SKRIPSI
Diajukan Oleh:
HELMI HASYIFUDDIN NIM. 140102042
Mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
BANDA ACEH 2018 M/1440 H
iv
Syukur Alhamdulillah ke hadirat Allah Swt yang telah memberikan
kesehatan dan kesempatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat beriring salam atas junjungan umat, Nabi Muhammad Saw beserta
keluarga dan sahabatnya yang telah membawa manusia ke dunia yang penuh
dengan ilmu pengetahuan dan menjadi tauladan bagi semesta alam.
Syukur Alhamdulillah berkat karunia Allah Swt penulis telah mampu
menyelesaikan skripsi ini dengan judul “ Mekanisme Penetapan Harga Jual Beli
Sapi di Pasar Sibreh Aceh Besar (Analisis Keberadaan Unsur Gharar Dalam Transaksi Jual Beli”. Skripsi ini disusun untuk melengkapi dan memenuhi sebagai syarat memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Ar-Raniry.
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, dukungan, dan
bimbingan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga dan setulus-tulusnya kepada
Bapak Dr. Bismi Khalidin, S.Ag, M. Si selaku pembimbing I dan kepada Bapak
Dr. Badrul Munir, Lc, MA selaku pembimbing II yang pada saat-saat
kesibukannya masih dapat menyempatkan diri untuk memberi bimbingan dan
pengarahan sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.
Penghargaan yang tidak terhingga penulis sampaikan kepada Bapak
v
dan Hukum UIN Ar-Raniry yang telah banyak memberi bantuan dalam
pengurusan dokumen pelengkap yang berhubungan dengan skripsi ini.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada
ayahda (Yulidin) dan ibunda (Ummi Salamah) beserta keluarga tercinta yaitu
Fahrul Walidin dan Yulia Kasmita yang selalu memberi semangat dan dukungan
baik moril maupun materi dalam penulisan skripsi ini, sahabat-sahabat penulis
yaitu Fazlur Rahman, Muliansyah, dan Irvan Maulana, Riko Alkausar, T. Reza
Aulia dan teman penulis lainnya, yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, serta
teman-teman Syari’ah dan Hukum yang telah mendukung, memberikan masukan
beserta motivasi kepada penulis.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak terlepas dari pada
kesalahan dan kekurangan yang tidak lain karena keterbatasan pengetahuan
penulis. Penulis mengharapkan semoga kita semua dengan besar hati dan
bijaksana bersedia mengoreksi dan menyempurnakan karya yang sederhana ini.
Akhirnya kepada Allah s.w.t. jualah penulis berserah diri, semoga amal
baik semua pihak mendapat berkah dan tempat yang layak di sisi-Nya. Semoga
karya tulis ini dapat bermanfaat bagi penulis pribadi secara khusus dan seluruh umat manusia.Amin ya rabbal ‘alamin.
Banda Aceh, 25 Juli 2018
vii
Nomor: 158 Tahun 1987 – Nomor: 0543 b/u/1987
1. Konsonan
No Arab Latin Ket No Arab Latin Ket
1 ا Tidak dilamban gkan 16 ط ṭ t dengan titik di bawahnya 2 ب b 17 ظ ẓ z dengan titik di bawahnya 3 ت t 18 ع ‘ 4 ث ṡ s dengan titik di atasnya 19 غ G 5 ج j 20 ف F 6 ح ḥ h dengan titik di bawahnya 21 ق Q 7 خ kh 22 ك K 8 د d 23 ل L 9 ذ ż z dengan titik di atasnya 24 م M 10 ر r 25 ن N 11 ز z 26 و W 12 س s 27 ه H 13 ش sy 28
ء
’ 14 ص ṣ s dengan titik di bawahnya 29 ي Y 15 ض ḍ d dengan titik di bawahnya 2. VokalVokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
a. Vokal Tunggal
Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harkat, transliterasinya sebagai berikut:
viii
َ Dhammah U
b. Vokal Rangkap
Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harkat dan huruf, transliterasinya gabungan huruf, yaitu:
Tanda dan Huruf Nama Gabungan Huruf ي َ Fatḥah dan ya Ai و َ Fatḥah dan wau Au Contoh: ﻒﻳﻛ : kaifa لوﻫ : haula 3. Maddah
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harkat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:
Harkat dan Huruf Nama Huruf dan tanda َ ا/
ي Fatḥah dan alif
atau ya Ā
َ
ي Kasrah dan ya Ī
َ
ي Dammah dan waw Ū
Contoh: لﺎﻗ : qāla ﻰﻤر : ramā ﻞﻳﻘ : qīla ﻞﻮﻘﻴ : yaqūlu 4. Ta Marbutah (ﺓ)
Transliterasi untuk ta marbutah ada dua: a. Ta marbutah (ﺓ) hidup
ix
Ta marbutah (ﺓ) yang mati atau mendapat harkat sukun, transliterasinya adalah h.
c. Kalau pada suatu kata yang akhir katanya ta marbutah (ﺓ) diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al, serta bacaan kedua kata itu terpisah maka ta marbutah (ﺓ) itu ditransliterasikan dengan h.
Contoh:
ﻞﺎﻔﻃﻻاﺔﻀﻮﺮ : rauḍah al-aṭfāl/ rauḍatul aṭfāl
ﺓرﻮﻧﻤﻟاﺔﻨﻴﺪﻤﻠا : al-Madīnah al-Munawwarah/ al-Madīnatul Munawwarah ﺔﺤﻟﻄ : Ṭalḥah
Catatan:
Modifikasi
1. Nama orang berkebangsaan Indonesia ditulis seperti biasa tanpa transliterasi, seperti M. Syuhudi Ismail. Sedangkan nama-nama lainnya ditulis sesuai kaidah penerjemahan. Contoh: Hamad Ibn Sulaiman.
2. Nama negara dan kota ditulis menurut ejaan bahasa Indonesia, seperti Mesir, bukan Misr; Beirut, bukan Bayrut; dan sebagainya.
3. Kata-kata yang sudah dipakai (serapan) dalam kamus bahasa Indonesia tidak ditransliterasikan. Contoh: Tasauf, bukan Tasawuf.
vi
NIM : 140102024
Fakultas/ Prodi : Syari’ah dan Hukum /Hukum Ekonomi Syari’ah
Judul : Mekanisme Penetapan Harga Jual Beli Sapi di
Pasar Sibreh Aceh Besar (Analisis Keberadaan
Unsur Gharar dalam Transaksi Jual Beli)
Tanggal Sidang Munaqasyah : 29 Juli 2018
Tebal Skripsi : 62 Halaman
Pembimbing I : Dr. Bismi Khalidin, S.Ag, M. Si
Pembimbing II : Dr. Badrul Munir, Lc, MA
Kata Kunci : Mekanisme, Penetapan Harga, Jual Beli Sapi
Mekanisme penetapan harga merupakan suatu cara pertimbangan yang digunakan untuk menentukan bagaimana suatu produk atau barang yang dijual dapat dilaku dipasaran setelah adanya intraksi permintaan dan penawaran dalam menentukan harga. Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui dan menganalisis batasan-batasan gharar dalam transaksi jual beli, untuk mengetahui dan menganalisis mekanisme penetapan harga jual beli sapi di Pasar Sibreh Aceh Besar ditinjau menurut konsep fiqih muamalah dan untuk mengetahui dan menganalisis pandangan penulis terhadap mekanisme penerapan harga jual beli sapi di Pasar Sibreh Aceh Besar. Untuk menjawab permasalahan tersebut penulis
menggunakan jenis penelitian field research dengan pendekatan kualitatif yang
bersifat deskriptif, teknik pengumpulan data dengan cara wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitan menunjukkan bahwa mekanisme penetapan
harga jual beli sapi di Pasar Sibreh Aceh Besar melalui akad jual beli figh
muamalah dimana dalam menetapkan harga dengan melihat kondisi sapi besar atau kecil, gemuk atau kurus sehingga sistem penawaran menjadi salah satu transaksi yang islami dengan menetapkan harga jual beli sapi pada harga yang adil dan penetapan harga di Pasar Sibreh menurut pandangan penulis bahwa penetapan
harga dengan menggunakan gharar yasir, dimana pedagang menetapkan harga
jual sesuai dengan modal yang dikeluarkan ,kemudian mehitung berapa biaya yang dikelurkan dalam jual beli sebagai modal dalam menentukan harga jual sapi.
vii
LEMBARAN JUDUL ... i
PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN SIDANG ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN ... v
ABSTRAK ... vi
DAFTAR ISI ... vii
BAB SATU PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 6 1.3 Tujuan Penelitian ... 6 1.4 Penjelasan Istilah ... 6 1.5 Kajian Pustaka ... 8 1.6 Metode Penelitian ... 11 1.7 Sistematika Pembahasan ... 15
BAB DUA KONSEP HARGA DALAM ISLAM 2.1 Gambaran Umum tentang Harga dalam Islam... 17
2.2 Mekanisme Penetapan Harga dalam Islam ... 20
2.3 Pendapat Ulama terhadap Harga yang Adil ... 26
2.4 Penetapan Harga pada Binatang Ternak ... 31
2.5 Macam-Macam Gharar ... 35
2.6 Batasan- Batasan Gharar dalam Transaksi Jual Beli ... 38
BAB TIGA MEKANISME PENETAPAN HARGA JUAL BELI SAPI DI PASAR SIBREH ACEH BESAR 3.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 41
3.2 Mekanisme Penetapan Harga Jual Beli Sapi di Pasar Sibreh Aceh Besar Ditinjau Menurut Konsep Fiqih Muamalah ... 43
3.3Pandangan Penulis terhadap Mekanisme Penerapan Harga Jual Beli Sapi di Pasar Sibreh Aceh Besar ... 53
BAB EMPAT PENUTUP 4.1 Kesimpulan ... 60
4.2 Saran ... 61
DAFTAR PUSTAKA ... 62
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... 66 LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk sosial yaitu makhluk yang berkodrat hidup
dalam masyarakat. Disadari atau tidak untuk mencukupi kebutuhan hidupnya,
manusia selalu berhubungan satu sama lain.1 Dalam perannya sebagai makhluk
sosial ini, manusia pasti saling membutuhkan satu sama lain dalam berbagai aspek
kehidupan untuk memenuhi kebutuhan. Hubungan manusia sebagai makhluk
sosial ini dalam Islam dikenal dengan istilah muamalat.2
Macam-macam bentuk muamalat misalnya jual beli, gadai, pemindahan
hutang, sewa-menyewa, upah dan perdagagan. Salah satu bidang muamalat yang
paling sering dilakukan pada umumnya adalah jual beli. Jual beli dapat diartikan
tukar menukar suatu barang dengan barang lain atau uang dengan barang atau
sebaliknya dengan syarat-syarat tertentu.3 Salah satu tempat yang menjadi
transaksi jual beli adalah pasar. Pasar adalah suatu tempat di mana para penjual
dan pembeli dapat bertemu untuk melakukan jual beli barang. Mereka akan
melakukan tawar-menawar harga hingga terjadi kesepakatan harga antara penjual
dan pembeli. Setelah kesepakatan harga dilakukan, barang akan berpindah tangan
dari penjual ke tangan pembeli. Pembeli akan menerima barang dan penjual akan
menerima uang.
1 Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Muamalat (Hukum Perdata Islam), (Yogyakarta: UII Press, 2000), hal. 11.
2 Muamalat adalah pergaulan hidup tempat setiap orang melakukan perbuatan dalam hubungannya dengan orang-orang lain. Lihat: Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Muamalat (Hukum Perdata Islam)..., hal. 11.
3
Harga secara etimologi berasal dari bahasa Arab tsaman, sedangkan dalam
bahasa Inggris price yang berarti harga yang selalu dihubungkan dengan besarnya
jumlah uang yang mesti dibayar sebagai nilai beli pengganti tehadap barang dan
jasa, sedangkan dalam bahasa Indonesia harga diartikan sebagai nilai banding atau
tukar suatu komoditi.4 Sedangkan secara terminologi harga adalah salah satu
bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan, unsur-unsur lainnya
menghasilkan biaya. Harga juga disebut sebagai unsur bauran pemasaran yang
paling mudah disesuaikan ciri-ciri produk, saluran,bahkan promosi membutuhkan
lebih banyak waktu.5 Sebagaimana yang dikatakan oleh imam Syafi’i harga
hanya terjadi pada akad, baik lebih sedikit, lebih besar atau sama dengan nilai
barang. Biasanyaharga dijadikan penukar barang yang diridhoi oleh kedua pihak
yang berakad.6 Jadi harga adalah suatu kesepakatan mengenai transaksi jual beli
barang atau jasa dan kesepakatantersebut diridai oleh kedua belah pihak.
Harga adalah salah satu faktor keberhasilan suatu perusahaan karena harga
menentukan seberapa besar keuntungan yang akan diperoleh si penjual.
Menetapkan harga terlalu tinggi akan menyebabkan penjualan akan menurun,
namun jika harga terlalu rendah akan mengurangi keuntungan yang akan
diperoleh. Tujuan diadakannya penetapan harga antara lain adalah untuk
mendapatkan keuntungan, mempertahankan usahanya agar tidak terjadi kerugian
dan mempertahankan pembeli. Dalam menetapkan harga harus
mempertimbangkan segala aspek yang terkait dengan
4
Yenni Salim Peter Salim, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Modern English Press, 1991), hal. 508.
5
Kotler, Manajemen Pemasaran, (Jakarta: Gramedia, 2005), Edisi kesebelas, Jilid 2, hal. 139
6
keberhasilan dalam suatu usaha, seperti masalah jual beli sapi. Selain itu juga, ada
satu aspek yang tidak boleh dilupakan adalah menetapkan harga harus
berdasarkan rasa keadilan. Artinya dengan ditetapkan harga yang akan dijual
dapat memenuhi kebutuhan konsumen tanpa ada kesenjangan atapun perbedaan
antara satu sama lain. Islam memberikan pembahasan yang panjang lebar tentang
pembahasan keadilan. Keadilan dalam segala segi kehidupan, termasuk keadilan
dalam menetapkan harga.
Jika para pedagang melakukan perbuatan zalim dan pelanggaran yang
membahayakan kondisi pasar, hakim (penguasa) wajib menentukan intervensi dan
menetapkan harga barang demi menjaga hak manusia, mencegah penimpuan
barang dan kezaliman dari pada pedagang, karena itulah imam Malik menilai
boleh menetapkan harga, sedangkan imam Syafi’i mengatakan boleh menetapkan
harga saat harga melambung tinggi.7
Yang dimaksud dengan menetapkan harga adalah apabila penguasa atau
wakilnya atau siapa saja yang memimpin umat Islam memerintahkan pelaku pasar
untuk tidak menjual barangnya kecuali dengan harga tertentu, maka dilarang
untuk menembah atau menguranginya untuk kemaslahatan.8
Menurut Ibnu Taimiyah bahwa harga yang setara adalah harga yang
dibentuk oleh kekuatan pasar yang menggambarkan atas kekuatan permintaan dan
penawaran, Ibnu Taimiyah mengambarkan jika penduduk menjual barang secara
normal tanpa menggunakan cara-cara yang tidak adil kemudian harga tersebut
7 An bin Ahmad Bin Yahya al-Faifi, Ringkasan Fikih Sunnah Terjemahan Indonesia, (Jakarta: Bairut Publising, 2016), hal. 784.
8 Al-Haritsi dan Jaribah bin Ahmad, Fikih Umar bin Khathab, (Jakarta: Pustaka al-Kausar, 2014), hal. 611.
meningkat karena pengaruh kelanggkaan barang (yakni kelangkaan supply) atau
dikarenakan jumlah penduduk (yakni meningkat demand), dalam kasus ini
memaksa penjual untuk menjual barang-barang mereka pada harga tertentu adalah
pemaksaan yang salah (ikrah bi ghairi haq).9
Hal ini sesuai dengan yang dilakukan oleh Rasulullah Saw, karena
Rasulullah Saw sangat menghargai harga yang adil yaitu harga yang terjadi atas
mekanisme pasar yang bebas, Rasulullah Saw menolak untuk membuat kebijakan
penetapan harga manakala tingkat harga di Madinah tiba-tiba naik, akan tetapi
Rasulullah Saw sering melakukan inspeksi ke pasar untuk mengecek harga dan
mekanisme pasar, seringkali dalam inspeksinya Rasulullah Saw menemukan
praktek bisnis yang tidak jujur, sehingga Rasulullah Saw menegurnya.10
Gejala yang penulis sebut di atas terdapat di Pasar Sibreh yaitu salah pasar
yang terdapat di Aceh Besar. Pasar ini sebagai tempat transaksi jual beli sapi, pada
hari tertentu seperti hari Rabu dan Minggu pasar selalu ramai yang dipenuhi para
pelaku pasar untuk beraktifitas di sana. Pasar juga menyediakan barang kebutuhan
para pemilik sapi contohnya: pengikat sapi, caping, sabuk dan lain-lain. Semua
kegiatan di pasar tersebut menandakan bahwa pasar juga terdapat berbagai
aktifitas masyarakat, namun dalam praktek yang dilakukan oleh penjul sapi yang
ada di Pasar Sibreh adalah sistem penetapan harga dan penjual sapi dengan cara
menaksirkan berat dari pada sapi itu sendiri dengan hanya melihat dari besar
kecilnya ukuran sapi tanpa melakukan pertimbangan terhadap sapi tersebut. Oleh
9 Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keungan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 26.
10 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 115.
karena itu mengkhawatirkan bahwa dalam transaksi yang dilakukan oleh
masyarakat Aceh khususnya yang melakukan jual beli sapi di Pasar Sibreh
terindikasi unsur gharar yang dilarang dalam jual beli.
Mengenai jual beli, yang mengandung gharar yang mana gharar itu ialah
menjual yang diragukan keberadaan dan spisifikasinya. Jual beli tersebut dilarang
karena terdapat unsur-unsur penipuan dan spekulasi di dalamnya dapat merugikan
pihak lain.11
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka penulis
tertarik untuk membahas dalam sebuah karya ilmiah yang berjudul mekanisme
penetapan harga jual beli sapi di Pasar Sibreh Aceh Besar (analisis keberadaan
unsur gharar dalam transaksi jual beli).
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, yang menjadi rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah:
1.2.1 Bagaimanakah batasan-batasan gharar yasir dalam transaksi jual beli?
1.2.2 Bagaimanakah mekanisme penetapan harga jual beli sapi di Pasar
Sibreh Aceh Besar ?
1.2.3 Bagaimana pandangan penulis terhadap mekanisme penerapan harga
jual beli sapi di Pasar Sibreh Aceh Besar?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapan tujuan yang ingin dicapai dalam skripsi ini yaitu:
1.3.1 Untuk mengetahui dan menganalisis batasan-batasan gharar dalam
transaksi jual beli.
1.3.2 Untuk mengetahui dan menganalisis mekanisme penetapan harga jual
beli sapi di Pasar Sibreh Aceh Besar ditinjau menurut konsep fiqih
muamalah.
1.3.3 Untuk mengetahui dan menganalisis pandangan penulis terhadap
mekanisme penerapan harga jual beli sapi di Pasar Sibreh Aceh Besar.
1.4. Penjelasan Istilah
Berhubung suatu istilah sering kali menimbulkan bermacam-macam
penafsiran, maka penulis merasa perlu menjelaskan terlebih dahulu beberapa
istilah yang digunakan dalam judul skripsi ini. Istilah pokok yang perlu dijelaskan
antara lain:
4.1 Mekanisme
Mekanisme adalah sebuah upaya yang dilakukan untuk menjelaskan
seputar sistem mekanismenya itu setiap gerak setempat yang terjadi
pada sebuah alat yang secara intrinsic tidak dapat dilakukan perubahan
terdapat hal tersebut. Mekanisme yang penulis maksud di sini adalah
mekanis yang terjadi pada pasar penjual beli sapi di Sibreh Aceh Besar.
4.2 Penetapan harga
Penetapan harga adalah menetapkan suatu harga barang, apabila nilai
harga barang itu terlalu tinggi akan menyebabkan penjualan akan
menurun namun, jika harga terlalu rendah akan mengurangi keuntungan
memiliki strategi-strategi tertentu. Penetapan harga yang penulis
maksud di sini adalah penetapan harga pada sapi yang diperjual belikan
pada Pasar Sibreh Aceh Besar.
4.3 Jual beli
Jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang
yang mempunyai nilai secara sukarela di antara kedua belah pihak,
sesuai
dengan ketetapan Hukum. Maksudnya ialah jual beli harus memenuhi
persyaratan-persyaratan, rukun-rukun dan hal-hal lain yang digariskan
oleh syarat, sehingga apabila syarat-syarat dan rukunnya tidak terpenuhi
berartitidak sesuai dengan kehendak syarat.12 Jual beli yang penulis
maksud di sini adalah jual beli masalah sapi yang ada di Pasar Sibreh
Aceh Besar.
4.4 Pasar
Pasar adalah suatu tempat bertemunya antara penjual dengan pembeli
untuk melakukan suatu transaksi jual beli barang atau jasa. Para
konsumen akan datang ke pasar untuk melakukan kegiatan berbelanja
dengan membawa uang untuk membayar benda yang diberi sesuai
dengan harganya. Padar yang penulis maksud di sini adalah pasar jaul
belikan sapi di Pasar Sibreh Aceh Besar.
1.5.Kajian Pustaka
Pada sub bab ini diuraikan penelitian terdahulu yang telah dilakukan
peneliti-peneliti sebelumnya, baik dalam bentuk buku yang sudah diterbitkan
maupun masih berupa disertasi, skripsi, tesis, atau laporan yang belum diterbitkan.
Berbagai literatur tersebut secara substansial metodologi, mempunyai keterkaitan
dengan permasalahan penelitian guna menghindari duplikasi, dan selanjutnya
ditunjukkan orisinalitas penelitian ini serta perbedaannya dengan penelitian
sebelumnya.13 Berikut ini penelitian yang dilakukan beberapa peneliti
sebelumnya:
Skripsi yang ditulis oleh Yitna Yuono, yang berjudul Transaksi Jual Beli
Hewan Ternak melalui Makelar Ditinjau dari Hukum Islam (Studi Kasus di Pasar Hewan Muntilan Kabupaten Magelang 2016), di dalamnya menjelaskan tentang jual beli hewan ternak yang terjadi di Kabupaten Magelang adalah ditujukan
kepada penjual pembeli dan makelar hewan ternak yang ada di Pasar Hewan
Muntilan. Jenis penelitian yang digunakan kualitatif yuridis sosiologis. Teknik
pengumpulan data yang digunakan observasi tidak berstruktur, observasi
berstruktur, wawancara, dokumentasi. Dalam hukum Islam menjual hewan
menyewa makelar untuk mengucapkan satu dua patah kata dari pandangan
beberapa wajah sekalipun berupa ijab dan qabul dan sekaligus melariskan
dagangan, karena satu dua patah kata itu tidak ada harganya. Seorang makelar
dalam menawarkan kepada pembeli biasanya lebih tinggi dari harga awal. Dengan
13Tim Penyusun, Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Syariah, (Malang: Pustaka Pelajar, 2013), hal. 42.
maksud makelar mencari untung dalam transaksi dan sebagai upah makelar.
Jual-beli melalui perantara itu dibolehkan, asal antara ijab dan qabul sejalan.14
Skripsi yang ditulis oleh Irwanto Suyono, yang berjudul Analisis
Penjualan Ternak Sapi Berdasarkan Musim dan Harga Jual di Desa Borongtala Kecamatan Tamalatea Kabupaten Jeneponto, di dalamnya membahas bahwa jual
beli adalah sesuatu yang lazim dilakukan masyarakat. Dalam jual beli adanya
penentuan harga. Penentuan harga suatu barang seharusnya memenuhi unsur
keadilan dan berlaku secara umum. Tetapi kenyataannya masih ada jual beli yang
mengandung unsur ketidakadilan ini telah dilaksanakan pada bulan September
sampai bulan Desember 2014. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh
peternak yang mengembangkan usaha ternak sapi yang terdapat di Desa
Borongtala, Kecamatan Tamalatea. Dari hasil dan pembahasan yang telah
dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penjualan berdasarkan musim
yang tertinggi berada pada hari Raya Idul Adha di mana berada pada interval 3-4
ekor dengan persentase 46,7%. Sedangkan berdasarkan harga jual untuk sapi
jantan yang tertinggi berada pada interval harga 1.250.000-1.500.000/ekor dengan
persentase 55% dan harga jual untuk sapi betina berada pada interval
750.000-1.0000/ekor dengan persentase 36,6 %.15
14 Https://skripsi.wordpress.com/di akses 8 Januari 2017.Yitna Yuono, Transaksi Jual Beli Hewan Ternak melalui Makelar Ditinjau dari Hukum Islam (Studi Kasus di Pasar Hewan Muntilan Kabupaten Magelang 2016), Skripsi, (Fakultas Syari’ah, Jurusan S1-Hukum Ekonomi Syari’ah (HES) Institut Agama Islam Negeri (Iain) Salatiga, 2016).
15
Http://www. skripsi. file.upi.edu.data.go.id/file/diakses pada tanggal 9 Januari 2017.Irwanto Suyono,
Analisis Penjualan Ternak Kambing Berdasarkan Musim dan Harga Jual di Desa Borongtala Kecamatan Tamalatea Kabupaten Jeneponto, Skripsi, (Fakultas Peternakan, Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar 2015).
Skripsi yang ditulis oleh Muhammad Farid Amilatuz Zahroh, yang
berjudul Analisis Penerapan Etika Bisnis Islam dalam Perdagangan Sapi di
Pasar Hewan Pasirian, di dalamnya menjelaskan tentang perdagangan atau jual beli adalah salah satu kegiatan bisnis yang menyebabkan terjadinya transaksi
antara penjual dan pembeli mengenai suatu obyek atau barang tertentu. Islam
sebagai agama yang sempurna mengajarkan bagaimana cara bertransaksi yang
benar, aturan tersebut dikenal dengan etika bisnis Islam. Hal ini menyebabkan
permasalahan tersendiri terutama berkaitan dengan transaksi jual beli yang
dilakukan oleh masyarakat, ada beberapa faktor menurut penulis yang menjadi
penyebab masyarakat tidak melaksanakan praktik jual beli sesuai dengan syariat
Islam, salah satunya adalah faktor edukasi, budaya, perilaku dan tata nilai berlaku
pada masyarakat.16
1.6. Metode Penelitian
1.6.1. Pendekatan dan jenis penelitian
Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) yaitu suatu
penelitian yang dilakukan dalam kehidupan objek yang sebenarnya, namun dalam
pelaksanaannya juga akan diperkuat oleh data-data dokumen atau kepustakaan.17
Dari segi pendekatan yang digunakan penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan
16 Https://skripsi.wordpress.com/di akses 14 Januari 2017Muhammad Farid Amilatuz Zahroh, Analisis Penerapan Etika Bisnis Islam dalam Perdagangan Sapi di Pasar Hewan Pasirian,
Skripsi, (Fakultas Syari’ah, Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah, Institut Agama Islam Syarifuddin
Lumajang, 2013).
17
Metode kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Lihat: Lexy J. Moleong,
pendekatan induktif atau proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada
metode yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia.18
Kajian lapangan dilaksanakan untuk mendapatkan informasi tentang
mekanisme penetapan harga jual beli sapi di Pasar Sibreh Aceh Besar, sedangkan
studi kepustakaan digunakan sebagai data pendukung yang mungkin ditemukan
dari data-data dokumen dan buku-buku tentang teori yang dikembangkan oleh
para ahli dan sumber lainnya. Dari data dokumen ini diharapkan akan ditemukan
sebuah pijakan awal tentang gambaran umum landasan teoritis dan aplikasi
tentang mekanisme penetapan harga jual beli sapi di Pasar Sibreh Aceh Besar.
Dari jenis penelitian ini diharapkan akan dapat ditemukan sebuah kesimpulan
yang valid.
1.6.2. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat yang dijadikan sebagai lokasi penelitian,
maka peneliti mengambil tempat di Pasar Hewan Sibreh Aceh Besar. Alasan
penulis membatasi hanya di Pasar Hewan Sibreh ini, dikarenakan tempat jual beli
hewan sapi dan mudah dijangkau.
1.6.3. Subjek Penelitian
Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah 8 orang yaitu adalah lima
orang penjual sapi dan tiga orang pembeli sapi. Dari 8 orang yang dijadikan
sebagai subjek penelitian, kemudian diwawancara sesuai dengan melakukan
penjualan dan pembelian sapi.
1.6.4. Teknik pengumpulan data
18
Deskriptif adalah penelitian yang dimaksud untuk menyelidiki keadaan, kondisi, situasi peristiwa, kegiatan dan lain-lain yang hasilnya digunakan dalam bentuk laporan penelitian. Lihat: Juliansyah Noor, Metode Penelitian Skripsi, Tesis, Desertasi dan Karya Ilmiah, (Jakarta: Kencana, 2011), hal. 34.
Untuk memperoleh data yang dikumpulkan maka menggunakan teknik
pengumpulan data yaitu:
a. Wawancara
Wawancara adalah salah satu teknik pengumpulan data/informasi yang
dilakukan dengan cara mengadakan tanya jawab secara langsung.19
Wawancara ini dilakukan secara langsung bertatap muka dan
berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan.
Pengumpulan data melalui wawancara dalam penelitian ini dilakukan
secara langsung dengan lima orang penjual sapi dan tiga orang pembeli
sapi.
b. Observasi
Menurut Rusdi Pohan obsevasi atau pengamatan adalah suatu teknik
yang dilakukan dengan cara pengamatan langsung atau melihat dengan
penuh perhatian.20 Teknik observasi ini dilakukan dengan cara
pengamatan langsung ke lokasi penelitian untuk melihat secara
langsung kegiatan penjualan dan pembeli sapi.
c. Dokumentasi
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata dokumentasi adalah suatu teknik
pengumpulan data dan menganalisis dokumen-dokumen, baik
dokumen tertulis, gambar maupun elektronik.21 Teknik ini dilakukan
dengan mengumpulkan data-data tertulis seperti buku-buku, majalah,
19
Nasution, Metode Reseacrh (Bandung: Jummara ,1982), hal. 35.
20 Rusdi Pohan, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Banda Aceh: Ar-Rijal Institute, 2007), hal. 45.
21 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hal. 221.
dokumen. Dokumentasi dalam penelitian ini berupa data yang
menyangkut data tentang gambaran umum Pasar Hewan Sibreh Aceh
Besar dan masalah harga jual sapi dan harga beli sapi.
1.6.5. Teknik analisis data
Adapun teknik analisa data dalam penelitian ini adalah teknik yang
bersifat deskriftif analisis yaitu penyelidikan serta pemecahan masalah yang ada
dari data-data yang diperoleh dengan menganalisanya secara objektif, lalu
mengolah data yang diperoleh, dengan cara mendeskripsikan hasil wawancara
setiap responden, kemudian membandingkan antara hasil wawancara yang satu
dengan wawancara yang lainnya. Selanjutnya data-data tersebut dianalisis untuk
menarik seluruh kesimpulan.
Data yang terkumpul pada penelitian adalah data kualitatif, sehingga
teknik analisisnya sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sogiyono yaitu
dilakukan secara interaksi, yang dapat dijelaskan dengan menggunakan
langkah-langkah sebagi berikut:22
a. Reduksi data
Mereduksi adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting karena data yang diperoleh dari lapangan
jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci,
dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang
lebih jelas, dan mempermudah penelitian untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.
Analisis yang dikerjakan peneliti dalam proses reduksi data ini adalah
melakukan pemerikasaan dan pemilihan dan merangkum terhadap data-data yang
diperoleh dari hasil observasi, wawancara dengan responden, dan dokumentasi.
Tujuan melakukan proses reduksi adalah untuk penghalusan data. Proses
penghalusan data adalah seperti perbaikan kalimat dan kata-kata yang tidak jelas,
memberikan keterangan tambahan, membuang kata-kata yang tidak penting,
termasuk juga menterjemahkan ungkapan setempat kebahasa Indonesia yang baik
dan benar. Mengenai reduksi data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu
mekanisme penetapan harga jual beli sapi di Pasar Sibreh Aceh Besar.
b. Penyajian data
Penyajian data yaitu penulis merangkumkan hal-hal pokok dan kemudian
penulis menyusun dalam bentuk diskripsi yang naratif dan sistematik, sehingga
dapat memudahkan untuk mencari tema sentral tentang mekanisme penetapan
harga jual beli sapi di Pasar Sibreh Aceh Besar sesuai dengan fokus atau rumusan
unsur-unsur yang dievaluasi serta memperoleh makna. Kegiatan inipun
mempermudah penulis dalam melihat gambaran unsur-unsur yang dievaluasi
secara menyeluruh.
c. Penarikan Kesimpulan
Langkah ketiga yang dilakukan adalah penarikan kesimpulan. Setelah data
dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi dianalisis dan menghasilkan
data yang valid, maka hasil dari observasi, wawancara dan dokumentasi,
kesimpulan tentang mekanisme penetapan harga jual beli sapi di Pasar Sibreh
Aceh Besar.
1.7. Sistematis Pembahasan
Penulisan ini akan menguraikan tentang mekanisme penetapan harga jual
beli sapi di Pasar Sibreh Aceh Besar yang secara keseluruhan terdiri dari empat
bab, di mana masing-masing pembahasan penulis atur dalam bab dan sub-sub
seperti:
Bab pertama merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, penjelasan istilah, kajian pustaka dan
sistematika pembahasan.
Bab kedua, menguraikan tentang gambaran umum konsep harga dalam
Islam, yang berisi dari gambaran umum tentang harga dalam Islam, mekanisme
penetapan harga dalam Islam, pendapat ulama terhadap harga yang adil dan
penetapan harga pada binatang ternak.
Bab tiga inti pembahasan yang mengurai tentang batasan gharar dalam
transaksi jual beli dan sistem penetapan harga sapi di Pasar Sibreh Aceh Besar,
serta mekanisme penetapan harga tersebut mengandung unsyr gharar atau tidak.
Bab keempat merupakan penutup dari semua rangkaian penulisan skripsi
yang di dalamnya berisi kesimpulan dan berupa dan saran-saran, serta daftar
BAB II
KONSEP HARGA DALAM ISLAM
2.1. Gambaran Umum Tentang Harga dalam Islam
Secara etimologi harga berasal dari bahasa Arab tsaman, sedangkan
bahasa Inggris price yang berarti selalu dihubungkan dengan besarnya jumlah
uang yang mesti dibayar sebagai nilai beli pengganti tehadap barang dan jasa.23
Sementara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia harga adalah nilai barang
yang ditentukan atau dirupakan dengan uang.24
Sedangkan secara terminologi harga adalah nilai barang yang dipersetujui
untuk ditukar oleh pihak-pihak yang melakukan transaksi, biasanya dengan pihak
penilaian menggunakan uang, dapat artikan sebagai kawasan tempat pembeli dan
penjual berhubungan rapat secara langsung atau tidak langsung dan harga di suatu
tempat mempengaruhi harga di tempat lain.25
Menurut al-Zuhaili harga adalah jumlah nilai barang yang ditentukan atau
dirupakan dengan uang, yakni jumlah uang atau alat tukar lain yang senilai, yang
harus dibayarkan untuk produk atau jasa pada waktu tertentu dan di pasar
tertentu.26 Syafe’i mengatatakan bahwa harga hanya terjadi pada akad, baik lebih
sedikit, lebih besar atau sama dengan nilai barang. Biasanya harga dijadikan
penukar barang yang diridhai oleh kedua pihak yang berakad.27 Jadi harga adalah
23
Ahmad Warson Munawir, Kamus al-Munawwir (Arab Indonesia), (Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1990), hal. 174.
24
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hal. 446.
25 Kotler, Manajemen Pemasaran..., hal. 139.
26
Wahbah Az-Zuhaili, Fikih Islam, Terj. Abdul Hayyie al-Kattani, (Jakarta: Darul Fikih, 2011), hal. 34.
suatukesepakatan mengenai transaksi jual beli barang atau jasa dan kesepakatann
tersebut diridai oleh kedua belah pihak.
Harga ditentukan oleh permintaan produk/jasa oleh para pembeli dan
pemasaran produk/jasa dari para pengusaha/pedagang, jadi harga-harga ditentukan
oleh permintaan pasar dan penawaran pasar yang membentuk suatu titik
keseimbangan. Titik keseimbangan itu merupakan kesepakatan antara pembeli
dan penjual yang mana para pembeli memberik an ridha dan para penjual juga
memberikan ridha. Jadi para pembeli dan penjual masing-masing saling meridhai.
Titik keseimbangan itulah dinamakan dengan harga.28
Sedangkan dalam konsep Islam harga adalah nilai barang yang ditentukan
dengan alat tukar yang bernilai dalam bentuk uang untuk memperoleh suatu
produk barang melalui akad mengalihkan hak milik.29 Mengenai hal tersebut
harga dapat dikenal dua istilah yang berbeda yaitu.
1. Ats-tsaman (patokan harga suatu barang) dalam mencari keuntungan
dalam bisnis pada prinsipnya merupakan suatu perkara yang jaiz
(boleh) dan dibenarkan syara’. Adapun syarat as-tsaman yaitu:
a. Harga yang disepakati kedua belah pihak jelas jumlahnya.
b. Dapat diserahkan pada waktu akad (transaksi), sekalipun secara
hukum, seperti pembayaran dengan cek dan kartu kredit. Apabila
barang itu dibayar kemudian (berhutang), maka waktu
pembayarannya pun harus jelas waktunya.
28 Muhammad Birusman Nuryadin, harga dalam Perspektif Islam, Jurnal Mazahib, Vol. IV. No. 1 Juni 2007, hal. 94.
c. Apabila jual beli itu dilakukan secara barter, maka barang yang
dijadikan nilai tukar, bukan barang yang diharamkan syara’ seperti
babi dan khamar, karena kedua jenis benda itu tidak benilai dalam
pandangan syarat’.30
2. Ats-si’r (harga yang berlaku secara aktual di pasar) para ulama fiqih
membagi ats-si’r menjadi dua macam yaitu harga yang berlaku secara
alami, tanpa campur tangan pemerintah, dan harga suatu komoditas
yang ditetapkan pemerintah setelah mempertimbangkan modal dan
keuntungan wajar bagi pedagang ataupun produsen serta melihat
keadaan ekonomi riil dan daya beli masyarakat. 31
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa harga adalah sesuatu
bagi konsumen dan sesuatu bagi penjual. Bagi konsumen, ini merupakan biaya
atas sesuatu. Bagi penjual, harga adalah pendapatan, sumber utama dari
keuntungan. Harga juga diartikan sejumlah kompensasi (uang maupun barang,
kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi barang
atau jasa. Harga juga sering disebut suatu nilai yang harus di keluarkan oleh
pembeli untuk mendapatkan suatu barang maupun jasa.
2.2 Mekanisme Penetapan Harga dalam Islam
Menurut Akhmad Mujahidin bahwa pada masa kepemimpinan Rasulullah
Saw. Rasulullah Saw tidak mau menetapkan harga. Hal demikian menunjukkan
bahwa penetapan harga diserahkan kepada mekanisme pasar yang alamiah. Hal ini
dilakukan ketika pasar dalam keadaan normal, akan tetapi apabila tidak dalam
30
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h. 124-125.
31
keadaan sehat, yakni terjadi kezaliman seperti adanya kasus penimbunan, riba dan
penipuan, maka pemerintah hendaknya dapat bertindak untuk menentukan harga
pada tingkat yang adil, sehingga dari penetapan tersebut tidak adanya pihak yang
dirugikan, dengan demikian, pemerintah hanya memiliki wewenang untuk
menetapkan harga, apabila terjadi praktik kezaliman di pasar, namun, dalam
kondisi normal, harga diserahkan pada kesepakatan antara pembeli dan penjual.32
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, penetapan adalah perbuatan, hal,
menetapkan, penentuan, pengangkatan jabatan, pelaksanaan janji kewajiban dan
keputusan.33 Jadi mekanisme harga adalah proses yang berjalan atas dasar gaya
tarik-menarik antara konsumen dan produsen baik dari pasar output (barang)
ataupun input (faktor-faktor produksi).34
Menurut Hanbal bahwa mekanisme dalam penetapan harga tidak terlepas
dari mekanisme pasar, Hambal mengatakan peningkatan dan penurunan produksi
dalam kaitannya dengan perubahan harga, pemahamannya saat itu bahwa bila
tersedia sedikit barang maka harga akan mahal dan demikian sebaliknya. 35
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa mekanisme penetapan
harga adalah suatu cara pertimbangan yang digunakan untuk menentukan
bagaimana suatu produk atau barang yang dijual dapat dilaku di pasaran setelah
adanya intraksi permintaan dan penawaran dalam menentukan harga yaitu:36
1. Permintaan
32 Akhmad Mujahidin, Ekonomi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 172.
33
Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hal. 137.
34
Djumali, Indro, Jullie J. Sondakh, Lidia Mawikere, Perhitungan Harga Pokok Produksi Menggunakan Metode Variabel Costing dalam Proses Penentuan Harga Jual pada PT. Sari Malalugis Bitung, Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, Vol. 14. No. 2, Desember 2014, hal. 20.
35
Rahmat Syafi’i, Fiqih Muamalah..., hal. 94.
36
Permintaan adalah keinginan konsumen membeli suatu barang pada
berbagai tingkat harga selama periode waktu tertentu. Permintaan harus
mengandung unsur, apa yang diminta, jumlah yang diminta, harga per unit
barang, daya beli rumah tangga, periode permintaan. Jadi permintaan
terjadi karena dipengaruhi beberapa faktor yaitu (1) harga barang yang
diminta, (2) tingkat pendapatan, (3) jumlah penduduk, (4) selera dan
estimasi di masa yang akan datang dan (5) harga barang lain atau subtitusi.
Sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah Swt surat tentang
al-Maidah ayat 87-88 yaitu:
Artinya: 87 Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. 88 Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa penetapan harga menjadi
kesepakatan bersama bahwa tinggi rendahnya permintaan terhadap barang
komoditas ditentukan oleh harga barang yang bersangkutan, seperti apabila
tersedia sedikit barang, maka harga akan mahal dan bila tersedia banyak barang
maka harga akan murah, bila harga suatu barang naik, maka permintaan barang
tersebut akan turun, sebaliknya bila harga barang tersebut turun maka permintaan
hubungan antara permintaan dengan harga sebab barang yang tersedia pada
produsen tidak dapat memenuhi semua permintaan tersebut sehingga untuk
membatasi jumlah pembelian produsen akan menaikkan harga jual jumlah produk
tersebut dan penjual akan berusaha menggunakan kesempatan tersebut untuk
meningkatkan dan memperbesar keuntungannya dengan cara menaikkan harga
jual produknya.37
Sebaliknya, manakala pada suatu pasar permintaan suatu produk relatif
sedikit, maka yang terjadi adalah harga turun. Keadaan ini dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Barang tersedia pada produsen / penjual relatif sangat banyak sehingga
manakala jumlah permintaan sedikit produsen akan berusaha menjual
produknya sebanyak mungkin dengan cara menurunkan harga jual
produknya,
b. produsen / penjual hanya akan meningkatkan keuntungannya dari
volume penjualan.38
Menurut Muchtar bahwa mengurangi keuntungan dengan menjual pada
harga yang lebih murah akan meningkatkan volume penjualan dan ini pada
gilirannya akan meningkatkan keuntungan.39
2. Penawaran
Penawaran adalah gabungan seluruh jumlah barang yang ditawarkan oleh
penjual pada pasar tertentu, periode tertentu dan pada berbagai macam tingkat
37
Wahbah al-Zuhaili, Fiqih Islam..., hal. 42.
38
Kamal Muchtar, Ushul Fiqh, 2 Jilid, (Jakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995), hal. 30.
39
Monzer Kahf, Ekonomi Islam : Telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam, Terj. Machnun Hussein, (Jakarta : Pustaka Pelajar, 1995), hal. 29.
harga tertentu.40 Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi dalam menawarkan
produknya adalah: (1) harga barang itu sendiri. (2) Harga barang-barang lain. (3)
ongkos dan biaya produksi. (4) Tujuan produksi dari perusahaan dan (5)
Teknologi yang digunakan. Bila beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat
penawaran tersebut dianggap tetap selain harga barang itu sendiri, maka
penawaran hanya ditentukan oleh harga. Hal ini berarti besar kecilnya perubahan
penawaran ditentukan oleh besar kecilnya perubahan harga.41 Dalam kondisi ini,
berlaku perbandingan garis lurus antara harga terhadap penawaran. Sebagaimana
yang terdapat dalam firman Allah surat Luqman ayat 20 yaitu :
Artinya: Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab yang memberi penerangan.
Berdasarkan ayat di atas dapat disimpulkan bahwa Allah-lah yang
menundukkan untuk mereka semua yang di alam ini, sehingga mereka dapat
mengambil manfaat dari padanya. Dialah yang menjadikan matahari bersinar,
sehingga siang menjadi terang benderang, maka dapatlah manusia berusaha, dan
sinar matahari itu dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan yang akan menjadi
40
Ibn Khaldun, Muqddimah, Terj. Ahmadi Toha, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1986), hal. 45.
41
Hamzah Ya'qub, Kode Etika Dagang Menurut Islam, Pola Pembinaan Hidup dalam Berekonomi, (Bandung: GV. Diponegoro, 2000), hal. 18.
bahan makanan bagi manusia. Bulan dan bintang dijadikannya bercahaya, yang
dapat menerangi malam yang gelap dan menjadi petunjuk bagi kapal yang
mengarungi lautan. Diturunkannya hujan yang membasahi bumi dan
menyuburkan tumbuh-tumbuhan dan airnya untuk minuman manusia dan
binatang, dan sebagian air itu disimpan dalam tanah sebagai persiapan musim
kemarau. Dia menjadikan aneka ragam barang tambang dan gas alam, listrik dan
sebagainya, yang semuanya itu dapat diambil manfaatnya oleh manusia.42
Dengan demikian Hukum penawaran adalah suatu pernyataan yang
menjelaskan tentang sifat hubungan antara harga sesuatu barang dan jumlah
barang tersebut yang ditawarkan para penjual. Dalam hukum ini dinyatakan
bagaimana keinginan para penjual untuk menawarkan barangnya apabila harganya
tinggi dan bagaimana pula keinginan untuk menawarkan barangnya tersebut
apabila harganya rendah.43 Hukum penawaran menyatakan perbandingan harus
antara harga terhadap jumlah barang yang ditawarkan, yaitu apabila harga naik,
maka penawaran akan meningkat, sebaliknya apabila harga turun penawaran akan
turun.
Penawaran tersebut menunjukkan adanya hubungan antara penawaran
dengan harga, jika jumlah barang yang ditawarkan sangat banyak, maka harga
barang tersebut cenderung turun. Sebaliknya, bila jumlah penawaran barang
tersebut relatif sedikit, maka harga barang akan cenderung naik, jika pada suatu
pasar terdapat penawaran suatu produk yang relatif sangat banyak, maka barang
yang tersedia di pasar dapat memenuhi semua permintaan, sehingga untuk
42
Ibn Khaldun, Muqddimah..., hal. 47.
43
Ikhwan Hamdani, Sistem Pasar dan Pengawasan Ekonomi (Islam) dalam Perspektif Ekonomi Islam, (Jakarta: Nur Insani, 2003), hal. 20.
mempercepat penjualan produsen akan menurunkan harga jual produk tersebut
dan penjual akan berusaha untuk meningkatkan dan memperbesar keuntungan
dengan cara secepat mungkin dengan memperbanyak jumlah penjualan
produknya. 44
Sebaliknya, jika suatu pasar terjadi penawaran suatu produk yang relatif
sedikit, maka yang terjadi adalah harga akan naik. Keadaan ini dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Barang yang tersedia pada produsen relatif sedikit sehingga manakala
jumlah permintaan stabil, maka produsen akan berusaha menjual
produknya dengan menaikkan harga jualnya,
b. Produsen / penjual hanya akan meningkatkan keuntungannya dari
menaikkan harga. 45
C. Pendapat Ulama terhadap Harga yang Adil
Secara umum harga yang adil adalah harga yang tidak menimbulkan
eksploitasi atau penindasan (kezaliman) sehingga merugikan salah satu pihak dan
menguntungkan pihak yang lain. Harga harus mencerminkan manfaat bagi
pembeli dan penjualnya secara adil, yaitu penjual memperoleh keuntungan yang
normal dan pembeli memperoleh manfaat yang setara dengan harga yang
dibayarkan.46
Harga yang adil dalam istilah disebut dengan qimah al-adl (harga yang
adil) istilah ini banyak digunakan oleh para hakim yang telah mengkondifikasikan
hukum Islam tentang transaksi bisnis dalam obyek barang cacat dijual, perebutan
44
Wahbah al-Zuhaili, Fiqih Islam..., hal. 45.
45
Kamal Muchtar, Ushul Fiqh..., hal. 35.
46
kekuasaan, memaksa penimbun barang untuk menjual barang timbunannya,
membuang jaminan atas harta milik dan sebagainya.47
Harga yang adil adalah harga yang dibayar untuk objek yang sama yang
diberikan pada waktu dan tempat diserahkan. Harga yang adil sering disebut
dengan harga yang setara. Adanya suatu harga yang adil telah menjadi pegangan
yang mendasar dalam transaksi yang Islami. Pada prinsipnya transaksi bisnis
harus dilakukan pada harga yang adil, sebab ia adalah cermin dari komitmen
Syariat Islam terhadap keadilan menyeluruh. Pasar yang bersaing sempurna dapat
menghasilkan harga yang adil bagi penjual maupun pembeli. Karenanya jika
mekanisme pasar terganggu, maka harga yang adil tidak akan tercapai. Demikian
pula sebaliknya harga yang adil akan mendorong para pelaku pasar untuk bersaing
dengan serpurna. Jika harga tidak adil, maka pelaku pasar enggan untuk
bertransaksi atau terpaksa tetap bertransaksi dengan menderita kerugian. Oleh
karena itu, Islam sangat memperhatikan tentang konsep-konsep harga yang adil
dan mekanisme pasar yang sempurna. Untuk solusi untuk ketidak sempurnaan
pasar, maka Islam melarang melakukan perbuatan seperti penimbunan, penipuan.
Sehingga menyebabkan terjadinya pasar.48
Islam memberi kebebasan kepada pemeluknya untuk menentukan harga
jual, karena itu, penetapan harga jual dalam Islam biasanya diserahkan kepada
kesepakatan antara penjual dan pembeli. Tidak ada batasan tertentu dalam
pengambilan keuntungan dalamharga. Karena ayat-ayat dan hadist-hadist tentang
jual beli tidak menjelaskan tentang batasan-batasan tertentu tentang seberapa
47
Buchary Alman, Ajaran Islam dalam Bisnis, (Bandung: Alfabeta, 1993), hal. 49.
besarjumlah prosentase yang diambil, dalam hal penetapan harga jual.Semuanya
ditentukan oleh hasil usahanya sendiri. Sebagaimana yang terdapat dalam firman
Allah Swt surah An-Najm ayat 39 yaitu:
Artinya: Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.
Sebagaimana yang Rasulullah Saw bersabda bahwa sesungguhnya jual
beli itu hanya sah jika suka sama suka (HR. Ibnu Majah).49 Juga terdapat dalam
firman Allah Swt surat Annisa’ ayat 29 yaitu:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu, dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
Ayat di atas menjelaskan bahwa penetapan harga jual dalam Islam
biasanya diserahkan kepada kesepakatan antara penjual dan pembeli. Kesepakatan
jual beli yang baik adalah berdasarkan atas suka sama suka dan dalam
pengambilan keuntungan harus diperhatikan beberapa hal yaitu (a) Allah Swt
mencintai seorang muslim yang pemurah. (b) Tidak diperbolehkan melebihkan
keuntungan yang bisa membahayakan orang lain. (c) Tidak ada unsur penipuan
dalam pengambilan keuntungan.
49 Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Hadist Shahih Sunan Ibnu Majah, (Jakarta: Pustaka Azzam, 1990), hal. 198.
Penetapan harga adalah hak pihak yang bertransaksi maka kepadanya
diserahkan fluktuasinya, karenanya, imam atau penguasa tidak layak untuk
mencampuri haknya kecuali jika terkait dengan keadaan bahaya terhadap
masyarakat umum. Sebagaimana yang dikatakan oleh Hambali bahwa penguasa
tidak berhak untuk menetapkan harga, biarkan masyarakat menjual dagangan
mereka sebagaimana yang mereka inginkan. Bahkan penetapan tersebut dikatakan
sebagai tindakan zhalim. Hal ini mengingat, bahwa masyarakat itu sebagai pihak
yang menguasai harta mereka, dan penetapan harga merupakan belenggu terhadap
mereka. Penguasa memang diperintahkan untuk melindungi maslahat umat Islam
namun tidaklah pandangannya pada kemaslahatatan pembeli dengan memurahkan
harga itu lebih utama dibandingkan pandangannya pada kemaslahatan penjual
dengan menaikkan harga.50
Menurut Imam Malik bahwa penguasa berhak menetapkan harga.
Penetapan harga pada masyarakat itu boleh dilakukan jika dikhawatirkan pelaku
pasar akan menafsirkan ketaatan kaum muslimin kepada mekanisme pasar dengan
penafsiran yang negatif atau disalah gunakan.51
Menurut Imam Syafi’i penetapan harga adalah suatu kezaliman yaitu
penguasa memerintahkah para penghuni pasar agar tidak menjual barang-barang
mereka kecuali dengan harga yang sekian, kemudian melarang mereka untuk
menambah ataupun mengurangi harga tersebut. Alasannya bahwa manusia
dikuasakan atas harta mereka sedangkan pematokan harga adalah pemaksaan
50
Kamal Muchtar, Ushul Fiqh..., hal. 39. 51Rahmat Syafi’i,
terhadap mereka. Padahal seorang imam diperintahkan untuk memelihara
kemaslahatan umat Islam. Pertimbangannya kepada kepentingan pembeli dengan
menurunkan harga tidak lebih berhak dari pertimbangan kepada kepentingan
penjual dengan pemenuhan harga.52
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa jamhur ulama
bersepakat bahwa tidak memperbolehkan penetapan harga kepada siapapun.
Namun yang benar adalah bahwa penetapan harga itu dibolehkan, karena Islam
menjunjung tinggi mekanisme pasar bebas, maka hanya dalam kondisi tertentu
saja pemerintah dapat melakukan kebijakan penetapan harga. Prinsip dari
kebijakan ini adalah mengupayakan harga yang adil, harga yang normal atau
sesuai harga pasar. Dalam penjualan Islami, baik yang bersifat barang maupun
jasa, terdapat norma, etika agama dan perikemanusiaan yang menjadi landasan
pokok bagi pasar Islam yang bersih, yaitu: (1) Menjual atau memperdagangkan
barang-barang yang dihalalkan dan sesuai dalam ketentuan agama. (2) Bersikap
benar, amanah dan jujur. (3) Menegakkan keadilan (4) Menerapkan kasih sayang.
(5) Menegakkan toleransi dan keadilan.53
Oleh karena itu ajaran Islam memberikan perhatian yang besar terhadap
kesempurnaan mekanisme penetapan harga. Mekanisme penetapan harga yang
sempurna merupakan resultan dari kekuatan yang bersifat massal, yaitu
merupakan fenomenal alamiyah. Penetapan harga yang bersaing sempurna
52
Wahbah al-Zuhaili, Fiqih Islam..., hal. 52.
53
menghasilkan harga yang adil bagi penjual maupun pembeli. Sebab Islam sangat
memperhatikan konsep harga yang adil dan mekanisme pasar yang sempurna. 54
Penetapan harga yang adil akan mendorong para pelaku pasar untuk
bersaing dengan sempurna. Oleh karena itu, Islam sangat memperhatikan tentang
konsep-konsep harga yang adil dan mekanisme pasar yang sempurna. Untuk
solusi untuk ketidak sempurnakan pasar, maka Islam melarang melakukan
perbuatan seperti penimbunan, penipuan. Sehingga menyebabkan terjadinya pasar
gelap dan Islam memberi kebebasan kepada pemeluknya untuk menentukan harga
jual, karena itu, penetapan harga jual dalam Islam biasanya diserahkan kepada
kesepakatan antara penjual dan pembeli. Tidak ada batasan tertentu dalam
pengambilan keuntungan dalam harga.
D. Penetapan Harga pada Binatang Ternak
Binatang ternak adalah hewan yang dengan sengaja dipelihara sebagai
sumber pangan, sumber bahan baku industri, atau sebagai pembantu pekerjaan
manusia. Usaha pemeliharaan ternak disebut sebagai peternakan dan merupakan
bagian dari kegiatan pertanian. Menurut Suprayitno bahwa binatang ternak adalah
jenis binatang yang paling banyak dikenal dan dipelihara masyarakat, karena
menghasilkan produk makanan bergizi sebagai sumber protein hewani yang
disukai dan terjangkau.55 Menurut Kotler, menyatakan bahwa ada enam tujuan
usaha yang utama memungkinkan perusahaan melalui penetapan harga yaitu
bertahan hidup, memaksimalkan laba jangka pendek, memaksimalkan pendapatan
jangka penjang, pertumbuhan penjualan maksimum, penyaring pasar secara
54
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam..., hal. 58..
55
Suprayitno Eko, Ekonomi Islam: Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional,
maksimal, dan unggul dalam mutu produk.56 Jadi hewan ternak adalah hewan
yang dipelihara oleh manusia untuk dijadikan sebagai mata pencahariaan
sehari-harinya.
Tinggi rendahnya nilai kerbau tergantung pada mutu kerbau menurut
penilaian yang berlaku umum dan tampaknya sudah dipakai turun temurun sejak
zaman nenek moyang. Penilaian ini juga berlaku bagi para pedagang kerbau saat
ini dalam menentukan harga. Sebagaimana yang dikatakan oleh Saleh bahwa
penentuan harga jual menurut para pedagang berdasarkan karakteristik yang
paling dominan yaitu letak pusaran bulu, postur tubuh kerbau dan model tanduk.57
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa penentuan harga
jual ternak didapatkan lima karakteristik kerbau yaitu letak pusaran bulu, tanduk,
dan postur tubuh, ekor, dan kondisi fisik Dengan demikian harga jual ternak
banyak mengadakan pendekatan dan menjadikan tujuan penawaran sebagai tolak
ukur dalam menetapkan harga jual, serta mempertimbangkan faktor-faktor yang
pengaruhnya sangat kuat terhadap keberadaan suatu produk di pasar.58
Menurut Yulius bahwa berdasarkan tingkatan nilainya / warna binatang
ternak dalam menentukan harga dibagi dalam tiga jenis yaitu (1) Hitam biasa
harganya berkisar 10-20 juta, (2) Balian /kerbau aduan harganya berkisar 20-50
juta, (3) Belang/Bonga warnanya setengah albino yang sangat mahal harganya
56
Kotler, Manajemen Pemasaran..., hal. 52.
57
Shobirin, Jual Beli dalam Pandangan Islam, Jurnal Bisnis dan Manajemen Islam, Vol. 3 No.2. Desember 2015, hal. 48.
58
bisa mencapai 100 juta rupiah per ekor, rupanya besar kekar seperti banteng
namun memiliki belang seperti sapi dan berbulu.59
Selain ukurannya, bentuk tanduk juga mempunyai arti penting dalam
memberi nilai pada ternak. Orang membedakan bentuk tanduk sebagai berikut:
1. Tanduk tarangga yaitu tanduk yang ke luar dan membentuk setengah
lingkaran. Jenis ini untuk ternak jantan, jenis ini sangat kuat,
2. Tanduk pampang yaitu tanduk yang ke luar melebar dan cenderung
panjang. Tanduk jenis ini biasanya terbentuk dari ternak balian.
Ternak yang buah pelernya sengaja dilepas untuk memperindah
tanduk.
3. Tanduk soko yaitu tanduk yang arahnya turun ke bawah dan hampir
bertemu di bawah leher, dengan warna tertentu nilainya menjadi sangat
mahal.
4. Tanduk sikki’ yaitu tanduk yang arahnya hampir sama dengan
tarangga namun cenderung merapat bahkan ujungnya nyaris bertemu,
5. Tekken Langi’ yakni tanduk yang mengarah secara berlawanan arah,
satu ke bawah dan satu ke atas. 60
Selain tanduk, ternak bakalan yang dipilih juga harus memiliki kondisi
fisik yang baik, yakni terlihat sehat, segar, aktif, tidak lesu, dan pertumbuhan
normal (tidak cacat).. Berikut berbagai ciri fisik bakalan sapi yang berkualitas.
59
A. N. Yulius, Penentuan Harga Jual Kerbau Belang Berdasarkan Karakteristik di Pasar Hewan Bolu Kecamatan Tallunglipu Kabupaten Toraja Utara, Skripsi, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar, 2015), hal. 54.
60
Mustafa, Pola Permintaan Ternak Kerbau (Bubalus bubalis) di Ke camatan Sa’dan Kabupaten Toraja Utara, Tesis Program Pasca Sarjana, (Universitas Hasanuddin, Makassar, 2012), hal. 47.