• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1

HUBUNGAN ANTARA FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANGGAI KABUPATEN BANGGAI LAUT

RELATIONSHIP BETWEEN BASIC SANITATION FACILITIES AND PERSONAL HYGIENE GENESIS WITH DIARRHEA IN TODDLER IN PUSKESMAS BANGGAI KABUPATEN BANGGAI LAUT

Zamrudin Hi. Abdul Rahim*,Odi R. Pinontoan*, R. Wilar* * Program Pascasarjana Universitas Samratulangi Manado ABSTRAK

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan masih menjadi penyebab utama kematian pada balita di Indonesia, dikarenakan tata laksana yang tidak tepat baik di rumah tangga maupun sarana kesehatan. Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Buruknya sanitasi seperti mnimnya akses air bersih, keberadaan pembuangan tinja manusia yang tidak baik serta hygiene personal yang buruk sangat mempengaruhi peningkatan kasus diare, terlebih pada pulau-pulau kecil bahwa sanitasi dasar merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian khusus dan perlu ditinjau lebih dalam sebab pada wilayah terpencil seperti di pulau-pulau, fasilitas sanitasi yang dimiliki masih buruk dan sangat terbatas dengan kualitas yang jauh dari standar kesehatan. Proporsi diare sebagai penyebab kematian nomor 1 pada bayi postneonatal (31,4%) dan pada anak balita (25,2%). Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis Hubungan Antara Sanitasi Dasar dan Personal Hygiene Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Banggai, Kabupaten Banggai Laut. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survei dengan desain cross sectional. Tempat penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas Banggai, Kabupaten Banggai Laut dan dilaksanakan mulai bulan Mei 2016 sampai dengan bulan Oktober 2016. Populasinya adalah anak balita dan ibu balita, sampelnya adalah anak balita (umur 12 bulan - 5 tahun) dan Ibu Balita serta bertempat tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Banggai dengan jumlah sampel sebesar 90 responden. Setelah informasi data responden di peroleh, selanjutnya data tersebut dianalisis menggunakan analisis univariat, bivariat, dan multivariat. Hasil uji bivariat dengan uji Chi-Square menyatakan bahwa hasil sarana air bersih yakni dengan nilai p = 0.034 < 0.05. Sarana Pembuangan Sampah yakni dengan nilai p = 0.000< 0.05. Keberadaan Jamban yakni dengan nilai p = 0.002< 0.05. Saluran Pembuangan Air Limbah dengan nilai p = 0.000< 0.05. Personal hygiene dengan nilai p = 0,000< 0.05. Dari kelima variabel yang diuji berdasarkan hasil uji bivariat menyatakan bahwa semuanya mempunyai hubungan yang bermakna dan nyata dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Banggai. Dalam pengujian regresi logistik menyatakan bahwa variabel sarana pembuangan sampah merupakan variabel yang paling dominan berhubungan dengan kejadian diare pada balita dengan nilai wald 13,339. Artinya sarana pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat lebih berpeluang 13 kali bagi balita untuk terkena diare. Kesimpulannya adalah terdapat hubungan yang nyata antara sarana air bersih, sarana pembuangan sampah, keberadaan jamban, saluran pembuangan air limbah dan personal hygiene dengan kejadian diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Banggai, Kabupaten Banggai Laut. Faktor yang paling dominan dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Banggai, Kabupaten Banggai Laut adalah sarana pembuangan sampah.

ABSTRACT

Diarrheal disease is still a public health problem and still the leading cause of death in children under five in Indonesia, due to improper governance both at household and health facility. Diarrheal disease is one disease that is based on environment. Poor sanitation such as mnimnya access to clean water, where disposal of human faeces which is not good as well as hygiene personal bad influence an increase in cases of diarrhea, especially in small islands that basic sanitation is an issue that needs special attention and need to be looked into because the region such remote islands, sanitary facilities owned still bad and very limited with much quality of health standards. The proportion of diarrhea as the number one cause of death in infants postneonatal (31.4%) and in children under five (25.2%). The purpose of this study was to determine the relationship Basic Sanitation Facilities and Personal Hygiene Genesis Against

(2)

2

Diarrhea In Toddler in the Work Area Puskesmas Banggai, Kabupaten Banggai Laut. This research uses survey research with cross sectional design. The place of research in Puskesmas Banggai, kabupaten Banggai Laut and implemented starting in May 2016 to October, 2016. Its population is children under five and mothers, the sample was a toddler (aged 12 months - 5 years) and Mrs. Toddlers and reside in Puskesmas Banggai with a sample of 90 respondents. The research data was obtained using a questionnaire and direct observation of the clean water facilities, waste disposal facilities, where latrines, sewerage and personal hygiene (washing hands with soap after defecating, and wash hands with soap before eating). Once the respondent data information obtained, then the data were analyzed using univariate, bivariate, and multivariate analyzes.Test results bivariate with Chi-square test that all variables have a significant relationship with the occurrence of diarrhea in infants. The results of the clean water facilities with a value of p = 0.034< 0.05. Results of the Solid Waste Disposal Facility with p = 0.000< 0.05. The result of the existence of latrines with p = 0.002< 0.05. Results Means Disposal of Wastewater with p = 0.000< 0.05. Results Personal hygiene with a value of p = 0.000< 0.05. Of the five variables tested based on the results of the bivariate states that all have a significant relationship with the occurrence of diarrhea in infants in Puskesmas Banggai. While in the logistic regression testing states that the variable means of waste disposal is more at risk of diarrhea in infants with influential 13.339 times. The conclusion is that there is a relationship between the clean water supply, garbage disposal facilities, where latrines, sewerage and personal hygiene with the incidence of diarrhea in Toddlers in Puskesmas Banggai, Kabupaten Banggai Laut. The most dominant factor in the incidence of diarrhea in infants in Puskesmas Banggai, Kabupaten Banggai Laut is garbage disposal facilities.

PENDAHULUAN

Anak balita di Asia Tenggara mengalami rata-rata 3-4 kali kejadian diare per tahun atau hampir 15-20 persen waktu hidup anak dihabiskan untuk diare (Anonim, 2008). Penyakit diare masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting karena merupakan penyumbang utama ketiga angka kesakitan dan kematian anak di berbagai negara belahan dunia termasuk Indonesia (Anonim, 2011).

Diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia. Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah tangga maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat (Anonim, 2011).

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 dalam profil kesehatan Indonesia 2014 bahwa Insiden dan period prevalence diare untuk seluruh kelompok umur di Indonesia adalah 3,5 persen dan 7,0 persen. Lima provinsi dengan insiden maupun period prevalen diare tertinggi adalah Papua, Sulawesi Selatan, Aceh, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tengah. Insiden diare pada kelompok usia balita di Indonesia adalah 10,2 persen. Lima provinsi dengan insiden diare tertinggi adalah Aceh, Papua, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, dan Banten. Insiden diare (≤ 2 minggu terakhir sebelum wawancara) berdasarkan gejala sebesar 3,5% (kisaran provinsi 1,6%-6,3%) dan insiden diare pada balita sebesar 6,7% (kisaran provinsi 3,3%-10,2%). Sedangkan period prevalence diare (>2

(3)

3 minggu-1 bulan terakhir sebelum wawancara) berdasarkan gejala sebesar 7% (Anonim, 2015).

Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan Triwulan II (2011) menerangkan bahwa prevalensi diare klinis adalah 9,0% (rentang: 4,2% - 18,9%), tertinggi di Provinsi NAD (18,9%) dan terendah di DI Yogyakarta (4,2%). Beberapa provinsi mempunyai prevalensi diare klinis >9% adalah NAD, Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tengara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua Barat dan Papua (Anonim, 2011).

Kondisi sanitasi dasar di Indonesia menggambarkan akses terhadap sanitasi dasar mencapai 90,5% diperkotaan dan 67% di pedesaan, namum akses terhadap sanitasi yang aman (menggunakan septik tank) baru mencapai 71,06% (perkotaan) dan 32,47% (pedesaan). Kondisi sanitasi Indonesia berada di peringkat 6 dari 9 negara ASEAN dibawah Vietnam dan di atas Myanmar (Anonim, 2011).

Profil Kesehatan Indonesia pada tahun 2014 menerangkan bahwa Buruknya kondisi sanitasi akan berdampak negatif di banyak aspek kehidupan, mulai dari turunnya kualitas lingkungan hidup masyarakat, tercemarnya sumber air minum bagi

masyarakat, meningkatnya jumlah kejadian diare dan munculnya beberapa penyakit. Data hasil Susenas 2014 mengenai persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi layak Secara nasional, terdapat 61,06% rumah tangga yang memiliki akses sanitasi layak. Hasil ini belum memenuhi target Renstra Kementerian Kesehatan tahun 2014 yaitu 75% (Anonim, 2015).

Sanitasi dasar adalah sarana minimum yang diperlukan untuk menyediakan lingkungan pemukiman sehat yang memenuhi syarat kesehatan meliputi penyediaan air bersih, sarana jamban, pembuangan sampah dan pembuangan air limbah (Badu, 2012). Sarana sanitasi dasar yang memenuhi syarat merupakan sarana pendukung untuk meningkatkan kesehatan.

Penyakit diare merupakan penyakit endemis di Sulawesi Tengah dan sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Hasil pengumpulan data dari kabupaten/ kota selama tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah kasus penyakit diare yang ditemukan di sarana kesehatan adalah sejumlah 59.468 penderita sedangkan pada tahun 2014 jumlah penderita diare mengalami peningkatan dengan estimasi jumlah kasus diare untuk golongan semua umur ± 605.895 kasus (Anonim, 2014).

Hasil rekapitulasi Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana

(4)

4 Kabupaten Banggai Laut Tahun 2015, penyakit diare secara umum (semua jenjang usia) masih merupakan salah satu penyakit yang termasuk dalam sepuluh penyakit terbesar dengan peringkat kelima yakni dengan 711 jumlah penderita. Kasus diare pada balita merupakan penyumbang terbesar yakni 465 kasus (65%),dan tersebar di 6 wilayah kerja puskesmas di Kabupaten Banggai Laut. Jumlah balita di puskesmas banggai yakni sebesar 933 jiwa dan tersebar di 18 kelurahan/ desa. Jumlah penderita diare pada balita yakni sebesar 165 jiwa balita (Anonim, 2015) . Kajian dan hasi rekapitulasi UPTD Puskesmas Banggai tahun 2015, bahwa masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Banggai yang menggunakan sumber air bersih sebanyak 21.982 sedangkan yang tidak menggunakan sarana air bersih atau tidak terdeteksi sebanyak 4.605 (21%) penduduk. Untuk sarana pembuangan sampah menurut hasil rekapitulasi tahun 2015, dari 5.088 jumlah rumah yang ada di wilayah UPTD Puskesmas Banggai, yang memiliki sarana pembuangan sampah yang menangani sampahnya secara sehat yakni hanya 2.201 (43%) rumah. Sementara warga yang memiliki jamban keluarga hanya 4048 rumah dari 5.088 jumlah rumah yang ada di wilayah UPTD Puskesmas Banggai, dan rumah yang memiliki jamban keluarga yang

dinyatakan memenuhi syarat yakni 1.000 (24.7%). Untuk saluran pembuangan air limbah pada tahun 2015, dari 5.088 jumlah rumah tangga yang ada di wilayah UPTD Puskesmas Banggai, 4.053 (80%) yang memiliki saluran pembuangan air limbah yang sehat (Anonim, 2016).

Buruknya sanitasi seperti minimnya akses air bersih, keberadaan pembuangan tinja manusia yang tidak baik serta hygiene personal yang buruk sangat mempengaruhi peningkatan kasus diare (Kumar et al, 2011). Sanitasi dasar khususnya pada wilayah pulau-pulau kecil merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian khusus dan perlu ditinjau lebih dalam sebab pada wilayah terpencil seperti di pulau-pulau, fasilitas sanitasi yang dimiliki masih buruk dan sangat terbatas dengan kualitas yang jauh dari standar kesehatan (Maria, 2012).

Masyarakat yang tinggal dalam kawasan tertutup atau terisolasi maka akan menghadapi berbagai masalah kesehatan yang lebih berakar terutama yang berhubungan dengan kondisi lingkungan (Achmadi, 2008).

Dari data tersebut terlihat bahwa masih tingginya angka insiden diare baik dalam lingkup dunia maupun dalam lingkup nasional, terlebih lagi dalam lingkup provinsi serta kabupaten dimana kejadian diare masih sangat

(5)

5 dipengaruhi oleh lingkungan terutama pada sanitasi dasar dan kebersihan perseorangan.

METODOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitan survei analitik dengan desain penelitian cross sectional yang dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Banggai Kabupaten Banggai Laut. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2016 sampai dengan bulan April 2017. Sampel dalam penelitian ini yaitu anak

balita (umur 12 bulan - 5 tahun) dan Ibu Balita serta bertempat tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Banggai Kabupaten Banggai Laut sebanyak 90 responden. Sebagai unit analisis adalah anak balita, sedangkan sebagai responden adalah ibu balita karena merupakan orang terdekat dengan balita serta berkaitan dengan aktifitas kesehatan lingkungan rumah tangga. Analisis data mulai dari analisis univariat, bivariat dan multivariat.

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden

Tabel 1. Karakteristik Responden Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Banggai Kategori Frekuensi n % Umur Balita 1. <13 Bulan 2. 13-24 Bulan 3. 25-36 Bulan 4. 37-48 Bulan 5. 49-60 Bulan Jenis Kelamin Balita

1. Laki-laki

2. Perempuan

Umur ibu

1. Remaja Akhir (17 - 25 tahun)

2. Dewasa Awal (26 - 35 tahun)

3. Dewasa Akhir (36 - 45 tahun)

Pendidikan Ibu 1. Tidak Sekolah 2. SD 3. SMP 4. SMA 5. Sarjana Pekerjaan ibu 1. PNS 2. Wiraswasta 3. Petani 4. IRT Penghasilan

1. Kurang Dari UMP

2. Lebih Dari UMP

0 21 30 25 14 46 44 17 50 23 1 18 18 46 7 6 20 20 44 73 17 0 23.3 33.3 27.8 15.6 51.1 48.9 18.9 55.6 25.6 1.1 20.0 20.0 51.1 7.8 6.7 22.2 22.2 48.9 81.1 18.9

(6)

6 Tabel di atas menunjukkan bahwa karakteristik responden umur balita diperoleh paling banyak yakni dengan umur 25-36 Bulan yakni 33.3 %, jenis kelamin paling banyak yaitu laki-laki dengan 51.1%, umur ibu balita paling banyak yakni dewasa awal dengan 55.6 %, pendidikan ibu balita paling banyak yakni SMA dengan 51.1 %, pekerjaan ibu balita paling banyak yakni ibu rumah tangga dengan 48.9 % dan

penghasilan keluarga balita paling banyak yakni kurang dari UMP dengan 81.1%.

Hasil Analisis Univariat

Tabel 2. Hasil Univariat Variabel Sarana Air Bersih, Sarana Pembuangan Sampah, Keberadaan Jamban, Sarana Pembuangan Air Limbah dan Personal hygiene di Wilayah Kerja Puskesmas Banggai

Variabel Frekuensi

n %

Sarana Air Bersih

1. Memenuhi Syarat

2. Tidak Memenuhi Syarat

Sarana Pembuangan Sampah

1. Memenuhi Syarat

2. Tidak Memenuhi Syarat

Keberadaan Jamban

1. Memenuhi Syarat

2. Tidak Memenuhi Syarat

Saluran Pembuangan Air Limbah

1. Memenuhi Syarat

2. Tidak Memenuhi Syarat

Personal Hygiene

1. Memenuhi Syarat

2. Tidak Memenuhi Syarat

Diare Balita 1. Diare 2. Tidak Diare 12 78 14 76 29 61 13 77 22 68 64 26 13,3 86,7 15,6 84,4 32,2 67,8 14,4 85,6 24,4 75,6 71,1 28,9

Tabel di atas menunjukkan bahwa sarana air bersih yang memenuhi syarat sebanyak 13,3% sedangkan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 86,7%. Sarana pembuangan sampah yang memenuhi syarat sebanyak 15,6% sedangkan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 84,4%. Keberadaan jamban yang memenuhi syarat sebanyak 32,2% sedangkan yang tidak memenuhi syarat

sebanyak 67,8%. Saluran pembuangan air limbah yang memenuhi syarat sebanyak 14,4% sedangkan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 85,6%. Personal hygiene yang memenuhi syarat sebanyak 24,4% sedangkan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 75,6%. Balita yang terkena diare sebanyak 71,1% sedangkan balita yang tidak terkena diare sebanyak 28,9%.

(7)

7 Hasil Analisis Bivariat

a. Hubungan Antara Sarana Air Bersih Dengan Kejadian Diare Pada Balita

Tabel 3. Hubungan Antara Sarana Air Bersih Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Banggai

Sarana Air Bersih

Kejadian Diare

Nilai p

Menderita Tidak Menderita

Total

n % n %

Tidak Memenuhi Syarat 59 65,6 19 21,1 78 86,7 %

0.034

Memenuhi Syarat 5 5,6 7 7,8 12 13,3 %

Total 64 71,1 26 28,9 90 100 %

Tabulasi silang yang dilakukan antara sarana air bersih dengan kejadian diare diperoleh data bahwa jumlah responden yang kategori sarana air bersih tidak memenuhi syarat dengan menderita diare sebanyak 59 responden dengan persentase 65,6% dan sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat dengan tidak menderita diare sebanyak 19 responden dengan persentase 21,1%, sedangkan sarana air bersih yang memenuhi syarat dengan menderita diare sebanyak 5 responden dengan persentase 5,6% dan sarana air bersih yang memenuhi syarat dengan tidak menderita diare sebanyak 7 reponden dengan persentase 7,8%. Berdasarkan hasil uji Chi-Square didapat hasil dengan nilai p = 0.034 < 0.05 yang menunjukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara sarana air bersih dengan kejadian diare.

Penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat sangat berdampak pada terjadinya kejadian diare pada balita, hal ini karena disebabkan pada

sumber air sumur gali masih ada sumur-sumur yang mengalami keretakan disekitar sumur, bibir sumur yang masih belum sempurna, dan masih adanya genangan air disekitar sumur sehingga dapat memungkinkan air merembes kedalam sumur yang kemudian sumur tersebut digunakan oleh warga sebagai kebutuhan air sehari-hari.

Penelitian menurut Irawan (2012) yakni didapatkan nilai p value yaitu sebesar 0,019 lebih kecil dari 0,05. Dari hasil perhitungan tersebut adalah ada hubungan antara penggunaan air bersih dengan kejadian penyakit diare. Koefisien Kontingensi (CC) sebesar 0,286 menunjukkan hubungan yang rendah atau lemah antara penggunaan air bersih dengan kejadian penyakit. Sebagian besar responden yang mengalami kejadian penyakit diare adalah responden yang tidak menggunakan air bersih. Hal tersebut dapat disebabkan karena adanya kandungan bakteri patogen penyebab diare di dalam air yang tidak bersih.

(8)

8 Penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Purwoharjo Kabupaten Pemalang bahwasanya berdasarkan hasil tabulasi silang ketersediaan sarana air bersih dengan kejadian diare pada balita diketahui bahwa diantara 63 responden yang tidak memiliki sarana air bersih, terdapat 36 orang (57,14%) yang memiliki balita dengan riwayat diare dan 27 orang

(42,9%) dengan balita tanpa riwayat diare. Diantara 32 responden yang memiliki sarana air bersih, terdapat 7 orang (21,9%) yang memiliki balita dengan riwayat diare dan 25 orang (78,1%) dengan balita tanpa riwayat diare. Hasil analisis dengan menggunakan uji chi square, diperoleh nilai p=0,001<0,05 (Mafazah, 2012).

b. Hubungan Antara Sarana Pembuangan Sampah Dengan Kejadian Diare Pada Balita Tabel 4. Hubungan Antara Sarana Pembuangan Sampah Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Banggai

Sarana Pembuangan

Sampah

Kejadian Diare

Nilai p

Menderita Tidak Menderita

Total

n % n %

Tidak Memenuhi Syarat 61 67,8 15 16,7 76 84,4 %

0.000

Memenuhi Syarat 3 3,3 11 12,2 14 15,6 %

Total 64 71,1 26 28,9 90 100 %

Tabulasi silang yang dilakukan antara sarana pembuangan sampah dengan kejadian diare diperoleh data bahwa jumlah responden yang kategori sarana pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat dengan menderita diare sebanyak 61 responden dengan persentase 67,8% dan sarana pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat dengan tidak menderita diare sebanyak 15 responden dengan persentase 16,7% sedangkan sarana pembuangan sampah yang memenuhi syarat dengan menderita diare sebanyak 3 responden dengan persentase 3,3% dan sarana pembuangan sampah yang memenuhi syarat dengan tidak menderita diare sebanyak 11 responden dengan persentase 12,2%.

Berdasarkan hasil uji Chi-Square didapat hasil dengan nilai p = 0.000< 0.05 yang menunjukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara sarana pembuangan sampah dengan kejadian diare.

Penelitian ini menunjukkan bahwa pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat sangat berdampak pada terjadinya kejadian diare pada balita, hal ini dikarenakan sebagian besar sarana pembuangan sampah yang digunakan masyarakat masih ada yang belum menyediakan pembuangan sampah sementara dalam rumah, tempat pembuangan sampah masih ada yang belum mempunyai tutup dan dapat menimbulkan bau sehingga bisa saja menyebabkan munculnya vektor

(9)

9 pencetus diare seperti lalat, juga masih adanya sampah yang sudah melewati satu hari yang belum dimusnahkan atau diangkat petugas.

Penelitian yang dilakukan oleh Dini, dkk (2013) di wilayah kerja puskesmas Kambang Kecamatan Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan, bahwasanya proporsi kejadian diare balita lebih tinggi pada pengelolaan sampah yang buruk 25 (69,4%) dibandingkan pengelolaan sampah yang baik 11 (40,7%). Hasil uji statistik dengan chi square didapatkan p= 0,043 (p < 0,05) yang dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara pengelolaan sampah dengan kejadian diare balita Hasil analisis menunjukkan nilai OR = 3,3 dan 95% CI (1,2-9,4) artinya pengelolaan sampah merupakan faktor risiko terjadinya diare balita. Responden dengan pengelolaan sampah yang buruk mempunyai risiko 3,3 kali mengalami kejadian diare balita dibandingkan responden dengan pengelolaan sampah yang baik.

Sama halnya dengan penelitian Lindayani dan Azizah (2013) di Desa Ngunut Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung, bahwa sarana pembuangan sampah yang tidak

memenuhi syarat sebesar 84,2%. Dari hasil observasi terhadap sarana pembuangan sampah responden di Desa Ngunut sebagian besar responden membuang sampah dengan cara dipendam dalam lubang dan dibakar. Sedangkan untuk konstruksi tempat sampah, hampir semua responden tidak memiliki tempat sampah yang permanen karena kebanyakan mereka menggunakan tas plastik (tas kresek) untuk tempat sampah dan langsung dibuang. Selain kebiasaan masyarakat membuang sampah di kebun (lahan kosong) dan dibakar sebagai cara pembuangan akhir, juga masih ditemukan sampah yang dibiarkan begitu saja di belakang rumah mereka. Dari hasil statistik uji chi-square diketahui bahwa p = 0,004 (p < α) berarti ada hubungan antara sarana pembuangan sampah dengan kejadian diare pada balita.

c. Hubungan Antara Sarana Keberadaan Jamban Dengan Kejadian Diare Pada Balita

Tabel 5. Hubungan Antara Sarana Keberadaan Jamban Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Banggai

Keberadaan Jamban

Kejadian Diare

Nilai p

Menderita Tidak Menderita

Total

n % n %

Tidak Memenuhi Syarat 50 55,6 11 12,2 76 67,8 %

0.002

Memenuhi Syarat 14 15,6 15 16,7 29 32,2 %

(10)

10 Tabulasi silang yang dilakukan antara sarana keberadaan jamban dengan kejadian diare diperoleh data bahwa jumlah responden yang kategori sarana keberadaan jamban yang tidak memenuhi syarat dengan menderita diare sebanyak 50 responden dengan persentase 55,6% dan sarana keberadaan jamban yang tidak memenuhi syarat dengan tidak menderita diare sebanyak 11 responden dengan persentase 12,2% sedangkan sarana keberadaan jamban yang memenuhi syarat dengan menderita diare sebanyak 14 responden dengan persentase 15,6% dan sarana sarana keberadaan jamban yang memenuhi syarat dengan tidak menderita diare sebanyak 15 responden dengan persentase 16,7%. Berdasarkan hasil uji Chi-Square didapat hasil dengan nilai p= 0.002<0.05 yang menunjukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara sarana keberadaan jamban dengan kejadian diare.

Penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan jamban yang tidak memenuhi syarat sangat berdampak pada terjadinya kejadian diare pada balita, ini disebabkan karena masih adanya warga tidak memiliki jamban sendiri melainkan jamban umum yang digunakan bersama-sama yang apabila pada saat bersamaan jamban tersebut telah digunakan oleh yang lebih dahulu

maka warga yang mengantri lebih memilih menggunakan jamban cemplung yang ada di pesisir pantai sehingga dapat mengundang bakteri-bakteri pencetus terjadinya penyakit diare.

Penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2012), diketahui bahwa ada hubungan antara jenis jamban keluarga dengan kejadian diare pada balita yang tinggal di sekitar TPS Banaran Kampus UNNES. Dengan nilai OR sebesar 17 maka diketahui bahwa risiko terkena diare pada balita yang memiliki jamban keluarga kategori tidak sehat 17 kali lebih besar dibandingkan yang memiliki jamban keluarga kategori sehat, 95% CI: 3,46-83,45. Berdasarkan wawancara dengan responden diketahui bahwa masih ada masyarakat yang belum memiliki jamban pribadi, sehingga apabila mereka BAB masih menumpang di jamban tetangga.

Sama halnya seperti penelitian yang dilakukan oleh Siregar, dkk (2016) di Lingkungan Pintu Angin Kelurahan Sibolga Utara Kota Sibolga bahwa pada variabel sarana jamban keluarga terdapat nilai PR=0,064, yaitu CI 95% [(0,005), (0,748)] yang menunjukkan bahwa responden dengan jamban keluarga yang tidak memenuhi syarat memiliki peluang kejadian diare pada balitanya 0,064 kali lebih besar dibandingkan responden dengan jamban keluarga yang

(11)

11 memenuhi syarat. Hal ini disebabkan karena kurangnya kepedulian dan pengetahuan responden, sehingga responden sangat jarang untuk membersihkan jambannya dan menyebabkan jamban mengeluarkan bau yang tidak sedap dan dapat dijamah oleh serangga maupun tikus.

d. Hubungan Antara Saluran Pembuangan Air Limbah Dengan Kejadian Diare Pada Balita

Tabel 6. Hubungan Antara Saluran Pembuangan Air Limbah Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Banggai

Saluran Pembuangan Air Limbah

Kejadian Diare

Nilai p

Menderita Tidak Menderita

Total

n % n %

Tidak Memenuhi Syarat 61 67,8 16 17,8 77 85,6 %

0.000

Memenuhi Syarat 3 3,3 10 11,1 13 14,4 %

Total 64 71,1 26 28,9 90 100 %

Tabulasi silang yang dilakukan antara saluran pembuangan air limbah dengan kejadian diare diperoleh data bahwa jumlah responden yang kategori saluran pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat dengan menderita diare sebanyak 61 responden dengan persentase 67,8% dan saluran pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat dengan tidak menderita diare sebanyak 16 responden dengan persentase 17,8% sedangkan saluran pembuangan air limbah yang memenuhi syarat dengan menderita diare sebanyak 3 responden dengan persentase 3,3% dan saluran pembuangan air limbah yang memenuhi syarat dengan tidak menderita diare sebanyak 10 responden dengan persentase 11,1%. Berdasarkan hasil uji Chi-Square didapat hasil dengan nilai p = 0.000< 0.05 yang menunjukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna

antara saluran pembuangan air limbah dengan kejadian diare.

Penelitian ini menunjukkan bahwa saluran pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat sangat berdampak pada terjadinya kejadian diare pada balita, hal ini disebabkan karena sebagian besar warga memiliki saluran pembuangan air limbah terbuka yang dapat menyebabkan pencemaran sumber air, berbau, dan genangan air dan juga air limbah tersebut tidak dibuang ke parit resapan akan tetapi dibiarkan mengalir begitu saja, sehingga bisa mengundang datangnya vektor pencetus penyakit diare.

Penelitian Kamilla, dkk (2012) yang menyatakan ada hubungan antara kondisi SPAL dengan kejadian diare pada balita di Puskesmas Kampung Dalam Kecamatan Pontianak Timur dimana hasil analisa bivariat yakni p = 0,025 (p < 0.05) ; RP = 4,840 ; CI 95%

(12)

12 (0,767-30,527). Responden paling banyak memiliki SPAL yang tidak memenuhi syarat karena kebanyakan SPAL terbuka pada kelompok kasus ada 27 responden (88,1%) sedangkan pada kelompok kontrol paling banyak memiliki SPAL yang memenuhi syarat kesehatan/ tertutup yaitu 19 responden (61,2%). Ada hubungan antara kepemilikan SPAL dengan kejadian diare pada balita dengan hasil OR = 0,094; dengan nilai p = 0,001 (p < 0,05). Nilai OR yang diperoleh 0,094 artinya kepemilikan SPAL yang tidak memenuhi syarat kesehatan/ terbuka akan berisiko 0,094 kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang memiliki SPAL yang memenuhi syarat kesehatan/ tertutup.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lindayani dan Azizah (2013) bahwa sarana pembuangan air limbah di Desa Ngunut Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung yang tidak memenuhi syarat sebesar 69,5%.

Secara umum sarana pembuangan air limbah responden di Desa Ngunut termasuk dalam kriteria yang tidak memenuhi syarat. Dari hasil observasi terhadap saluran pembuangan air limbah responden didapatkan banyak responden yang masih menggunakan galian tanah untuk pembuangan air limbah mereka dan saluran pembuangan air limbah mereka juga banyak yang tidak lancar, terbuka, dan menimbulkan bau. Dari hasil statistik uji chi-square diketahui bahwa p = 0,048 (p < α) yang dapat disimpulkan sarana pembuangan air limbah berpengaruh nyata terhadap kejadian diare pada balita.

e. Hubungan Personal Hygiene (perilaku cuci tangan) Dengan Kejadian Diare Pada Balita

Tabel 7. Hubungan Personal Hygiene (perilaku cuci tangan) Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Banggai

Personal Hygiene

Kejadian Diare

Nilai p

Menderita Tidak Menderita

Total

n % n %

Tidak Memenuhi Syarat 56 62,2 12 13,3 68 75,6 %

0,000

Memenuhi Syarat 8 8,9 14 15,6 22 24,4 %

Total 64 71,1 26 28,9 90 100 %

Tabulasi silang yang dilakukan antara personal hygiene (perilaku cuci tangan) dengan kejadian diare diperoleh data bahwa jumlah responden yang personal hygiene yang tidak memenuhi syarat dengan menderita diare sebanyak 56 responden dengan persentase 62,2%

dan Personal Hygiene yang tidak memenuhi syarat dengan tidak menderita diare sebanyak 12 responden dengan persentase 13,3%, sedangkan Personal Hygiene yang memenuhi syarat dengan menderita diare sebanyak 8 responden dengan persentase 8,9%

(13)

13 dan Personal Hygiene yang memenuhi syarat dengan tidak menderita diare sebanyak 26 responden dengan persentase 28,9%. Berdasarkan hasil uji Chi-Square didapat hasil dengan nilai p = 0,000< 0.05 yang menunjukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku cuci tangan dengan kejadian diare.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa personal hygiene (perilaku cuci tangan) sangat bermakna pada kejadian diare pada balita. Perilaku cuci tangan yang tidak memenuhi syarat sangat berdampak pada kejadian diare pada balita, hal ini disebabkan karena kelalaian dari ibu yang sebagian besar masih jarang mencuci tangan menggunakan air mengalir pada saat memberi makan pada balita dan masih jarangnya perilaku cuci tangan pakai sabun sebelum menyiapkan makanan.

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Taosu dan Azizah (2013) di Desa Bena Nusa Tenggara Timur, bahwa Responden yang biasa mencuci tangan sebelum makan sebanyak 27 orang (34,6%) dan responden yang kadang-kadang atau tidak biasa mencuci tangan sebelum makan sebanyak 51 orang (65,4%). Responden yang memiliki kebiasaan mencuci tangan sebelum makan yang menderita diare lebih rendah yaitu 12 orang (23,6%) dibandingkan dengan

yang kadang-kadang atau tidak pernah mencuci tangan sebelum makan yaitu sebesar 39 orang (76,4%). Hasil uji statistik menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan mencuci tangan sebelum makan dengan kejadian diare pada balita di Desa Bena. Sedangkan responden yang memiliki kebiasaan mencuci tangan setelah buang air besar sebanyak 23 orang (29,4%) lebih rendah dibandingkan dengan yang kadang-kadang atau tidak pernah mencuci tangan setelah buang air besar yaitu sebesar 55 orang (70,6%). Bila dilihat dari angka kejadian diare, responden yang mencuci tangan setelah buang air besar lebih rendah yaitu 1 orang (2%) dibandingkan dengan yang tidak pernah mencuci tangan setelah buang air besar yaitu sebesar 50 orang (98%). Hasil uji statistik menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan mencuci tangan setelah buang air besar dengan kejadian diare pada balita di Desa Bena.

4. Hasil Analisis Multivariat

Pemodelan multivariat 1 menunjukkan hasil dimana terdapat tiga variabel yang tidak signifikan yaitu sarana air bersih (p value = 0.467), keberadaan jamban (p value = 0.194) dan personal hygiene (p value = 0.055). Terdapat dua variabel yang signifikan yaitu sarana pembuangan sampah (p

(14)

14 value = 0.009) dan saluran pembuangan air limbah (p value = 0.002), sehingga pemodelan ini masih harus dilanjutkan pada pemodelan multivariat ke 2, dimana saluran pembuangan air limbah dan sarana pembuangan sampah yang

menjadidat kandidat pemodelan multivariat ke 2.

Tabel 8. Hasil Pemodelan Multivariat 2 Variabel Bebas dengan Kejadian Diare Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Banggai

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Sarana Pembuangan Sampah 2.780 .761 13.339 1 .000 16.119 3.626 71.656

Saluran Pembuangan Air

Limbah 2.629 .774 11.524 1 .001 13.853 3.037 63.188

Tabel di atas menunjukkan hasil pemodelan multivariat 2, variabel sarana pembuangan sampah mempunyai nilai Wald (13,339) dengan p value = 0,000 lebih besar dari variabel saluran pembuangan air limbah, dengan demikian variabel sarana pembuangan sampah merupakan faktor yang paling dominan berhubungan dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Banggai.

KESIMPULAN

1. Terdapat hubungan yang bermakna dan nyata antara sarana air bersih dengan kejadian diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Banggai Kabupaten Banggai Laut.

2. Terdapat hubungan yang bermakna dan nyata antara sarana pembuangan sampah dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Banggai Kabupaten Banggai Laut.

3. Terdapat hubungan yang bermakna dan nyata antara keberadaan jamban dengan kejadian diare pada balita di Wilayah

Kerja Puskesmas Banggai Kabupaten Banggai Laut.

4. Terdapat hubungan yang bermakna dan nyata antara saluran pembuangan air limbah dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Banggai Kabupaten Banggai Laut. 5. Terdapat hubungan yang bermakna dan

nyata antara personal hygiene dengan kejadian diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Banggai Kabupaten Banggai Laut.

6. Faktor yang paling dominan antara sarana air bersih, sarana pembuangan sampah, keberadaan jamban, saluran pembuangan air limbah dan personal hygiene dengan kejadian diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Banggai Kabupaten Banggai Laut adalah sarana pembuangan sampah.

SARAN

1. Bagi Puskesmas Banggai

Perlu peningkatan penyuluhan kepada masyarakat mengenai kesehatan lingkungan dan kebersihan diri serta

(15)

15 pengetahuan tentang penyakit diare di masing-masing kelurahan/ desa.

2. Bagi Pemerintah Daerah

Mengupayakan program penyehatan lingkungan dan membuat kebijakan untuk peningkatan kondisi sanitasi lingkungan juga perlu adanya perhatian khusus untuk bantuan penyediaan sarana air bersih, keberadaan jamban, sarana pembuangan sampah dan saluran pembuangan air limbah.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Menjadi peneliti lanjutan dan pembanding apabila ingin melakukan penelitian yang sama dengan penelitian hubungan fasilitas sanitasi dasar dan personal hygiene dengan kejadian diare. 4. Saran Akademis

Adanya penelitian ini maka perlu dilakukan intervensi terhadap faktor sanitasi dasar dan personal hygiene masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Banggai untuk menurunkan angka kejadian diare, seperti:

a. Pemerintah daerah dan masyarakat bekerjasama guna meningkatkan penyediaan sarana air bersih sebab air merupakan sumber kehidupan paling utama. Apabila masyarakat menggunakan air bersih untuk pemenuhan kebutuhannya seperti untuk minum, memasak, mandi dan mencuci maka tingkat kesehatan masyarakat akan semakin baik.

b. Menggalang dana atau arisan ditiap lingkungan guna membuat sanitasi yang sehat seperti pembuatan jamban umum yang menggunakan septik tank agar mengurangi kebiasaan warga BAB menggunakan kakus/ jamban cemplung atau bahkan sampai tidak lagi ditemukan sama sekali.

c. Sarana pembuangan sampah di Wilayah Kerja Puskesmas Banggai perlu diperhatikan oleh pemerintah dan warga setempat. Sesuai observasi yang dilakukan peneliti bahwa salah satu faktor warga setempat membuang sampah sembarangan adalah karena kurang tersedianya sarana tempat pembuangan sampah sementara sehingga sampah rumah tangga dibuang disembarang tempat bahkan laut menjadi tempat pembuangan akhir. Untuk itu perlu penambahan sarana pembuangan sampah sementara disetiap lingkungan.

d. Membuat saluran pembuangan air limbah yang memenuhi syarat baik melalui program pemerintah maupun dengan swadaya masyarakat agar saluran air limbah dibuat secara permanen, kedap air, tertutup dan tidak lembab.

e. Memperhatikan dan meningkatkan personal hygiene khususnya dalam hal mencuci tangan dengan sabun serta menggosok tangan di sela-sela jari dan kuku ketika sedang mencuci tangan,

(16)

16 memanfaatkan setiap kesempatan di desa/ kelurahan untuk memberikan arahan atau penyuluhan tentang pentingnya perilaku cuci tangan melalui penyuluhan kelompok di posyandu, arisan, pengajian, pertemuan kelompok dasa wisma dan kunjungan rumah.

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, U. 2008. Horison Baru Kesehatan Masyarakat. Rineka Cipta. Jakarta.

Anonimous. 2016. Profil UPTD Puskesmas Banggai: Laporan Tahunan Puskesmas Banggai. Tahun 2015; 2016.

---. 2015 a. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta ---. 2015 b. Dinas Kesehatan dan

KB Kabupaten Banggai Laut 2015. Surveilans, data dan informasi.

---. 2014. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah 2014. UPT Surveilans, Data dan Informasi.

---. 2011 a. Departemen Kesehatan RI 2011. Tatalaksana diare pada balita, Dijen P2 dan PL. Jakarta. ---. 2011 b. Buku Pedoman

Pengendalian Penyakit Diare. Jakarta.

---. 2011 c. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan Triwulan

II 2011, Situasi Diare di Indonesia. Jakarta.

---. 2011 d. Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Kabupaten Sumedang, 2011. Buku Putih Sanitasi Sumedang. Sumedang. ---. 2008. Pelayanan kesehatan

anak di rumah sakit pedoman bagi rumah sakit rujukan tingkat pertama di kabupaten/ kota. WHO dan Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Badu, A. 2012. Gambaran Sanitasi Dasar pada Masyarakat Nelayan di Kelurahan Pohe Kecamatan Hulonthalangi Kota Gorontalo. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 1(1): 2012.

Dini, F., Rizandi dan Roslaili. 2013. Hubungan Faktor Lingkungan Dengan Kejadian Diare Balita diWilayah Kerja Puskesmas Kambang Kecamatan Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan. Jurnal Kesehatan Andalas. 4 (2): 453-461.

Irawan, A.F. 2012. Hubungan antara Aspek Kesehatan Lingkungan Dalam PHBS Rumah Tangga Dengan Kejadian Penyakit Diare Di Kecamatan Karangreja. Unnes Journal of Public Health. 2 (4): 1-9.

(17)

17 Kamilla, L., Suhartono., N. Endah.

2012. Hubungan Praktik Personal Hygiene Ibu dan Kondisi Sanitasi Lingkungan Rumah dengan Kejadian diare pada Balita di Puskesmas Kampung Dalam Kecamatan Pontianak Timur. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. 11 (2): 138-143.

Kumar., K. Ganesh., S. Sitanshu., Jain and Animesh. 2011. Health and environmental sanitation in India: Issues for prioritizing control strategies. Indian Journal of Occupational and Environmental Medicine, Volume 15 - Issue 3, Mangalore, India.

Lindayani S dan R. Azizah. 2013. Hubungan Sarana Sanitasi Dasar Rumah Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Ngunut Kabupaten Tulungagung. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 7 (1): 32– 37.

Maria. 2012. Analisis Sanitasi Lingkungan Terminal Kendaraan Bermotor di Kota Medan. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Mafazah, L. 2012. hubungan antara

ketersediaan sarana sanitasi dasar lingkungan dan personal hygiene ibu dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Purwoharjo Kabupaten Pemalang

tahun 2012. KEMAS. 8 (2) 167-173.

Siregar, W., C. Indra, E. Naria. 2016. Hubungan Sanitasi Lingkungan Dan Personal Hygiene Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Lingkungan Pintu Angin Kelurahan Sibolga Utara Kota Sibolga. Jurnal.

Taosu S.A dan R. Azizah. 2013. Hubungan Sanitasi Dasar Rumah Dan Perilaku Ibu Rumah Tangga Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Bena Nusa Tenggara Timur. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 7 (1): 1-6.

Wijaya, Y. 2012. Faktor Resiko Kejadian Diare Balita Di Sekitar TPS Banaran Kampus Unnes. Unnes Journal of Public Health. 1 (2): 1-8.

Gambar

Tabel 1. Karakteristik  Responden Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Wilayah Kerja  Puskesmas Banggai  Kategori  Frekuensi  n  %  Umur Balita  1
Tabel 3. Hubungan Antara Sarana Air Bersih Dengan Kejadian Diare Pada Balita di  Wilayah Kerja Puskesmas Banggai
Tabel  6.  Hubungan  Antara  Saluran  Pembuangan  Air  Limbah  Dengan  Kejadian  Diare  Pada  Balita  di  Wilayah  Kerja Puskesmas Banggai

Referensi

Dokumen terkait

Pelanggan yang memilih untuk keuntungan awal atau keuntungan bulanan digalakkan untuk mempunyai sama ada Akaun Semasa atau Akaun Simpanan Islamik (CASA-i) dengan

 Situasi pendidikan , dengan demikian, menjadi keunikan wilayah kajian pendidikan yang akan membedakan pendidikan dari ilmu-ilmu lain yang menjadi ilmu bantu pendidikan di

Output dari pengabdian ini berupa sejumlah karya guru menerjemahkan al-Qur’an dengan memanfaatkan aplikasi Microsoft Office, font, dan aksara Lontara dalam

tersebut,Teacher bisa langsung klik pada salah satu notifikasi, contoh 1 Turned-In Assignement, maka akan muncul nama Student yang

Indeks nilai penting (importance value index) adalah parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi (tingkat penguasaan) spesies- spesies

Dengan demikian perkebunan besar mempunyai peluang yang lebih besar untuk mengembangkan investasinya Dalam bidang kelapa sawit, strategi pengembangan investasi yang umum

Kami, selaku Dewan Takmir Masjid Raya Vila Inti Persada ingin menyampaikan terima kasih kami kepada bapak/ibu/jamaah yang telah memberikan kontribusi pada kemakmuran Masjid Raya

Συνήθως, ως χρονικ σημείο εμφανίσεως αναφέρονται τα πρώτα μετά την πτώχευση της Oθωμανι- κής Aυτοκρατορίας χρνια (1876) και ως