini, tetapi dapat disimpulkan menjadi 2 faktor utama, ialah faktor fisik dan faktor psiko-sosial.(15) L. PROGNOSIS

Tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan kecakapan tenaga ahli. Secara umum dikatakan five years survival rate pada karsinoma laring stadium I 90–98% stadium II 75–85%, stadium III 60–70% dan stadium IV 40–50%. Adanya metastase ke kelenjar limfe regional akan menurunkan five year survival rate sebesar 50%.(15)

(28)

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN

Gejala dini karsinoma laring adalah suara parau. Suara parau lebih dari 4 minggu harus dicari teliti penyebabnya. Gejala lebih lanjut antara lain sesak napas, stridor, rasa nyeri di tenggorok dan batuk/batuk darah.

Diagnosis karsinoma laring ditegakkan berdasar anamnesa, pemeriksaan klinis, radiologi dan biopsi.

Terapi karsinoma laring tergantung lokasi & stadium, dapat berupa laringektomi parsial atau total dengan atau tanpa diseksi leher, radioterapi, kemoterapi atau kombinasi. Dengan prognosis tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan kecakapan tenaga ahli.

(29)

DAFTAR PUSTAKA

1. Simarak S, Breslow N, Dahl CJ. Cancer of the Oral Cavity, Pharynx/larynx

and Lung in North Thailand: Case-Control Study and Analysis of Cigar Smoke.

British Journal of Cancer. 1977;36(130):1-11.

2. Hermani B, Abdurrachman H. Tumor Laring. In: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. 7 ed. Jakarta: FKUI; 2012. p. 176.

3. The Respiratory System. In: Tortora GJ, Derrickson BH, editors. Principles of

Anatomy and Physiology. 2. 12 ed: John Wiley & Sons. Inc; 2009. p. 879-82. 4. Vashishta R. Larynx Anatomy: Medscape; 2013 [updated June 21 2013].

Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1949369-overview#showall

5. Netter FH. Head and Neck. In: Brueckner JK, Carnichael SW, editors. Atlas of Human Anatomy. 4 ed. Pennysylvania: Elsevier; 2006. p. 69-79.

6. Sasaki CT, Kim Y-H. Anatomy and Physiology of the Larynx. In: Snow JB, Ballegner JJ, editors. Ballenger's Otolaryngology Head and Neck Surgery. 16 ed. London: Becker Inc; 2003. p. 1090-107.

7. Cohen James I. Anatomi dan Fisiologi laring. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1997. P. 369-76

8. Simarak S, Breslow N, Dahl CJ. Cancer of the Oral Cavity, Pharynx/larynx

and Lung in North Thailand: Case-Control Study and Analysis of Cigar Smoke.

British Journal of Cancer. 1977;36(130):1-11.

9. Pira E, Pelucchi C, Buffoni L, Palmas A. Cancer Mortality in a Cohort of

Asbestos Textile Workers. British Journal of Cancer. 2005;92:580-6.

10.Qadeer MA, Colabianchi N, Strome M, Vaezi MF. Gastroesophageal Reflux

and Laryngeal Cancer: Causation or Association? American Journal of

Otolaryngology. 2004(27):119-28.

11.Deschler DG, Day T. TNM Staging of Head and Neck Cancer and Neck

Dissection Classification. In: Descher DG, Day T, editors. Pocket Guide to

TNM Staging of Head and Neck Cancer and Neck Dissection Classification: Head and Neck Surgery Commitee; 2013. p. 11-23.

12.Laryngeal Cancer Treatment: PubMed Health; 2002 [updated July 31, 2014].

Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0032515? report=printable

(30)

13.Hermani B, Abdurrachman H. Tumor Laring. In: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. 7 ed. Jakarta: FKUI; 2012. p. 177-86. 14.Weisman RA, Moe KS, Orloff LA. Neoplasms of the Larynx and

Laryngopharynx. In: Snow JB, editor. Ballenger's Manual of

Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. London: BC Decker; 2002. p. 477-8.

15.Dhillon RS, East CA. Laryngeal Neoplasia. In: Dhillon RS, East CA, editors. Ear, Nose and Throat and Head and Neck Surgery. 3 ed: Elsevier; 2001. p. 98-101.

16.Smith D. Staging CT. Available from: http://radiopaedia.org/cases/laryngeal-tumour-squamous-cell-carcinoma

17.Laryngeal Cancer Treatment: PubMed Health; 2002 [updated July 31, 2014].

Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0032515? report=printable

18.Pamaijer F, Erik Beek, Joosten F,Smithuis R, Infrahyoid Neck Normal Anatomy and Pahtology. From :

Gambar

Gambar 1: anatomi struktur penyangga laring. Diambil dari kepustakaan 5
Gambar 2: topografi laring. Diambil dari kepustakaan 6 dan 7
Gambar 3: otot-otot intrinsik laring. Diambil dari kepustakaan 5
Gambar 4: persarafan pada laring. Diambil dari kepustakaan 5
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kedua, dilihat dari tingkat pelayanan dalam konsep administrasi publik (karena objek utamanya adalah peran utama publik). Ketiga, propesional para birokrat dalam

Faktor yang mempengaruhi subjek penelitian untuk terlibat dalam exploratory risk-taking behavior adalah peer pressure family involvement, sehingga keterlibatan subjek pada

Resusitasi jantung paru merupakan usaha yang dilakukan untuk mengembalikan fungsi pernafasan dan atau sirkulasi pada henti nafas (respiratory arrest) dan atau henti jantung

Dari hasil proses produksi housing assy rear axle pada line machining, penyimpangan ukuran untuk axle housing model IMV masih terdapat beberapa ukuran yang tidak sesuai dengan

Jackson (1959) berpendapat bahwa tidak ada hal lain yang memperlancar aliran komunikasi yang bebas dan cermat dalam suatu organisasi daripada konsensus mengenai masalah

„‟ Pengaruh Berat dan Waktu Kontak untuk Adsorpsi Timbal(II) oleh Adsorben dari Kulit Batang Jambu Biji (Psidium Guajava L.) Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan FMIPA

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan, semangat dan doa kepada

Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empirik apakah harga saham dan ukuran perusahaan dapat mempengaruhi perusahaan dalam melakukan stock split, serta menguji apakah