• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

MAHKAMAH KONSTITUSI

REPUBLIK INDONESIA

---

RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 57/PUU-XIV/2016

PERKARA NOMOR 58/PUU-XIV/2016

PERKARA NOMOR 59/PUU-XIV/2016

PERIHAL

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016

TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK TERHADAP

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK

INDONESIA TAHUN 1945

ACARA

PEMERIKSAAN PENDAHULUAN

(I)

J A K A R T A

RABU, 27 JULI 2016

(2)

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

--- RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 57/PUU-XIV/2016 PERKARA NOMOR 58/PUU-XIV/2016 PERKARA NOMOR 59/PUU-XIV/2016 PERIHAL

Pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak {[Pasal 1 angka 1 dan angka 7, Pasal 3 ayat (1), Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 11 ayat (2), ayat (3), dan ayat (5), Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 21 ayat (2), Pasal 22, dan Pasal 23], [Pasal 1 angka 1 dan angka 7, Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 ayat (1), Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 22], [Pasal 1 angka 1 dan angka 7, Pasal 3 ayat (1), Pasal 4, Pasal 5, Pasal 11 ayat (2), ayat (3), dan ayat (5)]} terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

PEMOHON

1. Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia, Syamsul Hidayat, Abdul Kodir Jailani (Perkara Nomor 57/PUU-XIV/2016)

2. Yayasan Satu Keadilan (Perkara Nomor 58/PUU-XIV/2016)

3. Leni Indrawati, Hariyanto, Wahyu Mulyana (Perkara Nomor 57/PUU-XIV/2016)

ACARA

Pemeriksaan Pendahuluan (I)

Rabu, 27 Juli 2016 Pukul 14.37 – 15.40 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat

SUSUNAN PERSIDANGAN

1) Anwar Usman (Ketua)

2) Aswanto (Anggota)

3) I Dewa Gede Palguna (Anggota)

Mardian Wibowo Panitera Pengganti

Yunita Rhamadani Panitera Pengganti

(3)

Pihak yang Hadir:

A. Kuasa Hukum Pemohon Perkara Nomor 57/PUU-XIV/2016:

1. Sugeng Teguh Santoso 2. Paska Maria Tombi 3. Muhammad Daud Bereh 4. Gregorius Bruno Djako

B. Pemohon Perkara Nomor 58/PUU-XIV/2016:

1. Sugeng Teguh Santoso 2. Samsul Alam Agus

C. Kuasa Hukum Pemohon Perkara Nomor 58/PUU-XIV/2016:

1. Prasetyo Utomo 2. Heri Perdana Tarigan 3. Fajri Safii

4. Roy Valiant

D. Pemohon Perkara Nomor 59/PUU-XIV/2016:

1. Ibu Leni Indrawati 2. Hariyanto

3. Wahyu Mulyana Putra

E. Kuasa Hukum Pemohon Perkara Nomor 59/PUU-XIV/2016:

1. M. Pilipus Tarigan

2. Muhammad Nuzul Wibawa 3. Ridwan Darmawan

(4)

1. KETUA: ANWAR USMAN

Sidang Perkara Nomor 57/PUU-XIV/2016, 58/PUU-XIV/2016, 59/PUU-XIV/2016 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum.

Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang, salam sejahtera untuk kita semua. Hari ini adalah sidang pendahuluan pertama untuk masing-masing ketiga perkara tadi yaitu Perkara 57/PUU-XIV/2016, 58/PUU-XIV/2016, dan 59/PUU-XIV/2016 yang terkait dengan undang-undang yang cukup menarik perhatian semua. Untuk itu, dipersilakan untuk memperkenalkan diri terlebih dahulu Perkara Nomor 57/PUU-XIV/2016. Siapa saja yang hadir?

2. KUASA HUKUM PEMOHON NOMOR 57/PUU-XIV/2016: SUGENG

TEGUH SANTOSO

Terima kasih, Yang Mulia Hakim Konstitusi. Yang hadir Kuasa Pemohon 57/PUU-XIV/2016 adalah saya sendiri, Sugeng Teguh Santoso. Kemudian Paska Maria Tombi, kemudian Daud … Muhammad Daud Bereh, kemudian Gregorius Bruno Djako. Terima kasih.

3. KETUA: ANWAR USMAN

Baik. Lanjut ke Perkara Nomor 58/PUU-XIV/2016. Silakan.

4. KUASA HUKUM PEMOHON NOMOR 58/PUU-XIV/2016:

PRASETYO UTOMO

Yang Mulia, yang hadir dalam Perkara Nomor 58/PUU-XIV/2016 adalah kami sebagai Kuasa Hukum dari Pemohon Yayasan Satu Keadilan yang dalam hal ini diwakili oleh Sugeng Teguh Santoso, S. H. dan Samsul Alam Agus, S. H. Sedangkan kami sendiri adalah dari The Law Office of Heri Perdana Tarigan yang antara lain saya sendiri, Prasetyo Utomo, S. H. Di samping saya, Heri Perdana Tarigan, S.H., C.L.A. Berikutnya di sampingnya adalah Fajri Safii dan Roy Valiant, S. H. Terima kasih.

5. KETUA: ANWAR USMAN

Terima kasih. Terakhir, Nomor 59/PUU-XIV/2016. Silakan.

SIDANG DIBUKA PUKUL 14.37 WIB

(5)

6. KUASA HUKUM PEMOHON NOMOR 59/PUU-XIV/2016: M. PILIPUS TARIGAN

Terima kasih, Yang Mulia. Kami dalam Permohonan 59/PUU-XIV/2016 hadir Kuasa Hukum, saya sendiri, Pilipus Tarigan. Sebelah kiri saya ada Pak Muhammad Nuzul Wibawa dan Ridwan Darmawan. Sementara permohonan … Pemohonnya sendiri hadir Prinsipalnya, Ibu Leni Indrawati ada di bagian belakang, kedua, Hariyanto, ketiga, Wahyu Mulyana Putra. Sementara ada Pemohon I yang di-drop, Yang Mulia karena mengundurkan diri dan sudah … permohonannya sudah kami sampaikan. Demikian, Yang Mulia. Terima kasih.

7. KETUA: ANWAR USMAN

Baik. Terima kasih. Begini, ketiga perkara ini pada pokoknya menguji pasal-pasal yang hampir sama ya walaupun ada beberapa perbedaan, ya. Tapi ada beberapa yang sama, malah lebih banyak pasal yang sama diuji. Itu yang pertama.

Yang kedua, kami sudah membaca secara cermat, secara teliti permohonan ini. Sesuai dengan ketentuan hukum acara, Para Pemohon dipersilakan untuk menyampaikan pokok-pokok permohonannya. Pokok-pokoknya saja, tidak perlu dibaca semua karena kami sudah membaca. Silakan, untuk perkara Nomor 57/PUU-XIV/2016.

8. KUASA HUKUM PEMOHON NOMOR 57/PUU-XIV/2016: SUGENG

TEGUH SANTOSO

Terima kasih, Yang Mulia. Permohonan Perkara 57/PUU-XIV/2016 ini ada 49 halaman tapi kami meresumenya menjadi 5 halaman. Kami mohon izin untuk dibacakan pun yang dipadatkan.

Permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Pemohonnya yang pertama adalah Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia sebagai Pemohon organisasi ormas. Kedua adalah Syamsul Hidayat, perseorangan, dan ketiga adalah Abdul Kodir Jailani.

Pemohon I sebagai lembaga swadaya masyarakat memiliki fungsi sebagai wadah berhimpun bagi masyarakat miskin untuk memperjuangkan hak rakyat miskin di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam akta pendiriannya yaitu memiliki kepentingan untuk memperjuangkan kesetaraan hak rakyat miskin.

Tugas dan peranan Pemohon dalam melaksanakan kegiatan pemajuan, perlindungan, penegakan hak asasi di Indonesia telah secara terus-menerus mendayagunakan lembaganya sebagai sarana untuk memperjuangkan hak asasi berupa penegakan hak asasi khususnya

(6)

memperlakukan persamaan hak warga negara di hadapan hukum dan pemerintahan, khusus untuk warga miskin.

Bahwa atas dasar kepentingan hukum Pemohon I tersebut mengajukan pengujian pasal-pasal, Pasal 1 angka 1, Pasal 2 ayat (1), Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak terhadap Pasal 23 huruf a dan Pasal 28 huruf d angka 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen adalah karena dalam anggaran dasar rumah tangganya menyebutkan dengan tegas tujuan didirikannya organisasi, seperti tadi disebutkan di atas.

Pemohon II dan Pemohon III adalah perseorangan warga negara Indonesia yang secara faktual dan empiris telah mengalami kerugian secara langsung akibat diperlakukannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pajak karena mendiskriminasi hak asasi manusia di hadapan hukum dan pemerintahan, kerugian dalam memperoleh informasi publik, serta kerugian dalam perlakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Bahwa Pemohon merasa dengan diperlakukannya Pasal 1 ayat (1), Pasal 3 ayat (1), Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak telah menimbulkan kerugian konstitusional, baik secara langsung maupun tidak langsung karena diadakannya perbedaan kedudukan warga negara di hadapan hukum dan pemerintahan.

Bahwa para Pemohon tersebut telah mengajukan permohonan uji … pengujian terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 dengan dasar pendapat pasal-pasal dan undang tersebut … undang-undang tersebut telah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai berikut.

1. Pengertian frasa penghapusan pajak dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 dan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Pengampunan Pajak serta mekanisme pengampunan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7 juncto Pasal 5 dan Pasal 4 Undang-Undang Pengampunan Pajak. Dengan demikian, terjadi pergeseran sistem perpajakan yang semula secara filosofis memiliki sifat memaksa menjadi sistem perpajakan yang kompromis melalui sistem pengampunan sehingga menghilangkan potensi pemasukan negara secara pasti dalam penerimaan pajak negara sehingga kemudian bertentangan dengan Pasal 23 huruf a Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan, “Pelaksanaan perpajakan bersifat memaksa,” bukan mengampuni sebagaimana Undang-Undang Pengampunan Pajak.

2. Pengertian frasa uang tebusan dalam ketentuan Pasal 1 angka 7 yang merealisasikan Pasal 5 juncto Pasal 4 Undang-Undang Pengampunan Pajak yang telah memberikan perlakuan khusus

(7)

kepada penggelap dan penghindar pajak telah memunculkan adanya diskriminasi dengan memberikan posisi berbeda antara penggelap dan penghindar pajak dengan wajib pajak yang selama ini telah membayar pajak sehingga bertentangan dengan Pasal 28 huruf d angka 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”

3. Sifat memperlakukan secara eksklusif oleh negara kepada calon peserta dan peserta pengampunan pajak dengan tidak melakukan pemeriksaan serta menangguhkan dugaan tindak pidana perpajakan sampai kepada pemeriksaan pajak setelah mengikuti pengampunan pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (2), ayat (3), dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 melalui frasa tidak dilakukan dalam Pasal 11 ayat (2), diksi ditangguhkan dalam Pasal 11 ayat (3), dan frasa pengampunan pajak dalam Pasal 11 ayat (5) telah bertentangan dengan persamaan warga negara di hadapan hukum dan pemerintahan sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik … Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mana dalam pasal … dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tersebut telah bertentangan dengan prinsip persamaan warga negara di hadapan hukum dan pemerintahan yang diimplikasikan pada asas persamaan di depan hukum yang bermakna, “Setiap warga negara harus diperlakukan adil oleh aparat penegak hukum dan pemerintahan.” 4. Penghilangan asas pertanggungjawaban hukum pidana dan

administrasi dalam Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) bertentangan dengan prinsip penegakan hukum dan keadilan sebagaimana dimaksud Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa hal tersebut bertentangan dengan jangkauan dan dinamika dalam hukum perpajakan serta memperhatikan putusan … saya ulangi, saya ulangi, langsung saja pada poin 5.

5. Makna frasa dilarang pada kalimat, “Dilarang membocorkan, menyebarluaskan, dan/atau memberitahukan data dan informasi” dalam Pasal 21 ayat (2), serta memperlakukan pidana … memperlakukan pidana sebagai … serta memberlakukan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 bertentangan dengan prinsip keterbukaan informasi sebagaimana dimaksud Pasal 28 huruf f Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tentang hak warga negara untuk memperoleh informasi. Bahwa walaupun hak asasi atas informasi terkualifikasi sebagai hak yang bersifat derogable rights sehingga dapat dikurangi pemenuhannya, tetapi pembatasan hak asasi atas informasi telah diterjemahkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dimana informasi

(8)

terhadap transparansi dan akuntabilitas penerimaan negara bersumber dari pajak bukanlah informasi publik yang dirahasiakan sehingga ketentuan tentang pelarangan keterbukaan tentang informasi publik tentang memberlakukan penghapusan pasal melalui

frasa dilarang dalam Pasal 21 ayat (2) juncto Pasal 23 ayat (1)

Undang-Undang Penghapusan Pajak telah bertentangan dengan prinsip keterbukaan dan transparansi di dalam negara demokrasi, good coorporate governance, dan good financial governance.

6. Frasa tidak dapat dalam kalimat, “Tidak dapat dilaporkan, digugat … tidak dapat dilaporkan, digugat, dilakukan penyelidikan, dilakukan penyidikan, atau dituntut secara … baik secara perdata maupun pidana” dalam Pasal 22 Undang-Undang Pengampunan Pajak, tidak memiliki landasan norma dalam konstitusi dan telah bertentangan dengan prinsip persamaan hak dan kedudukan di hadapan hukum dan pemerintahan sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

7. Frasa tidak dapat dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, serta frasa tindak pidana lain pada penjelasan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 bertentangan dengan Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 karena memberikan kekebalan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dalam tindak pidana perpajakan, serta tindak pidana lain kepada peserta pengampunan pajak sehingga mengintervensi kekuasaan kehakiman dalam penyelenggaraan penegakan hukum. 8. Bahwa frasa tidak dapat dijadikan dasar penyelidikan, penyidikan,

dan/atau penuntutan pidana terhadap wajib pajak dalam Pasal 20 tentang Pengampunan Pajak bertentangan dengan prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 karena mendudukkan warga negara dalam kedudukan yang tidak sama di hadapan hukum dan pemerintahan.

Frasa tidak dapat pada Pasal 20 Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2016 tentang Pengampunan Pajak serta frasa tindak pidana lain pada penjelasan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 bertentangan dengan Pasal 28 huruf d ayat (1) undang-undang dasar negara ... Undang-Undang Dasar Negara Indonesia ... Negara Republik Indonesia Tahun 1945 karena dengan imunitas yang diberikan kepada peserta pengampunan pajak, telah membuat ketidakpastian penegakan hukum atau diskriminasi, serta perbedaan kedudukan warga negara di hadapan hukum.

Permohonan. Berdasarkan hal tersebut, maka Pemohon memohon

kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa dan memutus permohonan pengujian ini sebagai berikut.

1. Menerima dan mengabulkan permohonan pengujian ini.

2. Menyatakan frasa penghapusan pas ... penghapusan pajak dalam Pasal 1 angka 1, serta Pasal 3 ayat (1), Pasal 1 angka 7, Pasal 6,

(9)

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak bertentangan dengan Pasal 23 huruf a Undang-Undang Dasar Tahun 1945, sepanjang dimaknai penghapusan pajak ialah penghapusan yang ... penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administratif perpajakan dan sanksi perpajakan dengan cara pengungkapan harta dan pembayar uang tebusan.

3. Menyatakan frasa uang tebusan dalam Pasal 1 angka 7, Pasal 5, dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penghapusan Pajak bertentangan dengan Pasal 28D angka 1 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sepanjang dimaknai uang tebusan adalah sejumlah uang yang dibayarkan ke kas negara untuk mendapatkan pengampunan pajak.

4. Menyatakan frasa pengampunan pajak dalam Pasal 1 angka 1, serta Pasal 3 ayat (1), Pasal 1 angka 7, Pasal 6, Pasal 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penghapusan Pajak bertentangan dengan Pasal 23 huruf a Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai penghapusan pajak ialah penghapusan yang seharusnya ... pajak yang seharusnya terutang tidak dikenai sanksi administratif perpajakan dan sanksi pidana perpajakan dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan.

5. Menyatakan Pasal 11 ayat (1), Pasal 11 ayat (3), Pasal 11 ayat (5), Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penghapusan Pajak bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

6. Menyatakan Pasal 19 ayat (1), Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penghapusan Pajak bertentangan dengan Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

7. Menyatakan Pasal 21 ayat (2) dan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak bertentangan dengan Pasal 28 huruf f Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

8. Menyatakan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penghapusan Pajak bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

9. Menyatakan Pasal 20 undang ... Pasal 20 beserta penjelasannya, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penghapusan Pajak bertentangan ... tentang Pengampunan Pajak bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

10. Memerintahkan agar Majelis ... agar putusan Majelis Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia ... saya ulangi. Cukup dulu, Majelis Hakim.

(10)

9. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, baik.

10. KUASA HUKUM PEMOHON NOMOR 57/PUU-XIV/2016: SUGENG TEGUH SANTOSO

Jika Majelis berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya.

11. KETUA: ANWAR USMAN

Ya. Untuk Perkara 57/PUU-XIV/2016 sudah selesai. Sekarang, 58/PUU-XIV/2016. Sama ya, poin-poinnya saja, tidak perlu dibaca seluruhnya. Silakan.

12. KUASA HUKUM PEMOHON NOMOR 58/PUU-XIV/2016: PRASETYO UTOMO

Baik, terima kasih, Yang Mulia. Kami akan membacakan pokok-pokok dari permohonan kami.

Yang Mulia, bersamaan dengan ini, kami ajukan pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Yang Mulia, sebelumnya kami akan perkenalkan, Pemohon Prinsipal dari permohonan Nomor 58/PUU-XIV/2016, yaitu Yayasan Satu Keadilan yang adalah merupakan badan hukum berbentuk yayasan yang didirikan berdasarkan akta pendirian Nomor 18, tertanggal 12 Januari 2015 sebagaimana telah kami lampirkan dalam bukti P-1.

Yang Mulia, berdasarkan Akta Pendirian Nomor 18 tertanggal 12 Januari 2015, disebutkan di dalam Pasal 18 bahwa dalam bertindak untuk dan atas nama yayasan diwakili oleh Sugeng Teguh Santoso selaku Ketua Yayasan dan Samsul Alam Agus selaku sekretaris yayasan sebagaimana pula telah kami lampirkan dalam bukti P-4 dan bukti P-5.

Yang Mulia, adapun fokus kerja Pemohon diatur dalam Pasal 2 dengan tujuan adalah memenuhi keadilan sosial dan menjamin keadilan hukum bagi segenap warga negara tanpa adanya diskriminasi. Kemudian berperan aktif dalam mengawasi perilaku dan kebijakan negara dan pemerintahan dalam segenap usaha pemenuhan kemakmuran rakyat beserta tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih. Mengupayakan dan memenuhi kesadaran warga negara akan hak dan kewajibannya sebagai subjek hukum dalam rangka penegakan hukum atau law enforcement dan memperjuangkan pengungkapan kebenaran yang berkeadilan, pemajuan demokrasi, dan pemenuhan, dan perlindungan nilai-nilai hak asasi manusia yang sebagaimana kami uraikan dalam halaman 7 dan pada halaman 8 permohonan kami.

(11)

Yang Mulia, adapun pasal yang kami mohonkan untuk dilakukan pengujian adalah Pasal 1 angka 1 juncto Pasal 3 angka 1, Pasal 1 angka 7, Pasal 5, Pasal 4 terhadap Pasal 23A Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan Pasal 1 angka 7, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak terhadap Pasal 28D ayat (1) serta Pasal 22 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak terhadap Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Adapun untuk mendukung dalil-dalil permohonan, Pemohon telah mengajukan bukti-bukti yang telah diregistrasi oleh Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi yang terdiri dari P-1 sampai dengan P-8. Adapun alasan permohonan yang mengakibatkan kerugian langsung bagi Pemohon, dapat kami uraikan sebagai berikut.

Pertama. Penghapusan pajak diprioritaskan untuk kalangan ekonomi eksklusif sehingga memposisikan warga negara tidak dalam posisi setara di hadapan hukum dan pemerintahan. Penerimaan negara berdasarkan perolehan pajak dari tahun 2014 sampai tahun 2015 meningkat sebesar Rp129 triliun atau mengalami kenaikan sebesar 7,9%. Fakta tersebut tidak berbanding lurus dengan deskripsi kesejahteraan masyarakat yang dapat dinilai melalui adanya peningkatan angka kemiskinan yang pada September 2014 adalah sebanyak 27,73 juta jiwa dan pada Maret 2015 naik menjadi sebesar 10% dari 27, ... 27 juta jiwa menjadi 28,95 juta jiwa. Selain itu, angka pengangguran pada tahun 2014 sebanyak 7,24 juta jiwa dan pada tahun 2015 menjadi 7,56 juta jiwa atau mengalami peningkatan sebanyak 320.000 jiwa. Hal ini berdasarkan statistik tentang kenaikan persentase penerimaan negara atas pajak di atas belum bisa melakukan subsidi silang dan melakukan penekanan angka kemiskinan. Atau dengan kata lain, realitas masyarakat Indonesia menunjukkan adanya perbedaan dan interval dalam kemampuan ekonomi untuk mengakses pengampunan pajak.

Kemampuan ekonomi tersebut, bukan atas kehendak sendiri, tetapi karena struktur ekonomi yang berkembang pada saat ini sehingga masyarakat Indonesia yang dikualifikasikan memiliki harta kekayaan di luar Negara Republik Indonesia bukanlah kalangan yang mendeskripsikan keadaan ekonomi Indonesia pada umumnya. Melainkan, kalangan yang ekonomi eksklusif yang melalui Undang-Undang Pengampunan Pajak mendapatkan perlakukan khusus dari negara melalui bentuk penghilangan asas kepastian hukum dengan penghapusan sanksi dan denda melalui uang tebusan.

Sedangkan dalam sudut pandang berbeda, pembayar pajak yang taat pajaknya dan pajaknya telah dipergunakan untuk keberlangsungan negara selama ini, perannya akan dikesampingkan, mengingat dalam sistem penghapusan pajak dapat dikatakan siapa yang punya uang tebusan akan memperoleh perlakuan khusus dalam bentuk pengampunan sehingga Undang-Undang Pengampunan Pajak secara

(12)

tidak langsung membuat negara telah memposisikan subjek hukum dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak secara berbeda di hadapan hukum dan pemerintahan yang secara langsung lebih merugikan masyarakat Indonesia.

Alasan kedua kami mengajukan permohonan ini adalah pengertian frasa penghapusan pajak dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 dan Pasal 3 angka 1 dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak serta mekanisme pengampunan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7 juncto Pasal 5 dan Pasal 4 dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak bertentangan dengan Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan, “Pelaksanaan perpajakan bersifat memaksa.” Bukan mengampuni sebagaimana dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak. Bahwa secara terminologi, pengertian frasa memaksa dalam Pasal 23 huruf a Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah ‘memperlakukan, menyuruh, meminta dengan paksa’. Sedangkan pengertian frasa mengampuni dalam pengampunan pajak pada Undang-Undang Pengampunan Pajak adalah ‘pembebasan dari hukuman atau tuntutan’.

Implikasi atas perbedaan makna tersebut adalah bergesernya sistem perpajakan yang semula secara filosifis memiliki sifat memaksa menjadi sistem perpajakan yang kompromis melalui sistem pengampunan sehingga menghilangkan potensi pemasukan negara secara pasti dalam penerimaan pajak negara.

Alasan ketiga, pengertian frasa uang tebusan dalam ketentuan Pasal 1 angka 7 yang direalisasikan pada Pasal 5 juncto Pasal 4 Undang-Undang Pengampunan Pajak bertentangan dengan Pasal 28D angka 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” Bahwa dalam membentuk peraturan perundang-undangan harus berdasarkan pada asas pembentukan dasar dari peraturan perundang-undangan yang terdiri dari kejelasan tujuan, kelembagaan, atau organ pembentuk yang tepat. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan dapat dilaksanakan, kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasanrumusan dan keterbukaan. Bahwa dalam penerapan Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Pengampunan Pajak pemerintah melakukan diskriminasi dengan memposisikan wajib pajak yang taat dengan yang tidak taat secara berbeda serta lebih cenderung kepada memberikan perlakuan khusus kepada wajib pajak yang tidak taat dalam melakukan pembayaran pajak.

Perihal ini bertentangan dengan Pasal 28D angka 1 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang menjelaskan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan jaminan, ... pengakuan ... maaf,

(13)

jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Alasan keempat, frasa tidak dapat dalam kalimat “...tidak dapat dilaporkan, digugat, dilakukan penyelidikan, dilakukan penyidikan atau dituntut baik secara perdata maupun pidana,” dalam Pasal 22 Undang-Undang Pengampunan Pajak, tidak memiliki landasan norma dalam konstitusi dan telah bertentangan dengan prinsip persamaan hak dan kedudukan di hadapan hukum dan pemerintahan sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bahwa menurut Lord Acton, Power tends to corrupt and absolute power corrupt absolutely. Karena itu, kekuasaan selalu harus dibatasi dengan cara memisah-misahkan kekuasaan ke dalam cabang-cabang yang bersifat check and balance sehingga kekuasaan yang dimiliki seseorang dalam jabatannya tidak tersentralisasi dan terkonsentrasi dalam satu subjek jabatan yang memungkinkan terjadinya kesewenang-wenangan. Seseorang dalam jabatannya, mutatis-mutandis dapat bertindak sebagai subjek hukum, yakni pendukung hak dan kewajiban suatu personifikasi, maka dengan sendirinya jabatan itu dapat melakukan perbuatan hukum.

Perbuatan hukum itu dapat diatur, baik dalam jangkauan hukum publik maupun jangkauan hukum privat, serta tidak terbatas pada bentuk pertanggungjawaban yang bersifat melekat pada subjek tersebut karena tiada kewenangan tanpa pertanggungjawaban.

Bahwa dalam kedudukan dan jabatan, serta dalam kewenangannya menjalankan Undang-Undang Pengampunan Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Pengampunan Pajak, Menteri Keuangan, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan pengampunan pajak adalah subjek hukum pendukung hak dan kewajiban yang terikat pada ketentuan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga Menteri Keuangan, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan pengampunan pajak memiliki hak yang sama di hadapan hukum dan pemerintahan, dengan warga negara Indonesia lainnya tanpa kecuali.

Bahwa dengan adanya pengaturan Pasal 22 Undang-Undang Pengampunan Pajak, maka telah diberikan imunitas dan penutupan akses informasi melalui kewenangan yang dimiliki menteri, wakil menteri, pegawai Kementerian Keuangan yang telah memperlakukan masyarakat secara tidak demokratis dan menghilangkan peran masyarakat sebagai kontrol sosial yang terbukti paling efektif. Sedangkan realisasi imunitas yang dimiliki menteri, wakil menteri, pegawai Kementerian Keuangan yang didasarkan pada frasa tidak dapat pada kalimat tidak dapat dilaporkan, digugat, dilakukan penyelidikan, dilakukan penyidikan, atau dituntut, baik secara perdata maupun pidana, tidak memilik dasar norma

(14)

dan kaidah dalam konstitusi dan bertentangan dengan prinsip perlindungan hukum yang sama adilnya atau fairness di mata hukum dan pemerintahan, sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Mohon izin, Yang Mulia, agar bisa dilanjutkan oleh (…)

13. KETUA: ANWAR USMAN

Ya. Jadi … enggak usah dibacakan semua ini, kami sudah baca ini. Ini langsung saja ke ini (…)

14. KUASA HUKUM PEMOHON NOMOR 58/PUU-XIV/2016: HERI PERDANA TARIGAN

Baik, Yang Mulia.

15. KETUA: ANWAR USMAN

He eh. Jadi (…)

16. KUASA HUKUM PEMOHON NOMOR 58/PUU-XIV/2016: HERI PERDANA TARIGAN

Kami lanjutkan kepada petitum.

17. KETUA: ANWAR USMAN

Langsung petitum saja.

18. KUASA HUKUM PEMOHON NOMOR 58/PUU-XIV/2016: HERI PERDANA TARIGAN

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Para Pemohon mohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa dan memutuskan permohonan pengujian ini adalah sebagai berikut.

1. Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan pengujian ini. 2. Menyatakan frasa penghapusan pajak dalam Pasal 1 angka 1, serta

Pasal 3 ayat (1) angka 7, Pasal 6, Pasal 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penghapusan Pajak bertentangan dengan Pasal 23 huruf a Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sepanjang dimaknai penghapusan pajak ialah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administratif perpajakan dan sanksi pidana perpajakan dengan cara mengungkapkan harga dan membayar uang tebusan.

(15)

3. Menyatakan frasa uang tebusan dalam Pasal 1 angka 7, Pasal 5, dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penghapusan Pajak bertentangan dengan Pasal 28 huruf d angka 1 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sepanjang dimaknai uang tebusan adalah sejumlah uang yang dibayar ke kas negara untuk mendapat pengampunan pajak.

4. Menyatakan frasa pengampunan pajak dalam Pasal 1 ayat (1), serta Pasal 3 ayat (1) angka 7, Pasal 6, Pasal 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penghapusan Pajak bertentangan dengan Pasal 23 huruf a Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai penghapusan pajak ialah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana perpajakan dengan cara mengungkapkan harta dan membayar uang tebusan.

5. Menyatakan frasa tidak dapat dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sepanjang dimaknai Menteri Keuangan, pegawai Menteri Keuangan, dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan pengampunan pajak memiliki kekebalan hukum yang tidak dapat dituntut atau dimintai pertanggungjawaban hukum, baik secara pidana maupun secara perdata.

6. Menyatakan frasa tidak dapat dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai Menteri Keuangan, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak yang lain berkaitan dengan pelaksanaan pengampunan pajak memiliki kekebalan hukum yang tidak dapat dituntut atau dimintai pertanggungjawaban hukum, baik secara pidana maupun secara perdata.

Demikian petitum yang kami sampaikan, Yang Mulia.

19. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, terima kasih.

20. KUASA HUKUM PEMOHON NOMOR 58/PUU-XIV/2016: HERI PERDANA TARIGAN

Yang ketujuh dianggap (suara tidak terdengar jelas). Terima kasih.

(16)

21. KETUA: ANWAR USMAN

Ya. Terakhir, Nomor 59/PUU-XIV/2016, silakan. Ya, sama, poin-poinnya saja. Kalau bisa seperti yang Nomor 57/PUU-XIV/2016 tadi. Silakan.

22. KUASA HUKUM PEMOHON NOMOR 59/PUU-XIV/2016: NUZUL WIBAWA

Baik. Terima kasih, Yang Mulia. Ya, sesuai anjuran Yang Mulia bahwa di sini kami intinya saja.

Bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak yang baru diberlakukan ini, memang secara terang-terangan memperlihatkan adanya perlakuan diskriminatif bagi kalangan tertentu. Bahwa dengan alasan optimalisasi pemasukan negara, negara tiba-tiba akan memberikan pengampunan pajak atau menghapuskan hukuman pajak bagi para pelanggar pajak jumlah besar. Padahal orang-orang yang akan diberikan perlakuan istimewa tersebut adalah pelanggar undang-undang yang selama ini telah menghilangkan penerimaan negara yang notabene menghilangkan hak rakyat.

Pengampunan pajak tersebut juga hanya diikuti dengan sistem kompensasi yang jumlahnya pun sangat tidak dapat diterima karena jauh dari hukuman yang ada dalam undang-undang yang sebelumnya. Kemudian bahwa aroma inkonstitusionalitas undang-undang ini pastinya sudah dapat diendus sejak konsiderans-konsideransnya atau pertimbangannya yang sangat lemah menurut kami dan karenanya melalui permohonan uji materiil ini Pemohon juga mempertanyakan konstitusionalitas Undang-Undang Perlindungan Pajak sejak konsiderans atau pertimbangan-pertimbangan yang melatarbelakangi terbitnya.

Bahwa dengan mendasarkan pada konsiderans atau

pertimbangan-pertimbangan yang inkonstitusional dalam hal ini distriminatif, bias, menafikan penegakan hukum di hadapan para penyelenggara pajak, maka Undang-Undang Penghapusan Pajak ini pun dengan sendirinya hanya melahirkan pasal-pasal ketentuan yang inkonstitusional pula.

Oleh karena itu, di dalam permohonan ini Pemohon juga mengajukan pengujian atas pasal inti, yaitu Pasal 1 di antaranya yang akan memperlihatkan inkostitu … inkonstitusionalnya undang-undang ini akibat penerbitannya yang tidak berdasarkan konsiderans yang konstitusional.

Sebagai contoh saja dari sejak konsiderans ya, di undang-undang ini di pertimbangannya huruf d bahwa untuk meningkatkan penerimaan negara dan pertumbuhan perekonomian serta kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam pelaksanaan wajib perpajakan, perlu menerbitkan kebijakan pengampunan pajak. Konsiderans ini tentu tidak relev … tidak

(17)

relevan atau bahkan bertentangan dengan jiwa konstitusi dimana di pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 justru disebutkan untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan

bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Kemudian, untuk dari

pasal-pasalnya sama, ada beberapa pasal tapi fokus kami ada di beberapa pasal saja.

Oleh karena itu, secara petitum kami sampaikan sebagaimana dalam permohonan. Terima kasih, Yang Mulia.

23. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, baik. Terima kasih. Pada prinsipnya ketiga permohonan ini ya, dari segi format ya, struktur permohonan sudah cukup baik, walaupun memang harus ada perbaikan di beberapa subbagian, ya. Itu yang pertama.

Yang kedua, harus ada konsistensi, misalnya tadi Pemohon Nomor 57/PUU-XIV/2016 dan 59/PUU-XIV/2016 masih … apa … menggunakan istilah Undang-Undang Pengampunan Pajak atau Undang-Undang Penghapusan Pajak. Jadi, harus konsisten dan sesuai dengan undang-undang tentunya walaupun di dalam undang-undang-undang-undangnya itu sendiri ada menyebut istilah penghapusan pajak, tetapi undang-undangnya ini undang-undang tentang apa, kan begitu. Jadi, merupakan kewajiban Majelis Panel untuk memberikan masukan terkait dengan permohonan Para Pemohon. Dipersilakan, Yang Mulia. Siapa dulu? Ya, Yang Mulia Pak Palguna dulu.

24. HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA

Baik. Terima kasih, Pak Ketua. Saudara Pemohon ya, kami sudah membaca permohonan ini, intinya sama. Mungkin juga berangkat dari … apa … bukan dari kantor yang sama, ya? Enggak, ya? Ya, tapi begini, ada hal pertama yang selalu ingatkan dalam setiap perbaikan permohonan, kunci utama agar permohonan sudah bisa diperiksa untuk selanjutnya adalah kejelasan mengenai legal standing. Khusus untuk permohonan ini, ini berlaku untuk semua secara umum, ya. Karena menurut Pasal 51 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, itu ada beberapa kualifikasi pihak yang mempunyai legal standing. Bisa perorangan Warga Negara Indonesia. Yang kedua, kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang memenuhi syarat tertentu. Yang ketiga, badan hukum, baik badan hukum publik maupun badan hukum privat. Yang keempat adalah lembaga negara.

Dalam permohonan ini khususnya di permohonan Nomor 57/PUU-XIV/2016, itu ada bagian yang dicampur. Misalnya tentu saja berbeda

(18)

antara hak konstitusional badan hukum privat dan hak perorangan. Badan hukum privat kan, tidak mempunyai hak masalah untuk menganut keyakinan, enggak ada, kan? Hak untuk menganut kebebasan politik, enggak ada, kan? Hak untuk tidak dituntut berdasarkan hukuman yang berlaku surut, enggak ada, kan? Kalau badan hukum … apa … mungkin itu ada ya, hak untuk misalnya menganut kebebasan … apa … untuk tidak disiksa, begitu kan, enggak … itu kan hak-hak perorangan, begitu kan.

Nah, oleh karena itu karena ini untuk di permohonan di Nomor 57/PUU-XIV/2016 khususnya, itu dipisahkan antara Pemohon yang perseorangan dengan Pemohon yang badan hukum, misalnya. Kalau badan hukum itu LSM itu tidak dengan sendirinya badan hukum. Ada enggak nomor pendaftaran badan hukumnya? Itu yang harus disampaikan juga. Lembaga swadaya masyarakat, ya, itu tidak serta-merta badan hukum, walaupun sudah dibuat dengan akta notaris.

Oleh karena itu, kalau bukan badan hukum dalilnya, saran saya lebih baik didalilkan sebagai kelompok orang yang mempunyai kepentingan sama. Misalnya, sesuai dengan Penjelasan Pasal 51 ayat (1) huruf a yang dimaksud warga negara Indonesia itu siapa, gitu? Kelompok orang yang mempunyai kepentingan sama. Apa kesamaan kepentingannya? Jelaskan dulu, baru kemudian jelaskan kerugiannya.

Jadi, pertama adalah Anda harus menjelaskan kerugian hak konstitusionalnya dari … akibat diberlakukannya dari undang-undang ini. Itulah pintu pertama yang harus terbuka supaya Mahkamah bisa memeriksa pokok permohonan. Nah, jelaskan dulu.

Anda tidak perlu menjelaskan terlalu rumit bahwa … kan, sudah ada itu putusan-putusan Mahkamah Konstitusi tentang apa itu kerugian hak konstitusional. Di situlah dijelaskan. Pertama, Pemohon harus menjelaskan dulu apa kualifikasinya, apakah sebagai perorangan warga negara Indonesia, badan hukum, lembaga negara, ataukah kesatuan masyarakat hukum adat? Nah, kemudian dari situ diturunkan, lalu … lalu secara spesifik, Anda sebutkan dengan berlakunya undang-undang ini, hak kami yaitu hak ini, ini, ini, dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Hak apa itu? Nah, jelaskan secara umum saja dulu. Oleh pasal ini, pasal ini mengatakan begini maka hak kami dirugikan.

Nah, pisahkan antara penjelasan tentang kerugian konstitusional itu dengan alasan pertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Itu di belakang Anda jelaskan. Ya, misalnya pasal ini berbunyi, pasal a rumusannya seperti ini, pasal ini bertentangan dengan pasal berapa misalnya di Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Karena apa? Jelaskan di bawahnya. Kemudian ada pertentangan lainnya, bertentangan dengan pasal ini dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, jelaskan lagi argumentasi Anda. Itu di belakang, di alasan untuk menjelaskan inkonstitusionalitas dari norma undang-undang yang Anda mohonkan pengujian.

(19)

Ya, jadi ada dua penjelasan yang mesti klir. Satu, penjelasan tentang kerugian hak konstitusional Anda sesuai dengan kualifikasi itu sebagai perorangan warga negara Indonesia, apa hak yang dirugikan? Sebagai badan hukum, apa mungkin hak Anda yang dirugikan? Nah, bisa saja nanti setelah … setelah uraian masing-masing legal standing sesuai dengan kualifikasi Pemohon ini jelas. Di alasan inkonstitusional mereka bisa bergabung, alasannya sama, enggak masalah. Tapi di depannya tentu berbeda karena kualifikasi Pemohonnya berbeda, itu. Paham, ya? Itu yang pertama.

25. KUASA HUKUM PEMOHON NOMOR 57/PUU-XIV/2016: SUGENG TEGUH SANTOSO

Terima kasih, Yang Mulia.

26. HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA

Nanti yang kedua itu. Nah, itu yang terpenting. Nah, kalau argumentasinya kan, tadi sudah saya … kami sudah mendengar semua. Nah, lalu yang kedua tentang penyebutan ini, ya … penyebutan pasal dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Jadi yang lazim digunakan itu adalah … dan ini memang sejak dari Badan Pekerja MPR juga ketika merumuskan perubahan itu menyebutnya begitu. Bukan Pasal 23 huruf a misalnya tapi 23A, gitu ya. Dan bukan Pasal 28D angka 1 tapi pasal … bukan Pasal 28 huruf d angka 1 tapi Pasal 28D ayat (1) dan itu yang anunya. Jadi, itu penyebutan. Ini tampaknya sepele, tapi kalau itu keliru Anda sebutkan bisa permohonannya jadi kabur, kan? Kalau permohonannya jadi kabur, nanti yang Anda mohonkan juga terbang, kan? karena putusannya NO, kan gitu. Kalau … Anda sudah tahu, Anda lawyer semua kan, sudah tahu kalau permohonan itu yang obscuur itu putusannya apa? Pasti sudah mengertilah. Nah, itu.

Nah, terakhir untuk yang … saya ingin memberikan catatan khusus untuk permohonan … Pemohon Nomor 59/PUU-XIV/2016. Jadi, memang sudah ada kami terima suratnya. Jadi, Pemohon I ini Kusnadi Hutahayan ini anu ya … sudah me … apa … mengundurkan diri … dari kedudukan sebagai Pemohon, itu pertama.

Terus yang kedua, di samping tadi penjelasan atau saran umum tadi, saya ingin memastikan kepada Pemohon ini. Coba Anda lihat di petitumnya di halaman 20, ya karena agak kabur ini petitum Saudara ini. Petitumnya yang satu oke, “Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan pengujian ini.”

Kemudian yang kedua, coba yang kedua, saya bacakan ya, “Menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak dan telah dicatatkan pada Lembaran Negara 2016 dan Tambahan Lembaran Negara 5899 inkonstitusional.”

(20)

Jadi, artinya Anda membatalkan seluruh undang-undang permohonan ini? Ya, kalau begitu di … anu saja, ndak usah panjang-panjang begitu, menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (lembaran negara nomor sekian, sekian) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, gitu. Terus yang kedua, sama, menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 (lembaran negara sekian, sekian) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, gitu. Kalau memang maunya seperti itu. Tampaknya seperti itu.

Nah, baru yang kedua ada atau-nya ini. Kalau enggak yang pertama, Anda minta yang kedua ini, kan gitu, kan? Penghapusan pajak. Itu istilah frasa penghapusan pajak, frasa uang tebusan, frasa pengampunan pajak. Kan itu yang Anda maunya, ya? Jadi kalau enggak dapat yang satu, kira-kira Anda menginginkan yang kedua yang minimal, gitu lah kira-kira, ya? Tapi redaksinya juga harus sama, misalnya menyatakan frasa penghapusan pajak dalam Pasal 1 angka 1, serta pasal sekian, sekian, dan seterusnya bertentangan dengan Undang-Undang Dasar sepanjang begini, begini, begini. Itu kan? Nah, baru yang kedua juga begitu. Menyatakan Pasal 1 angka 1 dan seterusnya dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang gini, gini, gini. Ini artinya Anda minta apa ini? Konstitusional bersyarat apa inkonstitusional bersyarat? Karena enggak ada yang anunya ini. Oh, itu dua hal yang tak mirip, tapi tak berbeda anunya, ujungnya nanti. Anda minta inkonstitusional bersyarat atau konstitusional bersyarat, itu mesti jelas di permohonan ini. Begitu juga yang berlaku untuk frasa uang tebusan, pengampunan pajak, dan sebagainya. Ya, itu diperjelas ya. Jadi, dari yang pertama.

Nah, oleh karena itu, saya belum … apa namanya … belum dapat diyakinkan betul dalam pengertian ya memang logikanya karena Anda minta … yang Anda minta kan adalah pengertian dari … dari Pasal 1 itu pasti berpengaruhnya kepada seluruh ini ya. Nah, tetapi apakah bangunan argumentasi itu sudah dibangun secara komprehensif, itu adalah hal yang … yang berbeda nanti yang akan kita persoalkan. Tapi sebagai kewajiban dari Hakim Konstitusi, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 39 dari Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, itulah nasihat yang bisa kami berikan. Terima kasih, Pak Ketua.

KETUA: ANWAR USMAN

Baik. Berikutnya, Yang Mulia Prof. Aswanto.

HAKIM ANGGOTA: ASWANTO

Terima kasih, Yang Mulia Ketua. Para Pemohon ya, ada tiga permohonan ini, kompak saya kira, terutama kompak dalam kekeliruan,

(21)

gitu ya. Dari tiga permohonan ini kalau kita lihat di bagian depan, itu semua menulis, Permohonan Uji Materi tentang Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penghapusan Pajak, gitu ya. Padahal Saudara semua melampirkan bukti Undang Pajak gitu kan, Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak, gitu. Ini kan filosofinya sangat berbeda, gitu.

Nah, dari judul ini saja, kalau kita mencermati seperti yang Beliau tadi katakan, Yang Mulia Pak Palguna, ini bisa terbang ini karena bukti yang Saudara ajukan adalah Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak, tetapi yang Saudara minta untuk diuji penghapusan pajak. Coba. Bahkan di … apa namanya … di Permohonan Nomor 58/PUU-XIV/2016, itu tidak ditulis Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016, lebih ditulis Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006. Saya enggak tahu, apakah ini karena tergesa-gesa atau karena emosi sehingga … padahal ya, Saudara kan, sudah melampirkan bukti-bukti ya, antara lain konstitusi Undang-Undang Dasar Tahun 1945, termasuk Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016, tetapi mungkin itu tadi.

Bahkan saya tadi mencermati antara Permohonan Nomor 59/PUU-XIV/2016 dan Nomor 57/PUU-59/PUU-XIV/2016, ada beberapa lembar yang titik komanya persis sama, gitu. Nah, ini yang saya bilang, kompak benar ini. Kompak benar ini Pemohonnya.

Nah, tapi sesuai dengan amanat undang-undang, tugas kami pada Pemeriksaan Pendahuluan ini untuk memberikan nasihat dalam rangka penyempurnaan.

Nah, saya mulai dari tadi Yang Mulia Pak Palguna sudah menyampaikan, saya mulai dari ini contoh, contoh yang tadi beliau sudah sampaikan, mestinya di … apa … dikonkretkan, tetapi kemudian uraiannya menjadi ngambang gitu, kaitannya dengan legal standing.

Saya contohkan Permohonan Perkara 57/PUU-XIV/2016, gitu ya. Nah, di Perkara 57/PUU-XIV/2016 Pemohon I itu merupakan badan hukum privat, tadi sudah beliau menyampaikan. Kemudian Pemohon Kedua itu, Pemohon Kedua dan Pemohon Ketiga itu adalah perseorangan. Nah, perseorangan yang ada sebagai konsultan … profesi sebagai konsultan dan ada yang sebagai pelajar. Nah, Pemohon III ya, Pemohon III itu merupakan seorang pelajar.

Nah, ini harus Saudara betul-betul yakinkan Mahkamah bahwa Pemohon I yang tadi badan hukum privat, kemudian Pemohon II dan Pemohon III itu memenuhi persyaratan yang ada di dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, ya Pasal 51, nanti dilihat Pasal 51. Dan tidak hanya me … apa … tidak hanya menyampaikan dalam permohonan ini bahwa kami punya legal standing, itu tidak … tidak kita terlalu persoalkan Anda mengatakan punya legal standing atau tidak. Yang penting bagi kami adalah ada argumen yang logis dan bukti yang konkret nanti bahwa memang yang bersangkutan itu ada kerugian

(22)

konstitusional sehingga dia punya legal standing untuk mengajukan. Misalnya, Pemohon III tadi pelajar.

Apa hubungannya antara pengampunan pajak dengan … apa kerugian yang dia alami? Apa kerugian konstitusional yang dialami oleh pelajar ini dengan adanya pengampunan pajak, bahkan perlu juga digambarkan apakah dia sudah menjadi … apa namanya ... tax payer, apakah dia sudah punya NPWP? Ini harus ... harus digambarkan sehingga kami bisa yakin bahwa memang … karena bisa saja, secara substansif barangkali yang Saudara sampaikan itu benar, tetapi karena tadi Pemohon yang Nomor 59/PUU-XIV/2016 mengatakan bahwa ada pihak-pihak yang dengan adanya ... dengan adanya undang-undang ini banyak pihak-pihak yang dirugikan secara konstitusional. Nah, pertanyaannya apakah pihak-pihak itu yang menjadi Pemohon? Ya, mungkin memang ada yang dirugikan, tetapi pertanyaannya itu tadi, apakah Para Prinisipal ini termasuk di dalam orang-orang yang disampaikan oleh Pemohon ... Pemohon Nomor 59/PUU-XIV/2016 tadi bahwa banyak pihak yang dirugikan, gitu.

Nah, kalau yang mengajukan itu adalah tidak bisa membuktikan

bahwa dia mempunyai kerugian konstitusional ya, dia tidak bisa dianggap punya legal ... legal standing. Bahkan tidak hanya cukup uraian yang komprehensif mengenai itu, tetapi juga harus ditambahkan bahwa dengan adanya norma ini, norma yang diminta untuk diuji ini, Para Pemohon punya … apa namanya ... ada potensi, ada potensi kerugian yang bisa terjadi, gitu, dan harus Saudara uraikan secara komprehensif bahwa potensi kerugian ini tidak akan terjadi atau tidak potensial lagi terjadi kalau norma yang Saudara minta untuk diuji itu dikabulkan oleh Mahkamah. Itu harus digambarkan gitu sehingga kami lebih ... lebih mudah gitu, ya.

Nah, banyak yang teknis-teknis, saya kira perlu ketelitian, ya.

Saya kembali lagi ke Nomor 58/PUU-XIV/2016 … eh … Nomor 57/PUU-XIV/2016, di Nomor 57/PUU-XIV/2016 itu ini yang mungkin karena terburu-buru ya, di halaman 41 angka 3 itu menurut Pemohon, mengutip Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Pengampunan Pajak, tapi kemudian bunyi pasal yang muncul itu bunyinya Pasal 28F Undang-Undang Dasar Tahun 1945, gitu. Nah, ini jangan-jangan copy paste kemana-mana, ini akhirnya ini mungkin bertukar-tukar file, ini jadi dilihat nanti ... di ... di … apa ... perlu kecermatan, gitu ya. Pasal ... dilihat di halaman 41, Para Pemohon menuliskan bunyi Pasal 23 ya, menurut ... Pemohon ya ini bunyinya Pasal 23, tapi ternyata yang tertera di situ bukan Pasal 23 tapi Pasal 28F.

Nah kemudian, ini kan, saya kira menarik ini permohonan Saudara

apalagi tiga bersamaan dan kompak, mungkin kami bisa dibantu untuk lebih meyakinkan. Saudara bisa bantu untuk lebih meyakinkan kami bahwa memang Undang-Undang Pengampunan Pajak ini lebih banyak mudaratnya daripada positifnya. Mungkin Saudara bisa melakukan … apa

(23)

namanya ... komparasi apa, perbandingan gitu, ada ... coba Saudara lihat perbandingannya, bisa melakukan perbandingan misalnya beberapa negara, dari beberapa negara yang pernah melakukan kebijakan seperti itu, dan bagaimana hasilnya, gitu.

Kami sadar bahwa ... ya, saya terutama pribadi menilai bahwa

teman-teman yang mengajukan permohonan ini yang merasa mungkin nasionalismenya terganggu, gitu ya, dengan adanya ini. Bisa Saudara melakukan perbandingan atau memberikan gambaran negara-negara yang pernah membuat kebijakan seperti itu dan bagaimana hasilnya? Misalnya kan, banyak negara yang pernah melakukan itu, Amerika juga pernah melakukan ... apa … tax amnesty itu, begitu dan bagaimana hasilnya, gitu ya. Supaya kita lebih yakin bahwa ini memang normanya ada persoalan, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 nanti karena Undang-Undang Dasar Tahun 1945 itu kan, antara lain pasal-pasal yang Saudara jadikan sebagai batu uji kan, untuk ... menjamin keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, lalu nanti ternyata norma ini tidak mewujudkan itu, justru sebaliknya.

Nah, yang itu yang sifatnya teknis-teknisnya nanti tolong

diperbaiki, tadi Yang Mulia Pak Palguna juga sudah menyampaikan. Di petitum, tolong di petitum lagi di … apa ... dicermati lagi tadi, dicermati karena mestinya kan, Anda, apa yang Anda uraikan di posita, Anda ... Anda pertajam di posita. Anda membangun argumen di posita, lalu argumen itulah nanti yang kemudian Anda … apa namanya ... kerucutkan menjadi petitum, gitu ya, ya itu untuk satu yang untuk Nomor 58/PUU-XIV/2016.

Kemudian yang 5 ... nah, ini yang teknis juga karena ini tadi Pak Nomor 58/PUU-XIV/2016 itu cara penulisan, banyak tadi Yang Mulia juga. Nah, di permohonan Nomor 58/PUU-XIV/2016, saya mencoba membolak-balik. Saya masih susah menangkap ... masih susah menangkap apa kerugian konstitusionalnya? Saya membolak-balik. Saya membolak-balik membaca berkasnya tadi, di mana kerugian konstitusional dari Para Pemohon, ya? Dan masih itu ... masih ada inkonsistensi, ya, selalu menulis … apa ... Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penghapusan Pajak, gitu. Tolong nanti di … apa namanya ... dicermati kembali itu.

Lalu kemudian ada lagi di Perkara Nomor 58/PUU-XIV/2016 ini, itu mengutip pasal ... ketentuan Pasal 3 ayat (1), tarif uang tebusan. Saya periksa di Pasal 3 ayat (1) enggak begitu bunyinya. Ini ... ini, ya mungkin karena terlalu bersemangat. Wah, ini terlalu bersemangat akhirnya ... ini kalau bunyinya Pasal 3 ayat (1) itu, “Setiap wajib pajak berhak mendapatkan pengampunan pajak.”

Ya, he eh. Ini Saudara menulis Pasal 3 ayat (1), “Tarif uang tebusan dan seterusnya.”

(24)

Itu bukan bunyinya Pasal 3 itu. Pasal 2 juga Anda kutip, pasal ... eh, sori. Pasal 3 angka 2 Saudara tuliskan, “Dalam hal harta yang diungkapkan di atas dan tersebut,” itu juga bukan bunyi Pasal 3 angka 2. Nah, ya, kami di Mahkamah walaupun berkasnya tebal bertumpuk, kita tidak lewatkan begitu saja, mungkin pikir, “Ah, enggak mungkin didapat ini.” Kita dapat ini. Kita dapat ... tidak ada halaman yang kita lewatkan, kita sisir halaman per halaman sehingga kita temukan bahwa ada beberapa yang … apa ... salah masuk gitu, ya. Ya, ini.

Nah ... intinya di pasal ... intinya di ini, tolong di ... intinya di Perkara Nomor 58/PUU-XIV/2016 ini tolong elaborasi kembali kerugian konstitusionalnya sehingga kami yakin bahwa memang ... karena kerugian konstitusional juga itu akan berkaitan erat dengan legal standing.

Yang terakhir. Ini (suara tidak terdengar jelas) tiga, ya. Tadi ini ... ini kompak semua, Pak Yang Mulia ini, cara penulisan pasal Undang-Undang Dasar Tahun 1945-nya 23 huruf a, 23 ... ini untuk lebih yakin barangkali. Ini huruf a, ini huruf b ini. Nah, ini di permohonan ini … di permohonan ini juga, ya, saya mencoba tadi bahkan saya baca, saya sandingkan, saya sandingkan antara permohonan 59 dengan 57, ada beberapa di halaman 14, halaman 23 halaman 16, halaman 26 itu titik komanya sama, gitu. Ini bagus juga tidak merepotkan kita lagi.

Nah, tetapi yang menjadi problem juga di ini, itu tadi kita belum yakin, kita belum yakin bahwa dia punya ... dia punya kerugian konstitusional. Tolong yakinkan kami bahwa memang ada kerugian konstitusional yang dialami oleh Para Pemohon, bukan kerugian materiil, kerugian konstitusional yang harus muncul, gitu ya. Dan ditambah lagi untuk lebih yakin dan memang normanya harus begitu bahwa harus Anda juga menggambarkan bahwa dengan dikabulkannya permohonan Saudara, potensi atau kerugian yang faktual tidak terjadi lagi. Dari saya cukup, Yang Mulia. Terima kasih.

27. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, terima kasih, Yang Mulia. Jadi, luar biasa itu masukan itu sudah kayak kuliah itu, ya. Ya, jadi hal-hal yang mungkin dianggap sepele, tetapi berakibat fatal itu supaya diperhatikan.

Jadi, Saudara-Saudara diberi kesempatan selama 14 hari ya, untuk memperbaiki permohonan. Ya, sekiranya masukan-masukan tadi mau diterima atau mau diterima sebagian, sebagian tidak, atau tetap dengan permohonan. Nah, itu hak dari Para Pemohon.

Jadi, untuk itu sidang di ... nanti setelah ada perbaikan baru ditentukan, ya, tetapi yang pasti perbaikannya itu paling lambat hari Selasa, tanggal 9 Agustus 2016, pukul 10.00 WIB, ya. Sudah jelas, ya?

Ya, kalau ... jangan menunggu tanggal 9, lebih cepat lebih baik tentunya, ya. Sudah jelas, ya? Pemohon Perkara Nomor

(25)

57/PUU-XIV/2016, 58/PUU-57/PUU-XIV/2016, 59/PUU-57/PUU-XIV/2016, ya? Ada hal-hal yang ingin disampaikan atau cukup?

28. KUASA HUKUM PEMOHON NOMOR 57/PUU-XIV/2016: SUGENG TEGUH SANTOSO

Cukup, Yang Mulia. Kami menerima semua nasihat yang diberikan untuk memperbaiki. Terima kasih.

29. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, baik, terima kasih. Dengan demikian sidang selesai dan selanjutnya ditutup.

Jakarta, 27 Juli 2016

Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d

Rudy Heryanto

NIP. 19730601 200604 1 004

SIDANG DITUTUP PUKUL 15.40 WIB KETUK PALU 3X

Referensi

Dokumen terkait

Sebagian besar masyarakat di sekitar MA Darul Hijroh masih memegang pendirian yang kuat untuk mempercayakan pendidikan putra- putrinya di lembaga islam, dengan

(3) Pada saat Peraturan Bupati ini mulai berlaku, Perturan Bupati Cilacap Nomor 48 Tahun 2017 tentang Pedoman Tata Cara Penghitungan, Penganggaran dalam Anggaran Pendapatan

Nilai produksi biogas yang dihasilkan selama 15 hari pemantauan dilakukan tabulasi data dalam bentuk tabel dan diplotkan dalam bentuk grafik dimana pada sumbu x

Mengingat sering terjadi akibat tindakan-tindakan atau keputusan- keputusan bisnis para pemegang saham pengendali perusahaan yang berpotensi merugikan para investor, perlindungan

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan Penggugat dan saksi-saksi Penggugat tersebut, Majelis Hakim menemukan fakta-fakta bahwa antara Penggugat dan Tergugat tidak pernah

Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis data yang telah dijabarkan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa ada pengaruh penggunaan multimedia pembelajaran

Maka dari pengolahan analisa data tersebut didapatkan hasil bahwa Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa pada penelitian ini terdapat pengaruh yang