• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengambil keputusan yang dipengaruhi oleh nilai tersebut. Maka dari itu nilai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengambil keputusan yang dipengaruhi oleh nilai tersebut. Maka dari itu nilai"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Nilai-Nilai Perawat

Nilai memberikan hidup dan identitas kepada individu, profesi, dan masyarakat. Perawat setiap hari akan ditantang dalam hubungan dan bagaimana mengambil keputusan yang dipengaruhi oleh nilai tersebut. Maka dari itu nilai menjadi sangat penting bagi seorang perawat, yaitu akan menjadi sumber kepuasan dan juga menjadi sumber konflik. Perawat dituntut untuk belajar mengenali dan bekerja dengan kekuatan nilai yang dianutnya ketika memberikan asuhan keperawatan kepada pasien. Pada bagian ini akan dibahas tentang definisi nilai, pengertian nilai-nilai perawat, pembentukan nilai, nilai dalam keperawatan profesional, klarifikasi nilai, dan tantangan nilai dalam keperawatan.

1.1. Definisi Nilai

Nilai menurut Znowski (1974, dalam Ismani, 2001) nilai adalah keyakinan seseorang tentang susuatu yang berharga, kebenaran, dan keinginan mengenai ide-ide, objek atau perilaku khusus.

Menurut Potter dan Perry (2005) nilai adalah keyakinan yang mendasari seseorang melakukan tindakan dan tindakan itu kemudian menjadi menjadi suatu standar atas tindakan yang selanjutnya, pengembangan dan mempertahankan sikap terhadap objek-objek, penilaian moral pada diri sendiri dan orang lain serta pembandingan diri dengan orang lain.

(2)

1.2. Pengertian Nilai-nilai Perawat

Ismani (2001) mendefinisikan nilai-nilai (value) merupakan hak seseorang dalam memutuskan dan mengatur perilakunya. Nilai tersebut dimiliki oleh setiap individu yang berfungsi untuk mengatur langkah-langkah yang seharusnya dilakukan, karena nilai berasal dari hati nurani dan diperoleh seseorang sejak kecil. Maka dalam memberikan pelayanan perlunya kesadaran perawat atas nilai yang dimilikinya dan kebutuhan pasiennya. Nilai tersebut dipengaruhi oleh lingkungan dan pendidikan perawat.

Nilai profesional dalam keperawatan yang paling fundamental adalah perawatan (pemberian asuhan keperawatan). Perlindungan atau advokasi terhadap pasien juga berkembang sebagai nilai keperawatan primer. Dalam dokumen yang berjudul “Essentials of College and University Education for Professional Nursing,” American Association of Colleges of Nursing Values (AACN) dalam Potter dan Perry (2005) menerbitkan tujuh nilai esensial bagi perawat profesional, yang meliputi altruisme, persamaan, estetika, kebebasan, harga diri manusia, keadilan dan kebenaran.

1.3 Pembentukan Nilai

Nilai dapat dipelajari melalui observasi, pertimbangan, dan pengalaman (Hamilton, 1992 dalam Potter & Perry, 2005). Seorang individu akan mengobservasi tingkah laku terhadap lingkungan tertentu dan mencatat respons yang dihasilkannya. Tingkah laku yang menurutnya berhasil dan produktif akan dapat diadopsi sebagai penduan untuk melakukannya. Pasien akan membentuk

(3)

nilai dari proses observasi, pemahaman, dan pengalaman. Nilai yang dipegang oleh suatu kelompok profesional juga terbentuk melalui pemahaman, observasi, dan pengalaman.

1.3.1 Bentuk Transmisi Nilai

Lima cara tradisional dalam mentransmisikan nilai menurut Potter dan Perry (2005) yaitu modeling, moralisasi, laissez-faire, pilihan bertanggung jawab, dan penguatan atau hukuman. Cara tersebut dapat membantu perawat dalam mengembangkan pemahaman tentang pembentukan nilai dan kemudian menggunakannya sebagai metode yang efektif.

a. Modeling

Seseorang bertindak untuk menunjukkan cara yang lebih disukai orang lain dalam bertingkah laku. Dimana seseorang membutuhkan nilai dari berbagai contoh model.

b. Moralisasi

Orangtua dan guru memegang standar apa yang benar dan salah serta secara keras membatasi anak untuk mengikuti perangkat nilai mereka.

c. Laissez-faire

Kadang seseorang memperoleh nilai dengan bertingkah laku secara bebas tanpa batas atau peraturan. Tidak ada suatu sistem nilai yang cocok untuk semua orang dan kemudian anak membentuk nilai tanpa panduan yang kaku dari oranfg tua.

(4)

d. Pilihan bertanggung jawab

Keseimbangan antara kebebasan dan pembatasan memungkinkan anak-anak untuk memilih nilai yang mengarah pada kepuasan pribadi dan dukungan orangtua. Pilihan nilai pada anak-anak lebih terbatas dibandingkan dengan pendekatan laissez-faire.

e. Penguatan dan hukuman

Pemberian penguatan atau hadiah untuk suatu sikap dari nilai tertentu akan membantu mengendalikan tingkah laku. Ketika seorang anak gagal untuk melakukan tingkah laku tertentu, orangtua memberikan hukuman.

1.3.2 Pengaruh Sosiokultural

Nilai terbentuk dari lingkungan sosial yang dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, sosioekonomi, spritual, dan budaya seseorang. Lingkungan budaya yang lebih besar yang terdapat kelompok masyarakat yang lebih kecil, dan subbudaya dengan nilai yang cukup khas yang akan membuat kelompok masyarakat yang lebih kecil berbeda dengan kelompok yang dominan. Maka mereka akan mengambil nilai-nilai budaya yang dominan ditempat mereka hidup. Karena setiap orang akan belajar dari apa yang dilihatnya, kebiasaan, tingkah laku, ritual, dan sikap orang lain. Jika seseorang tidak mengikuti nilai-nilai dilingkungannya maka seringkali dianggap bodoh, tidak efektif atau bahkan berbahaya. Hal ini juga berlaku dalam praktik keperawatan.

Untuk memberikan perawatan yang efektif, perawat berupaya untuk memahami pengaruh budaya dalam ruang lingkup lingkungan kerjanya, nilai dari

(5)

promosi kesehatan, penggunaan pelayanan asuhan kesehatan dan penyesuaian terhadap penyakit. Sistem nilai yang ada pada perawat harus memahami bahwa praktik kultural tidak bersifat benar atau salah, namun pengertian perawat lebih untuk memahami dan menghargai dari nilai-nilai pasiennya. Maksudnya meskipun perawat merasa nilainya lebih benar dalam memutuskan suatu tindakan, namun seorang perawat harus dapat menunjukkan kepeduliannya pada nilai-nilai budaya pasien dengan berusaha untuk memahami makna dan nilai dibalik praktik kesehatan kultural tertentu sebelum berupaya untuk melakukan modifikasi (Johnson & Rogers, 1994 dalam Potter & Perry, 2005).

1.4 Nilai dalam Keperawatan Profesional

Profesi keperawatan yang berhubungan dengan pasien dibutuhkan nilai-nilai profesi yang mendasarinya dalam memberikan pelayanan. Untuk tujuan identitas dan pendidikan, profesi keperawatan menyatakan nilai-nilai yang mereka percayai yang akan dibentuk dan dipertahankan. Namun, secara periodik profesi mengkaji ulang nilai dan tingkah laku dalam keperawatan untuk mengembangkan dan mengakomodasi kebutuhan baru pada pasien. Nilai perawat yang paling fundamental yaitu memberikan asuhan keperawatan dan memberikan perlindungan atau advokasi kepada pasien.

1.4.1 Nilai dan Perilaku Keperawatan Esensial

Profesi keperawatan memiliki nilai sebagai identitas yang dapat mempengeruhi tindakan dan mempertahankan apa yang yang dilakukannya.

(6)

Sebagai profesi yang berhubungan langsung dengan pasien maka diperlukan nilai-nilai sebagai dasar dalam memutuskan dan memberikan pelayanan pada pasien. Berdasarkan Potter dan Perry (2005) tentang “American Association of Colleges of Nursing (AACN)” menetapkan tujuh nilai dan perilaku keperawatan esensial yaitu alturisme, persamaan, estetika, kebebasan, martabat manusia, keadilan, dan kebenaran.

a. Alturisme

Alturisme menjelaskan tentang nilai personal yang dimiliki perawat yaitu sebagai individu yang perhatian, komitmen, kasihan, memiliki kemurahan hati, dan ketekunan. Dan nilai profesional perawat yaitu memberikan perhatian yang penuh pada pasien, membantu teman sejawat ketika mereka tidak dapat melakukannya dalam memberikan perawatan, dan menunjukkan perhatian pada masalah sosial yang behubungan dengan kesehatan.

b. Persamaan

Seharusnya perawat memiliki nilai dan sikap personal yang mudah menerima, asertif, tidak sepihak, harga diri yang baik, dan toleransi. Nilai dan perilaku profesional sebagai perawat yaitu dapat memberikan asuhan keperawatan berdasarkan kebutuhan individu, tidak melihat dan memilih pasien dari karakter seseorang, melakukan interaksi dengan perawat yang lain, mengekspresikan pikiran tentang perkembangan dalam bidang keperawatan atau kesehatan.

(7)

c. Estetika

Sikap dan kualitas personal yang memiliki penghargaan terhadap kinerjanya, kreativitas, imajinasi, dan sensitivitas. Perilaku profesional perawat yaitu dapat beradaptasi dengan lingkungan sehingga bisa memuaskan pasien, menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan bagi diri sendiri dan orang lain, menempatkan diri dengan cara yang dapat meningkatkan kesan positif dalam keperawatan.

d. Kebebasan

Memiliki sikap dan nilai personal yang percaya diri, memiliki harapan, kemerdekaan, keterbukaan, penguasaan diri, dan disiplin. Perilaku sebagai perawat profesional yaitu bisa menghargai hak pasien untuk menolak perawatan, mendukung hak teman sejawat untuk memberikan berbagai alternatif pada rencana perawatan, mendukung diskusi terbuka terhadap isu-isu yang kontroversi dalam profesi.

e. Martabat Manusia

Perawat memiliki nilai dan sikap personal dalam memberikan pertimbangan, empati, kemanusiaan, keramahan, bisa menghargai, dan percaya diri. Perilaku profesonal sebagai perawat dapat melindungi hak pasien terhadap kebebasannya sendiri, memperlakukan pasien sesuai dengan yang mereka inginkan, mempertahankan kerahasiaan pasien dan pegawai, merawat pasien dengan hormat tanpa memandang latar belakang.

(8)

f. Keadilan

Memiliki sikap dan nilai personal yang berani, integritas, moralitas, dan objektivitas. Perilaku profesional yang dimiliki perawat yaitu bertindak sebagai advokasi dalam perawatan kesehatan pasien, mealokasikan sumber daya secara adil, dan melaporkan praktik yang tidak kompeten, tidak etis, dan ilegal secara objektif dan aktual.

g. Kebenaran

Memiliki sikap dan nilai personal yang akuntabilitas, kebenaran, kejujuran, keingintahuan, rasionalitas, dan refleksivitas. Perilaku profesional yang dimiliki seorang perawat yaitu dapat mendokumentasikan keperawatan secara akurat dan jujur, mendapatkan data yang cukup untuk membuat suatu keputusan sebelum melaporkan adanya pelanggaran kebijakan organisasi, berpartisipasi dalam usaha profesional untuk melindungi masyarakat dari kesalahan informasi mengenai kesehatan.

1.4.2 Nilai Advokasi

Advokasi adalah mendukung, menjunjung, dan mendiskusikan nilai-nilai yang dianut orang lain. Terbentuknya advokasi terhadap pasien dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dari perawat maupun pasien itu sendiri. Adapun bentuk advokasi yang bisa dilakukan perawat pada pasien yaitu memberikan informasi atau edukasi, penjelasan tentang prosedur tertentu, penjelasan tentang hasil tes akhir, keikutsertaan dalam perencanaan perawatan, identifikasi kekuatan pasien

(9)

dan mendengarkan secara hati-hati (American Nurse Association (ANA) Code of Ethics, 1985 dalam Potter & Perry, 2005).

1.5 Klarifikasi Nilai

Menurut Raths, Harmin, dan Simon (1979, dalam Potter & Perry, 2005) memperkenalkan klarifikasi nilai sebagai suatu pendekatan untuk menghargai nilai, menggambarkan sebuah metode dalam klarifikasi nilai yang meliputi tiga langkah yaitu pertama memilih kepercayaan dan perilaku seseorang dengan memilih beberapa alternatif, memilih dengan bebas, dan mempertimbangkan setiap konsekuensi. Kedua menghargai kepercayaan dan perilaku seseorang dengan menghargai dan menyukai pilihan, memberi dan menyukai pilihan, dan memberi tahu orang lain tentang pilihan yang diambil. Ketiga bertindak sesuai kepercayaan seseorang dengan membuat keputusan terhadap kepercayaan orang tersebut dan bertindak dengan pola yang tetap dan berulang-ulang.

1.5.1 Pemilihan

Memulai klarifikasi nilai ketika seseorang memilih, kemudian membuat prioritas nilai pribadi. Skala nilai hidup memberikan contoh bagaimana seseorang dapat memulai proses. Hal ini meliputi 10 nilai yang harus diberi prioritas mereka secara urut. Cara lain untuk menyelesaikan latihan ini adalah dengan membuat pasien secara bebas menuliskan 10 nilai dan membuat prioritasnya. Ketika seseorang secara bebas memilih nilai pribadi mereka, mereka akan lebih

(10)

menghargai pilihan akhirnya. Seorang individu juga harus dapat melihat pilihan mereka dan menilai setiap pilihan yang diwakilkannya.

1.5.2 Menghargai

Menunjukkan kepuasan diri dan publik dengan nilai yang telah dipilih. Seseorang memiliki nilai dalam rasa percaya diri dengan merasa senang tentang pilihan tertentu. Seorang perawat membantu pasien menggunakan klarifikasi nilai sehingga orang tersebut dapat menguatkan nilai pribadi dihadapan orang lain.

1.5.3 Tindakan

Pada suatu nilai yang telah dipilih memperkuat penerimaannya. Tindakan membutuhkan penerjemahan nilai kedalam perilaku. Raths, Harmin, dan Simon (1979, dalam Potter & Perry, 2005) mengusulkan bahwa seseorang harus bertindak secara konsisten dan teratur pada nilai yang telah dipilih.

1.6 Tantangan Nilai dalam Keperawatan

Profesi keperawatan telah berkembang, pergeseran kritis dalam nilai profesional perawat memperkeruh kontroversi dan menciptakan ide baru. Perawat secara bersama-sama menghadapi tantangan untuk memperbaharui dan membentuk nilai profesional dalam perubahan sistem perawatan kesehatan yang tepat. Maka tantangan nilai muncul sebagai kritik untuk pertumbuhan personal dan profesionalnya.

(11)

1.6.1 Tantangan Pribadi

Tindakan perawat untuk mengatasi konflik dan tantangan pribadi dalam membentuk dan menerima nilai maupun kualitas perilakunya, maka seorang perawat harus memiliki pengetahuan yang lebih luas dan profesional. Seorang perawat akan memiliki kesulitan melakukan perannya sebagai seorang profesional ketika nilai pribadinya tidak jelas dan tidak meyakinkan. Perawat harus menghadapi tantangan, usaha untuk memahami situasi hidup dan pengalaman orang lain.

1.6.2 Tantangan Profesional

Priester (1992, dalam Potter & Perry, 2005) mengemukakan enam nilai yang mendasar sistem perawatan kesehatan di Amerika. Keenam nilai itu meliputi autonomi profesional, autonomi pasien, perlindungan pasien, kedaulatan pelanggan, perawatan berkwalitas tinggi dan akses yang universal pada perawatan. Menurut Aroskar (1993, dalam Potter & Perry, 2005) membuat rekonfigurasi dari nilai tersebut dan menantang keperawatan untuk memainkan posisi kunci dalam proses tersebut. Sebuah rangka kerja yang baru akan mengatur kembali atau menghasilkan definisi yang baru dari nilai yang telah ada dan menambahkan nilai yang memiliki penekanan lebih besar untuk kepentingan pasien. Maka perawat perlu memahami nilai-nilai esensial dalam melakaukan asuhan keperawatan.

(12)

2. Penelitian Kualitatif

Penelitian kualitatif memiliki beberapa ciri pembeda yang mungkin berlawanan dengan metode kuantitatif. sementara peneliti kuantitatif pada umumnya hanya melakukan sedikit kontak dengan subjek studi, peneliti kualitatif sering kali menggunakan diri mereka sebagai instrumen pengumpulan data. Dalam membuat rencana analisis data peneliti kualitatif merumuskan kesimpulan berkaitan dengan data yang dikumpulkan. Karena data lebih bersifat kualitatif bukan kuantitatif (numeris), metode analisis data biasanya tidak tergantung pada uji statistik. Bagian ini akan dibahas mengenai definisi, tujuan, tipe desain, analisan data, analisa isi, dan validitas penelitian kualitatif (Potter & Perry, 2005).

2.1. Definisi Penelitian Kualitatif

Riset kualitatif adalah pendekatan induktif untuk menemukan atau mengembangkan pengetahuan. Riset ini memerlukan keterlibatan peneliti dalam mengidentifikasi pengertian atau relevansi fenomena tertentu terhadap individu. Analisa dan interpretasi hasil riset dalam metode ini biasanya tidak tergantung pada kuantifikasi pengamatan (Brockopp & Tolsma, 1999).

2.2. Tujuan Penelitian Kualitatif

Tujuan penggunaan metodologi riset kualitatif dapat bervariasi. Metode ini bisa digunakan sewaktu dicurigai terjadi bias dalam pengetahuan atau teori-teori saat ini, atau pertanyaan riset berhubungan dengan pemahaman dan penggambaran suatu fenomena (Field & Morse, 1985; Morse, 1991 dalam

(13)

Brockopp & Tolsma, 1999). Riset kualitatif mencoba untuk menggali/eksplorasi, menggambarkan atau mengembangkan pengetahuan bagaimana kenyataan dialami (Brockopp & Tolsma, 1999).

2.3. Tipe Desain Penelitian Kualitatif

Menurut Brockopp dan Tolsma (1999) penelitian kualitatif dibedakan menjadi lima jenis yaitu fenomenologi, etnografis, antropologi, dan grounded theory. Dan menurut Polit dan Hungler (1999) tipe lain dalam desain penelitian kualitatif ada historis dan studi kasus (case studies).

2.3.1. Fenomenologi

Cabang filosofi yang menekankan subjektivitas pengalaman manusia. Sewaktu digunakan sebagai dasar filosofi dalam riset, fenomenologi mengamanatkan bahwa data ilmiah dihasilkan dengan memperlajari informasi yang diharapkan dari perspektif peserta riset. Menurut Omery (1983, dalam Brockopp & Tolsma, 1999) peserta mneghasilkan realitas pengalaman tanpa hipotesa atau “firasat” sebelumnya yang ditetapkan untuk mengarahkan apa yang harus ditemukan. Peneliti bertindak sebagai papan tulis yang bersih, bersedia untuk menulis suatu bab baru tentang pengetahuan yang dicari.

2.3.2. Etnografis

Menurut Ragucci (1972, dalam Brockopp & Tolsma, 1999) etnografis adalah suatu metoda pelaksanaan riset kedalam proses kehidupan dengan

(14)

mempelajari individu-individu, benda-benda atau dokumen-dokumen dalam lingkungan alami. Penelitian ini meliputi desain riset antropologis maupun historis. Tujuan akhirnya adalah untuk memahami sudut pandang peserta dan mengetahui bagaimana fenomena sehat dan sakit dipertimbangkan.

2.3.3. Antropologi

Menurut Leininger (1985, dalam Brockopp & Tolsma, 1999) antropologis studi mengenai manusia dalam kondisi yang alami. Tipe area riset ini berusaha untuk mengetahui bagaimana fungsi individu atau kelompok berfungsi tingkah lakunya dengan pengamatan langsung maupun tidak langsung pada individu atau kelompok atau dengan menemukan bentuk peradaban untuk memperoleh wawasan yang dalam mengenai bagaimana mereka mempengaruhi kelompok-kelompok kultural saat ini.

2.3.4. Grounded Theory

Metodologi grounded theory dikembangkan oleh sosiologi Glaser dan Strauss (1966), adalah suatu cara menarik dalam pengembangan teori dengan menggambarkan secara mendalam tentang data sosial yang terperinci untuk mempertajam keyakinan-keyakinan teoritis. Suatu teori yang pada akhirnya dihasilkan melalui kegiatan induktif dan deduktif

(15)

2.3.5. Historis

Menurut Polit dan Hungler (1999) historis adalah suatu metoda yang digunakan untuk menjawab penelitian tentang penyebab, efek, atau peristiwa-peristiwa yang lalu yang akan terjadi pada yang akan datang. Bagian penting yang membedakan tipe historis dengan yang lain yaitu menggunakan hipotesis.

2.3.6. Studi Kasus (case studies)

Penelitian mendalam yang tidak hanya berpusat pada individu, tetapi juga keluarga, kelompok, institusi dan kelompok sosial lainnya. Tujuan dari case studies untuk menganalisa dan mengartikan fenomena penting dari riwayat, perkembangan atau perawatan individu dan masalah individu. Fokus case studies yaitu menentukan secara dinamis bagaimana seseorang berpikir, berprilaku, dan berkembang. Bukan hanya melihat status, kemajuan, tindakan, dan pikirannya. Case studies memberikan kesempatan untuk peneliti mengetahui kondisi, pikiran, perasaan, tindakan yang lalu dan yang akan datang, perhatian, dan lingkungan partisipannya. Dalam pengumpulan data case studies jika dilakukan dengan cara observasi maka titik fokus peneliti menjadi observer. Keuntungannya case studies dapat membuat kemungkinan-kemungkinan yang terjadi mengenai tingkah laku partisipannya untuk yang akan datang dipengaruhi oleh masa lalunya.

Menurut Yin (2003, dalam Boxter dan Jack, 2008) penelitian case studies dapat dibedakan menjadi beberapa karakteristik yaitu eksplanatoris, eksploratoris, dan deskriptif.

(16)

a. Eskplanatoris

Tipe ini digunakan untuk mengetahui jawaban dari sebuah pertanyaan yang akan menjelaskan hal-hal diaggap menjadi penyebab tindakan nyata dalam kehidupan dengan melakukan pencarian atau strategi eksperimen. Dan juga untuk mencari faktor-faktor dari sebuah pelaksanaan program dan efeknya. b. Eksploratoris

Tipe ini digunakan untuk menjelaskan situasi intervensi sampai evaluasi yang tidak jelas, akan menghasilkan data tunggal.

c. Deskriptif

Tipe ini digunakan untuk mendeskripsikan sebuah tindakan atau fenomena yang terjadi dalam kehidupan yang nyata.

Pengumpulan data pada penelitian case studies menggunakan banyak sumber data, strategi ini untuk menjaga kredibilitas data ( Patton, 1990; Yin, 2003 dalam Boxter & Jack, 2008). Sumber data yang digunakan didapat dari dokumentasi, surat-surat lama, wawancara, artefak, observasi langsung, dan observasi terhadap pertisipan. Perbedaan tipe penelitian ini dengan tipe kualitatif lainnya dalam pengumpulan data, tipe ini hampir sama seperti mencari data-data dalam kuantitatif. Kemudian data dilakukan dengan proses analisa, baik manual maupun menggunakan sistem komputerisasi. Analisa case studies sama seperti penelitian kualitatif lainnya. Yin (2003, dalam Boxter & Jack, 2008) menjelaskan yang terpenting dari analisa data case studies yaitu membentuk proporsi (jika digunakan), jika tidak digunakan maka analisa data yang digunakan sama seperti penelitian kualitatif lainnya.

(17)

Dalam membuat laporan hasil penelitian ini termasuk sulit karena peneliti harus dapat menjelaskan fenomena yang terjadi secara lengkap dan dimengerti pembaca. Tantangan dalam penelitian ini, peneliti menjadikan hasil penelitian nya dalam bentuk komprehensif dimana pembaca seoleh-olah masuk dalam penelitian dan merasa menjadi partisipannya serta diaplikasikan dengan situasinya sendiri. Melaporkan hasil penelitian case studies peneliti harus memperhatikan metode-metode yang digunakan yaitu dengan cara linear, komparatif, kronologis, membangun teori, ketegangan, dan tidak berurutan (Yin, 2003 dalam Boxter & Jack, 2008).

2.4. Analisa Data Kualitatif

Analisa data kualitatif memerlukan waktu. Hubungan-hubungan seringkali tak terlihat dan mungkin memerlukan suatu kesadaran intuitif (berdasarkan intuisi) untuk mengidentifikasikannya. Selain itu, data biasanya sangat besar jumlahnya dan suatu penelaahan yang cepat jarang dinyatakan kekayaan informasi yang dikumpulkan sedikit demi sedikit. Menurut Field dan Morse, 1985; Polit dan Hungler, 1991; Leininger, 1985; Parse, Coyne, dan Smith (1985, dalam Brockopp & Tolsma, 1999) mengusulkan beberapa langkah yang umum meliputi identifikasi tema-tema, membuktikan tema-tema yang dipilih melalui gambaran data tersebut dan pembahasan dengan para peneliti atau ahli-ahli lain dalam bidang tersebut, mengkategorisasikan tema-tema (menggunakan kategori-kategori yang ada atau kategori baru), mencatat data yang mendukung kategori-kategori tersebut, dan identifikasi proposisi.

(18)

2.4.1. Analisis Isi (Content Analysis)

Content Analysis adalah teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru (replicabel), dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya. Analisi Isi berhubungan dengan komunikasi atau isi komunikasi. Dalam penelitian kualitatif, Analisis Isi ditekankan pada bagaimana peneliti melihat keajengan isi komunikasi secara kualitatif, pada bagaimana peneliti memaknakan isi komunikasi, membaca simbol-simbol, memaknakan isi interaksi simbolik yang terjadi dalam komunikasi (Bungin, 2006). Menurut Hsieh dan Shannon (2005, dalam Bungin, 2006) Content Analysis merupakan metode interpretasi subjektif dari isi data teks melalui proses klasifikasi yang sistemik dengan cara pembuatan kode (koding) dan penentuan tema atau pola.

2.5.Validitas Data Kualitatif

Menurut Lincoln dan Guba (1985, dalam Polit & Hungler, 1999) mengusulkan pengukuran yang spesifik dalam penelitian kualitatif yaitu dengan cara kredibilitas (validitas internal), transferabilitas, dependabilitas, dan confirmabilitas.

2.5.1. Kredibilitas

Suatu langkah dimana peneliti memperbaiki dan mengevaluasi keabsahan dari kesimpulan datanya, mengacu pada data yang benar. Lincoln dan Guba (1985, dalam Polit & Hungler, 1999) menjelaskan dua aspek dalam tahap ini,

(19)

pertama dengan pencarian data yang lebih dipercaya dan yang kedua mendemonstrasikan keabsahan data mengacu pada kejujuran dari teknik penelitian. Peneliti mampu membuat catatan lengkap mereka sendiri yang terbaru dalam penelitian dan dengan pola yang benar. Strategi yang digunakan prolonged engagement (perjanjian panjang), observasi tetap, bertanya dengan teman, trianggulasi, dan pemeriksaan anggota.

a. Prolonged Engagement

Prolomged engagement dilakukan saat pengumpulan data untuk memahami tentang kebudayaan, bahasa, melihat kelompok belajar, dan tidak adanya informasi yang salah. Tahap ini juga membangun kepercayaan antara peneliti dan partisipan (Polit & Hungler, 1999)

b. Persisten Observation

Persisten observation merupakan observasi yang dilakukan secara berkelanjutan untuk meminimalisir kesalahan arti dari data yang terkumpul, maka diarahkan peneliti fokus terhadap karakteristik atau aspek situasi atau percakapan yang relevan antara fenomena dengan yang akan diteliti (Polit & Hungler, 1999).

c. Triangulation

Triangulation digunakan untuk mendapatkan kesimpulan dengan apa yang ingin diteliti. Yang harus diperhatikan yaitu apa yang menjadi tujuan penelitian dengan melihat waktu, orang dan tempat penelitian. Metodenya dengan mewawancara, observasi dan dokumen yang mendukung. Tujuan akhir dari

(20)

triangulasi ini yaitu peneliti berusaha keras untuk memilih informasi-informasi yang benar (Polit & Hungler, 1999).

d. Member check

Suatu cara untuk mendapatkan umpan balik dari partisipan mengenai data-data yang telah dikumpulkan dan peneliti melihat kembali reaksi partisipan. Tujuannya yaitu untuk menetapkan kebenaran data kualitatif (Polit & Hungler, 1999).

2.5.2. Transferabilitas

Transferabilitas yaitu pengumpulan data deskriptif yang lengkap atau gambaran lengkap tentang perkembangan yang akan diteliti untuk mendapatkan data yang pasti. Peneliti perlu mencari kebenaran tentang data yang digunakan. Maksudnya dalam penentuan sampel dan desain penelitian harus searah (Polit & Hungler, 1999).

2.5.3. Dependabilitas

Dependabilitas merupakan cara peneliti untuk mengkaji tentang konsep yang menetapkan aspek-aspek yang menyatakan kebenaran dan keseimbangan data, dengan melakukan pemeriksaan data agar data relevan dengan dokumen-dokumen pendukung diluar wawancara (Polit & Hungler, 1999).

(21)

2.5.4. Confirmabilitas

Confirmabilitas adalah metode untuk pengumpulan data yang objektif dan netral dari dua atau lebih orang yang menyatakan kerelevanan dan makna data dengan cara pemeriksaan data seperti dependabilitas (Polit & Hungler, 1999).

Referensi

Dokumen terkait

sektor pertanian melambat di tahun 2020, namun sektor unggulan (utama) di Provinsi Kalimantan dengan kontribusi sebesar 21,80 persen dari PDRB Provinsi Kalimantan

Kajian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana pendekatan terapi psikospiritual Islam di Universiti Teknologi Mara (UiTM) Pahang Kampus Jengka yang dilakukan

Menurut Qodri Azizy, selama ini telah terjadi anggapan negatif terhadap pelaksanaan pendidikan agama (Islam) di lembaga pendidikan. Anggapan yang kurang menyenangkan itu

Yang bertanda tangan di bawah ini, Panitia Pemilihan Penyedia Barang, Pekerjaan Konstruksi, Jasa Lainnya Sumber Dana APBD Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran

Total pengamatan keseluruhan produktivitas serasah pohon meranti (Shorea spp.) di Arboretum kawasan Universitas Riau, Pekanbaru terbesar yaitu pada komponen daun sebesar

Dari hasil evaluasi diketahui bahwa problem utama kecilnya signal yang dihasilkan dari tembakan airgun ini disebabkan dari chamber airgun masih kekecilan (volume 0,5-0,6

TB merupakan infeksi oportunistik paling banyak dan mortalitas tertinggi pada infeksi HIV sehingga kewaspadaan infeksi rB pada HIV harus dilaksanakan oleh semua unit

Selain letaknya yang strategis yaitu sebagai penghubung antara kota-kota besar di Jawa Barat seperti Bandung, Bogor, Sukabumi dan Jakarta, Cianjur juga memiliki