• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Hayati Kupu-kupu Berbasis Pelestarian Lingkungan di Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Keanekaragaman Hayati Kupu-kupu Berbasis Pelestarian Lingkungan di Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN HAYATI KUPU - KUPU BERBASIS PELESTARIAN

LINGKUNGAN DI TAMAN NASIONAL

BANTIMURUNG - BULUSARAUNG

BIODIVERSITY OF BUTTERFLY BASED ENVIRONMENTAL

CONSERVATION AT BANTIMURUNG-BULUSARAUNG NATIONAL PARK

Sri Nur Aminah Ngatimin, Andi Nasruddin, Ahdin Gassa, Tamrin Abdullah Departemen HPT, Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin,

Jl. Perintis Kemerdekaan km. 10 Tamalanrea) Makassar e-mail :srifirnas@gmail.com

Abstrak

Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung adalah salah satu habitat kupu-kupu di Sulawesi Selatan. Sejak beberapa tahun yang lalu terjadi penurunan populasi kupu-kupu yang sangat cepat karena kerusakan hutan dan perburuan liar oleh masyarakat. Tujuan penelitian yang telah dilakukan adalah mempelajari habitat dan preferensi kupu-kupu terhadap tumbuhan pakan di Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung. Pelaksanaan kegiatan menggunakan metode survei dengan pemasangan transek berdasarkan habitat kupu-kupu di Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung Kabupaten Maros mulai bulan Juli sampai September 2017. Hasil pengamatan habitat kupu-kupu menunjukkan kupu-kupu paling banyak berada di lapangan terbuka yakni 18 ekor (35.3%), 12 ekor (23.5%) berada di hutan sekunder dan 6 ekor (11.8%) memilih berada dekat aliran air. Berdasarkan fungsi tumbuhan, 3 famili kupu-kupu menunjukkan preferensi terhadap tumbuhan penghasil nektar dan 4 famili kupu-kupu memilih tumbuhan penghasil daun untuk meletakkan telurnya. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa lapangan terbuka (mating area) dan hutan sekunder merupakan habitat yang paling disukai oleh kupu-kupu untuk perkembangannya. Caesalpinia pulcherrima dan Clerodendron japonicum dapat digunakan sebagai sumber nektar kupu-kupu di Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung. Untuk jangka panjang diperlukan kerjasama antara Perguruan Tinggi, pemerintah daerah dan instansi terkait dalam melakukan pelestarian lingkungan hidup kupu-kupu di Sulawesi Selatan.

Kata kunci : Bantimurung, habitat, keanekaragaman hayati, kupu-kupu, tumbuhan pakan

Abstract

Bantimurung-Bulusaraung National Park is one of the famous butterfly habitat in South Sulawesi. Since few years ago, there are very rapid decline butterfly population because deforestation and wild hunting by local people around conservation areas. The purpose of the research is to study the habitat and preference of butterflies on host plants at Bantimurung-Bulusaraung National Park. The activity of research used a transect survey method of butterfly habitat in Bantimurung-Bulusaraung National Park, Maros Regency, from July to September 2017. The result of butterfly habitat was showed most butterflies found in the open field about 18 individual (35.3% ), 12 individual (23.5%) were in secondary forest, about 6 individual (11.8%) near the water

(2)

producing plants and four butterfly families at leaf-producing plants to lay their eggs. The conclusion of research : the open field as mating area and secondary forest are the most suitable habitat for butterflies development. Caesalpinia pulcherrima and Clerodendron japonicum can be used as butterfly nectar at Bantimurung-Bulusaraung National Park. For the future, cooperation between universities, regional governments and related institutions is needed increasing preservation butterfly's environment in South Sulawesi.

Key words : Bantimurung, habitat, biodiversity, butterfly, host plant

Pendahuluan

Keanekaragaman hayati tumbuhan yang hidup di atas permukaan bumi menyebabkan adanya perbedaan spesies kunjungan serangga penyerbuk terutama kupu-kupu. Selain lebah madu, kupu-kupu merupakan jenis serangga yang berperan dalam proses penyerbukan dan menjadi indikator kualitas lingkungan. Interaksi kupu-kupu dengan lingkungan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan spesies tumbuhan tertentu yang menjadi sumber kehidupannya (Pullin, 2002; Wolda, 1987; Wood dan Gillman, 1998). Keanekaragaman hayati kupu-kupu juga ditentukan oleh pola penyebaran dan adaptasinya terhadap lingkungan (Whitten et al., 1988; Wolda, 1978; Kremen, 1994; Spitzer et al., 1993; Sundufu dan Dumbuya, 2008). Indonesia adalah negara yang mempunyai keanekaragaman tumbuhan dan hewan yang tinggi. Sebagai negara kepulauan di wilayah tropis, Indonesia memiliki tingkat endemisitas tinggi dalam sebaran hewan khususnya kupu. Hal ini berarti terdapat spesies kupu-kupu yang mempunyai sebaran terbatas sehingga hanya dapat dijumpai di pulau tertentu. Kupu-kupu yang hidup di pulau Sulawesi menunjukkan pola dan warna sayap berbeda dengan kupu-kupu yang hidup di bagian barat dan timur wilayah Indonesia. Salah satu contohnya adalah kupu-kupu sayap renda Sulawesi Cethosia myrina (Lepidoptera : Nymphalidae) merupakan kupu-kupu endemik yang hanya ditemukan di Bantimurung (Peggie, 2011).

Perubahan lingkungan akibat alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian menyebabkan penurunan yang sangat cepat terhadap populasi kupu-kupu yang saat ini terjadi di Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung, Sulawesi Selatan. Diperlukan tindakan konservasi yang meliputi perlindungan dan pengelolaan secara lestari kupu-kupu yang berada di dalam habitat tersebut (Spitzer et al., 1993; Schulze et al., 2004 dan Fermon et al., 2005). Hasil penelitian Sri dkk. (2015) menunjukkan bahwa kupu-kupu Raja Troides helena Linn. (Lepidoptera : Papilionidae) di Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung sangat menurun populasinya karena kekurangan pakan akibat perubahan hutan menjadi lahan pertanian dan adanya perburuan liar.T. helena merupakan kupu-kupu yang dilindungi dalam PP Nomor 7 Tahun 1999 dan CITES Appendix 2. Sri dan Syatrawati (2014) menemukan fakta bahwa kupu-kupuGraphium androclesBoisduval yang hidup di Resort Pattunuang statusnya tidak dilindungi dalam undang-undang tetapi berada dalam keadaan terancam punah. Berdasarkan masalah tersebut perlu dilakukan penelitian tentang habitat dan interaksi antara kupu-kupu dan tumbuhan yang menjadi sumber pakannya. Tujuan penelitian yang telah dilakukan adalah mempelajari habitat dan preferensi kupu-kupu terhadap tumbuhan pakan di Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung. Untuk jangka panjang diharapkan hasil penelitian dapat menjadi bahan informasi dalam menyusun kebijakan meningkatkan populasi kupu-kupu berbasis pelestarian lingkungan di Taman Nasional

(3)

Bantimurung-Bahan dan Metode

Tempat dan Waktu

Kegiatan penelitian bertempat di Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung Kabupaten Maros berlangsung mulai bulan Juli sampai September 2017. Lokasi ini merupakan pegunungan karst dan hutan hujan tropis yang membentang dari Kabupaten Maros sampai Kabupaten Pangkep. Ketinggiannya sekitar 500 meter dpl dengan rata rata curah hujan sekitar 1.800 - 2.500 mm per tahun. Suhu minimum dan maksimum berkisar 22 - 31ºC dengan kelembaban relatif berkisar 22 sampai 31°C. Derajat kemasaman tanah (pH) berkisar 5.47 - 6.

Bahan dan Peralatan

Bahan yang digunakan adalah : alkohol 70%, kupu-kupu dan tumbuhan pakannya. Peralatan yang digunakan adalah : tali transek, kaca pembesar, jaring serangga, kuas, gunting, pisau pinset, termohigrometer, kamera digital dan ATK.

Prosedur Pelaksanaan

Kegiatan penelitian menggunakan metode survei dengan memasang transek di habitat kupu-kupu di Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung (Pellet et al., 2012 ; Pollard dan Yates, 1992). Pengamatan dan pengambilan sampel dilakukan di berbagai habitat kupu-kupu yakni ; dekat aliran air, rerumputan, pegunungan karst, tanah berpasir, hutan sekunder yang ditumbuhi pohon jati, lahan pertanian dan lapangan terbuka yang merupakan tempat berkembang biak kupu-kupu (mating area).

1. Preferensi dan Identifikasi Spesies Kupu-kupu

Semua spesies kupu-kupu yang berada di lokasi yang telah disebutkan sebelumnya diamati secara visual dengan cara menggunakan kaca pembesar dan di dokumentasikan. Pengamatan kunjungan kupu-kupu ke tumbuhan pakannya dilakukan sekali seminggu mulai jam 08.00 – 13.00 wita dengan interval pengamatan 7 hari selama 8 minggu berturut-turut. Kupu-kupu diidentifikasi menggunakan literatur : Salmah, Abbas dan Dahelmi (2002), Peggie (2011), Peggie dan Amir (2006) dan Dishut (2003). Keanekaragaman spesies kupu-kupu dihitung menggunakan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (Langmacket al., 2001).

2. Koleksi dan Identifikasi Tumbuhan Pakan Kupu-kupu

Tumbuhan yang menjadi sumber kehidupan kupu-kupu dan keturunannya dikumpulkan dari habitat yang sama dengan kupu-kupu yang diamati. Koleksi tumbuhan pakan dibawa ke Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung untuk diidentifikasi menggunakan literatur : Van Steenis (1988), Soerjani et al. (1987) dan Everaarst (1981).

Hasil dan Pembahasan

Keanekaragaman Kupu-kupu di Berbagai Habitat

Terdapat empat famili kupu-kupu yang ditemukan saat pengamatan berlangsung yakni : Papilionidae (30 ekor), Pieridae (16 ekor), Nymphalidae (4 ekor) dan Saturniidae (1 ekor). Hasil pengamatan habitat kupu-kupu dan indeks keanekaragamannya disajikan pada Tabel 1.

(4)

Tabel 1.

Indeks Keanekaragaman dan Komposisi Spesies Kupu-kupu di

Habitat Berbeda

No. Habitat Spesies

Kupu-kupu

Total (ekor)

Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener 1. Dekat aliran air Pachliopta

aristolochiae 2 0.04 Papilio blumei 4 0.04 2. Rerumputan Catopsylla pomona 4 0.04

3. Pegunungan karst C. pomona 2 0.04

4. Tanah berpasir Graphium agamemnon

1 0.02

P. blumei 3 0.04

5. Hutan sekunder Troides helena 3 0.04

Troides haliphron 4 0.04

Euremasp. 1 0.02

Cethosia myrina 1 0.02 Papilio demolion 2 0.04 Attacus atlas 1 0.02

6. Lahan pertanian C. pomona 3 0.04

G. agamemnon 2 0.04 7. Lapangan terbuka (mating areas) T. helena 2 0.04 T. haliphron 2 0.04 Papilio demoleus 3 0.04 P. aristolochiae 2 0.04 Danaus chrysippus 3 0.04 C. pomona 6 0.09

Hasil pengamatan habitat kupu-kupu menunjukkan bahwa total kupu-kupu paling banyak berada di lapangan terbuka yakni 18 ekor (35.3%), 12 ekor (23.5%) berada di hutan sekunder dan 6 ekor (11.8%) memilih berada dekat aliran air. Sebaliknya jumlah kupu-kupu lebih banyak ditemukan di lahan pertanian yakni 5 ekor (9.8%) dibandingkan pegunungan karst yakni 2 ekor (3.9%). Nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener untuk semua spesies menunjukkan angka < 1 yang berarti tingkat keanekaragaman spesies sangat rendah di berbagai habitatnya. Diduga bahwa alih kerusakan hutan dan perburuan liar merupakan penyebab terjadinya penurunan jumlah kupu-kupu tersebut.

Fenomena menarik yang ditemukan adalah umumnya kupu-kupu berada di habitat berpasir untuk melakukan puddling. Salmah, Abbas dan Dahelmi (2002), Peggie (2011), Fermon et al., (2005) dan Phon et al., (2017) mengemukakan bahwa puddling sering dilakukan oleh kupu-kupu saat mencari makan. Puddling adalah perilaku kupu-kupu mencari serta mengisap mineral yang berada dalam tanah/butiran pasir. Selain dari butiran pasir, beberapa mineral tertentu juga di dapatkan dari buah yang terlalu masak dan urine hewan/manusia. Mineral berfungsi sebagai katalisator dalam proses metabolisme kupu-kupu. Wolda (1987) mengemukakan bahwa dalam lokasi puddling umumnya hanya ditemukan satu spesies kupu-kupu dan jumlahnya berkorelasi positif dengan jumlah kupu-kupu yang beterbangan di tempat tersebut.

(5)

Penemuan penting lainnya adalah lapangan terbuka yang menjadi mating area kupu-kupu. Tempat ini merupakan hamparan tanah datar sehingga memungkinkan kupu-kupu saling berinteraksi satu sama lain tanpa terhalang kanopi dan batang pohon. Tempat seperti inilah yang disukai pemburu liar untuk menangkap kupu-kupu. Mating area digunakan oleh kupu-kupu yang baru keluar dari kepompong untuk mencari pasangannya.

Preferensi Spesies Kupu-kupu Terhadap Tumbuhan Pakannya

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kupu-kupu tertarik pada tumbuhan pakan yang dapat digunakannya untuk makan dan meletakkan telur. Beberapa spesies kupu-kupu memperlihatkan preferensi berbeda terhadap satu spesies tumbuhan. Perilaku ini menunjukkan kupu-kupu mengunjungi tumbuhan berdasarkan kebutuhannya untuk mendapatkan nektar dan daun yang menjadi sumber pakan untuk larvanya (Tabel 2). Serangga betina memainkan peranan yang sangat penting dalam proses pemilihan tersebut.

Tabel 2. Preferensi Spesies Kupu-kupu Terhadap Tumbuhan

No. Tumbuhan Pakan Famili Kupu-kupu Pengunjung Peranan Tumbuhan Nektar Makanan Larva 1. Aristolochia tagala

Aristolochiaceae Troides helena - √ Troides haliphron - √

Pachliopta aristolochiae

- √

2. Passiflorasp. Passifloraceae Cethosia myrina - √ 3. Cassiasp. Caesalpiniaceae Euremasp. - √

Catopsylla pomona

-4. Annona muricata Annonaceae Attacus atlas - √ 5. A.squamosa Annonaceae Graphium

agamemnon

-6. Lantana camara Verbenaceae Papilio demoleus-Papilio blumei-7. Crotalaria striata Papilionaceae Catopsylla

pomona-8. Cleome rutidosperma Capparidaceae Catopsylla pomona-9. Ageratum conyzoides Asteraceae Pachliopta aristolochiae-10. Synedrella nodiflora Asteraceae Euremasp. √

-11. Mimosa pudica Mimosaceae Catopsylla pomona-12. Lindernia crustaceae Scrophulariaceae Catopsylla pomona-13. Caesalpinia pulcherrima

Caesalpiniaceae Troides helena-Troides haliphron-14. Clerodendron

japonicum

Verbenaceae Troides helena-Troides haliphron-Papilio blumei

(6)

-15. Citrussp. Rutaceae Papilio demolion √ √ Papilio demoleus √ √ 16. Sida rhombifolia Malvaceae Catopsylla

pomona

-Hasil pengamatan ditabel 2 menunjukkan tiga famili kupu-kupu memilih tumbuhan berdasarkan ketersediaan nektar dan empat famili kupu-kupu memilih daun tumbuhan sebagai sumber pakan larvanya. Kupu-kupu Papilio demoleus dan P. demolionmemilih jeruk (Citrussp.) sebagai sumber nektar dan tumbuhan pakan untuk larvanya. Sirih hutan (Aristolochia tagala) adalah perdu memanjat yang banyak tersebar di dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 500 m dpl (Yao, 2015).A. tagalamerupakan sumber pakan larva Troidesspp. karena kupu-kupu tersebut bersifat monofag. Kandungan asam aristolosik di dalam daun A. tagala menjadikan larva Troides spp. tidak disukai oleh burung pemangsa karena berasa sangat pahit (Mebs dan Schneider, 2002). Fakta yang terjadi di lapangan adalah Troides spp. dan Pachliopta aristolochiae berkompetisi mendapatkan tumbuhan A. tagalayang tersisa saat musim kemarau. Hal ini merupakan dampak negatif adanya alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian (Sri dkk, 2015).

Tumbuhan Caesalpinia pulcherrima dan kembang pagoda (Clerodendron japonicum) menyediakan nektar untuk kupu-kupu. Selain itu terdapat banyak sumber nektar lain yang berasal dari gulma berbunga, yakni : orok-orok (Crotalaria striata) dan tembelekan (Lantana camara). Temuan penting dari hasil penelitian Sri dan Syatrawati (2014) menunjukkan bahwa tumbuhan L. camara menjadi sumber nektar untuk kupu-kupu Graphium androcles di Resort Pattunuang. Temuan yang sama dilaporkan oleh Salmah, Abbas dan Dahelmi (2002) yang menunjukkan bahwa tumbuhan L. camara menjadi sumber nektar kupu-kupu yang hidup di Taman Nasional Kerinci Seblat Sumatera Barat. Peggie dan Amir (2006) menjelaskan secara anatomi alat mulut kupu-kupu berbentuk selang elastis disebut proboscis yang mudah digunakan untuk mengisap nektar bunga tumbuhan famili Verbenaceae, Caesalpiniaceae dan Rutaceae. Nentwig (1998) dan Karise et al., (2006) melaporkan bahwa nektar bunga memiliki komposisi karbohidrat yang berbeda untuk setiap jenis tumbuhan. Selain itu viskositas dan diameter dasar bunga merupakan penarik kedatangan kupu-kupu dan serangga penyerbuk lainnya. Glukosa yang terdapat dalam nektar bunga menjadi sumber energi, meningkatkan lama hidup serta keperidian kupu-kupu betina. Hal ini merupakan salah satu cara bertahan hidup untuk eksistensi suatu spesies kupu-kupu di habitatnya. Lundgren (2009), Takasu dan Lewis (1995), Wackers dan Fadamiro (2005) menyatakan bahwa nektar bunga juga mengandung banyak substansi nitrogen yang berkontribusi meningkatkan kebugaran kupu-kupu. Selain itu konsentrasi nektar bunga tumbuhan bervariasi berdasarkan musim, spesies dan status kesehatan tumbuhan penghasil nektar tersebut. Umumnya kandungan glukosa nektar bunga ditemukan dalam jumlah lebih tinggi saat musim kemarau dibandingkan dengan musim hujan.

Secara garis besar hasil penelitian mengindikasikan terlihat perbedaan spesies kupu-kupu dalam pemilihan habitat dan tumbuhan berdasarkan kebutuhannya. Hal ini dapat dijadikan bahan informasi kebijakan pengelolaan populasi kupu-kupu secara berkesinambungan di Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung.

(7)

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut : lapangan terbuka (mating area) dan hutan sekunder merupakan habitat yang paling disukai oleh kupu-kupu untuk perkembangannya. Caesalpinia pulcherrima dan Clerodendron japonicum dapat digunakan sebagai sumber nektar kupu-kupu di Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung.

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Kepala Balai Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung, Kabupaten Maros yang telah memberikan ijin selama melaksanakan kegiatan penelitian kupu-kupu.

Daftar Pustaka

Dishut, 2003. Informasi Kawasan Konservasi : Potensi Kupu-kupu di Wilayah Kerja Balai KSDA Sulawesi Selatan I. Departemen Kehutanan Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam BKSDA Sulawesi Selatan.

Everaarst, A.P., 1981. Weeds of Vegetables in The Highland of Java. Lembaga Penelitian Hortikultura, Jakarta, Indonesia. 121p.

Fermon H., Walter M., Vane-Wright R.I and Muhlenberg M., 2005. Forest use and vertical stratification in fruit-feeding butterflies of Sulawesi, Indonesia : impact for conservation.Biodiversity and Conservation, 14(2): 333 – 350.

Karise R., Mand M., Ivask M., Koskor E and Bender A., 2006. The effect of pollent amount and its caloric value in hybrid lucerne (Medicago x varia) on its attractiveness to bumble bees (Bombus terrestris). Agronomy Research, 4: 211 -216.

Kremen C., 1994. Biological inventory using target taxa : a case study of the butterflies of Madagascar.Ecological Applications, 4(3) August 1994: 407 - 422.

Langmack M., Schraded S and Helming, K., 2001. Effect of mesofaunal activity on the rehabilitation of sealed soil surface.Journal of Applied Soil Ecology, 16(2) : 121 -130.

Lundgren, J.G., 2009. Relationship of Natural Enemies and Non Prey Foods. Springer Science, USA. 434p.

Mebs D and Schneider M., 2002. Aristolochic acid content of South East Asian Troidine Swallowtails (Lepidoptera : Papilionidae) and of Aristolochia plant species (Aristolochiaceae).Journal Chemoecology, Vol.12(1): 11 - 13.

Nentwig, W., 1998. Weedy Plant Species and Their Beneficial Arthropods Potential for Manipulation in Field Crops. In : Pickett, C.H and Bugg, R.L. (Eds). Enhancing Biological Control Habitat Management to Promote Natural Enemies of Agricultural Pests. University of California Press, USA, pp. 49 – 67.

Peggie D and Amir, M., 2006. Practical Guide to The Butterflies of Bogor Botanical Garden. Puslit Biologi LIPI and Nagao Natural Environment Foundation.126p. Peggie, D., 2011. Precious and Protected Indonesian Butterfly. Puslit Biologi LIPI and

Nagao Natural Environment Foundation.72p.

Pellet J., Bried J.T., Parietti D., Gander A., Heer P.O., Cherix D., and Arlettaz, R., 2012. Monitoring butterfly abundance : beyond Pollard walks. PLoS One, 7(7): e41396. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0041396 (akses 22 Desember 2018).

(8)

Phon C.K., Kirton L.G., and Yusoff N.R., 2017. Monitoring butterflies using counts of puddling males : A case study of the Rajah Brooke’s Birdwing (Trogonoptera brookiana albescens). PLoS One 12(12): e0189450. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0189450(akses 22 Desember 2018).

Pollard E. and Yates, T.J., 1992. The extinction and foundation of local butterfly populations in relation to population variability and other factors. Ecological Entomology, 17(3): 249 -254.

Pullin, A.S., 2002. Conservation Biology. Sinauer Associates Inc., Massachusets, USA. 278pp.

Salmah S., Abbas I dan Dahelmi, 2002. Kupu-kupu Papilionidae di Taman Nasional Kerinci Seblat. Departemen Kehutanan dan Yayasan KEHATI. 88p.

Schulze C.H., Steffan-Dewenter I. and Tscharntke T., 2004. Effect of Land Use on Butterfly Communities at The Rain Forest Margin; a Case Study from Central Sulawesi. In: Gerold G., Guhardja E. and Fremerey M. (Eds.). Land Use, Nature Conservation and the Stability of Rainforest Margins in Southeast Asia. Springer, Heidelberg, Germany, pp. 281 – 297.

Soerjani M., Kostermans, A.J.G.H and Tjitrosoepomo, G., 1987. Weeds of Rice in Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta, Indonesia. 716p.

Spitzer K., Novotny V., Tonner M. and Leps J., 1993. Habitat preferences, distribution and seasonality of the butterflies (Lepidoptera : Papilionidae) in a montane tropical rain forest, Vietnam.Journal of Biogeography, 20(1): 109 – 121.

Sri NAN dan Syatrawati, 2014. A Preliminary Study of Graphium androcles Boisduval (Lepidoptera: Papilionidae) in Bantimurung-Bulusaraung National Park, South Sulawesi. Poster Presentation in SUIJI International Symposium and Seminar. Hasanuddin University, 13 – 15 September 2014.

Sri NAN, Annie P.S. Nurariaty A and Amran A., 2015. Beberapa Aspek Biologi Larva Kupu-kupu RajaTroides helenaLinnaeus (Lepidoptera: Papilionidae) yang Diberi Makanan Buatan. [Disertasi]. Program Studi Ilmu Pertanian, Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar. 68p.

Sundufu A.J. and Dumbuya R., 2008. Habitat preferences of butterflies in the Bumbuna forest Northern Sierra Leone.Journal of Insect Science, 8: 64-70. Takasu K and Lewis W.J., 1995. Importance of adult food source to host searching of

the larval parasitoidsMicroplitis croceipes.Biological Control, 5(1): 25 - 30. van Steenis, C.G.G.J., 1988. Flora. PT. Pradnya Paramitha, Jakarta, Indonesia. 495p. Wackers, F.L and Fadamiro, H., 2005. The vegetarian side of carnivores use of

non-prey food by parasitoids and predators. In : Proceeding The 2nd International Symposium on Biological Control of Arthropods. pp. 420-427.

Whitten A.J., Mustafa M and Henderson G.S., 1988. The Ecology of Sulawesi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, Indonesia.

Wolda H., 1978. Seasonal fluctuation in rainfall, food and abundance of tropical insects.Journal of Animal Ecology, 47(2) : 369 – 381.

Wolda H., 1987. Altitude, habitat and tropical insect diversity. Biological Journal of the Linnean Society, 30(4): 313 – 323.

Wood B. and Gillman, M.P., 1998. The effects of disturbance on forest butterflies using two methods of sampling in Trinidad. Biodiversity and Conservation, 7(5): 597 – 616.

Yao TL., 2015. Aristolochiaceae.In: Kiew R., Chung R.C.K, Saw L.G., and Soepadmo E.,(Eds). Flora of Peninsular Malaysia. Selangor: Forest Research Institute Malaysia.pp. 5–46.

Gambar

Tabel 1. Indeks Keanekaragaman dan Komposisi Spesies Kupu-kupu di Habitat Berbeda
Tabel 2. Preferensi Spesies Kupu-kupu Terhadap Tumbuhan

Referensi

Dokumen terkait

Landasan Teori dan Program Proyek Akhir Arsitektur 72 ini dapat.. terselesaikan

Tidak ada hubungan antara pola asuh orang tua, pencarian pengobatan dan kebiasaan merokok dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas

Cekung ideal dengan bentuk heksagon yang sempurna, kedalaman yang seragam serta kecacatan yang minimum telah berjaya dihasilkan dalam tempoh lebih singkat (≤6 jam) berbanding

Hal demikian sejalan dengan tujuan dari Ilmu Pengetahuan Sosial yakni untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di

(3) Untuk mengetahui hasil pengembangan pendidikan kedisiplinan di MTs Muhammadiyah Kemuning Tegalombo Pacitan. Untuk mengumpulkan data, penulis menggunakan beberapa

2%.. 4etelah pembuatan kontur selesai kemudian buka soft!are magpi&#34;k 6gambar ).#)7 pilih file   open grid file.. Pada tahap ini dilakukan untuk memisahkan anomaly regional

Menu untuk mendaftar bagi masyarakat umum tersebut berada di halaman publik depan website Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya, pengunjung website atau

Pendanaan, Leverage dan Ukuran Perusahaan ( Size ) terhadap Return Saham perusahaan yang terdaftar dalam indeks LQ45.