• Tidak ada hasil yang ditemukan

TANGGUNG GUGAT JIKA TERJADI KEBAKARAN DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA VILLA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TANGGUNG GUGAT JIKA TERJADI KEBAKARAN DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA VILLA"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

i

SKRIPSI

TANGGUNG GUGAT JIKA TERJADI KEBAKARAN

DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA VILLA

OLEH :

AGUSTINUS KOMANG BAYU PRIBADI

NPM: 1310121039

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WARMADEWA

DENPASAR 2017

(2)

ii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……….i

HALAMAN PENGAJUAN………ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS ……….iii

HALAMAN PERSETUJUAN………...iv ABSTRAK……….v KATA PENGANTAR………...vi DAFTAR ISI………...vii BAB I PENDAHULUAN………... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ……….. 1

1.2. Rumusan Masalah………...5 1.3. Tujuan Penelitian………5 1.3.1 Tujuan Umum……… 5 1.3.2 Tujuan Khusus………6 1.4. Kegunaan Penelitian……….6 1.4.1 Kegunaan Teoritis……… 6 1.4.2 Kegunaan Praktis………. 6 1.5. Tinjauan Pustaka……….. 6 1.6. Metode Penelitian………14

1.6.1 Jenis Penelitian danPendekatan Masalah………. 14

1.6.2 Sumber Bahan Hukum……… 14

(3)

iii

1.6.4 Analisis Bahan Hukum……… 15

BAB II HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA VILLA BAGI PARA PIHAK……… 16

2.1 Perjanjian Sewa Menyewa dan Dasar Hukumnya……… 16

2.2 Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Sewa Menyewa. 24 2.3 Akibat Hukum Wanprestasi Perjanjian Sewa Menyewa Villa……….. 29

BAB III TANGGUNG GUGAT PARA PIHAK JIKA VILLA YANG DI SEWAKAN MENGALAMI KEBAKARAN……… 33

3.1 Wanprestasi Dalam Perjanjian Sewa Menyewa……….33

3.2 Tanggung Gugat Para Pihak jika Villa yang di Sewakan Mengalami Kebakaran………40

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN……… 47

4.1 Simpulan……… .47

4.2 Saran……….48 DAFTAR PUSTAKA

(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya sembahkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena telah melimpahkan rahmatnya, sehingga saya berhasil menyusun skripsi ini yang berjudul ”TANGGUNG GUGAT JIKA TERJADI KEBAKARAN DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA VILLA”, telah terselesaikan, walaupun proses yang panjang dan melelahkan.

Adapun skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi pada Fakultas Hukum Unuversitas Warmadewa Denpasar. Oleh karena itu udah sepatutnya pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. Dewa Putu Widjana, DAP&E.Sp.Park. Rektor Universitas Warmadewa Denpasar.

2. Bapak Dr. I Nyoman Budiartha, SH.,MH. Dekan Fakultas Hukum Universitas Warmadewa.

3. Ibu Ida Ayu Putu Widiati, SH.,M.Hum. Pembimbing I, yang telah meluangkan waktunya dengan kesabaran baik di bangku kuliah maupun dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Komang Arini Styawati, SH.,M.Hum, Pembimbing II, yang telah meluangkan waktunya dengan kesabaran baik di bangku kuliah maupun dalam penyusunan skripsi ini.

5. Bapak I Nyoman Sutama,SH.,MH. Pembimbing Akademis yang telah memberikan bimbingan sepanjang perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Warmadewa Denpasar.

6. Seluruh dosen Fakultas Hukum Universitas Warmadewa Denpasar yang telah membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan.

(5)

v

7. Orang tua tercinta yang selalu berdoa dan yang telah memberikan dukungan baik secara moril maupun secara materiil kepada penulis. 8. Seluruh Staff, karyawan dan rekan-rekan di Fakultas Hukum Universitas

Warmadewa Denpasar dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberi dorongan, semangat, serta motivasi sehingga skripsi ini dapat di selesaikan dengan baik.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan berkat dan rahmatnya kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan kepada diri saya selama ini. Akhirnya dengan penuh kecintaan dan kesungguhan, skripsi ini dipersembahkan kepada Fakultas Hukum Universitas Warmadewa. Para pembaca dan bagi memreka yang memerlukan, harapan semoga dapat memberi arti bagi sesama, betapapun kecilnya.

Denpasar, Mei 2017 Penulis,

(6)

vi ABSTRAK

Meningkatnya arus kunjungan wisatawan ke Bali , menyebabkan daerah ini mengalami perkembangan pesat dalam bidang pembangunan khususnya sektor ekonomi, melihat peluang itu kebanyakan masyarakat Bali berinisiatif untuk membangun villa/rumah untuk disewakan kepada wisatawan , baik di sewa dalam sehari, sebulan maupun sampai setahun.Sewa Villa ini sebagai jasa yang bergerak dibidang sewa menyewa tempat tinggal , didalam memberikan perlindungan hukum terhadap kedua belah pihak baik bagi penyewa maupun yang menyewakan diperlukan suatu perjanjian guna mengikat untuk memperkecil segala yang resiko yang akan timbul dalam jangka waktu penyewaanya. Dari latar belakang diatas maka beberapa permasalahan yang akan dibahas yaitu : (1) Bagaimana hak dan kewajibanan para pihak dalam perjanjian sewa menyewa villa bagi para pihak?, (2) Bagaimana tanggung gugat para pihak jika villa yang disewakan mengalami kebakaran? Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan hukum premier, bahan hukum sekunder maupun bahan bahan hukum tersier. Tehnik yang digunakan dalam penelitian pengumpulan bahan dilakukan dengan cara inventaris dan katagorisasi selanjutnya dilakukan pencatatan baik berupa kutipan langsung maupun tidak langsung yang diperoleh berupa kutipan langsung maupun tidak langsung yang di peroleh dari bahan premier dan sekunder . dari penelitian ini dapat di simpulkan, kewajiban penyewa yaitu memakai barang yang disewa secara patut sesuai dengan tujuan yang ditentukan dalam perjanjian.sedangkan hak yang menyewakan adalah berhak untuk menegor pihak penyewa apakah penyewa tidak menjalankan kewajiban memelihara villa yang disewa dengan sikap yang baik, sesuai dengan kesepakatan yang berlaku .Tanggung jawab para pihak jika villa yang di sewakan mengalami kebakaran,maka dalam hal ini penyewa bertanggung jawab penuh akan resiko kerusakan fisik bangunan yang ditimbulkan, penyewa wajib membayar kerugian yang tercapai, jika pihak penyewa dinyatakan melakukan kelalaian dalam jangka waktu penyewaan villa tersebut karena dalam penyewaan bangunan, belum adanya asuransi yang berlaku maka dari itu hal ini dapat diperkuat dengan perjanjian yang dibuat oleh pihak penyewa dengan pihak yang menyewakan, jadi disinilah pentingnya perjanjian sewa menyewa yaitu mengikat para pihak yang membuat perjanjian. Kata Kunci : Tanggung Gugat, Perjanjian Sewa Menyewa Villa

(7)

vii

TANGGUNG GUGAT JIKA TERJADI KEBAKARAN DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA VILLA

OLEH :

AGUSTINUS KOMANG BAYU PRIBADI

Skripsi Ini Diajukan Kepadan Panitia Ujian Fakultas Hukum Universitas Warmadewa Denpasar Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Pada Faakultas Hukum Universitas Warmadewa

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI UNTUK DINILAI PADA TANGGAL, ……….

(8)

viii Pembimbing I

IDA AYU PUTU WIDIATI,SH.,M.Hum. NIK. 230220127 Pembimbing II NI KM.ARINI STYAWATI,SH.M.Hum NIK. 230330128 Mengetahui: FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WARMADEWA DEKAN,

Dr. INYOMAN PUTU BUDIARTHA,SH.MH NIP. 19591231 199203 1 007

(9)

ix

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa sepanjang

pengetahuan saya, di dalam naskah skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan tinggi, dan tidak dapat terdapat karya karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara terang dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar bacaan.

Apabila ternyata di dalam naskah ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur jiplakan, saya bersedia skripsi ini digugurkan dan gelar akademik yang telah saya peroleh (Sarjana Hukum) dibatalkan, serta sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 5 Juni 2017

Hormat saya

Agustinus Komang Bayu Pribadi

(10)

x

SURAT PERNYATAAN TIDAK MERUBAH NAMA

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Agustinus Komang Bayu Pribadi

NPM : 1310121039

Jurusan : Ilmu Hukum

Tempat / Tanggal Lahir : Badung, 02 Agustus 1995

Alamat : Jln. Pantai Berawa, No.2 Br. Pelambingan

Telepon : 081238597285

Memang benar nama saya seperti yang disebutkan diatas dan tidak pernah merubahnya.

Demikian Pernyataan saya buat dengan sebenarnya untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Denpasar, 5 Juni 2017

Hormat Saya

Agustinus Komang Bayu Pribadi

(11)

xi Nomor : -

Lampiran : 1 (satu) gabungan

Perihal : Permohonan Ujian Skripsi

Kepada

Yth.Dekan Fakultas Hukum Universitas Warmadewa Di

Denpasar, Dengan Hormat

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Agustinus Komang Bayu Pribadi

NPM : 1310121039

Jurusan : Ilmu Hukum

Tempat / Tanggal Lahir : Badung, 02 Agustus 1995

Alamat : Jln. Pantai Berawa, No.2 Br. Pelambingan

Telepon : 081238597285

Dengan ini mengajukan permohonan kehadapan Dekan Fakultas Hukum Universitas Warmadewa agar dapat kiranya di tetapkan Tim Penguji Skripsi saya dengan judul : TANGGUNG GUGAT JIKA TERJADI KEBAKARAN DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA VILLA.

Demikian permohonan ini saya sampaikan, atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Denpasar, 5 Juni 2017 Hormat saya

(12)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan daerah yang memiliki keanekaragaman budaya menjadi destinasi wisata Favorit warga Indonesia serta telah mencuri perhatian dari Berbagai warga manca Negara , Salah satu daerah yang diminati banyak wisatawan itu adalah Bali . Kegiatan pariwisata di Bali khususnya di wilayah kabupaten Badung memiliki banyak daerah destinasi wisata seperti Kuta, Nusa Dua , Canggu, blue point dan lain-lain. Sebagai daerah tujuan wisata terutama wisatawan mancanegara dengan Airport Ngurah Rai sebagai pusat pintu masuk mereka ke daerah Bali.

Meningkatnya arus kunjungan wisatawan ke bali , menyebabkan daerah ini mengalami perkembangan pesat dalam bidang pembangunan khususnya sector ekonomi Daerah ini Baik digunakan untuk menikmati objek wisatanya atau untuk membuka peluang usaha dalam berbagai bidang. Dengan adanya pemikiran –pemikiran wisatawan untuk menikmati wisata dengan jangka waktu yang panjang atau mulai membuka peluang usaha di pulau ini membuat mereka berfikir untuk memiliki tempat tinggal yang gunakan untuk melakukakan kegiatan sehari hari tanpa adanya aturan dari management tertentu.

Salah satu cara untuk mengatasi kebutuhan akan tempat tinggal ialah dengan cara menambah jumlah rumah atau villa dengan fasilitas yang baik dan kondisi bangunan yang layak digunakan. Hal ini memberi peluang kepada setiap

(13)

2

warga Negara dan badan hukum , baik itu badan hukum swasta maupun badan hukum Negara untuk membangun villa atau rumah dengan fasilitas yang baik.

Melihat peluang itu kebanyakan masyarakat bali berinisiatif untuk membangun villa/rumah untuk disewakan kepada wisatawan , baik di sewa dalam sehari, sebulan maupun sampai setahun.Sewa Villa ini sebagai jasa yang bergerak dibidang sewa menyewa tempat tinggal , didalam memberikan perlindungan hukum terhadap kedua belah pihak baik bagi penyewa maupun yang menyewakan diperlukan suatu perjanjian guna mengikat untuk memperkecil segala yang resiko yang akan timbul dalam jangka waktu penyewaanya. Perkembangan bisnis sewa menyewa rumah ini merupakan tuntutan dari perkembangan geliat pariwisata bali terutama di kabupaten badung.

Menurut subekti yang dimaksud dengan sewa menyewa adalah “suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga oleh pihak yang tersebut terakhir itu di sanggupi pembayarannya”1.

Dari pengertian di atas maka dapat dilihat ada tiga unsur yang terkandung dalam sewa menyewa, yaitu benda, harga, dan waktu. Ketiga unsur tersebut yaitu benda yang di nikmati ,harga sewa yang di bayar, dan lamanya waktu sewa sudah di tentukan di dalam perjanjian sewa menyewa. Tetapi kenyataanya di dalam praktek sering kali penyewa melebihi dari waktu yang di perjanjikan tersebut, Perpanjangan waktu ini biasanya menggunakanperjanjian

(14)

3

tertulis sebagai dasar untuk menentukan kekurangan harga sewa tersebut.Biasanya menyewa villa dapat di tentukan waktu sewanya sebulan, setahun, atau lebih.Untuk menentukan waktu sewa villadiperlukan adanya perjanjian sewa menyewa antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya yaitu nantinya dapat di pastikan berapa bulan atau tahun pihak yang mengontrak atau menyewa berdasarkan perjanjian yang telah di buat.

Menurut Subekti bahwa perjanjian sewa menyewa juga tidak memberikan suatu hak kebendaan, ia hanya memberikan suatu hak perseorangan terhadap orang menyewakan barang.2Dalam perjanjian sewa menyewa juga di tentukan

tanggung jawab dari pihak penyewa untuk menjaga agar keadaan villa tetap terawat.

Sewa-menyewa merupakan suatu perjanjian yang sangat sering di jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Sewa-menyewa maupun jual beli merupakan suatu upaya yang sudah biasa dipergunakan oleh para warga masyarakat dalam rangka untuk memenuhi kepentingan-kepentingannya.

Sewa-menyewa merupakan suatu perjanjian yang di lakukan untuk menyerahkan barang. Menurut Hartono Soerjopraktiknjo, perbedaan antara dua macam persetujuan ini ialah bahwa dalam hal jual beli yang di serahkan oleh pemilik barang adalah hak milik atas barang itu, sedang dalam hak sewa-menyewa si pemilik barang hanya menyerahkan pemakaian dan pemungutan hasil dari barang, padahal hak milik atas barang itu berada di tangan yang menyewakan.3

2

Subekti, 2000, Aspek-aspek Hukum Perikatan Nasional, Alumni, Bandung hal. 164

3

Hartono Soerjopratiknjo, 2000, Aneka Perjanjian Jual Beli, Cet. Pertama, Seksi Notariat, Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

(15)

4

Definisi perjanjian sewa-menyewa menurut Pasal 1548 KUHPerdata menyebutkan bahwa “Perjanjian sewa-menyewa adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainya kenikmatan dari suatu barang, selama waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan telah disanggupi pembayaranya.”Adanya kewajiban pokok dalam perjanjian sewa menyewa baik bagi pihak penyewa maupun yang menyewakan, maka bagi pihak penyewa salah satu kewajiban adalah mengembalikan kepemilikan villa sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan.

Menurut subekti yang dimaksud dengan sewa menyewa adalah “suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga oleh pihak yang tersebut terakhir itu di sanggupi pembayarannya”.4

Dengan demikian pada dasarnya setiap penyewaan villa menginginkan agar Rumah/Villa yang disewakan pada pihak lain agar setelah selesai masa sewanya kembali dengan utuh sebagaimana pada saat disewa. Namun dalam suatu perikatan atau perjanjian sewa menyewa, terkadang mengalami suatu kerusakan akibat suatu peristiwa yang tidak terduga yang bukan dari kesalahan pihak yang menyewa atau penyewa misalnya kebakaran, maka dalam hal ini penyewa bertanggung jawab penuh akan resiko kerusakan fisik bangunan yang ditimbulkan, karena dalam penyewaan bangunan, belum adanya asuransi yang berlaku maka dari itu hal ini dapat diperkuat dengan perjanjian yang dibuat oleh

(16)

5

pihak penyewa dengan pihak yang menyewakan . jadi disinilah peran sewa itu sangat berlaku penting. Berdasarkan latar belakang diatas maka dibuat karya ilmiah yang berbentuk skripsi dan mengangkat judul “TANGGUNG GUGAT JIKA TERJADI KEBAKARAN DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA VILLA”

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana hak dan kewajibanan para pihak dalam perjanjian sewa menyewa villa bagi para pihak?

2. Bagaimana tanggung gugat para pihak jika villa yang disewakan mengalami kebakaran?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 tujuan umum

1) Untuk mengembangkan pribadi kedalam kehidupan masyarakat sehingga di harapkan mampu mandiri, berwawasan luas dengan pola pikir maju sehingga dapat mengembangkan ilmu pengetahuan hukum di samping pengembangan diri sendiri.

2) Untuk melaksanakan Tri Dharma perguruan tinggi khususnya di bidang penelitian.

3) Untuk meningkatkan daya nalar dan analisis terhadap suatu permasalahan dalam bidang ilmu pengetahuan hukum.

(17)

6

4) Untuk pembulat studi bidang ilmu hukum.

5) Untuk pengembangan ilmu pengetahuan hukum.

1.3.2 tujuan khusus.

1) Untuk mengetahui hak dan kewajibanan para pihak dalam perjanjian sewa menyewa villa bagi para pihak

2) Untuk mengetahui tanggung gugat para pihak jika villa yang disewakan mengalami kebakaran

1.4 Kegunaa Penelitian 1.4.1 Kegunaan teoritis

Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran mengenai tanggung gugat jika terjadi kebakaran dalam perjanjian sewa menyewa villa.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Sebagai pengembangan pemahaman tentang tanggung gugat jika terjadi kebakaran dalam perjanjian sewa menyewa villa.

1.5 Tinjauan Pustaka

Pasal 1313 KUHPerdata mengatur bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lainnya.Pasal ini menerangkan secara sederhana tentang pengertian perjanjian yang menggambarkan tentang adanya dua pihak yang saling mengikatkan diri. Pengertian ini sebenarnya tidak begitu lengkap, tetapi dengan

(18)

7

pengertian ini sudah jelas bahwa dalam perjanjian itu terdapat satu pihak mengikatkan dirinya kepada pihak lain.

Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa di mana ada seorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.5Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua

orang tersebut yang dinamakan perikatan.Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya.Dalam bentuknya, perjanjian berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.

Menurut Sudikno Mertokusumo, perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Maksudnya, kedua pihak tersebut sepakat untuk menentukan peraturan atau kaidah atau hak dan kewajiban yang mengikat mereka untuk ditaati dan dilaksanakan.Kesepakatan tersebut adalah untuk menimbulkan akibat hukum, yaitu menimbulkan hak dan kewajiban, sehingga apabila kesepakatan itu dilanggar maka akan ada akibat hukumnya atau sanksi bagi si pelanggar.6

Syarat untuk membuat perjanjian sewa-menyewa mengacu pada pasal 1320 KUHPerdata yang menentukan empat syarat yang harus ada pada setiap perjanjian, yaitu:

1) Sepakat mereka yang mengikatkan diri. 2) Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian. 3) Suatu hal tertentu.

5

R. Subekti, 1985, Hukum Perjanjian. PT Intermasa, Bandung hal.1

6

Sudikno Mertokusumo, 1986, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberti, Yogyakarta, hal 97

(19)

8 4) Suatu sebab halal

Satrio J. mengemukakan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian harus terpenuhi syarat yaitu:

1) Sepakat mereka yang mengikat dirinya

2) Ada kecakapan pihak-pihak untuk membuat suatu perikatan. 3) Ada suatun hal tertentu.

4) Ada suatu sebab yang halal.7

Perjanjian yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut tidak akan diakui oleh hukum,walaupun di akui oleh pihak yang membuatnya. Selagi pihak-pihak mengakui dan memenuhi syarat-syarat, perjanjian itu berlaku antara mereka. Apabila sampai suatu ketika ada pihak yang tidak mengakuinya, sehingga menimbulkan sengketa, maka hakim akan membatalkan atau menyatakan perjanjian itu batal.

Untuk lebih memahami pengertian perjanjian sewa menyewa maka di kemukakan beberapa pendapat sarjana yang di anggap perlu guna memberikan gambaran lebih jelas. Menurut Kansil, bahwa sewa menyewa adalah suatu perjanjian untuk menyerahkan suatu barang untuk di gunakan dalam waktu yang telah di tentukan dan dengan sewa tertentu.8

Hilman Hadikusuma menyebutkan bahwa sewa menyewa adalah hubungan hukum yang terjadi di karenakan satu pihak memberikan satu

7 Satrio, J. 2001, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Buku I, Penerbit

PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 163

8

Abdukadir Muhamad, 2008, Hukum Acara Perdata Indonesia, PT. Citra Bakti, Bandung, hal. 41

(20)

9

kenikmatan atas sesuatu (benda) kepada pihak lainnya membayar harga kenikmatan itu.9

Demikian juga Hartono Soerjopratiknjo mengatakan bahwa sewa menyewa adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu menyanggupi akan menyerahkan suatu benda untuk dipakai selama jangka waktu tertentu, sedangkan pihak lainnya menyanggupi akan membayar harga yang telah di tetapkan untuk pemakaian itu pada waktu-waktu yang telah ditentukan.10

Menurut pasal 1548 KUHperdata memberi pengertian sewa menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana para pihak mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang selama suatu waktu tertentu dan dengan sesuatu harga yang oleh pihak tersebut berakhir ini di sanggupi pembayarannya.

Menurut pasal 772 KUHPerdata menyebutkan tiap-tiap pemakaian hasil diperbolehkan menikmati haknya atau menggadaikannya, bahkan bolehlah ia menjualnya. Sementara itu baik hal bilamana ia menikmatinya dengan diri sendiri, maupun dia menyewakannya, menggadaikannya atau menghibahkannya haruslah ia terhadap penikmat hak itu, bertindak menurut adat kelaziman setempat dan kebiasaan para pemilik tanah, dengan tak berubah tujuan untuk mana tanah itu diperuntukkannya.

Dari bunyi pasal tersebut, bahwa yang dapat meyewakan barang itu tidaklah selalu pemilik barang itu.Apabila seorang diserahi suatu barang untuk dipakai tanpa membayar suatu apapun, maka yang terjadia adalah suatu

9

Hartono Hadisoeprapto, 2003, Pokok-pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Liberty, Yogyakarta, hal. 78

(21)

10

perjanjian pinjam pakai. Menurut Hartono Soerjopratiknjo, si pemakai barang itu di wajibkan membayar maka bukan lagi perjanjian pinjam pakai yang terjadi tetapi perjanjia sewa-menyewa.11

Menurut abdulkadir Muhammad jika tidak dilakasanakannya kewajiban perjanjian dapat menimbutkan berbagai akibat, baik yang berkenan dengan perjanjiannya sendiri maupun yang berkenaan dengan kewajiban pihak-pihak.Kewajiban-kewajiban para pihak sebaiknya dimuat di dalam di dalam perjanjian sewa menyewa tersebut.12

Abdulkadir Muhammad juga mengatakan perjanjian sewa menyewa dapat dibuat secara tertulis dan dapat pula di buat secara tidak tertulis.13

Menurut Satrio perbedaan antara sewa menyewa tertulis dan tidak tertulis yang diadakan oleh Pasal 1570 dan Pasal 1571 KUHPerdata (yang tertulis terakhir secara otomatis apabila diadakan dengan jangka waktu, setelah lewatnya waktu sedangkan yang tertulis memerlukan pemberitahuan penghentian) tidak perlu di pertahankan. Cukuplah diadakan perbedaan antara sewa yang diadakan dengan tenggang waktu dan yang tanpa tenggang waktu tertentu.14

Unsur-unsur dalam sewa-menyewa :

a. Perjanjian antara dua pihak, maksudnya bahwa di dalam perjanjian sewa menyewa itu ada dua belah pihak yang saling berhadap-hadapan. Pihak yang satu disebut sebagai pihak penyewa, sedangkan pihak yang satunya

11

Hartono Soerjopraktiknjo, Op. Cit, hal.52

12 Abdulkadir Muhammad, 2001, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan

Perdagangan, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal 14

13

Ibid, hal. 77

(22)

11

di sebut sebagai pihak yang menyewakan (pemilik). Di dalam perjanjian sewa menyewa ini, kedua belah pihak yaitu pemilik maupun pihak penyewa di bebani suatu kewajiban-kewajiban pokok yang harus di laksanakan.

b. Pihak yang satu menyerahkan pemakaian atau penggunaan sesuatu barang kepada pihak yang lainnya, maksudnya ialah bahwa pihak yang menyewakan (pemilik) menyerahkan barangnya kepada si penyewa, hanya untuk di pakai atau di pergunakan oleh si penyewa dan bukan untuk dimiliki. Dengan kata lain yang menyewakan (pemilik) hanyalah menyerahkan penggunaan atau pemakaian atas sesuatu barang kepada penyewa dan hak milik atas barang tersebut tetap berada pada tangan di pemilik barang.

c. Suatu waktu tertentu, maksudnya ialah: bahwa perjanjian sewa menyewa itu tidaklah dimaksudkan untuk berlangsung selama-lamanya artinya dalam sewa menyewa selalu ada tenggang waktu tertentu untuk berakhirnya sewa-menyewa.15

Hal tersebut berarti bahwa pihak yang menyewakan tidak diwajibkan menjamin hak penyewa terhadap gangguan-gangguan yang dilakukan oleh pihak ketiga dengan tidak menunjukan suatu hak atas barang yang di sewakan, maka pihak penyewa dapat menuntut sendiri orang tersebut.

Pasal 1556 KUHPerdata menyebutkan bahwa apalagi pihak ketiga menganggu pemakian barang yang disewakan dengan didasarkan atas suatu hak

(23)

12

dari orang ketiga itu maka pihak yang menyewakan tidak bertanggung jawab atas perbuatan tersebut.

Adanya kewajiban pokok dalam perjanjian sewa menyewa baik bagi pihak penyewa salah satu kewajiban adalah mengembalikan barang yang di sewakan sesuai dengan jangka waktu yang telah di perjanjikan oleh karena maksud dari perjanjian sewa menyewa ialah untuk di kemudian hari mengembalikan barang kepada pihak lain yang menyewakan, maka tidak mungkin ada perjanjian sewa-menyewa yang pemakaiannya mengakibatkan musnahnya barang itu, misalnya barang-barang makanan.

Menurut Purwahid, Adakalanya barang-barang makanan dapat di sewa juga, kalau yang dimaksud itu adalah suatu pemakaian istimewa yang berakibat musnahnya barang makanan yaitu untuk di makan melainkan hankan hana untuk di perlihatkan pada pameran, dalam hal mana buah-buahan itu akan di kembalikan setelah pameran.16

Dari uraian tersebut diatas dapat di katakan bahwa hanya yang penting dalam perjanjian sewa-menyewa adalah obyek perjanjian tersebut tidak musnah karena pemakaian. Hal ini karena pengertian perjanjian sewa menyewa dalam KUHPerdata tidak memberikan perincian barang apa saja yang dapat di jadika obyek sewa-menyewa.

Dengan pembayaran suatu harga, maksudnya ialah bahwa dalam sewa-menyewa itu selalu di sertai dengan adanya harga sewa tersebut dilakukan oleh penyewa yang di tunjukan kepada pihak yang menyewakan (si pemilik) barang, guna sebagai penggangtian atas penggunaan atau pemakaian barang

16

Purwahid, 2003, Dasar-dasar Hukum Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Fakultas Hukum Gajah Mada, Yogyakarta, ha.70

(24)

13

sewa.Pembayaran harga sewa adalah merupakan salah satu dari kewajiban utama bagi si penyewa dalam hubungan sewa-menyewa.

Untuk sahnya perjanjian, agar mempunyai kekuatan mengikat maka di perlukan syarat-syarat-syarat tertentu yang harus di penuhi.Demiikian juga dengan perjanjian sewa-menyewa seperti halnya perjanjian lain-lain harus memenuhin syarat-syarat tertentu.

Menurut subekti perjanjian sewa-menyewa bertujuan untuk memberikan hak pemakaian saja, bukan untuk hak milik suatu benda. Karena itu pihak yang menyewakan tidak usah seorang pemilik atas benda yang di sewakan itu, cukuplah misalnya ia seorang yang mempunyai hak ertpacht atau vruchtgebruik

atas benda tersebut.17 Lebih lanjut disebutkan bahwa perjanjian sewa menyewa

juga tidak memberikan suatu hak kebendaan, ia hanya memberikan suatu hak perseorangan terhadap orng yang menyewakan barang.

Sementara itu, menurutSoedirman,J. Satrio berpendapat bahwa istilah tanggung gugat tidak dikenal dalam hukum. Dia menambahkan, jika yang dimaksud penanya dengan tanggung gugat adalah vrijwaring maka itu berarti jaminan dari penjual bahwa pembeli tidak akan diganggu oleh orang lain yang menyatakan punya hak lebih kuat dari pembeli.18Namun, menurut Satrio, untuk

istilah vrijwaring sendiri tidak ditemui padanannya dalam Bahasa Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat kiranya disimpulkan bahwa istilah tanggung gugat tidak memiliki perbedaan mendasar dengan definisi tanggung jawab dalam konteks hukum. Selain itu, tanggung gugat bukan merupakan

17

Subekti, 2002, Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, hal. 164

(25)

14

terminologi hukum yang dapat kita temui pengaturannya dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.

1.6 Metode penelitian

1.6.1 Jenis Penelitian dan Pendekatan Masalah

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan hukum premier, bahan hukum sekunder maupun bahan bahan hukum tersier. Sedangkan pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) yang berkaitan dengan hukum perdata khususnya perjanjian.Selain itu juga digunakan pendekatan kasus untuk dapat memahami fakta materiil perlu di perhatikan tingkat abstraksi rumusan fakta yang diajukan.

1.6.2 Sumber Bahan Hukum. 1. Bahan hukum premier.

Bahan hukum premier yang di pergunakan bersumber dari peraturan perundang-undangan yaitu UUD RI Tahun 1945, KUHPerdata khususnya mengenai perjanjian dan wanprestasi.

2. Bahan sekunder

Bahan hukum sekunder yang digunakan bersumber dari buku-buku, jurnal, yang berkaitan dengan perjanjian serta perjanjian sewa menyewa villa.

1.6.3 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum.

Teknik yang di gunakan dalam penelitian pengumpulan bahan dilakukan dengan cara inventarisasi dan katagorisasi selanjutnya dilakukan pencatatan baik

(26)

15

berupa kutipan langsung maupun tidak langsung yang di peroleh dari bahan hukum premier dan sekunder, dan melengkapi bahan tersebut dilakukan pula dengan pihak-pihak terkait yang bersangkutan dengan masalah yang di angkat.

1.6.4 Analisis Bahan Hukum

Setelah bahan hukum yang terkumpul, kemudian di analisis secara sistematis dengan menggunakan interpretasi (penafsiran) berdasarkan logika hukum deduktif dan idukatif.Hasil analisis selanjutnya dilanjutkan secara deskriptif dalam pembuatan skripsi.

(27)

16 BAB II

HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA VILLA BAGI PARA PIHAK

2.1 Perjanjian Sewa Menyewa dan Dasar Hukumnya a. Perjanjian sewa menyewa

Sewa-menyewa seperti halnya jual-beli, adalah suatu perjanjian yang sangat sering di jumpai dalam kehidupan sehari-hari.Sewa- menyewa maupun jual-beli adalah merupakan suatu upaya yang sudah biasa di pergunakan oleh para warga masyarakat dalam rangka memenuhi kepentingan- kepentingannya.

Sewa-menyewa dan jual-beli adalah sama-samamerupakan suatu perjanjian yang dilakukan untuk menyerahkan barang di satu pihak dan pihak lainnya melakukan pembayaran. Menurut Djoko Prakoso dan Bambang Riyadilany perbedaan antara dua macam persetujuan ini ialah bahwa dalam hal jual beli yang di serahkan oleh pemilik barang adalah hak milik atas barang itu, sedang dalam hak sewa menyewa si pemilik barang hanya menyerahkan pemakaian dan pemungutan hasil dari barang, padahal hak milik atas barang itu berada di tangan yang menyewakan.19

Hilman hadikusuma menyebutkan bahwa sewa-menyewa adalah hubungan hukum yang terjadi di karenakan suatu pihak memberikan satu

19

Djoko Prakoso, Bambang Riyadilany, 1998, Dasar Hukum Persetjuan Tertentu Di

(28)

17

kenikmatan atas sesuatu (benda) kepada pihak lainnya membayar harga kenikmatan itu.20

Untuk lebih memahami pengertian sewa-menyewa maka dikemukakan beberapa pendapat sarjana yang di anggap perlu guna memberikan gambaran lebih jelas. Menurut Kansil, bahwa sewa menyewa adalah suatu perjanjian untuk menyerahkan suatu barang untuk digunakan dalam waktu yang tertentu dan dengan sewa tertentu.21

Demikian juga Subekti mengetengahkan bahwa sewa menyewa adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu menyanggupi akan menyerahkan suatu benda untuk di pakai selama jangka waktu tertentu, sedangkan pihak lainnya menyanggupi akan membayar harga yang telah ditetapkan untuk pemakaian itu pada waktu-waktuyang ditentukan.22

Menurut pasal 1548 KUHPerdata memberikan pengertian, sewa menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang selama suatu waktu tertentu dan dengan sesuatu harga yang oleh pihak tersebut berakhir ini di sanggupi pembayarannya.23

Dari uraian definisi-definisi tersebut di atas, dapat dikemukakan unsur-unsur dalam sewa-menyewa yaitu :

20

Hilman Hadikusuma, 1998, Hukum Perjanjiann Adat, Penerbit Alumni Bandung, hal.97

21 CST Kansil, 2000, Modul Hukum Perdata, Penerbit: PT. Pradnya Paramita, Jakarta,

hal.241.

22

Subekti, 1999, Op. Cit.hal.39.

(29)

18

a) Sebagai perjanjian antara dua belah pihak. Maksudnya bahwa di dalam perjanjian sewa menyewa itu ada dua pihak yang saling berhadap-hadapan. Pihak yang satu disebut sebagai pihak penyewa, sedangkan pihak yang lainnya di sebut pihak yang menyewakan (pemilik). Dalam perjanjian sewa menyewa ini, kedua pihak yaitu pemilik maupun pihak menyewakan dibebani suatu kewajiban-kewajiban pokok yang harus di laksanakan.

b) Pihak yang satu menyewakan pemakaian atau penggunaan sesuatu barang kepada pihak yang lainnya, maksudnya ialah bahwa pihak yang menyewakan (pemilik) menyerahkan barangnya kepada si penyewa, hanya untuk di pakai atau di pergunakan oleh si penyewa dan bukan untuk dimiliki. Dengan kata lain yang menyewakan (pemilik) hanyalah menyerahkan penggunaan atau pemakaian atas suatu barang kepada penyewa dan hak milik atas barang tersebut teatap berada pada tangan di pemilik barang.

c) Suatu waktu tertentu, maksunya ialah bahwa perjanjian sewa-menyewa itu tidaklah dimaksudkan untuk berlangsung selama-lamanya artinya dalam sewa menyewa itu selalu ada tenggang waktu tertentu untuk berakhirnya sewa-menyewa.

Dari bunyi pasal tersebut tampaklah bahwa yang dapat menyewakan barang itu adalah selalu pemilik barang itu.Apabila seseorang diserahi suatu barang untuk dipakai tanpa membayar suatu apapun, maka yang terjadi adalah perjanjian pinjam pakai. Menurut Subekti, jika si pemakai barang itu di wajiban membayar maka bukan lagi perjanjian pinjam pakai

(30)

19

yang terjadi tetapi perjanjian sewa-menyewa.24hal tersebut berarti bahwa

pihak yang menyewakan tidak di wajibkan menjamin hak penyewa terhadap gangguan-gangguan yang dilakukan oleh pihak ketiga dengan tidak menunjukan suatu hak atas barang yang disewakan, maka pihak penyewa dapat menuntut sendiri orang tersebut.

Pasal 1556 KUHPerdata menyebutkan bahwa pihak ketiga mengganggu pemakaian barang yang disewakan dengan didasarkan atas suatu hak dari orang ketiga itu maka pihak yang menyewakan tidak bertanggung jawab atas perbuatan tersebut.

Adanya kewajiban pokok dalam perjanjian sewa menyewa baik bagi pihak penyewa maupun menyewakan. Salah satu kewajiban penyewa adalah mengembalikan barang yang disewanya sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan, karena maksud dari perjanjian sewa-menyewa ialah untuk di kemudian hari mengembalikan barang kepada pihak lain yang menyewakan, maka tidak mungkin ada perjanjian sewa-menyewa yang pemakaiannya menyebabkan musnahnya barang itu, misalnya barang-barang makanan.

Menurut wirjono prodjodikoro adakalanya barang-barang makanan dapat di sewa juga, kalau yang dimaksud itu adalah suatu pemakaian istimewa yang berakibat musnahnya barang makanan yaitu untuk dimakan melainkan hanya untuk di perlihatkan pada orng banyak seperti perjanjian sewa-menyewa barang untuk memperlihatkan pada

(31)

20

pameran, dalam hal mana buah-buahan itu di kembalikan setelah pameran.25

Dari uraian tersebut di atas dapat dikatakan bahwa penting dalam perjanjian sewa-menyewa adalah obyek perjanjian tersebut tidak musnah karena pemakaian. Jadi semua benda atau barang baik yang bertumbuh misalnya hak-hak tertentu dapat di jadikan obyek perjanjian sewa-menyewa asal tidak dilarang oleh undang-undang.26 Berarti bahwa

perjanjian sewa-menyewa KUHPerdata tidak memberikan perincian barang apa saja yang dapat dijadikan obyek sewa-menyewa.

Dengan sesuatu harga, maksudnya ialah bahwa dalam sewa-menyewa itu selalu di sertai dengan adanya harga sewa.Pembayaran harga sewa tersebut dilakukan oleh penyewa yang di tunjukan kepada pihak yang menyewakan (si penyewa) barang, sebagai pengganti atas penggunaan atas pemakaian barang sewa.Pembayaran harga sewa adalah merupakan salah satu dari kewajiban utama bagi si penyewa dalamhal hubungan sewa-menyewa.

b. Dasar Hukum Sewa Menyewa

Pada dasarnya, perjanjian mengikat dan berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak dalam perjanjian tersebut seketika pada saat perjanjian tersebut dibuat secara sah.Demikian ketentuan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum

25

Wirjono Prodjodikoro, 1999, Hukum Perdata Tentang Persetujuan Tertentu, Penerbit Sumur, Badung, hal.50.

(32)

21

Perdata (“KUHPer”).Berdasarkan Pasal 1320 supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat:

1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya 2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. suatu pokok persoalan tertentu

4. suatu sebab yang tidak terlarang

Akan tetapi, Anda perlu melihat lagi dalam hal perjanjian tersebut digunakan sebagai bukti.Perjanjian termasuk ke dalam salah satu alat bukti berdasarkan Pasal 1866 KUHPer yaitu bukti tertulis. Berdasarkan Pasal 1866 KUHPer dan Pasal 164 Het Herzien Inlandsch Reglement (HIR)/Reglemen Indonesia Yang Diperbaharui (RIB) (“HIR”), alat-alat bukti itu sendiri dalam hukum perdata ada bermacam-macam yang terdiri atas

1. Bukti tertulis 2. Bukti saksi 3. Persangkaan 4. Pengakuan 5. Sumpah

Berdasarkan Pasal 1867 KUHPer dan Pasal 165 HIR, bukti tertulis dibagi menjadi 2 (dua), yaitu

(33)

22

Yaitu suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat (Pasal 1868 KUHPer dan Pasal 165 HIR)

2. Bukti tulisan-tulisan di bawah tangan

Suatu akte yang ditandatangani di bawah tangan dan dibuat tidak dengan perantaraan pejabat umum, seperti misalnya akte jual beli, sewa-menyewa, utang-piutang dan lain sebagainya yang dibuat tanpa perantaraan pejabat umum (Penjelasan Pasal 165 HIR).

Akan tetapi, walaupun akta otentik dan akta di bawah tangan atau perjanjian di bawah tangan sama-sama merupakan alat bukti, kekuatan pembuktiannya dapat menjadi berbeda. Kekuatannya dapat menjadi berbeda karena:

1. Akte otentik itu merupakan bukti yang cukup bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya serta sekalian orang yang mendapat hak dari padanya, tentang segala hal yang disebutkan dalam akte itu dan juga tentang yang ada dalam surat itu sebagai pemberitahuan saja. Isi dari akte otentik itu dianggap tidak dapat disangkal kebenarannya, kecuali jika dapat dibuktikan, bahwa apa yang oleh pejabat umum itu dicatat sebagai benar, tetapi tidaklah demikian halnya (Penjelasan Pasal 165 HIR). Hal serupa juga dikatakan dalam Pasal 1870 KUHPer, bahwa bagi para yang berkepentingan beserta para ahli warisnya ataupun bagi orang-orang yang mendapatkan hak dari mereka, suatu akta otentik memberikan suatu bukti yang sempurna tentang apa yang termuat di dalamnya.

(34)

23

2. Sedangkan untuk suatu akta di bawah tangan atau perjanjian di bawah tangan, akan berlaku sebagai suatu akta otentik jika diakui oleh orang terhadap siapa tulisan itu hendak dipakai (Pasal 1875 KUHPer dan Penjelasan Pasal 165 HIR). Jika salah satu pihak memungkiri tulisan atau tanda tangannya, atau ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak daripadanya menerangkan tidak mengakuinya, maka Hakim harus memerintahkan supaya kebenaran dari tulisan atau tanda tangan tersebut diperiksa di muka Pengadilan.

3. Perbedaan lain adalah: apabila pihak lain mengatakan, bahwa isi akta otentik itu tidak benar, maka pihak yang mengatakan itulah yang harus membuktikan, bahwa akta itu tidak benar, sedangkan pihak yang memakai akta itu tidak usah membuktikan, bahwa isi akta itu betul, sedangkan pada akta bawah tangan, apabila ada pihak yang meragukan kebenaran akta tersebut, maka pihak ini tidak perlu membuktikan, bahwa akta itu tidak betul, akan tetapi pihak yang memakai akta itulah yang harus membuktikan bahwa akta itu adalah betul (Penjelasan Pasal 165 HIR).

Jadi yang menentukan kekuatan pembuktian suatu akta atau perjanjian bukanlah adanya materai atau tidak pada perjanjian yang telah ditandatangani tersebut.Tetapi kekuatan pembuktian terletak pada siapa yang membuat akta atau perjanjian tersebut.Materai digunakan agar perjanjian tersebut dapat digunakan sebagai alat bukti di pengadilan. (Mengenai materai, Anda dapat membaca artikel Keabsahan PKWT Tanpa Meterai)

(35)

24

Berdasarkan uraian di atas, pada dasarnya perjanjian sewa menyewa tersebut tetap mengikat kedua belah pihak, dan berdasarkan Pasal 1576 KUHPer, dengan dijualnya barang yang disewa, persewaan tidak menjadi putus (kecuali telah diperjanjikan sebelumnya pada waktu menyewakan barang).

Apabila perjanjian sewa menyewa rumah tersebut bukan dibuat dalam bentuk akta otentik (bukan dibuat oleh notaris atau dibuat di hadapan notaris), maka sebagai akta di bawah tangan, perjanjian sewa menyewa tersebut memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna seperti akta otentik selama para pihak mengakui akta tersebut. Akan tetapi apabila salah satu pihak tidak mengakui adanya akta tersebut, dalam hal ini misalnya pihak yang menyewakan tidak mengakui perjanjian sewa menyewa, maka Anda sebagai pihak yang memakai akta itu untuk membuktikan bahwa ada hubungan sewa menyewa atas rumah tersebut, harus membuktikan bahwa perjanjian itu benar adanya.

2.2 Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Untuk setiap orang yang saling mengikatkan diri dalam suatu perjanjian, maka orang tersebut sudah tentu tidak akan bisa terlepas dari suatu hak dan kewajiban dalam perjanjian yang mereka buat.Oleh karena itu merupakan suatu keharusan bagi mereka-mereka yang saling mengingkatkan diri dalam perjanjian.Sebab antara hak dan kewajiban tidak bisa terlepaskan, oleh karena antara hak dan kewajiban tersebut merupakan dua rangkaian yang saling berkaitan.Dan mustahil dalam suatu perjanjian orang hanya mempunyai hak saja tanpa dibebani suatu kewajiban.

Berikut ini akan di uraian secara lebih rinci mengenai kewajiban dari penyewa adalah sebagai berikut:

(36)

25

1. Memakai barang yang disewa secara patut sesuai dengan tujuan yang ditentukan dalam perjanjian. Sehubungan dengan cara pemakaian yang sepatutnya dari pasal 1560 KUHPerdata menjelaskan: pemakaian barang yang disewa harus dilakukan si penyewa sebagai seorang bapak yang berbudi, bagaimana manyatakan seorang penyewa telah memakai dan memperlakukan barang yang disewa sebgai seorang bapak yang berbudi, tentu hal ini dpat dilihat dari cara pemakaian barang, apakah penyewa benar-benar memakai barang tadi menurut kepatutan yang panta sesuai dengan sopan satun perjanjian sewa-menyewa.

Mempergunakan dan memakai barangyang disewa secara tidak sepatutnya dapat di jadikan alasan wanprestasi.Tentang menentukan tujuan pemakaian barang yang di sewa, haru berpedoman kepada pasal 1560 KUHPerdata, dimana dinyatakan pemakaian barang harus disesuaikan dengan tujuan yang di tetapkan dalam persetujuan sewa-menyewa.

2. Kewajiban kedua adalah membayar atau melunasi uang sewa sesuai dengan jumlah dan waktu yang telah ditentukan. Pembayaran atau pelunasan uang sewa bisa bila dilakukan secara berkala misalnya perminggu, perbulan, ataupun pertahun. Pembayaran berlangsung sejak saat di mulainya sampai berakhirnya persetujuan sewa-menyewa. Sedang mengenai tempat dilakukannya pembayaran sewa tergantung dari pelaksanaan perjanjian yang dimana harus dilakukan.

Seperti apa yang telah di kemukakan bahwa antara hak dan kewajiban tidak bisa di lepaskan, oleh karena kedua hal tersebut adalah dimana rantai yang

(37)

26

saling berkaitan. Jadi kalau orang yang sudah terikat pada suatu perjanjian, haruslah orang itu patuh dan taat pada isi perjanjian yang dibuatnya.

Hal mana sesuai dengan ketentuan pasal 1338 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa perjanjian yang dibuat tidak bertentangan dengan undang-undang, berlaku mengikat pada yang membuatnya.Dan pada umumnya perjanjian tidak dapat dicatat tanpa persetujun pihak yang lainnya.Dan berdasarkan pasal 1317 KUHPerdata bahwa perjanjian juga dapat diperlakukan bagi pihak ketiga namun untuk dapat berlakunya harus ada pernyataan secara tegas oleh yang membuat perjanjian tersebut yang dinamakan jianji untuk kepentingan pihak ketiga.27

1. Mengenai hak yang menyewakan adalah sebagai berikut:

1) Menurut uang sewa yang harus dibayar oelh penyewa pada waktu tertentu sesuai dengan perjanjian sewa-menyewa. Hak pertama dari pihak yang menyewakan ini jika dikaitkan dengan praktek adalah hak mutlak yang harus diterima oleh pihak yang menyewakan.

2) Yang menyewakan berhak untuk menegor pihak penyewa apakah si penyewa tidak menjalankan kewajibannya memelihara villa yang disewa sesuai sikap bapak yang baik.

2. Mengenai kewajiban pihak yang menyewakan adalah:

1) Menyerahkan barang yang di sewakan kepada pihak penyewa.

2) Memelihara barang yang disewakan sehingga dapat di pakai untuk keperluan yang di maksudkan

27

Sudikno Mertokusumo, 2001, Pengantar Hukum Perdata, Sinar Grafikasi Jakarta, hal. 67

(38)

27

3) Memberikan kepada si penyewa kenikmatan tentram dari barang yang disewakan selama berlangsungnya persewaan.

Berikut akan di jelaskan secara rinci mengenai kewajiban-kewajiban dari pihak yang menyewakan yaitu:

1) Kewajiban untuk menyerahkan barang yang disewa kepada pihak yang menyewa menguasai kewajiban yang pertama yakni menyerahkan barang yang disewa. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 1551 KUHPerdata menyatakan bahawa yang menyewakan harus menyerahkan barang yang disewakan dalam keadaan yang sebaik-baiknya. Mengenai penyerahan benda pada persetujuan sewa-menyewa, adalah penyerahan secara nyata dan bukan merupakan penyerahan yuridis karena si penyewa bukan sebagai pemilik barang, karena itu cukup dengan jalan menyerahkan barang penguasaan atau penikamatan saja.

2) Kewajiban pihak yang menyewakan untuk memelihara barang yang disewakan selang waktu yang di perjanjikan, sehinga barang yang disewa tadi tetap dapat di pergunakan untuk dinikmati sesuai dengan keinginan yang di maksud si penyewa. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 1555 KUHPerdata: selama perjanjiansewa menyewa masih berlangsung, pemeliharaan dan perbaikan menjadi kewajiban pihak yang menyewakan garis besarnya dapat di katakana bahwa perbaikan kecil sebagai akibat kerusakan pemakaian normal dari barang yang disewa, dibebankan pada si penyewa, sedangkan perhatian dan pemeliharaan berat menjadi kewajiban yang menyewakan.

(39)

28

3) Pihak yang menyewakan wajib memberi ketentraman kepada si penyewa menikmati barang yang disewa, selama perjanjian sewa berlangsung. Sedangkan tanggung jawab yang menyewakan atas gangguan pihak ketiga sesuai dengan ketentuan pasal 1556 KUHPerdata yang menyatakan bahwa, pihak yang menyerahkan tidaklah diwajibkan menjamin si penyewa terhadap rintangan-rintangan dalam kenikmatannya, yang dilakukan oleh orang-orang pihak ketiga dengan peristiwa-peristiwa dengan tidak memajukan sesuatu hak atas barang yang disewakan dengan tidak mengurangi hak si pnyewa untuk menuntut sendiri orang itu.

Kewajiban yang ketiga ini jika dikaitkan dengan praktek di lapangn adalah suatu kewajiban dari pihak yang menyewakan yang harus dilakukan pada saat perjanjian sewa-menyewa berlangsung.Hal ini dimaksudkan agar pihak penyewa merasa nyaman dalam mempergunakan villa yang disewanya.

Akan tetapi tidaklah seluruh ganguan pihak ketiga terlepas dari tanggung jawab pihak yang menyewakan, karena ganguan pihak ketiga bisa dibedakan antara antara gangguan atas dasar hak atau kenyataan. Pada gangguan yang didasarkan pada yang ada pada pihak ketiga , sudah sewajarnya untuk mewajibkan pihak yang menyewakan bertanggung jawab atas gangguang tersebut. Dan gangguang pihak ketiga tidak tidak bisa di tanggung oleh pihak yang menyewakan adalah gangguan pihak ketiga, yang bersifat melanggar hukum.

Berkaitan dengan hak dan kewajiban dalam perjanjian sewa menyewa villa dapat diurai secara berikut:

(40)

29

1) Pihak penyewa berhak meminta barang kunci villa yang di sewakan sehingga villa tersebut dapat di pergunakan untuk keperluan yang diperlukan

2) Pihak penyewa berhak mendapat perlindungan hukum dari pihak yang menyewakan, agar pihak penyewa dalam mempergunakan barang yang disewanya dapat dengan tentram dan damai serta tidak adanya akibat yang merintangi pemakian barang yang disewanya.

2. Sedangkan kewajiban si penyewa ada 2 yang utama yaitu:

1) Memakai dan menjaga barang yang disewa sesuai dengan tujuan dan isi perjanjian

2) Membayar harga sewa pada waktu-waktu yang telah di tentukan sesuai dengan perjanjian yang di buat.

2.3 Akibat Hukum Wanprestasi Perjanjian Sewa Menyewa Villa

Akibat hukum yang timbul terhadap debitur yang di sebabkan wanprestasi dalam perjanjian dimana debitur tidak memenuhi kewajibannya.Secara yuridis, akibat hukum dari wanprestasi dalam suatu perjanjian tidaklah sesederhana itu, sebab perjanjian sebagai ikatan dalam bidang hukum harta benda antara dua subyek atau lebih, dimana satu pihak berhak atas sesuatu dan pihak yang lainnya berkewajiban untuk melakukannya.Meletakkan suatu akibat yang di atur oleh hukum jikalau terjadi keadaan wanprestasi itu sendiri.28

28

Suryodiningrat, 1999, Perikatan-perikatan Bersumber Perjanjian, Tarsito Bandung, hal. 54

(41)

30

Akibat-akibat yang diatur oleh hukum dalam suatu perjanjian adalah berupa sanksi-sanksi hukum penerapannya terdapat dalam KUHPerdata, sebagai peraturan formal yang mengatur perihal perjanjian-perjanjian berserta aspek yuridis lainnya.29

Dikenakannya sanksi hukum dalam suatu keadaan, wanprestasi pada suatu perjanjian sebagai ikatan di samping karena perjanjian merupakan suatu ikatan atau hubungan hukum adalah juga di karenakan perjanjian mengandung asas obligatoir, yaitu meletakan hak dan kewajiban yang bertimbal balik.Konsekuensi dari atas obligatoir tersebut adalah jikalau salah satu pihak dalam perjanjian sebagaimana telah disepakati, maka pihak dalam perjanjian sebagaimana telah disepakati, maka tidak dapat dibatalkan sepihak. Oleh Achmad Ichsan, asas obligator itu dikatakan sebagai segi-segi dalam perjanjian, sehingga menurut perjanjian memiliki 2 (dua) segi yaitu segi pasif berupa kewajiban dan segi aktif berupa hak.30

Sedangkan segi pasifnya mempunyai 2(dua) anasir lagi yakni kewajiban

(schuld) dari debitur untuk melaksanakan suatu prestasi dan hafting atau tanggung jawab yuridis dari debitur atas kewajibannya. Dari dua anasir inilah kreditur dapat memaksa debitur untuk memenuhi kewajibannya.

Berdasarkan atas anasir haftung dalam suatu perjanjian, jikalau debitur dikemukakan hari tidak melakasanakan atau memenuhi isi perjnjiannya dapat dijadikan dasar yuridis untuk menuntut pemenuhannya, misalnya dalam bentuk penuntutan hak atas dasar wanprestasi.berdasarkan anasir hafting dalam suatu

29

RM. Suryodiningrat, 1987, Asas-asas Hukum Perikatan, Transiti Bandung, hal.18. ` 30 Sudikno Mertokusuma, 2001, Pengantar Hukum Perdata, Sinar Grafika Jakarta, hal.15

(42)

31

perjanjian, jikalai debitur dikemudian hari tidak melaksanakan atau memenuhi isi perjanjiannya, dapat di jadikan dasar yuruidis untut menuntut pemenuhannya, misalnya dalam bentuk penuntutan hak atas dasar wanprestasi.

Menurut Purwahid Patrik, akibat hukum terhadap perjanjian karena wanprestasi, maka debitur harus:

1. Menganti kerugian,

2. Benda yang dijadikan objek dari perikatan sejak saat tidak dipenuhinya kewajiban menjadi tanggungjawab dari debitur,

3. Jika perikatan itu tibul dari perjanjian yang timbale balik, kreditur dapat minta pembatalan (putusan) perjanjian.31

Sebagaimana telah disinggung dalam uraian sub bab di atas, bahwa dasar hukum penentuan wanprestasi bagi debitur adalah setelah debitur yang bersangkutan dinyatakan lalai untuk memenuhi prestasinya, sekalipun ia telah ditegur atau disomasi, hal tersebut juga dapat dilihat dari penetapan pasal 1243 KUHPerdata yang pada prinsipnya menentukan pergantian biaya, rugi dan bungan oleh pihak debitur baru dapat dilakukan, setelah debitur dinyatakan lalai karena tidak memenuhi isi perikatan. Para sarjana berpendapat agar melihat terlebih dahulu unsur-unsur yang harus diperhatikan sebelum seorang debiur dinyatakan dalam keadaan wanprestasi.

Demikian halnya debitur harus bertanggung gugat tentang hal yang dapat dilakukan oleh kreditur menghadapi debitur yang wanprestasi adalah sebagai berikut:

(43)

32

1. Dapat menuntut pembatalan/pemutusan perjanjian; 2. Dapat menuntut pemenuhan perjanjian;

3. Dapat menuntut penggantian kerugian;

4. Dapat menuntut pembatalan dan penggantian kerugian 5. Dapat menuntut pemenuhan dan penggantian kerugian32

32

Guna Wijaya dan Kartini Muljadi, 2004, Jual Beli, PT, Raja Grafindo, Persada, Jakarta, hal. 67

(44)

33 BAB III

TANGGUNG GUGAT PARA PIHAK JIKA VILLA YANG DI SEWAKAN MENGALAMI KEBAKARAN

3.1 Wanprestasi Dalam Perjanjian Sewa Menyewa

Dalam setiap perjanjian masing-masing pihak diwajibkan untukmemenuhi apa yang menjadi isi dari perjanjian atau para pihak wajib untuk memenuhi prestasinya. Prestasi ini dapat berupa memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu.Apabila isi dari perjanjian yang telah disepakati tidak dipenuhi oleh salah satu pihak, maka hal ini menimbulkan wanprestasi.

Mengenai pengertian wanprestasi banyak sarjana hukum atau ahli hukum yang memberikan pendapatnya, diantara lainya adalah :

Menurut A. Ridwan Halim, yang dimaksud dengan wanprestasi adalah kelalaian suatu pihak dalam memenuhi kewajibannya terhadap pihak yang seharusnya ditunaikannya berdasarkan perikatan yang telah dibuat.33

Menurut Abdulkadir Muhammad wanprestasi berasal dari istilah aslinya dalam bahasa belanda „wanprestatie‟ artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena undang-undang. Tidak dipenuhinya kewajiban itu ada 2 kemungkinan alasan, yaitu :

1. Karena kesalahan debitur karena kesengajaan maupun karena kelalaian

33

(45)

34

2. Karena keadaan memaksa (force majeure) jadi di luar kemampuan debitur. Debitur tidak bersalah.34

Sedangkan R. Subekti membagi wanprestasi menjadi 4 yaitu :

1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.

2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.

3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.

4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan35

Wanprestasi yang dilakukan salah satu pihak mempunyai akibat hukum yang sangat penting bagi pihak lainnya. Oleh karena perlu di tentukan sejak kapankah seseorang itu dikatakan melakukan wanprestasi?.Untuk mengetahui sejak kapan seseorang melakukan wanprestasi dapat diperhatikan apakah dalam perjanjian itu ditentukan tenggang waktu pelaksanaanya pemenuhan prestasi ataulah tidak.Bila dalam perjanjian itu ditentukan batas waktu pemenuhan prestasi maka pemenuhan prestasi harus sudah dilakukan sebelum batas waktu itu lewat.Tapi bila dalam perjanjian tidak ditentukan batas waktu pemenuhan prestasinya maka perlu untuk memperingatkan pihak lainnya guna memenuhi prestasinya itu. Peringatan ini dilakukan secara tertulis secar tertulis dengan surat perintah atau akte sejenisnya yang berisi agar pihak yang belum memenuhi prestasinya. Bila setelah mendapatkan peringatan ia tetap tidak memenuhi prestasinya, ia dapat dinyatakan telah melakukan wanprestasi.

34

Abdulkadir Muhammad, 1986, Hukum Perjanjian, Penerbit Alumni Badung, hal 20.

(46)

35

Misalnya dalam perjanjian sewa menyewa rumah, wanprestasi yang mungkin dilakukan pihak penyewa maupun pihak yang menyewakan.Wanprestasi yang mngkin di lakukan oleh pihak yang menyewakan berupa adanya cacat pada rumah yang disewakan, sedangkan wanprestasi yang mungkin dilakukan oleh pihak penyewa adalah keterlambatan pihak penyewa untuk meninggalkan rumah yang di sewakan atau pihak penyewa tidak dapat mengembalikan rumah dalam keadaan semula atau mngkin bahkan kebakaran pada rumah yang dia sewa.

Wanprestasi seperti apa yang diartikan di atas adalah merupakan pelaksanaan kewajiban tepat pada waktunya. Di dalam kenyataan sukar untuk menentukan saat penyewa tidak memenuhi perikatan, karena seringkali ketika mengadakan perjanjian pihak-pihak tidak memenuhi untuk melaksanakan perjanjian tersebut.Bahkan di dalam perikatan dimana waktu untuk melaksanakan prestasi itupun ditentukan, cidera janji tidak terjadi dengan sendirinya.Untuk menentukan saat debitur tidak memenuhi perikatan untuk tidak berbuat sesuatu.36

Jadi disini berarti bila mana salah satu pihak yang terikat dalam perikatan tersebut melakukan suatu perbuatan atau menepati pelaksanaan pemenuhan prestasi sesuai dengan waktu yang di tentukan.

Memang dengan tidak tepat pada waktunya penyewa belum juga melaksanakan prestasinya sudah di anggap lalai, tetapi ada pelaksanaan prestasi

36

Mariam Darus Badrulman, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti Bandung, hal.18.

(47)

36

yang ditentukan seacara pasti bagaimana nantinya mempersoalkan tidak tepat waktu dalam perjanjian.37

Dalam hal ini waktu pelaksaan perjanjian didasarkan menurut sifat atau tujuan janji sebagaimana contoh misalnya, dalam pembayaran sewa tanah menurut perjanjian adalah pada setiap waktu musim panen bila musim telah lewat juga belum di bayar berarti ia telah lalai melaksanakan kewajibannya. Kemudian ada lain permasalahan, dimana waktunya juga tidak ditentukan, tetapi hanya disebutkan suatu tenggang waktu. Maka disini dipakai pedoman batas waktu terakhir dari tenggang waktu tersebut jadi batas waktu terakhir inilah yang menentukan ia dalam keadaan lalai. Tidak dengan sepatutnya, berarti debitur benar-benar tidak ada kesungguhan melaksanakan kewajiban secara sempurna.38

Jadi ketentuan pertama menentukan seseorang berada dalam keadaan wanprestsi, stelah lebih dahulu melalui proses pernyataan lalai in gebrekke stelling sedangkan yang kedua dengan tidaknya seseorang itu berprestasi tentang sepatutnya ia sudah dianggap wanprestasi tanpa persyaratan lalai.

Menurut Salim yang mendasari pendapatan diatas adalah berikut, dengan melaksanakan prestasi secara tidak sepatutnya berarti debitur tidak bersungguh-sungguh atau tidak sepenuh hati memelihara perjanjian sehingga debitur selanjutnya disebut wanprestasi yang tidak sepantasnya, itu positif beralasan sekali untuk mengurangi beban kreditur dengan jalan menghapus kewajiban atau

37

Agus Akbar Sibondae, Wirawan, Illyas, 2011, Pokok-pokok Hukum Bisnis, Salemba Empat, Jakarta, hal.34

(48)

37

kelalaian. Hanya wanprestasi negative yang disebabkab keterlambatan pelaksaan sejalan in gebrekke stelling diwajibkan.39

Mariam Darus Badrulzaman, menyebutkan bahwa ada 3 bentuk wanprestasi yaitu :

1. Debitur sama sekali tidak berprestasi 2. Debitur salah berprestasi

3. Debitur terlambat berprestasi.40

Wanprestasi itu terjadi karena perjanjian yang mereka buat dalam sewa-menyewa tidak ditepati oleh salah satu pihak, baik pihak penyewa maupun pihak yang menyewakan. Secara umum yang dimaksud dengan wanprestasi adalah apabila seorang tidak melakukan sama sekali atau melakukan prestasi yang keliru, maka dalam hal-hal yang demikian inilah seseorang melakukan wanprestasi

Dari uraian tersebut dapat dikatakan bentuk-bentuk wanprestasi yaitu:

1. Tidak melakukan prestasi sama sekali. 2. Melakukan prestasi yang keliru. 3. Terlambat melakukan prestasi. 4. Melakukan prestasi sebagaian.41

39

Salim, 2004, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 90

40

Widjaja Gunawan dan Ahmad Yani, 2000, Hukum Bisnis, Kepailitan, Rajawali Jakarta, hal 45

(49)

38

Wanprestasi atau cidera janji itu ada kalau seorang debitur itu tidak dapat membuktikan, bahwa ia tidak dapat melakukan prestasi adalah di luar kelakuannya atau dengan kata lain debitur tidak dapat membuktikan overmatch.

Jadi dalam hal ini debitur jelas di anggap bermasalah.

Dalam sewa-menyewa villa wanprestasi yang dilakukan oleh pihak penyewa, apabila pihak penyewa terlambat meninggalkan rumah saat perjanjian sewa sudah selesai.

Menurut Bapak I Wayan Sukarata, pemilik villa. Bahwa dengan adanya keterlambatan tersebut pihak penyewa bisa menuntut ganti rugi.Ganti rugi yang di maksud dalam hal ini membayar harga sewa dari tanggal akhir perjanjian sampai pihak penyewa meninggalkan villa yang dia sewa. (wawancara dengan I Wayan Sukarata, pemilik villa)

Dalam sewa menyewa villa, sebelum villa di serahkan kepada pihak yang menyewakan adalah menjadi tanggung jawab pihak yang menyewakan, kewajiban pemeliharaan dan reparasi atas barang yang disewakan harus benar-benar membawa ketentraman bagi pihak penyewa untuk menikmatinya kewajiban ini berlangsung selama perjanjian sewa-menyewa masih berjalan, kecuali diperjanjikan sebelumnya.Pihak yang menyewakan yang tidak memenuhi kewajiban ini, ini dapat dianggap melakukan wanprestasi.

Dengan demikian tentu pihak yang menyewakan harus diberi kesempatan yang baik untuk melaksanakan kewajiban reperasi tersebut. Lebih lanjut dikemukakan bahwa sebagaimana penelitian yang dilakukan, wanprestasi dari pihak yang menyewakan itu jarang terjadi karena sebelumnya pihak yang

(50)

39

menyewakan meneliti barang-barang tersebut sehingga pada saat diserahkan, barang tersebut sudah siap pakai.42

Namun apabila villa itu dianggap rusak maka pihak yang menyewakan.wajib untuk memeperbaiki villa yang disewakan sebelum di serahkan kepada pihak penyewa. Jadi wanprestasi dari pihak yang menyewakan villa itu tidak akan menimbulkan suatu permasalahan.

Sedangkan kalau si penyewa mengalami wanprestasi dalam artian terlambat meninggalkan villa sebagaimana perjanjian yang mereka buat, maka pihak penyewa wajib membayar ganti rugi atas keterlambatan tersebut.

Di samping tanggung jawab yang harus mereka lakukan dalam sewa-menyewa tersebut, maka disini juga perlu diperhatikan mengenai resiko dari dari pihak penyewa dalam pemakaian villa yang disewa tersbut.Karena dalam keadaan tertentu villa bisa mengalami masalah yang di sebabkan oleh kelalian dari si penyewa.

Salah satu kelalaian tersbut adalah terjadikan kebakaran yang menimbulkan kerusakan villa yang disewa.Kerusakan yang ditimbulkan ini bisa merupakan kerusakan besar ataupun kerusakan kecil.

42

Wirjono Prodjodikoro, 1999, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-persetujuan

(51)

40

3.2 Tanggung Gugat Para Pihak jika Villa yang di Sewakan Mengalami Kebakaran

Tanggung gugat (liability/aansprakelijkheidi) merupakan bentuk spesifik dari tanggung jawab.Pengertian tanggung gugat merujuk kepada posisi seseorang atau badan hukum yang di pandang harus membayar suatu bentuk kompensasi atau ganti rugi setelah adanya peristiwa hukum atau tindakan hukum.Ia, misalnya harus membayar ganti rugi kerugian kepada badan hukum lain karena telah melakukan perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) sehingga menimbulkan kerugian bagi orang atau badan hukum lain tersebut. Istilah tanggung gugat berada dalam ruang lingkup hukum privat.Kesalahan bukan merupakan unsur yang harus dipenuhi pada setiap kasus agar seseorang bertanggung gugat.Di samping itu, seseorang atau badan hukum dimungkinkan bertanggung gugat atas tindakan orang atau badan hukum lainnya.43

Dalam perjanjian sewa-menyewa, terdapat dua pihak yang saling berhubungan yaitu antara pihak penyewa dengan pihak yang menyewakan.Disamping adanya hak dan kewajiban dari masing-masing pihak, juga perlu diperhatikan mengenai resiko dari masing-masing pihak bila dalam pelaksanaan perjanjian sewa-menyewa villa terjadi suatu musibah berupa kerusakan ataupun kebakaran dari villa yang disewa seabagai akibat kelalaian dari masing-masing pihak.

43

Peter Mahmud Marzuku,2008, Pengantar Ilmu Hukum, Cetakan ke-1, prenada Media Group, Jakarta, hal.258.

(52)

41

Jadi dapat dilihat bahwa wanprestasi itu terjadi atau timbul apabila si debitur tidak memenuhi prestasi yang seharusnya ia lakukan dalam

suatuperjanjian dengan kreditur .

Jadi jika debitur melakukan kelalaian dan terjadi suatu musibah yang mengakibatkan rusaknya atau bahkan terbakarnya villa yang dia sewa akibat kelalaian dari debitur, maka debitur berkewajiban ganti rugi dari kelalaian yang dia lakukan.

Kewajiban ganti rugi (schade vergoeding) tidak sendirinya timbul pada saat kelalaian. Ganti rugi baru efektif menjadi kemestian debitur, setelah debitur dinyatakan lalai.Harus ada pernyataan lalai dari kreditur.

Pernyataan berada dalam keadaan lalai ini ditegaskan oleh Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi“Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika suatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.”

.

Dari ketentuan pasal diatas terdapat suatu asas umum: untuk lahirnya kewajiban ganti rugi debitur harus lebih dulu diletakkan/ditempatkan dalamkeadaan lalai, melalui prosedur peringatan /pernyataan lalai. Kalau begitu sidebitur sudah dapat dikatakan berada dalam keadaan lalai, jika sebelumnya sudah ada pemberitahuan , peringatan atau tegoran kreditur terhadap debitur, bahwa debitur telah lalai melakukan pelaksanaan perjanjian. Peringatan atau tegoran itu dilakukan oleh kreditur sesaat setelah batas waktu yang ditentukan lewat.44

Referensi

Dokumen terkait

Demikianlah Surat Perjanjian Sewa-Menyewa ini untuk dapat diketahui oleh masing- masing PIHAK dan memenuhi kaidah hukum yang berlaku di wilayah hukum setempat, dan Surat Perjanjian

Oleh karena itu, dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses perjanjian sewa-menyewa antara pihak yang menyewakan ruko dengan pihak penyewa ruko,

Penghunian rumah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dengan cara cara sewa menyewa dilakukan dengan perjanjian tertulis, sedangkan penghunian rumah dengan cara bukan sewa

Tulisan yang berjudul Akibat Hukum Yang Ditimbulkan Dari Wanprestasi Dalam Perjanjian Autentik Sewa-Menyewa Tanah dilatarbelakangi oleh perjanjian sewa menyewa tanah yang

Skripsi yang berjudul “AKIBAT HUKUM PERJANJIAN LISAN APABILA TERJADI WANPRESTASI (Studi Kasus Perjanjian Sewa Menyewa Rumah Toko “Solikin” Di Desa Tenggeles)”

Salah satu syarat khusus yang diterapkan oleh Hidayah Rent Car Kota Semarang adalah membuat suatu perjanjian sewa menyewa mobil dengan bentuk perjanjian tertulis tulisan yang merupakan

Rumusan Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan, hambatan dan upaya yang dilakukan dalam Pelaksanaan Perjanjian Sewa Menyewa Rumah Toko ruko di Perawang, Kecamatan

Salah satu syarat khusus yang diterapkan oleh Ngabar Rent Car adalah membuat suatu perjanjian sewa menyewa mobil dengan bentuk perjanjian tertulis tulisan yang merupakan suatu