KERAGAAN INDUSTRI KOPI DAN DAMPAK INTERVENSI HARGA
EKSPOR/IMPOR TERHADAP EKSPOR KOPI INDONESIA
Satia Negara Lubis*) Abstrack
The coffee plant’s roles are worthwhile for the country, as the export commodities that would enlarge the exchange earnings, labor opportunities and also to keep the environment continuity. In the effort to develop the coffee industry both in the production or trade aspect, there’re two factors that might influence the national coffee industry variety, the domestic policy as the internal factor, and the external factor that consentrated to the foreign policy. In the other hand the Indonesian coffee trade’s also faced the open market competition. Thus the regional trade policy change sorts of the trade liberation according to the Indonesian ratification with theWTO and also the policy change from the Indonesian’s coffee trade competitors which also centered to the trade liberalization, would cause the change to the Indonesian coffee industry variety.
Keywords: Trade’s, Export, Import, Coffee
A. PENDAHULUAN
Produksi kopi nasional sejak tahun 1995– 2005 relatif stabil, berkisar antara 420 ribu ton hingga 450 ribu ton per tahun yang terdiri dari dua jenis kopi yaitu robusta dan arabica dengan perbandingan produksi 95 persen untuk jenis robusta dan 5 persen untuk jenis arabica. Dari total produksi kopi nasional, 95 persen bersumber dari perkebunan rakyat, 3 persen dari perkebunan negara dan hanya 2 persen yang bersumber dari perkebunan swasta. Lima provinsi di Indonesia adalah (1) D.I Aceh, (2) Sumatera Utara, (3) Sumatera Selatan, (4) Lampung, dan (5) Jawa Timur. Pada tahun 1999, kelima provinsi ini memberikan kontribusi sebesar 67 persen dari produksi kopi nasional dengan jumlah ekspor sebesar 236.487 ribu ton atau 66.62 persen dari total volume ekspor kopi Indonesia. Tingginya share ekspor lima provinsi penghasil kopi terbesar ini selain disebabkan oleh tingginya produksi, juga terdapatnya kemudahan fasilitas pelabuhan ekspor yang mampu menunjang kelancaran distribusi ke negara tujuan ekspor.
Pada pasar domestik menunjukkan, konsumsi dalam negeri pada periode 1995–1995 terjadi peningkatan yang significant, yaitu 13.67 persen dan diperkirakan akan terus mengalami
peningkatan seiring dengan perkembangan industri hilir yang menggunakan kopi sebagai bahan baku, peningkatan pendapatan masyarakat dan perubahan cita rasa penduduk. Selain itu prospek yang menggembirakan adalah meningkatnya konsumsi dunia rata-rata sebesar 0.49 persen dan diproyeksikan pada priode mendatang konsumsi kopi di negara-negara Eropa, Amerika, dan Jepang tumbuh 3.10 persen.
Berbeda dengan pasar domestik, di pasar internasional kopi Indonesia harus berkompetisi dengan penghasil kopi utama dunia seperti Brazil dan Colombia. Tetapi khusus, ekspor kopi jenis robusta Indonesia berhasil mengungguli kedua negara tersebut. Namun, di pasar international ekspor kopi jenis robusta Indonesia menghadapi persaingan yang ketat dari negara Vietnam. Pada tahun 2003/2004 Vietnam telah memproduksi kopi mencapai 510 ribu ton atau lebih tinggi dari produksi Indonesia, di mana dari produksi tersebut 90 persen adalah jenis robusta yang diekpor dengan tujuan ekspor yang sama dengan Indonesia. Persaingan perdagangan kopi robusta dengan Vietnam semakin terbuka, mengingat pemerintah Vietnam terus mengembangkan areal hingga mencapai 305 ribu hektar, serta memberikan kebebasan kepada
eksportirnya untuk mengekspor kopi tanpa distorsi.
Faktor eksternal yang sangat mempengaruhi industri kopi Indonesia adalah ratifikasi Indonesia terhadap liberalisasi perdagangan yang berpangkal dari GATT Uruguay Round di Marrakesh pada 15 April 1994 yang disusul oleh ratifikasi AFTA dan APEC. Sebagai Implikasinya, negara-negara yang yang selama ini mendistorsi pasar secara berkala harus mengadakan penyesuaian-penyesuaian kebijakannya di masa akan datang, yang meliputi penyesuaian kebijakan tarif dan non- tarif. Hal ini secara eksplisit akan memberikan dampak yang berarti terhadap permintaan dan penawaran kopi Indonesia, baik di tingkat domestik maupun pasar internasional.
Liberalisasi perdagangan yang dilakukan oleh semua negara ataupun oleh suatu negara secara sepihak baik oleh eksportir utama kopi dunia selain Indonesia, oleh Indonesia sesuai kesepakatan IMF, ataupun oleh negara importir utama kopi dunia secara langsung mempengaruhi permintaan dan penawaran kopi dunia yang pada gilirannya mempengaruhi harga dunia. Perubahan-perubahan yang terjadi di pasar dunia inilah yang akan memberikan dampak pada perdagangan kopi Indonesia di tingkat domestik. Peningkatan konsumsi yang merangsang kenaikan harga kopi, ataupun penurunan harga kopi akibat produksi yang berlimpah (surplus produksi) tentu akan berpengaruh pada keputusan produsen untuk memproduksi kopi.
Berkaitan dengan uraian di atas, maka adalah penting untuk menganalisis dan mencari alternatif kebijakan apa yang perlu dilakukan oleh pemerintah untuk mengembangkan industri kopi yang terfokus pada aspek pengembangan luas areal produksi, konsumsi, dan perdagangan baik di tingkat domestik maupun pasar dunia seiring dengan adanya ratifikasi liberalisasi perdagangan.
Permasalahan
Permasalahan dalam penelitian ini adalah
ekspor dan harga impor oleh Indonesia mempengaruhi pengembangan luas areal, produksi, konsumsi, harga, dan perdagangan kopi Indonesia di pasar dunia.
Tujuan
Untuk mengetahui keragaan industri kopi Indonesia dan menganalisis pengaruh liberalisasi perdagangan berupa penghapusan tarif terhadap keragaan industri kopi Indonesia.
B. METODE PENELITIAN
Kajian ini akan membangun model ekonometrik keragaan industri kopi Indonesia yang didasarkan kepada fenomena masing-masing peubah yang ditentukan. Pembentukan model dalam penelitian ini didasarkan kepada permasalahan dan tujuan dari penelitian yang meliputi persamaan-persamaan luas areal, produksi, permintaan domestik, ekspor, penawaran domestik, harga domestik, dan harga ekspor kopi Indonesia. Model yang akan dibangun dapat dituliskan sebagai berikut:
1. Luas Areal Robusta
AKRk
t = akl0 + akl1 HRDKRIt + akl2 HRPPjt + akl3 UPtt + akl4 SBINt + akl5YEAR + akl6AKRkt-1 + u1kt ... (P01)
Total Areal Kopi
AKk
t = AKRkt + AKAkt ...(P02) dimana :
AKRk
t = Luas areal menghasilkan kopi robusta pada perkebunan k (perkebunan besar dinotasikan dengan PB, dan perkebunan rakyat dinotasikan dengan PR) pada tahun ke-t (ribu Ha)
AKAk
t = Luas areal menghasilkan kopi arabica pada perkebunan k (perkebunan besar dinotasikan dengan PB, dan perkebunan rakyat dinotasikan dengan PR) pada tahun ke-t (ribu Ha)
HRDKRIt = Harga domestik riil kopi robusta Indonesia pada tahun ke
HRPPt = Harga riil pupuk pada tahun ke
SBINt = Tingkat suku bunga bank Indonesia (%)
YEAR = Teknologi yang diproxi melalui trend waktu AKk
t-1 = Luas areal tanaman kopi menghasilkan pada perkebunan k pada periode sebelumnya (ribu Ha)
u1k
t = Faktor kesalahan (error) pada persamaan areal perkebunan k Nilai koefesien regeresi yang diharapkan: akl1 akl5> 0 ; akl2, akl3 , akl4 < 0 ; 0 < akl6< 1 2. Produksi a. Jenis Robusta QKRk t = bkl0 + bkl1 HRDKRIt + bkl2 HRPPjt + bkl3 UPtt + bkl4 YEAR + bkl5QKRkt-1 + u2k t ... (P03) b. Total Produksi Kopi
QKk
t = QKRkt + QKAkt ... (P04) di mana:
QKRk
t = Produksi kopi robusta pada perkebunan k (perkebunan besar dinotasikan dengan PB, dan perkebunan rakyat dinotasikan dengan PR) pada tahun ke-t (ribu ton)
QKAk
t = Produksi kopi arabica pada perkebunan k (perkebunan besar dinotasikan dengan PB,
dan perkebunan rakyat
dinotasikan dengan PR) pada tahun ke-t (ribu ton)
QKk
t = Produksi kopi pada perkebunan k pada tahun ke-t (ribu ton) QKRk
t-1= Produksi kopi robusta pada perkebunan k pada periode sebelumnya (ribu ton)
U2k
t = Faktor kesalahan (error) pada persamaan areal perkebunan k Nilai koefesien regresi yang diharapkan: bkl1 bkl4> 0 ; bkl2, bkl3 < 0 ; 0 < bkl5 < 0
3. Permintaan Domestik
KKRINt = QKRINt – XKRINt – STKRINt (P05)
KKAINt = QKAINt – XKAINt (P06)
di mana:
KKRINt = Konsumsi kopi robusta Indonesia pada tahun ke-t (ribu ton) KKAINt = Konsumsi kopi arabica Indonesia pada tahun ke-t (ribu ton)
4. Harga Domestik
HRDKRIt =c0 + c1 HRXKRIt + c2 SKRINt + c3 KKRINt + c4 HRDKRIt1 + u3t
HRDKAIt =d0 + d1 HRXKRAt + d2 QKAINt + d3 KKAINt + d4 HRDKAIt1 + u4t
di mana:
HRXKRIt =Harga rill ekspor kopi robusta Indonesia (US $/Ton)
HRXKAIt =Harga rill ekspor kopi arabica Indonesia (US $/Ton)
Nilai koefesien regeresi yang diharapkan: c1,d1,c3,d3,c4,d4 > 0; 0 < c4,d4 < 1
5. Ekspor Kopi Indonesia
XKRINt = e0 + e1HRXKRIt + e2 QKRINt + e3 + XKRINt1 + u5t (P09) XKAINt = f0 + f1HRXKAIt + f2 QKAINt
+ f3 XKAINt1 + u6t .... (P10) Sehingga dari kedua persamaan struktural di atas dapat dibangun persamaan identitas ekspor kopi Indonesia sebagai berikut: XKINt = XKRINt + XKAINt ... (P11) di mana:
XKRINt = Ekspor kopi robusta Indonesia pada tahun ke-t (ribu ton)
XKAINt = Ekspor kopi arabica Indonesia pada tahun ke-t (ribu ton)
XKINt = Total Ekspor kopi Indonesia (ribu ton)
koefesien regeresi yang diharapkan: e1, f1, e2, f2, > 0; dan 0 < e3, f3 < 1
6. Harga Ekspor HRXKRIt = g0 + g1 HRKRWDt + g2 INXKRINt + g3 NTINt + g4 HRXKRINt1 + u7t ... (P12) HRXKAIt =h0 + h1 HRKAWDt + h2 INXKRINt + h3 NTINt + h4 HRXKAINt1 + u8t ... (P13) Koefesien yang diharapkan:
g1, h1, g3, h3 > 0 ; g2, h2 < 0 dan 0 < g4, h4 < 1
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah dilakukan estimasi dengan 2 SLS melalui SA versi 6.12, hasil kajian menunjukkan keragaan industri kopi Indonesia sebagai berikut:
a. Areal Jenis Robusta
AMKRPBSt = - 0.07777 + 0.0131(HRDKRIt/UPt) + 0.0093 YEAR + 0.684876 AMKRPBS1
(0.0476) (0.01167) C (0.00414) A (0.15925) A F = 83.54 R2 = 0.94 AMKRPRSt = 18.1640 + 0.009 HRDKRIt3 - 0.1969 SBINt + 0.674 AMKRPRS1 (22.11) (0.006989) A (0.9340) B (0.0511) A
F = 225.86 R2 = 0.98
b. Produksi Jenis Robusta:
QKRPBSt = -0.0164 +0.000014 HRDKRIt2 - 0.0004 HRPPSt + 0.294 AMKRPBSt + 0.005 YEAR (0.0160) (0.0000063) A (0.000172) A (0.078134) A (0.0018) A + 0.35 QKRPBSt1 (0.1962) A F = 27.491 R2 = 0
QKRPRSt = 11.668 + 0.0123 HRDKRIt2 - 0.226 SBINt + 0.3387 AMKRPRSt 0.369 QKRPRSt1
(24.420) (0.006466) A (0.760) C (0.13023) A (0.2249) B
F = 45.264 R2 = 09235
c. Konsumsi Dometik
KKRINt = QKRINt - XKRINt - STKRINt KKAINt = QKAINt-XKAINt
d. Harga Domestik Robusta dan Arabica
HRDKRIt = 364.745 + 0.051 HRXKRIt - 0.077 SKRINt + 0.814 KKRINt + 0.596 HRDKRIt1 (1019.9) (0.185409)B (2.616428) C (2.251956) C (0.237202) A
F =3.647 R2 = 0.50 HRDKAIt = 464.477 + 0.0596 HRXKAIt + 12.431 KKAINt + 0.568 HRDKAIt1
e. Ekspor
XKRINt = 27.624 + 0.00002 (HRXKRIt1-HRXKRIt)* NTINt + 0.438 QKRINt + 0.3644 XKRINt1
(47.194) (0.000013) A (0.230) A (0.241723) A
F = 15.674 R2 = 0.7461
XKAINt = 2.586 + 0.0000(HRXKAIt-HRXKAIt1) + 0.3025 QKAINt + 0.3739 XKAINt1 (4.969) (0.0014) C (0.135) A (0.2043) A
F =16.558 R2 = 0.75
f. Harga Ekspor Kopi Indonesia
HRXKRIt = -578.700 + 9.0266 HRKRWDT - 163.79 INXKRINt + 0.0967 NTINt + 0.185 HRXKRIT1
(358.355) (1.646911) B (410.1646) A (0.1048) B (0.095278)
F = 64.485 R2 = 0.9450 HRXKAIt = -251.108 + 14.115 HRKAWDT - 913.784INXKAINt
(353.405) (1.624880) A (475.20098) B
F = 78.879 R2 = 0.9027 Harga kopi domestik memberikan pengaruh
positif kepada perkembangan areal menghasilkan baik untuk perkebunan besar maupun perkebunan rakyat di semua wilayah produksi dan jenis kopi. Namun demikian, rasio harga kopi pada tahun ke t dengan tingkat upah di sub-sektor perkebunan berpengaruh positif bagi pengembangan areal kopi robusta di perkebunan besar Sumatera. Kenaikan harga domestik di satu sisi menyebabkan luas areal meningkat, tetapi pada sisi yang lain kenaikan tingkat upah yang lebih besar dibandingkan dengan kenaikan harga domestik akan dapat menurunkan areal menghasilkan pada perkebunan besar di Sumatera.
Hasil penelitian juga menunjukkan perubahan suku bunga bank memberikan pengaruh yang sangat signifikan pada pengembangan luas areal perkebunan kopi rakyat. Kenaikan suku bunga bank menurunkan areal menghasilkan kopi robusta yang dimiliki oleh perkebunan rakyat. Hal ini memberikan arti bahwa, perkebunan kopi rakyat akan mengurangi investasinya lebih besar dibandingkan dengan perkebunan
besar jika suku bunga meningkat. Ketersediaan modal yang rendah bagi pekebun rakyat, menyebabkan pekebun rakyat sangat bergantung pada ketersediaan fasilitas kredit sehingga kenaikan suku bunga akan menyebabkan pekebun menurunkan investasinya dan membawa akibat pada turunnya areal menghasilkan.
Demikian pula halnya dengan input produksi seperti harga pupuk dan upah di sub-sektor perkebunan kopi, memberikan respons yang negatif terhadap perkembangan areal menghasilkan tanaman kopi robusta pada perkebunan besar dan perkebunan rakyat. Peubah upah hanya mempengaruhi areal menghasilkan perkebunan besar di Sumatera. Upah yang berbanding terbalik dengan areal menghasilkan berarti, setiap kenaikan upah di sub-sektor perkebunan akan membawa akibat pada menurunnya areal menghasilkan kopi robusta di perkebunan besar di Sumatera.
Perkembangan teknologi, manajemen, dan infrastruktur yang di proxi dari peubah Year berpengaruh positif dan sangat significant
pada perkembangan areal menghasilkan kopi pada perkebunan besar di Sumatera dan wilayah produksi di luar Jawa dan Sumatera. Peubah Year lebih didominasi oleh perkebunan-perkebunan besar nasional dan swasta mengingat perkembangan teknologi yang terus menerus, perbaikan sistem manajemen perkebungan, serta perbaikan infrastruktur diasumsikan faktor yang sangat dominan dalam aspek produksi dan perdagangan di perkebunan besar. Sehingga setiap perubahan pada peubah year akan semakin menambah minat perkebunan besar untuk memperbesar investasinya pada komoditas kopi jenis robusta.
Perubahan harga domestik kopi robusta, harga pupuk, upah, dan suku bunga merupakan peubah-peubah yang mempengaruhi produksi kopi robusta. Pada perkebunan besar disertai perkebunan rakyat di Sumatera dan Jawa menunjukkan harga lag 2 tahun sangat signifikan mempengaruhi produksi.
Perubahan jumlah produksi kopi robusta pada perkebunan besar dan perkebunan rakyat sangat ditentukan oleh luas areal menghasilkan. Hal ini ditunjukkan oleh pengaruh luas areal menghasilkan terhadap produksi yang bertanda positif dan sangat signifikan. Harga pupuk sangat mempengaruhi perkembangan produksi perkebunan besar. Perkebunan besar yang lebih berorientasi profit cenderung menggunakan pupuk untuk memperbanyak produksi kopi. Konsekuensi logisnya adalah, setiap kenaikan harga pupuk akan menyebabkan pengusaha cenderung mengurangi penggunaan pupuk, sehingga jumlah produksi akan menurun. Hasil analisis menunjukkan bahwa, respons produksi terhadap input produksi upah di sub sektor perkebunan. Produksi kopi arabica merupakan eksogenous pada persamaan identitas dalam model ekonometrika industri kopi Indonesia. Walaupun Indonesia merupakan penghasil utama kopi dunia, namun konsumsi kopi
eksportir lainnya. Berdasarkan data series yang tersedia seperti yang telah dijelaskan pada bahagian sebelumnya, Indonesia merupakan eksportir kopi jenis robusta terbesar di dunia dengan corak perdagangan yang berorientasi ekspor. Dengan demikian, produksi kopi akan dipasarkan pada pasar domestik jika terjadi kelebihan ekspor. Fenomena ini menyebabkan peneliti menjadikan persamaan konsumsi kopi Indonesia sebagai residu.
Harga ekspor robusta dan arabica mempengaruhi harga jual kopi robusta dan arabica di pasar domestik. Peningkatan harga ekspor kopi Indonesia baik robusta maupun arabica akan menyebabkan harga di tingkat domestik naik. Namun demikian, elastisitas harga ekspor robusta dan arabica terhadap harga domestik baik jangka pendek maupun jangka panjang tidak elastis. Hasil estimasi menunjukkan bahwa setiap kenaikan harga ekspor robusta sebesar 1 US dollar per ton akan meningkatkan harga robusta sebesar Rp 51/ton atau lebih rendah dibandingkan dengan peningkatan harga domestik kopi arabica yang mencapai Rp 59.6/ton. Kenaikan harga ekspor akan menyebabkan eksportir memperbesar ekspornya ke pasar dunia. Dengan asumsi jumlah produksi adalah tetap, maka penawaran ekspor akan menyebabkan penawaran di tingkat domestik akan mengalami penurunan. Maka jika diasumsikan pula jumlah permintaan kopi domestik adalah tetap maka, harga domestik akan meningkat. Selain itu, dapat ditunjukkan pula bahwa, jika terjadi kenaikan jumlah penawaran domestik kopi robusta akan menyebabkan harga domestik menurun.
Dari aspek konsumsi terlihat bahwa, bila terjadi kenaikan jumlah konsumsi domestik sebesar 1 ton akan dapat meningkatkan harga domestik sebesar Rp 0.814/ton untuk kopi jenis robusta dan Rp 12.431/ton untuk jenis arabica. Hal ini memberikan arti bahwa, peningkatan konsumsi arabica akan
robusta. Berdasarkan koefesiennnya, terlihat bahwa perubahan harga domestik kopi robusta lebih dominan ditentukan oleh permintaan dibandingkan dengan penawaran. Hal ini memberikan implikasi perlunya usaha-usaha dari pihak investor untuk lebih merangsang minat konsumen untuk mengkonsumsi kopi lebih besar dibandingkan sebelumnya, di mana konsumsi kopi di Indonesia yang masih tergolong sangat rendah.
Dari aspek ekspor, selisih harga ekspor tahun sebelumnya dengan harga ekspor pada tahun ke-t menunjukkan tanda yang sesuai dengan teori dan yang diharapkan, yaitu positif. Hal ini memberikan arti bahwa, setiap kenaikan selisih harga ekspor lag 1 tahun dengan harga ekspor tahun ke-t sebesar Rp 10/ton akan meningkatkan ekspor kopi robusta dan arabica Indonesia ke pasar dunia masing-masing sebesar sebesar 0.2 ton dan 0.8 ton. Berbeda dengan ekspor arabica, di mana selisih harga tahun ke-t dengan harga ekspor lag 1 tahunlah yang mempengaruhi ekspor arabica. Perbedaan fenomena ini disebabkan perbedaan trend harga, di mana trend harga ekspor robusta yang menurun dan trend harga arabica yang positif. Ekspor kopi robusta juga ditentukan oleh perubahan nilai tukar, di mana melemahnya nilai tukar akan menyebabkan ekspor kopi robusta Indonesia meningkat. Hal ini berbeda dengan harga ekspor arabica, di mana perubahan nilai tukar tidak mempengaruhi kuantitas ekspor.
Hasil estimasi juga menunjukkan setiap kenaikan produksi kopi robusta dan arabica sebesar 1 ton, maka akan terjadi penambahan ekspor kopi Indonesia ke pasar dunia masing-masing sebesar 0.438 ton dan 0.325 ton. Selain itu, dapat juga dijelaskan besarnya jumlah ekspor robusta dan arabica pada tahun ke-t ditentukan oleh besarnya ekspor pada tahun sebelumnya . Dalam pasar terbuka, persaingan dalam perdagangan selain ditentukan oleh mutu ekspor juga ditentukan oleh persaingan harga. Persaingan harga inilah yang menentukan tinggi rendahnya harga dunia.
Selain itu, perdagangan dunia sebelum adanya ratifikasi perdagangan bebas, harga ekspor sangat dipengaruhi oleh adanya intervensi pemerintah yang meliputi tentang pajak ekspor, tarif impor, subsidi, asuransi, dan lain-lain yang pada gilirannya menyebabkan distorsi pada perdagangan suatu negara. Hasil estimasi menunjukkan koefesien determinasi perilaku harga ekspor robusta dan arabica masing-masing sebesar 0.9495 dan 0.9027. Artinya, hanya 5.15 persen dan 9.73 persen saja peubah-peubah lain yang tidak tertangkap menjelaskan perubahan harga ekspor robusta dan arabica. Harga dunia robusta dan arabica sangat mempengaruhi harga ekspor kopi robusta dan arabica Indonesia. Setiap kenaikan harga kopi robusta dunia sebesar 1 US Cent /Lb akan menyebabkan kenaikan harga ekspor kopi robusta Indonesia sebesar US Cent 0.0045/Lb. Kenaikan ini lebih rendah dibandingkan dengan pengaruh kenaikan harga kopi arabica, yaitu sebesar US Cent 0.007/Lb. Intervensi harga ekspor kopi robusta (INXKRINt) dan arabica (INXKAINt) adalah selisih antara harga ekspor (HXK) dan harga dunia (HRKWD). Untuk negara Indonesia, intervensi dicerminkan dari selisih antara harga ekspor dengan harga dunia. Suatu negara dikatakan menerapkan pajak ekspor bila selisihnya (HRKWD-HXK) positif, sedangkan jika bernilai negatif, maka negara tersebut diasumsikan menerapkan subsidi ekspor. Hasil analisis menunjukkan bahwa, intervensi harga ekspor oleh pemerintah telah menyebabkan harga ekspor kopi Indonesia menurun. Intervensi pemerintah pada harga ekspor menyebabkan eksportir menerima keuntungan yang lebih rendah dibandingkan dengan tanpa intervensi, hal ini menyebabkan eksportir menurunkan ekspornya. Setiap kenaikan pajak ekspor kopi Indonesia sebesar 10 persen akan menyebabkan harga ekspor kopi robusta menurun sebesar 16.379 US dolar per ton untuk kopi robusta dan 91.378 US dolar per ton untuk kopi arabica. Namun demikian respons harga ekspor robusta dan arabica tidak elastis terhadap perubahan intervensi harga ekspor oleh pemerintah.
Pengaruh nilai tukar rupiah terhadap US dolar akan menyebabkan harga ekspor kopi robusta Indonesia meningkat. Setiap melemahnya rupiah sebesar 1 rupiah terhadap US dolar akan menyebabkan kenaikan harga ekspor sebesar 0.0967 US dolar per ton. Dalam jangka pendek dan jangka panjang, respons harga ekspor terhadap nilai tukar tidak elastis, yaitu sebesar 0.24 dan 0.26.
D. KESIMPULAN
Ratifikasi Indonesia pada perdagangan dunia untuk menerapkan penghapusan distorsi perdagangan baik yang sesuai dengan kesepakatan Indonesia dengan IMF secara sepihak, sesuai kesepakatan AFTA, ataupun sesuai dengan kesepakatan WTO hendaknya dilaksanakan oleh Indonesia sesegera mungkin.
Untuk menghindari terjadi surplus produksi akibat dari meningkatnya produksi kopi khususnya untuk jenis robusta, maka diharapkan pemerintah mampu mencari peluang-peluang baru negara tujuan ekspor. Hal ini mengingat selain masih rendahnya tingkat konsumsi kopi di Indonesia, juga Indonesia terikat oleh peraturan yang ditetapkan oleh ICO yang sering tidak menguntungkan bagi perdagangan kopi di pasar internasional. Untuk lebih meningkatkan produksi kopi baik robusta maupun arabica peranan teknologi untuk meningkatkan produksi kopi nasional sangat diperlukan. Perkebunan kopi yang didominasi oleh perkebunan rakyat, memerlukan informasi bagaimana meningkatkan produksi melalui pengembangan teknologi yang berkesinam-bungan. Penggunaan pupuk yang efektif dan efisien sangat perlu dikenalkan kepada pekebun kopi. Selain itu upah di sub-sektor perkebunan hendaknya menjadi perhatian pemerintah, mengingat upah yang tinggi akan menimbulkan masalah minat investasi yang rendah, tetapi upah yang rendah akan menggiring pekerja menjadi kurang produktif. Selain itu, perhatian pemerintah
harga pekebun kopi tidak selalu dirugikan melalui permainan harga oleh pihak eksportir. Dalam hal ini pemerintah diharapkan mampu mengawasi terjadinya persaingan pasar yang sempurna pada pasar domestik.
Pengembangan industri kopi Indonesia hendaknya tidak hanya tertumpu pada pengembangan kopi jenis robusta. Tingginya harga kopi arabica di pasar dunia, jika liberalisasi perdagangan diterapkan, serta luasnya lahan yang sesuai sebagai syarat tumbuh kopi arabica di Indonesia mestinya menjadi alasan yang kuat bagi pemerintah untuk merangsang perkembangan industri kopi arabica di masa yang akan datang.
Untuk memperbesar luas areal menghasilkan jenis kopi arabica dibutuhkan investasi pemerintah pada perkebunan besar milik negara. Potensi pengembangan arabica dapat dilakukan di luar Sumatera dan Jawa. Wilayah Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan serta Irian Jaya merupakan wilayah produksi yang kondusif bagi syarat tumbuh kopi arabica.
E. DAFTAR PUSTAKA
AEKI, 1999. Warta AEKI No. 82 – April 1999. Sekretariat Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia, Jakarta.
---. Statistik Kopi . Berbagai Terbitan. Akiyama,T and Varingis. P.N. 1994. The
Impact of The International Coffee Agreement on Producing Countries. The World Bank Economic Review, 4 (2): 157–173.
Akiyama, T. and P.K. Trivedi. 1987. Vintage Production Approach to Perennial Crop Supply: An Aplication to Tea in Major Producing Countries, Journal of Econometrics, 36:133–161.
Anderson, K. dan R. Tyers. 1990. How Developing Countries Could Gain from Agricultural Trade Liberalization in The Uruguay Roud (In Goldin, I. and Knudsen. Agricultural Trade Liberalization: Implication for Developing Countries. Organization
Development and World Bank), New York.
Bhagwati, J. 1971. The Generalized Theory of Distortions and welfare. International Trade: Selected Readings. Cambridge: The MIT Press, Cambridge.
Baldwin, R.E. and J.D. Richardson. 1981. Determinans of the Commodity Structure US.S Trade. International Trade and Finance: Selected Readings, Second Edition. Litle, Brown and Company Inc., Boston. Burniaux, J.M., J.P. Martin and F. Delome.
1990. Economy-Wide Effects of Agricultural Policy in OECD Countries ( In Golden, I. and Knudsen. Agricultural Trade Liberalization: Implication for Developing Countries. Organization for Economic Co-Operation and Development and World Bank), New York.
De Graff, J. 1986. The Economic of Coffee. Economics of Crops in Developing Countries. No. 1. Center for Agricultural Publishing and Documentation, Wageningen.
Greenaway and Morgan, 1999. The Economics of Commodity Markets. The International Library of Critical Writtings In Economics. Edward Elgar, Massachusetts.
Grennes, Thomas. 1984. International Economics. Prentice-Hall Inc., Englewood Cliffs, New Jerse
Krugman, P.R. and M. Obstfeld. 1994. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan. Diterjemahkan oleh Faisal H. Basri. PAU-FEUI. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Labys, C.W. 1973. Dynamic Commodity Models: Specification, Estimation, and Simulation, Lexington Books, D.C. Heath and Company, Lexington.