• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Sejarah Munculnya Industri Batik Kliwonan. kerajaan Mataram, kemudian berlanjut pada masa Kerajaan Solo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Sejarah Munculnya Industri Batik Kliwonan. kerajaan Mataram, kemudian berlanjut pada masa Kerajaan Solo"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

50 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi

1. Sejarah Munculnya Industri Batik Kliwonan

Sejarah batik di Indonesia berkaitan erat dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di Tanah Jawa. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian berlanjut pada masa-masa Kerajaan Solo dan Yogyakarta. Adapun mulai meluasnya kesenian batik menjadi milik rakyat Indonesia, khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Hingga awal abad ke-XX, jenis batik yang dihasilkan adalah batik tulis. Baru kemudian setelah perang dunia pertama, atau sekitar tahun 1920, dikenalkanlah batik jenis baru, yakni batik cap.

Adapun kaitan antara batik dengan penyebaran agama Islam adalah sebagai alat perekonomian. Di Jawa, daerah-daerah perbatikan kebanyakan merupakan daerah pusat penyebaran agama Islam, seperti pesantren atau pemondokan. Oleh karena itu batik kemudian menjadi alat perjuangan ekonomi yang digunakan oleh tokoh-tokoh Muslim untuk melawan ekonomi monopoli oleh Belanda.

Kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia zaman

(2)

commit to user

dahulu. Awalnya, batik dikerjakan terbatas dalam lingkup keraton saja dan hanya dipakai oleh raja dan keluarga serta para pengikutnya.

Oleh karena banyaknya pengikut raja yang tinggal diluar keraton, maka kesenian batik ini dibawa dan dikerjakan diluar keraton. Seiring berjalannya waktu, kesenian batik ditiru oleh rakyat dan terus meluas menjadi pekerjaan kaum wanita untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya dipakai oleh keluarga keraton, beralih menjadi pakaian rakyat yang digemari baik laki-laki maupun perempuan. Bahan kain yang dipergunakan adalah hasil tenunan sendiri, sedangkan bahan pewarna berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti getah pohon mengkudu, tinggi, soga, dan nila. Bahan soda dibuat dari soda abu, serta garamnya dibuat dari tanah lumpur.

Dari kerajaan-kerajaan di Solo dan Yogyakarta sekitar abad ke-XVII hingga XIX, batik kemudian berkembang luas, khususnya di wilayah pulau Jawa. Batik yang awalnya hanya sekedar hobi dari keluarga raja dalam berhias dan berpakaian, kemudian berkembang menjadi komoditi perdagangan oleh masyarakat.

Batik Solo terkenal dengan corak dan pola tradisional. Bahan-bahan yang dipergunakan untuk pewarnaan masih tetap banyak memakai bahan-bahan alami seperti soga Jawa. Pola yang terkenal adalah Sidomukti dan Sidoluhur.

Sedangkan asal-usul batik di daerah Yogyakarta dikenal semenjak kerajaan Mataram dengan rajanya Panembahan Senopati. Daerah

(3)

commit to user

pembatikan pertama bernama desa Plered. Pembatikan pada masa itu terbatas dalam lingkungan keluarga keraton dan dikerjakan oleh perempuan. Kemudian pembatikan meluas pada keluarga keraton lainnya yaitu istri dari abdi dalem dan tentara-tentara kerajaan. Pada upacara resmi kerajaan, keluarga keraton baik laki-laki maupun perempuan memakai pakaian dengan kombinasi batik dan lurik. Rakyat yang tertarik kemudian meniru pola dan corak batik tersebut untuk dipakai sehari-hari.

Pada abad ke-XVIII, batik mulai menyebar ke seluruh pelosok pulau. Hal ini terjadi karena adanya perang melawan Belanda yang mengharuskan para raja beserta keluarganya untuk mengungsi dan menetap di daerah baru, antara lain Pekalongan, Tegal, Cirebon, Gresik, Tulungagung dan Mojokerto. Di daerah baru tersebut, batik mengalami perkembangan dan penyempurnaan corak sesuai dengan keadaan alam sekitarnya.

Pada awalnya, keahlian membatik hanya diwariskan kepada anak perempuan dalam keluarga. Akan tetapi seiring dengan perkembangan jaman dan untuk memenuhi permintaan pasar yang semakin meningkat maka banyak laki-laki yang menekuni ketrampilan membatik. Umumnya dalam usaha kerajinan batik, laki-laki bekerja pada proses desain motif, pengecapan dan pewarnaan sedangkan perempuan biasanya bekerja pada tahap pembatikan.

Pengusaha-pengusaha batik di Desa Pilang dan Desa Kliwonan awalnya adalah buruh batik di Solo. Karena memiliki ketrampilan dan

(4)

commit to user

keahlian sendiri, lama-kelamaan para pengrajin ini mempunyai keinginan yang kuat untuk berwiraswasta. Dari tahun ke tahun banyak yang merintis usaha batik di daerah mereka sendiri. Maka oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen, Desa Pilang dan Desa Kliwonan dijadikan sentra industri batik dan desa wisata. Konsep desa wisata di Desa Pilang dan Desa Kliwonan ini tidak jauh berbeda dengan Desa Kasongan (Bantul) dan Desa Mulyoharjo (Jepara) sebagai sentra ukiran. Para wisatawan bisa melihat dan mempraktikkan pembuatan batik tulis, printing, dan cap di rumah penduduk atau pabrik di sekitarnya.

2. Keadaan Geografis dan Demografis

a. Letak dan Batas Administrasi

Kawasan Sentra Batik Kliwonan merupakan sebuah kawasan yang menjadi pusat produksi batik terbesar yang ada di Sragen. Kawasan ini terdiri dari 2 (dua) desa yang letaknya bersebelahan, yaitu Desa Kliwonan dan Desa Pilang. Secara administratif, Desa Kliwonan dan Desa Pilang terletak di Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen, Provinsi Jawa Tengah. Batas administrasi Desa Kliwonan dan Desa Pilang adalah sebagai berikut:

1) Sebelah utara berbatasan dengan Desa Dari dan Karanganyar, dengan batas Sungai Bengawan Solo.

(5)

commit to user

3) Sebelah timur berbatasan dengan Desa Pringanom, Desa Jati dan Desa Karangmalang.

4) Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Gedongan, Desa Jabung dan Desa Sidokerto, dengan batas Sungai Bengawan Solo. b. Luas Daerah

Desa Kliwonan mempunyai luas 338,61 ha dengan penggunaan lahan 242,26 ha (71,55%) digunakan untuk tanah sawah. Sisanya sekitar 96,35 ha (28,45%) digunakan untuk tanah kering dengan rincian pekarangan 88,15 ha dan lain-lain 8,2 ha.

Sedangkan Desa Pilang mempunyai luas 278,21 ha dengan penggunaan lahan 168,21 ha (60,46%) digunakan untuk tanah sawah, terdiri dari 92,21 ha sawah irigasi teknis dan 76 ha sawah tadah hujan. Sisanya sekitar 110 ha (39,54%) digunakan untuk tanah kering dengan rincian pekarangan 100,48 ha dan lain-lain 9,52 ha.

Tabel 4.1. Luas dan Penggunaan Lahan di Desa Kliwonan dan Desa Pilang

No. Penggunaan Lahan

Desa Kliwonan Desa Pilang

Luas % Luas % 1. 2. Tanah sawah Tanah kering - Pekarangan - Lain-lain 242,26 ha 88,15 ha 8,20 ha 71,55% 26,03% 2,42% 168,21 ha 100,48 ha 9,52 ha 60,46% 36,12% 3,42% Jumlah 338,61 ha 100% 278,21 ha 100%

(6)

commit to user 3. Keadaan Penduduk

a. Jumlah Kepadatan dan Penyebaran Penduduk

Berdasarkan data jumlah penduduk Desa Kliwonan adalah 5.145 jiwa yang terdiri dari 2.538 jiwa penduduk laki-laki dan 2.607 jiwa penduduk perempuan. Jumlah rumah tangga adalah 1.433 kepala keluarga. Dari data tersebut dapat diketahui jumlah rata-rata anggota tiap keluarga adalah 4 orang. Luas Desa Kliwonan 3,39 km2. Berdasarkan jumlah penduduk yang sebesar 5.145 jiwa, maka kepadatan penduduk di Desa Kliwonan adalah 1.159,4 jiwa/km2.

Sedangkan jumlah penduduk Desa Pilang adalah 4.686 jiwa yang terdiri dari 2.357 jiwa penduduk laki-laki dan 2.329 jiwa penduduk perempuan. Jumlah rumah tangga adalah 1.182 kepala keluarga. Dari data tersebut dapat diketahui jumlah rata-rata anggota tiap keluarga adalah 4 orang. Luas Desa Pilang 2,78 km2. Berdasarkan jumlah penduduk yang sebesar 4.686 jiwa, maka kepadatan penduduk di Desa Pilang adalah 1.684,3 jiwa/km2.

Tabel 4.2. Perbandingan Jumlah Penduduk Laki-laki dan Perempuan di Desa Kliwonan dan Desa Pilang

No. Jumlah Penduduk

Desa Kliwonan Desa Pilang

Jiwa % Jiwa % 1. 2. Laki-laki Perempuan 2.538 jiwa 2.607 jiwa 49,33% 50,67% 2.357 jiwa 2.329 jiwa 50,3% 49,7%

Jumlah 5.145 jiwa 100% 4.686 jiwa 100%

(7)

commit to user

b. Komposisi Penduduk

Komposisi penduduk adalah gambaran susunan penduduk yang dibuat berdasarkan pengelompokan penduduk menurut karakteristik yang sama. Pembahasan tentang komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan dan mata pencaharian akan disajikan dalam bentuk tabel.

1) Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Melihat komposisi penduduk menurut tingkat pendidikannya dapat memberikan gambaran tentang tingkat pendidikan di suatu daerah, yang juga dapat mencerminkan status sosial masyarakatnya. Semakin tinggi tingkat pendidikan suatu masyarakat maka secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi pola pikir dalam kehidupan bermasyarakat. Tingkat pendidikan juga berhubungan dengan pemilihan jenis aktivitas di luar sektor pertanian.

Tingkat pendidikan pendududuk di suatu daerah juga dapat dijadikan dasar untuk mengetahui potensi suatu daerah tentang sumber daya manusianya. Dengan mengetahui tingkat pendidikan penduduk suatu masyarakat, dapat diketahui masalah sosial apa yang harus dipecahkan serta aspek kehidupan apa yang harus dikembangkan. Untuk mengetahui keadaan komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Kliwonan dan Pilang dapat dilihat dari tabel berikut ini:

(8)

commit to user

Tabel 4.3. Komposisi Penduduk diatas Usia 5 Tahun Menurut Tingkat Pendidikan Desa Kliwonan dan Desa Pilang No. Tingkat

Pendidikan

Desa Kliwonan Desa Pilang

Jiwa % Jiwa % 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Tidak sekolah Belum tamat SD Tidak tamat SD Tamatan SD Tamatan SMP Tamatan SMA Tamatan PT 253 jiwa 432 jiwa 722 jiwa 1.615 jiwa 860 jiwa 774 jiwa 78 jiwa 5,34% 9,13% 15,25% 34,11% 18,17% 16,35% 1,65% 217 jiwa 384 jiwa 644 jiwa 1.413 jiwa 1.111 jiwa 463 jiwa 37 jiwa 5,08% 9,00% 15,09% 33,10% 26,02% 10,84% 0,87%

Jumlah 4.734 jiwa 100% 4.269 jiwa 100%

Sumber: Monografi Desa Kliwonan dan Desa Pilang

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk Desa Kliwonan dan Pilang mempunyai tingkat pendidikan tamatan SD yakni Desa Kliwonan sebesar 34,11% dan Desa Pilang sebesar 33,10%. Tingkat pendidikan dengan jumlah paling sedikit adalah tamatan Akademi/Perguruan Tinggi untuk Desa Kliwonan 1,65% dan Desa Pilang sebesar 0,87%.

Dari data tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa tingkat pendidikan masyarakat Desa Kliwonan dan Pilang sebagian besar adalah tamatan SD. Akan tetapi sejalan dengan waktu, banyak keluarga muda yang mulai sadar akan pentingnya pendidikan sehingga ada kemauan untuk menyekolahkan anaknya paling tidak sampai ke jenjang SMA. Hal ini ditunjukan dalam tabel bahwa tamatan SMA mempunyai

(9)

commit to user

persentase yang cukup besar yaitu 16,35% untuk Desa Kliwonan dan 10,84% untuk Desa Pilang.

2) Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Komposisi penduduk menurut mata pencaharian didasarkan pada pekerjaan pokok penduduk yang telah mencapai usia produktif. Dari komposisi penduduk menurut mata pencaharian dapat ditarik kesimpulan tentang struktur perekonomian suatu daerah. Di samping itu juga dapat memberikan gambaran sektor tertentu yang dapat menunjang kehidupan masyarakat di suatu daerah. Menurut data, di Desa Kliwonan terdapat 1.955 penduduk yang telah mencapai usia produktif, sedangkan di Desa Pilang ada sekitar 2.063 penduduk yang telah mencapai usia produktif.

Tabel 4.4. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Kliwonan dan Desa Pilang

No. Jenis

Pekerjaan

Desa Kliwonan Desa Pilang

Jiwa % Jiwa % 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Buruh tani Petani Pengusaha/pengrajin PNS/TNI/POLRI Karyawan Pertukangan Jasa 226 jiwa 722 jiwa 134 jiwa 136 jiwa 382 jiwa 95 jiwa 260 jiwa 11,56% 36,93% 6,85% 6,96% 19,54% 4,86% 13,30% 342 jiwa 622 jiwa 806 jiwa 64 jiwa 112 jiwa 79 jiwa 38 jiwa 16,57% 30,16% 39,08% 3,10% 5,43% 3,82% 1,84% Jumlah 1.955 jiwa 100% 2.063 jiwa 100% Sumber: Monografi Desa Kliwonan dan Desa Pilang

(10)

commit to user

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa penduduk Desa Pilang sebagian besar menggantungkan hidupnya pada sektor industri kecil yaitu sebesar 39,08%. Di Desa Pilang banyak terdapat industri rumah tangga/industri kecil (batik, batu bata dan mebel) sehingga banyak menyerap tenaga kerja pada bidang tersebut. Pada sektor pertanian juga masih tergolong cukup besar yaitu sekitar 30,16%. Hal ini dikarenakan di Desa Pilang masih banyak terdapat sawah yang menghasilkan padi, tebu maupun palawija. Sedangkan di Desa Kliwonan sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani yaitu sebesar 36,93%. Hal ini dikarenakan lahan pertanian di Desa Kliwonan masih sangat luas yaitu lebih dari 60% dari luas desa. Mata pencaharian sebagai karyawan menempati posisi kedua untuk penduduk dengan usia produktif di Desa Kliwonan dengan persentase sebesar 19,54%.

B. Tahap Implementasi Program IPAL Komunal

Program Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal merupakan program bantuan dari pemerintah pusat untuk membantu industri kecil dan menengah dalam mengatasi permasalahan mengenai pencemaran lingkungan. Pembuangan air limbah tanpa adanya pengolahan khusus membuat air sungai mengalami pencemaran yang kian parah dari waktu ke waktu. Salah satu daerah yang mengalami pencemaran air sungai yang sangat

(11)

commit to user

parah adalah di Kawasan Sentra Batik Kliwonan. Dari permasalahan tersebut, pada tahun 2007 digagaslah pembangunan saluran IPAL Komunal di Kawasan Sentra Batik Kliwonan. Konsep teknologi IPAL memanfaatkan energi gravitasi dalam bejana berhubungan dengan proses biologis sehingga tidak memerlukan energi listrik dan bahan kimia.

Pada tahun 2009, Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) melalui Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Jawa Tengah dibantu oleh BLH Kabupaten Sragen mulai membangun instalasi pengelolaan limbah cair sebagai upaya nyata mengurangi pencemaran lingkungan. Dasar acuan program ini adalah PERDA Nomor 6 Tahun 2008 yang mengatur tentang pengendalian lingkungan hidup. Instalasi ini dibangun untuk membantu penurunan beban pencemaran di sekitar lingkungan perumahan warga, kawasan persawahan dan daerah aliran sungai.

Pembangunan IPAL di Kawasan Sentra Batik Kliwonan tidak dilakukan secara langsung, melainkan melalui tahap-tahap pelaksanaan yang memerlukan waktu yang cukup lama. Tahap-tahap pelaksanaan tersebut dibagi menjadi 3 (tiga) tahapan utama, yaitu sebagai berikut:

1. Tahap persiapan, meliputi: usulan dari pengrajin desa, pembentukan kelompok paguyuban dan penyusunan proposal.

2. Tahap pelaksanaan, meliputi: survei dan kajian lapangan, persetujuan dan sosialisasi sampai dengan pelaksanaan pembangunan IPAL.

(12)

commit to user

Berikut adalah gambar tahapan pelaksanaan program IPAL di Kawasan Sentra Batik Kliwonan.

Gambar 4.1

Tahapan pelaksanaan IPAL Komunal di Kawasan Sentra Batik Kliwonan

(Sumber: BLH Kabupaten Sragen)

TAHAP PERSIAPAN

1. USULAN DARI PENGRAJIN DESA KLIWONAN

2. MEMBENTUK KELOMPOK PAGUYUBAN PENGELOLA IPAL

3. MENYUSUN PROPOSAL PERMOHONAN IPAL KE BLH KABUPATEN SRAGEN

TAHAP PELAKSANAAN:

1. BLH KABUPATEN SRAGEN MELAKUKAN SURVEI DAN CHECK/KAJIAN LAPANGAN 2. MENYETUJUI DAN MELAKUKAN

SOSIALISASI

3. PEMBANGUNAN IPAL

DESA PILANG DESA KLIWONAN

TAHAP EVALUASI:

1. IPAL KLIWONAN AKTIF SEJAK TAHUN 2012

2. BLH KABUPATEN SRAGEN MELAKUKAN MONITORING DAN EVALUASI

TAHAP PERSIAPAN

1. USULAN DARI PENGRAJIN DESA PILANG 2. MEMBENTUK KELOMPOK PAGUYUBAN

PENGELOLA IPAL

3. MENYUSUN PROPOSAL PERMOHONAN IPAL KE BLH KABUPATEN SRAGEN

TAHAP PELAKSANAAN:

1. BLH KABUPATEN SRAGEN MELAKUKAN SURVEI DAN CHECK/KAJIAN LAPANGAN 2. MENYETUJUI DAN MELAKUKAN

SOSIALISASI

3. PEMBANGUNAN IPAL

TAHAP EVALUASI:

1. IPAL PILANG AKTIF SEJAK TAHUN 2013 2. BLH KABUPATEN SRAGEN MELAKUKAN

MONITORING DAN EVALUASI KAWASAN SENTRA BATIK

(13)

commit to user

Sebagai gambaran lengkap terkait pelaksanaan program IPAL Komunal di Kawasan Sentra Batik Kliwonan, berikut merupakan penjelasan proses pelaksanaannya secara bertahap:

1. Tahap persiapan

Tahap persiapan merupakan tahap paling dasar dalam pelaksanaan program IPAL ini. Tahap persiapan dimulai dengan adanya usulan dari para pengrajin, pembentukan kelompok paguyuban pengelola IPAL dan penyusunan proposal permohonan ke BLH Sragen. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah penjabaran setiap tahap yang telah disebutkan diatas:

a. Usulan dari pengrajin

Usulan dari pengrajin merupakan tahapan awal dari proses persiapan dilaksanakannya program IPAL. Usulan dari pengrajin merupakan tindak lanjut dari adanya pertemuan antara BLH Sragen dengan perwakilan pemilik usaha kecil dan menengah di kabupaten sragen untuk memberi informasi mengenai program IPAL. Setelah diadakannnya diskusi, informasi mengenai program IPAL tersebut langsung menarik perhatian para pengrajin batik di kedua desa. Usulan secara lisan pun disampaikan kapada pihak terkait. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Ketua Paguyuban IPAL Desa Kliwonan, Bapak Marsono:

“Awalnya ada program ini berupa usulan. Jika dilihat sekilas, program ini jelas menguntungkan karena tidak membutuhkan banyak biaya. Pernah ada usulan setiap pengrajin harus punya IPAL sendiri, tentu sangat memberatkan karena biayanya sangat besar. Alternatifnya adalah dengan IPAL Komunal yang bisa dipakai bersama, sehingga biaya operasionalnya

(14)

commit to user

tidak terlalu mahal karena dibagi dengan pengguna lainnya.” (Wawancara, 21 Juni 2015)

Hal senada diungkapkan oleh Bapak Sungadi, selaku Kasubid Pengendalian Lingkungan Hidup BLH Kabupaten Sragen:

“Program ini sebelumnya pernah di sosialisasikan kepada pemilik usaha kecil dan menengah di Kabupaten Sragen. Tanggapannya positif. Banyak usulan yang masuk, terutama dari para pengrajin di Sentra Batik Kliwonan dan industri pembuatan tahu di Teguhan. Usulan tersebut kami tampung, kemudian ditindaklanjuti dengan membentuk kelompok paguyuban pengelola IPAL Komunal dan penyusunan proposal permohonan.” (Wawancara, 27 Mei 2015)

b. Pembentukan kelompok paguyuban

Tahapan selanjutnya adalah dengan membentuk kelompok paguyuban pengelola IPAL. Pembentukan kelompok paguyuban pengelola IPAL dilakukan jauh-jauh hari sebelum IPAL diresmikan. Kelompok paguyuban ini terdiri dari para pemilik usaha dan pengrajin batik yang ada di Desa Kliwonan dan Desa Pilang. Kelompok ini nantinya yang akan mengelola dan bertanggungjawab atas operasional IPAL di daerahnya. Sebelum terjun langsung untuk mengelola IPAL, kelompok ini diberi bekal sosialisasi dan pelatihan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Bapak Harso Suwito Harno, selaku Ketua Paguyuban IPAL Desa Pilang:

“Kelompok paguyuban itu dibentuk sejak lama, jauh hari sebelum IPAL mulai digunakan pada tahun 2013. Kemungkinan sudah terbentuk sekitar akhir tahun 2011. Awal mulanya, anggota paguyuban diberi bekal pelatihan dan sosialisasi tentang tata cara perawatan IPAL. Hal ini dimaksudkan agar hanya yang sudah mengikuti pelatihan dan

(15)

commit to user

memiliki kemampuan dasar yang boleh mengelola dan merawat IPAL.” (Wawancara, 6 Juni 2015)

Hal tersebut dibenarkan oleh Bapak Indro Susilo, warga Desa Pilang:

“Kelompok paguyuban itu sudah lama dibentuk, sebelum IPAL dibangun. Setiap kelompok paguyuban (di masing-masing desa) mempunyai strukturnya sendiri. Ada ketua, sekretaris, bendahara, penanggungjawab dan anggotanya. Seperti di desa saya ini, walaupun IPAL sedang dalam proses pembangunan, kami sudah membentuk kelompok sekitar setahun yang lalu.” (Wawancara, 3 Juni 2015)

c. Penyusunan proposal permohonan

Setelah kelompok paguyuban berhasil dibentuk, penyusunan proposal permohonan bantuan IPAL ke BLH Kabupaten Sragen segera dilakukan. Dalam proposal ini, pemohon juga menyertakan lampiran anggota kelompok paguyuban, serta alternatif lokasi untuk pembangunan IPAL. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Bapak Harjono, pemilik usaha Batik HR di Desa Pilang:

“Untuk permohonan secara resmi harus menggunakan proposal permohonan bantuan. Jadi setelah mengajukan usulan secara lisan, kami membuat proposal permohonan ke pihak dinas dengan melampirkan data kelompok paguyuban.” (Wawancara, 6 Juni 2015)

Hal tersebut dibenarkan oleh Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sragen, Bapak Tasripin:

“Semua usulan yang masuk kami tampung dan akan ditindaklanjuti. Untuk pemohon memang harus mengirimkan proposal permohonan bantuan instalasi. Proposal ini gunanya untuk meneliti dan menentukan lokasi mana yang lebih siap

(16)

commit to user

dan mendesak untuk dilakukan pembangunan IPAL Komunal.” (Wawancara, 27 Mei 2015)

2. Tahap pelaksanaan

Tahap pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan penting, dimulai dengan adanya survei dan kajian lapangan, persetujuan dan sosialisasi, sampai dengan pelaksanaan pembangunan IPAL. Tahap pelaksanaan akan dijelaskan dalam uraian berikut:

a. Survei dan kajian lapangan

Setelah tahap persiapan selesai dilakukan, tahap selanjutnya adalah melakukan survei dan kajian lapangan. Survei dan kajian lapangan dilakukan oleh pihak BLH Kabupaten Sragen dan dibantu oleh anggota kelompok paguyuban pengelola IPAL. Survei dan kajian lapangan merupakan tahap yang penting dalam menentukan lokasi pembangunan IPAL. Lokasi yang akan digunakan harus mempunyai ketinggian tanah yang lebih rendah dari pemukiman warga, dan berada di sisi aliran sungai. Hal ini dilakukan agar air limbah dapat mengalir dengan mudah dan hasil proses pengolahan bisa langsung dibuang ke sungai. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Bapak Marsono, selaku Ketua Paguyuban IPAL Desa Kliwonan:

“Pemilihan lokasi harus dilakukan dengan teliti dan penuh pertimbangan. Contohnya ketika tangki pengolahan diletakkan ditempat yang lebih tinggi dari pemukiman, maka

pengguna IPAL harus menggunakan pompa untuk

(17)

commit to user

penuh, maka air limbah akan membludak dan memenuhi selokan warga.” (Wawancara, 21 Juni 2015)

Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Bapak Tasripin, selaku Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sragen:

“Survei atau kajian lapangan memerlukan waktu yang cukup panjang. Kami dari pihak dinas dibantu anggota kelompok paguyuban menentukan dimana lokasi yang tepat untuk membangun IPAL tersebut. Lokasi harus lebih rendah dari pemukiman warga dan terletak di pinggir aliran sungai.” (Wawancara, 27 Mei 2015)

b. Persetujuan dan sosialisasi

Setelah lokasi pembangunan ditentukan, pihak BLH Kabupaten Sragen segera melakukan persetujuan/pengesahan proposal. Setelah proposal tersebut disetujui, tahap selanjutnya adalah melakukan sosialisasi dan pelatihan bagi para anggota kelompok paguyuban pengelola IPAL. Sosialisasi dilakukan bertujuan untuk memberikan penjelasan mengenai petunjuk pelaksanaan program IPAL serta pembagian tugas antar stakeholder yang terlibat agar tidak terjadi tumpang tindih kewajiban dalam menjalankan program. Sedangkan pelatihan diberikan pada anggota kelompok paguyuban pengelola IPAL, yang meliputi dasar-dasar mengoperasikan IPAL, membersihkan bak penampungan dan penanganan pada kerusakan kecil pada alat. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Ketua Paguyuban IPAL Desa Pilang, Bapak Harso Suwito Harno:

(18)

commit to user

“Setelah pengesahan proposal, sosialisasi untuk pengelola dan warga dilakukan di balai desa setempat. Sebelumnya sudah pernah dilakukan sosialisasi, tetapi hanya untuk perwakilan saja. Pada sosialisasi ini dijelaskan berbagai macam hal tentang pengelolaan IPAL yang baik dan benar, pembagian tugas dan pelatihan bagi petugas.” (Wawancara, 6 Juni 2015)

Hal senada juga disampaikan oleh Bapak Slamet, pegawai Batik Sadewo di Kliwonan:

“Sosialisasi dan pelatihan dilakukan agar para pengelola mengetahui tugasnya masing-masing. Semuanya sudah dipersiapkan dan dilaksanakan secara matang. Awalnya ketika ada kebocoran pipa, kami selalu menghubungi dinas. Akan tetapi, sekarang petugas kami sudah bisa mengatasi hal tersebut.” (Wawancara, 3 Juni 2015)

c. Pembangunan IPAL

Proses pembangunan IPAL dilakukan setelah proses persetujuan dan sosialisasi dilaksanakan. Pelaksanaan pembangunan IPAL dilakukan oleh BLH Kabupaten Sragen dengan pihak perusahaan pemenang lelang pengadaan barang, dengan menggunakan dana bantuan dari Kementerian Lingkungan Hidup. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Bapak Sungadi:

“Pembangunan IPAL di Desa Kliwonan dan Desa Pilang menggunakan dana bantuan dari Kementerian Lingkungan Hidup melalui BLH Provinsi Jawa Tengah. Kami disini bertindak sebagai eksekutor. Lama pembangunannya kira-kira 3-6 bulan. Setelah itu IPAL bisa langsung digunakan.” (Wawancara, 27 Mei 2015)

Hal senada juga disampaikan oleh Ibu Aswanda, pemilik Batik Winda Sari di Kliwonan:

(19)

commit to user

“Setelah proposal disetujui dan dilakukan survei lokasi, tahap selanjutnya adalah membangun instalasi. Pembangunan instalasi dilakukan oleh pihak dinas, dibantu sebagian warga. Alhamdulillah tidak ada kendala, sehingga dalam waktu kira-kira 3 atau 4 bulan IPAL tersebut sudah dapat digunakan.” (Wawancara, 3 Juni 2015)

3. Tahap evaluasi

Tahap evaluasi terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu pengaktifan IPAL, sampai pada kegiatan monitoring dan evaluasi. Tahap evaluasi akan dijelaskan dalam uraian berikut:

a. Pengaktifan IPAL

Tahapan setelah IPAL berhasil dibangun adalah pengaktifan IPAL. Setelah dibangun sebenarnya IPAL tersebut sudah bisa langsung digunakan, hanya saja diperlukan waktu 3 bulan agar IPAL dapat berjalan dengan optimal. IPAL Komunal di Desa Kliwonan sudah aktif sejak tahun 2012, sedangkan IPAL Komunal di Desa Pilang aktif 1 tahun kemudian, yaitu di tahun 2013.

b. Monitoring dan evaluasi

Monitoring dan evaluasi merupakan tahapan pasca pelaksanaan program yang dikelola dan merupakan tanggungjawab oleh semua pihak yang terlibat dalam program IPAL Komunal ini. Semua pihak harus secara aktif mengawasi kegiatan yang dilakukan oleh kelompok sasaran penerima program agar pelaksanaannya sesuai dengan pedoman yang berlaku. Hal ini sesuai dengan yang

(20)

commit to user

diungkapkan oleh Bapak Sungadi, selaku Kasubid Pengendalian Lingkungan Hidup BLH Kabupaten Sragen:

“Monitoring dilaksanakan setiap 3 dan 6 bulan sekali dengan melakukan cek kondisi lapangan. Hasil dari monitoring itulah yang akan dipakai untuk menyusun evaluasi, apakah IPAL di lokasi tersebut memerlukan perbaikan atau tidak. Dan apabila ada kerusakan, kami akan segera memperbaiki. Yang perlu diingat disini bahwa monitoring bukan hanya tugas kami, baik pemerintah pusat sampai masyarakat juga harus terlibat didalamnya” (Wawancara, 27 Mei 2015)

Hal tersebut juga dikemukakan oleh Bapak Harso Suwito Harno, selaku Ketua Paguyuban IPAL Desa Pilang:

“Monitoring itu tugas bersama, jadi semua pihak yang terlibat wajib melakukan monitoring. Dari monitoring itu nanti terlihat, apakah program sudah berjalan sesuai dengan pedomannya atau tidak. Hasil dari monitoring itu akan kami sampaikan ke pihak kelurahan serta dinas terkait, selanjutnya hasil tersebut akan dievaluasi dan menjadi bahan untuk pembuatan laporan tahunan.” (Wawancara, 3 Juni 2015) Berdasarkan proses pelaksanaan program IPAL Komunal diatas, maka dapat disimpulkan bahwa program IPAL Komunal di Kawasan Sentra Batik Kliwonan sudah berjalan dengan cukup baik. Program IPAL yang berjalan di Desa Kliwonan dan Desa Pilang sudah berjalan sesuai dengan ketentuan yang ada serta tahapan-tahapan yang harus dilaksanakan telah terealisasi dengan baik pula. Pihak BLH sebagai fasilitator, kelompok paguyuban pengelola IPAL dan masyarakat sekitar turut berusaha untuk menjalankan program agar sesuai dengan harapan.

(21)

commit to user

C. Efektivitas Program IPAL Komunal di Kawasan Sentra Batik Kliwonan Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen

Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Setelah sebuah program dilaksanakan, maka akan nampak hasilnya, apakah hasil tersebut efektif atau tidak efektif. Efektivitas program IPAL Komunal merupakan suatu konsep untuk mengukur tercapainya tujuan dari program IPAL Komunal, baik itu dalam target, sasaran jangka panjang maupun misi organisasi.

Program IPAL Komunal merupakan program bantuan dari pemerintah pusat melalui pemerintah daerah dalam hal penanggulangan pencemaran lingkungan. Seperti yang dikemukakan oleh Bapak Tasripin, selaku Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sragen, sebagai berikut:

“Program Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal ini merupakan bentuk bantuan dari pemerintah akibat adanya pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh pengusaha kecil dan menengah di sepanjang aliran sungai Bengawan Solo. Bantuan ini disalurkan oleh pemerintah pusat melalui pemerintah daerah sebagai upaya pencegahan pencemaran lingkungan akibat limbah cair di sepanjang daerah aliran air sungai, agar tidak mengganggu ekosistem dan lingkungan disekitarnya.” (Wawancara, 27 Mei 2015)

Hal senada juga disampaikan oleh Bapak Sungadi, selaku Kasubid Pengamanan Lingkungan Hidup Kabupaten Sragen:

“Program IPAL Komunal merupakan materi penunjang dalam upaya pengendalian lingkungan hidup. Program ini adalah instruksi dari pihak Kemeterian untuk memfasilitasi pembuatan IPAL di daerah. Karena memang semua sudah disiapkan tentu harus dijalankan.” (Wawancara, 27 Mei 2015)

(22)

commit to user

Efektivitas program IPAL Komunal di Kawasan Sentra Batik Kliwonan Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen dapat dilihat dari 4 (empat) indikator, yaitu pencapaian tujuan, kepuasan kelompok sasaran, daya tanggap klien, dan sistem pemeliharaan. Berikut adalah pembahasan atas keempat indikator diatas:

1. Pencapaian Tujuan

Mengetahui efektivitas suatu program dapat dilihat dari seberapa jauh program itu mencapai tujuannya. Apabila pelaksanaan suatu program dapat mencapai tujuannya maka pelaksanaan program tersebut dapat dikatakan efektif. Namun sebaliknya apabila pelaksanaan program tidak mencapai tujuannya maka pelaksanaan program tersebut dinyatakan tidak efektif.

Dalam hal ini, efektivitas program IPAL Komunal di Kawasan Sentra Batik dapat dilihat dari tercapainya tujuan programnya, yaitu: a. Mengurangi beban pencemaran akibat pembuangan limbah cair. b. Mencegah pencemaran pada tanah permukaan dan sumber air rumah

tangga.

c. Melindungi hewan dan tumbuhan yang hidup dalam air. d. Menghilangkan tempat berkembang biaknya bibit penyakit.

Keempat tujuan ini sesuai dengan PERDA Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pengendalian Lingkungan Hidup. Peraturan ini merupakan acuan bagi pemerintah dalam mengusahakan sarana dan prasarana pembuangan atau pengolahan limbah untuk industri rumah tangga dan industri kecil,

(23)

commit to user

serta dalam upaya menurunkan kadar parameter pencemar dalam limbah agar diperoleh limbah cair dengan kualitas baik dan memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan.

Efektivitas terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang telah dicapai, dimana dalam implementasi program IPAL di Kawasan Sentra Batik Kliwonan ini sudah sejalan dengan tujuan dari kebijakan tentang pengendalian lingkungan hidup, terutama pada tujuan nomor 1 yaitu mengurangi beban pencemaran dan tujuan nomor 2 yaitu mencegah pencemaran ada sumber air dan tanah permukaan. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Bapak Tasripin, selaku Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sragen:

“Tentu sejalan, karena tujuan dari program IPAL ini adalah untuk mengendalikan lingkungan hidup. Kami sendiri juga punya dasarnya, yaitu PERDA No. 6 Tahun 2008 tentang Pengendalian Lingkungan Hidup. Disamping itu, pihak Kementerian menyediakan fasilitas jadi kami perlu untuk melaksanakan program ini.” (Wawancara, 27 Mei 2015)

“Dengan adanya IPAL ini, beban pencemaran terhadap lingkungan, baik itu tanah dan air dapat dicegah, minimal bisa dikurangi. Lingkungan jadi lebih bersih, sehingga kesehatan warga dapat terjaga karena penyakit juga tidak bisa berkembangbiak.” (Wawancara, 12 Agustus 2015)

Dari sudut pandang lain, Bapak Indro Susilo, warga Desa Pilang, mengatakan:

“Adanya program IPAL sangat membantu. Hal ini merupakan usaha dari pemerintah untuk memfasilitasi pengrajin kecil disini. Apalagi program ini bertujuann untuk membantu mengendalikan lingkungan hidup, melindungi tumbuhan dan hewan yang ada di sungai.” (Wawancara, 3 Juni 2015)

(24)

commit to user

Kasubid Pengamanan Lingkungan Hidup Kabupaten Sragen, Bapak Sungadi, menambahkan:

“Ya pasti sejalan, karena program ini merupakan program dari pusat. Dari situ pihak dinas mulai membuat peraturan. Dari pusat kemudian memberikan fasilitas, dan kita yang bertugas untuk melaksanakannya, sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan sebelumnya.” (Wawancara, 27 Mei 2015)

“Ada beberapa tujuan dari program IPAL Komunal; diantaranya adalah untuk mengurangi beban pencemar dalam air dan mencegah pencemaran dalam ekosistem air dan tanah. Kesemuanya telah dapat tercapai dalam program IPAL Komunal di Kawasan Sentra Batik Kliwonan.” (Wawancara, 12 Agustus 2015)

Selain itu, pandangan yang sama disampaikan oleh Bapak Slamet, pegawai Batik Sadewo, Kliwonan yang sependapat bahwa program IPAL sudah sejalan dengan tujuan dari kebijakan pengendalian lingkungan:

“Sudah sejalan ya mbak, karena program ini merupakan produk dari kebijakan itu. Tujuan pemerintah adalah untuk melakukan pencegahan pencemaran akibat limbah batik. Ini merupakan usaha pemerintah untuk membantu mensejahterakan usaha kecil dan menengah agar dapat berkembang dengan baik.” (Wawancara, 3 Juni 2015)

Suatu program dibuat untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Apabila program tersebut sudah berhasil diimplementasikan, tetapi hasil yang diperoleh tidak dapat diukur, dirasakan maupun diamati dan dinikmati secara langsung oleh masyarakat, maka program tersebut dianggap gagal. Melihat pernyataan diatas, maka tujuan-tujuan dari program IPAL Komunal di Kawasan Sentra Batik Kliwonan telah berhasil dicapai. Keluaran atau hasil dari pengolahan air limbah di kawasan tersebut menjadi tidak berwarna dan berbau serta tidak

(25)

commit to user

mengandung bahan kimia yang berbahaya sehingga tidak mencemari lingkungan pemukiman dan aliran sungai. Dengan demikian, aspek pencapaian tujuan dapat dikatakan efektif dengan adanya pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

2. Kepuasan Kelompok Sasaran

Kriteria kepuasan kelompok sasaran sangat menentukan bagi keikutsertaan atau respon masyarakat dalam mengimplementasikan program dan mengelola hasil-hasil program tersebut. Tanpa adanya kepuasan kelompok sasaran maka program tidak akan mempunyai arti penting bagi kelompok sasaran tersebut. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh salah seorang warga Desa Pilang, Bapak Indro Susilo, yang menyebutkan bahwa adanya program IPAL telah memberikan banyak manfaat bagi semua elemen masyarakat:

“Program ini banyak manfaatnya, misalnya membuat lingkungan jadi semakin bersih sehingga tidak ada pencemaran di sungai. Kalau air sungai tidak tercemar, kesehatan juga ikut terjamin. Saya berharap semoga kedepannya IPAL tersebut dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.” (Wawancara 3 Juni 2015) Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Ibu Aswanda, pemilik Batik Winda Sari di Desa Kliwonan:

“Menurut saya, IPAL ini sangat bermanfaat. Dengan adanya IPAL ini, kami sebagai pengrajin tidak perlu bersusah payah untuk mengurus masalah air limbah. Lingkungan menjadi kondusif dan bersih. Terlebih air limbah juga tidak mencemari lingkungan. Saya sebagai pengrajin cukup puas, hanya ada beberapa hal yang masih harus diperbaiki terkait instalasinya, agar kinerjanya maksimal.” (Wawancara 3 Juni 2015)

(26)

commit to user

Begitu pula seperti yang diungkapkan oleh Bapak Harjono, selaku pemilik Batik HR di Desa Pilang:

“Mungkin dengan adanya IPAL ini semua tujuan untuk mengurangi pencemaran sudah tercapai karena IPAL ini banyak manfaatnya. Saya sebagai pengguna IPAL merasa puas. Instalasinya berjalan dengan baik. Kalaupun ada kerusakan, pihak dinas dengan sigap langsung memperbaiki. Bahkan sampai sekarang belum ada masalah yang berarti. Kalau terjadi penyumbatan ya biasa, pipa itu terlalu kecil untuk mengalirkan air limbah yang debitnya besar.” (Wawancara 6 Juni 2015)

Bapak Sulis, warga Desa Kliwonan menambahkan:

“Saya tidak ikut kelompok paguyuban mbak karena memang belum terhubung IPAL. Tetapi kalau melihat hasilnya yang baik saya ikut puas mbak. Yang saya lihat, IPAL ini membuat lingkungan jadi tambah bersih, limbah tidak mencemari lingkungan dan tidak lagi berbau.” (Wawancara 6 Juni 2015) Disisi lain, pemilik usaha Batik Dewi Arum, Bapak Marsono yang juga merupakan Ketua Paguyuban IPAL Desa Kliwonan, menambahkan bahwa pembangunan IPAL di Desa Kliwonan sudah berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan:

“Di Desa Kliwonan, IPAL sudah ada sejak tahun 2012. Dalam kurun waktu tersebut, dapat dikatakan bahwa IPAL sudah berjalan sesuai dengan tujuan. Karena IPAL ini bentuk bantuan dari pusat, maka sewaktu pembangunan instalasinya tidak memerlukan biaya sama sekali. Sedangkan untuk iuran perawatan, setiap anggota wajib membayar sekitar Rp 100.000,- hingga Rp 300.000,-, tergantung seberapa besar debit air yang keluar. Alhamdulillah dengan adanya IPAL Komunal ini kami merasa sangat terbantu karena biaya yang dikeluarkan setiap bulan tidak begitu mahal, sehingga lebih efisien dibandingkan harus mengelola IPAL pribadi” (Wawancara, 21 Juni 2015) Berdasarkan pernyataan-pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa tingkat kepuasan yang dirasakan oleh para pengrajin dan masyarakat di Kawasan Sentra Batik Kliwonan cukup tinggi dengan

(27)

commit to user

adanya program IPAL ini. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya manfaat yang dihasilkan dengan adanya IPAL ini, seperti lingkungan yang terlihat semakin bersih dan limbah tidak mencemari pemukiman warga. Akan tetapi sedikit catatan bahwa program ini harus selalu mengadakan evaluasi dan monitoring secara berkala agar didapatkan hasil yang lebih maksimal.

3. Daya Tanggap Klien

Dengan adanya daya tanggap klien yang positif, maka dapat dipastikan peran serta mereka akan meningkat. Masyarakat akan mempunyai perasaan ikut memiliki dan bertanggungjawab terhadap kebijakan dan keberhasilan pelaksanaannya. Hal ini berarti kebijakan tersebut akan lebih mudah untuk diimplementasikan, seperti yang disampaikan oleh Ketua Paguyuban IPAL Desa Pilang, Bapak Harso Suwito Harno:

“Saya rasa masyrakat sudah mulai paham tentang adanya program ini. Mereka cukup peduli dengan selalu memberikan dukungan positif bagi kami para pengelola IPAL. Tak jarang mereka juga ikut membantu, mulai dari membersihkan selokan hingga menguras bak penampungan.” (Wawancara 6 Juni 2015)

Hal serupa diungkapkan oleh Bapak Marsono selaku Ketua Paguyuban IPAL Desa Kliwonan:

“Menjaga kebersihan lingkungan memang menjadi

tanggungjawab bersama. Awalnya saya hanya memberikan insruksi bagi para pengrajin agar selalu menjaga kebersihan lingkungan disekitarnya (terkait air limbah). Kemudian respons masyarakat ternyata sangat baik. Mereka dengan antusias ikut membantu bahkan tanpa diminta. Jujur, hingga saat ini belum ada keluhan dari warga yang terganggu dengan adanya IPAL ini.” (Wawancara 21 Juni 2015)

(28)

commit to user

Tanggapan positif dari masyarakat juga dijabarkan oleh pernyataan dari Bapak Sungadi, selaku Kasubid Pengamanan Lingkungan Hidup Kabupaten Sragen:

“Pembangunan instalasi IPAL selesai dibangun tahun 2012 untuk Desa Kliwonan dan tahun 2013 untuk Desa Pilang, dan pada saat itu juga IPAL sudah bisa digunakan. Hanya saja, ada banyak instalasi pipa penyalur limbah yang belum terpasang seluruhnya, sehingga program ini belum dapat berjalan secara optimal. Terlebih pada awalnya masyarakat disana masih sangat awam untuk dapat mengelola IPAL. Hanya saja dengan adanya semangat dan keinginan yang kuat, lama-kelamaan masyarakat jadi paham betul bagaimana caranya mengelola IPAL Komunal tersebut.” (Wawancara, 27 Mei 2015)

Hal senada juga disampaikan oleh Bapak Tasripin, selaku Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sragen:

“Masyarakat sekarang sudah jauh lebih paham bahwa kebersihan lingkungan merupakan tanggungjawab bersama. Jadi urusan limbah bukan hanya kewajiban pengrajin atau pemilik usaha, melainkan kewajiban bersama. Bahkan ketika terjadi kerusakan, ketika tim kami belum sampai kesana, warga sudah bergotong-royong membantu memperbaiki dengan alat seadanya. Disini kami sebagai pendamping cukup bangga dengan meningkatnya daya tanggap warga tersebut.” (Wawancara 27 Mei 2015)

Bapak Sulis selaku warga desa Kliwonan menambahkan:

“Daya tanggap warga desa sini sangat baik. Ada apa-apa pasti tetangga ikut membantu. Bukan karena gagap, tapi memang itu sudah menjadi tradisi. Seperti ketika ada kebocoran pipa IPAL, kami berusaha membantu sebisanya.” (Wawancara 6 Juni 2015). Dari pernyataan informan diatas, ada perubahan yang terjadi sejak dibangunnya IPAL di Kawasan Sentra Batik Kliwonan, yakni perubahan pola pikir para pemilik usaha dan masyarakat sekitar. Adanya IPAL ini membentuk pola pikir yang terbuka mengenai hidup bersih dan sehat

(29)

commit to user

serta tidak mengedepankan individualisme. Kerjasama antar warga, baik pengrajin maupun non pengrajin di kedua desa ini memperlihatkan bahwa masyarakat memiliki daya tanggap yang positif. Daya tanggap yang tinggi menunjukkan bahwa masyarakat sudah mengerti akan pentingnya kesehatan lingkungan yang harus dijaga bersama.

4. Sistem Pemeliharaan

Sistem pemeliharaan berarti dilakukan sautu sikap yang bersifat memelihara terhadap hasil-hasil yang dicapai. Tanpa adanya sistem pemeliharaan yang memadai dan kontinyu maka betapapun baiknya suatu program atau hasil yang didapat, program tersebut dapat berhenti seiring dengan berjalannya waktu. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Slamet, selaku pegawai Batik Sadewo di Desa Kliwonan:

“Kalau sekarang tugasnya adalah melakukan pemeliharaan. Instalasi IPAL itu termasuk aset desa, jadi harus ada yang mengelola dan menjaga dengan baik. Disini (di Desa Kliwonan) ada petugas kebersihan dan setiap bulan digaji dari iuran warga.” (Wawancara 3 Juni 2015)

Bapak Harjono, pemilik Batik HR di Desa Pilang menambahkan:

“Untuk pemeliharaan harian sudah berhasil kami handle dengan baik. Kami melakukan pengecekan untuk melihat apakah ada kerusakan. Kerusakan-kerusakan kecil seperti tersumbat sampah seringkali terjadi. Ketika terjadi kerusakan besar, seperti kebocoran kolam, baru kita manghubungi pihak dinas agar bisa segera diperbaiki.” (Wawancara 6 Juni 2015)

Sependapat dengan hal tersebut, Bapak Sungadi selaku Kasubid Pengendalian Lingkungan Hidup mejelaskan:

“Disini kami membantu untuk pembangunan IPAL dan pemasangan instalasinya. Ketika IPAL tersebut sudah siap digunakan, kami akan kembalikan IPAL tersebut kepada pihak

(30)

commit to user

paguyuban untuk kemudian dikelola. Jadi ketika IPAL tersebut sudah mulai berjalan, maka tanggungjawab secara otomatis akan berpindah ke tangan pengelola yang baru. Biaya operasional dan perawatan semua dikelola oleh pihak paguyuban. Pihak BLH hanya melakukan pendampingan sekaligus melakukan monitoring dan evaluasi.” (Wawancara 27 Mei 2015)

Pada indikator sistem pemeliharaan, aspek kepatuhan warga dinilai sudah cukup baik karena setiap warga telah ikut mengambil peran dalam menjaga, merawat dan melestarikan IPAL yang ada di masing-masing desa. Pemeliharaan dilakukan bersama dengan selalu mengadakan rembug warga sekaligus membayar iuran pada bendahara paguyuban. uang tersebut digunakan untuk biaya operasional, biaya perawatan (pengganti alat-alat yang rusak) dan sisanya digunakan untuk mmbayar jasa petugas yang membersihkan kolam limbah. Dengan melihat hasil diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem pemeliharaan di kedua desa telah dilakukan dengan baik dan penuh tanggungjawab.

Berdasarkan acuan efektivitas pelaksanaan program diatas, yaitu pencapaian tujuan, kepuasan kelompok sasaran, daya tanggap klien dan sistem pemeliharaan, dapat diketahui bahwa pelaksanaan program IPAL Komunal di Kawasan Sentra Batik Kliwonan Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen telah berjalan dengan cukup efektif.

(31)

commit to user

Tabel 4.5. Matriks Efektivitas Program IPAL Komunal di Kawasan Sentra Batik Kliwonan

No. Efektivitas Program

IPAL Komunal Analisis

1. 2. 3. Pencapaian Tujuan Kepuasan Kelompok Sasaran

Daya Tanggap Klien

- Dilihat dari indikator pencapaian tujuan, pelaksanaan program IPAL Komunal di Kawasan Sentra Batik Kliwonan dapat dikatakan efektif.

- Hal ini dapat dibuktikan dengan tercapainya tujuan dari program IPAL Komunal yaitu untuk mengurangi beban pencemaran air limbah dan mencegah terjadinya pencemaran pada tanah permukaan dan sumber air di area pemukiman.

- Indikator kepuasan kelompok sasaran dalam pelaksanaan program IPAL Komunal ini cukup tinggi.

- Hal ini dibuktikan dengan adanya kepuasan baik dari pengusaha maupun warga di kedua desa, akan adanya manfaat dari program IPAL Komunal, yaitu lingkungan yang semakin bersih dan limbah yang tidak lagi mencemari aliran sungai.

- Daya tanggap klien dalam pelaksanaan program IPAL Komunal ini direspons dengan positif.

- Ada perubahan pola pikir dalam masyarakat kedua desa yang terjadi setelah dibangunnya IPAL Komunal. Adanya IPAL Komunal turut membentuk pola pikir yang terbuka mengenai lingkungan yang bersih dan sehat merupakan tanggungjawab yang harus dijaga bersama.

(32)

commit to user

4. Sistem Pemeliharaan - Pada indikator sistem pemeliharaan, aspek kepatuhan warga dinilai sudah berjalan dengan cukup baik.

- Para pengrajin yang tergabung dalam paguyuban secara rutin membayar iuran setiap bulannya untuk biaya perawatan IPAL Komunal. Selain itu warga sekitar juga turut membantu untuk menjaga, merawat dan melestarikan IPAL Komunal yang ada di masing-masing desa.

(33)

commit to user

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Program IPAL Komunal di Kawasan Sentra Batik Kliwonan Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen

Efektivitas dari Program Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal di Kawasan Sentra Batik Kliwonan tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hal tersebut salah satunya yaitu dapat dilihat dari bagaimanakah implementasinya. Melalui pemahaman tentang sikap pelaksana, komunikasi, sumber daya serta dukungan masyarakat yang telah berjalan selama ini akan diketahui lebih jauh seberapa besar faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi implementasi program IPAL Komunal, dimana hal tersebut sangat berpengaruh terhadap efektivitas program IPAL Komunal di Kawasan Sentra Batik Kliwonan.

1. Sikap Positif Pelaksana

Efektivitas pelaksanaan program IPAL Komunal sangat dipengaruhi oleh sikap pelaksana dalam menjalankan tugasnya masing-masing. Dalam menjalankan tugas, setiap pelaksana memiliki kewenangan sesuai dengan bidang unit kerjanya, sehingga mereka dituntut menjalankan tugas dan kewenangannya tersebut dengan baik agar hasil kerjanya tidak mengecewakan.

Pelaksana dalam pelaksanaan program IPAL Komunal yaitu fasilitator (BLH Kabupaten Sragen), dan paguyuban pengelola IPAL. Elemen-elemen tersebut merupakan kunci pelaksanaan progam IPAL di masyarakat. Keinginan untuk mengembangkan kawasan Sentra Batik

(34)

commit to user

sekaligus menjaga kebersihan serta kesehatan lingkungan sudah dimiliki oleh semua unit pelaksana terkait. Hal tersebut seperti yang telah diutarakan oleh pemilik usaha Batik Sukowati Asri, sekaligus Ketua Paguyuban IPAL Desa Pilang, Bapak Harso Suwito Harno:

“Secara pribadi saya mendukung sekali. Program ini sagat bagus dan jelas sangat menguntungkan bagi masyarakat. Apalagi disini merupakan kawasan industri batik, banyak limbah yang dihasilkan sehingga harus ada sistem yang mengatur. Lewat adanya IPAL itu kurang lebih. Jadi semua pihak diuntungkan, pengrajin senang karena limbahnya tertampung dan masyarakat senang karena lingkungan jadi bersih.” (Wawancara 6 Juni 2015) Pendapat yang sama juga diutarakan oleh Bapak Tasripin, selaku Kepala Badan Lingkungan HidupKabupaten Sragen:

“Pelaksanaan program IPAL Komunal cukup bagus. Meskipun belum berjalan secara maksimal, namun seiring berjalannya waktu masyarakat disini tahu bagaimana caranya mengelola IPAL tersebut dengan baik. Kami selaku fasilitator tentu tidak lepas tangan, setidaknya proses monitoring selalu berjalan. Jadi, apabila ada keluhan, sebisa mungkin kami akan membantu.” (Wawancara 27 Mei 2015)

Pelaksana program IPAL Komunal di Kawasan Sentra Batik Kliwonan dapat dikatakan sudah baik. Hal ini ditunjukkan dengan adanya semangat, kerjasama dan tanggungjawab yang diemban oleh para pelaksana lewat adanya paguyuban pengelola IPAL. Selain itu, para pelaksana juga mempunyai kesadaran untuk menjalankan tugasnya dengan baik. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Marsono selaku Ketua Paguyuban IPAL Desa Kliwonan:

“Saya selaku ketua paguyuban disini senang bisa membantu dinas dalam menjalankan program. Ibaratnya, dinas sebagai fasilitator

(35)

commit to user

yang membangun dan kami selaku kelompok paguyuban yang bertangungjawab untuk merawat dan mengembangkannya. Tanggungjawab yang diemban masing-masing pihak bermacam-macam, meski tidak harus turun langsung. Misalnya para pengrajin yang menggunakan IPAL punya kewajiban untuk membayar iuran perbulannya. Uangnya tersebut dipakai untuk merawat instalasinya, termasuk membayar petugas kebersihan.” (Wawancara 21 Juni 2015)

Sikap pelaksana memegang peranan yang sangat penting dalam menjalankan suatu program. Sikap positif pelaksana timbul sejalan dengan pemahaman terhadap tujuan program. Sikap ini ditentukan oleh tingkat pemahaman pelaksanaan terhadap tujuan program yang terlihat dalam sikap penerimaan pelaksana guna mensukseskan program dan kepatuhan pelaksana dalam memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan. Apabila para pelaksana program belum dapat memahami apa saja tujuan program, maka program tersebut tidak akan berjalan dengan baik. Sebaliknya apabila para pelaksana program tahu dan paham apa tujuan dan tugasnya dengan baik, maka program tersebut akan berjalan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Pelaksana merupakan pihak yang paling bertanggungjawab terhadap keberhasilan pelaksanaan suatu program.

Dilihat dari respons dan tanggungjawab dari para pelaksana, program ini telah dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang ada, baik di Desa Kliwonan dan Desa Pilang telah melaksanakan program IPAL Komunal ini dengan sangat baik. Oleh karena itu dapat diambil

(36)

commit to user

kesimpulan bahwa sikap positif pelaksana turut berpengaruh dalam menjalankan program tersebut.

2. Komunikasi dan Koordinasi

Komunikasi merupakan salah satu faktor penting yang dapat mendukung keberhasilan dalam mengimplementasikan program. Komunikasi yang dibangun dalam proses pelaksanaan program IPAL Komunal di Kawasan Sentra Batik Kliwonan adalah komunikasi secara vertikal dan horizontal. Komunikasi dilakukan dengan maksud menyampaikan informasi sehingga tidak terjadi kesalahpahaman. Keberhasilan pelaksanaan program IPAL Komunal ini ditunjang oleh kelancaran dan kejelasan komunikasi antara aparat pelaksana dengan kelompok sasaran. Koordinasi yang dibangun oleh para pelaksana menjadi sarana komunikasi untuk menyelaraskan pemahaman agar tidak terjadi tumpang tindih dalam mencapai tujuan bersama. Komunikasi dilakukan secara formal dan informal serta dijalankan secara periodik sesuai dengan kebutuhan.

Komunikasi secara formal dilakukan ketika proses sosialisasi dan rembug warga berjalan. Sedangkan komunikasi informal dilakukan sesuai dengan kebutuhan pada kondisi-kondisi tertentu. Selain itu komunikasi secara vertikal dan horizontal juga dilakukan dalam pelaksanaan program IPAL Komunal ini. Komunikasi vertikal terjadi antara pihak BLH selaku fasilitator dengan pengrajin batik selaku kelompok sasaran. Dalam pelaksanaan program IPAL Komunal di

(37)

commit to user

Kawasan Sentra Batik Kliwonan, komunikasi vertikal dilakukan dengan cukup baik. Hal ini dibuktikan bahkan sebelum IPAL Komunal di kawasan ini dibangun, yakni sejak proses sosialisasi. Pihak fasilitator memberikan pengarahan serta mendampingi dan melakukan pelatihan dasar bagi pengelola IPAL agar kemudian IPAL di kawasan tersebut dapat berjalan dengan baik. Hal ini dinyatakan oleh Bapak Sungadi, selaku Kasubid Pengamanan Lingkungan Hidup Kabupaten Sragen:

“Kunci keberhasilan disini adalah adanya komunikasi yang baik dengan para pihak yang terlibat. Seperti misalnya sewaktu diadakan sosialisasi, pada dasarnya pengrajin sangat asing tentang pengelolaan air limbah. Sewaktu kita beri pengertian, mereka mendengarkan dengan baik, dan apabila dirasa kurang jelas, mereka mengajukan pertanyaan. Bahkan segala aspek ditanyakan, supaya tidak terjadi kesalahan dalam mengelolanya. Kami juga masih memberikan pendampingan, jadi sewaktu-waktu ada masalah atau kerusakan kami bisa langsung turun tangan.” (Wawancara 27 Mei 2015)

Hal yang serupa juga diungkapkan oleh pemilik Batik Winda Sari di Desa Kliwonan, Ibu Aswanda:

“Komunikasi dengan pihak dinas cukup baik. Ketika ada kerusakan alat atau mbludak karena kolam terlalu penuh, kami biasanya langsung menghubungi pihak dinas. Biasanya ketika petugas datang, kerusakan tersebut langsung diperbaiki. Kalau ada masalah lain selalu dilakukan diskusi bersama ketika ada pengecekan. Jadi setiap masalah selalu disampaikan.” (Wawancara 3 Juni 2015)

Selain komunikasi vertikal, ada pula komunikasi secara horizontal. Komunikasi ini terjadi antar pelaksana yang memiliki kedudukan sejajar yakni antara pengelola dengan anggota paguyuban.

(38)

commit to user

Sama dengan komunikasi vertikal, komunikasi horizontal juga berjalan dengan baik. Hal tersebut dibuktikan dengan tidak adanya tumpang tindih tugas dan kewajiban selama program dilaksanaan. Hal ini disampaikan oleh Bapak Slamet, pegawai Batik Sadewo, Kliwonan:

“Setahu saya, disini ada paguyuban, jadi setiap bulan ada waktu untuk rembugan antar anggota sambil membayar iuran dan menyampaikan laporan tentang perawatan IPAL secara lisan. Acara ini menjadi sarana komunikasi. Semua anggota wajib hadir, supaya tahu informasi terbaru mengenai IPAL di Kliwonan.” (Wawancara 3 Juni 2015)

Sependapat dengan Bapak Slamet, pemilik Batik HR di Desa Pilang, Bapak Harjono, menyebutkan:

“Komunikasi dengan pengelola sangat lancar. Perkumpulan anggota paguyuban dilakukan pada tanggal 15 tiap bulannya. Ada lebih dari 20-an pengrajin yang sudah bergabung. Sewaktu perkumpulan biasanya akan ada pelaporan secara lisan, nanti setelah itu laporan yang asli akan diserahkan ke Kelurahan. Komunikasi dengan pihak Kelurahan juga baik.” (Wawancara 6 Juni 2015)

Program atau kebijakan akan berjalan efektif bila ukuran dan tujuan dapat dipahami oleh individu-individu yang bertanggung jawab dalam kinerja program atau kebijakan. Ketepatan komunikasi antar pelaksana dan konsistensi dari tujuan yang dikomunikasikan menjadi sangat penting karena komunikasi dan koordinasi memiliki pengaruh yang kuat dalam suatu proses yang kompleks dan sulit.

Dalam pelaksanaan program IPAL Komunal, komunikasi dan koordinasi memegang peran yang sangat vital. Pola komunikasi dalam pelaksanaan program IPAL Komunal di Kawasan Sentra Batik Kliwonan

(39)

commit to user

sudah terjalin baik. Hubungan dua arah antar pengelola dan anatara pengelola dengan fasilitator terjalin dengan sangat baik, sehingga komunikasi dan koordinasi antar keduanya terbilang cukup lancar.

3. Sumber Daya yang Memadai

Sumber daya merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam pelaksanaan program IPAL Komunal ini. Sumber daya diperlukan dalam pelaksanaan suatu program untuk dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Sumber daya dalam pelaksanaan program IPAL Komunal di Kawasan Sentra Batik Kliwonan, antara lain:

a. Sumber Daya Manusia

1) Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sragen sebagai Fasilitator Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sragen dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 15 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah. Sedangkan penjabaran tugas dan fungsi serta Tata Kerja Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sragen diatur dalam Peraturan Bupati Sragen

nomor 42 tahun 2009. Badan Lingkungan Hidup

menyelenggarakan fungsi pelaksanaan sebagian fungsi Pemerintah Daerah di bidang Lingkungan Hidup, Tata Kota dan Kebersihan yang meliputi pengkajian dampak, pengembangan kapasitas dan teknologi Lingkungan Hidup, pengendalian pemulihan dan pengamanan Lingkungan Hidup, kebersihan dan pertamanan, keindahan kota dan pergedungan. Dalam

(40)

commit to user

menyelenggarakan fungsinya, Badan Lingkungan Hidup mempunyai tugas :

- Melaksanakan penyusunan kebijakan teknis dan program kerja Badan Lingkungan Hidup, serta melaksanakan pengelolaan administrasi di bidang Lingkungan Hidup. - Mengesahkan dokumen rekomendasi Analisis Menganai

Dampak Lingkungan (AMDAL), Upaya Pengelolaan Lingkungan – Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkingan (SPPL). - Mengadakan pembinaan dan pengarahan kepada staf dan

koordinasi penyelenggaraan audit lingkungan serta melaksanakan pelaporan di bidang Lingkungan Hidup. - Memberi saran dan pertimbangan kepada Bupati dalam

bidang Lingkungan Hidup.

- Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya,

Hingga saat ini, BLH Kabupaten Sragen mempunyai staf pegawai berjumlah 198 orang. Berikut merupakan susunan organisasi Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sragen:

(41)

commit to user Gambar 4.2

Stuktur Organisasi Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sragen

Dalam pelaksanaan program IPAL Komunal di Kawasan Sentra Batik Kliwonan, BLH Kabupaten Sragen berperan sebagai fasilitator. Peran fasilitator dalam program IPAL Komunal di Kawasan Sentra Batik Kliwonan sangatlah penting. Dalam pelaksanaan program, BLH Kabupaten Sragen merupakan perpanjangan tangan dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).

Fasilitator bertugas dalam mendampingi pelaksanaan program sekaligus bertindak sebagai pengawas. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Bapak Tasripin, selaku Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sragen:

(42)

commit to user

“Disini kami bertindak sebagai perpanjangan tangan dari Kementerian Lingkungan Hidup, jadi program yang berjalan ini berasal dari pusat yang dilimpahkan ke daerah. Ya ini memang tugas berat, tapi kami juga berusaha. Kami terus berupaya sambil belajar agar hasilnya maksimal. Bagaimanapun ini kan program yang baik, bermanfaat bagi masyarakat jadi harus dijalankan. Alhamdulillah bisa kita liat sekarang hasilnya. Sedikit demi sedikit instalasi IPAL ini sudah mampu berjalan secara optimal. Kami juga tak serta merta lepas tangan, kami tetap melakukan monitoring dan evaluasi secara berjangka.” (Wawancara 27 Mei 2015)

2) Paguyuban Pengelola IPAL

Peran paguyuban pengelola IPAL dalam pelaksanaan program IPAL Komunal di Kawasan Sentra Batik Kliwonan ini sangat penting yaitu dibagian pengelolaan dan perawaatan. Setelah instalasi berhasil terpasang, tugas selanjutnya akan diambil alih oleh paguyuban. Masing-masing paguyuban, memiliki pengurus yang terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara, Anggota dan Penanggungjawab/petugas kebersihan. Berikut adalah tabel anggota kelompok paguyuban pengelola IPAL Komunal di Desa Kliwonan dan Desa Pilang:

(43)

commit to user

Tabel 4.6. Data Pengusaha Batik di Kawasan Sentra Batik Kliwonan

No. Nama Pengusaha Alamat Keterangan

1. Desa Kliwonan

1. Bp. Suparno (Batik Sadewo) 2. Bp. Muh. Pribadi

3. Bp. Eko (Batik Brotoseno) 4. Bp. Juniawan (Batik Putri Nabila) 5. Ibu Aswanda (Batik Winda Sari) 6. Bp. Meydi (Batik Medira) 7. Bp. Bambang

8. Batik Cengkir Wijaya

9. Bp. Suprapto (Batik Nugroho) 10. Bp. Hartono

11. Bp. Ramno (Batik Purnama) 12. Bp. Marsono (Batik Dewi Arum) 13. Batik Banyu Biru

14. Ibu Tri Utami

15. Ibu Suparmi (Batik Melati) 16. Bp. Muh Rofiq Dk. Kuyang, Kliwonan Dk. Kuyang, Kliwonan Dk. Kuyang, Kliwonan Dk. Kuyang, Kliwonan Dk. Kuyang, Kliwonan Dk. Kuyang, Kliwonan Dk. Kuyang, Kliwonan Dk. Kuyang, Kliwonan Dk. Kuyang, Kliwonan Dk. Kuyang, Kliwonan Dk. Dalangan, Kliwonan Dk. Kliwonan, Kliwonan Dk. Kliwonan, Kliwonan Dk. Kliwonan, Kliwonan Dk. Kliwonan, Kliwonan Dk. Kliwonan, Kliwonan

Sudah Terlayani IPAL Sudah Terlayani IPAL Sudah Terlayani IPAL Sudah Terlayani IPAL Sudah Terlayani IPAL Sudah Terlayani IPAL Sudah Terlayani IPAL Sudah Terlayani IPAL Sudah Terlayani IPAL Sudah Terlayani IPAL Sudah Terlayani IPAL Sudah Terlayani IPAL Sudah Terlayani IPAL Sudah Terlayani IPAL Sudah Terlayani IPAL Sudah Terlayani IPAL 2. Desa Pilang

1. Bp. Yudi

2. Bp. Slamet W (Batik Sekar Melati) 3. Bp. Basyir (Batik Sidomulyo) 4. Bp. Ahmadi (Batik Alimukti) 5. Bp. Saji

6. Bp. Harno (Batik Sukowati Asri) 7. Bp. Santoso (Batik Santoso) 8. Ibu Aswanda (Batik Winda Sari) 9. Bp. Panjul

10. Bp. Marjuki (Batik Marjuki Hadi) 11. Bp. Nursidi (Batik Nursidi) 12. Bp. Soffan (Batik Mahmudah) 13. Bp. Wiji

14. Bp. Suharto (Batik Andarum) 15. Bp. Harjono (Batik HR) 16. Bp. Wahid (Batik Abimanyu) 17. Bp. Joko

18. Ibu Sunarti (Batik Mira) 19. Bp. Arifin

20. Bp. Slamet R (Batik Canting Mas) 21. Ibu Aminah (Batik Busana Asri) 22. Bp. Dari

23. Bp. Kamah (Batik Manunggal) 24. Bp. Munawar (Batik Mawar Indah) 25. Ibu Raminah (Batik Putri Lestari) 26. Bp. Sadino (Batik Wahyu Tri Jaya) 27. Bp. Ahmad Suwandi (Batik Cita)

Dk. Pilang Lor, Pilang Dk. Pilang Lor, Pilang Dk. Pilang Lor, Pilang Dk. Pilang Lor, Pilang Dk. Pilang Lor, Pilang Dk. Pilang Lor, Pilang Dk. Pilang Lor, Pilang Dk. Pilang Lor, Pilang Dk. Pilang Lor, Pilang Dk. Pilang Lor, Pilang Dk. Pilang Lor, Pilang Dk. Pilang Lor, Pilang Dk. Pilang Lor, Pilang Dk. Pilang Lor, Pilang Dk. Pilang Kidul, Pilang Dk. Pilang Kidul, Pilang Dk. Pilang Kidul, Pilang Dk. Pilang Kidul, Pilang Dk. Pilang Kidul, Pilang Dk. Pilang Kidul, Pilang Dk. Pilang Kidul, Pilang Dk. Pilang Kidul, Pilang Dk. Pilang Kidul, Pilang Dk. Pilang Kidul, Pilang Dk. Pilang Kidul, Pilang Dk. Pilang Kidul, Pilang Dk. Pilang Kidul, Pilang

Sudah Terlayani IPAL Sudah Terlayani IPAL Sudah Terlayani IPAL Sudah Terlayani IPAL Sudah Terlayani IPAL Sudah Terlayani IPAL Sudah Terlayani IPAL Sudah Terlayani IPAL Sudah Terlayani IPAL Sudah Terlayani IPAL Sudah Terlayani IPAL Sudah Terlayani IPAL Sudah Terlayani IPAL Sudah Terlayani IPAL Sudah Terlayani IPAL Sudah Terlayani IPAL Sudah Terlayani IPAL Sudah Terlayani IPAL Sudah Terlayani IPAL Sudah Terlayani IPAL Sudah Terlayani IPAL Sudah Terlayani IPAL Sudah Terlayani IPAL Sudah Terlayani IPAL Sudah Terlayani IPAL Sudah Terlayani IPAL Sudah Terlayani IPAL

(44)

commit to user

Setiap pengurus paguyuban mempunyai kewajiban dan tanggungjawab masing-masing. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pembagian tugas, sehingga semua aspek dapat berjalan bersamaan dengan lancar. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Paguyuban IPAL Desa Kliwonan, Bapak Marsono:

“Paguyuban ini terbentuk sebelum instalasi IPAL mulai dibangun. Kalau tidak salah sejak pengajuan proposal pemasangan instalasi, ya kira-kira 1 tahunan sebelum pemasangan instalasi. Jadi dari awal kami memang sudah buat persiapan karena kami sadar pemahaman kami sebagai orang awam sangat kurang. Tapi seiring berjalannya waktu, kami terus berkembang, kami belajar dan berusaha keras.” (Wawancara 21 Juni 2015)

Hal senada disampaikan Bapak Sungadi, selaku Kasubid Pengendalian Lingkungan Hidup BLH Kabupaten Sragen:

“Paguyuban pengelola IPAL merupakan faktor yang tidak kalah penting dalam program IPAL Komunal ini. Setelah pemasangan instalasi, pengelolaan kami serahkan pada paguyuban di masing-masing desa. Sebelumnya kami memang telah memberikan sosialisasi dan pelatihan bagi para pengurus supaya mereka dapat memahami dasar pengelolaan IPAL Komunal. Tidak mudah, karena hal ini masih sangat asing bagi pengrajin. Tapi dengan tekad dan semangat daya lihat mereka bisa mengemban kewajiban dan tanggungjawabnya dengan baik.” (Wawancara 27 Mei 2015)

b. Sumber Dana

Sumber dana juga merupakan faktor penting dalam pelaksanaan suatu program. Jika dana yang disipakan tidak

(45)

commit to user

memadai, tentu sebuah program tidak akan dapat terealisasi. Dalam pelaksanaan program IPAL Komunal di Kawasan Sentra Batik Kliwonan, pendanaan utama diperoleh dari bantuan langsung oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Dana ini kemudian digunakan untuk pembangunan instalasi, berupa bak penampungan terpusat dan saluran-saluran pipa dari rumah pengrajin ke bak penampungan akhir. Sehingga dalam hal pemasangan instalasi, para pengrajin tidak mengeluarkan biaya. Baru pada tahap pengelolaan, paguyuban menerapkan sistem iuran bagi para pengrajin pengguna IPAL. Iuran ini wajib dibayarkan setiap bulan sekali, sesuai dengan kebijakan masing-masing desa. Seperti yang dikemukakan oleh pemilik Batik Winda Sari di Desa Kliwonan, Ibu Aswanda:

“Ketika pemasangan dulu tidak pakai iuran karena merupakan program dari pusat. Sekarang ada iuran setiap bulannya. Sedikit mahal untuk saya, karena harus membayar sekitar Rp 200.000,- tiap bulannya. Setiap pengrajin punya tanggungjawab untuk membayar yang berbeda-beda, tergantung banyaknya debit limbah yang keluar. Kalau semakin banyak debit limbahnya, bayarnya semakin mahal. Uang iuran tersebut dipakai untuk dana operasional IPAL dan untuk membayar Pak Joko yang bertugas untuk menguras bak penampungan.” (Wawancara 3 Juni 2015)

Disisi lain pemilik Batik HR, Bapak Harjono, memiliki pendapat yang tak jauh berbeda:

“Untuk pemasangan kita tidak perlu membayar karena menggunakan dana dari pusat. Jadi kami terima jadi, tinggal dipakai. Setelah itu baru paguyuban menarik iuran sebesar Rp 15.000,- per bulan untuk membayar dana pengelolaan IPAL. Iuran itu sudah termasuk untuk membeli bahan dan alat

(46)

commit to user

perawatan, membayar petugas kebersihan dan sisanya disimpan untuk perbaikan kalau ada yang rusak.” (Wawancara 6 Juni 2015)

Tersedianya sumber daya yang memadai akan mendukung dalam pelaksanaan suatu program untuk dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Sumber daya tersebut dapat berupa materi/bahan pokok, sumber dana/anggaran, perlengkapan, sarana dan prasarana yang dibutuhkan maupun sumber daya manusia. Sumber daya merupakan faktor penting dalam efektivitas pelaksanaan program, karena sumber daya merupakan kunci berjalannya program itu sendiri.

Sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi efektivitas program, sumber daya dalam pelaksanaan program IPAL Komunal di Kawasan Sentra Batik Kliwonan telah terpenuhi dengan baik. Dalam aspek yang pertama, yaitu sumber daya manusia, meskipun awam mengenai IPAL, seiring berjalannya waktu IPAL tersebut dapat dikelola dengan baik. Hingga saat ini, baik di Desa Kliwonan maupun Desa Pilang tidak pernah terjadi kerusakan yang parah. Hal ini menandakan bahwa para pengelola IPAL sudah menjalankan tugasnya dengan baik.

Sedangkan untuk masalah pendanaan, Desa Pilang bisa mengatur pendanaan dengan lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari anggaran masing-masing desa dalam mengelola dan merawat IPAL Komunal di wilayahnya. Untuk Desa Kliwonan, ada 16 pengusaha yang tergabung, dengan kisaran iuran Rp 100.000,- hingga Rp 300.000,- setiap bulannya. Apabila dihitung dengan asumsi rata-rata pengusaha mengeluarkan dana

Gambar

Tabel 4.1.  Luas  dan  Penggunaan  Lahan  di  Desa  Kliwonan  dan  Desa Pilang
Tabel 4.2.  Perbandingan  Jumlah  Penduduk  Laki-laki  dan  Perempuan di Desa Kliwonan dan Desa Pilang
Tabel 4.3.  Komposisi  Penduduk  diatas  Usia  5  Tahun  Menurut  Tingkat Pendidikan Desa Kliwonan dan Desa Pilang  No
Tabel 4.4.  Komposisi  Penduduk  Menurut  Mata  Pencaharian  di  Desa Kliwonan dan Desa Pilang
+4

Referensi

Dokumen terkait