• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sugiarto (2007), produksi adalah suatu kegiatan yang mengubah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sugiarto (2007), produksi adalah suatu kegiatan yang mengubah"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Produksi

Menurut Sugiarto (2007), produksi adalah suatu kegiatan yang mengubah

input menjadi output. Kegiatan tersebut dalam ekonomi biasa dinyatakan dalam fungsi produksi. Fungsi produksi menunjukkan jumlah maksimum output yang dapat dihasilkan dari pemakaian sejumlah input dengan menggunakan teknologi tertentu. Secara matematika fungsi produksi dapat dituliskan sebagai berikut:

Q= F(K, L, X, E) Dimana: Q= Output K=Kapital L= Tenaga kerja X= Bahan Baku E= Keahlian keusahawan

Sedangkan menurut Lipsey (1995) Produksi merupakan tindakan dalam membuat komoditas, baik barang maupun jasa. Funsi produksi adalah hubungan fungsi yang memperlihatkan output maksimum yang dapat di produksi oleh setiap input dan oleh kombinasi berbagai input. Fungsi produksi memperlihatkan jumlah output maksimum yang bisa diperoleh dengan menggunakan berbagai alternative

(2)

Sebuah fungsi produksi dapat digambarkan dalam bentuk persamaan aljabar. Secara sistematis fungsi produksi sebagai berikut:

Q=f(K,T,…) Dimana:

Q = Output yang dihasilkan selama suatu periode tertentu

f= Gambaran bentuk hubungan dari perubahan input menjadi output

K= Kapital

T= Tenaga Kerja

2.2 Teori Produktivitas

Pengertian produktivitas sangat berbeda dengan produksi. Tetapi produksi merupakan salah satu komponen dari usaha produktivitas, selain kualitas dan hasil keluarannya. Produksi adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan hasil keluaran dan umumnya dinyatakan dengan volume produksi, sedangkan produktivitas berhubungan dengan efisiensi penggunaan sumber daya (masukan dalam menghasilkan tingkat perbandingan antara keluaran dan masukan). Produktivitas adalah hubungan antara berapa output yang dihasilkan dan berapa input yang dibutuhkan untuk memproduksi output tersebut ( Blocher, 2000).

Pengukuran produktivitas berhubungan dengan perubahan produktivitas sehingga usaha-usaha untuk meningkatkan produktivitas dapat dievaluasi. Pengukuran dapat juga bersifat propektif dan sebagai masukan untuk pembuatan keputusan strategik. Peningkatan produktivitas sektor pertanian merupakan

(3)

kemajaun dan perubahan teknologi. Adopsi teknologi pertanian padat karya (penggunaan benih unggul,pupuk, dan pestisida) serta teknologi mekanis yang padat modal (pengunaan traktor sederhana dan pembagunan sarana irigasi teknis,dan sebagainya) secara langsung atau tidak langsung telah mewarnai produktivitas itu sendiri (Arifin, 2001)..

2.3 Teori Impor

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Perdagangan internasional dalam arti sempit merupakan suatu masalah yang timbul akibat adanya pertukaran komoditas suatu negara (Salvatore, 1997).

Suatu negara akan mengekspor komoditas yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara tersebut dan dalam waktu bersamaan negara tersebut akan mengimpor komoditas yang produksinya memerlukan sumberdaya yang relatif langka dan mahal di negara tersebut (Salvatore, 1997). Secara teoritis, negara A akan mengekspor komoditas X kepada negara B apabila harga domestic komoditas tersebut (sebelum terjadinya perdagangan) relatif lebih rendah dibandingkan dengan harga domestic di negara B. Hal ini terjadi karena adanya kelebihan penawaran (excess supply) di negara A, yaitu produksi domestik lebih tinggi dari pada konsumsi domestik. Hal ini menggambarkan bahwa negara A memiliki faktor produksi yang relatif melimpah. Kondisi ini menciptakan peluang bagi negara A untuk menjual kelebihan produksinya kepada negara lain. Di lain pihak, negara B mengalami kekurangan penawaran karena konsumsi domestik melebihi produksi

(4)

domestiknya (excess demand) sehingga tingkatharga domestik menjadi tinggi. Keadaan ini meninnulkan negara B berkeinginan untuk membeli komoditas X dari negara lain yang harganya lebih murah. Jika terjadi komunikasi antara kedua negara tersebut maka akan menyebabkan adanya perdagangan, dalam hal ini negara A mengekspor komoditasnya ke negara B.

Panel A Panel B Panel C

Pasar di negara 1 Hubungan perdagangan Pasar di Negara 2 Untuk komoditi X Internasional komoditi X Untuk komoditi X

Px/Py Px/Py Px/Py SX Sx P3 A’’ S P3 P2 B E B* E* B’ E’ P C* D Impor A Dx 0 Dx x 0 x 0 x

Gambar 2.1 Proses Perdagangan Internasional (Keseimbangan Parsial) Salvatore 1997

Keterangan:

Px/Py : Harga relatif komoditi X

P1 : Harga domestik komoditi X di Negara 1 tanpa perdagangan internasional

P2(E*) : Harga komoditi setelah terjadi perdagangan internasional P3 : Harga domestik komoditi X di negara 2 tanpa perdagangan

internasional

A : Keseimbangan di Negara 1 A’ : Keseimbangan di Negara 2

(5)

B-E : Jumlah yang diekspor oleh Negara 1 B’ E’ : Jumlah yang diimpor oleh Negara 2

Secara spesifik panel A pada gambar memperlihatkan bahwa dengan adanya perdagangan internasional, negara 1 akan mengadakan produksi dan konsumsi di titik A berdasarkan harga relatif komoditi X sebesar P1, Sedangkan negara 2 akan berproduksi dan mengkonsumsi di titik A’ berdasarkan harag relatif P3. Setelah hubungan perdagangan berlangsung diantara keduanya, harga relatif komoditi X akan berkisar antara P1 dan P3 seandainya kedua negara tersebut cuckup besar (kekuatan ekonominya). Jika harga yang berlaku di atas P1, maka negara 1 akan memasok atau memproduksi komoditi X lebih banyak daripada tingkat permintaan domestik.

Kelebihan produksi tersebut selanjutnya akan diekspor (panel A) ke negara 2. Jika harga yang berlaku lebih kecil dari P3 maka negara 1 akan mengalami peningkatan permintaan sehinnga tingkatnya lebih tinggi daripada produk domestik. Hal tersebut akan mendorong negara 2 untuk mengimpor kekurangan kebutuhan atas komoditi X itu dari negara 1 (panel C).

Panel A memperlihatkan bahwa berdasarkan harga relatif P1, kuantitas komoditi X yang ditawarkan (QSx) akan sama denagn kuantitas komoditi yang diminta (QDx) oleh konsumen di negara 1, dan demikian pula halnya dengan negara 1 (Negara ini tidak akan mengekspor komoditi X sama sekali). Hal tersebut memunculkan titik A* pada kurva S pada panel B (yang merupakan kurva penawaran ekspor negara 1). Panel A juga memperlihatkan bahwa berdasarkan harga relatif P2, maka akan terjadi kelebihan penawaran (QSx) apabila

(6)

dibandingkan dengan tingkat permintaan untuk komoditi X (QDx), dan kelebihan itu sebesar BE.Kuantitas BE itu merupakan kuantitas komoditi X yang akan di ekspor oleh negara 1 pada harga relatif P2. BE sama dengan B*E* dalam panel B, dan ditulah terletak titik E* yang berpotong dengan kurva penawaran ekspor komoditi X dari negar 1 atau S.

Sementara itu, panel C memperlihatkan bahwa berdasarkan harga relatif P3 maka penawaran dan permintaan untuk komoditi X akan sama besarnya atau QDx=QSx (titik A’), Sehingga negara 2 tidak mengimpor komoditi X sama sekali. Hal tersebut dilambangkan dengan titik A’ yang terletak pada kurva permintaan impor komoditi X negara 2 (D) yang berada di panel B. Panel C itu juga menunjukkan bahwa berdasarkan harga relatif P2 akan terjadi kelebihan permintaan (QDx lebih besar dari pada QSx) sebesar B’E’. Kelebihan itu sama artinya dengan kuantitas komoditi X yang akan diimpor oleh negara 2 berdasarkan haraga relatif P2. Lebih lanjut, jumlah itu sama dengan B*E* pada panel B yang menjadi kedudukan E*. Titik ini sendiri melambangkan jumlah atau tingkat permintaan impor komoditi X dari penduduk di negara 2 (D).

Berdasarkan harga relatif P2, Kuantitas impor komoditi X yang diminta oleh negara 2 (yakni B’E’ dalam panel C) sama dengan kuantitas ekspor komoditi X yang ditawarkan oleh negara 1 (yaitu BE dalam panel A). Hal tersebut di perlihatkan oleh perpotongan anatara kurva D dan S setelah komoditi X diperdagangkan anatara kedua negara tersebut (panel B). Dengan demikian P2merupakan harga relatif ekuilibrium untuk komoditi X setelah perdagangan internasional berlangsung. Dari panel B tersebut kita juga dapat melihat bahwa

(7)

Px/Py lebih besar dari P2, maka kuantitas ekspor komoditi X yang ditawarkan akan melebihi tingkat impor sehingga lambat laun harga relatif komoditi X itu (Px/Py) akan mengalami penurunan sehinggan pada akhirnya akan sama dengan P2. Dilain pihak apabila Px/Py lebih kecil dari P2, maka kuantitas impor komoditi X yang diminta akan melebihi kuantitas ekspor komoditi X yang di tawarkan sehingga Px/Py akan meningkat dan akhirnya akan sama denga P2.

2.4 Teori Tarif

Hampir setiap negara masih menerapkan berbagai hambatan-hambatan perdagangan internasional. Penerapan hambatan perdagangan internasional bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan nasional baik memprokteksi produksi dalam negeri atau menunjang industry dalam negeri agar mampu bersaing di dunia global.

Bentuk hamabatan perdagangan yang paling menojol secara historis adalah tarif. Tarif adalah pajak atau cukai yang di kenakan untuk suatu komoditi yang di perdagangkan lintas-batas territorial (Salvatore,1996). Tarif merupakan bentuk kebijakan perdagangan yang paling tua dan secara tradisional telah digunakan sebagai sumber penerimaan pemerintah sejak lama (Salvatore,1996).

Ditinjau dari aspek asal komoditi ada dua macam tarif yakni tarif impor (import tariff) yaitu pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang di impor dari negara lain dan tarif ekspor (export tariff) yaitu pajak untuk suatu komoditi yang diekspor.

(8)

1. Tarif spesifik (specific tariffs) merupakan pajak yang yang dikenakan sebagai beban tetap barang yang diimpor.

2. Tarif ad valorem (ad valorem tariffs) merupakan pajak yang dikenakan berdasarkan angka presentase tertentu dari nilai barang-barang impor. 3. Tarif campuran (Compound tariff) merupan gabungan dari tarif spesifik

dengan tarif ad valorem.

Dalam menentukan besarnya tarif yang berlaku bagi setiap barang atau komoditi yang diperdagangkan secara internasional, para pelaku perdagangan internasional (eksportir-importir) menggunakan pedoman berdasarkan sistem tarif yang berlaku dianataranya: Tarif Tunggal (Single Column Tariff) yang merupakan Pengenaan satu tarif untuk satu jenis barang atau komoditi yang besarnya (prosentasenya) berlaku sama untuk impor komoditi tersebut dari tiap negara mana saja tanpa terkecuali. Tarif Umum/Konvensional (General Conventional/Tariff) merupakan Dikenal juga dengan istilah tarif berganda (double coloum tariff) yaitu pengenaan satu tarif untuk satu komoditi yang besar prosentase tarifnya berbeda antara satu negara dengan negara lain . Tarif Preferensi (Preferensi Tariff) merupakan Tarif yang ditentukan oleh lembaga tarif internasional GATT yang persentasenya diturunkan, bahkan untuk beberapa komoditi sampai menjadi 0% yang diberlakukan oleh negara terhadap komoditi yang diimpor dari negara-negara tertentu karena adanya hubungan khusus antara negara pengimpor dengan negara pengekspor.

(9)

2.5 Dampak Kebijakan Perdagangan Internasional

Kebijakan perdagangan internasional merupakan suatu keputusan pemerintah yang berfungsi untuk melindungi petani dalam negeri. Kebijakan tersebut meliputi pengenaan pajak masuk kepadan barang yang masuk dalam negeri (Tarif) dengan harapan akan mengurangi persaingan yang akan terjadi apabila produk tersebut juga dihasilkan oleh petani dalam negeri.

Menurut Mankiw (2003) kebijakan perdagangan yang didefinisikan secara luas merupakan kebijakan yang dirancang untk mempengaruhi secara langsung jumlah barang dan jasa yang diekspor maupun diimpor. Biasanya kebijakan perdagangan berbentuk perlindungan pada industry dalam negeri dari pesaing asing, baik dengan menerapkan pajak impor (Tarif) atau membatasi jumlah barang dan jasa yang diimpor (kouta).

Kenaikan harga barang domestik relatif terjadi terhadap barang-barang luar negeri cenderung mengurangi ekspor karena akan mendorong impor dan menekan ekspor. Jadi apresiasi menghapus kenaikan ekspor yang langsung bisa dikaitakan dengan hambatan perdagangan. Kebijakan perdagangan proteksionis mempengaruhi jumlah perdagangan. Karena kurs riil terapresiasi maka barang dan jasa yang di produksi menjadi relatif lebih mahal terhadap barang dan jasa luar negeri.

Penurunan jumlah perdagangan total merupakan alasan yang selalu digunakan para ekonomi untuk menentang kebijakan proteksionis. Perdagangan internasional menguntungkan semua negara dengan memberikan kebebasan pada setiap negara untuk melakukan spesialisasi dan memberikan setiap negara variasi

(10)

barang dan jasa yang lebih beragam. Kebijakan proteksionis mengurangi manfaat perdagangan internasional meskipun kebijakan ini menguntungkan kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat.

2.6 konsep Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional diperlukan untuk mendapatkan manfaat yang dimungkinkan oleh spesialisasi. Masing-masing negara akan memproduksi barang dan jasa yang di dapat dilakukan secara efisien sementara negara tersebut akan berdagang dengan negara lain untuk memperoleh barang dan jasa yang tidak di produksinya (Lipsey, 1997)

Adapun faktor yang mendorong suatu negara melakukan perdagangan internasional, diantaranya sebagai berikut:

1. Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri.

2. Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi.

3. Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk menjual produk tersebut.

4. Keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan negara.

5. Keinginan membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari negara lain dan terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu negarapun di dunia dapat hidup sendiri.

(11)

Menurut Salvatore (1997) pada dasarnya model perdagangan internasional harus berlandaskan empat hubungan utama yaitu:

1. Hubungan antar batas-batas kemungkinan produksi dengan kurva penawaran relatif.

2. Hubungan antara barang-barang relatif.

3. Penentuan keseimbangan dunia dengan penawaran relatif dunia dan permintaan relatif dunia.

4. Dampak-dampak atau pengaruh nilai tukar perdagangan yakni harga ekspor dari suatu negara dibagi denagan harga impornya terhadap kesejahteraan suatu negara.

2.7 Penelitian Terdahulu

Menurut Bonar, Kariyasa, Dedi dan Sintya (2013) dalam penelitiannya Impact Of Maize Import Tariff Policy Changes On Production And Consumption In Indonesia, telah meneliti tentang dampak tarif impor jagung terhadap produksi dan konsumsi Indonesia dengan mengunakan metode analisis model multimarket hasil penelitian menunjukan bahwa perubahan tarif impor jagung mempengaruhi produksi ternak di Indonesia. Ketika pemerintah meningkatkan tarif impor jagung sebesar 10 persen permintaan jagung baik oleh budidaya ayam pedaging skala besar dan kecil masing-masing akan turun 0,511 dan 0,359 persen. Akibatnya produksi untuk broiler dari pembudidaya ayam pedaging mengalami penurunan sebesar 0,456 persen. Fenomena yang sama juga terjadi di lapisan bisnis. Sebaliknya penurunan kebijakan tariff impor pada jagung menyebabkan harga menjadi lebih rendah serta berdampak pada peningkatan permintaan jagung untuk

(12)

pertanian baik skala besar maupun kecil dari 0,244 dan 0,264 persen. Kondisi ini memicu peningkatan produksi dari pertanian skala besar maupun kecil.

Menurut Akhmad (2014), dalam penelitiannya yang mengambil judul Dampak Kebijakan Tarif Impor Beras Terhadap Surplus Produsen Dan Konsumen yang telah meneliti pengaruh tarif impor terhadap surplus produsen maupun konsumen. Analisis dalam penelitian ini menggunakan penghitungan distribusi manfaat (gains) dan kerugian (losses) yang di peroleh dari produsen, konsumen, pemerintah dan masyarakat keseluruhan. Dalam penelitiannya penulis menggunakan angka elastisitas permintaan dan penawaran beras. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kebijakan tarif impor apabila hanya dilihat dari sisi produsen, menunjukkan bahwa semakin tinggi tarif impor yang di tetapkan pemerintah akan menyebabkan tingginya harga beras di dalam negeri, yang berdampak terhadap naiknya harga gabah di tingkat petani sehingga memacu produsen untuk meningkatkan produksi beras dalam negeri sehingga kesejahteraan produsen terpenuhi. Kebijakan tarif impor beras jika hanya dilihat dari sisi konsumen maka akan semakin tinggi tarif impor yang dikenakan terhadap komoditas beras akan menyebabkan tingginya harga beras sehingga memaksa konsumen untuk mengurangi konsumsinya yang tentunya mengakibatkan permintaan beras dalam negeri berkurang dan kesejahteraan konsumen menurun.

Menurut Wayan,Susila dan Bonar (2005) dalam penelitiannya Analisis Kebijkan Industri Gula Indonesia kebijakan yang dianalisis dalam penelitian ini menvakup kebijkan produksi,harga dan perdagangan. Dalam kebijakan perdaganan di fokuskan pada analisis kebijakan tarif impor dan tariff-rate quota

(13)

(TRQ). Hasil penelitian ini menunjukan kebijakan tarif impor dan TRQ mempunyai pengaruh signifikan terhadap industry gula dalam negeri dengan tingkat efektivitas yang bervariasi secara umum. Kebijakan tersebut cukup efektif untuk meningkatkan areal, produksi dan mengurangi impor. Berbagai kombinasi kebijakan tarif impor dan TRQ merukapan instrumen kebijakan yang efektif untuk mengembangkan indstri gula dan impor gula.

2.8 Kerangka Konseptual

Bawang merah merupakan salah satu komoditi sayur-sayuran yang selalu mengalami fluktuasi harga. Fluktuasi harga tidakk dapat dihindari dan selalu menjadi masalah rutin baik ketika harga bawang merah naik ataupun turun drastis. Kebijakan yang dianut pemerintah saat ini belum merupakan kebijakan jangka panjang dalam pengertiannya kebijakan tersebut masih sering dilakukan revisi. Revisi dilakukan karena alasan ekonomi,social,bahkan tekananan dari kelompok berkepentingan seperti petani ataupun industri-industri pengelola bawang merah tersebut.

Dalam permentan 86/2013 yang mengatur tentang pengendalian impor produk hortikultura baik tentang penetapan harga referensi produk maupun mekanisme impor produk hortikultura. Hal ini diikuti dengan penetapan Buku Tarif Kebapean Indonesia tahun 2012 yang menetapakan Bea Masuk impor bawang merah yang ditetapakan sebesar 20%.

Permintaan bawang merah cenderung merata setiap saat sementara produksi bawang merah bersifat musiman. Kondisi ini menyebabkan terjadinya gejolak karean adanya senjang antara pasokan dan permintaan sehingga dapat

(14)

menyebabkan gejolak harga antar waktu. Permintaan bawang merah terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan konsumsi bawang merah pada masyarakat.

Jika pemerintah bermaksud mengatasi masalah tersebut secara jangka panjang, pemerintah harus mengambil kebijakan yang bersifat fundamental (mendasar). Kebijakan tersebut akan memerlukan biaya yang cukup besar, namun diyakini mampu menyelesaikan masalah secara lebih mendasar dan jangka panjang. Investasi biaya yang mahal tersebut akan terbayar jika masalah fluktuasi harga dan produktivitas bawang marah dalam negeri mampu menghasilkan.

Kerangka konseptual kebijakan penerapan tarif impor terhadap produktivitas impor bawang merah terdapat pada gambar 2.

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual 2.9 Hipotesis

Menurut Erwan Agus Purwanto dan Dyah Ratih Sulistyastuti (2007:137), hipotesis adalah pernyataan atau dugaan yang bersifat sementara terhadap suatu masalah penelitian yang kebenarannya masih lemah (belum tentu kebenarannya) sehingga harus diuji secara empiris. Terdapat dua hipotesis yaitu hipotesis negative (Ho) yang merupakan hipotesis yang menyangkal jawaban sementara yang dirancang oleh peneliti yang harus diuji kebenarannya dengan analisa

Sebelum Tarif Impor Produktivitas Bawang Merah Setelah Tarif Impor

(15)

statistik dan hipotesis statistik (Ha) merupakan hipotesi yang akan diuji kebenarannya melalui perhitungan statistik.

Berdasarkan perumusan masalah maka peneliti menetapkan hipotesis di dalam penelitiannya yaitu:

1. Adanya perbedaan produktivitas bawang merah di Sumatera Utara terhadap sesudah dan sebelum berlakunya tarif impor.

Gambar

Gambar 2.2  Kerangka Konseptual  2.9  Hipotesis

Referensi

Dokumen terkait

Dengan melihat nilai rata-rata sebesar 3,1356 dapat disimpulkan bahwa perusahaan sampel secara rata-rata memiliki kategori kinerja lingkungan yang baik yaitu biru yang

Penelitian yang dilakukan oleh Quing-Yong, BAO., et.al [2], membahas sebuah arsiteketur berbasis perilaku dengan menggunakan logika fuzzy (fuzzy behavior-based)

11 Tahun 2006 dan terbentuknya pemerintahan yang lebih otonom, maka Pemerintah Aceh melalui Badan Investasi dan Promosi Aceh dapat bertugas lebih mandiri untuk melaksanakan

Pasal 1 ayat 30: upah adalah hak pekerja atau buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul: “Persepsi Partai Amanat Nasional

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat dikatakan bahwa kurikulum pendidikan agama Islam khususnya SMP adalah seperangkat rencana kegiatan dan pengaturan mengenai

Bila diatas jalur penggalian terdapat tiang-tiang listrik, telepon, atau sarana lainnya, maka Instalatur agar mengamankannya dengan mengadakan dan memasang

15.Sub Distributor adalah perusahaan penyalur yang ditunjuk oleh Produsen Minuman Beralkohol, IT-MB dan/ atau Distributor untuk mengedark-an Minuman Beralkohol produk