PENETAPAN KADAR SENYAWA ASTAXANTHIN DALAM
UDANG REBON MENGGUNAKAN METODE
SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS
ARTIKEL ILMIAH
OLEH:
AULIA FARADILLA
NIM. I1021161028
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2020
Penetapan Kadar Senyawa Astaxanthin dalam Udang Rebon Menggunakan
Metode Spektrofotometri UV-Vis
Aulia Faradilla1, Siti Nani Nurbaeti2, Hadi Kurniawan3
Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura, Pontianak Email: auliafaradilla22@student.untan.ac.id
ABSTRAK
Udang rebon merupakan salah satu hewan laut yang biasanya digunakan sebagai bahan baku produk olahan. Udang rebon juga dikenal mengandung senyawa karotenoid, khususnya senyawa astaxanthin. Astaxanthin berkhasiat sebagai antioksidan yang dapat dimanfaatkan sebagai suplemen kesehatan dan kosmetik. Pada penelitian ini dilakukan analisis kadar astaxanthin dalam udang rebon yang diambil di Desa Mendalok, Sungai Kunyit, Kalimantan Barat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kadar astaxanthin dalam udang rebon. Ekstraksi udang rebon dibuat sebanyak 3 batch menggunakan metode maserasi dengan pelarut aseton selama 3 hari berturut-turut, kemudian dilakukan pengukuran kadar astaxanthin menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 477 nm. Hasil Pengukuran menunjukkan kadar astaxanthin tiap 100 g berat basah udang rebon yaitu 2,548 mg/100 g.
Determination of Astaxanthin Compounds Levels in Rebon Shrimp Using
UV-Vis Spectrophotometry Method
Aulia Faradilla1, Siti Nani Nurbaeti2, Hadi Kurniawan3
Pharmacy Study Program, Faculty of Medicine, Tanjungpura University, Pontianak Email: auliafaradilla22@student.untan.ac.id
ABSTRACT
Rebon shrimp is one of the marine animals that are usually used as raw materials for processed products. Rebon shrimp are also known for containing carotenoid compounds, especially astaxanthin Astaxanthin has antioxidant properties that can be used as health supplements and cosmetics. In this study, an analysis of astaxanthin levels in rebon shrimp was taken from Mendalok village, Sungai Kunyit, West Kalimantan. The purpose of this study was to determine the levels of astaxanthin in rebon shrimp. Rebon shrimp extraction was made into 3 batches using maceration method with acetone solvent for 3 consecutive days, then measurements of astaxanthin levels using UV-Vis spectrophotometry was done at a wavelength of 477 nm. Measurement results showed that the levels of astaxanthin per 100 g of wet weight of shrimp is 2,548 mg/ 100 g.
PENDAHULUAN
Udang rebon merupakan udang yang bergenus Acetes sp. yang memiliki ukuran 0,5–1 cm dan mengandung gizi yang baik.1,2 Kandungan gizi udang rebon tiap 100 gram diantaranya 299 kkal energy; 59,4 g protein; 3,6 g lemak; 3,2 g karbohidrat; 2306 mg kalsium; 265 mg fosfor; 21,4 mg besi; 0,06 mg vitamin B; dan 21,6 air.3 Udang rebon umumnya mudah ditemukan di pasaran dalam bentuk produk fermentasi cincalok, terasi atau telah dikeringkan dan sangat jarang dijual dalam keadaan segar. Udang rebon memiliki ciri-ciri berupa tiga pasang kaki yang sempurna, kaki renang yang sempurna dan tampak berbulu, restum dan telsonnya pendek, serta panjang antenna sekitar 2–3 kali panjang tubuhnya.4,5
Permatasari (2018) mengatakan astaxanthin merupakan sumber warna merah pada udang.6 Astaxanthin merupkan senyawa pigmentasi yang memiliki aktivitas antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas di dalam tubuh. Senyawa ini memiliki kekuatan antioksdian 50–100 kali lebih kuat dibanding vitamin E.7 Manfaat antioksidan dari astaxanthin yaitu menangkal radikal bebas yang dapat menyebabkan penyakit kanker, peradangan, penuaan dini, jantung koroner, stress oksidatif, dan sebagai antibakteri.8 Udang rebon dapat dimanfaatkan untuk membuat produk olahan sebagai bahan dasar pembuatan suplemen kesehatan, kosmetik, bioteknologi, serta obat-obatan. Sachindra (2005) menyebutkan kadar karotenoid dalam daging udang yaitu sekitar 10,4– 17,4 μg/g, dalam kepala udang sekitar 35,8–153,1 μg/g, dan dalam kulit udang sekitar 59,8–104,7 μg/g.9 Rahmayati (2014) menunjukkan kadar astaxanthin dalam udang rebon yang diambil dari nelayan daerah Tambak Rejo, Semarang, yaitu 3,12 mg/100g berat basah.10 Penelitian ini melakukan penetapan kadar senyawa astaxanthin menggunakan Spektrofotometri UV-Vis untuk mengetahui kadar astaxanthin di dalam udang rebon yang diperoleh langsung dari nelayan Desa Mendalok, Sungai Kunyit, Kalimantan Barat.
METODE PENELITIAN Alat dan Bahan
Pada penelitian ini menggunakan alat Spektrofotometri UV-Vis (Shimadzu serial No. A120654), alat-alat gelas (Iwaki), blender, serta laptop yang telah terinstal aplikasi SPSS Versi 22. Bahan yang digunakan yaitu udang rebon yang diambil langsung dari
nelayan Desa Mendalok, Sungai Kunyit, Kalimantan Barat, astaxanthin standar Sigma Aldrich (SML0982-50MG/ ≥ 97% for HPLC) pelarut aseton teknis , dan aseton pro analysis.
Pengolahan Sampel dan Ekstraksi
Udang rebon yang telah dicuci hingga bersih dihaluskan menggunakan blender. Hasil penghalusan dimasukkan ke dalam tiga toples kaca (dibuat 3 batch) yang berbeda dengan masing-masing sebanyak 100 g, kemudian ketiga batch diekstraksi selama 3 hari menggunakan pelarut aseton teknis.
Analisis Kadar Astaxanthin dengan Metode Spektrofotometri UV-Vis
Pembuatan Larutan Baku
Larutan baku dibuat dari penimbangan sejumlah astaxanthin standar yang dilarutkan dalam pelarut aseton.
Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Astaxanthin
Dipipet sejumlah larutan baku dan diencerkan menggunakan pelarut aseton hingga diperoleh konsentrasi 1 ppm, kemudian dibaca serapannya pada panjang gelombang 400–750 nm.
Penetapan Kurva Baku Astaxanthin
Dipipet sejumlah larutan baku dan diencerkan menggunakan pelarut aseton hingga diperoleh konsentrasi 0,6; 1; 1,4; 1,8; dan 2,2 ppm, kemudian masing-masing larutan diukur pada panjang gelombang yang telah diperoleh untuk dibuat dalam suatu kurva linear dengan syarat korelasinya (r) menurut Farmakope Indonesia V dan ICH yaitu r ≥ 0,998.11,12
Penetapan Kadar Astaxanthin dalam Udang Rebon
Diambil sejumlah ekstrak udang rebon dan dilarutkan dalam pelarut aseton, kemudian disaring. Larutan tersebut dibaca serapannya pada panjang gelombang yang diperoleh. Hasil absorbansi yang diperoleh dikonversi dalam satuan konsentrasi melalui persamaan y=bx+a yang diperoleh dari penetapan kurva baku sebelumnya. Kadar
astaxanthin yang didapat dari hasil perhitungan dianalisis menggunakan uji One-Way ANOVA.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi
Tujuan ekstraksi yaitu untuk menarik senyawa yang diinginkan dari sampel udang rebon menggunakan pelarut yang sesuai. Udang rebon diekstraksi menggunakan pelarut aseton yang telah dilaporkan menarik senyawa astaxanthin paling banyak dibanding pelarut metanol, etanol, kloroform, petroleum eter, dan heksana dari limbah udang.13 Udang rebon yang telah tercuci bersih dihaluskan dengan tujuan mengecilkan ukuran sampel supaya luas kontak permukaan sampel semakin besar yang berpengaruh terhadap peningkatan jumlah zat aktif yang tersari. Maserasi dilakukan selama 2 hari berturut-turut. Semakin tinggi nilai rendemen yang dihasilkan, maka ekstrak yang dihasilkan semakin banyak dan semakin banyak pula kandungan senyawa yang tersari.14,15 Rata-rata hasil rendemen yang diperoleh dari ketiga batch yaitu 11% yang dihitung menggunakan rumus berikut:
% Rendemen =Ekstrak yang diperoleh
Sampel awal x100%
Tabel 1. Hasil Pengamatan organoleptik ekstrak udang rebon Pengamatan Hasil
Bentuk Kental
Warna Jingga tua
Bau Khas
Hasil Analisis dengan Metode Spektrofotometri UV-Vis
Panjang Gelombang Maksimum Astaxanthin
Hasil pengukuran dari larutan astaxanthin dengan konsentrasi 1 ppm diperoleh panjang gelombang maksimum astaxanthin yaitu 477 nm. Hasil tersebut telah sesuai dengan teori sebelumnya.16
Kurva Baku Astaxanthin
Hasil pengukuran dari 5 konsentrasi berbeda menghasilkan nilai r yang memenuhi syarat menurut Farmakope Indonesia V maupun ICH (r ≥ 0,998), yaitu 0,998 sehingga diperoleh persamaan kurva baku y = 0,3164x + 0,0313.
Kadar Astaxanthin dalam Udang Rebon
Pengukuran kadar astaxanthin dalam udang rebon dilakukan pada panjang gelombang 477 nm yang diperoleh sebelumnya. Kadar astaxanthin yang diperoleh dari ketiga batch dianalisis menggunakan ANOVA yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari ketiganya (p>0,05). Hasil kadar astaxanthin dalam udang rebon dapat dilihat pada Tabel 2. Rata-rata hasil yang diperoleh dari ketiga batch yaitu 2,548 mg/100g berat basah sampel. Hasil tersebut lebih rendah dibandingkan penelitian sebelumnya yang mengatakan kadar astaxanthin dalam udang rebon di daerah Tambak Rejo, Semarang sebanyak 3,12 mg/100g berat basah sampel. Hal ini diduga karena perbedaan tempat berkembang biak udang rebon, selain itu dapat terjadi karena penggunaan pelarut ekstraksi yang berbeda. Namun pada penelitian tersebut tidak disebutkan pelarut jenis apa yang digunakan.
Tabel 2. Hasil kadar astaxanthin dalam sampel Batch Hasil (mg/100g berat basah)
1 2,536
2 2,579
3 2,529
KESIMPULAN
Hasil kadar astaxanthin dalam udang rebon dari ketiga batch masing-masing yaitu 2,536 mg/100 g; 2,579 mg/100g; dan 2,529 mg/100g berat basah sampel, dimana uji ANOVA menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata (p>0,05).
DAFTAR PUSTAKA
1. WoRMS. “Acetes H. Milne-Edwards, 1830” World Register of Marine Spesies, 2010; diakses tanggal 11 Agustus, 2019.
2. Suyanto S R. dan Takarina E P. Panduan budi daya udang windu. Jakarta: Penebar Swadaya; 2009.
3. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Daftar komposisi bahan makanan. Jakarta: Bhartara Karya Aksara; 1992.
4. Astawan M. Udang rebon bikin tulang padat. Jakarta: Pustaka Utama; 2009. 5. Dyastuti E A., Nofiani R., dan Ardiningsih P. Uji organoleptik cincalok dengan
penambahan serbuk bawang putih (Allium sativum) dan serbuk cabai (Capsium annuum L). JKK. 2013; 2(2): 70 – 73.
6. Permatasari A A., Sumardianto, dan Rianingsih L. Perbedaan konsentrasi pewarna alami kulit buah naga (Hylocereus polyhizus) terhadap warna terasi udang rebon (Acetes sp.) Jurnal Teknologi Hasil Pertanian. 2018; 11(1): 39 – 52. 7. Wahyuningsih K A. Astaxanthin memberikan efek proteksi terhadap photoaging.
Damianus Journal of Medicine. 2011; 10(3): 149 – 160.
8. Tominaga K., Hongo N., Kataro M., dan Yamashita E. Cosmetic benefits of astaxanthin on human subjects. Acta Biochimica Polonica. 2012; 59: 43 – 47. 9. Rahmayati R., Riyadi P H., dan Rianingsih L. Perbedaan konsentrasi garam
terhadap pembentukan warna terasi udang rebon (Acetes sp.) basah. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan. 2014; 3(1): 108 – 117.
10.Sachindra N M., Bhaskar N., dan Mahendrakar N S. Carotenoid in different body components of Indian shrimps. Journal of the Science of Food and Agriculture. 2005; 85: 167 – 172.
11.Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia Edisi 5. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2014.
12.International Conference on Harmonisation (ICH) of Technical Requirements for Registration of Pharmaceuticals for Human Use. Topic Q2 (R1): Validation of analytical procedures: Text and methodology; 2005. www.ich.org.
13.Dalei J., dan Sahoo D. Extraction and characterization of astaxanthin from the crustacean shell waste from shrimp processing industries. IJPSR. 2015; 6(6): 2532 – 2537
14.Armando R. Memproduksi 15 minyak atsiri berkualitas. Jakarta: Penerbit Swadaya; 2009.
15.Dewatisari W. F., Rumiyanti L., dan Rakhmawati I. Rendemen dan skrining fitokimia pada ekstrak daun Sanseviera sp. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. 2017; 17(3): 197 – 202.
16.Tume R.K., Sikes A. L., Tabrett S., dan Smith D. M. Effect of background colour on the distribution of astaxanthin in black tiger prawn (Penaeus monodon): Effective method for improvement of cooked colour. Aquaculture. 2009; 296: 129 – 135.