• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENENTUAN JARINGAN SUMUR PANTAU BERDASARKAN PENILAIAN RISIKO TERHADAP PEMOMPAAN AIR TANAH DI CAT YOGYAKARTA-SLEMAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENENTUAN JARINGAN SUMUR PANTAU BERDASARKAN PENILAIAN RISIKO TERHADAP PEMOMPAAN AIR TANAH DI CAT YOGYAKARTA-SLEMAN"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

790

PENENTUAN JARINGAN SUMUR PANTAU BERDASARKAN PENILAIAN RISIKO

TERHADAP PEMOMPAAN AIR TANAH DI CAT YOGYAKARTA-SLEMAN

Heru Hendrayana*, Briyan Aprimanto Jurusan Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada

*corresponding author : heruha@ugm.ac.id

ABSTRAK

Perkembangan di sektor industri dan sektor pemukiman yang berada di wilayah CAT Yogyakarta-Sleman berkembang dengan pesat dalam beberapa tahun terakhir ini. Beriringan dengan hal tersebut, maka kebutuhan air bersih terutama yang berasal dari air tanah juga mengalami peningkatan, sedangkan muka air tanah tiap tahunnya mengalami penurunan. Dalam upaya konservasi air tanah perlu dilakukan pemantauan terhadap perubahan muka dan mutu air tanah melalui sumur pantau. Jaringan sumur pantau dalam satu cekungan air tanah perlu ditentukan dalam rangka mengetahui perubahan kondisi dan lingkungan air tanah pada cekungan airtanah tersebut. Maksud dari penelitian ini adalah menentukan parameter-parameter yang digunakan untuk penilaian risiko lingkungan air tanah terhadap perubahan muka air tanah akibat pemompaan. Sedangkan tujuannya adalah (a) menganalisis nilai parameter-parameter yang digunakan, serta (b) menentukan Jaringan Lokasi Sumur Pantau Berdasarkan Penilaian Risiko Lingkungan Air Tanah Terhadap Pemompaan. Metode yang digunakan untuk penentuan lokasi jaringan sumur pantau ini adalah dengan memperhatikan aspek teknis pengelolaan air tanah yang dapat didekati dengan aplikasi kerentanan air tanah terhadap pengambilan air tanah. Dengan teknik penampalan, peta kerentanan air tanah tersebut dengan peta tata guna lahan dan peta pola ruang (RT/RW) akan menghasilkan peta risiko lingkungan air tanah. Berdasarkan peta risiko tersebut, ditentukan jaringan sumur pantau untuk pemompaan air tanah. Pada daerah penelitian, zona risiko tinggi terhadap pemompaan airtanah hampir di seluruh daerah, kecuali daerah Ngemplak, Kalasan, Berbah, dan Sewon memiliki zona risiko sedang. Penentuan lokasi sumur pantau primer ditujukan untuk pemantauan kondisi alamiah air tanah di dalam cekungan, yaitu ditempatkan pada zona imbuhan air tanah, zona transisi dan zona lepasan air tanah. Sedangkan penentuan lokasi sumur pantau sekunder ditentukan pada daerah resiko tinggi dengan berbagai ekosistem atau tataguna lahan yang berbeda.

I.

PENDAHULUAN

Perkembangan di sektor industri dan sektor pemukiman yang berada di wilayah CAT Yogyakarta-Sleman berkembang dengan pesat dalam beberapa tahun terakhir ini. Beriringan dengan hal tersebut, maka kebutuhan air bersih terutama yang berasal dari air tanah juga mengalami peningkatan, sedangkan muka air tanah tiap tahunnya mengalami penurunan. Dalam upaya konservasi air tanah perlu dilakukan pemantauan terhadap perubahan muka dan mutu air tanah melalui sumur pantau. Jaringan sumur pantau dalam satu cekungan air tanah perlu ditentukan dalam rangka mengetahui perubahan kondisi dan lingkungan air tanah pada cekungan airtanah tersebut.

II.

TUJUAN

Maksud dari penelitian ini adalah menentukan parameter-parameter yang digunakan untuk penilaian risiko lingkungan air tanah terhadap perubahan muka air tanah akibat pemompaan. Sedangkan tujuannya adalah (a) menganalisis nilai parameter-parameter yang digunakan, serta (b) menentukan Jaringan Lokasi Sumur Pantau Berdasarkan Penilaian Risiko Lingkungan Air Tanah Terhadap Pemompaan.

III.

DASAR TEORI

Pada dasarnya pengelolaan air tanah bertujuan untuk menselaraskan kesetimbangan pemanfaatan dalam kerangka kuantitas dan kualitas dengan pertumbuhan kebutuhan air yang meningkat dengan tajam. Penerapan pengelolaan air tanah sebaiknya dilakukan sebelum terjadinya penurunan

(2)

791 kuantitas dan kualitas air tanah akibat pemompaan air tanah dan pencemaran air tanah oleh manusia. Oleh sebab itu, pengelolaan air tanah tidak saja merupakan upaya mengelola sumber daya air tanah (managing aquifer resources) tetapi juga upaya mengelola manusia yang memanfaatkannya (managing people).

Untuk pengelolaan air tanah dalam kerangka pemanfaatan air tanah yang berkelanjutan, terdapat empat komponen teknis penting yang harus diperhatikan yaitu (GW-MATE, 2005):

Resource Evaluation: Evaluasi Potensi Sumber Daya air tanah

Resource Allocation: Alokasi Sumber Daya air tanah yang tepat

Hazard and Risk Assessment: Kajian bahaya dan resiko pemanfaatan air tanah dan atau pencemaran air tanah

Side Effect and/or Pollution Control: Pengendalian dan pengontrolan

Komponen pertama dan kedua yaitu Resource Evaluation dan Resource Allocation diperoleh dengan cara mengevaluasi potensi sumber daya air tanah, evaluasi pemanfaatan air tanah serta zona konservasi air tanah. Sedangkan komponen ketiga yaitu hazard and risk assessment diperoleh dengan mengevaluasi potensi kerentanan air tanah terhadap pengaruh negatif pemompaan dan pencemaran air tanah. Komponen ke-empat yaitu mengetahui dampak negatif pemompaan air tanah dan pencemaran air tanah dapat diketahui melalui kegiatan pemantauan air tanah.

Didalam lingkup pemantauan air tanah, perencanaan jaringan sumur pantau untuk kedua tujuan tersebut dibagi lagi menjadi tiga bagian (GW-MATE, 2005), yaitu (1) pemantauan primer - referensi, (2) pemantauan sekunder - proteksi dan (3) pemantauan tersier – pencegahan pencemaran. Adapun penjelasan maksud

ketiga fungsi pemantauan tersebut diperlihatkan pada Tabel 1.

Berdasarkan landasan teori diatas, maka dapat disimpulkan bahwa untuk menilai kerentanan air tanah terhadap dampak negatif dari eksploitasi air tanah di suatu CAT setidaknya terdapat lima faktor yang wajib digunakan, yaitu; (1) karakteristik respon akuifer, (2) karakteristik penyimpanan akuifer, (3) ketebalan akuifer, (4) kedalaman muka air, dan (5) jarak dari garis pantai, lihat Tabel 2. Pada penelitian ini, setiap faktor tersebut dikelompokkan ke dalam lima kelas dengan skor 1 sampai 5 klasifikasi. Teknik scoring didasarkan pada pemberian nilai numerik untuk setiap kelas dari faktor-faktor dengan aturan yang memiliki nilai terendah mewakili kerentanan rendah dan nilai tinggi yang mewakili kerentanan yang tinggi. Rentang ini ditentukan berdasarkan rentang nilai yang disarankan oleh Foster (1992) dalam Morris, et.al., 2003, dengan beberapa modifikasi sesuai dengan kondisi lokal karakteristik akuifer.

Skor yang dibuat berdasarkan rentang nilai dapat menjadi bahan diskusi, namun metode yang dikembangkan ini adalah upaya untuk pendekatan operasional sederhana untuk menilai kerentanan akuifer akibat pemompaan air tanah sebagai langkah awal untuk menjadi salah satu parameter pada penentuan jaringan sumur pantau pada suatu Cekungan Air Tanah (CAT).

Peta akhir dari kerentanan akuifer terhadap dampak negatif pemompaan air tanah didapatkan dengan menampalkan semua faktor pada perangkat lunak GIS. Nilai klasifikasi akhir dari kerentanan seperti ditunjukkan pada Tabel 3 akan menunjukkan kelas atau zona kerentanan suatu daerah terhadap dampak negatif pemompaan air tanah. Asumsi yang digunakan pada penampalan ini adalah bahwa semua faktor memiliki bobot sama berat.

(3)

792 Peta kerentanan yang dihasilkan dari metode di atas akan menunjukkan faktor intrinsik kerentanan akuifer. Oleh karena itu, perlu untuk menggabungkan peta kerentanan akuifer terhadap dampak negatif pemompaan air tanah dengan tata guna lahan atau kondisi pemanfaatan air tanah di suatu CAT untuk menghasilkan peta risiko dampak negatif pemompaan air tanah di CAT seperti diperlihatkan pada Tabel 4 di bawah ini. Berdasarkan zona-zona risiko air tanah terhadap dampak negatif pemompaan air tanah dan pencemaran air tanah, maka lokasi-lokasi sumur pantau dapat ditentukan dengan ketentuan zona risiko yang tinggi akan memiliki prioritas sumur pantau yang lebih banyak daripada zona dengan risiko yang rendah. Selain berdasarkan zona risiko tersebut, penentuan lokasi jaringan sumur pantau tetap mempertimbangkan beberapa aspek dasar seperti daerah imbuhan – lepasan air tanah, variasi ekosistem yang berkembang di CAT, tata guna lahan yang berbeda dalam lingkup CAT serta memperhatikan RTRW di CAT tersebut.

IV.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan adalah metode deduktif, empirik, analitik, kuantitatif dan kualitatif dengan maksud untuk mendapatkan data-data yang diperlukan. Adapun skema metode dan tahapan penyelidikan untuk pelaksanaan kegiatan penelitian ini (lihat gambar 1).

V.

HASIL PENELITIAN

Hasil dari penampalan parameter karakteristik respon akuifer, karakteristik penyimpanan akuifer, kedalaman muka air tanah, ketebalan air tanah, dan jarak dari pantai merupakan Peta Kerentanan terhadap pemompaan air tanah. Peta ini harus ditampalkan kembali dengan Peta Tata Guna Lahan. Hal ini menjadi penting karena penggunaan lahan sangat dekat kaitannya dengan pemanfaatan air tanah. Penggunaan lahan yang berbeda akan memengaruhi pemanfaatan air tanah yang

berbeda pula. Oleh karena itu dilakukan penglasifikasian perbedaan bobot penggunaan tata guna lahan berdasarkan pemanfaatan air tanah. Nilai pembobotan yang dipakai berkisar antara 1-4, yaitu:

Nilai 1 mencakup tata guna lahan berupa hutan, semak/belukar, rumput.

Nilai 2 mencakup empang/kolam/rawa

Nilai 3 mencakup sawah irigasi, sawah tadah hujan, dan tegalan

Nilai 4 berupa daerah pemukiman dan gedung. Hasil pertampalan antara peta kerentanan terhadap pemompaan air tanah dengan peta tata guna lahan ini menghasilkan Peta Risiko Akibat pemompaan air tanah. Peta tersebut digambarkan dalam Gambar 2. Peta ini memiliki nilai berkisar antara 3-7. Berdasarkan hasil penilaian tersebut CAT Yogyakarta-Sleman dibedakan menjadi tiga zona kerentanan, yaitu zona risiko rendah terhadap pemompaan air tanah (nilai 3), zona risiko menengah terhadap pemompaan air tanah (nilai 4-5), dan zona risiko tinggi terhadap pemompaan air tanah (nilai 6-7).

Zona risiko air tanah rendah terhadap pemompaan air tanah merupakan area atau zona dimana dampak negatif kegiatan pemompaan air tanah akan muncul dalam waktu yang relatif lama (dibandingkan dengan area lainnya) sejak dari pemompaan air tanah melebihi kemampuan akuifer yang dilakukan. Zona ini meliputi sebagian kecil daerah Berbah dan Sedayu.

Zona risiko air tanah menengah terhadap pemompaan air tanah merupakan area atau zona dimana dampak negatif kegiatan pemompaan air tanah akan muncul dalam waktu yang relatif agak lama (dibandingkan dengan zona kerentanan rendah) akibat pemompaan air tanah. Zona ini meliputi daerah Ngemplak, Kalasan, Berbah, Sedayu, dan Sewon.

(4)

793 Zona risiko air tanah tinggi terhadap pemompaan air tanah merupakan area atau zona dimana dampak negatif kegiatan pemompaan air tanah akan muncul dalam waktu yang lebih cepat (dibandingkan dengan zona kerentanan menengah) akibat pemompaan air tanah. Zona ini meliputi sebagian besar CAT Yogyakarta-Sleman, terutama Kota Yogyakarta, Sleman, dan Bantul. Penentuan rencana lokasi sumur pantau dapat dibagi menjadi dua jenis sumur pantau berdasarkan fungsinya seperti pembahasan sebelumnya, yaitu sumur pantau primer dabn sekunder, dimana peletakan sumur – sumur tersebut juga didasarkan atas beberapa parameter dan salah satu parameter utamanya adalah Peta Risiko. Berikut parameter–parameter yang dipertimbangkan dalam penentuan lokasi jaringan sumur pantau:

Zona imbuhan dan zona lepasan air tanah atau kawasan lindung air tanah

Zona risiko tinggi terhadap pemompaan air tanah dan pencemaran

Perbedaan variasi ekosistem dan tata guna lahan

Berdasarkan 4 (empat) pertimbangan tersebut, maka dapat ditentukan jaringan rencana lokasi sumur pantau di Cekungan Air Tanah Yogya-Sleman. Dari hasil penentuan jaringan lokasi sumur pantau dapat ditentukan prioritas dalam pengadaan/pembangunan sumur pantau. Prioritas tersebut di atas didasarkan atas hasil pertimbangan dari potensi risiko, tataguna lahan dan daerah lindung air tanah. Evaluasi sistem jaringan sumur pantau merupakan penilaian terhadap masing-masing rencana lokasi sumur pantau, yang terdiri dari :

Penilaian terhadap prioritas pengadaan sumur pantau

Penilaian terhadap radius pergeseran lokasi sumur pantau

Penilaian terhadap kedalaman konstruksi sumur pantau

Dengan mendasarkan pada ketiga parameter pertimbangan dan parameter evaluasi sistem jaringan tersebut di atas, maka dapat ditentukan usulan dan prioritas jaringan rencana lokasi sumur pantau untuk pemantauan muka air tanah.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka ditentukan lokasi jaringan sumur pantau primer dan sekunder di daerah risiko pemompaan air tanah (lihat gambar 3), dan daftar lokasi jaringan sumur pantau primer dan sekunder daerah risiko pemompaan air tanah ditabulasikan pada tabel 5.

Pada Cekungan Air Tanah Yogyakarta – Sleman ditentukan rencana lokasi sumur pantau primer sebanyak 5 unit dan rencana sumur pantau sekunder sebanyak 9 unit. Penyebaran rencana lokasi sumur pantau primer, yaitu di zona imbuhan terdapat 1 unit tepatnya di Bumi Perkemahan Kaliurang, sedangkan di zona lepasan terdapat 4 unit, yaitu di Moyudan, Berbah, Bantul, dan Sanden.

Penyebaran rencana lokasi sumur pantau sekunder, yaitu di zona imbuhan terdapat 1 unit tepatnya di Pakem, kemudian di zona transisi terdapat 1 unit, yaitu di Ngaglik. Sedangkan di zona lepasan terdapat 7 unit yaitu di Mlati, Depok, Kasihan, Banguntapan, Pandak, Imogiri, dan Kretek.

VI.

KESIMPULAN

Hidrogeologi CAT Yogyakarta-Sleman:

Sistem akuifer pada CAT Yogyakarta-Sleman merupakan akuifer tipe bebas dan setengah bebas yang membentuk satu sistem akuifer utama, yang dibedakan menjadi Kelompok Akuifer 1, kelompok akuifer 2, dan kelompok non akuifer.

Risiko Akibat pemompaan air tanah pada CAT Yogyakarta-Sleman didapatkan dari hasil penampalan Peta Kerentanan air tanah terhadap pemompaan air tanah dengan Peta

(5)

794 Tata Guna Lahan. Peta Risiko Akibat pemompaan air tanah CAT Yogyakarta-Sleman terbentuk dalam 3 zona dengan nilai 3-7. Zona tersebut yaitu:

Zona Risiko Air Tanah rendah terhadap pemompaan air tanah. Zona ini meliputi sebagian kecil daerah Berbah dan Sedayu. Zona Risiko Air Tanah sedang terhadap pemompaan air tanah. Zona ini meliputi daerah Ngemplak, Kalasan, Berbah, Sedayu, dan Sewon.

Zona Risiko Air Tanah tinggi terhadap pemompaan air tanah. Zona ini meliputi sebagian besar CAT Yogyakarta-Sleman, terutama Kota Yogyakarta, Sleman, dan Bantul.

Penentuan rencana lokasi sumur pantau untuk risiko pemompaan air tanah, yaitu rencana sumur pantau primer sebanyak 5 unit dan rencana sumur pantau sekunder sebanyak 9 unit.

Penyebaran rencana lokasi sumur pantau primer, yaitu di zona imbuhan terdapat 1 unit tepatnya di Bumi Perkemahan Kaliurang, sedangkan di zona lepasan terdapat 4 unit, yaitu di Moyudan, Berbah, Bantul, dan Sanden. Penyebaran rencana lokasi sumur pantau sekunder, yaitu di zona imbuhan terdapat 1 unit tepatnya di Pakem, kemudian di zona transisi terdapat 1 unit, yaitu di Ngaglik. Sedangkan di zona lepasan terdapat 7 unit yaitu di Mlati, Depok, Kasihan, Banguntapan, Pandak, Imogiri, dan Kretek.

DAFTAR PUSTAKA

ALPINCONSULT, 1988, Yogyakarta Water Supply Extension Project: Ngaglik Wellfield, Hydrogeology and Well Drilling. -58 S., 13 Abb., 11 Tab., 94 Anl.; Government of The Republic of Indonesia, Ministry of Public Works, Directorate General of Human Settlements, Jakarta.

ALPINCONSULT, 1989, Yogyakarta Water Supply Extension Project: Bedog and Karanggayam Wellfield, Hydrogeology and Well Drilling. -42 S., 16 Abb., 5 Tab., 33 Anl.; Government of The Republic of Indonesia, Ministry of Public Works, Directorate General of Human Settlements, Jakarta.

ALPINCONSULT, 1990, Yogyakarta Water Supply Extension Projects: Underground Aeration of Bedog and Karanggayam Wells and Rehabilitation of Wells. -23 S., 4 Abb., 4 Tab., 1 Anl.; Government of The Republic of Indonesia, Ministry of Public Works, Directorate General of Human Settlements, Jakarta. Anonim, 2001, Laporan Akhir Pekerjaan Penelitian Dampak Lingkungan Pengelolaan Air Bawah Tanah Di Lintas Batas Kabupaten/Kota dan Propinsi, Daerah Istimewa Yogyakarta, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Anonim, 2001, Laporan Akhir Pekerjaan Evaluasi Potensi Air Bawah Tanah Di Zona Akuifer Merapi Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta Dan Kabupaten Bantul), Daerah Istimewa Yogyakarta, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Anonim, 2002, Laporan Akhir Kegiatan Inventarisasi Sumur Bor, Dinas Pekerjaan Umum, Perhubungan dan Pertambangan, Pemerintah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Anonim, 2005, Daftar Sumur Produksi, Proyek Penyediaan Air Baku Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Anonim, 2008, Pengelolaan Air Tanah Berbasis Cekungan Air Tanah, Direktorat Pembinaan Pengusahaan Panas Bumi dan Pengelolaan Air Tanah, Direktorat Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta.

(6)

795

Anonim, 2008, Manajemen Air Tanah Berbasis Konservasi, Direktorat Pembinaan Pengusahaan Panas Bumi dan Pengelolaan Air Tanah, Direktorat Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta.

Anonim, 2010, Data Curah Hujan Tahun 2006 – 2010, Dinas Sumberdaya Air, Energi, dan Mineral, Pemerintah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Anonim, 2010, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2009 – 2029, Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Badan Geologi Pusat Lingkungan Geologi, 2007, Atlas Cekungan Air Tanah Indonesia, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta.

BINA PRODUKSI DIY, 1990, Daftar Sumur-sumur bor di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. -5 S., 1 Tab.; Bina Produksi Propinsi DIY, Yogyakarta.

BINNIE & PARTNERS, 1982, Central Java Groundwater Survey – Vol. X: Technical Annex

A – Hydrology.-97 S. zahlr. Abb. Und Tab.; Government of the Republic of Indonesia, Ministry of Public Works, Directorate General of Human Settlements, Jakarta.

Cita Selaras Mandiri, CV., 2010, Laporan Pembuatan Sumur Bor Air Tanah Dalam Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral, Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Danaryanto, H., 2008, Manajemen Air Tanah Berbasis Cekungan Air Tanah, Direktorat Pembinaan Pengusahaan Panas Bumi dan Pengelolaan Air Tanah Direktorat Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.

Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, 2006. Kumpulan Panduan Teknis Pengelolaan Air Tanah, Jakarta.

Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, 2006. Pedoman Penyusunan Zona Konservasi Air Tanah, Jakarta.

Djaeni, A, 1982, Peta Hidrogeologi Indonesia Skala 1:250.000 Lembar IX Yogyakarta, Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Dirjen Pertambangan Umum, Departemen Pertambangan dan Energi, Bandung.

Domenico, Patrick A., and Schwartz, Franklin W., 1990. Physical and Chemical Hydrogeology. John Wiley & Sons, Inc.

Fetter, C.W., 1994. Applied Hydrogeology. 3rd ed. Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.

Freeze, R. Allan and Cherry, John A., 1979. Groundwater. Prentice Hall, Inc., Englewood Cliffs, New Jersey.

GW-MATE, 2005, Groundwater Management Strategies: facets of the integrated approach, Briefing Note Series No.3, World Bank.

Hendrayana, H., 1993, Hydrogeologie und Grundwassergerwinnung Im Yogyakarta Becken Indonesien, Doctor Arbeit der RWTH, Aachen, Germany (tidak dipublikasikan).

Hendrayana, H., 1994, Hasil Simulasi Model Matematika Aliran Air Tanah Di Bagian Tengah Cekungan Yogyakarta, Makalah Ikatan Ahli Geologi Indonesia, Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke 23, Desember 1994, Yogyakarta.

(7)

796

Hendrayana, H., 2002a, A Concept Approach of Total Groundwater Basin Management, International Symposium on Natural Resource and Environmental Management, held in the framework of the 43rd Anniversary of UPN “Veteran” Jogyakarta, on January 21 – 22, 2002 (Published in English Proceeding). Hendrayana, H., 2011a, Kondisi Sumberdaya Air Tanah pada Pasca Erupsi Merapi 2010. Disampaikan pada FGD Pengda Kagama DIY : ”Pengelolaan dan Teknik Konservasi Mata Air Pasca Erupsi Merapi” Yogyakarta, 24 Maret 2011

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2011 tentang Penetapan Cekungan Air Tanah.

Lembaga Kerjasama Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (LKFT-UGM), 2007a, Penyusunan Rancangan Pedoman Konservasi Air Tanah, Laporan Akhir, Yogyakarta.

Lembaga Kerjasama Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (LKFT-UGM), 2007b, Penyusunan Rancangan Pedoman Pengendalian Daya Rusak Air Tanah, Laporan Akhir, Yogyakarta.

MacDonald and Partners, 1984, Greater Yogyakarta Groundwater Resource Study, Volume III, Groundwater Development Project, Direct General of Water Resources Development, Ministry of Publicworks, Government of Indonesia

Morris, B.L., Lawrence, A.R., Chilton, P.J.C., Adams, B., Calow, R.C., and Klinck, B.A., 2003, Groundwater and its susceptibility to degradation: A global assesment of the problem and options for management. Early Warning and Assesment Report Series, RS.03-3. United Nations Environment Programme, Nairobi, Kenya.

PP No. 43 Tahun 2008 tentang air tanah.

PP No. 33 Tahun 2011 tentang Kebijakan Nasional Pengelolaan Sumberdaya Air

Putra, D.P.E., 2007, The Impact of Urbanization of Groundwater Quality – A Case Study in Yogyakarta City – Indonesia, Herausgegeben Vom (Lehrstuhl) fuer Ingenieurgeologie und Hydrogeologie, University Prof. Dr. Azzam, RWTH, Aachen, Germany.

Putra, D.P.E., 2003, Integrated Water Resources Management In Merapi – Yogyakarta Basin, Project SEED-NET, UGM, Yogyakarta, (tidak dipublikasikan)

Putra, D.P.E., & Indrawan, I.G.B., 2014, Integrated Assessment of Aquifer Susceptibility Due to Excessive Groundwater Abstraction; A Case Study of Yogyakarta-Sleman Groundwater Basin, ASEAN Engineering Journal

Rahardjo, W., Sukandarrumidi, dan Rosidi, H.M.D., 1995, Peta Geologi Lembar Yogyakarta, Jawa, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

RPP air tanah Tgl 30 Juni 2007.

Setiadi, H, Mudiana, W, Akus, U.T, 1990, Peta Hidrogeologi Indonesia Skala 1 : 100.000 Lembar 1407-5 dan Lembar 1408-2 Yogyakarta, Direktorat Geologi Tata Lingkungan , Direktorat Jendral Geologi Sumberdaya Mineral, Departemen Pertambangan dan Energi, Jakarta.

Shibasaki, T. A Research Group for Water Balance, 1995. Environmental Management of Grounwater Basins. Tokai University Press, 2-28-4 Tomigaya, Shibuya-Ku, Tokyo 151 Japan.

Soetrisno S., 1997, Pengelolaan Air Tanah di Indonesia, Buletin Lingkungan Pertambangan Vol. 1 & 2 , Departemen Pertambangan dan Energi, Jakarta.

(8)

797

Van Bemmelen, R.W., 1949, The Geology of Indonesia, Vol 1.a. General Geology, Martinus Nijhof, The Haque, Netherlands.

TABEL

Tabel 1. Pemantauan air tanah berdasarkan fungsi (GW-MATE, 2005)

Sistem Fungsi Lokasi Sumur

Primer (Pemantauan Rujukan)

Mengevaluasi/ memantau kondisi air tanah seperti: - Evaluasi perubahan kondisi air tanah akibat dari

perubahan tata guna lahan dan atau perubahan iklim

- Memahami proses imbuhan - Pengaliran air tanah

- Proses pencemaran regional pada air tanah

Pada area yang seragam dengan mempertimbangkan hidrogeologi dan tata guna lahan

Sekunder (Pemantauan untuk proteksi)

Menjaga/memantau dampak potensial dari: - Zona potensi air tanah tinggi

- Sebaran sumur bor yang digunakan untuk pemenuhan kebutuhan air bersih

- Infrastuktur perkotaan

- Ekosistem yang tergantung pada suplai air tanah

Sekitar area/ fasilitas/ suatu hal yang harus dijaga

Tersier (Kontaminasi Pencemar)

Peringatan dini bahaya air tanah dari: - Tata guna lahan agrikultural yang intensif - Daerah industri

- Memadatnya limbah sampah pada tempat pembuangan sampah akhir

- Daerah area reklamasi - Penambangan

Langsung pada turun dan naiknya gradient hidraulika dari hazard

Tabel 2. Data dan penilaian faktor kerentanan air tanah terhadap dampak negatif pemompaan air tanah (Putra & Indrawan, 2014)

Faktor Simbol Unit Kelas Nilai

Karakteristik respon akuifer T/S m2/hari

< 10 1

10 - 100 2 100 - 1000 3 1000 – 100.000 4 >100.000 5

Karakteristik penyimpanan akuifer S/R tahun/mm

< 0.0001 1 0.0001 – 0.001 2 0.001 – 0.01 3 0.01 – 0.1 4 >0.1 5 Ketebalan akuifer s m >100 1 50 - 100 2 20 - 50 3 10 - 20 4 < 10 5

Kedalaman muka air tanah* h m

0 – 5 5

5 – 10 4

10 – 20 3

20 – 50 2

>50 1

(9)

798

0.1 – 1.0 4 1.0 – 10 3 10 – 100 2

>100 1

*Kelas yang telah dimodifikasi berdasarkan kondisi hidrogeologi

Tabel 3. Nilai akhir pengelompokan kerentanan akuifer terhadap dampak negatif pemompaan air tanah (Putra & Indrawan, 2014)

Kelas kerentanan untuk pemompaan air tanah Berlebih Nilai akhir

Kerentanan sangat tinggi 20 – 25

Kerentanan tinggi 15 – 20

Kerentanan menengah 10 – 15

Kerentanan rendah 5 - 10

Tabel 4. Matrik dari tingkat spesifikasi objek yang digunakan untuk menandakan peta risiko dari dampak negatif untuk penggunaan air tanah yang berlebih di dalam daerah kegiatan. (Putra & Indrawan, 2014)

Relative groundwater exploitation-yield (RGOV)

Klasifikasi Efek Negatif Bahaya Akibat pemompaan air tanah Berlebih

Kelompok Bahaya = RGOV + AQS

Ti n gkat p emo mp aan air tan ah (l ite r/d tk )* ≥ 50 Sangat Tinggi (4) Sedang (5) Tinggi (6) Tinggi (7) Sangat Tinggi (8) 10 - 50 Tinggi (3) Sedang (4) Sedang (5) Tinggi (6) Tinggi (7) 5 - 10 Sedang (2) Rendah (3) Sedang (4) Sedang (5) Tinggi (6) ≤ 5 Rendah (1) Rendah (2) Rendah (3) Sedang (4) Sedang (5) Note: RGOV

Rendah (Nilai 1), Sedang (Nilai 2), Tinggi (Nilai 3), Sangat Tinggi (4) AQS

Rendah (Nilai 1), Sedang (Nilai 2), Tinggi (Nilai 3), Sangat Tinggi (4)

Rendah (1) Sedang (2) Tinggi (3) Sangat Tinggi (4)

Aquifer Susceptibility Class (AQS)

(10)

799

Tabel 5. Rencana lokasi sumur pantau untuk daerah risiko pemompaan air tanah Tipe SP

Kode SP

Koordinat Elevasi Wilayah Administrasi

Kondisi Umum Prioritas

X Y (meter) KABUPATEN KECAMATAN DESA

Primer SPP 1 436895 9160814 964 Sleman Pakem Hargobinangun

Tata guna lahan berupa lapangan, berada di zona

imbuhan 5

Primer SPP 2 416868 9141110 104 Sleman Moyudan Sumber Agung Tata guna lahan berupa lapangan, berada di zona lepasan 2

Primer SPP 3 442303 9136474 96 Sleman Berbah Jogo Tirto Tata guna lahan berupa sawah, berada di zona lepasan 3

Primer SPP 4 429032 9126777 40 Bantul Bantul Sabdodadi Tata guna lahan berupa sawah, berada di zona lepasan 4

Primer SPP 5 418149 9116715 13 Bantul Sanden Gadingsari Tata guna lahan berupa sawah, berada di zona lepasan 1

Sekunder SSP 1 435560 9155288 540 Sleman Pakem Hargobinangun Tata guna lahan berupa sawah, berada di zona imbuhan 4

Sekunder SSP 2 435750 9148689 293 Sleman Ngaglik Sukoharjo

Tata guna lahan berupa pemukiman, berada di zona

transisi 4

Sekunder SSP 3 425959 9143242 151 Sleman Mlati Tirtoadi

Tata guna lahan berupa pemukiman, berada di zona

lepasan 1

Sekunder SSP 4 436450 9140597 135 Sleman Depok Maguwoharjo

Tata guna lahan berupa pemukiman, berada di zona

lepasan 1

Sekunder SSP 5 426400 9135512 88 Bantul Kasihan Tamantirto

Tata guna lahan berupa pemukiman, berada di zona

lepasan 2

Sekunder SSP 6 432988 9132966 73 Bantul Banguntapan Wirokerten

Tata guna lahan berupa pemukiman, berada di zona

lepasan 2

Sekunder SSP 7 423913 9125499 41 Bantul Pandak Gilangharjo

Tata guna lahan berupa pemukiman, berada di zona

lepasan 3

Sekunder SSP 8 430684 9122894 31 Bantul Imogiri Kebon Agung

Tata guna lahan berupa pemukiman, berada di zona

lepasan 3

Sekunder SSP 9 422173 9117561 17 Bantul Kretek Tirtosari

Tata guna lahan berupa pemukiman, berada di zona

lepasan 3

Catatan

SP Sumur Pantau

SPP Sumur Pantau Primer untuk Risiko pemompaan air tanah SSP Sumur Pantau Sekunder untuk Risiko pemompaan air tanah

(11)

800

GAMBAR

(12)

801

Gambar 2. Peta risiko terhadap dampak negatif pemompaan air tanah Cekungan Air Tanah (CAT) Yogyakarta – Sleman.

(13)

802

Gambar

Tabel 1. Pemantauan air tanah berdasarkan fungsi (GW-MATE, 2005)
Tabel  4.  Matrik  dari  tingkat  spesifikasi  objek  yang  digunakan  untuk  menandakan  peta  risiko  dari  dampak  negatif  untuk  penggunaan  air  tanah  yang  berlebih  di  dalam  daerah  kegiatan
Tabel 5. Rencana lokasi sumur pantau untuk daerah risiko pemompaan air tanah
Gambar 1. Metodologi dan Tahapan Penyusunan Jaringan Sumur Pantau di CAT Yogyakarta-Sleman
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dari sensori memori tersebut kemudian informasi disandi dan mengalir ke dalam sort term memory yang terdiri dari hanya sebagian kecil informasi yang secara aktif kita gunakan

Beri air pada wajan, taruh roller plate di bawah stick roller plate, taruh rak di atas wajan, taruh wajan di atas kompor, nyalakan api, setelah pemutar api

Hasil tersebut dapat dikatakan bahwa guru saat memberikan reward and punishment saat pembelajaran passing bawah bolavoli untuk kelompok eksperimen pada pertemuan ke-II

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang diperoleh

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang

Dalam karya tafsirnya Annahu’l Haq Yunan Yusuf menyampaikan salah satu motifasi yang menjadikannya tergerak untuk menulis sebuah karya tafsir ialah karena ia

Hasil yang sama juga diperoleh dari penelitian Purnomo, (2010) dimana ikan nila merupakan jenis ikan yang dominan tertangkap di Waduk Malahayu.. Perhitungan menggunakan indeks

Semua Arus Dioda Reverse Bias bernilai 0 karena tegangan dengan hubungan arah balik menyebabkan timbul medan listrik yang arahnya menolak elektron, sehingga dioda