• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI KARAKTERISASI TEPUNG JAGUNG LOKAL DAN MIE BASAH JAGUNG YANG DIHASILKAN. Oleh HAMIGIA ZULKHAIR F

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI KARAKTERISASI TEPUNG JAGUNG LOKAL DAN MIE BASAH JAGUNG YANG DIHASILKAN. Oleh HAMIGIA ZULKHAIR F"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

KARAKTERISASI TEPUNG JAGUNG LOKAL DAN MIE BASAH JAGUNG YANG DIHASILKAN

Oleh

HAMIGIA ZULKHAIR F24050962

2009

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

SKRIPSI

KARAKTERISASI TEPUNG JAGUNG LOKAL DAN MIE BASAH JAGUNG YANG DIHASILKAN

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

HAMIGIA ZULKHAIR F24050962

2009

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(3)

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KARAKTERISASI TEPUNG JAGUNG LOKAL DAN MIE BASAH JAGUNG YANG DIHASILKAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

HAMIGIA ZULKHAIR F24050962

Dilahirkan pada tanggal 28 Oktober 1986 Di Solok

Tanggal lulus : 31 Juli 2009 Menyetujui,

Bogor, 31 Juli 2009

Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, M.Sc Tjahja Muhandri, S.TP, MT Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Dahrul Syah Ketua Departemen

(4)

Hamigia Zulkhair. F24050962. Karakterisasi Tepung Jagung Lokal dan Mie Basah

Jagung yang Dihasilkan. Dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, M.Sc dan

Tjahja Muhandri, STP, MT.

RINGKASAN

Jagung merupakan salah satu komoditi lokal Indonesia yang sangat berpotensi untuk dikembangkan terutama dalam upaya diversifikasi pangan. Salah satunya dengan diolah menjadi mie jagung. Varietas jagung yang digunakan merupakan varietas jagung unggulan nasional yang diharapkan mempunyai potensi untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan mie basah jagung. Penelitian ini berguna untuk meningkatkan nilai tambah jagung unggul nasional dan untuk menyediakan database varietas jagung lokal yang cocok untuk dijadikan mie jagung.

Penelitian ini terdiri atas beberapa tahap, yaitu penepungan, karakterisasi tepung jagung, pembuatan mie basah jagung, analisa mie secara fisik, penambahan guar gum dan pembandingan hasil analisa mie dengan dan tanpa guar gum, serta penentuan varietas jagung lokal yang paling cocok untuk dibuat mie basah jagung. Penepungan jagung menggunakan metode penggilingan kering. Mie basah jagung dibuat dengan menggunakan ekstruder model MS9, Multifunctional noodle modality

machine. Mie dibuat dengan menggunakan tekanan secara manual. Pengukuran

besarnya tekanan yang diberikan sulit dilakukan, sehingga yang diukur adalah waktu (laju) pengisian (filing rate).

Karakterisasi tepung jagung berdasarkan sifat fisiko-kimia memiliki pH 5.83 - 6.67, warna kuning kemerahan dengan tingkat kecerahan (L) 87.07 - 88.81, kadar air 9.95 - 15.04% bk, kadar abu 0.55 - 0.83% bk, kadar lemak 1.62 - 1.85 % bk, kadar protein 8.96 - 9.20% bk, kadar karbohidrat 88.11 - 88.87% bk, kadar pati 71.69 - 75.70% bk, kadar amilosa 23.06 - 27.68% bk, dan kadar amilopektin 44.10 - 52.64% bk. Tepung jagung memiliki suhu awal gelatinisasi 72.0 - 73.5˚C, viskositas maksimum 222.50 - 462.50 BU, viskositas akhir 280 - 580 BU, breakdown viscosity 5.0 - 92.5 BU, dan setback viscosity 45.00 - 102.50 BU; water absorption capacity 1.34 - 1.69 (g/g) bk, kelarutan 5.00 - 7.92% dan swelling volume 7.53 - 9.30 (ml/g) bk.

Filling rate diukur berdasarkan waktu sejak mie keluar pertama kali dari die

sampai habis. Persen elongasi mie dan KPAP mie basah jagung tanpa tekanan adalah sebesar 108.46% dan 7.15%. Sedangkan dengan pemberian tekanan secara manual, persen elongasi dan KPAP sebesar 126.29% dan 5.56%. Hasil analisa ini juga didukung oleh hasil analisa mikrostruktur menggunakan SEM (Scanning Electron

Microscope). Hasil SEM menyatakan mie basah jagung dengan pemberian tekanan

memiliki matriks pati yang lebih seragam sehingga kekuatan ikatan antar granula lebih tinggi dibandingkan mie basah jagung tanpa tekanan. Ikatan antar granula yang kuat dapat meningkatkan nilai persen elongasi dan menurunkan KPAP. Selanjutnya pada penelitian utama, pembuatan mie basah jagung dilakukan dengan pemberian tekanan secara manual.

(5)

Pada penelitian utama selain dilakukan pembuatan mie basah jagung dilakukan dengan pemberian tekanan secara manual juga diberikan perlakuan penambahan Bahan Tambahan Pangan (BTP) jenis guar gum sebanyak 1%. Kemudian hasil analisa mie basah jagung tanpa penambahan guar gum dibandingkan dengan mie basah jagung dengan penambahan guar gum. Analisa sifat fisik yang dilakukan tidak hanya pada parameter mutu inti mie basah, yaitu persen elongasi dan KPAP, tetapi juga analisa tambahan yang dapat memberikan nilai tambah pada mie basah jagung, yaitu warna dan tensile strength. Analisa persen elongasi dan tensile

strength juga dilakukan dalam dua metode, yaitu metode celup dan rebus. Hal ini

dilakukan sesuai dengan aplikasi mie basah sebagai mie bakso (metode celup) dan mie ayam (metode rebus).

Persen elongasi mie basah jagung tanpa penambahan guar gum metode celup 58.70 - 95.43% dan metode rebus 26,17 - 40.23; KPAP 5.06 - 6.92%; tensile

strength metode celup 42.50 - 202.50 kgf dan metode rebus 25.50 -112.50 kgf; dan

warna mie basah jagung kuning kemerahan dengan tingkat kecerahan cukup tinggi. Nilai persen elongasi dengan penambahan guar gum metode celup 81.80 - 106.245 dan metode rebus 35.28 - 61.49%; KPAP 4.23 - 4.61%; tensile strength metode celup 71.00 - 252.13 kgf dan metode rebus 27.50 - 131.50 kgf; dan warna mie basah jagung kuning kemerahan dengan tingkat kecerahan cukup tinggi. Dari hasil analisis tersebut diketahui bahwa dengan penambahan guar gum dapat memperbaiki karakteristik mie basah jagung yang dihasilkan khususnya meningkatkan hasil parameter inti dari mie basah jagung yang dihasilkan dan tensile strength. Warna mie basah jagung tidak terlalu berpengaruh terhadap penambahan guar gum. Dari hasil analisis tersebut diketahui bahwa dengan penambahan guar gum dapat memperbaiki karakteristik mie basah jagung yang dihasilkan khususnya pada parameter mutu persen elongasi dan KPAP.

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa varietas tepung jagung terbaik yang cocok untuk dibuat menjadi mie jagung adalah varietas Lamuru. Tepung jagung varietas Lamuru menghasilkan nilai terbaik pada analisa sifat fisik yang menjadi parameter mutu inti mie basah, yaitu persen elongasi paling tinggi dan KPAP rendah. Tepung jagung varietas Lamuru akan menghasilkan mie basah jagung yang lebih baik jika dilakukan penambahan bahan tambahan pangan jenis guar gum sebanyak 1%.

(6)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan... 3

C. Manfaat... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Jagung ... 4

1. Deskripsi dan Jenis-Jenis Tanaman Jagung ... 4

2. Morfologi dan Anatomi Tanaman jagung ... 5

3. Komposisi Kimi Jagung ... 6

4. Jagung Varietas Unggul Nasional ... 7

B. Tepung Jagung ... 8

C. Pati Jagung ... 9

1. Karakteristik Pati... 9

2. Hubungan Amilosa dan Amilopektin dengan Reologi Mie ... 9

D. Gelatinisasi... 10

1. Konsep Gelatinisasi... 11

2. Mekanisme Gelatinisasi... 12

3. Suhu Gelatinisasi ... 25

E. Mie Basah ... 13

F. Mie Basah Jagung ... 16

G. Reologi Mie Basah... 18

H. Ekstrusi... 19

1. Ekstruder ... 19

2. Proses Ekstrusi... 21

(7)

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 24

A. Bahan dan Alat... 24

B. Metode Penelitian ... 24

1. Penelitian Pendahuluan ... 25

2. Penelitian Utama ... 31

C. Metode Analisa ... 32

1. Analisa Karakterisasi Sifat Fisiko-Kimia Tepung Jagung ... 32

a. Analisa pH (Derajat Keasaman)... 32

b. Analisa Warna Metode Hunter... 32

c. Analisa Kadar Air Metode Oven (SNI 01-2891-1992) ... 33

d. Analisa Kadar Abu Metode Pengabuan Kering ... 33

e. Analisis Kadar Protein Metode Kjeldahl... 34

f. Analisa Kadar Lemak, Metode Soxhlet... 34

g. Analisis Kadar Karbohidrat by Difference... 35

h. Analisis Kadar Pati Metode Luff Schoorl ... 36

i. Analisis Kadar Amilosa Metode IRRI ... 37

2. Analisa Karakterisasi Sifat Fungsional Tepung Jagung ... 38

a. Sifat Amilografi... 39

b. Water Absorption Capasity (WAC) ... 39

c. Kelarutan ... 40

d. Swelling Volume... 40

3. Analisa Karakterisasi Fisik Mie Basah Jagung ... 40

a. Analisa Persen Elongasi Menggunakan Texture Anlyzer... 41

b. Pengukuran KPAP ... 41

c. Analisa Persen Elongasi dan Tensile Strength Menggunakan Rheoner ... 41

d. Analisa Mikrostruktur Menggunakan SEM ... 42

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43

A. Kajian Pembuatan Tepung Jagung ... 43

B. Karakterisasi Tepung Jagung... 45

1. Analisa Karakterisasi Sifat Fisiko-Kimia Tepung Jagung ... 46 a. Analisa Sifat Fisik Tepung Jagung

(8)

1). Analisa pH (Derajat Keasaman) ... 46

2). Analisa Warna Metode Hunter ... 47

B Analisa Sifat Kimia Tepung Jagung... 48

1). Analisa Kadar Air ... 48

2). Analisa Kadar Abu ... 50

3). Analisis Kadar Protein ... 51

4). Analisa Kadar Lemak ... 52

5). Analisis Kadar Karbohidrat ... 53

6). Analisis Kadar Pati ... 54

7). Analisis Kadar Amilosa ... 55

8). Analisa Kadar Amilopektin ... 56

2. Analisa Karakterisasi Sifat Fungsional Tepung Jagung ... 57

a. Sifat Amilografi... 57

b. Water Absorption Capacity (WAC)... 60

c. Kelarutan dan Swelling Volume ... 61

C. Penelitian Pendahuluan ... 63

1. Pembuatan Mie Basah Jagung... 63

2. Justifikasi Pembuatan Mie Basah Jagung... 69

D. Pembuatan Mie Basah Jagung Berdasarkan Hasil Justifikasi dan Perbandingan Mie Basah Jagung dengan Penambahan Guar Gum .... 75

1. Persen Elongasi ... 76 a. Metode Celup... 77 b. Metode Rebus ... 78 2. KPAP ... 79 3. Tensile Strength ... 81 4. Warna ... 83

E. Penentuan Varietas Jagung yang Paling Cocok Untuk Dibuat Mie Basah Jagung ... 86

F. Perbandingan Mie Basah Jagung dengan Mie Basah Terigu ... 89

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 94

A. Kesimpulan ... 94

(9)

DAFTAR PUSTAKA ... 96 LAMPIRAN... 103

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jenis-jenis jagung dan sifatnya ... 5

Tabel 2. Komposisi kimia rata-rata biji jagung dan bagian-bagiannya ... 6

Tabel 3. Ciri-ciri jagung varietas unggul nasiona; ... 7

Tabel 4. Suhu gelatinisasi beberapa jenis pati ... 12

Tabel 5. Klasifikasi mie berdasarkan kriteria dan karakteristik... 14

Tabel 6. Syarat mutu mie kering menurut SII 2046-90 ... 16

Tabel 7. Klasifikasi ekstruder ulir tunggal... 20

Tabel 8. Spesifikasi JEOL 5200 SEMs……….. 22

Tabel 9. Kegunaan SEM berdasarkan signal-signal yang digunakan ... ... 23

Tabel 10. Penentuan glukosa, fruktosa, dan gula invert dalam suatu bahan pangan dengan metode Luff Schoorl ... 37

Tabel 11. Hasil analisa warna lima varietas tepung jagung ... 47

Tabel 12. Sifat Amilografi lima varietas tepung jagung ... 58

Tabel 13. Spesifikasi ekstruder pencetak Model MS9... 64

Tabel 14. Hasil analisa persen elongasi dan KPAP penelitian pendahuluan .... 69

Tabel 15. Hasil filling rate ... 69

Tabel 16. Waktu pematangan mie... 80

Tabel 17. Nilai a dan b lima varietas tepung jagung... 85

Tabel 18 Karakterisasi sifat fisik mie basah terigu ... 86

Tabel 19. Hasil karakterisasi sifat fisik mie basah jagung ... 86

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Gambar jagung di ladang ... 4

Gambar 2. Mekanisme gelatinisasi pati ... 12

Gambar 3. Proses pembuatan mie jagung metode ekstrusi piston ... 17

Gambar 4. Bermacam-macam informasi pancaran elektron SEM... 22

Gambar 5. Prinsip perbesaran gambar sampel SEM... 23

Gambar 6. Garis besar pelaksanaan penelitian ... 26

Gambar 7. Diagram alir pembuatan tepung jagung ... 28

Gambar 8. Diagram alir pembuatan mie basah jagung ... 30

Gambar 9. Nilai pH lima varietas tepung jagung... 46

Gambar 10. Gambar lima varietas tepung jagung ukuran 100 mesh ... 47

Gambar 11. Kadar air lima varietas tepung jagung... 49

Gambar 12. Kadar abu lima varietas tepung jagung ... 50

Gambar 13. Kadar protein lima varietas tepung jagung ... 51

Gambar 14. Kadar lemak lima varietas tepung jagung ... 53

Gambar 15 Kadar karbohidrat lima varietas tepung jagung ... 54

Gambar 16. Kadar air pati varietas tepung jagung... 55

Gambar 17 Kadar amilosa lima varietas tepung jagung ... 56

Gambar 18. Kadar amilopektin lima varietas tepung jagung... 57

Gambar 19. Sifat amilografi lima varietas tepung jagung ... 59

Gambar 20. WAC lima varietas tepung jagung ... 60

Gambar 21. Kelarutan lima varietas tepung jagung... 62

Gambar 22. Swelling volume lima varietas tepung jagung ... 62

Gambar 23. Gambar ekstruder pencetak Model MS9... 64

Gambar 24. Gambar tepung jagung dan adonan hasil sebelum pengukusan 1 ... 65

Gambar 25. Gambar adonan diekstruder, untaian mie keluar dari die dan mie basah hasil pengukusan 2... 67

Gambar 26. Persen elongasi dan KPAP justifikasi mie basah jagung ... 70

Gambar 27. Gambar SEM mie basah jagung tanpa dan dengan pemberian tekanan secara manual ... 73

(12)

Gambar 29. Persen elongasi metode rebus lima varietas tepung jagung ... 78

Gambar 30. KPAP lima varietas tepung jagung ... 80

Gambar 31. Tensile strength metode celup lima varietas tepung jagung ... 82

Gambar 32. Tensile strength metode rebus lima varietas tepung jagung ... 82

Gambar 33. Tingkat kecerahan lima varietas tepung jagung... 84

Gambar 34. Gambar SEM mie basah terigu ... 92

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambar alat-alat yang digunakan selama penelitian...103 Lampiran 2. Gambar mie basah jagung...107 Lampiran 3. Gambar hasil analisis SEM ... 109 Lampiran 4. Rekapitulasi hasil karakterisasi lima varietas mie basah jagung110 Lampiran 5. Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan ...112 A.Karakterisasi tepung...112 B.Mie basah jagung dengan pemberian tekanan secara manual

dan penambahan BTP ...122 Lampiran 6. Hasil Uji T-test... 111

A.Penggunaan alat analisa persen elongasi...133 B.Mie basah jagung tanpa pembaerian tekanan dan dengan

(14)

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji syukur dan terima kasih yang tiada henti kepada Allah SWT atas rahmat, karunia, serta berkah-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Karakterisasi Tepung Jagung Lokal dan Mie Basah Jagung yang Dihasilkan” dan menyelesaikan ujian skripsi dengan sangat baik. Shalawat dan Salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad, SAW.

Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, mendukung, serta membimbing penulis baik secara langsung maupun tidak langsung hingga skripsi ini selesai ditulis, terutama kepada :

1. Keluargaku tersayang, Papa H.Chairan, Mama Hj. Zurni Zaini, Da Andi Z dan ni Dewi, Da Oki Y Z dan ni Anggi, Da Ijes dan ni Nita, ponakan-ponakanku (Rizky, Chelline, dan Aira), Kakekku H. Zaini (Alm) dan Nenekku, keluarga besar-ku, terima kasih atas doa, kasih sayang, nasihat, dorongan, motivasi serta dukungan moril dan materil plus spirituil yang diberikan selama ini. Semua perjalan hidup yang telah kita lalui memberikan pelajaran hidup dan hikmah yang sangat berharga bagi penulis.

2. Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, M.Sc selaku Dosen Pembimbing I yang selalu sabar dan bijaksana serta kasih sayangnya dalam membimbing dan mendukung penulis.

3. Tjahja Muhandri, STP, MT selaku Dosen Pembimbing II yang selalu sabar dan memberikan masukan-masukan yang berguna hingga terselesaikannya skripsi ini.

4. Dr. Ir. Fahim M. Taqi, DEA atas kesediaannya sebagai Dosen Penguji dan pengarahannya selama ujian yang sangat membuka dan merubah pola pikir penulis.

5. Seluruh dosen dan staf Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah memberikan ilmu yang sangat berharga dan mendukung kemajuan penulis.

6. Terimakasih buat my special editor, Jummi Waldi, atas editan ‘all about my finally exam’, dukungan agar bisa mencapai kesukses-an yang penulis inginkan, semangat untuk terus berjuang, ‘never give up jen and stay cool’, kesabaran, wejangan-wejangan yang sangat bermanfaat dalam menghadapi hambatan yang ada dan dukungan spirituil yang tak pernah habis diberikan kepada penulis. Plus buat keluarga besar Tem, mama, bapak, Da Andi dan keluarga, Ni Emma, dan Eka. Terima kasih atas doa dan support-nya.

(15)

7. Teman-teman sebimbingan sekaligus partner penelitian : Ririn, Shita dan Tami atas bantuan ilmu, tenaga, waktu, motivasi, dan kesabaran menghadapi penulis. Terima kasih atas kebersaman dan kekompakannya selama ini. Semoga kebersamaan dan persahabatan ini tidak lekang oleh waktu.

8. Teman sebimbingan-ku : Glenn, kakak-kakak sebimbingan Kak Santo , Kak Yunita, Kak Mariance, serta adik sebimbingan-ku Saiha. Terima kasih atas kebersamaan, nasehat dan motivasinya.

9. Terima kasih kepada seluruh laboran, staf laboran dan staf ITP dan Seafast Centre. Pak Junaedi, Pak Deni, Mas Marto, Pak Udin, Bu Rubiyah, Pak Gatot, Pak Wahid, Pak Sobirin, Pak Yahya, Pak Rozak, Bu Antin, Mas Samsu dan staf-staf lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya dengan penulis selama penulis kuliah dan penelitian.

10. RegineR’s tercinta dari masa ke masa (2005-2009). Mb’Neni, K’Wina, K’ Lu’lu, K’Tari, K’Dewi, K’Wati, K’Ratih, KCepe, K’Nea, K’Desma, Teh Febri, K’Ruri, K’Astri, Hesti dan Uyung (walaupun cm beberapa bulan), K’Ririn, Ratih, V2n, K’Nono, K’Icha, K’Ina, K’Tin2, K’Juli, K’Mei2, K’Nining, Mb’Novi, Mb’Lina, Micha, Rahma, Sekar, Lia, K’Ina (Medan), Mb’Rahma, Teh Emil, Irma, dan K’Rida .Terima kasih atas kebersamaan yang tak ternilai, pelajaran-pelajaran hidup yang sangat berharga, support dan motivasi yang tiada henti serta dukungan spirituil dan persahabatan yang telah diberikan kepada penulis. Disini kita menjalin cerita, canda, tawa, sedih, duka dan ceria. Terkhusus buat tim penyemangat sidang-ku yang saat-saat terakhir berdiam di Regina (Ratih, Rahma, Lia dan Irma), terima kasih sudah mau jadi satpam belajar-ku; penyemangat disaat aq down, lelah dan jenuh; begadang yang tiada henti di detik-detik ‘pembantaian’-ku; tim cheers saat aq di’bantai’…semua tak akan terlupakan…thank you (unlimited) so much

girl’s……

11. Teh Mila, A’Boink, Resti, Lisna dan Linda yang telah menjadi penghuni sejati Regina. Terima kasih atas bantuan-nya selama penulis di Regina.

12. Terima kasih buat teman-teman-ku “The Golden Generation of ITP”….Abie, Adi Woko, Achid, Acuy, Aji, Anggun, Arya, Atus, Belinda, Bombay, Cath, Ceu2 (Sina), Dewi, Difa, Dilla, Dion, Didot, Dita Adi, Si-Anak Kembar (Dina dan Esther), Epink, Fahmi, Fera, Fitri, Fuad, Galih N, Galih E, Galih I, Glenn, Haris, Harist, Hesti, Icha, Ike, Ikhwan,

(16)

Isna, Indri, Irene, Isna, Kenchi, Marcel, Marina, Melisa, Midun, Nanda, Nina N, Nina SR, Ola, Olo, Panji, Peye, Rika, Rino, Ririn, Riska, Riza, Septi, Shita, Suhe, Susan, Tami, Tiwi, Tiyu, Tuti, Zaqau, Veni, Venty, Wiwi, Wahyu, Yuni, Yusi dan teman2 ITP42 lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas semua dukungan serta kebersamaan dan persahabatan-nya. Semoga semua ini tidak berhenti hanya sampai kita semua lulus dari ITP.

13. Terima kasih untuk seluruh anak ITP, ITP40 (Kak Santo, Kak Angga), ITP43, ITP44 (dede dkk), include praktikan-praktikan-ku (Evse P2 dan P3). Terima kasih atas kerjasama dan kebersamaannya.

14. Terima kasih yang tak ternilai kepada “my lepi” yang setia menemani penulis dari awal memasuki IPB, selama menjadi mahasiswi Ilmu dan Teknologi Pangan dan menemani serta mengantarkan penulis menjadi seorang Sarjana Teknologi Pertanian.

15. Terakhir kepada semuanya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak mendukung penulis selama ini. Terima kasih banyak.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh sebab itu masukan dan kritik yang membangun selalu penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, 31 Juli 2009

(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jumlah penduduk Indonesia yang terus meningkat dan tidak diimbangi dengan peningkatan produksi pangan menyebabkan ketahanan pangan nasional menjadi rapuh. Padahal pangan merupakan kebutuhan dasar yang sangat penting bagi tubuh. Pangan dibutuhkan untuk menyediakan energi bagi tubuh agar manusia dapat menjalankan aktivitas dengan baik dan menyediakan nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Salah satu permasalahan pangan yang ada di Indonesia adalah ketergantungan masyarakat Indonesia akan komoditi bahan pangan tertentu misalnya beras dan gandum. Hal inilah yang mendorong pencarian sumber pangan baru.

Pencarian sumber pangan baru difokuskan pada sumber daya lokal. Hal ini diharapkan dapat menurunkan ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap sumber pangan luar negeri. Selain itu, Indonesia juga memiliki banyak sumber pangan lokal yang belum dikembangkan dengan baik. Salah satu sumberdaya lokal yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan adalah jagung.

Jagung merupakan salah satu bahan pangan yang berpotensi sebagai pengganti beras di Indonesia. Jagung telah digunakan sebagai makanan pokok di beberapa daerah seperti di Madura dan Nusa Tenggara Barat. Walaupun demikian, produk-produk pangan berbasis jagung umumnya dikembangkan sebagai kudapan ringan (snack food) sehingga belum mampu dikategorikan sebagai bahan pangan alternatif. Di sisi lain, dalam upaya diversifikasi pangan perlu ada pengembangan produk asal jagung sebagai makanan pokok. Salah satu upaya tersebut adalah pengembangan produk asal jagung menjadi mie.

Selain itu, tingkat produksi jagung yang cukup tinggi di Indonesia sangat mendukung program pengembangan produk asal jagung. Menurut Anonim [a] (2009), berdasarkan BPS (2008), terjadinya peningkatan produksi jagung pada tahun 2008 karena terdapatnya perluasan lahan untuk penanaman jagung serta terdapatnya program-program pemerintah yang

(18)

mendukung peningkatan produksi jagung di daerah-daerah Indonesia. Salah satu contohnya adalah pencanangan Gerakan Tambahan 2 Juta Ton Jagung (Gentaton) Produksi Indonesia yang dipelopori oleh Gorontalo (www.gorontalo-agropolitan.com) [Januari 2009]. Hal ini juga dapat dijadikan menjadi suatu alasan bahwa jagung dapat dijadikan sebagai bahan pangan alternatif selain beras dan tepung terigu.

Mie merupakan produk pasta atau ekstrusi. Menurut Astawan (2002), mie merupakan produk pangan yang dibuat dari adonan tepung terigu atau tepung lainnya sebagai bahan utama dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan lainnya. Dalam upaya diversifikasi pangan, mie dapat dikategorikan sebagai salah satu komoditi pangan substitusi karena adapat berfungsi sebagai pangan pokok. Mie merupakan produk pangan yang sering dikonsumsi oleh sebagian besar konsumen baik sebagai sarapan maupun sebagai makanan selingan (Juniawati, 2003).

Beberapa keunggulan mie jagung instan adalah kandungan lemaknya yang lebih rendah dibandingkan mie terigu instan serta tidak perlunya digunakan pewarna buatan (tartrazine) seperti halnya dalam pengolahan mie jagung instan.

Beberapa waktu belakangan ini telah banyak dikembangkan produk mie berbahan dasar tepung ataupun pati jagung. Teknologi pembuatan mie jagung pun telah banyak dilakukan dengan berbagai macam modifikasi untuk menghasilkan mie jagung dengan kualitas yang lebih baik. Data mengenai varietas jagung hibrida yang cocok untuk dibuat mie basah jagung telah didapatkan dari penelitian sebelumnya, yaitu penelitian Muhandri (2006) yang melakukan pembuatan mie basah jagung pada varietas P11, P21, BISI 2, C7, NK3 dan DK3 dan Ekafitri (2009) yang melakukan karakterisasi pada tepung jagung varietas NT10, Bisi 16, Jaya, Prima dan Nusantara. Namun, belum ada data yang menunjukkan varietas jagung lokal terbaik yang cocok dijadikan mie jagung. Padahal jagung lokal juga memiliki potensi yang sama seperti halnya jagung hibrida. Oleh karena itu perlu dilakukan karakterisasi tepung jagung berbagai varietas jagung lokal untuk mendapatkan varietas yang cocok untuk dibuat mie jagung serta

(19)

mengungkap sifat-sifat dari varietas jagung lokal yang cocok tersebut. Dengan penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah jagung lokal sebagai salah satu bahan pangan alternatif pengganti beras.

B. Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menemukan varietas jagung lokal terbaik yang cocok untuk dibuat mie jagung. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui karakteristik tepung berdasarkan sifat fisikokimia dan sifat fungsional tepung jagung lokal.

2. Memperbaiki kualitas mie yang dihasilkan dengan menggunakan Bahan Tambahan Pangan.

3. Mengetahui varietas jagung lokal yang paling cocok untuk dibuat mie serta mengetahui pengaruh kadar amilosa-amilopektin dan proksimat dari tepung terhadap sifat reologi mie jagung.

C. Manfaat

Diharapkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai varietas jagung lokal yang berpotensi untuk dibuat mie sehingga dapat meningkatkan nilai tambah jagung.

(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. JAGUNG

1. Deskripasi dan Jenis - Jenis Tanaman Jagung

Tanaman jagung (Zea mays. L.) merupakan salah satu tanaman sumber karbohidrat. Jagung masuk dalam divisi Angiospermae, kelas

Monocotyledae, Orde Poales, Famili Poaceae, dan Genus Zea. Jagung

merupakan tanaman semusim (annual). Umumnya tanaman jagung memiliki ketinggian antara satu sampai tiga meter. Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman delapan meter meskipun sebagian besar berada pada kisaran dua meter. (Wikipedia Indonesia, 2008).

Gambar 1. Jagung di ladang (Wikipedia, 2008)

Jagung dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria, antara lain : tinggi tempat penanamannya, umur varietas, perbenihan, serta warna dan tipe biji. Akan tetapi, secara umum jagung dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk kernelnya.

Ada enam tipe jenis jagung jika dibedakan berdasarkan bentuk kernel, yaitu : dent, flint, flour, sweet, pop, dan pop corns. Jagung jenis

dent, dapat dicirikan dengan adanya selaput corneous, horny endosperm,

pada bagian sisi dan belakang kernel, pada bagian tengah inti jagung lunak dan bertepung. Endosperm yang lunak akan menjulur hingga mahkota membentuk tipe tertentu yang merupakan ciri khas jagung jenis

dent (Johnson, 1991).

Menurut Johnson (1991), jagung jenis flint memiliki bentuk agak tebal, keras dan lapisan endospermnya seperti kaca, kecil, lunak, dengan granula tengah. Jagung jenis pop memiliki selaput endosperm yang sangat

(21)

keras dan memiliki kernel kecil dan termasuk jenis jagung yang primitif. Jagung jenis flour memiliki endosperm yang lunak dan menembus kernel, sangat mudah dihancurkan dan mudah ditumbuhi kapang jika ditanam di lahan basah. Jagung flour termasuk jenis jagung yang sudah tua.

Jagung sweet merupakan jagung hasil mutasi. Jagung ini biasanya dicampur dalam sayuran dan memiliki kadar sakarida terlarut sebesar 12% berat kering yang nilainya lebih besar dari jagung jenis lainnya yang hanya 2-3 %. Sedangkan jagung pop corn merupakan jagung yang memiliki kernel yang tertutup.

Tabel 1. Jenis jagung dan sifat-sifatnya

Jenis jagung Sifat-sifat Jagung gigi kuda

(Zea mays identata) Biji berbentuk gigi, pati yang keras menyelubungi pati yang lunak sepanjang tepi biji tetapi tidak sampai ujung

Jagung mutiara

(Zea mays indurata) Biji sangat keras, pati yang lunak sepenuhnya diselubungi pati yang keras, tahan terhadap serangan hama gudang.

Jagung bertepung (Zea mays amylacea)

Biji mudah dibuat tepung karena semua endosperm berisi pati yang lunak, biji mudah kering tetapi permukaannya berkerut.

Jagung berondong (Zea mays evertia)

Butir biji kecil, keras seperti jagung mutiara, pati lunak lebih sedikit

Jagung manis

(Zea mays saccharata)

Kandungan pati sedikit, kulit biji tipis, endosperm bening dan dimasak biji berkerut.

Sumber : Suprapto (1998)

2. Morfologi dan Anatomi Tanaman Jagung

Menurut Effendi dan Sulistiati (1991), jagung tongkol terdiri atas kelobot, tongkol jagung, biji jagung dan rambut. Kelobot merupakan daun buah yang berfungsi sebagai pembungkus biji jagung. Dalam satu tanaman jagung umumnya terdapat 12-15 lembar kelobot dan jika tanaman jagung semakin tua maka kelobotnya akan semakin kering.

Tongkol jagung merupakan simpanan makanan untuk pertumbuhan biji jagung selama melekat pada tongkol. Umumnya tongkol jagung memiliki panjang antara 8-12 cm dengan 300-1000 biji jagung. Biji jagung merupakan biji-bijian serelia terbesar dengan berat antara 250-300 mg. Biji-biji tumbuh pada tongkol jagung dan membentuk flat. Biji jagung berbentuk bulat dan tersusun membentuk spiral pada tongkol jagung dengan jumlah yang selalu genap baik dari jumlah baris ataupun

(22)

6 deret. Warna biji jagung bervariasi dari putih, kuning, merah, dan ungu sampai hitam. Rambut merupakan tangkai putik yang panjang yang keluar ke ujung kelobot (Suprapto, 1998).

3. Komposisi Kimia Jagung

Komposisi kimia jagung sangat bervariasi tergantung dari varietas, cara menanam, iklim dan tingkat kematangan sehingga perlu dilakukan seleksi untuk mendapatkan varietas jagung yang memiliki komposisi kimia yang tepat untuk dibuat mie (Jugengheimer, 1976). Menurut Warisno (1998) komponen terbesar dalam jagung adalah pati terutama terletak pada bagian endosperm. Pati jagung terdiri dari amilosa dan amilopektin, dengan jenis gula berupa sukrosa.

Lemak jagung terutama terdapat pada lembaga yaitu sekitar 85% dari total lemak jagung (Belitz, 1999). Asam lemak penyusunnya terdiri atas lemak jenuh palmitat dan stearat serta asam lemak tidak jenuh berupa oleat dan linoleat. Dalam pembuatan mie jagung, bagian lembaga dipisahkan karena lemak dapat menyebabkan ketengikan sehingga memperpendek umur simpan mie.

Menurut Lorenz dan Karel (1991), protein utama dalam jagung adalah glutelin atau glutenin. Protein lain dalam jagung adalah zein. Zein merupakan protein yang tidak larut dalam air. Zein diekstrak dari gluten jagung. Ketidaklarutan zein dalam air disebabkan karena adanya asam amino hidrofobik seperti leusin, prolin, dan alanin, dan juga karena kadar rantai hidrokarbon dan gugus amida yang tinggi dibandingkan kadar gugus asam karboksilat bebas (Johnson, 1991).

Tabel 2. Komposisi kimia rata-rata biji jagung dan bagian-bagiannya Jumlah (%)

Komponen

Pati Protein Lemak Serat Lain-lain

Endosperm 86.4 8.0 0.8 3.2 0.4

Lembaga 8.0 18.4 33.2 14.0 26.4

Kulit 7.3 3.7 1.0 83.6 4.4

Tip cap 5.3 9.1 3.8 77.7 4.1

(23)

4. Jagung Varietas Unggul Nasional

Menurut Syuryawati et al. (2005), Indonesia memiliki enam varietas jagung unggul, yaitu Arjuna, Bisma, Lamuru, Sukmaraga, Srikandi Kuning dan Srikandi Putih. Penelitian ini menggunakan lima varietas jagung unggul Indonesia tersebut, kecuali Srikandi Putih. Ciri-ciri jagung varietas unggul nasional tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Ciri-ciri jagung varietas unggul nasional

7 Varietas

Ciri-Ciri

Arjuna Bisma Lamuru Sukmaraga Srikandi Kuning

Tahun dilepas 1980 4 September 1995 25 Februari 2000 14 Februari 2003 4 Juni 2004

Asal TC1 Early DMR (S) C2, introduksi dari Thailand Persilangan Pool 4 dengan bahan introduks disertai seleksi massa selama 5 tahun

Dibentuk dari 3 galur GK, 5 galur SW1, GM4, GM12, GM15, GM11, dan galur SW3.

Bahan introduksi AMATL (Asian Mildew Acid Tolerance Late), asal CIMMYT Thailand

Materi introduksi asal CIMMYT Meksiko

Biji Umumnya mutiara

(flint) Setengah mutiara (semi flint) Mutiara (flint) Semi mutiara (semiflint) Semi hard endosperm mutiara, modified Warna Biji Kuning,

kadang-kadang terdapat 2-3 biji berwarna putih pada satu tongkol

Kuning Kuning Kuning tua Kuning

Barus Biji Lurus dan rapat Lurus dan rapat Lurus Lurus dan rapat Lurus dan rapat

Bobot 1000 biji ± 272 g ± 307 g ± 275 g ± 270 g ± 275 g

Rata-rata hasil 4.3 t/ha pipilan

kering 5.7 t/ha pipilan kering 5.6 t/ha pipilan kering 6.0 t/ha pipilan kering 5.4 t/ha pipilan kering Sumber : Syuryawati et al. (2005)

(24)

B. TEPUNG JAGUNG

Tepung jagung adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling tepung jagung (Zea mays LINN) yang bersih dan baik (SNI 01-3727-1995). Penggilingan jagung adalah proses penggecilan ukuran dari endosperm dan memisahkan endosperm dari bagian kulit, lembaga dan tip

cap. Endosperma merupakan bagian keras biji jagung yang digiling

menjadi tepung dan memiliki kadar karbohidrat yang tinggi. Kulit merupakan bagian biji yang harus dibuang karena memiliki kandungan serat yang tinggi sehingga dapat membuat tepung bertekstur kasar. Lembaga memiliki kandungan lemak yang tinggi sehingga harus dipisahkan karena lemak yang terkandung di dalam lembaga dapat membuat tepung tengik. Tip cap harus dihilangkan karena dapat membuat tepung menjadi kasar.

Penepungan jagung dapat dilakukan melalui dua proses yaitu proses penggilingan basah dan proses penggilingan kering. Pati merupakan produk yang dihasilkan dari penggilingan biji jagung secara basah. Sedangkan

grits, meal dan flour (tepung) merupakan produk yang dihasilkan dari

penggilinggan kering biji jagung (Inglett, 1970). Penelitian yang dilakukan oleh Juniawati (2003), pembuatan tepung jagung menggunakan metode penggilingan kering. Penggilingan dilakukan sebanyak dua kali.

Proses penggilingan pertama merupakan penggilingan kasar dengan menggunakan multi mill. Hasil penggilingan kasar berupa grits, kulit, lembaga dan tip cap. Kemudian kulit, lembaga dan tip cap dipisahkan melalui pengayakan dan perendaman. Selanjutnya, grits jagung yang diperoleh dari penggilingan kasar dicuci dan direndam dalam air selama 3 jam. Tujuan dilakukannya perendaman adalah untuk membuat grits jagung tidak terlalu keras sehingga memudahkan proses penggilingan grits jagung. Penggilingan kedua yang merupakan penggilingan grits jagung menggunakan disc mill (penggiling halus) menghasilkan tepung jagung. Tepung jagung tersebut kemudian diayak dengan menggunakan pengayak berukuran 100 mesh.

(25)

Penelitian yang akan dilakukan ini menggunakan proses penepungan jagung dengan metode penggilingan kering menggunakan disc mill sebagai penggiling halus dan kasar dengan ukuran mesh yang berbeda. Tepung jagung yang akan digunakan adalah tepung jagung hasil ayakan 100 mesh. Hal ini didukung oleh Merdiyanti (2008) yang menyatakan bahwa ukuran partikel dengan ukuran kecil lebih bagus dibandingkan dengan ukuran yang lebih besar. Dengan ukuran tepung jagung yang makin halus tekstur mie jagung yang akan dihasilkan juga akan semakin halus (Pratama, 2008).

C. PATI JAGUNG 1. Karakteristik Pati

Pati merupakan suatu polisakarida yang berfungsi sebagai cadangan energi. Pati tersusun dari unit-unit glukosa dan dihasilkan sebagai granula di dalam sebagian besar sel tanaman. Granula pati memiliki struktur dan komposisi yang berbeda dengan dua komponen utama yaitu amilosa (20-30%) dan amilopektin (70-80%) (Cheng, 2006).

Menurut Hoseney (1998), amilosa adalah polimer linear dari alpha-D-glukosa yang dihubungkan dengan ikatan alpha(1,4)-D-glukosa, sedangkan amilopektin terdiri dari alpha-D-glukosa yang dihubungkan dengan ikatan alpha(1,4)-D-glukosa dengan cabang ikatan alpha(1,6)-D-glukosa pada setiap 20-25 unit amilosa.

Menurut Winarno dan Rahayu (1984), pati mempunyai sifat dapat merefleksikan cahaya terpolaisasi sehingga dibawah mikroskop akan terlihat hitam putih (birefringence). Pada saat granula pati pecah sifat ini akan hilang.

2. Hubungan Amilosa dan Amilopektin Dengan Reologi Mie

Pati jagung normal memiliki kandungan amilosa sekitar 28% merupakan pati yang baik untuk digunakan dalam produksi bihun (Astawan, 2005). Menurut Mita (1992), pasta pati dibentuk dengan cara pemanasan dispersi aquous di atas suhu gelatinisasi. Pasta dianggap

(26)

bahan komposit yang terdiri dari granula yang mengembang yang terdispersi dalam matriks polimer (Morris, 1990; Noel, Ring, dan Whatman, 1993 dalam Chang, et al., 2003). Oleh karena itu karakteristik dari fase terdispersi, fase kontinu dan interaksi antara komponen sangat penting untuk mengetahui karakteristik pasta pati (Rao,1999 dalam Chang, et al., 2003). Gelasi pasta pati selama pendinginan dan penuaan (aging) melibatkan perubahan dalam amilosa dan amilopektinnya (Miles, Morris, Orford dan Ring, 1987).

Selama penyimpanan dalam jangka waktu yang cukup panjang, proses pembentukan struktur (rekristaliasi) amilopektin berperan dalam perubahan tekstural yang diinginkan pada pangan berbasis pati (Kulp dan Ponte, 1981 dalam Chang, et al., 2003). Laju rekristalisasi (retrogradasi) tergantung dari beberapa variabel yaitu rasio amilosa dan amilopektin, suhu, konsentrasi pati, dan keberadaan dan konsentrasi dari bahan organik dan inorganik (Whistler dan Daniel, 1996 dalam Fennema, 1996). Menurut Lie dan Kokini (1990), mempelajari sifat-sifat reologi pati jagung amilosa tinggi (70%) dan amilopektin tinggi (98%) dan menunjukkan pengaruh yang kuat dari pengolahan terhadap hasil pengukuran viskositas produk.

D. GELATINISASI

1. Konsep Gelatinisasi

Molekul pati mempunyai gugus hidrofilik yang dapat menyerap air. Bagian yang amorf dapat menyerap air dingin sampai dengan 30%, dan dengan pemanasan daya serap air pada pati meningkat menjadi 60% (Winarno, 1980). Penyerapan air yang besar disebabkan karena pecahnya ikatan hidrogen pada bagian yang amorf. Pada awalnya perubahan volume dan penyerapan air masih bersifat reversible. Namun pada suhu tertentu, pecahnya bagian amorf akan diikuti oleh pecahnya granula. Suhu pada saat granula pecah disebut suhu gelatinisasi. Pada saat suhu gelatinisasi tercapai maka perubahan-perubahan yang terjadi sudah bersifat irreversible (Hoseney, 1998).

(27)

Menurut Greenwood dan Munro (1979), granula pati tidak larut dalam air dingin tetapi akan mengembang dalam air panas atau air hangat. Pengembangan granula pati tersebut bersifat reversible jika tidak melewati suhu gelatinisasi dan akan menjadi irreversible jika telah mencapai suhu gelatinisasi.

Beberapa perubahan selama terjadinya gelatinisai dapat diamati. Mula-mula suspensi pati yang keruh mulai menjadi jernih pada suhu tertentu. Terjadinya translusi larutan pati biasanya diikuti dengan pembengkakan granula. Bila energi kinetik molekul-molekul air menjadi lebih kuat daripada daya tarik menarik antar molekul pati di dalam granula, air dapat masuk ke dalam butir-butir pati. Hal inilah yang menyebabkan bengkaknya granula pati. Indeks refraksi butir-butir pati yang membengkak itu mendekati indeks reflaksi air dan hal inilah yang menyebabkan sifat transluen. Karena jumlah gugus hidroksil dalam molekul pati sangat besar, maka kemampuan menyerap air sangat besar. Terjadinya peningkatan viskositas disebabkan air yang awalnya berada di luar granula dan bebas bergerak sebelum suspensi dipanaskan, kini sudah berada dalam butir-butir pati dan tidak dapat bergerak dengan bebas lagi (Winarno, 1997).

Menurut Collison (1968), perubahan-perubahan yang terjadi selama proses gelatinisasi yaitu granula pati akan kehilangan sifat

birefringence, granula pati akan mengalami hidrasi dan mengambang,

molekul amilosa larut, kekuatan ikatan di dalam granula pati akan berkurang yang di ikuti dengan semakin kuatnya ikatan antar granula, kekentalan semakin meningkat dan kejernihan pasta juga akan meningkat. Sifat birefringence dari granula pati adalah sifat merefleksikan cahaya terpolarisasi, apabila granula pati dilihat dibawah mikroskop sehingga terlihat kristal gelap terang.

2. Mekanisme Gelatinisasi

Pada dasarnya mekanisme gelatinisasi terjadi dalam tiga tahap, yaitu : (1) penyerapan air oleh granula pati sampai batas yang akan

(28)

mengembang secara lambat dimana air secara perlahan-lahan dan bolak-balik berimbibisi ke dalam granula, sehingga terjadi pemutusan ikatan hidrogen antara molekul-molekul granula, (2) pengembangan granula secara cepat karena menyerap air secara cepat sampai kehilangan sifat birefringence dan (3) granula pecah jika cukup air dan suhu terus naik sehingga molekul amilosa keluar dari granula (Swinkels, 1985).

Mekanisme gelatinisasi dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Mekanisme gelatinisasi pati (Harper, 1981)

Granula pati tersusun dari amilosa (berpilin) dan amilopektin (bercabang)

Masuknya air merusak kristalinitas amilosa dan merusak helix. Granula membengkak

Adanya panas dan air menyebabkan pembengkakan tinggi. Amilosa berdifusi keluar dari granula

Granula mengandung amilopektin, rusak dan terperangkap dalam matriks amilosa membentuk gel

3. Suhu Gelatinisasi

Suhu atau titik gelatinisasi adalah titik saat sifat birefringence pati mulai menghilang (BeMiller dan Whistler, 1999 dalam Fennema, 1996). Suhu gelatinisasi tidak sama pada berbagai jenis pati (Tabel 4).

Tabel 4. Suhu gelatinisasi beberapa jenis pati Sumber pati Suhu gelatinisasi (°C)

Beras 65-73

Ubi jalar 82-83

Tapioka 59-70

Jagung 61-72

Gandum 53-64 Sumber : BeMiller dan Whistler (1999) dalam Fennema (1996)

(29)

Suhu gelatinisasi diawali dengan pembengkakan irreversible granula pati dalam air panas dan diakhiri tepat ketika granula pati telah kehilangan sifat kristalnya. Menurut Wirakartakusumah (1981), keadaan media pemanasan yang mempengaruhi proses gelatinisasi adalah rasio air/pati, laju pemanasan, dan adanya komponen-komponen lain dalam media pemanasnya.

E. MIE BASAH

Mie basah merupakan produk makanan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makan yang diizinkan, berbentuk khas mie yang tidak dikeringkan (Badan Standarisasi Nasional, 1992). Mie basah memiliki kadar air maksimal 35% (b/b). Dalam upaya diversifikasi pangan, mie dapat dikategorikan sebagai salah satu komoditi pangan substitusi karena dapat berfungsi sebagai bahan pangan pokok.

Menurut Piyachomkwan et. al. (2001), mie dapat dibedakan berdasarkan berbagai kriteria dan karakteristiknya. Kriteria dan karakteristik mie tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.

Dalam pembuatan mie, tepung terigu berfungsi sebagai bahan pembentuk struktur dan sumber karbohidrat serta protein. Air berfungsi sebagai media reaksi antara karbohidrat dengan gluten, melarutkan garam, dan membentuk sifat kekenyalan gluten. Hal tersebut dikarenakan gluten menyerap air sebagai sehingga serat-serat gluten mengembang. Garam dapur berguna untuk memberi rasa, memperkuat tekstur, mengikat air, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mie dengan membantu reaksi gluten dengan karbohidrat. Garam dapur juga berfungsi untuk mengikat air, menghambat aktivitas enzim protease dan amilase sehingga pasta tidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara berlebihan.

Air abu biasa digunakan dalam pembuatan mie. Air abu berfungsi untuk memberi warna, rasa, memperkuat struktur mie, mempercepat pembentukan gluten, meningkatkan elastisitas dan ekstensibilitas serta menghaluskan tekstur.

(30)

Tabel 5. Klasifikasi mie berdasarkan kriteria dan karakteristik

Kriteria Tipe Karakteristik

Bahan baku 1. Tepung gandum rendah - Mi Jepang (udon) 2. Tepung gandum tinggi

- Mi Cina (ra-men) 3. Buckwheat (campuran)

- Mi buckwheat (soba) 4. Tepung beras

- Bihun 5. Pati kacang hijau

- Mi transparan 6. Pati Ubi jalar

Berwarna putih dan putih krem, tekstur lunak.

Kuning mengkilap, tekstur sedikit keras.

Berwarna caklat atau abu-abu, cita rasa unik.

Putih hingga kuning dan tidak transparan.

Transparan, tekstur kompak dan solid

7. Pati lain (Kentang, Canna) Elastis dan transparan Ukuran Mi 1. Sangat tipis (So-men)

2. Tipis (Hiya-mugi) 3. Standar (Udon) 1.0-1.2 mm 1.3-1.7 mm 2.0-3.8 mm 4. Pipih (Hira-men) 5.0-7.5 mm Pemprosesan 1. Tipe pengikat

- Protein : mi gandum - Pati pregelatinisasi : mi pati 2. Pembuatan untaian

- Sheeting : So-men - Ekstrusi : Mi beras 3. Peralatan

- Tangan : Tenobe so-men - Mesin : Udon

Produk 1. Mi segar tanpa dimasak 2. Mi matang (Kukus, rebus) 3. Mi rebus yang dibekukan 4. Mi kering

Sumber : Piyachomkwan et al. (2001). 5. Mi instan

Bahan pengembang digunakan untuk mempercepat pengembangan adonan dan mencegah penyerapan minyak selama penggorengan mie. Fungsi dari zat warna adalah memberi warna khas mie sedangkan bumbu-bumbu digunakan untuk memberi flavor tertentu.

Pembuatan mie basah terigu terdiri atas beberapa tahapan proses, yaitu pencampuran bahan, pengadukan, pembentukan lembaran, pemotongan, pematangan, dan pelumuran dengan minyak sawit. Proses pencampuran bahan bertujuan untuk menghasilkan campuran yang homogen, mencampurkan tepung dengan air dan membentuk adonan dari jaringan gluten sehingga adonan menjadi halus dan elastis. Setelah pencampuran, dilakukan pengadukan agar adonan lebih homogen. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses pengadukan adalah jumlah air yang

(31)

ditambahkan, suhu adonan, dan waktu pengadukan. Tahap selanjutnya dalah pembentukan lembaran dengan tujuan menghaluskan serat gluten dan membuat adonan menjadi lembaran (Badrudin, 1994).

Kemudian dilakukan proses pembentukan lembaran terhadap adonan mie. Lembaran mie yang dihasilkan kemudian dipotong dengan ukuran 1-3 mm. Untaian mie yang dihasilkan kemudian dikukus agar diperoleh mie basah matang. Proses pematangan ini bertujuan agar terjadi gelatinisasi dan koagulasi gluten sehingga mie menjadi kenyal (Badrudin, 1994). Gelatinisasi menyebabkan pecahnya pati dan melepaskan amilosa. Amilosa membentuk lapisan tipis pada permukaan mie sehingga memberikan kelembutan pada mie, meningkatkan daya cerna pati, dan mempengaruhi daya rehidrasi mie.

Terakhir, untaian mie basah matang diberi minyak sawit. Proses ini bertujuan mencegah lengketnya untaian mie dan memperbaiki penampakan mie agar mengkilap (Mugiarti, 2001). Beberapa syarat mutu mie basah dapat dilihat pada Tabel 6.

Menurut Hou dan Krouk (1998), warna dan tekstur merupakan karakteristik fisik penting yang perlu diperhatikan dalam pembuatan mie basah dan menyatakan persyaratan warna untuk mie basah matang adalah warna kuning cerah dan tidak pudar dalam 24 jam. Sedangkan untuk persyaratan tekstur, Hou dan Krouk (1998), mie basah matang harus memiliki tekstur yang kenyal, elastis, tidak lengket, mudah digigit dan memiliki tekstur yang stabil dalam air panas. Sedangkan menurut Astawan (2005) secara fisik, diameter mie basah berkisar antara 1.5–2 mm.

(32)

Tabel 6. Syarat mutu mie basah menurut SII 2046-90

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1. Keadaan : 1.1. Bau 1.2. Rasa 1.3. Warna - - - Normal Normal Normal 2. Kadar air % b/b 20-35

3. Kadar abu (bk) % b/b Maksimal 3

4. Kadar protein (bk) % b/b Minimal 3

5. Bahan tambahan pangan : 5.1. Boraks dan asam borat 5.2. Pewarna

5.3. Formalin

- - -

Tidak boleh ada sesuai SNI-02220 M dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/Menkes/Per/IX/88 6. Cemaran logam : 6.1. Timbal (Pb) 6.2. Tembaga (Cu) 6.3. Seng (Zn) 6.4. Raksa (Hg) mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg Maksimal 1.0 Maksimal. 10.0 Maksimal 40.0 Maksimal 0.05 7. Arsen mg/kg Maksimal 0.05 8. Cemaran mikroba

8.1. Angka Lempeng Total 8.2. E. coli 8.3. Kapang Koloni/gram APM/gram Koloni/gram Maksimal 1.0 x 106 Maksimal 10 Maksimal 1.0 x 104

Sumber : Departemen Perindustrian (1990)

F. MIE BASAH JAGUNG

Mie basah jagung merupakan mie basah yang dibuat dengan menggunakan bahan baku utama tepung jagung. Pembuatan mie basah jagung (mie non terigu) memanfaatkan prinsip gelatinisasi pati menggantikan fungsi protein pada mie terigu yang berguna untuk membentuk struktur mie

Pembuatan mie basah jagung secara umum menurut Subarna et al (1999) dalam Fahmi (2007) dapat dilihat pada Gambar 3.

Pembuatan mie basah jagung menggunakan metode ekstrusi berbahan baku tepung jagung pertama kali dilakukan oleh Fahmi (2007). Proses pembuatan mie basah jagung ini terdiri dari tahap pencampuran bahan dan pemasakan yang terjadi selama di dalam ekstruder, pencetakan menjadi untaian mie dan perendaman untaian mie dalam air dingin. Proses pembuatan mie basah jagung metode ekstrusi yang dilakukan oleh Fahmi (2007) berbeda dengan proses pembuatan mie terigu, terutama pada proses pencampuran, pemasakan dan pencetakan adonan menjadi untaian mie. Penelitian Fahmi (2007) menggunakan alat ekstruder pemasak (forming

(33)

extruder model Scientific Laboratory Single Screw Extruder type

LE25-30/C dari Labtech Engineering Co. Ltd., Thailand), sedangkan pada penelitian ini digunakan jenis ekstruder pencetak mie yang berbeda yaitu pencetak mie model MS9, Multifunctional noodle modality machine,

Guangdong Henglian Food Machine Co., Ltd., China.

Jagung kuning dipipil, direndam air biasa selama 12 jam

Disaring 60 mesh dan pati kasarnya diendapkan dan ditiriskan 10 menit

Digiling dengan Buhr Mill (gilingan batu)

Cake (pasta) pati digiling dan dibentuk pelet

Digiling dan dicetak menggunakan ekstruder piston

Mie basah Dikukus 15 menit

Mie dikukus 15 menit

Gambar 3. Proses pembuatan mie jagung metode ekstrusi piston

(Subarna et al, 1999 dalam Fahmi, 2007)

Metode calendering dilakukan pada proses pembuatan mie basah jagung sebelum Fahmi (2007). Metode ini membutuhkan pembuatan lembaran dengan cara melewatkan bahan baku (adonan) secara berulang-ulang diantara dua rol logam. Setelah lembaran terbentuk, adonan dipotong menjadi untaian mie menggunakan slitter.

Menurut Budiyah (2004) proses pembuatan mie menggunakan metode calendering memiliki beberapa kelemahan, yaitu perlunya proses pengendalian suhu dan kelembaban selama proses, waktu pengolahan yang cukup lama karena tahapan proses yang panjang, yaitu proses pencampuran bahan, pengukusan pertama, pengulian, pembentukan lembaran, pemotongan, perebusan, perendaman dalam air dingin, dan pelumuran mie dengan minyak.

(34)

Untuk itu perlu dilakukan modifikasi teknik dalam pembuatan mie basah non terigu, salah satunya menggunakan ekstruder. Teknik pembuatan mie jagung dengan ekstrusi piston memiliki kelebihan yaitu proses yang lebih sederhana karena tidak memerlukan tahapan proses

sheeting dan slitting, pengulian, dan pembentukan lembaran sehingga

membutuhkan waktu produksi yang lebih singkat (Subarna et al, 1999 dalam Fahmi 2007).

G. REOLOGI MIE BASAH

Menurut Szczesniak dalam Peleg dan Bagley, 1983 Reologi adalah ilmu tentang deformasi dan aliran bahan. Reologi pada bahan padat merupakan hubungan antara gaya dengan perubahan bentuk, sedangkan reologi pada bahan cair merupakan hubungan antara gaya dengan aliran. Menurut Fahmi (2007), pada produk mie beberapa sifat reologi yang penting di antaranya adalah kekerasan, kekenyalan dan kekuatan tarik

(tensile strength).

Kekerasan merupakan daya tahan bahan untuk pecah akibat gaya tekan yang diberikan. Sifat keras untuk menyatakan sifat benda atau produk pangan padat yang tidak bersifat deformasi. Kekenyalan merupakan sifat bahan elastis yang bersifat deformasi (perubahan bentuk). Kekenyalan (elasticity) merupakan salah satu parameter mutu organoleptik yang sangat penting pada produk mie. Kekenyalan diukur menggunakan Texture

Analyzer. Alat ini akan mengukur besarnya gaya yang diperlukan sampai

bahan padat (mie) mengalami deformasi (Fahmi, 2007).

Tensile strength merupakan gaya yang diperlukan untuk menarik

bahan (untaian mie) hingga putus. Tensile strength menunjukkan kekuatan elastisitas suatu bahan. Rheoner merupakan alat yang digunakan untuk mengukur tensile strength dengan cara mengukur gaya yang diperlukan sampai bahan (mie) putus (Szczesniak dalam Peleg dan Bagley, 1983)

(35)

H. EKSTRUSI 1. Ekstruder

Menurut Harper (1981), ekstruder adalah alat untuk mencetak bahan melalui proses ekstrusi. Ekstruder terdiri atas berbagai bentuk. Bentuk yang paling sederhana adalah ekstruder tipe ram atau piston. Ekstrusi pemasakan merupakan proses dimana bahan pangan yang mengandung pati dan protein dimasak dan diadon menjadi adonan yang viskos dan plastis. Panas yang digunakan dalam proses pemasakan dapat berasal dari injeksi uap (secara langsung), dari jaket pemanas (secara tidak langsung), dan berasal dari energi mekanik yang timbul dari gesekan adonan selama proses ekstrusi (Harper, 1981).

Menurut Muchtadi et al. (1987), ekstruder dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat termodinamika, kadar air, sifat fungsional, dan jumlah ulir. Berdasarkan sifat fungsional, ekstruder terdiri atas pasta extruder, high-pressure forming extruder, low–shear

cooking extruder, coolet extruder, dan high–shear cooking extruder.

Secara termodinamika, ekstruder terbagi atas tiga jenis yaitu :

autogenous yaitu ekstruder yang menghasilkan panas dengan

mengkonversi energi mekanik pada aliran proses; isotermal ekstruder; dan polythropic yaitu ekstruder yang prinsip kerjanya menggabungkan antara autogenous ekstruder dan isotermal ekstruder dimana panas diperoleh dari konversi energi mekanik dan dari transfer panas (Harper, 1981 dan Muchtadi et al., 1987).

Berdasarkan kadar air, ekstruder terbagi atas low moisture

extruder dengan kadar air bahan sampai 20%, intermediate moisture extruder dengan kadar air bahan 20-28%, dan high moisture extruder

dengan kadar air bahan lebih dari 28%. Berdasarkan jumlah ulirnya, ekstruder terbagi atas ekstruder berulir ganda dan ekstruder berulir tunggal (Harper, 1981 dan Muchtadi et al., 1987).

Ekstruder ulir ganda dapat diklasifikasikan berdasarkan arah perputaran ulirnya, terdiri dari co-rotating screw extruder (ekstruder dengan arah perputaran ulir yang searah) dan counter rotating screw

(36)

extruder (ekstruder dengan arah perputaran ulir yang berlawanan).

Ekstruder dengan ulir yang co-rotating banyak diaplikasikan dalam proses pengolahan pangan. Beberapa kelebihan ekstruder ulir ganda yaitu : memiliki kontrol yang lebih baik terhadap tranfer panas dibandingkan ekstruder ulir tunggal, dapat menangani bahan pangan yang sangat basah, lengket, dan berminyak, serta dapat menggunakan bahan pangan dengan ukuran partikel yang bervariasi (Fellows, 1990).

Ekstruder berulir tunggal terdiri atas ulir yang berputar pada barel silinder. Ekstruder ulir tunggal dapat diklasifikasikan menjadi :

high shear ekxtruder (untuk produk–produk sereal sarapan pagi dan

makanan ringan), medium shear extruder (untuk produk–produk semi basah), dan low shear extruder (untuk pasta dan produk–produk daging). Biaya investasi dan biaya operasi ekstruder berulir tunggal lebih rendah daripada biaya ekstruder berulir ganda, selain itu tidak dibutuhkan tenaga ahli untuk pengoperasian dan perawatan ekstruder berulir tungggal (Fellows, 1990).

Menurut Smith (1981) ekstruder berulir tunggal dibagi atas tiga kelompok yaitu Low Shear, Medium Shear, dan High Shear. Jenis-jenis ekstruder tersebut dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Klasifikasi ekstruder ulir tunggal

Kategori Low Shear Medium

Shear High Shear

Kadar Air Produk (%) 25 – 75 15 – 30 5 – 8

Densitas produk (g/ 100ml) 32 – 80 16 – 51 3.2 – 20 Suhu barrel maksimum (°C) 20 – 65 55 – 145 110 – 180 Tekanan barrel maksimum (kg /cm2) 6 – 63 21 – 42 42 – 84

Kecepatan ulir (rpm) 100 200 200 Snack, breakfast cereal Produk khas Produk pasta daging Roti, makanan ternak Sumber : Smith, 1981

Ekstruder ulir tunggal paling cocok digunakan untuk mengektrusi produk pasta. Hal dikarenakan ekstruder memiliki silinder yang licin dan tidak mempunyai bagian yang dapat membawa padatan, serta biasanya mempunyai bentuk geometris ulir yang konstan. Alat ini mendekati paling mendekati ekstruder jenis isotermal karena hanya

(37)

mengakibatkan kenaikan suhu yang paling rendah. Pemotongan cepat, continue, alat tidak lansung (proses) cocok diaplikasikan untuk produk pasta dan produk sosis (Muchtadi et al., 1987)

2. Proses Ekstrusi

Ekstrusi adalah proses pengolahan pangan yang mengkombinasikan beberapa proses secara berkesinambungan antara lain pencampuran, pemasakan, pengadonan, shearing, dan pembentukan (Fellows, 1990). Menurut Harper (1981), dalam proses ekstrusi, adanya aliran adonan disebabkan oleh pengaruh tekanan shear (σ), dimana tekanan shear tergantung pada kecepatan ’shear’ dan viskositas bahan. Pada aliran newtonian terjadi hubungan linear antara tekanan shear dan kecepatan shear. Aliran seperti ini biasanya terdapat pada aliran gas. Pada bahan pangan, karena mengandung senyawa-senyawa biopolimer seperti pati dan protein, sifat alirannya mengikuti kaedah non-newtonian Keuntungan proses pemasakan dengan metoda ekstrusi antara lain produktivitas tinggi, biaya produksi rendah, bentuk produk khas, produk lebih bervariasi walaupun dari bahan baku yang sama, pemakaian energi rendah serta mutu produk lebih tinggi karena menggunakan suhu tinggi dengan waktu yang singkat sehingga kerusakan nutrisi dapat dikurangi (Fellows, 1990). Selain itu, produk yang dihasilkan seragam, peralatannya mudah diotomatisasi, dan tidak banyak limbah.

I. SCANNING ELECTRON MICROSCOPE (SEM)

SEM (Scanning Electron Microscope) merupakan alat untuk melihat benda yang sangat kecil dalm bentuk stereo dengan skala perbesaran tinggi (Noor, 2001). Prinsip dasar SEM ditemukan pada tahun 1930 di Jerman. Sesudah perang dunia II, penelitian ini berlanjut di London. Kemajuan teknologi SEM berhasil dilakukan oleh Jepang karena negara ini mampu memproduksi SEM dengan melakukan banyak penelitian dan perkembangan teknologi SEM. Penelitian ini menggunakan SEM keluaran

(38)

Jepang, JEOL (Jepang Electron Optical Laboratory) JSM 5200 Scanning

Microscope Multi Purpose SEMs. Untuk spesifikasi dari JEOL JSM 5200

dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Spesifikasi JEOL 5200 SEMs Resolution HV Mode LV Mode 5.0 nm 8.0 nm Magnification HV Mode LV Mode x 15 to 200.000 x 15 to 50.000 Accelerating 1.2 kV Voltage 5 to 25 kV (5 kV steps)

SEM memiliki perbesaran yang bervariasi (sekitar 10x – 1.000.000x). Menurut Noor (2001), prinsip kerja SEM terbagi dua, yaitu (1) informasi yang didapatkan dari irradiasi pancaran elektron dan (2) prinsip perbesaran. Apabila suatu pancaran elektron diiradiasi pada permukaan sampel, interaksi antara pancaran elektron dan atom-atom yang dikandung oleh sampel akan memberikan bermacam-macam informasi (Gambar 4).

Gambar 4. Bermacam-macam informasi pancaran elektron (Noor, 2001)

Apabila dilakukan scanning pada permukaan suatu sampel dengan fokus pancaran elektron yang tepat informasi akan diperoleh dari setiap titik scanning. Informasi ini akan dirubah kedalam bentuk signal elektrik, dikuatkan dan disalurkan ke Cathode Ray Tube (CRT). Pada CRT, informasi digunakan untuk mengontrol tingkatan cahaya pada titik-titik yang bersangkutan. Informasi yang didapatkan dari permukaan sampel ditayangkan di CRT dalam bentuk gambar. Perbesaran sampel didefinisikan sebagai ratio dari ukuran gambar di CRT dengan ukuran pancaran elektron yang menscanning permukaan sampel (Gambar 5).

(39)

Gambar 5. Prinsip perbesaran gambar sampel (Noor, 2001)

SEM secara umum berfungsi untuk melihat bagian permukaan dari sampel. Signal-signal SEM bisa membawa berbagai macam informasi dan digunakan untuk tujuan yang berbeda. Kegunaan SEM berdasarkan signal-signal dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Kegunaan SEM berdasarkan signal-signal yang digunakan Signal Mode Operasi Tujuan SEM

Secondary Electron SEI Pengamatan topografi suatu permukaan Backscattered Electron BEI Komposisi permukaan

X-Ray X-Ray Analisa elemen spedimen

Transmitted Electron TEI Pengamatan struktur internal Cathodoluminescence CL Pengamatan karakteristik internal Electromotive Force EBIC Pengamatan karakteristik internal Secondary Electron ECP Struktur cristaline

Backscattered Electron MDI Pengamatan magnetic domain Sumber : (Noor, 2001)

Pada penelitian ini dilakukan analisis topografi sampel sehingga signal yang digunakan adalah Secondary Electron Immage (SEI). Jumlah

secondary electron yang dihasilkan dari suatu permukaan sampel

tergantung pada sudut pantulan pancaran elektron yang mengenai permukaan sampel.

(40)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan baku utama dan bahan tambahan serta bahan-bahan kimia. Bahan baku utama yang digunakan adalah lima varietas jagung kuning lokal unggulan nasional, yaitu varietas Srikandi kuning, Sukmaraga, Bisma, Lamuru, dan Arjuna. Bahan-bahan tambahan yang digunakan adalah air, garam, dan guar gum. Sedangkan bahan-bahan kimia yang digunakan adalah bahan kimia untuk analisa proksimat (CuSO4, K2SO4, H2SO4, H3PO3, HCl, NaOH, dan

Na2S2O3) dan analisa kadar pati (NaOH, HCl, indikator PP, KI, H2SO4,

Na-thiosulfat, dan larutan Luff-Schoorl), kadar amilosa dan amilopektin (asam asetat, I2, NaOH, etanol, dan larutan iod).

Alat yang digunakan adalah penggiling tepung disc mill, vibrating

screen, ekstruder pencetak mie (model MS9, Multifunctional noodle modality machine, Guangdong Henglian Food Machine Co., Ltd., China),

oven, sealer, freezer, panci pengukus. Alat-alat yang digunakan dalam analisis fisik dan kimia mi basah jagung adalah Chromameter CR 200 Minolta, Texture Analyzer (TATX-2); Brabender Amylograph, Rheoner RE-3305, Freeze dry Yamato di Lab Bioteknologi Perikanan Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB, Scanning Electron Microscope JSM 5200 di Lab Genetika Fakultas Peternakan IPB, Sealer, Freezer, spektrofotometer, gelas piala, pipet mohr, tabung reaksi, tabung sentrifuse, labu lemak, labu kjeldahl, oven, cawan aluminium, cawan porselen, timbangan, alat ekstraksi soxhlet, pemanas listrik, tanur, erlenmeyer, dan alat destilasi.

B. METODE PENELITIAN

Metodologi penelitian ini terbagi atas dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama.

Secara umum garis besar pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 6.

(41)

1. Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan ini secara umum terdiri atas beberapa tahap, yaitu pembuatan tepung jagung, analisis karakterisasi tepung jagung, pembuatan mie basah jagung, dan justifikasi pembuatan mie basah jagung. Penepungan lima varietas jagung merupakan tahap pertama yang dilakukan pada penelitian ini. Proses penepungan jagung menggunakan teknik penepungan kering (dry milling) yang terdiri atas beberapa proses yaitu proses pengilingan kasar, pencucian dan pengambangan, perendaman, pengeringan grits, penggilingan halus, pengeringan tepung, pengayakan tepung ukuran 100 mesh, dan pengeringan tepung setelah tepung diayak.

Proses penggilingan kasar dilakukan pada jagung pipil menjadi grits menggunakan dics mill dengan saringan 10 mesh. Proses ini bertujuan untuk memisahkan bagian endosperma jagung dengan lembaga, kulit dan tip cap. Setelah jagung pipil menjadi grits, grits dicuci dengan air bersih untuk mengambangkan lembaga dan kulit ari dari grits jagung agar bagian-bagian tersebut mudah untuk dipisahkan dan dibuang. Hal ini dilakukan karena bagian lembaga dapat menyebabkan tepung jagung yang dihasilkan tengik dan kulit ari membuat tepung jagung bertekstur kasar. Setelah dicuci grits tersebut direndam dalam air selama 3 jam. Proses perendaman ini bertujuan memperlunak endosperma yang nantinya dapat mempermudah tahap proses penepungan halus.

(42)

Pembuatan tepung jagung dengan metode dry milling Lima varietas jagung lokal pipil

Pembuatan mie jagung dengan teknik ekstrusi

Karakterisasi sifat fungsional : ▪ Sifat amilografi

Water Absorption capacity

Kelarutan dan Swelling volume

Karakterisasi sifat fisiko kimia : ▪ Proksimat ▪ Kadar amilosa ▪ Kadar pati ▪ pH ▪ Warna Analisa : * Elongasi

* KPAP (Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan) Uji hipotesis pengaruh tekanan pada tahap pengekstrusian bahan terhadap

karakterisasi mie yang dihasilkan

Pembuatan mie jagung dengan teknik ekstrusi dengan memberikan tekanan saat pengekstrusian bahan

Penentuan tepung jagung lokal yang paling berpotensi untuk dibuat mie jagung Analisa : * Elongasi dan KPAP

* Tensile Strength * Warna

Dibandingkan hasil analisa mie basah jagung dengan BTP dan tanpa BTP Peningkatan mutu mie jagung dengan penambahan Guar Gum 1%

Analisa : * Elongasi dan KPAP * Tensile Strength * Warna

Analisa : * Filling rate * Elongasi * KPAP

* Scanning Electron Microscope (SEM)

Gambar 6. Garis besar pelaksanaan penelitian

(43)

Kemudian, grits jagung dikeringkan menggunakan sinar matahari hingga kadar airnya mencapai ± 35% dan saat dirasa grits tidak terlalu basah dan tidak terlalu kering. Pengukuran kadar air dilakukan dengan cara memegang grits dan grits tersebut tidak begitu lengket dengan tangan. Hal ini dilakukan agar proses penggilingan menjadi lebih efisien sehingga rendemen yang dihasilkan pun lebih tinggi. Jika kadar air grits terlalu tinggi, grits jagung mudah lengket dalam mesin penggiling, akibatnya rendemen tepung menjadi lebih rendah dan mudah tengik jika dilakukan penyimpanan. Dan jika kadar airnya terlalu rendah, rendemen hasil penggilingannya pun juga rendah. Selanjutnya dilakukan proses penepungan halus menggunakan disc mill dengan saringan berukuran 48 mesh. Tahapan ini bertujuan untuk memperhalus ukuran jagung menjadi tepung.

Tepung jagung yang dihasilkan kemudian dikeringkan menggunakan oven suhu 50oC selama 2 jam hingga kadar air tepung ± 35%. Kemudian tepung diayak menggunakan vibrating screen dengan ukuran ayakan 100 mesh. Menurut Pratama (2008) ukuran tepung jagung yang dianjurkan untuk membuat mie basah jagung yaitu ukuran 100 mesh karena akan menghasilkan mie dengan tekstur yang lebih halus dibandingkan ukuran 80 mesh. Terakhir tepung jagung dikeringkan menggunakan oven suhu 50oC selama 2 jam untuk mengurangi jumlah air bebas pada tepung jagung sehingga dapat memperpanjang umur simpan tepung. Kemudian tepung jagung dikemas plastik PP ukuran 200 gram dan disimpan dalam freezer.

Kemudian dilakukan tahap kedua dari penelitian pendahuluan, yaitu analisa pada tepung jagung yang dihasilkan. Analisa yang dilakukan mencakup analisa sifat fisiko-kimia dan sifat fungsional dari tepung jagung. Analisa ini dilakukan untuk mengkarakterisasi tepung jagung yang dihasilkan.

Analisa sifat fisiko-kimia meliputi analisa pH, warna, analisa proksimat (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat), kadar pati, kadar amilosa, dan kadar amilopektin.

(44)

Sedangkan analisa sifat fungsional tepung jagung meliputi analisa sifat amilografi, water absorption capacity, kelarutan dan swelling volume.

Tahapan proses penepungan jagung pipil dapat dilihat pada Gambar 7.

Pengeringan dengan oven pada suhu 50oC selama 2

jam

Pengayakan menggunakan vibrating screen dengan saringan 100 mesh Pembuangan cairan dan penjemuran grits jagung sampai

grits tidak terlalu basah

Penggilingan dengan disc mill dengan saringan berukuran 48 mesh

Jagung dibersihkan dari biji cacat dan kontaminan lainnya

Pengeringan dengan oven pada suhu 50oC selama 2 jam

Pengambangan jagung menggunakan air suhu normal untuk membuang kulit ari dan lembaga

Penggilingan I menggunakan disc mill dengan saringan 10 mesh Tepung jagung kasar

Perendaman grits selama 3 jam

Grits jagung

Pengemasan dengan plastik PP tiap 200 g, diberi silika gel dan disimpan di freezer

Gambar 7. Diagram alir pembuatan tepung jagung (Fahmi, 2007 dengan

modifikasi)

Tahap ketiga dari penelitian pendahuluan adalah pembuatan mie basah menggunakan metode ekstrusi. Proses pembuatan mie basah jagung dengan metode ekstrusi terdiri atas beberapa proses, yaitu proses penimbangan bahan, pencampuran, pengadonan, pembentukan lembaran secara manual, pengukusan pertama (pengukusan adonan), pencetakan mie dengan ekstruder, dan pengukusan kedua (pengukusan mie).

Gambar

Gambar 1. Jagung di ladang (Wikipedia, 2008)
Tabel 2. Komposisi kimia rata-rata biji jagung dan bagian-bagiannya
Tabel 3. Ciri-ciri jagung varietas unggul nasional
Tabel 5. Klasifikasi mie berdasarkan kriteria dan karakteristik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan pengaruh subsitusi tepung bekatul pada tepung terigu terhadap kualitas mie basah (berdasarkan sifat fisik, kimia,

Tepung terigu modifikasi heat moisture treatment (HMT) diharapkan dapat dijadikan alternatif untuk menghindari penggunaan boraks pada proses pengolahan mie basah demi

Hasil uji kesukaan secara keseluruhan mie basah menunjukkan bahwa perlakuan substitusi tepung terigu : tepung terigu modifikasi HMT (50%:50%) merupakan batas maksimal

Semakin tinggi tepung tapioka yang disubstitusikan ke dalam tepung terigu pada mie herbal basah, maka kadar air akhir mie herbal basah akan tinggi, sedangkan daya serap air

Warna agak kecoklatan pada mie jagung basah disebabkan oleh hal yang sama seperti pada mie kering, yaitu mie terbuat dari tepung jagung yang dibuat melalui

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari fortifikasi penambahan tepung ikan terhadap mutu pencampuran tepung terigu dan tepung sagu sebagai bahan utama pada pembuatan

Jadi semakin berkurangnya komposisi tepung terigu dan bertambahnya tepung cangkang rajungan dalam pembuatan mie basah ini, maka semakin berkurang nilai kadar karbohidrat mie

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu tahap penepungan jagung, karakterisasi tepung dan pati jagung, verifikasi formulasi dan proses produksi mi jagung kering