• Tidak ada hasil yang ditemukan

Interferensi Bahasa Bali dan Bahasa Asing dalam Cerita Lisan Bahasa Indonesia Kelas VII Siswa SMP Negeri 10 Denpasar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Interferensi Bahasa Bali dan Bahasa Asing dalam Cerita Lisan Bahasa Indonesia Kelas VII Siswa SMP Negeri 10 Denpasar"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

INTERFERENSI BAHASA BALI DAN BAHASA ASING DALAM

CERITA LISAN BAHASA INDONESIA KELAS VII SISWA SMP

NEGERI 10 DENPASAR

Suindratini, Dewa Ayu Nyoman1, Gosong, I Made2, Rasna, I Wayan3 1,2,3

Program Studi Pendidikan Bahasa, Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja, Indonesia

Email: nyoman.suindratini@pasca.undiksha.ac.id, imadegosong@yahoo.co.id, wayanrasna@ymail.com

ABSTRAK

Penelitian ini menggunakan metode observasi dengan teknik simak, rekam, catat. Hasil penelitian ini menunjukkan 18 siswa tidak menyelipkan bahasa Bali dan bahasa Asing, sedangkan 32 responden terdapat interferensi berkisar satu dan dua buah interferensi dalam satu wacana. Dalam interferensi bahasa Bali terdapat jenis interferensi fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, sedangkan dalam interferensi bahasa asing terdapat interferensi sintaksis dan semantik. Terjadinya interferensi bahasa Bali ke dalam bahasa Indonesia memperlihatkan bahwa interferensi terjadi bukan disengaja oleh siswa dengan maksud untuk mempermudah penyampaian buah pikirannya, tetapi terjadi karena penguasaan sistem bahasa pertama (bahasa Bali) mereka yang lebih tinggi dari kemampuan mereka bertutur dengan bahasa Indonesia. Disimpulkan bahwa interferensi merupakan bagian dari sosiolinguistik akibat adanya penggunaan dua bahasa atau lebih dalam masyarakat tutur yang multilingual.

Kata kunci : Interferensi, bahasa Bali, Bahasa asing, cerita lisan.

ABSTRACT

This study uses the technique of observation, record, record. The results of this study showed 18 students did not slip Balinese language and foreign language, whereas 32 respondents are interference ranges one and two interference in a discourse. In Bali interference there are kind interferences, those are phonology interference, morphology, syntax, and semantics, while the interference of foreign languages are syntactic and semantic. Balinese language interference into the Indonesian language showing that interference is not due to deliberate by students in order to facilitate the delivery of his thoughts, but it is because control systems first language (Balinese) they are higher than their ability recalled the Indonesian language. It was concluded that the interference is part of sociolinguistics that occur due to the use of two or more languages in a multilingual speech community.

Keywords: Interference, the Balinese language, foreign language, oral stories.

PENDAHULUAN

Kedwibahasaan akan menimbulkan adanya interferensi dan integrasi bahasa. Interferensi bahasa yaitu penyimpangan norma kebahasaan yang terjadi dalam

ujaran dwibahasawan karena

keakrabannya terhadap lebih dari satu bahasa, yang disebabkan karena adanya kontak bahasa. Selain kontak bahasa, faktor penyebab timbulnya interferensi menurut Weinrich (dalam Sukardi 1999:4) adalah tidak cukupnya kosakata suatu

bahasa dalam menghadapi kemajuan dan pembaharuan. Selain itu, interferensi bisa terjadi karena menghilangnya kata-kata yang jarang digunakan, meningkatnya kebutuhan akan sinonim, dan prestise bahasa sumber.

Kedwibahasaan peserta tutur dan

tipisnya kesetiaan terhadap bahasa

penerima juga merupakan faktor penyebab

terjadinya interferensi. Masyarakat

Indonesia merupakan masyarakat yang bilingual atau dwibahasa, yaitu masyarakat

(2)

yang menggunakan dua bahasa dalam

berkomunikasi. Masyarakat Indonesia

menguasai bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa daerah masing-masing Proses komunikasi kedua bahasa tersebut kadang digunakan dalam kehidupan sehari-hari secara bersamaan, baik secara lisan maupun tulis. Situasi semacam ini memungkinkan terjadinya kontak bahasa yang saling mempengaruhi. Saling pengaruh itu dapat dilihat pada pemakaian bahasa Indonesia yang disisipi oleh kosa kata bahasa daerah atau sebaliknya.

Dewasa ini, masyarakat sudah mulai mencampur bahasa Indonesia dengan bahasa asing dalam pemakaian bahasa

sehari-hari. Tentu dalam konteks

pembicaraan non-formal alias bahasa gaul, hal ini tidak menjadi suatu masalah yang signifikan. Namun, jika pemakaian bahasa campur aduk ini dibawa ke dalam sebuah

forum formal, misalnya perkuliahan,

ataupun bahasa dalam surat kabar, maka fenomena ini menjadi suatu permasalahan yang cukup serius.

Penyebab utama fenomena ini terjadi adalah kebiasaan bangsa Indonesia

pada umumnya yang mengagungkan

semua hal yang berbau internasional, luar negeri, atau dapat dibilang berbau barat. Dengan kata lain, secara kasar bangsa

Indonesia kurang bangga dengan

bahasanya dan budayanya sendiri.

Pemakaian bahasa dan budaya asing dirasa lebih keren dan dapat diterima dalam pergaulan. Sekali lagi, jika digunakan pada konteks pergaulan sehari-hari hal ini tidak menjadi suatu masalah serius, namun yang disayangkan adalah jika hal ini terjadi pada sebuah forum ilmiah, media massa, kuliah, seminar, dan forum formal lain.

Keterampilan seseorang terhadap

sebuah bahasa bergantung kepada

adanya kesempatan untuk menggunakan bahasa tersebut. Karena itu, wajar kalau bahasa pertama lebih dikuasai daripada bahasa kedua. Apabila kesempatan untuk menggunakan dua bahasa atau lebih sama peluangnya, maka ada kemungkinan penguasaan atas kedua bahasa itu sama baiknya. Dapat juga terjadi keterampilan akan bahasa pertama menjadi berkurang, terutama dalam penguasaan kosa kata,

kalau seseorang dalam waktu yang relatif lama tinggal di lingkungan masyarakat yang menggunakan bahasa lain. Kalau dalam waktu yang relatif lama dia tidak

menggunakan bahasa pertama,

kemampuannya bisa saja berkurang.

Berkurangnya kemampuan tersebut dapat

disebabkan oleh dua hal. Pertama,

kemampuan tersebut akan terkubur di bawah keterampilan berbahasa lain.

Kedua, bahasa pertamanya

berkembang, sementara dia tidak

sempat mengikuti perkembang itu.

Fenomena penguasaan bahasa pertama dan bahasa-bahasa lainnya terjadi dalam setiap bangsa di dunia. Dewasa ini,

berkat perkembangan informasi dan

komunikasi antarbangsa, ada

kecenderungan masyarakat menguasai

dua bahasa, bahkan tiga bahasa

sekaligus.

Fenomena ini terkesan menelanjangi identitas kebangsaan kita. Seakan bahasa Indonesia tidak bisa terlihat lebih baik dibandingkan dengan pemakaian bahasa asing, dalam kasus ini bahasa Inggris. Mungkin dengan adanya tuntutan hidup di era globalisasi, maka masyarakat dituntut pula untuk dapat “bergaul” secara global. Namun pada akhirnya dalam pergaulannya,

masyarakat kehilangan identitas

kebangsaannya: Bahasa Indonesia.

Saat ini mata pelajaran bahasa

Indonesia masih menjadi momok.

Penentuan bahasa Indonesia sebagai

mata pelajaran tersulit bisa dipantau dari hasil UN murni. Nilai rata-rata mata pelajaran bahasa Indonesia paling rendah, yaitu 7,49 dengan nilai tertinggi mencapai 9,90. Masih rendahnya nilai mata pelajaran Bahasa Indonesia. Menurut Mansyur Ramli (2012), karena siswa kurang piawai membaca cepat, sedangkan soalnya sendiri tidak terlalu sulit. Siswa dituntut untuk mendalami makna dan menjawab dengan cepat, sementara banyak kemiripan dalam

pilihan jawaban (http://www.google.com

Nilai rata-rata pelajaran bahasa Indonesia menurut Mansyur Ramli).

Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan tengah menggalang masukan

dari berbagai kalangan, baik dari

universitas maupun asosiasi untuk terus memperbaiki kualitas soal UN. Khusus

(3)

untuk soal bahasa Indonesia, penggalangan itu dilakukan melalui kerja sama dengan universitas negeri dan swasta. Dalam kurun waktu dua tahun

terakhir bahasa Indonesia memiliki nilai

rata-rata terendah dibandingkan dengan

mata pelajaran lainnya. Sebagai

pemicunya, siswa belum terbiasa

membaca. Dia menjelaskan, hampir seluruh soal bahasa Indonesia diawali

dengan bahan bacaan. Kelemahan

kemampuan membaca itu, berpotensi siswa terkecoh saat menentukan pilihan jawaban. Pilihan jawaban bahasa Indonesia hampir mirip.

Adanya interferensi bahasa Bali dan bahasa asing ditemui dalam proses pembelajaran pada siswa Kelas VII SMP Negeri 10 Denpasar. Interferensi ini akibat kurangnya penerapan bahasa Indonesia yang baik dan benar dan kurangnya kosakota bahasa Indonesia siswa yang mengalihkan kosakota dan istilah ke bahasa lain.

Berdasarkan asumsi di atas maka

dalam penelitian ini rumusan

masalahnya sebagai berikut.

1. Bagaimana interferensi bahasa Bali

dalam keterampilan berbicara

bahasa Indonesia siswa Kelas VII SMP Negeri 10 Denpasar?

2. Bagaimana interferensi bahasa

asing dalam keterampilan berbicara bahasa Indonesia siswa Kelas VII SMP Negeri 10 Denpasar?

Seiring dengan rumusuan masalah yang telah dipaparkan, tujuan penelitian interferensi ini adalah sebagai berikut. 1. Untuk mendeskripsikan interferensi

bahasa Bali dalam cerita lisan bahasa Indonesia siswa Kelas VII SMP Negeri 10 Denpasar.

2. Untuk mendeskripsikan interferensi bahasa asing dalam cerita lisan bahasa Indonesia siswa Kelas VII SMP Negeri 10 Denpasar.

Penelitian ini dapat memberikan manfaat baik teoretis maupun praktis. Peluang untuk memperoleh manfaat

teoretis ini peneliti dasarkan atas

pernyataan yang dikemukakan oleh

Gass dan Madden (1985) (dalam

Gosong, 1993:8-10) yang mengatakan,

bahwa keberagaman faktor-faktor di

sekitar masukan sangat perlu untuk

dipertimbangkan. Keberagaman

(multiplicity) masukan tersebut ikut memberikan dukungan terhadap proses yang terlibat di dalam proses belajar

bahasa kedua. Lebih lanjut

dinyatakannya pula, bahwa. Para

peneliti telah berhasil meningkatkan

pemahaman kita tentang hakikat

masukan dan hubungannya dengan pembelajaran. Sementara itu, peneliti-peneliti ini telah berhasil mempertajam

pandangan kita tentang berbagai

pertanyaan dan isu, yang dalam banyak kasus penelitian, hasilnya masih bersifat tentatif.

Dari segi manfaat praktis,

penelitian ini diharapkan dapat

menjangkau manfaat secara sosial dan akademik. Secara sosial, hasil penelitian ini bermanfaat membantu para orang tua di dalam mengambil keputusan sehubungan dengan bahasa apa yang akan mereka gunakan sebagai bahasa sehari-hari di dalam keluarga mereka.

Secara akademik, hasil penelitian ini dapat dikaitkan secara langsung dengan kegiatan belajar-mengajar di kelas, baik yang menyangkut pelajaran bahasa Indonesia itu sendiri, maupun mata pelajaran lainnya. Para guru tentu sadar, bahwa dari setiap penguasaan bahasa, para siswa di kelasnya tentulah bervariasi. Karena bahasa Indonesia merupakan bahasa yang harus digunakan sebagai bahasa pengantar di dalam pendidikan, sebaiknya guru mempertimbangkan tingkat

penguasaan bahasa Indonesia para

siswanya. Dalam mempertimbangkan hal ini, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan. Di samping kaitannya dengan proses belajar-mengajar secara akademik, penelitian ini diharapkan pula dapat merangsang pelaksanaan

penelitian-penelitian sejenis sehingga

hasilnya dapat menyempurnakan

penelitian ini dan penelitian sejenis. METODE PENELITIAN

Penelitian dengan judul Interferensi Bahasa Bali dan Bahasa Asing dalam Cerita Lisan Bahasa Indonesia Siswa SMP Negeri 10 Denpasar dikaji dalam model kualitatif. Desain penelitian kualitatif pada

(4)

umumnya memiliki tiga karakteristik seperti: (a) tidak dinyatakan secara detail, (b) bersifat fleksibel, (c) berkembang sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada di lapangan. Namun demikan, atas dasar empiris, dapat mengidentifikasinya yang dalam beberapa hal yang komponen desain terjadi perubahan di lapangan.

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Dikatakan kualitatatif

karena penelitian ini sesuai dengan

beberapa ciri rancangan kualitatif yakni: (1) latar alamiah, (2) manusia sebagai alat (instrumen), (3) metode kualitatif, (4) analisis data secara induktif, (5) teori dari dasar, dan (6) deskriptif (Moleong, 1996: 4-6). Penelitian ini menggunakan metode observasi. Metode observasi adalah suatu

cara pengumpulan data dengan

mengadakan pengamatan langsung

terhadap suatu objek dalam suatu periode

tertentu dan mengadakan pencatatan

secara sistematis tentang hal-hal tertentu yang diamati. Banyaknya periode observasi yang perlu dilakukan dan panjangnya waktu pada setiap periode observasi tergantung pada jenis data yang dikumpulkan. Apabila

observasi itu akan dilakukan pada sejumlah

orang, dan hasil observasi itu akan

digunakan untuk mengadakan

perbandingan di antara orang-orang

tersebut, maka observasi hendaknya

dilakukan terhadap masing-masing orang dalam situasi yang relatif sama. Yang diobsesrvasi adalah data interferensi bahasa Bali dan bahasa asing dalam cerita lisan bahasa Indonesia siswa Kelas VII SMP Negeri 10 Denpasar. (1) Teknik Simak

Teknik pengumpulan data dalam

penelitian ini meliputi (1) teknik simak, (2)

teknik rekam, dan (3) teknik catat

(Sudaryanto, 1991: 126). Dikatakan simak

karena dilakukan dengan menyimak

penggunaan bahasa dalam keterampilan bercerita. Teknik ini memiliki teknik dasar yang berwujud teknik sadap. Teknik sadap

disebut teknik dasar karena pada

hakikatnya penyimakan diwujudkan dengan penyadapan. Dalam arti, peneliti dalam upaya mendapatkan data dilakukan dengan penyadapan bahasa seseorang atau beberapa orang. Teknik simak dalam penelitian ini berupa simak bebas libat

cakap. Teknik simak bebas libat cakap

maksudnya peneliti hanya berperan

sebagai pengamat dan tidak terlibat dalam proses pertuturan. Teknik ini digunakan untuk menyimak para penutur cerita lisan (Sudaryanto, 1991:127). Penutur itu adalah siswa kelas VII SMP Negeri 10 Denpasar, yang menuturkan cerita lisan. Yang disimak adalah data interferensi bahasa Bali dan bahasa asing.

(2) Teknik Rekam

Setelah dilakukan penyimakan dan ditentukan objek yang diamati, dilakukan perekaman terhadap tuturan dalam wacara cerita lisan yang dilakukan oleh siswa kelas

VII SMP Negeri 10 Denpasar dengan tape

recorder. Hal ini dilakukan untuk memperoleh data sesuai rumusan masalah pertama, kedua, dan ketiga. Yang direkam adalah data interferensi bahasa Bali dan bahasa asing.

(3) Teknik Catat

Setelah perekaman berhasil

dilakukan, teknik selanjutnya adalah teknik

catat. Teknik catat dilakukan untuk

mencatat penggalan tuturan percakapan dalam wacana cerita lisan. Selanjutnya tuturan dicatat pada kartu.

Fokus bahasa yang diteliti adalah

interferensi bahasa asing, bahasa Bali, dan bahasa campuran. Interferensi merupakan salah satu aspek ketergantungan bahasa (language dependency) dalam masyarakat multilingual. Dalam masyarakat multilingual sangat sulit seorang penutur mutlak hanya menggunakan satu bahasa. Yang dicatat adalah data sesuai dengan rumusan masalah interferensi bahasa Bali dan bahasa asing.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Secara umum, dari 50 responden yang menjadi sasaran penelitian,13 orang (6,5%) siswa tidak menyelipkan bahasa Bali dan bahasa asing (interferensi), sedangkan

32 (16%), responden melakukan

interferensi yang berkisar satu dan dua buah interferensi dalam satu wacana. Selanjutnya, sesuai dengan bentuk-bentuk interferensi, di bawah ini disajikan hasil penelitian yang menyangkut: (1) interferensi fonologi, (2) interferensi morfologi, (3)

interferensi sintaksis, dan interferensi

(5)

selengkapnya disajikan dalam bentuk tabel seperti di bawah ini.

Berikut ini akan dibahas temuan-temuan bentuk interferensi bahasa Bali dan bahasa asing dalam pemakaian bahasa Indonesia.

1. Interferensi Bahasa Bali

Kedwibahasaan peserta tutur

merupakan pangkal terjadinya interferensi dan berbagai pengaruh lain dari bahasa sumber, baik dari bahasa daerah maupun bahasa asing. Hal itu disebabkan terjadinya kontak bahasa dalam diri penutur yang dwibahasawan, yang pada akhirnya dapat menimbulkan interferensi.

a. Interferensi Fonologi

Interferensi fonologi bahasa Bali dalam bahasa Indonesia terjadi pula pada bidang diftong pulo ‘pulau’. Dalam hal ini,

kata pulo dalam bahasa Bali berekuivalen

dengan kata “pulau” dalam bahasa

Indonesia yang terdapat diftong [au]. Dalam

kata pulo diakhiri vokal [o] namun dalam

kata “pulau” diakhiri dengan diftong [au]. Oleh sebab itu, kata “pulau” sudah

terinterferensi bahasa Bali menjadi pulo.

 Liburan akhir tahun saya dan

keluarga berwisata ke pulo Jawa (responden nomor 4).

Kalimat itu akan benar jika ditulis dengan:

 Liburan akhir tahun saya dan

keluarga berwisata ke pulau Jawa. b. Interferensi Morfologi

Interferensi morfologi dapat terjadi pada proses pembentukan bentuk dasar bahasa Indonesia dengan pembubuhan afiks bahasa Bali. Proses pembubuhan

afiks tersebut dinamakan afiksasi. Afiks

adalah morfem terikat yang berupa awalan (prefiks), sisipan (infiks), akhiran (sufiks)

dan kombinasi afiks (konfiks) (Agustien dkk,

1999:15). Berikut ini disajikan analisis interferensi morfologi bahasa Bali dalam tuturan bahasa Indonesia yang berupa afiks.

Fungsi gramatikal prefiksN- sebagian

besar membentuk kata kerja aktif baik

transitif maupun intransitif. Prefiks

N-bahasa Bali mempunyai empat alomorf, yaitu n-, m-, ng-, dan ny- (Suwadji, 1986: 9).

Pada penelitian ini ditemukan adanya

pemakaian prefik N- yang merupakan

bentuk nasalisasi bahasa Bali dapat dilihat pada tuturan berikut:

 Setelah berolah raga saya

nyebrang jalan langsung pulang (responden nomor 1).

 Pada saat ulang tahun saya ngatur

teman yang baru datang lalu memberi salam. (responden nomor 1).

 Makanan yang dimasak oleh Ibu

enak sekali dan saya nambah nasi

dan lauk (responden nomor 2).

 Masyarakat pada nunggu hasil

setelah selesai pilkada (responden nomor 2).

Kata nyeberang, nyimpen, ngatur,

nunggu, dan nambah di atas merupakan

kata dasar bahasa Indonesia yang

mendapat awalan N- bahasa Bali. Kata

tersebut dalam bahasa Indonesia adalah

seberang, pikir, atur, tunggu dan tambah.

Bentuk kata tersebut mendapat awalan

bunyi nasal N- bahasa Bali sehingga

berubah menjadi nyebrang, mikir, ngatur,

nunggu dan nambah. Analisis pembentukan

kata dasar bahasa Indonesia yang

mendapat prefiks N- bahasa Bali adalah

sebagai berikut: a. N- menjadi

ny-Bunyi ny- muncul pada kata dasar yang berawalan bunyi s dan c.

Nyebrang = ny- + seberang

Bunyi s di awal kata dasar menjadi luluh. b. N- menjadi

ng-Bunyi ng- muncul pada kata dasar yang berawalan bunyi k, g, vokal, l, r, w y.

Ngatur = ng- + atur

c. N- menjadi

n-Bunyi n- muncul pada kata dasar yang berawalan bunyi t, d, th dan dh.

Nunggu = n- + tunggu Nambah = n- + tambah

Bunyi t di awal kata dasar pada data di atas luluh.

Dalam kaidah bahasa Indonesia, tidak terdapat pembentukan kata yang mendapat

prefiks N-. Berdasarkan analisis

pembentukan kata diatas dapat

diketahui bahwa kaidah pembentukan kata bahasa Bali yaitu dengan penambahan

prefiks N- sedangkan pembentukan kata bahasa Indonesia digunakan penambahan

(6)

prefiks meN-. Bentukan kata seperti

nyeberang, ngatur, nunggu, dan nambah

merupakan kebiasaan penutur bahasa Bali yang melafalkan bentuk kata kerja bahasa

Bali yang telah mengalami proses

morfofonemik, seperti contoh dalam bahasa Bali yaitu kata tulis menjadi nulis, bayar

menjadi mbayar, sebar menjadi nyebar.

Bentuk kata yang telah terinterferensi tersebut sebaiknya diganti ke dalam bahasa

Indonesia dengan prefiks meN-, sehingga

didapatkan bentuk yang benar adalah

menyeberang, mengatur, menunggu dan

menambah. Adapun analisis

pembentukannya adalah:

Menyeberang = meN- + seberang

Berikut adalah sejumlah interferensi di bidang morfologi didapat dari rekaman siswa dalam contoh-contoh yang berbeda.

 Saya pergi ke mini market, saya

membeli chiki, dan minuman dan saya di suruh sama kakak saya untuk

nyemput teman saya (responden nomor 16).

 Pada waktu itu, saya dan teman-teman

saya bermain layangan dia atap rumah

(responden nomor 17).

 Waktu saya menarik, layangan saya

langsung putus, saya dan teman-tean

saya cepat-cepat ngulung benang

(responden nomor 17).

 Saya pulang, tiba-tiba saya salah

nginjak, yang tak injak saya adalah asbes dan saya terjatuh (responden nomor 22).

 .Saya nyobak di halaman rumah saya,

tapi saya terjatuh terus(Responden nomor 23).

 Saya belajar lagi, tapi terjatuh, lalu ayah

saya nukung saya untuk tidak pantang

menyerah (responden nomor 25).

 Ya sudah kalau begitu, tapi sekarang

Iluh harus masuk ke ruangan nari lagi,

nanti disitu iluh nari lagi sama teman-teman ya (responden nomor 26).

 Saya jalan ada anjing mengejar saya

dan saya ngebut, tiba-tiba saya ngerem

mendadak akhirnya saya jatuh dan luka parah (responden nomor 10).

c. Interferensi Semantik

Sekurang-kurangnya ada tiga unsur penting yang mengambil peranan dalam terjadinya proses interferensi yaitu: (1)

bahasa sumber atau biasa dikenal dengan sebutan bahasa donor. Bahasa donor adalah bahasa yang dominan dalam suatu masyarakat bahasa sehingga unsur-unsur

bahasa itu kerapkali dipinjam untuk

kepentingan komunikasi antar warga

masyarakat; (2) bahasa sasaran atau

bahasa penyerap (recipient). Bahasa

penyerap adalah bahasa yang menerima unsur- unsur asing itu dan kemudian menyelaraskan kaidah- kaidah pelafalan

dan penulisannya ke dalam bahsa

penerima tersebut; (3) unsur serapannya atau importasi (importation). Hal yang dimaksud di sini adalah beralihnya unsur- unsur dari bahasa asing menjadi bahasa

penerima (http://www.google.com

interferensi semantik).

 Hari ini tiang merasa sedih banget,

karena pada hari ini adalah hari

perpisahanku dengan teman

(responden nomor 5).

 .Lalu tiba-tiba byurr saya disiram

dengan air, tepung dan garam

teman-teman saya berteriak kegirangan

(responden nomor 12).

 .Ketika sampai di sana saya dan

kakak-kakak misan saya mulai

melempar umpan (responden nomor 3).

 Setelah Sandikala saya dan

teman-teman mulai mengangkat ogoh-ogoh (Responden nomor 5).

d. Interferensi Sintaksis

Interferensi dalam bidang ini jarang terjadi. Hal ini memang perlu dihindari karena pola struktur merupakan ciri utama kemandirian sesuatu bahasa. Misalnya, Rumahnya ayahnya Ali yang besar sendiri di kampung itu, atau Makanan itu telah dimakan oleh saya, atau Hal itu saya telah

katakan kepadamu kemarin. Bentuk

tersebut merupakan bentuk interferensi karena sebenarnya ada padanan bentuk tersebut yang dianggap lebih gramatikal yaitu: Rumah ayah Ali yang besar di kampung ini, Makanan itu telah saya makan, dan Hal itu telah saya katakan

kepadamu kemarin.Terjadinya

penyimpangan tersebut disebabkan karena ada padanan konteks dari bahasa donor, misalnya: Omahe bapake Ali sing gedhe dhewe ing kampung iku, dan seterusnya.

(7)

Kata, di mana merupakan kesalahan

penerjemahan kata where yang salah satu

fungsi utamanya dalam bahasa Inggris adalah sebagai konjungsi antarklausa. Dalam berbagai media, seringkali muncul kesalahan ini. Di bawah ini adalah contoh kesalahan terjemahan, yakni:

 Pernahkah kita berada dalam situasi di

mana kita panik? (responden nomor 42).

 Ini adalah kebahagiaan kita di mana

kita dapat berkumpul bersama

(responden nomor 43).

Konjungsi seperti di atas kemudian diikuti oleh penulis lokal, bukan sejatinya dalam bahasa Indonesia kalimat ini tidak berterima. Tidak berterima hanya gara-gara

di mana! Dalam bahasa Inggris where (di mana), selain digunakan sebagai kata tanya, lazim dan baku pula digunakan sebagai konjungsi antarklausa. Namun, tidak demikian halnya dengan bahasa

Indonesia. Di mana bukanlah konjungsi

antarklausa dalam bahasa Indonesia.

Adapun konjungsi yang berterima dalam

bahasa Indonesia adalah karena, sebab,

sehingga, maka, dan lain-lain.

Interferensi sintaksis terjadi apabila dalam struktur kalimat satu terserap struktur kalimat bahasa lain (Suwito, 1983:56). Interferensi sintaksis dapat terlihat pada penggunaan serpihan kata, frasa dan klausa dalam kalimat (Chaer dan Leonie, 1995:162). Bentuk interferensi bahasa Bali dalam bahasa Indonesia, pada data berikut ini.

 Rumahnya ayahnya Wayan yang besar

sendiri di banjar itu (responden nomor 50).

Dalam kalimat tersebut terdapat unsur kalimat dari bahasa Bali. Kalimat itu dalam

bahasa Bali adalah Umahne bapane

Wayan ane gede di banjarne. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa

Indonesia adalah Rumah ayah Wayan yang

paling besar di banjar itu. Adanya penyimpangan unsur struktur kalimat di dalam diri penutur terjadi karena kontak antara bahasa yang sedang diucapkannya (bahasa Indonesia) dengan bahasa daerah (bahasa Bali).

Interferensi struktur termasuk

peristiwa yang jarang terjadi, tetapi karena

pola struktur merupakan ciri utama

kemandirian sesuatu bahasa, maka

penyimpangan dalam level ini biasanya dianggap sesuatu yang mendasar sehingga perlu dihindarkan.

2. Interferensi Bahasa Asing a. Interferensi Sintaksis

Sebelum mengulas tentang

kesalahan konstruksi frase, terlebih dahulu

diuraikan tentang dasar pembagian

konstituen dalam kalimat. Konstituen

merupakan konstruksi yang membentuk struktur kalimat, misalnya “Adik membeli

baju” terdiri atas konstituen Adik, membeli,

dan baju. Dalam tataran yang lebih sempit,

konstituen terdiri atas pusat dan atribut, misalnya dalam kalimat bagian intinya adalah predikat (verba, yang mengatur dan menentukan jumlah komplemen dalam klausa), sedangkan bagian-bagian lainnya hanyalah atribut. Hal tersebut dikarenakan predikat merupakan penentu status kalimat. Dalam konstituen yang berupa frase terdapat bagian inti dan atribut,

misalnya frase buku bagus, bagian inti

adalah buku dan atributnya adalah bagus.

Berikut adalah contoh kesalahan berupa frase.

Kebanyakan siswa membawa

handphone ke sekolah (responden nomor 44).

Pada kalimat di atas kebanyakan

siswa merupakan sebuah frase. Bagian inti

adalah siswa dan atributnya adalah

kebanyakan. Kebanyakan, dalam konteks apa pun, bermakna ‘terlalu banyak’,

misalnya Masakan sangat asin karena

kebanyakan garam atau Kebanyakan

begadang bikin pusing. Jadi, apabila digabung dengan bagian inti, seharusnya makna frase pada contoh di atas menjadi ‘terlalu banyak siswa.

Kasus tersebut adalah salah satu contoh merupakan pemengaruhan bahasa

Inggris dalam bahasa Indonesia.

Kebanyakan + “inti” merupakan hasil

pemengaruhan kata most of (bahasa

Inggris), misalnya most of viewers atau

most of students! Solusi terhadap

permasalahan ini sebenarnya sangat

sederhana, yakni mengubahnya menjadi frase “sebagian besar” atau bisa juga “mayoritas”. Oleh karena itu, struktur frase akan berubah pula menjadi sebagian besar siswa atau “mayoritas siswa”. Memang ada

(8)

perubahan karena tidak sesuai kaidah

terjemahan word to word (kata per kata)

untuk “sebagian besar” atau etimologis kata

yang tidak sesuai untuk mayoritas

(mayoritas berasal dari bahasa Inggris “majority”), namun ini lebih berterima. b. Interferensi Semantik

. Interferensi merupakan topik dalam

sosiolinguistik yang terjadi sebagai akibat pemakaian dua bahasa atau lebih secara bergantian oleh seorang dwibahasawan, yaitu penutur yang mengenal lebih dari

satu bahasa. Penyebab terjadinya

interferensi adalah kemampuan penutur

dalam menggunakan bahasa tertentu

sehingga dipengaruhi oleh bahasa lain (Chaer,1995:158). Biasanya interferensi terjadi dalam penggunaan bahasa kedua, dan yang menginterferensi adalah bahasa pertama atau bahasa ibu.

 Turis itu enjoy sekali suasana Bali

(responden nomor 45).

 Harga makanan di Kuta

sungguh-sungguh high (responden nomor 46).

 Saya dan teman cek in di hotel

(responden nomor 47).

 Lunch saja di rumah ini dengan

teman-teman (responden nomor 48).

 Jika reservation-nya banyak biasanya

harga harga hotel meningkat

(Responden nomor 49).

 Menjelang tahun baru kebanyakan

tamu asing ber-holiday di hotel

(responden nomor 50).

 Tiba-tiba Kak Nanda memilih saya

calon King di kelas 7D (responden

nomor 28).

 Padahal saya ingin meeting dengan

teman sekolah di SMP 4 Denpasar, tapi gimana caranya nemku kecil (responden nomor 5).

 Aku sih dapat daftar online di negeri, tapi semuanya gag dapet (responden nomor 7).

Gejala pemakaian bahasa semacam ini banyak ditemui dalam komunikasi keseharian di sekolah dan kota-kota

besar. Gejala yang demikian itu

merupakan akibat yang tidak

terhindarkan dari proses persentuhan antarbahasa.

SIMPULAN DAN SARAN

Dari paparan pada bab-bab

sebelumnya maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut.

1. Interferensi dalam bahasa Bali terdiri atas interferensi fonologi, interferensi morfologi, interferensi semantik dan interferensi sintaksis yang terjadi akibat adanya penggunaan dua bahasa atau lebih dalam masyarakat tutur yang multilingual. Interferensi timbul sebagai akibat kontak bahasa, yakni pemakaian satu bahasa di dalam bahasa sasaran atau kebalikannya yang terjadi pada seorang penutur bilingual.

2. Interferensi dalam bahasa Asing terdiri

atas interferensi semantik dan

interferensi sintaksis yang terjadi akibat adanya penggunaan dua bahasa atau lebih dalam masyarakat tutur yang multilingual. Interferensi timbul sebagai akibat kontak bahasa, yakni pemakaian satu bahasa di dalam bahasa sasaran atau kebalikannya yang terjadi pada seorang penutur bilingual.

3. Kemampuan bahasa Indonesia siswa kelas VII SMP Negeri 10 Denpasar masih cukup baik, hal ini dapat dilihat terjadinya interferensi dalam cerita lisan bahasa Indonesia masih rendah yang berkisar satu sampai dua kalimat dalam satu wacana. Dari 44 data inteferensi yang didapat, 21 kalimat merupakan interferensi dalam bahasa Bali dan 23 merupakan data interferensi bahasa asing. Ini berarti kecenderungan interferensi bahasa asing dan bahasa Bali relatif sama.

Dari simpulan di atas dapat diajukan saran- saran sebagai berikut.

1. Penelitian ini agar dapat bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan bahasa Indonesia. 2. Diharapkan dengan membaca tesis ini,

para siswa bisa memahami interferensi dan mengurangi pemakaian interferensi bahasa, baik dalam bahasa daerah maupun dalam bahasa asing, sebab

akan dapat mengganggu

perkembangan bahasa Indonesia

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Asep Abbas. 1988. : Metode

Linguistik Bag. II Metode dan

Teknik Pengumpulan Data.

Yogyakarta : Gajah Mada

Uneversity Press.

Alwasilah, A Chaedar. 1985. Beberapa

Madhab dan dikotomi Teori Linguistik. Bandung: Angkasa.

Ardiana, Leo Idra. 1990. Analisis Kesalahan

Berbahasa. FPBS IKIP Surabaya. Budiarsa. 2006. “Penggunaan Bahasa

dalam Ranah Pariwisata

Beberapa Hotel di Bali.” Tesis

Tidak Diterbitkan. Program

Magister, Program Studi

Linguistik PPS Universitas

Udayana. Denpasar: Universitas Udayana.

Badudu, J.S. 1983. Inilah Bahasa Indonesia

yang Benar. Jakarta: Gramedia.

Bawa, I Wayan. 1981. Pemakaian Bahasa

Indonesia yang Baik dan Benar. Denpasar: Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Udayana.

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum.

Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul dan Leoni Agustina. 1995.

Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Denes, I Made. 1994. “Interferensi Bahasa Indonesia dalam Pemakaian Bahasa Bali di Media Massa”. Jakarta:

Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan,

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

1990. Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Dwiloka, Bambang dan Rati Riana. 2005.

Teknik Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: Rineka Cipta.

Hadi, Sutrisno, 1985, Metode Research II.

Yogyakarta: Fakultas Psikologi,

Universitas Gadjah Mada.

Hayi, Abdul dkk. 1985. Interferensi

Gramatika Bahasa Indonesia dalam Bahasa Jawa. Jakarta:

Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa.

Alwi, Hasan. 2003. Bahasa Indonesia -

Tata Bahasa. Jakarta : Balai Pustaka

Hamid, Patilima. 2005. Metode Penelitian

Kualitatif. Bandung : Alfabeta Hidayat, Kosadi; Jazir Burhan; Undang

Misdan. 1990. Strategi Belajar

Mengajar Bahasa Indonesia.

Bandung: Bina Cipta.

Huda, Nuril; Taryono A.R; Basennang

Saliwang. 1981. Interferensi Bahasa

Madura Terhadap Bahasa Indonesia Tulis Murid Sekolah Dasar Jawa Timur. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Husein, H. Akhlan dan Yayat Sudaryat. 1996. “Fonologi Bahasa Indonesia”. Jakarta: Depdikbud Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D-III.

Jendra. I Wayan. 1991. Dasar-Dasar

Sosiolinguistik. Denpasar: Ikayana. Khotimah, Khusnul. 2009. “Interferensi

Bahasa Jawa ke dalam Bahasa Indonesia Pada Karangan Narasi Siswa Kelas I Mts Yasin Nglangak, Kwangen, Gemolong, Sragen.Tesis Tidak Diterbitkan.

Moeleong, Lexy J. 1994. Metode Penelitian

Kualitatif. Bandung: Remaja Rosta Karya

Nababan. P.W.J. 1984. Sosiolingustik.

Jakarta: Gramedia.

Permendiknas No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan

Pendidikan

(10)

Pujiono. 2006. “Interferensi Gramatikal dan

Leksikal Bahasa Indonesia

Terhadap Bahasa Jepang” Tesis Sekolah Pascasarjana USU.

Rusyana. 1975. Bahasa dan Sastra dalam

Gamitan Pendidikan. Jakarta: Gramedia.

. 1975. Interferensi Morfologi pada Penggunaan Bahasa Indonesia oleh

Anak-anak yang Berbahasa

Pertama Bahasa Sunda. Jakarta: Pusat Bahasa.

Sudaryanto, dkk. 1991. Metode Aneka

Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian

Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kuliatatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Suwandi. S. 2006. ”Interferensi Bahasa

Jawa dalam Komunikasi Lisan

Bahasa Indonesia (Studi Kasus di SMP Negeri 6 Sukoharjo.” Tesis Tidak Diterbitkan.

Suwito. 1985. Pengantar Awal

Sosiolinguistik: Teori dan Problema.

Surakarta: Henary Cipta.

Syarfina. 2009. Sikap Masyarakat terhadap

Pemakaian Bahasa Asing di Ruang Publik.. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Tinggen, I Nengah. 1984. Tata Bahasa Bali

Ringkes. Singaraja: Indra Jaya.

Yusuf, Suhendra. 1994. Teori Terjemah

Pengantar Ke arah Pendekatan linguistik dan Sosiolinguistik. Bandung: Mandar Maju.

Zainal Abidin Gaffar. 1991. Struktur Cerita

Lisan. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

(http://id.wikipedia.org/ wiki /Bahasa_Bali, diunduh 2 Juni 2012).

(Berhttp:/ /pusatbahasaalazhar.

wordpress.com/hakikat-hakiki- kemerdekaan/ interferensi

dan-integrasi/anda, diunduh 4 Juni

2012).

(http://www.google.com sclient Fungsi

Bahasa Bali, diunduh 5 Mei 2012). (http://id.wikipedia.org

/wiki/Teori_interferensi, diunduh 4

(11)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi alih kode, campur kode, dan interferensi dalam tuturan lisan bahasa Indonesia siswa dan menyusun rancangan pembelajaran

Berdasarkan data kuesioner maka dapat disimpulkan bahwa ada beberapa faktor yang melatarbelakangi terjadinya interferensi bahasa siswa dalam berargumentasi adalah (1)

Hasil penelitian ini mempunyai tiga implikasi, yaitu: (1) guru harus lebih responsif tentang interferensi gramatikal bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia demi tercapainya

karangan ada kemungkinan terdapat interferensi bahasa yang digunakan siswa SMP tersebut baik disengaja maupun tidak disengaja, sedangkan dalam penelitian ini meneliti

Interferensi bahasa Bugis adalah penyimpangan pada penggunaan kata dalam bahasa Indonesia yang berupa bentuk kata yang terjadi dalam penggunaan bahasa Indonesia pada karangan

bentuk interferensi leksikal bahasa Jawa dalam penggunaan bahasa Indonesia pada karangan siswa berdasarkan dari 10 jenis-jenis kata terdapat 7 jenis yaitu (1) interferensi

Hasil analisis tetang interferensi sintaksis bahasa Sunda terhadap bahasa Indonesia dalam karangan siswa terjadi karena siswa terbiasa menggunakan bahasa daerah dalam proses

Sedangkan menurut Chaer dan Agustina (2004:120) interferensi terjadi karena adanya perubahan sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa lain yang dilakukan