• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2020"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI PENELITIAN

TATA KELOLA KONFLIK SOSIAL ANTAR KELOMPOK

MASYARAKAT DI KOTA BAUBAU PROVINSI SULAWESI TENGGARA

Disusun dan diusulkan oleh

IBINK SUHFIEN

Nomo Stambuk : 105641114116

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

(2)

ii

TATA KELOLA KONFLIK SOSIAL ANTAR KELOMPOK

MASYARAKAT DI KOTA BAUBAU PROVINSI SULAWESI TENGGARA Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan

Disusun dan Diajukan Oleh IBINK SUHFIEN NIM : 105641114116

Kepada :

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

(3)
(4)
(5)
(6)

vi

KATA PENGANTAR

ِمي ِح هرلٱ ِن َٰ م ۡح هرلٱ ِ هللَّٱ ِم ۡسِب

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya yang tak terhingga dan nikmat-nya yang tak berujung sehingga kita mampu melewati hari-hari yang penuh makna, dan memberikan kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Tata Kelola Konflik social antar kelompok masyarakat di Kota Baubau provinsi Sulawesi Tenggara”.

Penulisan skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana Ilmu Pemerintahan dari program studi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

Penulis menyadari bahwa untuk menyelesaikan tugas penyusunan skripsi ini tidaklah mudah. Namun penulis menyadari bahwa begitu banyak pihak yang membantu saya dalam menyelesaikan tugas penyusunan skripsi ini dan skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Abdul Kadir Adyas, S.H, M.H selaku pembimbing I dan Bapak Hamrun, S.IP., M.Si., selaku pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan

(7)

vii

2. Ibu Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Bapak Dr. Burhanuddin, S.Sos., M.Si selaku Wakil Dekan 1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar. 4. Ibu Dr Nuryanti Mustari, S.IP., M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu

Pemerintahan dan Ahmad Harakan S.IP., M.HI selaku sekretaris Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

5. Ibu Nur Khaerah, S.IP., M.IP selaku Dosen Penasehat Akademik Penulis ± 4 tahun menapaki jenjang Pendidikan di bangku kuliah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

6. Para dosen dan staf Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah banyak memberikan bekal pengetahuan bagi penulis selama menjalani proses perkuliahan.

7. Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Hasrun dan Ibu Salfina selaku orang tua penulis yang sangat berjasa dalam merawat , membimbing , serta memberikan pendidikan sampai pada jenjang saat ini, dan mendoakan sekaligus memberi semangat motivasi serta bantuan baik dari moril ataupun materi dan tak lupa kasih sayang yang tak hentinya beliau berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Kepada Adik tercinta Alfito Deannova dan Afifah Nurhasanah yang senantiasa pula memberi dukungan semangat kepada penulis.

(8)

viii

9. Terima kasih pula kepada pihak-pihak lainnya yang telah membantu penulis dalam memberikan informasi terkait penelitian ini.

10. Keluarga besar IMKB Makassar, KPPK Buton yang senantiasa mendukung dan memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. 11. Angkatan MILITAN terima kasih dan kalian luar biasa para pejuang

sarjana di tengah wabah Covid 19.

12. Terima kasih kepada Lambe Squad yang telah banyak membantu penulis selama menjalani perkuliahan di unismuh Makassar.

13. Terima kasih pula kepada saudariku Eggi Revalina Magfira yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi nya seta saudaraku Surahman B, Yandi Aziz, Rahmad Nur, Baso Risaldi yang telah memberikan pula dukungan dan bantuan kepada penulis.

14. Keluarga kontrakan Btn Antara blok C6/2 yang telah memberi dukungan dan semangat kepada penulis.

15. Keluarga besar Tim KKP unismuh Makassar cabang Gowa Desa Bontosunggu yang telah memberikan dukungan kepada penulis dan terima kasih atas kenangannya.

(9)
(10)

x ABSTRAK

Ibink Suhfien.2020. Tata Kelola Konflik Sosial Antar Kelompok Masyarakat di Kota Baubau Provinsi Sulawesi Tenggara. (Dibimbing oleh Abdul Kadir Adyas dan Hamrun )

Kondisi Indonesia yang penuh keberagaman seakan menjadikannya rawan adanya suatu konflik. Karenanya tidak mengherankan jika di Indonesia sering terjadi konflik sosial baik personal maupun inpersonal seperti yang terjadi di Kota Baubau Provinsi Sulawesi Tenggara. Konflik yang terjadi telah melibatkan dua kelompok masyarakat sehingga berakibat buruk bagi masyarakat lainnya dalam menjalankan aktifitasnya.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Tata Kelola Konflik Sosial Antar Masyarakat di Kota Baubau, tepatnya di antara Kelurahan Bone-Bone dan Kelurahan Tarafu, Kecamatan Batupoaro.

Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif yaitu gambaran secara objektif terkait lingkungan antar Kelurahan terkait Konflik, dan tipe penelitian yang digunakan adalah studi kasus yaitu meneliti suatu kasus pada satu kesatuan sebuah program. Adapun sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan data sekunder dengan informan pokok 9 orang. Teknik pengumpulan data menggunakan metode pengamatan, wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian yang dilakukan menujukkan ada 5 indikator dalam mengelola konflik yaitu konsiliasi merupakan suatu bentuk penyelesaian konflik dengan mempertemukan dua belah pihak untuk menemukan jalan damai, Mediasi adalah bentuk penyelesaian dengan dipertemukan kedua belak pihak melalui mediator untuk menyelesaikan konflik, Arbitrasi adalah pertemuan dua belah pihak melalui arbiter (hakim) yang mengikat kedua belah pihak yang terlibat konflik dalam suatu perjanjian untuk jalan damai, kemudian selanjutnya Koersi adalah bentuk penyelesaian konflik dengan mempertemukan kedua belah pihak dengan menggunakan tekanan psikologis dan bahkan kekerasan fisik, dan langkah terakhir adalah Detente yaitu bentuk penyelesaian konflik dengan pengendoran atau meningkatkan komunikasi dan pendekatan kepada masyarakat dalam menangani konflik yang terjadi antar dua kelurahan yaitu Kelurahan tarafu dan Kelurahan Bone-Bone. Tata kelola konflik antar dua kelurahan tersebut berjalan baik, dilihat dari presentasi konflik antar dua kelurahan pada tahun 2017 ada 1 kasus, 2018 ada 6 kasus dan 2019 1 kasus kemudian untuk 2020 belum ada kasus.

(11)

xi DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Pengajuan ... ii

Halaman Persetujuan ... iii

Penerimaan Tim Penguji………...…….….iv

Halaman Penyataan Keaslian Karya Ilmiah………...v

Kata Pengantar………vi

Abstrak………….………...x

DAFTAR ISI………..xi

DAFTAR TABEL……….xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. ... 1

B. Rumusan Masalah... 6

C. Tujuan Penelitian. ... 6

D. Manfaat Penelitian. ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu………...………8

B. Konflik ... 8

1. Pengertian Konflik ... 8

2. Faktor-Faktor Penyebab Konflik………...………..10

3. Pengelolaan Konflik ... 12

4. Penyelesaian Konflik ... 13

C. Kerangka Pikir ... 15

D. Fokus Penelitian………....17

(12)

xii BAB III METODE PENELITIAN

A. Waktu Dan Lokasi Penelitian. ... 20

B. Jenis Dan Tipe Penelitian. ... 20

C. Sumber Data. ... 21

D. Informan Penelitian. ... 22

E. Teknik Pengumpulan Data……….………...22

F. Teknik Analisis Data. ... 24

G. Pengabsahan Data. ... 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Objek Penelitian ………28

B. Tata Kelola Konflik Sosial Antar Kelompok Masyarakat di Kota Baubau……….……….……...37 1. Konsiliasi .………...37 2. Mediasi. ………...48 3. Arbitrasi………..………..57 4. Koersi………...63 5. Détente……. ………....71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ……….………..77

B. Saran ……….77

DAFTAR PUSTAKA……….…..…85

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kerangka Pikir………....17 Tabel 3.1. Informan Penelitian ... ……22 Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Kota Baubau Berdasarkan Kecamatan………...30 Tabel 4.2 Jumlah Penduduk dan Luas Wilayah Kecamatan Batupoaro……..32 Tabel 4.3 Jumlah Kelurahan, RT dan RW Kecamatan Batupoaro…………..33 Tabel 4.4 Bagan Struktur Organisasi Badan Kesbangpol………....36 Tabel 4.5 Konflik Wilayah Kelurahan Bone-bone dan Kelurahan Tarafu…..,79 Tabel 4.6 Strategi Penanganan Konflik………...83

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk terbilang besar di dunia yang tersebar dari pulau Sumatera sampai ke pulau Irian atau Tanah Papua yang dikenal sekarang ini, dengan begini Indonesia memiliki masyarakat yang pluralis karena terdiri dari berbagai macam suku bangsa dan multikultur dari aspek sosial dan budaya. Kekayaan budaya yang begitu banyak akan menjadi suatu perbedaan-perbedaan sehingga menghasilkan kelemahan yang akan menjadi potensi konflik dan akan mengancam keamanan masyarakat yang merupakan kebutuhan dasar untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari, sehingga pemerintah harus lebih berupaya semaksimal mungkin dalam memberikan rasa aman.

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah ditegaskan bahwa Kepala daerah sebagai Kepala pemerintahan daerah mempunyai kewajiban dimana salah satunya memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat. Urusan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat merupakan urusan wajib sehingga pemerintah daerah berkewajiban menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat tersebut sebaik-baiknya, termasuk juga dalam menyelesaikan dan mencegah timbulnya konflik. Hal ini merupakan salah satu kebijakan pemerintah pusat memberikan konsep kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengurus daerah secara mandiri agar efektif dan efisien atau di kenal dengan desentralisasi. Karena sangat penting untuk menerapkan suatu penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan dengan mempertimbangkan

(15)

2

partisipasi masyarakat (civil society) sebagai salah satu prinsip dari good

governance yang akan layak untuk dijalankan. Dengan kondisi masyarakat

indonesia yang pluralis ini pada umumnya akan berinteraksi untuk menjalin hubungan yang harmonis, tetapi masih banyak yang salah paham akan suatu keragaman, sehingga berujung terjadinya suatu konflik sosial.

Konflik adalah proses sosial yang yang terjadi ditengah-tengah masayarakat yang disebabkan oleh perbedaan dan kesalapahaman antara individu maupun kelompok masyarakat satu dengan individu atau kelompok masyarakat yang lainnya. Menurut undang-undang nomor 7 tahun 2012 tetang penanganan konflik sosial, memberi pengertian bahwa konflik sosial adalah perseteruan atau benturan fisik dengan kekerasan antara dua kelompok masyarakat atau lebih yang berlangsung dalam kurun waktu tertentu dan berdampak luas yang mengakibatkan ketidakamanan dan disintegrasi sosial sehingga mengganggu stabilitas nasional. Salah satu fenomena sosial (konflik sosial) akhir-akhir ini memang marak terjadi yang melibatkan tindak kekerasan massa. Bahkan di daerah-daerah hampir selalu terjadi suatu kerusuhan massa yang terkadang dipicu oleh persoalan-persoalan yang sepele. Seperti perkelahian antar suporter kesebelasan sepakbola, antar pendukung calon pemimpin daerah dalam pemilukada, antar pendukung organisasi massa, antar kampung, antar suku, antar pelajar dan kerusuhan lain, seolah sudah menjadi berita yang “awam” ditemukan di berbagai media massa.

Dalam kurun waktu kurang lebih dua dekade terakhir, tercatat serentetan peristiwa konflik dan kerusuhan massa yang mengancam keutuhan bangsa terjadi di berbagai daerah seperti di Kalimantan, Aceh, Maluku, Kupang, Papua dan

(16)

beberapa daerah lainnya menjadi sebuah bukti kuat bahwa integrasi nasional sedang menghadapi ancaman dan tantangan serius. Konflik sosial ini pun terjadi dengan bermacam-macam latar belakang salah satunya seperti yang sedang muncul juga akhir-akhir ini yaitu konflik-konflik berbasis SARA yang terjadi di Sanggau Ledo, Sambas, Sambit, Ambon, Poso, Kupang, Tasik Malaya, Situbondo, serta berbagai konflik lokal lainnya. Dan juga konflik antara lain timbul karena motivasi gerakan saparatisme, contoh yang terjadi di Aceh (GAM), Papua (OPM), dan Maluku Selatan (RMS). Konflik sosial yang terjadi, selalu bermuara pada meningkatnya intensitas penderitaan yang dialami masyarakat dan juga telah mendelegitimasi makna pembangunan itu sendiri, oleh karena dalam peristiwa konflik tidak jarang terjadi kerusakan berbagai simbol “pembangunan”.

Kondisi Indonesia yang penuh keberagaman yang menjadikannya rawan konflik. Karenanya tidak mengeherankan jika di Indonesia sering terjadi konflik sosial baik personal maupun inpersonal khususnya Baubau. Menyikapi konflik tersebut perlu dilakukan kajian ilmiah sebagai upaya meminimalisir terjadinya konflik. Selama ini proses penyelesaian konflik belum berjalan sebagaimana mestinya, Pemerintah daerah seharusnya bertindak semaksimal mungkin mengendalikan dan menangani konflik yang terjadi.

Akhir-akhir ini kita diperlihatkan pemandangan miris tentang aksi kekerasan di Baubau. Adanya konflik sosial dan konflik antar kelompok yang kerap terjadi di Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara (SULTRA) menjadi perhatian serius Pemerintah Kota Baubau.Pemerintah Kota Baubau sebagai institusi berkuasa yang berada di kota ini harus lebih menyadari tugas pemerintah yang seharusnya

(17)

4

memberikan jaminan keamanan bagi setiap warga negara seyogyanya diperankan dengan maksimal. Sebenarnya sampai dengan saat ini pemerintah kota Baubau sudah melakukan banyak upaya penanggulangan maraknya terjadinya kekerasan konflik antar kelompok warga atau yang dikenal dengan istilah “tarkam” (tawuran antar kampung/kelompok).

Salah satu konflik yang telah terjadi di Kota Baubau ini telah melibatkan antar masyarakat dua kelurahan yang berdampingan yaitu Kelurahan Tarafu dan Kelurahan Bone-Bone. Konflik tersebut telah menyita perhatian masyarakat lain di Kota Baubau dikarenakan skala terjadinya konflik cukup besar dan berdampak kepada terhambatnya aktivitas masyarakat lainnya yang berada di sekitar Konflik Tersebut. Upaya awal yang dilakukan pemerintah yaitu bekerja sama dengan pihak kepolisian seperti mengintruksikan seluruh polsek di wilayah hukum Polres Baubau khususnya polsek sekitar wilayah konflik tersebut untuk melakukan penutupan jalan perbatasan untuk sementara antara Kelurahan Bone-bone dengan Kelurahan Tarafu. Penutupan ini untuk menghindari bentrokan. Serta razia terhadap warga yang minum minuman keras.

Berdasarkan pengamatan peneliti, terlihat adanya tawuran antara warga Kelurahan Bone-Bone, Tarafu memuncak saat salah seorang warga Kelurahan Tarafu yang meninggal dunia di bagian jalan Kelurahan Bone-Bone sekitar pukul 05.00 Wita, menurut informasi dari warga setempat bahwa korban tersebut meninggal karena menabrak tiang warung, tetapi informasi yang beredar di warga Kelurahan Tarafu disebabkan oleh pembunuhan berencana oleh warga Kelurahan Bone-Bone, hasil penyelidikan dari pihak kepolisian selama beberapa hari

(18)

menyimpulkan bahwa korban murni meninggal karena kecelakaan lalu lintas dalam kondisi mabuk, mendengarkan informasi dari pihak kepolisian tersebut sebagian kalangan muda tidak menerimanya sehingga konflik kembali terjadi lagi yang memanenggarai masih masalah lama. Pecahnya konflik kembali terjadi di perbatasan Kelurahan Bone-Bone dan Kelurhaan Tarafu. Konflik antar kelompok pemuda dua kelurahan yang berdampingan berujung saling menyerang, dimana terlihat puluhan orang dari kelompok pemuda kelurahan Bonebone melakukan penyerangan kepada kelompok pemuda dari Kelurahan Tarafu yang terjadi diperbatasan Bone-Bone dan Tarafu, Jl. Hayam Wuruk Kota Baubau. Akibat kejadian tersebut , 1 Unit motor merek Yamaha Mio DT 3467 YB rusak dibakar dan 1 Unit motor Jenis Satria 4 Tak FU dirusak, 1 orang pemuda tarafu mengalami luka pada bagian kepala akibat kena lemparan, 1 Orang warga Keluran Tarafu terkena busur dibagian kaki dan masih mendapatkan perawatan di Rumah Sakit Palagimata Kota Baubau, 7 rumah penduduk mengalami kerusakan pada kaca jendela (pecah) . Dimana insiden ini sebelumnya, terjadi perkelahian antar pemuda Kelurahan Bonebone dan Kelurahan Tarafu (Jum’at, 08 /02 /2019) dini hari pukul 01.30 Wita, berujung pada timbulnya satu buah rumah milik salah satu warga yang berada diperbatasan 2 kelurahan tersebut terbakar habis.

(19)

6

(https://koransultra.com/2019/02/09/konflik-dua-kelurahan-rumah-dan-motor-rusak-terbakar/. Diakses, 20 Januari 2020.)

Berdasarkan permasalahan diatas dengan berbagai pertimbangan dalam penanganan konflik antar masyarakat peran pemerintah daerah dalam melakukan upaya pengendalian dan penyelesaian konflik sangat dibutuhkan. Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul ” Tata Kelola Konflik Sosial Antar Kelompok Masyarakat Di Kota Baubau Provinsi Sulawesi Tenggara”. B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari pernyataan masalah diatas, telah dimungkinkannya konflik yang terjadi antar dua kelurahan di Baubau, maka pertanyaan penelitian yang dapat dirumuskan adalah bagaimana penanganan tata kelola konflik sosial antar kelompok masyarakat di Kota Baubau.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini mencoba menjawab dalam pertanyaan penelitian diatas, yaitu untuk mengetahui tata kelola konflik sosial antar kelompok masyarakat di Kota Baubau.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis

Memberikan informasi mengenai tata kelola konflik sosial pemerintah daerah dalam hal ini pemerintah Kota Baubau dalam mengatasi konflik yang

(20)

terjadi antar kelompok masyarakat. Hasil dari penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pemerintahan terutama mengenai bagaimana tata kelola konflik sosial antar masyarakat.

2. Manfaat Praktis

Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi informasi bagi masyarakat tentang tata kelola konflik sosial yang kerap terjadi. Dan bagi pemerintah daerah hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dalam perumusan kebijakan dalam rangka penanganan konflik.

(21)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Sebelum peneliti melakukan penelitian, ada bebrapa peneliti terdahulu yang telah melakukan penelitian tentang Tata Kelola Konflik antar Kelompok Masyarakat yaitu:

1. Hidayat, Taufik. 2017, Peran Pemerintah Dalam Penanganan Konflik Antar Warga Di Kabupaten Kolaka Utara adalah penelitian ini menunjukan jika beberapa indicator penyelesaian konflik yang digunakan antara lain konsiliasi dan mediasi berjalan baik dan berhasil, berbeda dengan salah satu penyelesaian konflik tidak berjalan dengan baik sehingga kurang efektif dan efisien.

2. Lumi, Hendra. 2015, Peran Pemerintah Daerah Dalam Penyelesaian Konflik Antarwarga Di Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat. Penelitian ini menunjukkan bahwa peran pemenrintah untuk menyelesaikan konflik tersebut kurang cepat, hal ini terbukti jika pemerintah kota dan DPRD belum mengeluarkan peraturan daerah atau PERDA tentang konflik perkelahian antar kelompok.

B.

Konflik

1. Pengertian Konflik

Konflik berasal dari bahasa latin, conflictus yang artinya pertentangan. Defenisi konflik menurut para ahli sangatlah bervariasi karena para ahli melihat konflik dari berbagai sudut pandang atau perspektif yang berbeda-beda. Akan

(22)

tetapi secara umum konflik dapat digambarkan sebagai benturan kepentingan antar dua pihak atau lebih, di mana salah satu pihak merasa diperlakukan secara tidak adil, kemudian kecewa. Konflik sering di maknai berupa benturan seperti perbedaan pendapat, persaingan, atau pertentangan antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, serta antara individ atau kelompok dengan pemerintah (Subakti dalam Putra, 2009:12). Menurut Ismail (2011) konflik sosial adalah pertentanan antar satuan atau kelompok sosial atau lebih, atau potensialitas yang menyebabkan pertentangan. Konflik merupakan perseteruan atau benturan antar dua kelompok masyarakat atau lebih yang berdampak pada kehidupan sosial masyarakat sehingga mengganggu ketentraman dan kenyaman lingkungan masyarakat.

Pada dasarnya konflik dalam kehidupan masyarakat ada dua macam bentuknya, yaitu :

a. Konflik horizontal, adalah konflik yang terjadi antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lain, dalam satu komunitas di wilayah suatu Negara. Unsur utama yang mendorong terjadinya konflik horizontal adalah kepentingan primordinal yang meliputi unsur agama, etnis, kebudayaan dan kelompok kepentingan lainnya.

b. Konflik vertikal, merupakan perselisihan atau pertentangan antara kelompok yang berkuasa terhadap kelompok yang di kuasai, kelompok yang memerintah dengan kelompok yang di perintah, serta pertentangan antara kelas yang ada di masyarakat sistem stratifikasi sosial dalam masyarakat sengaja di susun atau di bentuk untuk mencapai tujuan

(23)

10

tertentu biasanya berkaitan dengan pembagian kekuasaan dan wewenang yang resmi dalam organisasi formal seperti pemerintahan, partai politik, organisasi dan sebagainya.

2. Faktor-Faktor Penyebab Konflik

Faktor Penyebab Terjadinya Konflik Sosial Menurut Abu Ahmadin (2009: 291) Secara umum faktor-faktor penyebab terjadinya konflik sosial adalah sebagai berikut:

a. Perbedaan antar anggota masyarakat, baik secara fisik maupun mental, atau perbedaan kemampuan, pendirian dan perasaan, sehingga menimbulkan pertikaian atau bentrok antar mereka.

b. Perbedaan pola kebudayaan: seperti perbedaan adat-istiadat, suku bangsa, agama, bahasa, paham politik, pandangan hidup, sehingga mendorong timbulnya persaingan dan pertentangan bahkan bentrok di antara anggota masyarakat tersebut.

c. Perbedaan status sosial: seperti kesenjangan antara si kaya dan si miskin, generasi tua dan generasi muda dan sejenisnya.

d. Perbedaan kepentingan antar-anggota masyarakat, baik secara pribadi maupun kelompok, sepeti perbedaan kepentingan politik, ekonomi, sosial, agama dan sejenisnya.

e. Terjadinya perubahan sosial, antara lain berupa perubahan sistim nilai, akibat masuknya nilai baru yang mengubah masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern, juga menjadi faktor penyebab terjadinya konflik sosial.

(24)

f. Interdependensi Suatu keadaan dimana seorang individu dan kelempok yang mengembangkan keinginanannya untuk mencapai tujuan hidup. Namun kepentingan-kepentingan hidup-hidup masih mengharapkan bantua orang lain. Kondisi sosial yang mungkin saja tidak mendukung kebutuhan itu seketika akan menimbulkan konflik. Walau pun konflik yang terjadi masih dalam sub yang kecil.

g. perbedaan pada tujuan-tujuan dan prioritas Perbedaan-perbedaan dalam cara pandang kehidupan akan berpengaruh terhadap tujuan dan perebedaan prioritas individu dan kelempok. Hal tersebut membuat individu dan kelempok masing-masing mengejar tujuan yang berbeda. Yang sering kali tidak bersifak konsisten atau tidak sesuai. h. Persaingan untuk mencapai sumber daya Tidak akan timbul konflik jika

tidak ada masalah kelangkaan sumber daya yang perlu di bagi-bagi. Apabila sumbersumber daya langkah, seperti terlihat biasannya dalam praktek kenyataan, harus diambil keputusan tentang pilihan alokasi sumber daya.

i. Komunikasi Komunikasi menjadi bagian dari faktor penyebab terjadinya konflik sosial. Ketidak sesuaian antara keinginan seorang individu dengan apa yang dikomunukasikan oleh individu yang lain menjadi sebab akan timbulnya konflik diantara mereka, hal ini bisa terjadi diantara individu dan individu maupun kelompok dengan kelompok serta kelompok dan individu.

(25)

12

Pengelolaan konflik pada dasarnya setiap upaya intervensi (untuk mencegah aktualisasi, mendeeskalasi, menghentikan dan menyelesaikan konflik) dalam salah satu (atau lebih) tahap konflik. Dalam studi konflik dan perdamaian, pengelolaan konflik memiliki tujuan untuk mencegah terjadinya bentuk kekerasan selama proses konflik berjalan. Teori pengelolaan konflik menegaskan bahwa semua jenis konflik tidak harus selesai dengan pemecahaan masalah, namun merupakan proses pembelajaran mengenai cara mengelolah konflik untuk mengurangi kemungkinan-kemungkinan terjadinya ekskalasi kekerasan, pada dasarnya strategi konflik dapat dipengaruhi oleh bagaimana suatu kekuasaan dapat di manfaatkan oleh pihak yang berkonflik untuk meredam kekerasan yang dimungkinkan muncul selama proses konflik. Hugh Miall menyatakan bahwa pengelolaan konflik adalah bagan dari seni menciptakaan intervensi yang tepat untuk mencapai kestabilan politik, terutamaooleh pihak-pihak dengan kekuasaan yang besar (powerful actors) yang mengoptimalkan kekuasaan dan sumber daya yang ada untuk memberi tekanan pada pihak-pihak berkonflik agar mendorong pihak berkonflik untuk stabil (Miall 2004, 3). Sedangkan Menurut Wirawan (2015:131) pengelolaan konflik adalah sebagai proses pihak yang terlibat konflik atau pihak ketiga menyusun strategi konflik dan menerapkannya untuk mengendalikan konflik agar menghasilkan resolusi yang diinginkan.

4. Penyelesaian Konflik Sosial

Menurut Ismail (2011) konflik sosial adalah pertentanan antar satuan atau lebih kelompok sosial, atau potensialitas yang menyebabkan pertentangan.

(26)

Konflik sosial banyak meresahkan masyarakat karena dampak yang ditimbulkan akibat konflik yang terjadi. Oleh karena itu, perlu dilakukan beberapa cara untuk menyelesaikan suatu konflik. Menurut Wansa (2013) yang telah mengemukakan bahwa terdapat beberapa cara dalam penyelesaiaan konflik sosial diantaranya yaitu :

a. Konsiliasi

Konsiliasi berasal dari kata latin conciliatio atau perdamaian yaitu suatu cara untuk mempertemukan pihak-pihak yang berselisih guna mencapai persetujuan bersama untuk damai. Dalam proses pihak-pihak yang berkepentingan dapat meminta bantuan pihak ketiga. Namun, dalam hal ini pihak ketiga tidak bertugas secara menyeluruh dan tuntas.Ia hanya memberikan pertimbangan-pertimbangan yang dianggapnya baik kepada pihak yang berselisih untu menghentikan sengketanya. Contoh yang lazim terjadi misalnya perdamaian antara serikat buruh dan majikan, yang hadir dalam pertemuan konsiliasi ialah wakil dari serikat buruh, wakil dari majikan / perusahaan serta ketiga yaitu juru damai dari pemerintah. Dalam hal ini departemen tenaga kerja. Langkah-langkah untuk berdamai diberikan oleh pihak ketiga, tetapi yang harus mengambil keputusan untuk berdamai adalah pihak serikat buruh dan pihak majikan sendiri.

b. Mediasi

Mediasi berasal dari kata latin mediation yaitu suatu cara menyelesaikan pertikaian dengan menggunakan seorang pengantara (mediator). Dalam hal

(27)

14

ini fungsi seorang mediator hampir sama dengan seorang konsiliator. Seorang mediator juga tidak mempunyai wewenang untuk memberikan keputusan yang mengikat, keputusannya hanya bersifat konsultatif. Pihak-pihak yang bersengketa sendirilah yang harus mengambil keputusan untuk menghentikan perselisihan.

c. Arbitrasi

Arbitrasi berasal dari kata latin arbitrium, artinya melalui pengadilan dengan seorang hakim (arbiter) sebagai pengambil keputusan. Arbitrasi berbeda dengan konsiliasi dan mediasi. Seorang aribiter memberi keputusan yang mengikat kedua pihak yang bersengketa, artinya keputusan seorang hakim harus ditaati. Apabila salah satu pihak tidak menerima keputusan itu, ia dapat naik banding kepada pengadilan yang lebih tinggi sampai instansi pengadilan nasional yang tertinggi. Dalam hal persengketaan antara dua negara dapat ditunjuk negara ketiga sebagai arbiter, atau instansi internasional lain seperti PBB. Orang-orang yang bersengketa tidak selalu perlu mencari keputusan secara formal melalui pengadilan. Dalam masalah biasa dan pada lingkup yang sempit pihak-pihak yang bersengketa mencari seseorang atau suatu instansi swasta sebagai aribiter. Cara yang tidak formal itu sering diambil dalam perlombaan dan pertandingan, dalam hal ini yang bertindak sebagai arbiter adalah wasit.

d. Koersi

Koersi ialah suatu cara menyelesaikan pertikaian dengan menggunakan paksaan fisik atau pun psikologis. Apabila paksaan psikologis tidak

(28)

berhasil, dipakailah paksaan fisik. Pihak yang biasa menggunakan paksaan adalah pihak yang kuat, pihak yang merasa yakin menang bahkan sanggup menghancurkan pihak musuh.Pihak inilah yang menentukan syarat-syarat untuk menyerah dan berdamai yang harus diterima pihak yang lemah. e. Detente

Détente berasal dari kata Perancis yang berarti mengendorkan. Pengertian yang diambil dari dunia diplomasi ini berarti mengurangi hubungan tegang antara dua pihak yang bertikai.

C. Kerangka Fikir

Untuk mengetahui kondisi dari permasalahan atau konflik yang terjadi antar dua kelurahan yang berdampingan, yang mana awalnya hanya bersumber dari kecil lalu membesar dan berdampak lingkungan sekitar diantaranya rusaknya beberapa rumah dan kendaran warga sekitar. Dari permasalahan tersebut, maka penulis mengemukakan kerangka berpikir, langkah pertama yang dilakukan adalah menetapkan teori utama yang membahas tentang tata kelola konflik sosial yaitu suatu langkah atau tindakan untuk mengurangi tingkat kekerasan yang terjadi antar dua kelompok masyarakat yang terlibat konflik. Menurut Wansa (2013) mengemukakan bahwa cara penyelesaiaan konflik sosial diantaranya ada beberaapa yaitu, Konsiliasi, Mediasi, Arbitrasi, Koersi, dan Détente.

Dengan teori tersebut kita dapat meninjau permasalahan-pemasalahan terkait yang menjadi pemicu terjadinya konflik sosial antar dua kelompok masyarakat. Setelah itu peneliti melakukan survei awal kelapangan untuk menggali data dan informasi dari dua pihak berbenturan yang terlibat konflik

(29)

16

sosial. Langkah selanjutnya setelah menggali informasi dan data dari beberapa informan yang berkaitan dengan judul yang akan penulis teliti, kemudian langkah selanjutnya peneliti akan melakukan analisis terhadap seluruh data yang diperoleh menggunakan analisis deskriptif kualitatif utuk mengetahui tata kelola konflik sosial yang terjadi antar dua kelompok masyarakat.

Dari penjelasan kerangka berfikir diatas, maka penulis menyederhanakan dalam bentuk bagan sebagai berikut :

Tabel 2.1. Bagan kerangka pikir

TTata Kelola Konflik Antar Kelompok Masyarakat Di Kota Baubau Provinsi

(30)

D. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini tentang Tata Kelola Konflik Soisal Antar Kelompok Masyarakat di Kota Baubau menggunakan indikator : Konsiliasi, Mediasi, Arbitrasi, Koersi, dan Detente.

E. Deskripsi Fokus Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian diatas, maka penulis kemudian akan mendeskripsikan fokus penelitian sebagai berikut :

a. Konsiliasi

Konsiliasi atau conciliatio yaitu suatu cara untuk mempertemukan pihak-pihak yang berselisih guna mencapai persetujuan bersama untuk damai. Dalam hal ini yang penulis maksudkan adalah apakah terdapat upaya pemerintah Kota Baubau dalam hal ini untuk menjadi konsialitor dan mempertemukan pihak-pihak yang terkait.

Penyelesaian Konflik Sosial : 1. Konsiliasi 2. Mediasi 3. Arbitrasi 4. Koersi 5. Détente ( Wansa , 2013 )

Mengurangi Konflik antar kelompok masyarakat di Kota Baubau Provinsi Sulawesi Tenggara

(31)

18

b. Mediasi

Mediasi atau mediation yaitu suatu cara menyelesaikan pertikaian dengan menggunakan seorang pengantara (mediator). Dalam hal ini yang dimaksudkan oleh penulis yaitu apakah terdapat upaya mediasi yang dilakukan oleh pemerintah Kota Baubau kepada pihak terkait untuk mengambil keputusan dan menghentikan perselisihan.

c. Arbitrasi

Arbitrasi artinya melalui proses pengadilan dengan seorang hakim (arbiter) sebagai pengambil keputusan. Arbitrasi berbeda dengan konsiliasi dan mediasi. Seorang aribiter memberi keputusan yang mengikat kedua pihak yang berselisih, artinya keputusan seorang hakim harus ditaati. Dalam hal ini apakah proses arbitrasi telah di upayakan oleh pemerintah Kota Baubau dan telah berjalan sesuai mestinya dalam menyelesaikan masalah tersebut.

d. Koersi

Koersi ialah suatu cara menyelesaikan pertikaian dengan menggunakan paksaan fisik atau pun psikologis. Apabila paksaan psikologis tidak berhasil, dipakailah paksaan fisik. Dalam hal ini apakah telah di upayakan proses koersi oleh Pihak Pemerintah Kota Baubau untuk menyelesaikan pertikaian tersebut. e. Detente

Détente berasal dari kata Perancis yang berarti mengendorkan. Pengertian yang diambil dari dunia diplomasi ini berarti mengurangi hubungan tegang antara dua pihak yang bertikai. Dan dalam hal ini apakah pemerintah kota

(32)

Baubau telah mengupayakan proses detente dalam mengurangi hubungan tegang antar kedua belah pihak yang berkonflik.

(33)

20

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan tempat peneliti melakukan penelitian terutama dalam menangkap fenomena atau peristiwa yang sebenarnya terjadi dari objek yang diteliti dalam rangka mendapatkan data-data penelitian yang akurat yang sesuai dengan kenyataan yang ada dilapangan. Sementara itu keterbatasan geografis dan praktis seperti waktu, biaya, tenaga perlu juga dijadikan pertimbangan dalam penentuan lokasi penelitian. Lokasi dalam penelitian yang akan dilakukan ditentukan dengan sengaja, bertempat di Kelurahan Bone-bone dan Kelurahan Tarafu, Kecamatan Batupoaro, Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara. Dengan berbagai pertimbangan dan alasan lain, Kota Baubau mudah dijangkau, meskipun termasuk kota kecil. Selain itu, Kantor instansi pemerintah terkait juga mudah didapat, karena lokasinya yang tak jauh dari kawasan perkotaan. Selain itu karena dampak konflik yang timbul yaitu meresakan masyarakat Kota Baubau secara menyeluruh.

B. Tipe dan Jenis Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, penelitian kualitatif adalah penelitian tentang riset yang bersifat deskriprif dan cenderung menggunakan analisis, dan penelitian yang membahas tentang objek yang alamiah dan diteliti secara mendalam dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci. Landasan teori yang digunakan sebagai acuan dalam menemukan fakta di lapangan adalah

(34)

Sugiyono (2018). Proses penelitian yang dimaksud antara lain adalah melakukan observasi atau pengamatan terhadap informan, berinteraksi dengan mereka dan menggali informasi yang diketahui tentang Tata Kelola konflik sosial antar masyarakat di Kota Baubau Provinsi Sulawesi Tenggara

2. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriftif, yaitu penelitian yang berusaha untuk menemukan masalah yang ada sekarang berdasarkan data, penelitian ini juga menyajikan data, menganalisis dan menginterpretasi. Penelitian deskriptif juga bisa bersifat komperatif dan korelatif, mempelajari masalah-masalah dengan masyarakat serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat yang situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan, sikap, pandangan, serta proses yang sedang berlangsung dan berpengaruh dari suatu fenomena.

C. Informan Penelitian

Informan dalam penelitian kualitatif yaitu informan penelitian yang memahami informasi tentang objek penelitian. Informan yang dipilih harus memiliki kriteria agar informasi yang didapatkan bermanfaat untuk penelitian yang dilakukan. Informan yang peneliti tentukan merupakan orang-orang yang terikat secara penuh di dalam kantor Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Baubau atau yang memiliki kaitan dengan tata kelola konflik sosial antar masyarakat. Dalam pelaksanaannya penelitian ini menggunakan teknik key person. Teknik memperoleh informan penelitian seperti itu digunakan karena peneliti sudah memahami informasi awal tentang objek penelitian maupun informan penelitian sehingga peneliti membutuhkan key person untuk memulai melakukan wawancara

(35)

22

atau observasi. Penulis menetukan informan pokok sebanyak 9 orang ,informan pokok sebagai berikut :

Tabel 3.1. Informan Penelitian

D. Sumber Data

Data yang dikumpulkan dari penelitian ini berasal dari dua sumber, yaitu: 1. Data primer, adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan baik melalui

observasi maupun melalui wawancara dengan pihak informan. Metode pengambilan data primer dilakukan dengan cara wawancara langsung terhadap masyarakat yang terlibat konflik di Kota Baubau.

No Nama Inisial Jabatan Ket

1. Asmin S.sos AS Sekretaris Badan Kesbangpol 1 orang

2. Laode Daniel LD Kabid PMA Kesbangpol 1 orang 3. Asfan AF Bhabinkantibmas Tarafu 1 orang 4. Waode

Nikmatia S,Sos

WN Lurah Tarafu 1 Orang

5. Aisyah AI Kasi Trantib Kelurahan Bone-bone

1 Orang 6. Abdul Rasyid AR Tokoh Pemuda Bone-Bone 1 Orang 7. Syafiuddin SF Tokoh Masyarakat

Bone-Bone

1 Orang 8. Laode Fikri LF Tokoh Pemuda Tarafu 1 Orang 9. Badirudin. BDR Tokoh Masyarakat Tarafu 1 Orang 10. Hasim Sulaiman HS Babinsa Bone-Bone 1 orang

(36)

2. Data sekunder, yaitu berupa dokumen-dokumen atau literatur-literatur dari Badan Pusat Statistik (BPS), internet, surat kabar, jurnal dan lain sebagainya. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengambil atau menggunakanya sebagian/seluruhnya dari sekumpulan data yang telah dicatat atau dilaporkan.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Menurut Sugiyono (2015) bila dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi, wawancara, angket dan dokumentasi. Namun dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan melalui tiga metode, yaitu:

1. Observasi

Menurut Sugiyono (2015) observasi merupakan kegiatan pemuatan penelitian terhadap suatu objek..Pengamatan bersifat non-partisipatif, yaitu peneliti berada diluar sistem yang diamati.

2. Wawancara

Esterberg dalam Sugiyono (2007:211), mendefinisikan wawancara sebagai pertemuan dua orang atau lebih untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tersebut. Dengan wawancara, maka peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang informan dalam menginterpretasikan situasi dan

(37)

24

fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi. Dalam melakukan wawancara, peneliti menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis untuk diajukan, dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan, oleh karena itu jenis jenis wawancara yang digunakan oleh peneliti termasuk kedalam jenis wawancara terstruktur.

3. Dokumentasi

Dokumentasi menurut Sugiyono (2015) adalah suatu cara yang digunakan untuk memperoleh data dan informasi dalam bentuk buku, arsip, dokumen, tulisan angka dan gambar yang berupa laporan serta keterangan yang dapat mendukung penelitian. Hasil penelitian dari observasi atau wawancara akan lebih kredibel kalau didukung oleh dokumen-dokumen yang bersangkutan.

F. Teknik Analisis Data

Data Pengolahan dan analisis data menggunakan analisis deskriptif yang mengetahui sejauhmana upaya pemerintah Kota Baubau dalam hal tata kelola konflik sosial untuk mewujudkan ketentraman dan ketertiban masyarakat. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang didasarkan data deskriptif dari status, keadaan, sikap, hubungan atau sistem pemikiran suatu masalah yang menjadi objek penelitian.Setelah mendapatkan data-data yang diperoleh dalam penelitian ini, maka langkah selanjutnya adalah mengolah data yang terkumpul dengan menganalisis data, mendeskripsikan data, serta mengambil kesimpulan.

(38)

Untuk menganalisis data ini menggunakan teknik analisis data kualitatif, karena data-data yang diperoleh merupakan kumpulan keterangan-keterangan. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban dari informan. Apabila jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis terasa belum memuaskan, peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap tertentu sehingga datanya sudah tidak jenuh. Aktivitas dalam menganalisis data kualitatif yaitu antara lain:

1. Reduksi Data

Reduksi data diartikan sebagai peroses pemilihan, pemisahan, perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan. Laporan atau data yang diperoleh dilapangan akan dituangkan dalam bentuk uraian yang lengkap dan terperinci. Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya akan cukup banyak, sehingga perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, serta dicari tema dan polanya. Dengan demikian, data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutya. Data yang diperoleh dari lokasi penelitian dituangkan dalam uraian laporan lengkap

(39)

26

dan terperinci. Laporan lapangan direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal pokok, difokuskan pada hal-hal penting kemudian dicari tema atau polanya. 2. Penyajian Data

Penyajian data dilakukan dengan tujuan untuk mempermudah peneliti dalam melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian tertentu dari penelitian. Penyajian data dilakukan dengan cara mendeskripsikan hasil wawancara yang dituangkan dalam bentuk uraian dengan teks naratif, dan didukung oleh dokumen-dokumen, serta foto-foto maupun gambar sejenisnya untuk diadakanya suatu kesimpulan.

3. Penarikan Kesimpulan

Penarikan Kesimpulan yaitu melakukan verifikasi secara terus menerus sepanjang proses penelitian berlangsung, yaitu selama proses pengumpulan data. Peneliti berusaha untuk menganalisis dan mencari pola, tema, hubungan persamaan, hal-hal yang sering timbul, hipotesis dan sebagainya yang dituangkan dalam kesimpulan yang tentative. Dalam penelitian ini, penarikan kesimpulan dilakukan dengan pengambilan intisari dari rangkaian kategori hasil penelitian berdasarkan observasi dan wawancara.

G. Pengambsahan Data

Selain menganalisis data, peneliti juga harus menguju keabsahan data agar memperoleh data yang valid. Untuk menetapkan keabsahan data tersebut

(40)

diperlukan teknik pemeriksaan. Dalam pengecekan keabsahan data yang meliputi uji kredibilitas data, uji dependabilitas, uji transferabilitas dan uji konfirmabilitas. Namun yang lebih utama adalah uji kredibiltas data meliputi :

1. Ketekunan/Keajegan Pengamatan

Keajegan pengamatan berarti mencari secara konsisten interpretasi dengan berbagai cara dalam kaitan dengan proses anlisis yang konstan. Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dalam memusatkan diri pada hal-hal tersebut. Ketekunan pengamatan dilakukan oleh peneliti dengan cara teliti, terus menerus, dan secara cermat agar diperoleh hasil yang akurat dan terhindar dari hal yang tidak diinginkan.

2. Triangulasi

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain, diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Jadi triangulasi berarti cara terbaik untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan konstraksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai pandangan. Triangulasi pada penelitian adalah triangulasi metode yang dilakukan dengan membandingkan dan mengecek suatu informasi yang diperoleh dari data hasil wawancara dan data hasil observasi selama proses pembelajaran berlangsung.

(41)

28

3. Pemeriksaan Sejawat

Teknik ini dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan rekan-rekan sejawat. Pemeriksaan sejawat berarti pemeriksaan yang dilakukan dengan jalan mengumpulkan rekan sebaya yang memiliki pengetahuan umum yang sama tentang apa yang sedang diteliti, sehingga bersama mereka peneliti dapat meriview persepsi, pandangan dan analisis yang sedang dilakukan. Hal ini dilakukan beberapa kali dengan harapan peneliti akan mendapat masukan-masukan baik dari segi metodologi maupun konsp penelitian, demi kesempurnaan. Masukan-masukan yang diperoleh peneliti bisa dipergunakan sebagai media evaluasi untuk mengembangkan penelitian.

(42)

28 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi objek penelitian

Pada sub bab ini menyajikan tentang gambaran umum lokasi penelitian dan bagaimana Tata Kelola Konflik Sosial Antar Kelompok Masyarakat di Kota Baubau Provinsi Sulawesi tenggara, serta menjelaskan tentang proses Tata Kelola Konflik Sosial Antar Kelompok Masyarakat di Kota Baubau Provinsi Sulaweis tenggara.

Gambaran umum lokasi penelitian meliputi gambaran umum wilayah Kota Baubau dan gambaran umum objek penelitian yaitu Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (BANKESBANG) Kota Baubau dan Kelurahan Bone-Bone, kelurahan Tarafu Kecamatan Batupoaro. Gambaran umum Kota Baubau mencakup kondisi fisik dan wilayah. Gambaran umum Badan Kesatuan Bangsa dan Poliitik Kota Baubau terdiri dari kedudukan, tugas dan fungsi dan kepegawaian.

(43)

29

Kota Baubau merupakan sebuah Kota yang berada di kawasan timur Indonesia dan merupakan salah satu kota administratif di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara, sekaligus menjadi pusat pemerintahan Kota Baubau.

Kota Baubau memiliki luas wilayah 294,99 km persegi yang meliputi 8 kecamatan, 43 kelurahan. Kota Baubau berada di Pulau Buton dan terletak di sebelah tenggara jazirah Pulau Sulawesi dan berbatasan dengan :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah kecamatan Kapontori Kabupaten Buton,

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah kecamatan Batauga Kabupaten Buton Selatan,

3. Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah kecamtan Pasarwajo Kabupaten Buton, dan

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Buton.

Dari sisi letak secara nasional, Kota Baubau merupakan kota yang memiliki letak strategis. Kota Baubau adalah daerah penghubung antara Kawasan Barat Indonesia dengan Kawasan Timur Indonesia, terutama pada jalur pelayaran nasional yang menjadikan sebagai salah satu daerah persinggahan yang menghubungkan jalur pelayaran antara Makassar, Maluku dan Papua. Selain itu bagi masyarakat daerah sekitarnya (Kabupaten Buton, Kabupaten Muna, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Bombana, Kabupaten Buton Tengah dan Kabupaten Buton Selatan), Kota Baubau berperan

(44)

sebagai daerah hasil produksi dan distributor kebutuhan daerah tersebut. Posisi ini menyebabkan Kota Baubau mempunyai daya tarik yang cukup kuat bagi migran dari Sulawesi Tenggara atau dari berbagai daerah di Indonesia untuk datang dan mencari peluang kerja sehingga menetap di Kota ini.

Tabel 4.1

Jumlah Penduduk Kota Baubau Berdasarkan Kecamatan Kecamatan Warga Negara Indonesia

Laki-laki Perempuan Jumlah

1. Betoambari 9.091 9.342 18.433 2. Murhum 10.613 11.180 21.793 3. Batupoaro 14.217 15.074 29.291 4. Wolio 21.502 21.360 42.862 5. Kokalukuna 9.367 9.562 18.929 6. Sorawolio 3.994 4.031 8.025 7. Bungi 3.971 4.059 8.030 8. Lea-Lea 3.640 3.874 7.414 Jumlah 76.046 78.944 179.802

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Baubau

Penduduk Kota Baubau berdasarkan proyeksi penduduk tahun 2019 sebanyak 179.802 jiwa yang terdiri atas 76.046 jiwa penduduk laki-laki dan 78.944 jiwa penduduk perempuan. Dibandingkan dengan proyeksi jumlah penduduk ditahun 2018, Kota Baubau mengalami pertumbuhan sebesar 0,22 persen.

(45)

31

Secara administratif, Kota Baubau terdiri dari 8 kecamatan, yaitu : Kecamatan Murhum, Betoambari, Wolio, Sorawolio, Batupoaro, Kokalukuna, Bungi, dan Lea-lea. Pemerintah Kota Baubau terdiri dari walikota, wakil walikota, sekretariat kota, dinas-dinas, dan beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Kota Baubau menjadi daerah otonom sejak tanggal 21 Juni tahun 2001 (Berdasarkan UU No 13 Tahun 2001). Luas wilayah Kota Baubau mengalami perubahan menjadi 294,99 km2. Salah satu faktor penyebab pertambahan Luas kota Baubau adalah reklamasi pantai. Kota Baubau merupakan salah satu daerah Perdangan karena posisinya yang strategis sehingga menghubungkan antara Kawasan Indonesia Timur dan Kawasan Indonesia Barat. Bahkan peran ini sudah berlangsung sejak abad 16 pada masa kesultanan Buton. Sumber utama data kependudukan adalah sensus penduduk yangdilaksanakan setiap sepuluh tahunsekali. Sensus penduduk telahdilaksanakan sebanyak enam kali sejakIndonesia merdeka, yaitu tahun 1961,1971, 1980, 1990, 2000, dan 2010.

(46)

Gambaran Khusus lokasi Konsentrasi Penelitian adalah Konflik sosial antar masyarakat di Kelurahan Bone-bone dan Kelurahan Tarafau Kecamatan Batupoaro berada di Jalan Hayam Wuruk Kecamatan Batupoaro Kota Baubau.

Tabel 4.2

Jumlah Penduduk dan Luas Wilayah Kecamatan Batupoaro Kelurahan Luas (KM2) Rumah Tangga Penduduk Laki-laki Perempuan 1. Bone-Bone 0,40 1.529 7.150 3.451 3.699 2. Tarafu 0,42 1.275 5.959 2.930 3.029 3. Wameo 0,28 1.166 5.451 2.262 2.825 4. Kaobula 0,13 494 2.301 1.076 1.225 5. Lanto 0,24 1.184 5.531 2.704 2.827 6. Nganaumala 0,21 944 4.410 2.181 5.531

(47)

33

JUMLAH 1,68 6.592 30.802 14.968 15.834 Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Baubau

Kecamatan Batupoaro terdiri dari 6 kelurahan antara lain Kelurahan Bone-Bone, Tarafu, Wameo, Kaobula, Nganaumala, dan Lanto. Dengan luas wilayah 1,68 km2 dan sebanyak 3 kelurahan di kecamatan Batupoaro merupakan daerah pantai salah satunya Kelurahan Bone-Bone dan Tarafu yang bersampingan dan 3 kelurahan lainnya merupakan daerah bukan pantai. Kecamatan Batupoaro berbatasan dengan:

1. Sebelah Utara dengan Selat Buton,

2. Sebelah Selatan dengan kecamatan Murhum, 3. Sebelah Timur dengan kecamatan Wolio, dan 4. Sebelah Barat dengan Betoambari.

Tabel 4.3

Tabel jumlah Kelurahan, RT dan RW Kecamatan Batupoaro

Kelurahan RT RW 1. Bone-Bone 21 5 2. Tarafu 23 6 3. Wameo 24 8 4. Kaobula 9 3 5. Lanto 25 9 6. Nganaumala 14 4 JUMLAH 116 14

Sumber : Badan Pusat Statistik

(48)

a. Kedudukan Organnisasi

Dengan terbitnya Undang-undang 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah serta pelaksanaan Peraturan Pemerintah nomor 5 tahun 2016 serta di turunkan dalam peraturan Walikota Baubau nomor 65 tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan perangkat Daerah Kota Baubau, mengamanatkan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Tetap sebagai organisasi perangkat daerah di bawah Walikota Baubau yang mempunyai tugas dan kewenangan dalam penyelenggaraan Pemerintahan di bidang Kesatuan Bangsa dan Politik, sampai diundangkannya Peraturan Perundang-undangan mengenai pelaksanaan Pemerintah Umum.

Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Baubau adalah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang di bentuk melalui Peraturan Walikota Baubau Nomor 40 tahun 2018 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi serta tata kerja Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Baubau. Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Baubau mempunyai tugas pokok membantu Walikota dalam mengkoordinasikan perencanaan dan penyusunan kebijakan di bidang Kesatuan Bangsa dan Politik. Badan Kesatuan Bangsa dan Politik menyelenggarakan Fungsi sebagai berikut :

1. Kooordinasi perencanaan dan penyusunan kebijakan di bidang kestuan bangsa dan politik;

2. Singkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang kesatuan bangsa dan politik;

(49)

35

3. Pengendalian penyelenggaraan kebijakan, sebagaimana dimaksud pada nomor 1 dan 2;

4. Pengelolaan barang milik / kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawabnya;

5. Pengawasan atas pelaksanaan tugas;

6. Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran dan pertimbangan di bidang jawabnya;

7. Pelaksanaan tugas tertentu yang di berikan oleh Walikota sesuai tugas dan fungsinya.

b. Susunan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Baubau

Adapun susunan masing-masing pejabat structural adalah sebagai berikut : 1. Kepala Badan

2. Sekretariat

a. Sub Bagian Perencanaan b. Sub Bagian Keuangan

c. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian 3. Bidang Kesatuan Bangsa

a. Seksi Kebangsaan b. Seksi Pembaruan Bagsa

4. Bidang Politik dan Hubungan Antar Lembaga a. Seksi Politik

b. Seksi Hubungan Antar Lembaga.

(50)

a. Seksi Anlisis Gangguan Ketentraman dan Ketertiban Masyarakat b. Seksi Hak Asasi Manusia dan Sosial Budaya

6. Kelompok Jabatan Fungsional

Gambar 4.4

Bagan Struktur Organisasi Badan Kesbangpol

KEPALA BADAN Drs. LA ODEE SARFAH NIP. 19670112 199412 1 005

JABATAN FUNGSIONAL SEKRETARIS

ASMIN, S.Sos NIP. 19701210 199403 1 006

SUB BAGIAN UMUM DAN KEPEGAWAIAN

SITI NUR KAMARIA B, S.Kom NIP. 19750511 200312 2 009

SUB BAGIAN KEUANGAN

WAODE GUSTI RAMA NIP.19641211 198803 2 010

(51)

37

B. Tata Kelola Konflik Sosial Antar Kelompok Masyarakat di Kota Baubau 1. Konsiliasi

Konsiliasi berasal dari kata Latin conciliatio atau perdamaian yaitu suatu cara untuk mempertemukan pihak-pihak yang berselisih guna mencapai persetujuan bersama untuk berdamai. Dalam proses pihak-pihak yang berkepentingan dapat meminta bantuan pihak ke tiga. Namun dalam hal ini pihak ketiga tidak bertugas secara menyeluruh dan tuntas. Kesbangpol hanya memberikan pertimbangan pertimbangan yang dianggapnya baik kepada kedua pihak yang berselisih untuk menghentikan perselisihannya. Dalam kesempaatan ini maka penulis

SUB BAGIAN PERENCANAAN

FANTI FRIDA YANTI NIP. 19770717 200904 2 001

SEKSI KEBANGSAAN

WAODE HERLINA, S.AP NIP. 19681021 199003 2

SEKSI ANALISA GANGGUAN KETENTRAMAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT MUSLIMIN, SH NIP. 19740814 199703 1 004 BIDANG KESATUAN BANGSA

HJ. SITTI MAOLAE, S.Sos NIP. 19681021 199003 2 004

SEKSI PEMBARUAN BANGSA

LA ODE ZAMRUD NIP. 19741215B200604 1 018

SEKSI HAK ASASI MANUSIA & SOSIAL BUDAYA

SAFIRA NIP. 19620514 198305 2 011

BIDANG POLITIK & HUBUNGAN ANTAR LEMBAGA

LUCKY GAVOER, S.Sos NIP. 19620528 198803 1 007 BIDANG PENANGANAN MASALAH

AKTUAL

LA ODE DANIEL, SE NIP. 19820906 201001 1 022

SEKSI HUBUNGAN ANTAR LEMBAGA LEGISLATIF, EKSEKUTIF, PARPOL & ORMAS

WAODE MURFIA, SH., M.Si NIP.

SEKSI POLITIK, PENGEMBANGAN DEMOKRATISASI & PEMILU

HASNAWATI S.Sos NIP. 19660515 198903 2 021S

UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS

(52)

mewawancarai Sekretaris Badan Kesbangpol terkait suatu konflik dan juga tugas Badan Kesbangpol sebagai instansi penanganan konflik, sebagai berikut :

“saya selaku Sekretaris Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (KESBANGPOL) Kota Baubau telah menjalankan tugas pokok dan fungsi dalam penanganan konflik. Suatu konflik yang terjadi di masyarakat merupakan suatu kejadian yang umum dalam lingkungan masyarakat dan sering terjadi. Konflik yang terjadi disebabkan oleh hal-hal yang sepele dan biasanya dari dendam lama para pendahulunya yang diteruskan oleh anak cucu mereka. Berdasarkan Peraturan Walikota Baubau Nomor 33 Tahun 2012 tentang tugas Kesbangpol adalah membantu walikota dalam mengkordinasikan perencanaan dan penyususnan kebijakan Kesbangpol, dalam melaksanakan tugas tersebut Kesbangpol memiliki fungsi Koordinasi perencanaan dan penyususnan kebijakan, singkronisasi pelaksanaan kebijakan, pengendalian penyelenggaraan kebijakan, pengelolaan barang/milik kekayaan daerah, pengawasan dan pelaksanaan, penyampaian laporan hasil evaluasi, dalan pelaksanaan tugas tertentu. Serta berdasarkan perda Kota Baubau nomor 3 tahun 2011 tentang organisasi dan tata kerja dinaskota Baubau, susunan Kesbangpol terdiri atas beberapa bidang yaitu, Bidang Kesatuan Bangsa, Bidang Politik dan Hubungan Antar Lembaga, dan Bidang Penaganan Masalah Aktuan (PMA). Bidang PMA ini adalah bidang yang menangani tentang masalah-masalah aktual antara lain konflik dan mendeteksi konflik secara dini. (Hasil wawancara Bapak AS, 25/08/2020). Berdasarkan hasil wawancara dengan informan di atas maka dapat disimpulkan konflik adalah peristiwa sosial yang terjadi lingkup masyarakat yang disebabkan oleh perbedaan dan kesalahpahaman antar individu maupun kelompok masyarakat yang terlibat konflik. Awal mula terjadi konflik disebabkan oleh hal-hal sepele dari para pendahulu kemudian diteruskan oleh generasi selanjutnya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan di atas, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan Walikota Baubau Nomr 33 Tahun 2012 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Badan Kesbangpol kota Baubau, dinyatakan bahwa Badab Kesbangpol merupakan unsur pelaksana pemerintah daerah yang mempunyai tugas membantu walikota dalam mengkoordinasikan perencanaan dan penyususnan kebijakan Kesabangpol. Kesbangpol memiliki fungsi sebagai berikut:

(53)

39

a. Koordinasi perencanaan dan penyusunan kebijakan dibidang Kesbangpol; b. Singkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang Kesabngpol;

c. Pengndalian penyelenggaraan kebijakan, sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b.

d. Pengelolaan barang milik/kekayaan daerah yang menjadi tanggungjawabnya;

e. Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya;

f. Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, pertimbangan diidang tugas dan fungsinya kepada Walikota;

g. Pelaksanaan tugas tertentu diberikan olh walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Berdasarkan hasil wawancara di atas maka dapat disimpulkan bahwa berdasarkan UU Nomor 3 Tahun 2011 bahwa ada beberapa bidang dalam Kesbangpol, yaitu Bidang Kesatuan Bangsa, Bidang Politik dan Hubungan Antar Lembaga, dan Bidang Penanganan Masalah Aktual (PMA).

Bidang PMA adalah Bidang Ketentraman dan Penaganan Masalah Aktual mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas badan dalam mengkoordinasikan kebijakan teknis dan pelaksaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan badan yang meliputi fasilitasi dan mediasi penaganan masalah gangguan ketentraman dan ketertiban masyarakat, masalah Hak Asasi manusia Sosial Budaya dalam melaksanakan tugas tersebut, Bidang Ketentraman dan Penanganan Masalah Aktual mempunyai fungsi:

(54)

b. Penyiapan data dan informasi yang berhubungan dengan masalah pengembangan HAM, Sosial Budaya dan Kantibmas.

c. Penyiapan data dan informasi secara sistematika yang berhubungan dengan HAM, Sosial Budaya, dan Kantibmas.

d. Perumusan kebijakan, petunjuk teknis pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenagan badan yang meliputi analisa gangguan ketentraman dan ketertiban masyarakat, hak asasi manusia dan sosial budaya.

e. Pelaksaan komunikasi, konsultasi dan kerjasama dengan aparat pemerintah dan pihak terkait dalam rangka penaganan masalah bidang HAM, sosial budaya dan Kantibmas.

f. Pelaksanaan anggaran kegiatan bidang selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PKK).

g. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi kgiatan dalam bidang tugasnya. h. Penyampaian laporan pelaksanaan tugas.

i. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

Bidang pelaksanaan Masalah Aktual, terdiri atas 2 seksi, yaitu : a. Seksi analisis Gangguan Ketentraman dan Ketertiban Mayarakat; b. Seksi hak Asasi Manusia dan Sosial Budaya;

Adapun tugas dan fungsi pokok dan fungsi kedua seksi yang ada dalam Bidang Penanganan masalah aktual adalah sebagai berikut :

a. Seksi analisis gangguan ketentraman dan Ketertiban Masyarakat mempunyai tugas mengumpulkan bahan pedoman dan petunjuk teknis

(55)

41

dan menyiapkan bahan perumusan fasilitas pelaksanaan analisa dan penanganan masalah/gangguan ketentraman dan ketertiban masyarakat berdasarkan data dan informasi yang akurat serta bekerja sama dengan pihak terkait.

b. Seksi hak asasi manusia dan sosial budaya mempunyai tugas mengumpulkan bahan petunjuk teknis dan menyiapkan bahan perumusan kebijakan dalam fasilitasi pelaksanaan dan penanganan masalah hak asasi manusia dan sosial budaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan norma sosial yang berlaku di masyarakat.

Dalam kesempaatan ini maka penulis mewawancarai Bhabinkantibmas Tarafu terkait kronologi konflik antar dua Kelurahan , sebagai berikut :

“Konflik yang terjadi antar dua kelompok di Kota Baubau yaitu masyarakat Bone-Bone dan Tarafu yang terjadi pada tanggal 8 februari 2019 sekitar pukul 10.55 wita di Jalan Hayam Wuruk perbatasan antara Kelurahan Tarafu Kecamatan Batupoaro Kota Baubau. Aksi bentrokan terjadi setelah dinihari terjadi kebakaran rumah warga Bone-bone yang diduga dilakukan oleh kelompok pemuda Tarafu. Akibat kebakaran tersebut kerugian materil berupa 1 unit sepeda motor milik keluarga Tarafu yang dibakar dan sejumlah rumah terkena lemparan batu, serta kerugian personil 1 orang terkena bususr. Bentrokan dapat dihentikan setelah ratusan personil dari Polres Baubau tiba di lokasi bentrokan. Tawuran antara Kelurahan Bone-bone dan Tarafu memuncak saat salah seorang warga Kelurahan Tarafu yang meninggal dunia di bagian jalan Kelurahan Bone-bone sekitar pukul 05.00 Wita, menurut informasi dari warga stempat bahwa korban tersebut meninggal karena menabrak tiang warung,tetapi informasi yang beredar di warga Kelurahan Tarafu disebabkan oleh pembunuhan berencana oleh warga Kelurahan Bone-bone, tapi hasil dari penyelidikan dari pihak kami pihak kepolisian selama beberapa hari menyimpulkan bahwa korban meninggal karna kcelakaan lalu lintas dalam kondisi mabuk. (Hasil wawancara AF 23/08/2020)

Berdasarkan hasil wawancara di atas maka dapat disimpulkan bahwa dari salah satu contoh kasus yang dijelaskan dan terjadi pada tanggal 8 Februari 2019

(56)

sekitar pukul 10.55 Wita di Jalan Hayam Wuruk perbatasan antara Kelurahan Bone-bone dan Kelurahan Tarafu Kecamatan Batupoaro Kota Baubau. Aksi bentrokan antara pemuda Kelurahan Bobe-bone dan Kelurahan Tarafu saling lempar batu. Bentrokan terjadi setelah dinihari terjadi kebakaran rumah warga Bone-bone yang diduga dilakukan oleh kelompok pemuda Tarafu.

Akibat bentrokan tersebut kerugian materil berupa 1 unit sepeda motor milik warga Kelurahan Tarafu dibakar dan sejumlah rumah terkena lemparan batu, serta kerugian personil 1 orang terkena busur. Bentrokan dapat dihentikan setelah ratusan personil dari Polres Baubau tiba di lokasi bentrokan.

Konflik kembali memuncak antara dua dua kelompok yang terlibat memuncak saat salah seorang warga Bone-bone meninggal dunia karena menabrak tiang warung, tetapi informasi yang beredar di Kelurahan warga Bone-bone disebabkan oleh pembunuhan berencana.. Akan tetapi berdasarkan penyelididkan kepolisian bahwa korban murni meninggal karena berkendara dalam kondisi mabuk, akan tetapi setelah mendengarkan informasi dari pihak kepolisian tersebut sebagian kalangan muda Kelurahan Bone-bone tidak menerimanya sehingga konflik kembali terjadi lagi dan saling menyerang dan melibatkan puluhan orang dar klompok pemuda.

Akibat kejadian tersebut, 1 unit motor merek Yamaha Mio DT 3647 YB rusak dibakar dan 1 Unit motor jenis Satria FU dirusak, 1 orang pemuda dari Kelurahan Tarafu mengalami luka pada bagian kepala akibat kena lemparan, dan 1 orang warga Kelurahan Tarafu terkena bususr dibagian kaki dan mendapatkan perawatan

(57)

43

di Rumah Sakit Palagitama Kota Baubau, 7 rumah penduduk mengalami kerusakan pada kaca jendela (pecah).

Dalam kesempaatan ini maka penulis mewawancarai Kabid PMA terkait konsiliasi dalam menangani konflik antar dua Kelurahan , sebagai berikut :

“Konsiliasi adalah jalan perdamaian untuk mempertemukan pihak-pihak yang berselisih demi mencapai suatu tujuan yaitu solusi untuk berdamai. Konsiliasi tentunya memerlukan pihak ketiga yang bertugas sebagai penghubung dan memberikan beberapa pertimbangan-pertimbangan untuk menghentikan kesalahpahaman. Dari contoh kasus yang telah saya jelaskan sebelumnya yaitu konflik yang terlibat antara Kelurahan Tarafu dan Kelurahan Bone-bone, kemudian informasi yang didapatkan dari warga atas konflik tersebut. Sebagai bidang PMA harus memastikan sumber informasi atau masalah harus jelas dan akurat, langkah yang pertama adalah Pengenalan, Diagnosa, menyepakati solusi, evaluasi.” ( Hasil wawancara dengan Bapak LD, 23/08/2020). Berdasarkan hasil wawancara dengan informan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Konsiliasi adalah adalah suatu proses penyelesaian konflik dengan bentuk penyelesaian sengketa diluar pengadilan yang artinya bahwa, proses penyelsaian sengketa itu dilakukan dengan secara damai apabila para pihak yang bersengketa telah atau sudah sepaka untuk menemukan solusi yeng bersahabat.

Berdasarkan pula hasil wawancara dengan informan di atas maka dapat disimpulkan bahwa apabila terjadi suatu konflik dalam masyarakat maka pihak PMA harus memastikan terlebih dahulu sumber informasi dan masalah yang terjadi harus jelas dan akurat. Ada 6 cara dalam memastikan kejelasan informasi yang didapatkan di lapangan, langkah tersebut dijelaskan di bawah ini :

a) Pengenalan

Sebelum masuk lebih dalam ke konflik yang sedang terjadi, terlebih dahulu. Anda harus tahu akar atau awal muda konflik terjadi dan juga harus tahu

(58)

keadaan sekitar ketika konflik belum dan sedang terjadi. Dengan melakukan ini, anda akan memperoleh informasi awal terjadinya konflik.

b) Diagnosa

Jika sudah mendapatkan informasi yang ingin diperoleh seperti siapa saja yang berkonflik, apa yang dipermasalahkan, awal mula terjadi konflik. Langkah selanjutnya adalah memikirkan solusi yang tepat untuk menyelesaikan konflik tersebut.

c) Menyepakati Solusi

Jika sudah memikirkan solusi yang tepat, langkah berikutnya adalah menyepakati solusi yang dirasa paling tepat untuk mengakhiri konflik. Sebaiknya, solusi yang digunkakan tidak berat sebelah dan juga harus ada pihak penengah.

d) Pelaksanaan

Setelah solusi disepakati bersama, maka langkah selanjutnya adalah semua pihak harus melaksanakan serta menerima solusi yang telah disepakati. Kesepakatan yang diambil sebaiknya tidak merugikan salah satu pihak dan diharapkan tidak menimbulkan konflik lagi kedepannya.

e) Evaluasi

Setelah konflik selesai maka lakukanlah bersama-sama. Musyawarah kan hal-hal yang bisa menghindari konflik lagi kedepannya. Evaluasi dilakukan bertujuan untuk tidak mengulangi kesalahan atau konflik yang pernah terjadi.

Gambar

Tabel 2.1. Kerangka Pikir…………………………………………………....17  Tabel 3.1. Informan Penelitian ...............................................................
Tabel jumlah Kelurahan, RT dan RW Kecamatan Batupoaro

Referensi

Dokumen terkait

Melihat pesaing yang terus bertambah pada area pemasaran yang sama maka PT.Two Seassons Puri indah coba melebarkan area pemasaran untuk meningkatkan penjualan dengan

Langkah pertama dalam penatalaksanaan interaksi obat adalah waspada terhadap pasien yang memperoleh obat-obatan yang mungkin dapat berinteraksi dengan obat lain. Langkah

Dari hasil telaah jurnal dan teori yang ada dapat dilihat bahwa ada keterkaitan diantaranya, didapatkan pula bahwa stunting memiliki korelasi terhadap prestasi

Pu)i syukur kehadirat A..A, '8-* karena atas perkenanNya lah laporan ker)a praktek den#an )udul 9an%an# !an#un 8esite ;orum Komunikasi Perantau Pesisir

Pada kali ini saya akan mencoba menulis cara menbagi bandwidth dengan mikrotik dengan melimit atau membatasi bandwidth pada tiap-tiap client dan ini juga yang saya terapkan

Unsur unsur yang terletak dalam satu golongan adalah unsur unsur yang memiliki elektron valensi yang sama.. P

Grafik hasil perhitungan parameter kamera: dengan seleksi , crossover dan tanpa mutasi.. Hasil

Pada bab ini, penulis akan membahas metode dan teknik penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu mencakup pembahasan mengenai definisi operasional,