• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR. Bandung, Oktober Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Jalan, Perumahan, Permukiman, dan Pengembangan Infrastruktur Wilayah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KATA PENGANTAR. Bandung, Oktober Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Jalan, Perumahan, Permukiman, dan Pengembangan Infrastruktur Wilayah"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

pendukung agar peserta dapat mengevaluasi pemahamannya terhadap materi yang diajarkan di kelas. Modul ini menggambarkan kebijakan terkait penyelenggaraan pengelolaan sampah yang terkait teknologi Waste to Energy. Modul ini merupakan Modul ke-1 dari keseluruhan 14 Modul yang digunakan untuk Diklat ini. Modul ini disusun dalam 5 (lima) Bab, meliputi Pendahuluan, Review Peraturan Perundangan terkait Pengelolaan Sampah, Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Sampah, Kebijakan Pengolahan sampah Menjadi Energi Sebagai Bagian Pengembangan Energi Baru Terbarukan dan Kebijakan Pengendalian Lingkungan dari Kegiatan Waste to Energy. Modul ini disusun secara sistematis agar peserta pelatihan dapat mempelajari materi dengan lebih mudah.

Ucapan terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada tim penyusun dan Para Narasumber atas tenaga dan pikiran yang dicurahkan untuk mewujudkan modul ini. Penyempurnaan maupun perubahan modul di masa mendatang senantiasa terbuka dan dimungkinkan mengingat akan perkembangan situasi, kebijakan dan peraturan yang terus menerus terjadi. Semoga modul ini dapat membantu dan bermanfaat bagi peningkatan kompetensi ASN dalam pengolahan sampah dengan konsep WtE.

Bandung, Oktober 2018 Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Jalan, Perumahan, Permukiman, dan Pengembangan Infrastruktur Wilayah

(2)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL ... viii

A DESKRIPSI ... ix B PERSYARATAN ... x C METODE ... x D ALAT BANTU/MEDIA ... x BAB 1 PENDAHULUAN ... 1 A LATAR BELAKANG ... 2 B TUJUAN ... 3 C KOMPETENSI DASAR ... 3

D INDIKATOR HASIL BELAJAR... 3

E MATERI DAN SUBMATERI POKOK ... 3

F MIND MAP ... 4

G ESTIMASI WAKTU ... 4

BAB 2 REVIEW PERATURAN TERKAIT WASTE TO ENERGY ... 5

A Indikator Keberhasilan ... 6

B Tujuan ... 6

C Pergeseran Paradigma Pengelolaan Sampah ... 6

D Review Peraturan Perundangan terkait ... 7

E Kewenangan Pemerintah dalam Penyediaan Fasilitas WtE ... 11

F Latihan ... 15

G Rangkuman ... 15

H Daftar Pustaka ... 15

BAB 3 KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN SAMPAH ... 17

A Indikator Keberhasilan ... 18

(3)

BAB 4 KEBIJAKAN PENGOLAHAN SAMPAH MENJADI ENERGI SEBAGAI BAGIAN

PENGEMBANGAN ENERGI BARU TERBARUKAN ... 33

A Indikator Keberhasilan ... 34

B Tujuan ... 34

C Kebijakan Pengembangan Energi Baru Terbarukan ... 34

D Kebijakan Implementasi Waste to Energy ... 37

E Kebijakan Pembelian Listrik dan Pembiayaan dari Waste to Energy ... 38

F Latihan ... 39

G Rangkuman ... 39

H Daftar Pustaka ... 40

BAB 5 KEBIJAKAN PENGENDALIAN LINGKUNGAN DARI KEGIATAN WASTE TO ENERGY ... 41

A Indikator Keberhasilan ... 42

B Tujuan ... 42

C Kebijakan Lingkungan terkait Waste to Energy ... 42

D Latihan ... 45

E Rangkuman ... 45

(4)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Syarat Keberlanjutan Pengelolaan Sampah ... 20

Tabel 2. Target Pengurangan dan Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga Tahun 2017-2025 ... 25

Tabel 3. Potensi dan Kapasitas Terpasang Sumber Energi di Indonesia ... 36

(5)

Gambar 4. Kerangka Peraturan Perundangan Bidang Pengendalian Lingkungan

dari Fasilitas WtE ... 10

Gambar 5. Kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan Sampah ... 11

Gambar 6. Peran Regulator dan Operator Dalam Pengelolaan Sampah ... 13

Gambar 7. Peran Pembinaan Oleh Pemerintah Pusat dalam Pengelolaan Fasiltas WtE ... 14

Gambar 8. Konsep Pengembangan Sistem Pengelolaan Sampah ... 19

Gambar 9. Filosofi Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Sampah ... 22

Gambar 10. Strategi Pengembangan Pengelolaan Persampahan ... 23

Gambar 11. Diagram Implementasi Kebijakan Pengelolaan Sampah ... 25

Gambar 12. Indikator Pencapaian Jaktranas ... 26

Gambar 13. Hubungan antara Jakstranas dan Jakstrada ... 27

Gambar 14. Integrasi Vertikal dalam Pelaksanaan Jakstranas ... 28

Gambar 15. Perspektif Jakstranas... 29

Gambar 16. Proporsi Kontribusi Kegiatan dalam Mengemisikan GRK Skala Indonesia (Sumber: Dewan Nasional Perubahan Iklim, DNPI) ... 30

Gambar 17. Sumber Emisi Gas Rumah Kaca di Sektor Sampah ... 31

Gambar 18. Bauran Energi Indonesia: Realisasi & Rencana Jangka Panjang... 36

Gambar 19. Potensi Sampah Kota sebagai Sumber Pembangkitan Listrik ... 38

(6)
(7)
(8)
(9)

mengenai Review Peraturan Perundangan yang terkait dengan Pengelolaan Sampah yang berisikan resume berbagai macam peraturan perundangan yang terkait pengolahan sampah dengan konsep Waste to Energy (WtE). Materi pokok kedua menjelaskan tentang Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Sampah secara umum yang melingkupi tahapan Pengurangan dan Penanganan Sampah, serta keterkaitan kebijakan dan strategi tersebut dalam rangka mitigasi perubahan iklim.

Selanjutnya Materi pokok ketiga menjelaskan tentang Kebijakan pengolahan sampah menjadi energi sebagai bagian pengembangan energi terbarukan, yang melingkupi Tujuan implementasi WtE, Kebijakan pelaksanaan WtE, Kebijakan pembelian listrik dari WtE, dan Kebijakan pembiayaan WtE. Materi pokok keempat menjelaskan tentang Kebijakan pengendalian lingkungan dari kegiatan Waste to Energy, melingkupi Jenis sampah yang boleh diolah melalui WtE, Batasan baku mutu emisi, Ketentuan pelaksanaan pemantauan emisi serta Ketentuan pengendalian mutu dan jaminan mutu emisi.

Modul ini bertujuan untuk memberikan pemahaman lebih mendalam tentang Kebijakan terkait dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah kususnya dalam kegiatan pengolahan sampah melalui penerapan proses Waste to Energy. Peserta pelatihan mempelajari keseluruhan modul ini dengan cara yang berurutan. Pemahaman setiap materi pada modul ini sangat diperlukan karena materi ini menjadi dasar pemahaman sebelum mengikuti pembelajaran modul-modul berikutnya. Hal ini diperlukan karena masing-masing modul saling berkaitan.

Sebagaimana tujuan pembelajaran kegiatan belajar dalam Modul ini, yaitu untuk memberikan pemahaman lebih mendalam tentang Kebijakan terkait dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah kususnya dalam kegiatan pengolahan sampah melalui penerapan proses Waste to Energy, maka

(10)

diperlukan metoda pengajaran interaktif yang mampu menggali pemahaman para peserta, antara lain melalui diskusi interaktif.

B Persyaratan

Dalam mempelajari buku ini peserta pelatihan telah mengikuti diklat tentang pengelolaan sampah.

C Metode

Dalam pelaksanaan pembelajaran modul ini, metode yang dipergunakan adalah metoda pemaparan di dalam kelas, yang diberikan oleh narasumber yang akan menjadi bahan bagi diskusi interaktif yang harus terbangun diantara narasumber dan Peserta Pelatihan.

D Alat Bantu/Media

Untuk menunjang tercapainya tujuan pembelajaran ini, diperlukan alat bantu/media pembelajaran tertentu, yaitu :

1. LCD/projector 2. Laptop

3. Papan tulis atau whiteboard dengan penghapusnya 4. Flip chart

5. Bahan tayang

6. Modul dan/atau Bahan Ajar 7. Video

(11)

BAB 1

PENDAHULUAN

(12)

PENDAHULUAN

A Latar Belakang

Persoalan sampah merupakan masalah umum, terutama untuk suatu wilayah perkotaan karena pertambahan penduduk yang diikuti oleh proses urbanisasi dan perubahan pola konsumsi dari bahan alami ke bahan buatan manusia. Bila tidak ditangani dengan baik, sampah dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan (pencemaran tanah, air dan udara) dan kesehatan masyarakat. Sampah yang sukar membusuk akan mengakibatkan pencemaran tanah, sedangkan sampah yang dibakar secara terbuka (open burning) akan menghasilkan gas-gas yang dapat mencemari udara dan air rembesan hasil pembusukan sampah akan menyebabkan pencemaran air.

Menurut Undang-Undang No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, sampah didefinisikan sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Sebelum disahkannya UU tersebut, paradigma pengelolaan sampah di Indonesia adalah kumpul-angkut-buang yang hanya akan menambah beban TPA. Di sisi lain, keterbatasan lahan seringkali dihadapi oleh suatu kota. Oleh karena itu, diperlukan suatu terobosan terkait pengembangan teknologi pengelolaan sampah, salahsatunya melalui aplikasi teknologi Waste to Energy (WtE). Selain dapat memaksimalkan potensi sumber energi yang masih dimiliki sampah, teknologi pengolahan sampah dengan konsep WtE dapat mereduksi jumlah sampah yang harus ditimbun di TPA. Terdapat berbagai macam variasi teknologi WtE, akan tetapi selama ini aplikasi WtE untuk di Indonesia masih terbatas pada pemanfaatan landfill gas yang dihasilkan dari timbunan sampah di TPA. Agar teknologi pengolahan sampah dengan konsep WtE dapat berkembang dengan baik maka diperlukan sosialisasi dan penetapan berbagai macam dasar hukum dalam penyelenggaraan kegiatannya. Dasar hukum yang dibuat dalam bentuk kebijakan-kebijakan memberikan kepastian hukum dan pedoman dalam penyelenggaraanegiatan WtE. Kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dalam rangka percepatan pembangunan teknologi WtE perlu dipahami dan diimplementasikan agar tujuan dapat tercapai. Modul ini akan menguraikan

(13)

C Kompetensi Dasar

Setelah mengikuti pelatihan mata pelatihan ini peserta pelatihan diharapkan mampu memahami kebijakan dan strategi dalam penyelenggaraan pelayanan pengelolaan sampah khususnya pengolahan sampah menjadi energi (Waste to Energy) termasuk kebijakan terkait pengelolaan lingkungan di suatu fasilitas WtE.

D Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu: a. Memahami peraturan terkait Waste To Energy

b. Memahami dan menjelaskan mengenai kebijakan dan strategi dalam pengelolaan sampah sampah dengan konsep WtE

c. Memahami dan menjelaskan mengenai kebijakan pengolahan sampah menjadi energi sebagai bagian pengembangan energi baru terbarukan d. Memahami dan menjelaskan mengenai kebijakan pengendalian

lingkungan dari kegiatan Waste to Energy E Materi Dan Submateri Pokok

a. Materi Pokok

1) Review peraturan terkait waste to energy 2) Kebijakan dan strategi pengelolaan sampah

3) Kebijakan pengolahan sampah menjadi energi sebagai bagian pengembangan energi baru terbarukan

4) Kebijakan pengendalian lingkungan dari kegiatan Waste to Energy b. Sub Materi Pokok

1) Review peraturan terkait waste to energy  Pergeseran paradigm pengelolaan sampah  Review peraturan perundangan terkait

(14)

2) Kebijakan dan strategi pengelolaan sampah  Kebijakan pengelolaan sampah

 Pengurangan dan penanganan sampah  Reduksi emisi gas rumah kaca

3) Kebijakan pengolahan sampah menjadi energi sebagai bagian pengembangan energi baru terbarukan

 Kebijakan pengembangan energy baru terbarukan  Kebijakan Implementasi WtE

 Kebijakan pembelian listrik dan pembiayaan WtE

4) Kebijakan pengendalian lingkungan dari kegiatan Waste to Energy  Kebijakan lingkungan terkait WtE

F Mind Map

G Estimasi Waktu

Untuk mempelajari mata pelatihan Pengantar Pengolahan Sampah Secara Umum ini, dialokasikan waktu sebanyak 2 (dua) jam pelajaran.

Kebijakan dan Strategi Pengembangan Waste to Energy Review Peraturan Peraturan pengelolaan sampah Peraturan pengembangan energi baru terbarukan Peraturan perlindungan lingkungan dari fasilitas

WtE

Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Sampah

Arah kebijakan dan penanganan

Strategi ,target dan program

Jakstranas dan Jakstrada

Kebijakan WtE sebagai bagian pengembangan energi baru terbarukan

Tujuan WtE Kebijakan pelaksanaan WtE Kebijakan pembelian listrik WtE Kebijakan pembiayaan Kebijakan Pengendalian Lingkungan

Jenis sampah yang dapat diolah

Batasan baku mutu

Ketentuan pelaksanaan pemantauan emisi

Kebijakan pengendalian lingkungan WtE

(15)

BAB 2

REVIEW PERATURAN

(16)

REVIEW PERATURAN TERKAIT

WASTE TO ENERGY

A Indikator Keberhasilan

Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu memahami peraturan terkait Waste To Energy.

B Tujuan

Setelah mengikuti pelatihan mata pelatihan ini peserta pelatihan diharapkan mampu memahami berbagai macam peraturan dan perundangan yang dapat mendukung implementasi pengolahan sampah dengan konsep WtE.

C Pergeseran Paradigma Pengelolaan Sampah

Pengelolaan sampah di Indonesia mengalami pergeseran paradigma seiring dengan disahkannya Undang-Undang No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Sebelum disahkannya UU tersebut maka pola pengelolaan sampah adalah sebagai berikut:

- pola penanganan sampah kumpul, angkut, dan buang.

- mindset sampah adalah sesuatu yang tidak berguna dan harus dibuang, sehingga pendekatan yang dijalankan adalah pendekatan melalui penyelesaian di akhir (end of pipe).

Sedangkan setelah disahkannya UU tersebut, perubahan paradigma dalam pengelolaan sampah di Indonesia adalah sebagai berikut:

- Mengubah paradigma dari kumpul-angkut-buang menjadi pengurangan di sumber (reduce at source) dan daur ulang sumberdaya (resources recycle). - Pendekatan yang tepat menggantikan pendekatan end of pipe adalah dengan mengimplementasikan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle), extended producer responsiblity (EPR), pemanfaatan sampah (waste utilisation), dan pemrosesan akhir sampah di TPA yang environmentally sound manner.

(17)

Gambar 1. Perubahan Paradgima dalam Pengelolaan Sampah

D Review Peraturan Perundangan terkait

Selain UU No. 18 tahun 2008, terdapat berbagai macam peraturan perundangan terkait yang dapat mendukung implementasi pengolahan sampah dengan konsep Waste to Energy (WtE). Secara umum, peraturan perundangan tersebut dapat menjadi beberapa kelompok, yaitu yang terkait dengan: (1) Pengelolaan sampah, (2) Pengembangan energi baru terbarukan, (3) Pengendalian lingkungan terkait fasilitas WtE. Daftar peraturan perundangan yang dimaksud, antara lain:

1) Pengelolaan sampah:

- Undang-Undang No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

- Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga - Peraturan Presiden No. 35 tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan

Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.

(18)

- Peraturan Presiden No. 97 tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga

- Peraturan Menteri PU No 3/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga

2) Pengembangan Energi Baru Terbarukan

- Undang-Undang No. 30 tahun 2007 tentang Energi

- Peraturan Pemerintah No. 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional

- Peraturan Menteri ESDM No. 43 tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik

- Peraturan Menteri ESDM No. 21 tahun 2016 tentang Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa dan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas oleh PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero).

- Peraturan Menteri ESDM No. 44 tahun 2015 tentang Pembelian Tenaga Listrik oleh PT. Perusahaan Listrik Negara (Perserro) dari Pembangkit Listrik Berbasis Sampah Kota

3) Pengendalian lingkungan terkait fasilitas WtE

- Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan

- Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan

- Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan No. 5 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

- Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan No. 70 Tahun 2016 Tentang Baku Mutu Emisi Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Sampah Secara Termal

(19)

Gambar 2. Kerangka Peraturan Perundangan Bidang Persampahan UUD 1945 Pasal 28 H UU 26/2007 tentang Penataan Ruang UU 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah PP 81/2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga

Perpres 97/2017

tentang Jakstranas Pengelolaan Sampah

Perpres 35/2018

tentang Percepatan Pembangunan Instalasi

PLTSa Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan HIdup UU 36/2009 tentang Kesehatan UU 01/2011 tentang Perumahan dan Kawasan

Pemukiman

UU 23/2014

tentang Pemerintahan Daerah

(20)

Gambar 3. Kerangka Peraturan Perundangan Bidang Pengembangan WtE

Gambar 4. Kerangka Peraturan Perundangan Bidang Pengendalian Lingkungan UU 30/2007

tentang Energi

PP 79/2014

tentang Kebijakan Energi Nasional

Perpres 4/2016

tentang

Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan

Perpres 35/2018

tentang

Percepatan Pembangunan Instalasi PLTSa berbasis Teknologi Ramah Lingkungan

Kebijakan Lingkungan terkait Penyelenggaraan Kegiatan WtE UU 32/2009 Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup PP 27/2012 Izin Lingkungan

Emisi dari Kegiatan WtE Kepka Bapedal 205/1996

Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak

PerMEn LHK 70/2016

Baku Mutu Emisi Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Sampah Secara Termal

PP 41/1999 (sebagai pelengkap)

Pengendalian Pencemaran Udara

Residu dari Kegiatan WtE

Non B3 UU 18/2008

Pengelolaan Sampah

PP 81/2012

Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga

B3 PP 81/2012

Pengelolaan Limbah B3

Lindi PerMEn LHK 59/2016

(21)

pengelolaan sampah, yang dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan Sampah

(Sumber: Undang-Undang No. 18 tahun 2008)

Sedangkan dalam UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah telah dijelaskan bahwa pembagian urusan pemerintahan konkuren antara pemerintah pusat dan daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota sebagaimana matriks berikut.

 Pembagian urusan pemerintahan bidang pekerjaan umum dan penataan ruang, khususnya sektor persampahan.

(22)

Pemerintah Pusat Daerah Provinsi Daerah Kab./Kota a. Penetapan pengembangan sistem

pengelolaan persampahan secara nasional.

b. Pengembangan system pengelolaan persampahan lintas Daerah provinsi dan sistem pengelolaan persampahan untuk kepentingan strategis nasional. c. Penetapan pengembangan sistem

pengelolaan persampahan secara nasional. Pengembangan sistem dan pengelolaan persampahan regional. Pengembangan sistem dan pengelolaan persampahan dalam daerah kabupaten/kota.

 Pembagian urusan pemerintahan bidang lingkungan hidup, khususnya sektor persampahan.

Pemerintah Pusat Daerah Provinsi Daerah Kab./Kota a. Penerbitan izin insenerator

pengolah sampah menjadi energi listrik.

b. Penerbitan izin pemanfaatan gas metana (landfill gas) untuk energi listrik di tempat pemrosesan akhir (TPA)

regional oleh pihak swasta. c. Pembinaan dan Pengawasan

penanganan sampah di

TPA/tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) regional oleh pihak swasta.

d. Penetapan dan pengawasan tanggung jawab produsen dalam pengurangan sampah.

e. Pembinaan dan pengawasan tanggung jawab produsen dalam pengurangan sampah. Penanganan sampah di TPA/TPST regional a. Pengelolaan sampah b. Penerbitan izin pendaurulangan sampah/pengolahan sampah, pengangkutan sampah dan pemrosesan akhir sampah yang diselenggarakan oleh swasta. c. Pembinaan dan pengawasan pengelolaan sampah yang diselenggarakan oleh pihak swasta.

Fasilitas WtE merupakan salahsatu bentuk infrastruktur dalam pengelolaan sampah. Konsep pengelolaan infrastruktur dalam pengelolaan sampah yang berkelanjutan dan penggunaan yang efektif membutuhkan adanya pembagian peran yang jelas antara peran regulator dan peran operator.

(23)

mempertanggungjawabkan atas pengelolaan sarana. Untuk itu operator menjalankan sistem manajemen internal. Fungsi regulator dan operator secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 6. Peran Regulator dan Operator Dalam Pengelolaan Sampah (Sumber: Dirjen Cipta Karya, 2017)

Edisi I. Buku Pedoman Kelembagaan Infrastruktur Permukiman Bidang PLP

Kondisi saat ini, sebagian besar pemerintah daerah Kota/Kabupaten di Indonesia masih memegang 2 peran dalam sistem pengelolaan sampah, yaitu

(24)

penyediaan fasilitas WtE adalah sebagai regulator. Sedangkan yang bertindak sebagai operator fasilitas WtE adalah suatu badan usaha. Hal ini dikarenakan dalam penyediaan fasilitas WtE membutuhkan biaya yang sangat besar yang tidak sanggup dibiayai secara keseluruhan oleh Pemerintah Daerah. Akan tetapi Pemerintah Daerah tetap memiliki kewajiban dalam pembiayaan untuk penanganan sampah yang lebih baik yang selanjutnya diberikan kepada badan usaha sebagai tipping fee.

Di beberapa kota yang tidak terlalu besar, jumlah sampah yang dihasilkan mungkin tidak terlalu ekonomis untuk penyediaan fasilitas WtE. Peranan Pemerintah Propinsi dapat memfasilitasi adanya fasilitas WtE yang dapat mengolah sampah yang dihasilkan dari beberapa Kota/Kabupaten.

Pemerintah Pusat diharapkan dapat memberikan bimbingan teknis kepada Pemerintah Daerah yang memungkinkan untuk mengaplikasikan WtE. Selain itu, Pemerintah Pusat dapat mendorong keterlibatan badan usaha/swasta yang ingin masuk dalam pengolahan sampah dengan konsep WtE. Sebagai regulator, Pemerintah Pusat telah menetapkan berbagai macam peraturan yang mengatur pengendalian dampak lingkungan yang berpotensi dihasilkan dari fasilitas WtE. Ilustrasi wewenang pembinaan terhadap tahapan pengelolaan sampah terutama yang terkait dengan pengelolaan suatu fasilitas WtE dapat dilihat pada

(25)

3. Jelaskan beberapa peran yang dapat diambil oleh Pemerintah Daerah, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Pusat dalam pengelolaan sampah.

G Rangkuman

Mempertimbangkan peningkatan timbulan sampah dan keterbatasan yang dimiliki oleh Pemerintah maka pengolahan sampah dengan konsep WtE bisa menjadi salahsatu solusi dalam pemecahan permasalahan sampah. Adanya berbagai macam peraturan perundangan terkait diharapkan dapat lebih mendorong penyediaan fasilitas WtE di Indonesia.

H Daftar Pustaka

Undang-Undang No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah

(26)
(27)

BAB 3

KEBIJAKAN DAN STRATEGI

(28)

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN

SAMPAH

A Indikator Keberhasilan

Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu memahami dan menjelaskan mengenai kebijakan dan strategi dalam pengelolaan sampah sampah dengan konsep WtE.

B Tujuan

Setelah mengikuti pelatihan mata pelatihan ini peserta pelatihan diharapkan mampu memahami peranan WtE dalam pencapaian target dalam kebijakan dan strategi nasional (Jakstranas) pengelolaan sampah dan peranannya dalam mitigasi perubahan iklim.

C Kebijakan Pengelolaan Sampah

Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Material sampah yang dihasilkan dari kegiatan manusia harus dikelola untuk mengurangi dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan dan keindahan. Sampah apabila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai permasalahan, diantaranya estetika, kesehatan dan potensi bencana lingkungan. Tujuan pengelolaan sampah sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah adalah meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya, antara lain melalui aplikasi teknologi Waste to Energy (WtE).

Konsep pengembangan sistem pengelolaan persampahan dapat dibagi dalam beberapa tahap yaitu (1) tahap pemilahan dan pewadahan sampah, (2) tahap pengumpulan dan pengangkutan sampah, dan (3) tahap pemrosesan akhir sampah.

Tahap pemilahan dan pewadahan sampah dari sumber sampah merupakan kewajiban setiap penghasil sampah. Penghasil sampah melalukan pemilahan

(29)

dan fungsi dalam pengelolaan sampah. Fasilitas WtE dapat dikelompokkan sebagai salah satu bentuk fasilitas pengolahan sampah. Fasilitas WtE dapat pula diaplikasikan di lokasi TPA.

Gambar 8. Konsep Pengembangan Sistem Pengelolaan Sampah

Kebijakan pembangunan jangka menengah terkait dengan pengelolaan sampah sebenarnya telah tercantum dalam Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019. Dalam PerPres tersebut telah mengamanatkan pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi (termasuk didalamnya pengelolaan sampah) diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat, dengan target tercapainya 100 persen pelayanan sanitasi pada tingkat kebutuhan dasar pada tahun 2019. Untuk mencapai akses sanitasi 100% tersebut, Pemerintah melalui Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menggunakan 3 (tiga) pendekatan pembangunan sanitasi, yaitu melalui pembangunan dan pengembangan sistem pengelolaan sanitasi (meliputi air

(30)

limbah domestik dan persampahan), fasilitasi pemerintah daerah dan pembangunan berbasis masyarakat.

Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2015 tersebut juga menjabarkan sasaran pembangunan kawasan permukiman yang menjadi prioritas, khususnya untuk sarana prasarana pengelolaan persampahan dengan :

 pembangunan TPA sanitary landfill di 341 kota/ kabupaten  penyediaan fasilitas 3R komunal di 334 kota/ kabupaten  fasilitas 3R terpusat di 112 kota/kabupaten

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 01 Tahun 2014 tentang Standard Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum menetapkan beberapa target pelayanan minimal sektor persampahan yang harus dicapai pada tahun 2019, yaitu:

- Presentase Pengurangan Sampah di Perkotaan: 20% - Presentase Pengangkutan Sampah Perkotaan: 70%

- Presentase Pengoperasian Tempat Pemrosesan Akhir Sampah: 70%

Berbagai isu strategis dan permasalahan dalam pengelolaan sampah mencakup beberapa aspek yaitu:

aspek teknis

pengelolaan, aspek kelembagaan, aspek pembiayaan, aspek peraturan dan aspek peran serta masyarakat. Atas dasar aspek tersebut, dapat ditarik poin penting bahwa syarat untuk berkelanjutannya pengelolaan infrastruktur sanitasi (termasuk persampahan), yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Syarat Keberlanjutan Pengelolaan Sampah

Aspek dan lingkupnya Syarat yang harus dipenuhi

(31)

tingkat pemerintah • Kelembagaan di

tingkat masyarakat

tingkat pengguna/penerima manfaat.

• Terdapat dukungan SDM yang berkompetensi sesuai dengan sarana yang dikelola.

• Dilengkapi sistem manajemen pengelolaan yang efektif untuk pelayanan kepada masyarakat. Pembiayaan

• Biaya operasi dan pemeliharaan sarana

• Biaya operasional lembaga pengelola

• Biaya untuk operasi dan pemeliharaan memadai. • Adanya kepastian alokasi anggaran untuk

operasional lembaga pengelola

Peraturan

• Peraturan dari pemerintah, • Peraturan di

tingkat masyarakat

• Terdapat peraturan yang mengikat bagi

penerima manfaat untuk memenuhi ketentuan dan penggunaan/pemanfaatan sarana.

• Penegakan hukum diterapkan

• Adanya kepastian hukum terhadap lembaga pengelola dalam menjalankan kewajiban dan kewenangannya. Peran Serta Masyarakat • Kepedulian masyarakat • Tanggung jawab • Kontribusi

• Adanya peranserta dan tanggungjawab masyarakat terhadap keberlanjutan dan penggunaan sarana.

• Kontribusi masyarakat melalui retribusi untuk pembiayaan operasi dan pemeliharaan sarana prasarana.

Sumber: Direktorat PLP, 2017

D Pengurangan dan Penanganan Sampah

Untuk mengakomodir perubahan paradigma dari pendekatan End of Pipe menuju ke konsep 3R di Indonesia maka membutuhkan beberapa hal, antara lain sebagai berikut:

- Transformasi kebijakan dan strategi - Penguatan 3R (Reduce Reuse Recycle) - Peningkatan waste to value

(32)

Sesuai dengan hirarki dalam pengelolaan limbah, yang juga berlaku untuk pengelolaan sampah, maka terdapat tahapan penanganan sampah yang harus lebih diprioritaskan dibandingkan dengan tahapan lainnya. Terlihat pada Gambar diatas bahwa energy recovery yang merupakan istilah lain dari Waste to Energy merupakan penanganan yang dilakukan setelah berbagai macam pengurangan dan pemanfaatan sampah. Dari Gambar diatas terlihat juga bahwa Waste to Energy lebih diprioritaskan sebelum penimbunan di TPA. Dengan mengadopsi hirarki tersebut maka perlu dikembangkan kebijakan dan strategi pengelolaan sampah yang mengikuti filosofi berikut.

Gambar 9. Filosofi Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Sampah (Sumber: Kementerian LHK, 2014)

(33)

Kementerian PUPR melalui Direktorat Pengembangan PLP telah memberikan arahan strategi pengelolaan sampah dengan menempatkan konsep 3R dan Energy recovery sebagai prioritas sebelum penimbunan/pemrosesan akhir. Tahapan energy recovery merupakan prinsip dari suatu fasilitas Waste to Energy (WtE).

Gambar 10. Strategi Pengembangan Pengelolaan Persampahan Sumber: Direktorat Pengembangan PLP, 2017

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 81 tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, dicantumkan bahwa pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga terdiri atas:

- PILIHAN ENERGI ALTERNATIF

- MENGURANGI SAMPAH YANG DITIMBUN DI TPA

- RESPON TERHADAP MAKIN LANGKANYA LAHAN UNTUK TPA

(34)

1. Pengurangan sampah, yang meliputi kegiatan: a. pembatasan timbulan sampah;

b. pendauran ulang sampah; dan/atau c. pemanfaatan kembali sampah.

Pengurangan sampah dilakukan dengan cara:

- menggunakan bahan yang dapat diguna ulang, bahan yang dapat didaur ulang, dan/atau bahan yang mudah diurai oleh proses alam; dan/atau - mengumpulkan dan menyerahkan kembali sampah dari produk dan/atau

kemasan yang sudah digunakan.

2. Penanganan sampah, yang meliputi kegiatan:

a. pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah;

b. pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu;

c. pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir; d. pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah

sampah; dan/atau

e. pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.

(35)

Gambar 11. Diagram Implementasi Kebijakan Pengelolaan Sampah

Sebagai turunan dari PP No. 81 tahun 2012 diatas, telah disahkan Peraturan Presiden No. 97 tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Dalam PerPres tersebut diamanatkan adanya target pengurangan dan penanganan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga hingga tahun 2025, yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Target Pengurangan dan Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga Tahun 2017-2025

Indikator Tahun 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 Proyeksi timbulan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga (juta ton)

(36)

Indikator Tahun 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 Target pengurangan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga (juta ton)

9,89 (15%) 12 (18%) 13,4 (20%) 14 (22%) 16,4 (24%) 17,99 (26%) 18,9 (27%) 19,7 (28%) 20,9 (30%) Target penanganan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga (juta ton)

47,3 (72%) 48,5 (73%) 53,7 (80%) 50,8 (75%) 50,7 (74%) 50,52 (73%) 50,3 (72%) 50,1 (71%) 49,9 (70%)

Sumber: Peraturan Presiden No. 97 tahun 2017

Dalam mencapai target pengurangan dan penanganan sampah, diperlukan indikator pencapaian yang harus dipenuhi. Hubungan antar indikator dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Indikator Pencapaian Jaktranas Sumber: Peraturan Presiden No. 97 tahun 2017

(37)

Gambar 13. Hubungan antara Jakstranas dan Jakstrada

Gambar Integrasi Horizontal dalam Pelaksanaan Jakstranas Jakstranas Jakstrada Provinsi Jakstrada Kota / Kabupaten Menteri LHK dan Menteri PUPR Gubernur Bupati / Walikota pendampingan berkoordinasi menyusun

(38)

Gambar 14. Integrasi Vertikal dalam Pelaksanaan Jakstranas

Sebagai suatu kebijakan maka Jakstranas dapat dilihat dari berbagai macam perspektif, antara lain: lingkungan, keuangan, proses bisnis (operasional), dan pembelajaran, yang masing-masing perspektif dapat dijelaskan melalui beberapa Gambar 15.

(39)
(40)

E Reduksi Emisi Gas Rumah Kaca

Secara global, sektor pembangkitan energi masih menjadi sumber emisi GRK yang dominan dibandingkan sektor-sektor lainnya. Sedangkan untuk skala Indonesia, alih fungsi lahan menjadi kegiatan kontributor utama (sebesar 48%) dalam mengemisikan GRK. Walaupun tidak terlalu besar (hanya sekitar 11%), sektor sampah/limbah berpotensi mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan jumlah populasi penduduk Indonesia setiap tahunnya.

Gambar 16. Proporsi Kontribusi Kegiatan dalam Mengemisikan GRK Skala Indonesia (Sumber: Dewan Nasional Perubahan Iklim, DNPI)

Sektor limbah/sampah menjadi salah satu penghasil gas rumah kaca. Di Indonesia, sampah belum tertangani secara optimal. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) masih ada yang menggunakan sistem pembuangan terbuka (open dumping) atau sekedar menimbun sampah di daerah terbuka tanpa proses apapun. Sampah tersebut kemudian mengalami degradasi dan menghasilkan beberapa gas yang dapat menyebabkan perubahan iklim.

Selain itu dari proses penimbunan/pemrosesan akhir, berbagai macam tahapan dalam penanganan sampah juga berpotensi mengemisikan GRK. Pengumpulan sampah yang dilakukan dengan berbasis motor akan mengemisikan GRK akibat pembakaran bahan bakar motor tersebut. Penanganan sampah di tempat

(41)

Gambar 17. Sumber Emisi Gas Rumah Kaca di Sektor Sampah

Dari Gambar diatas terlihat bahwa dengan target pengurangan sampah yang sampai dengan 30% hingga tahun 2025 tentusaja akan mengurangi emisi GRK. Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Kementerian LHK, bila target pengurangan timbulan sampah pada tahun 2019 yang sebesar 20% dapat tercapai maka hal itu dapat mereduksi emisi GRK 3,82 juta ton CO2 ekuivalen. Sedangkan bila target penanganan tahun 2019 dapat tercapai sebesar 80% maka dapat mereduksi emisi GRK sebesar 14,34 juta ton CO2 ekuivalen. Tentusaja dengan penerapan pengolahan sampah dengan konsep WtE akan lebih mereduksi emisi GRK dari sektor persampahan.

(42)

F Latihan

1. Sebutkan Peraturan Presiden yang menentukan Target pengurangan dan penanganan sampah sebagai bagian dari kebijakan dan strategi nasional dalam pengelolaan sampah.

2. Sebutkan komponen pengurangan dan penanganan sampah yang dapat dilakukan untuk pencapaian target dalam Jakstranas tersebut.

3. Jelaskan peranan pencapaian target dalam Jakstranas tersebut dikaitkan dengan penurunan emisi gas rumah kaca dari sektor pengelolaan sampah.

G Rangkuman

Untuk lebih mendorong peningkatan kinerja pengelolaan sampah, Pemerintah melalui Peraturan Presiden No. 97 tahun 2017 telah menetapkan target pengurangan dan penanganan sampah sebagai bagian dari Kebijakan dan Strategi Nasional (Jakstranas) Pengelolaan Sampah. Selain untuk mengurangi potensi dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat, pencapaian target dalam Jakstranas tersebut akan berkontribusi dalam penurunan emisi gas rumah kaca dari sektor pengelolaan sampah.

H Daftar Pustaka

Peraturan Pemerintah No. 81 tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga

Peraturan Presiden no 97 tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga

(43)

BAB 4

KEBIJAKAN PENGOLAHAN SAMPAH

MENJADI ENERGI SEBAGAI BAGIAN

PENGEMBANGAN ENERGI BARU

TERBARUKAN

(44)

KEBIJAKAN PENGOLAHAN SAMPAH MENJADI

ENERGI SEBAGAI BAGIAN PENGEMBANGAN

ENERGI BARU TERBARUKAN

A Indikator Keberhasilan

Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu memahami dan menjelaskan mengenai kebijakan pengolahan sampah menjadi energi sebagai bagian pengembangan energi baru terbarukan.

B Tujuan

Setelah mengikuti pelatihan mata pelatihan ini peserta pelatihan diharapkan mampu memahami kebijakan yang terkait dengan pemanfaatan sampah sebagai salahsatu sumber energi terbarukan yang potensial untuk dikembangkan.

C Kebijakan Pengembangan Energi Baru Terbarukan

Berdasarkan Undang-undang No. 30 tahun 2007 tentang Energi, beberapa poin bisa dihubungkan dengan pengembangan pemanfaatan sampah sebagai sumber energi.

 Kebijakan energi nasional adalah kebijakan pengelolaan energi yang berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian dan ketahanan energi nasional  Sumber energi terbarukan adalah sumber energi yang dihasilkan dari

sumber daya energi yang berkelanjutan jika dikelola dengan baik, antara lain panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari, aliran dan terjunan air, serta gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut

Sesuai dengan poin-poin diatas dapat disimpulkan bahwa sampah sebagai salahsatu bentuk bioenergi dapat dikategorikan sebagai sumber energi terbarukan yang pengembangannya harus memperhatikan aspek konservasi terhadap lingkungan.

(45)

Prioritas pengembangan energi;

• Pemanfaatan sumber daya energi nasional; • Cadangan energi nasional.

2. Kebijakan pendukung meliputi:

Konservasi dan diversifikasi energi; • Lingkungan dan keselamatan; • Harga, subsidi dan insentif energi;

• Infrastruktur, akses masyarakat dan industri energi; • Penelitian dan pengembangan energi; dan

• Kelembagaan dan pendanaan.

Walaupun tidak dipungkiri bahwa Indonesia masih bertumpu pada fossil fuel, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan berbagai macam kebijakan dan target dalam memperbesar kontribusi energi baru terbarukan (EBT) dalam bauran energi, diantaranya melalui disahkannya Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN). Target kebutuhan dan bauran ketersediaan energi di Indonesia diilustrasikan di dalam Gambar 18.

Penyediaan energi dari sumber energi baru dan sumber energi

terbarukan yang dilakukan oleh badan usaha, bentuk usaha tetap,

dan perseorangan dapat

memperoleh kemudahan dan/atau insentif

dari Pemerintah

dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan

kewenangannya untuk jangka waktu tertentu hingga tercapai

nilai

keekonomiannya

(UU No. 30 tahun 2007 tentang Energi).

(46)

Gambar 18. Bauran Energi Indonesia: Realisasi & Rencana Jangka Panjang Sumber: Indonesia Energy Outlook 2014; RPJMN 2015 ‐ 2019; PP No. 79 Tahun

2014

Pada Gambar tersebut menunjukkan bahwa energi terbarukan dan gas alam diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk masing-masing sebesar 23% dan 22% dari pasokan energi pada tahun 2025 atau hampir setengah dari total kebutuhan energi Indonesia.

Indonesia juga berpeluang untuk menggali dan menggunakan berbagai potensi energi yang lebih ramah lingkungan dan energi baru terbarukan yang belum banyak dimanfaatkan, diantaranya dari sampah. Pembangkitan energi yang berasal dari sampah (biomassa) dikategorikan sebagai energi terbarukan. Dibandingkan sumber energi terbarukan lainnya, biomassa memiliki potensi yang sangat besar tetapi belum termanfaatkan secara optimal.

Tabel 3. Potensi dan Kapasitas Terpasang Sumber Energi di Indonesia

Sumber: LCS dan PKPPIM (2014b) diadopsi dari ESDM (2013) presentasi di paviliun

Indonesia di COP 19 di Warsaw. Catatan: * kapasitas terpasang Mei 2015; ** kapasitas terpasang tahun 2012 saja menurut RUPTL 2015--‐2024 (PLN, 2015);

(47)

memandang sampah sebagai sumber daya yang dapat dimanfaatkan dengan teknologi pengolahan sampah (Waste to Energy). Hal tersebut didukung oleh amanat Undang-Undang No. 30 tahun 2007 tentang Energi dimana disebutkan bahwa Pemanfaatan energi baru dan energi terbarukan wajib ditingkatkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Energi terbarukan dalam hal ini salah satunya merupakan bioenergi yang dihasilkan dari sampah.

Secara eksplisit, Kebijakan pengolahan sampah menjadi energi sebagai bagian pengembangan energi baru terbarukan tertuang dalam Peraturan Presiden No. 35 tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. Pada PerPres ini pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan, dan untuk mengurangi volume sampah secara signifikan demi kebersihan dan keindahan kota serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Selain itu pengelolaan sampah menjadi sumber daya dilaksanakan untuk mendapatkan nilai tambah sampah menjadi energi listrik.

Dalam PerPres tersebut dijelaskan bahwa dalam rangka percepatan pembangunan PLTSa, pemerintah daerah dalam hal ini gubernur atau walikota dapat menugaskan Badan Usaha Milik Daerah atau kompetisi badan usaha. Teknis mengenai kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) dijelaskan lebih terperinci pada modul 13 tentang Penyelenggaraan KPBU Waste to Energy.

Percepatan pembangunan pengelolaan instalasi sampah (PLTsa)

melalui pengelolaan sampah menjadi urusan 12 (dua belas) pemerintah

daerah, yaitu:

Provinsi DKI Jakarta, Kota Tangerang, Kota Tangerang

Selatan, Kota Bekasi, Kota bandung, Kota Semarang, Kota Surakarta,

Kota Surabaya, Kota Makassar, Kota Denpasar, Kota Palembang, dan

(48)

Penyelenggaraan percepatan pembangunan instalasi pengolahan sampah tersebut terkait dengan Peraturan Presiden No. 4 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Ketenagalistrikan. Pada PerPres tersebut dijelaskan bahwa pelaksanaan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan dilakukan dengan mengutamakan pemanfaatan energi baru dan terbarukan sehingga para pemangku kepentingan dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat dapat memberikan dukungan perizinan dan non perizinan serta penyerderhanaannya. Sebagai salah satu sumber energi terbarukan, potensi pembangkitan listrik dari sampah untuk beberapa Propinsi di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 19. Secara umum, potensi pembangkitan listrik akan proporsional terhadap timbulan sampah yang dihasilkan dari suatu daerah.

Gambar 19. Potensi Sampah Kota sebagai Sumber Pembangkitan Listrik (Sumber: Dirjen Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, 2014)

E Kebijakan Pembelian Listrik dan Pembiayaan dari Waste to Energy

Kebijakan pembelian listrik dari PLTSa dilakukan oleh Menteri ESDM dengan menugaskan PT PLN untuk melakukan pembelian tenaga listrik. Harga pembelian listrik diatur pada Peraturan Presiden No. 35 tahun 2018 untuk besaran kapasitas sampai dengan 20 MW (dua puluh megawatt) adalah sebesar USD 13,35 cent/kWh sedangkan untuk besaran kapasitas lebih dari 20 MW Harga pembelian dihitung dengan:

(49)

Kebijakan pembiayaan dari Waste to Energy juga diatur dalam PerPres tersebut dimana dapat bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), serta dapat didukung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau sumber lain yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pendanaan yang bersumber dari APBN dapat digunakan untuk bantuan biaya layanan paling tinggi sebesar Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) per ton sampah. Mekanisme bantuan biaya layanan tersebut diusulkan oleh Menteri Lingkungan Hidup kepada Menteri Keuangan.

F Latihan

1. Sebutkan beberapa Peraturan Perundangan yang terkait dengan kebijakan energi nasional secara umum maupun yang terkait dengan Waste to Energy

2. Sebutkan sumber pembiayaan untuk penyediaan fasilita WtE yang telah tercantumkan dalam PerPres No. 35 tahun 2018.

3. Di beberapa kasus, pembangkitan listrik dari fasilitas di Indonesia saat ini masih relatif kecil, yaitu masih dibawah 20 MW. Berapakah harga jual listrik ke PLN (cent USD/kwh) untuk kapasitas dibawah 20 MW tersebut.

G Rangkuman

Untuk mengurangi ketergantungan pada fossil fuel, Indonesia sebenarnya memiliki potensi sumber energi terbarukan yang jumlahnya sangat berlimpah, diantaranya dari sampah. Berbagai macam kebijakan baik terkait dengan energi secara umum maupun yang spesifik untuk energi yang berasal dari sampah telah dibuat oleh pemerintah dengan harapan semakin banyak fasilitas WtE yang akan terbangun di masa mendatang.

(50)

H Daftar Pustaka

Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional Undang-Undang No. 30 tahun 2007 tentang Energi

Peraturan Presiden No. 35 tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan

(51)

BAB 5 KEBIJAKAN PENGENDALIAN

LINGKUNGAN DARI KEGIATAN

(52)

KEBIJAKAN PENGENDALIAN LINGKUNGAN

DARI KEGIATAN

WASTE TO ENERGY

A Indikator Keberhasilan

Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu memahami dan menjelaskan mengenai kebijakan pengendalian lingkungan dari kegiatan Waste to Energy.

B Tujuan

Setelah mengikuti pelatihan mata pelatihan ini peserta pelatihan diharapkan mampu memahami pengolahan sampah menjadi energi (Waste to Energy) sebagai bagian dari pengelolaan lingkungan.

C Kebijakan Lingkungan terkait Waste to Energy

Undang-Undang No. 39 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup memiliki beberapa tujuan yang salah satunya yaitu mengantisipasi isu lingkungan global. Salah satu isu lingkungan global pada saat ini adalah perubahan iklim. Perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia sehingga menyebabkan perubahan komposisi atmosfer secara global dan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan. Perubahan komposisi atmosfer terjadi pada gas rumah kaca yang merupakan gas yang terkandung dalam atmosfer baik alami atau antropogenik, yang menyerap dan memancarkan kembali radiasi infra merah. Gas rumah kaca menyebabkan suatu fenomena yang disebut dengan efek rumah kaca. Hal ini disebabkan karena proses pemanasan yang terjadi dapat dianaogikan seperti pemanasan pada rumah kaca. Dampak dari perubahan iklim ini sering kali dikenali sebagai pemanasan global. Skema terjadinya efek rumah kaca dijelaskan pada Gambar20.

(53)

Gambar 20. Skema Efek Rumah Kaca

Kontribusi Emisi Gas Rumah Kaca di Dunia menjadi penyebab utama dari terjadinya perubahan iklim yang saat ini kita rasakan. Emisi Gas Rumah Kaca dihasilkan oleh beberapa aktivitas manusia termasuk sektor pengelolaan limbah yang kontribusinya pada efek pemanasan global mencapai 11%.

Pada UU No. 32 tahun 2009 tersebut dicantumkan bahwa instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagai bagian untuk perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Salah satu instrumen pencegahan tersebut adalah izin lingkungan. Peraturan turunan dari UU No. 32 tahun 2009 yang mengatur tentang izin lingkungan adalah Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. Izin lingkungan merupakan izin yang diberikan yang merupakan prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau izin kegiatan termasuk kegiatan Waste to Energy.

Berdasarkan PerPres No. 4 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan dicantumkan bahwa izin lingkungan dari kegiatan percepatan infrastruktur ketenagalistrikan termasuk kegiatan Waste to Energy diselesaikan paling lama 60 hari kerja.

(54)

secara termal diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 70 tahun 2016. Pada peraturan tersebut dijelaskan pada pasal 3 bahwa pengolahan sampah secara termal hanya dapat dilakukan terhadap sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga yang tidak mengandung B3, limbah B3, kaca, Poli Vinyl Clorida (PVC), dan aluminium foil. Baku mutu emisi dari kegiatan pengolahan sampah secara termal dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Baku mutu emisi utama pengolahan sampah secara termal

No Parameter Satuan Batas Maksimum

1 Total Partikulat mg/NM3 120

2 Sulfur Dioksida (SO2) mg/NM3 210

3 Oksida Nitrogen (NOx) mg/NM3 470

4 Hidrogen Klorida (HCl) mg/NM3 10

5 Merkuri (Hg) mg/NM3 3

6 Karbon Monoksida (CO) mg/NM3 625

7 Hidrogen Flourida (HF) mg/NM3 2

8 Dioksin & Furan mg/NM3 0,1

Sumber: Lampiran 1 PerMen LHK No. 70 tahun 2016

Pada pelaksanaan pemantauan emisi dapat dilakukan dengan terus menerus atau manual. Pemantauan emisi secara manual dilakukan paling sedikit satu kali dalam 3 bulan. Pemantauan emisi secara terus menerus dilakukan pada pengolahan sampah dengan kapasitas lebih besar dari 1.000 ton perhari. Ketentuan pelaksanaan pemantauan emisi dijelaskan dalam pasal 9 sampai dengan pasal 15. Pada pemantauan emisi secara terus menerus perlu dilakukan pengendalian mutu dan jaminan mutu pengukuran. Ketentuan tentang pengendalian mutu dan jaminan mutu emisi dijelaskan di pasal 11 dan 12 pada peraturan tersebut.

Peraturan Menteri LH No. 5 tahun 2012 telah mengatur Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajin Memiliki AMDAL LH, yang diantaranya memuat kewajiban AMDAL untuk: Instalasi Pengolahan Sampah Terpadu kapasitas > 500 ton/hari, Incinerator sampah kota dengan semua kapasitas, Methane harvesting

(55)

E Rangkuman

Dnegan melakukan pengolahan sampah yang lebih baik, termasuk dengan mengaplikasikan konsep WtE, dapat diperoleh keuntungan dari sisi lingkungan, yaitu diantaranya berupa penurunan emisi gas rumah kaca. Walaupun demikian, untuk mengantisipasi potensi dampak negatif dari fasilitas WtE, Pemerintah telah mengeluarkan berbagai macam kebijakan terkait pengelolaan lingkungan di fasilitas WtE.

F Daftar Pustaka

 Undang-Undang No. 39 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

 Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan  Peraturan Presiden No. 4 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan

Infrastruktur Ketenagalistrikan

 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 70 tahun 2016 tentang Baku Mutu Emisi Usaha dan / atau Kegiatan Pengolahan Sampah Secara Termal

(56)

Gambar

Gambar 1. Perubahan Paradgima dalam Pengelolaan Sampah  D  Review Peraturan Perundangan terkait
Gambar 2. Kerangka Peraturan Perundangan Bidang  Persampahan  UUD 1945 Pasal 28 H UU 26/2007 tentang  Penataan Ruang UU 18/2008tentang  Pengelolaan Sampah PP 81/2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga  dan Sampah Sejenis Rumah Tangga
Gambar 3. Kerangka Peraturan Perundangan Bidang Pengembangan WtE
Gambar 5. Kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Materi yang diajarkan pada diklat ini meliputi: Pengantar PHPL dan sertifikasi pengelolaan hutan, Kerangka kerja PHPL, Kebijakan pemerintah terkait PHPL,

Dokumen pelaksanaan pembangunan terdiri dari: gambar-gambar yang sesuai dengan pelaksanaan (as built drawings), semua berkas perizinan yang diperoleh pada saat