• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGKAJIAN PEMANFAATAN PUPUK ORGANIK BOKASIH UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI KEDELAI > 2 TON/HA DI KABUPATEN JAYAWIJAYA PROVINSI PAPUA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGKAJIAN PEMANFAATAN PUPUK ORGANIK BOKASIH UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI KEDELAI > 2 TON/HA DI KABUPATEN JAYAWIJAYA PROVINSI PAPUA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENGKAJIAN PEMANFAATAN PUPUK ORGANIK BOKASIH UNTUK

MENINGKATKAN PRODUKSI KEDELAI > 2 TON/HA

DI KABUPATEN JAYAWIJAYA PROVINSI PAPUA

Arifuddin Kasim dan Petrus A. Beding Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua

ABSTRAK

Kabupaten Jayawijaya merupakan salah satu daerah di Papua berada di wilayah pegunungan Tengah. Usahatani kedelai di daerah ini sudah dimulai sejak tahun 90an namun rata-rata produksinya rendah hanya mencapai 500-800 kuintal, rendahnya produksi disebabkan karena adanya peraturan daerah yang tidak memperbolehkan penggunaan pupuk anorganik dan pestisida kimia. Pengkajian di distrik Woma kabupaten Jayawijaya menggunakan rancangan petak terpisah dengan tiga ulangan. Sebagai petak utama terdiri dari 3 varietas Anjasmoro, grobogan dan Kaba. Anak Petak terdiri 3 level perlakuan pupuk organik (bokasih) yaitu, pupuk organik 1 ton/ha dan pupuk organik 1,5 ton/ha, 2 t/ha, dan satu kontrol tanpa pupuk (pola petani). Benih kedelai yang digunakan diperoleh dari Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Ubi-ubian (Balitkabi), Petak percobaan berukuran 6m x 8m, jarak tanam yang digunakan 25 X 40 cm dengan menanam satu sampai 2 biji per lubang. Data yang diamati yaitu, tinggi tanaman, umur berbunga, panjang polong, jumlah biji per polong, berat 100 biji dan produksi t/ha. Hasil kajian menunjukkan bahwa perlakuan level pupuk organik (bokasih) yang memberikan pengaruh teringgi yaitu pada perlakuan 1,5 t/ha, sedangkan pada perlakuan varietas yang tertinggi dihasilkan varietas grobogan yaitu 1,3 t/ha dengan level pupuk 1,5 t/ha (V2 P2) kemudian dengan produksi 1,3 t/ha dengan level pupuk organik 1,5 t/ha. (V2P2) menghasilkan produksi 1,3 t/ha. Varietas yang cocok dikembangkan pada agroekosistim dataran tinggi di Puncak jaya yaitu Grobogan dan Burangrang.

Kata kunci: lahan dataran tinggi, varietas dan pupuk organik

PENDAHULUAN

Jayawijaya merupakan salah satu Kabupaten di Papua yang terletak pada pegunungan tengah dengan ketinggian 1600-2000 meter dari permukaan laut dengan luas wilayah 52.916 km2 (BPS Jayawijaya 2006). Berdasarkan peta arahan AEZ, kesesuaian lahan yang sesuai untuk tanaman kedelai sekitar 916 ha.

Sejak era 80an tanaman kedelai di daerah Jayawijaya ditanam oleh penduduk asli sebagai salah satu sumber protein, vitamin dan mineral yang dapat dikonsumsi langsung untuk memenuhi standar gizi masyarakat asli pegunungan. Awal pengembangan kedelai di kabupaten Jayawijaya produksinya mencapai 1,3 t/ha akan tetapi lambat laun produksinya menurun.

(2)

Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir rata-rata produksi kedelai hanya mencapai 500-800 kg/ha. Rendahnya produktivitas tersebut disebabkan karena pada umumnya petani diwilayah pegunungan dalam berusahatani masih bersifat tradisional (tanpa pupuk). Disamping itu penggunaan pupuk anorganik dan pestisida kimia tidak diperbolehkan dan sudah berlangsung secara turun temurun.

Untuk memperbaiki kondisi lahan yang produktivitasnya telah menurun supaya dapat digunakan secara berkelanjutan dapat dilakukan dengan menggunakan sisa-sisa tanaman, rerumputan, pupuk kandang dan sebagainya. Perbaikan tanah dengan menambah bahan organik dari berbagai sumber dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Menurut Karama et al. (1990) dalam Suhartatik dan Sismiyati (2000) mengemukakan bahwa bahan organik memiliki fungsi-fungsi penting dalam tanah yaitu fungsi fisika tanah seperti memperbaiki agregasi dan permeabilitas tanah, sifat kimia dapat meningkatkan tukar kation (KTK) tanah, meningkatkan daya sanggah tanah dan meningkatkan ketersediaan beberapa unsur hara, serta efesiensi penyerapan unsur P, dan fungsi biologi sebagai sumber energi utama bagi aktifitas jasad renik tanah.

Adiningsih dan Sudjadi (1993) melaporkan bahwa salah satu penyebab merosotnya kesuburan tanah adalah karena menurunya kandungan bahan organik dalam tanah. Hal ini disebabkan karena bahan organik tanah merupakan penyangga biologi tanah yang dapat mempertahankan penyediaan hara dalam tanah secara berimbang. Selanjutnya Walker dan Chong (1987) juga menyatakan bahwa penambahan bahan organik kedalam tanah adalah suatu cara dan praktis dan mudah dilakukan untuk memelihara dan mengatasi kekurangan bahan organik dalam tanah.

Salah satu upaya yang dilakukan meningkatkan produktivitas kedelai di Kabupaten Jayawijaya adalah pemupukan organik (bokashi) hasil olahan sisa-sisa tanaman, rerumputan, dan pupuk kandang yang tersedia secara spesifik lokasi yang difermentasi dengan larutan EM-4. Pemberian pupuk bokasih tersebut diharapkan akan mampu meningkatkan kesuburan fisik, kimia, dan biologi tanah, sehingga dapat meningkatkan produktivitas tanaman kedelai. Tujuan mendapatkan takaran pupuk organik bokasih dan varietas unggul baru kedelai yang berdaya hasil tinggi dan spesifik lokasi di kabupaten Jayawijaya.

METODOLOGI

Kegiatan dilaksanakan pada daerah pengembangan utama palawija di kabupaten Jayawijaya distrik Kurulu dan Wamena berlangsung mulai bulan Maret-Desember 2012. Pengkajian menggunakan Rancangan Petak Terpisah dengan tiga

(3)

ulangan. Sebagai Petak Utama terdiri dari 3 varietas Anjasmoro, grobogan dan Kaba. Anak Petak terdiri 3 level perlakuan yaitu, 1 ton/ha pupuk organik, 1,5 ton/ha pupuk organik, 2 t/ha pupuk organik, dan tanpa pemupukan kontrol (pola petani). Benih kedelai yang digunakan diperoleh dari Balitkabi, Petak percobaan berukuran 6m x 8m, jarak tanam yang digunakan 25 X 40 cm dengan menanam satu sampai 2 bijit per lubang. Pupuk yang digunakan adalah organik/bokashi. Data yang dikumpulkan meliputi komponen pertumbuhan dan komponen produksi tanaman serta data preferensi petani terhadap varietas yang dicoba

HASIL DAN PEMBAHASAN Komponen pertumbuhan

Pertumbuhan tanaman dapat ditandai oleh bertambahnya tinggi tanaman, umur berbunga, umur panen, dan jumlah biji perpolong, panjang polong, berat 100 biji, produksi t/ha pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman saat panen, umur berbunga, di Kabupaten Wamena 2012

Veriatas Tinggi tanaman saat Panen

(cm) Umur berbunga Kaba (V1) 70,75c 63,35tn Grobogan (2) 57,60a 54,20 Burangrang (3) 65,00b 59,30 Pupu organik P1(1 t/ha ) 63,05bc 61,35b

P2 (1,5 t/ha) 55,25a 55,00a

P3 (2,0 t/ha) 62,10b 57,35ab

P0 (kontrol) 59,25b 62,10c

Angka yang sekolom diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncam 5%

Tinggi tanaman pada saat panen menunjukkan bahwa varietas Kaba nyata lebih tinggi dibandingkan varietas Burangrang dan Grobogan. Sementara pada perlakuan pemupukan, tanaman tertinggi diperoleh pada perlakuan pupuk organik P1(1t/ha) dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan pupuk lainnya, kecuali dengan P2 (1,5 t/ha) berbeda nyata yang memiliki tinggi tanaman paling rendah. Hal ini membuktikan bahwa tidak selamanya dosis pupuk yang tinggi secara terus menerus dapat meningkatkan pertambahan tinggi tanaman, sementara tinggi tanaman varietas grobogan maksimum mencapai 60 cm (Balitkabi 2005).

(4)

Sementara umur berbunga paling cepat diperoleh pada varietas grobogan meskipun tidak berbeda nyata dengan ketiga varietas lainnya. Demikian pula pada pemupukan tanaman yang cepat berbunga didapatkan pupuk P2 (1,5 t/ha) pupuk organik, dan berbeda dengan P1 (1 t/ha). Namun rata-rata umur berbunga dari ketiga varietas lebih lama dari rata-rata umur berbunga yang ada pada diskripsi varietas, Hal ini disebabkan oleh karena kondisi agroekologi dataran tinggi yang menyebabkan proses pembungaan lebih lama. Secara genetik yang ditunjukkan oleh diskripsi varietas, Varietas Grobogan umur berbunga 30 - 32 hari, varietas Kaba umur berbunga 33-35 hari, varietas Burangrang 35 hari (Balitkabi,2005).

Komponen Produksi

Produktivitas sangat ditentukan oleh beberapa komponen produksi kedelaii antaraa lain jumlah polong, panjang polong, berat seribu biji. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa semua komponen produksi tersebut dipengaruhi oleh jenis varietas dan dosis pemupukan (Tabel 2).

Tabel 2. Rata- rata jumlan polong, panjang plong, jumlah biji/polong, berat 100 biji, produksi kedelai Varietas Jumlah polong Panjang polong Jumlah biji/polong Berat 100 biji Produksi t/ha Kaba (1) 30,40bc 2,90 tn 2,33ab 8,20ab 1,07 tn Grobogan (2) 32,38c 2,08 3,30c 10,30c 1,30 Burangrang(3) 30,74bc 2,50 1,83a 7,80a 1,00 Pupuk organik Pi (1t/ha) 28,35ab 2,50ab 2,50ab 7,30a 0,90tn P2 (1,5 t/ha) 30,54c 3,50c 3,75c 9,85b 1.20 P3 (2,0 t/ha) 29,65bc 3,15bc 2,60b 8,50ab 1,03 P0 (kontrol) 26,80a 2,80a 1,95a 7,30a 0,85

Angka yang sekolom diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncam 5%

Jumlah polong dipengaruhi oleh varietas dan dosis pemupukan. Jumlah polong grobogan nyata lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah polong varietas kaba dan burangrang. Sementara dosis pemupukan yang terbaik untuk pertambahan jumlah plong diperoleh pada perlakuan P2 (1,5 t/ha) pupuk organik, Namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan P3 (2 t/ha) pupuk organik, kecuali P1 dan P0 (kontrol)

Data ini menunjukkan bahwa pengaruh pemupukan terhadap jumlah polong tidak konsisten karena antara dosis tinggi dengan dosis rendah tidak memperlihatkan

(5)

perbedaan yang nyata, sementara jumlah polong yang rendah terdapat pada dosis pemupukan yang tinggi yaitu perlakuan P3 (2 t/ha) pupuk organik (Tabel 2).

Panjang polong tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata antara varietas Kaba, grobogan dan Burangrang. Sementara dosis pemupukan memperlihatkan perbedaan yang nyata terhadap panjang polong. Panjang meningkat sejalan dengan bertambahnya dosis pemupukan. Polong terpanjang diperoleh pada perlakuan pemupukan organik P2 (1,5 t/ha), akan tetapi tidak berbeda nyata dengan pemupukan P3 (2 t/ha), kecuali terhadap dosis pemupukan P 1 dan P0.

Jumlah polong pada perlakuan varietas dan pemupukan memperlihatkan pengruh yang bervariasi. Pada varietas tampak bahwa varietas yang menghasilkan polong tertinggi adalah varietas grobogan dan berbeda nyata dengan kedua varietas laiinya, namun antara Kaba dan grobogan tidak berbeda. Begitupun pada pemupukan jumlah polong paling tinggi didapatkan P2 (1,5 t/ha) tetapi tdak berbeda nyata dengan P3(2 t/ha).

Berat 100 biji pada perlakuan pemupukan juga memperlihatkan perbedaan, pada perlakuan varietas berat 100 tertinggi dihasilkan varietas grobogan diikuti Kaba dan Burangrang. Sedangkan pada pemupukan paling tinggi didapatkan perlakuan P2 (1,5 t/ha) disusul P3 (2 t/ha) keduanya tidak berbeda tetapi berbeda dengan P1 (1t/ha). Berat Biji tertinggi yang dihasilkan grobogan yaitu (10,30 gr) nyata lebih tinggi dari kedua varietas laiinya. Namun berat tersebut masih rendah dibandingkan dengan diskripsi varietas grobogan yaitu 18 gram (Balitkabi,2005)

Analisis statistik meniunjukkan bahwa pada produksi tidak memperlihatkan pengaruh antara varietas dan level pupuk, namun varietas teringgi dapat dihasilkan oleh varietas grobogan dengan produksi 1,3 t/ha, sedangkan pada perlakuan pupuk organik bokasih yang tertinggi didapatkan pada perlakuan P2 (1,5 t/ha). Produksi ini masih rendah bila dibandingkan rata-rata produksi Nasional, hal ini disebabkan karena penggunaan pupuk organik tidak secara nyata memberikan pengaruh langsung terthadap produksi, namun diketahui bahwa pupuk organik sifatnya hanya memperbaiki sifat fisik tanah sehingga membuat perakaran tanaman secara bebas menyerap unsurhara yang ada disekitarnya.

(6)

KESIMPULAN

1. Perlakuan pupuk organik (bokasih) yang memberikan pertumbuhan yang baik adalah perlakuan pupuk P2 dan P3 pada varietas Kaba.

2. Produksi tertinggi dapat dicapai varietas grobogan 1,3 t/ha diikuti varietas kaba 1,07 t/ha, sedangkan perlakuan pupuk yang terbaik adalah perlakuan pupuk organik bokasih P2 (1,5 t/ha) diikuti perlakuan pupuk organik bokasih P3 (2 t/ha).

3. Perlakuan varietas grobogan dengan pupuk organik bokasih 1,5 t/ha dapat dijadikan acuan untuk pengembangan tanaman kedelai didataran tinggi kabupaten jayawijaya

DAFTAR PUSTAKA

Allard, R.W. and A.D. Bradshaw,1964. Implication of genotipe-enviroment interaction in applied plant breeding. Crop Sci. 4:503-507

Bey, A. dan Irsal Las. 1991. Strategi Pendekatan Iklim dalam Usahatani. Dalam Kapita Selekta dalam Agrometeorologi. Ditjen Dikti. Departemen P dan K. Jakarta. pp. 18-47.

Bobihoe, J.Endrizal.1998. Peranan varietas unggul dalam kegiatan pengembangan teknologi usahatani padi,jagung,dan kedelai. Makalah disampaikan pada Kegiatan Sarasehan Penggunaan Varietas Unggul baru

BPS, 2006. Jayawijaya dalam Angka. Kantor Statistik Kabupaten Jayawijaya. DEPTAN. 2007. Rancang Bangun Pembangunan Pertanian Provinsi Papua

Distan Jayawijaya 2006. Laporan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Jayawijaya

Eberhart, S.A. and W.A.Russels. 1966. Stability parameters for comparing varieties. Crops Sci. 6: 34-41

Finlay, K.W. and G.N. Wilkinson. 1963. The analysis of adapatation in plant breeding programme.Aust.J.Agric.Res.14:742-754

Goldworthy, P.R. dan N.M. Fisher. 1984. The Physiology of Tropical Field Crop. Jon Willey & Sons. Chichester. 664 p

Ivory, D.A. 1989. Site Characterization. In De Lacy, L.H. (ed.) Analysis of data from Agricultural adaptation experiments. Australian Coorporation with the Thai/World Bank National Agricultural Research Project (ACNARP) Training

Suhartini, T.,I, Hanarida,Strisno, S, Rianawati, Sustiptyanto, dan Kurniawan,1997. Pewarisan Sifat Toleran Keracunan Besi Pada Beberapa Varietas Padi. Penelitian Pertanian Vol. 16(1);26-32

(7)

Sudharto, T.J. Triastono, E. Sudjitno, A. Syam, dan Z. Zaini. 1995. Laporan Tahunan Proyek Penelitian Usahatani Lahan Kering (UFDP) T.A. 1994/1995. Proyek Penelitian Usaha Lahan Kering. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Sosiawan H, et al. 2006. Pewilayahan Komoditas Pertanian berdasarkan Zona Agroekologi di Kabupaten Jayawijaya. Laporan Hasil Penelitian BPTP Papua. Badan Litbang Pertanian. Jayapura.

Zen, S. Dan R. Azwar. 1996. Penampilan hasil galur-galur baru padi sawah dataran tinggi. Pemberitaan Penelitian Sukamandi.

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian dilakukan identifikasi perubahan variabel tingkat kekotaan Kecamatan Comal yang meliputi kependudukan (jumlah penduduk, kepadatan penduduk, pekerjaan, pendatang),

Sumber Daya yang Dibutuhkan Jadwal Pelaksanaan Bulan Indikator Keberha silan Penang gung jawab Jenis Sumber Daya Perkiraan Biaya (Rp) Sumber Dana 1 2 3 4 5 6 7

Tiki memiliki ratusan armada pesawat yang tersebar di seluruh nusantara mancanegara dengan personil yang berpengalaman.dengan reputasi Tiki selama lebih dari 29 tahun, ribuan

Untuk dimasa yang akan datang dalam pengangkutan kayu rakyat akan diberlakukan dokumen angkutan lain selain SKSHH yang di cap KR, yaitu Surat Keterangan Asal Usul (SKAU)

Berdasarkan perhitungan perpindahan arus lalu lintas ke Semarang Outer Ring Road (SORR) dimana pada tahun 2020 jalan itu beroperasi didapatkan besarnya arus lalu lintas

Suatu diagram yang menggambarkan hubungan antara entity-entity yang terdapat dalam suatu database disebut Entity Relationship Diagram dari Sistem Informasi

Dokumen yang dimaksudkan disini adalah data dokumen yang terkait dengan Efektifitas Pelaksanaan Perma No. 1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi untuk Mencapai

Sedangkan menurut Aninomous (Wantah, 2005: 140) mengemukakan bahwa disiplin adalah suatu cara untuk membantu anaka agar dapat mengembangkan pengendslisn diri. Dalam