• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN. teks. Oleh karena itu sering disebut sebagai tema atau topik. Tema dari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V PEMBAHASAN. teks. Oleh karena itu sering disebut sebagai tema atau topik. Tema dari"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V PEMBAHASAN

A. Analisis Teks 1. Tematik

Tematik menunjuk pada gambaran umum dari suatu teks. Bisa juga disebut sebagai gagasan inti, ringkasan, atau yang utama dari suatu teks. Topik menggambarkan apa yang ingin diungkapkan. Topik menunjukkan konsep dominan, sentral, dan paling penting dari isi suatu teks. Oleh karena itu sering disebut sebagai tema atau topik. Tema dari wacana tersebut memberikan suatu gambaran umum mengenai pendapat yang ingin disampaikan. Secara keseluruhan, teks pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia Abdurrahman Wahid di depan sidang Dewan Perwakilan Rakyat 16 Agustus 2000 memaparkan tentang konsep untuk mensejahteraan masyarakat. Konsep tersebut tergambarkan dengan jelas baik yang bersifat sosial, ekonomi, politik dan budaya. Melalui konsep tersebut Gus Dur mengharapakan masyarakat menjadi penopang utama dalam pemerintahannya sehingga akan tercapai kesejahteraan rakyat. Topik yang disampaikan oleh Gus Dur dalam teks pidato tersebut keterkaitan dengan kekuasaan, demokrasi, humanisme, kepentingan nasional, masyarakat sipil, supremasi dan penegakan hukum, penyelenggaraan pemerintah yang baik, kebebasan dan hak asasi manusia.

(2)

2. Skematik

Dalam konteks penyajian wacana, bentuk dan skema teks pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia Abdurrahman Wahid yang disampaikan di depan sidang Dewan Perwakilan Rakyat 16 Agustus 2000 meliputi tiga hal yaitu pembukaan, isi dan penutup. Bagian dari pembukaan biasanya terdiri dari pengertian materi pidato dan orientasi materi pidato, seperti terlihat dalam teks pidato di bawah ini:

Alhamdulillah, hari ini kita kembali menyongsong Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang akan kita peringati besok tanggal 17 Agustus 2000. Konvensi ketatanegaraan yang kita pelihara selama ini, dengan Presiden menyampaikan pidato di hadapan sidang pleno DPR-RI yang terhormat pada setiap tanggal 16 Agustus, adalah sesuatu yang baik. Kesempatan ini bisa kita gunakan bersama untuk melakukan refleksi atas perjalanan kita sebagai bangsa. Besok, usia kemerdekaan kita akan mencapai 55 tahun, tetapi usia kebangsaan Indonesia jauh lebih tua dari itu.1

Sebagai seorang cendikiawan muslim tentunya Gus Dur tidak lepas dari tuntunan agama yang dianutnya yaitu Islam, untuk memulai ucapannya dengan pujian atas karunia Tuhan, setelah itu Gus Dur berusaha untuk memberikan pengertian dari materi pidato kenegaraan yang ditulisnya. Di awal paragraf Gus Dur sudah menyampaikan maksud dari tulisannya, bahwa ia akan membawakan sebuah pidato kenegaraan dalam rangka untuk menyonsong ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 55. Dalam kalimat pembuka itu Gus Dur juga mengharapkan

1

(3)

kepada seluruh elemen, baik elemen pemerintahan maupun elemen masyarakat agar bisa melakukan refleksi atas perjalanan Bangsa Indonesia. Bagian selanjutnya berisi uraian-uraian atau isi pidato. Dalam bagian ini, Gus Dur memberikan penjelasan, alasan bukti-bukti yang mendukung akan terciptanya sebuah negara yang damai dan sejahtera. Pada bagian ini Gus Dur telah banyak menguraikan faktor-faktor yang menghambat terjadinya ketidak stabilan dalam negara.

Dalam pidato yang disampaikan, Gus Dur selaku Presiden RI-4 mempunyai tanggung jawab yang sangat besar dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat. Salah satu upaya yang dilakukan Gus Dur, yaitu dengan mengajak kepada seluruh elemen baik pemerintah maupun masyarakat agar bisa melakukan refleksi perjalanan bangsa yang sudah berumur 55 tahun. Sebab tanpa mawas diri atau refleksi yang dilakukan oleh segenap warga bangsa ini, tidak mustahil pemerintah dan masyarakat Indonesia akan gampang mengulang berbagai kesalahan persefsi, kebijakan dan tindakan dari individu, kelompok atau golongan dibeberapa masa sebelumnya.2 Semua konsep yang dibangun Gus Dur akan menjadi bahan kontemplasi paling intensif dalam menyiapkan dan menyelenggarakan indoktrinasi falsafah pancasila.3

Kebangsaan Indonesia telah lahir dan berproses mematangkan kehadirannya di bumi nusantara ini jauh sebelum proklamasi

2

Novel Ali, Peradaban Komunikasi Politik (Potret Manusia Indonesia), Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 199, hal. 79.

(4)

kemerdekaan dilakukan. Kelahiran itu berproses dari sejak bangkitnya kesadaran eksistensial para pendahulu kita untuk membentuk komunitas politik yang secara hakiki menolak kehadiran bangsa lain yang menjajah wilayah dan masyarakat nusantara. Proses penghayatan yang terus meluas dan menyebar itulah yang kemudian membentuk kesadaran kolektif kita sebagai suatu bangsa. Dari sini terbukti bahwa kebangsaan atau nasionalisme bukanlah sesuatu yang terbentuk dan lahir secara alamiah, tetapi adalah suatu produk dari pertumbuhan sosial dan intelektual suatu masyarakat dalam suatu tahapan sejarah tertentu.

Para pendiri republik ini sepakat meletakkan fondasi dari ikatan kebangsaan Indonesia pada kesamaan nasib dan kesamaan cita-cita. Dengan nasib yang sama, terjalinlah ikatan emosional dan moral yang kuat, yang bisa kita sebut persaudaraan sebagai bangsa. Dengan cita-cita yang sama, terbentuklah solidaritas untuk menggalang kekuatan mengejar kemajuan, mendirikan negara, membentuk pemerintahan, menegakkan hukum, dan mengembangkan kehidupan di berbagai bidang.4

Pada paragraf di atas dapat kita cermati bahwa Gus Dur melakukan konstruksi membangun sejarah,5 untuk membangun rasionalitas atas genealogi budaya, kekuatan politik, atau pun konstruksi sejarah Indonesia. Gus Dur melihat bahwa kepentingan membangun konstruksi demikian adalah untuk tujuan mengikat hubungan atau memposisikan diri di dalam komunitas-komunitas tersebut.6 Menurut Gus Dur lahirnya sebuah negara, dilatar belakangi oleh kesadaran kolektif yang dilandasi oleh ikatan emosional dan moral yang kuat terhadap hadirnya

4

http://www.ri.go.id/istana/...

5

Menurut Gus Dur, sejarah adalah masa lalu, yang tidak akan terwujud lagi kecuali diwujudkan di masa sekarang. Pembicaraan Gus Dur sebenarnya lebih pada upaya mewujudkan sejarah masa silam dalam konteks sekarang. Hal tersebut tidak dipahami seperti memindahkan barang dari satu tempat ketempat yang lain. Harus dipahami bahwa manusia telah mengalami perkembangan yang pesat, maka pemindahan sejarah masa silam ke masa sekarang, dimaksudkan melalui proses interpretasi. Transformasi, dan adaptasi. Lihat Munawar Ahmad, Ijtihad Politik Gus Dur…, hal. 257.

6

(5)

bangsa lain yang menjajah di Negara Indonesia. Negara merupakan hasil dari kesepakatan dan perjuangan politik dari berbagai pihak, bukan milik mayoritas ataupun pihak tertentu. Selain itu unsur-unsur pembentuk negara juga sangat komplek, beragam, dan plural. Situasi ini merupakan fakta yang tidak bisa dipungkiri, sehingga Gus Dur sadar bahwa unsur-unsur yang terlibat dalam negara harus dihargai dan diberikan hak yang sama. Hak-hak asasi manusia harus diwujudkan dalam kemampuan menghindarkan umat manusia secara keseluruhan dari kehancuran, dan dengan demikian usaha-usaha perdamaian akan tercapai.7

Proklamasi itu sendiri kita maknai sebagai puncak dari kesepakatan bangsa Indonesia untuk mewadahi kehidupan bersamanya melalui pembentukan sebuah negara kebangsaan yang merdeka, berdaulat dan demokratis. Para pendiri negara ini sejak awal telah bersepakat bahwa negara kebangsaan Indonesia yang demokratis itu bukanlah milik dari sekelompok orang, tidak terkecuali kelompok mayoritas, baik dalam artian suku, agama, maupun kelas dan kasta. Negara Republik ini adalah milik bangsa Indonesia seluruhnya.

Hari ini sangat layak bagi kita sekalian untuk berbicara banyak tentang nilai-nilai kebangsaan, kemerdekaan, dan demokrasi, karena nilai-nilai tersebut akan terus menyertai perjalanan kita ke depan. Ketiganya terjalin dalam hubungan persenyawaan yang sangat kuat. Kita tidak mungkin mengembangkan demokrasi dan memberi makna pada kemerdekaan di luar bingkai kebangsaan. Demokrasi yang memberi legitimasi pada kedaulatan rakyat tidak mungkin diekspresikan secara efektif di luar formasi kebangsaan. Kedua nilai itu, kebangsaan dan demokrasi, tidak bisa hidup sempurna dalam keterpisahan. Kebangsaan tanpa demokrasi akan kehilangan dinamika hidup, dan demokrasi tanpa nasionalisme akan menjadi liar.8

7

Shaleh Isra, Prisma Pemikiran Gus Dur…, hal. 94.

8

(6)

Pada paragraf di atas Gus Dur menjelaskan, proklamasi merupakan sebuah kesepakatan bersama yang menjunjung nilai-nilai demokrasi. Demokrasi tidak hanya merupakan sebuah suatu sistem yang mampu menjamin kebebasan advokasi saja, tetapi juga memiliki nuansa etis yang mampu menjaga lahirnya keadilan tanpa kekerasan. Hal tersebut terjadi karena mekanisme demokrasi membuka ruang dialog secara seimbang dan sejajar dari semua pihak. Bagi Gus Dur, keputusan demokrasi tidak selamamnya menuju pada suatu kesepakatan atau mufakat, tetapi yang lebih tinggi adalah munculnya pemahaman dan penghargaaan atas nilai-nilai kemanusiaan yang universal.9 Menurut Gus Dur, nasionalisme10 merupakan sebuah persyaratan yang penting untuk dapat menjamin terlaksananya pembangunan. Karena pembangunan meliputi usaha dalam menterjemahkan perasaan-perasaan nasionalisme yang kabur dan tidak teratur menjadi suatu semangat kewarganegaraan, dan menciptakan lembaga-lembaga yang dapat menterjemahkan aspirasi-aspirasi nasioanalisme dan kewarganegaraan kedalam kebijaksanaan dan

9

Munawar Ahmad, Ijtihad Politik Gus Dur…, hal. 314.

10

Konsep nasionalisme menurut Gus Dur mirip dengan konsep nasionalisme para ulama yang mana meletakan wawasan atau pondasi kebangsaan yang sanat penting. Fondasi kebangsaan itu secara umum berakar kepada dua aspek, yaitu aspek normative dan historis. Aspek normative, yaitu rumusan hadis Nabi Muhammad SAW, bahwa cinta tanah air adalah bagian dari iman (hub al-waman min al-iman), kemudian dalam surah al-hujarat ayat 13. Aspek historis, yaitu selalu menghubungkan atau mendasarkan argumentasinya dengan piagam Madinah (Piagam madinah adalah salah satu mahakarya monumental dari Nabi Muhammad SAW. Walaupun hanya terdiri dari 47 pasal tapi mengandung prinsip-prinsip mendasar hidup bermasyarakat dan bernegara yang sangat modern). Lihat., Gani Jumat, Nasionalisme Ulama (Pemikiran Politik Kebangsaan Sayyid Idrus bin Salim Aljufriy, 1891-1969), Jakarta: Kementerian Agama RI, 2012, hal. 49-50.

(7)

program.11 Demokrasi model Indonesia dalam konsep Gus Dur memiliki ciri, berupa kombinasi yang integralistik dari berbagai entitas, seperti politik, budaya, rasionalitas, dan kekuatan kultural. Jadi demokrasi yang dimaksudkan oleh Gus Dur adalah suatu sistem demokrasi yang telah mengalami “pribumisasi” dengan kultural Indonesia.12

Dalam pengalaman sejarah kita sendiri, sangat jelas bahwa semangat dan citarasa kebangsaan itulah yang mengantarkan bangsa ini pada kemerdekaan, melalui mana kita memperoleh kesempatan untuk membangun sebuah sistem politik yang demokratis. Kalau pertalian nilai-nilai ini saya angkat kembali hari ini, tidak lain maksudnya agar kita, bangsa Indonesia, mau memahami bahwa iklim kebebasan politik yang kini kita bangun bukanlah sesuatu yang terpisah dari komitmen kebangsaan yang diletakkan oleh para pendiri republik ini. Dalam dua tahun terakhir ini, bangsa Indonesia memang mulai menemukan kembali hak-hak demokrasinya. Ini tampak jelas dalam hal kebebasan berekspresi, baik lisan maupun tulisan.

Hadirnya begitu banyak institusi, asosiasi dan organisasi di luar formasi negara dalam dua tahun terakhir ini merupakan pertanda yang positif. Terutama jika kiprah mereka mengarah pada terbentuknya masyarakat yang mampu menolong dirinya dan menyelesaikan masalah-masalahnya sendiri, masyarakat yang mandiri secara ekonomi dan secara intelektual, atau yang lazim disebut "civil society".13

Pada kedua paragraf di atas menurut Gus Dur bahwa dalam masyarakat sipil, demokrasi menjadi sebuah keharusan yang harus dipenuhi, bukan saja karena demokrasi sangat memungkinkan terbentuknya suatu pola interaksi dan relasi politik yang berimbang dan

11

Yahya Muhaimin, Masalah-Masalah Pembangunan Politik, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1988, hal. 9.

12

Munawar Ahmad, Ijtihad Politik Gus Dur…, hal. 315.

13

(8)

tidak eksploitatif, melainkan lebih penting dari itu, demokrasi menciptakan penghargaan atas kondisi Bangsa Indonesia yang plural sehingga terciptalah sebuah kemerdekaan14 secara mendiri. Demokrasi dapat mempersatukan beragam kecenderungan dari kekuatan bangsa. Gus Dur menganggap demokrasi menjadi sedemikian penting dalam suatu negara yang pluralis karena kehidupan bangsa yang utuh hanya bisa tercapai dan tumbuh di dalam masyarakat sipil, yang mana menurut Gus Dur menjadi ruang belajar yang dialektis bagi pergumulan diskursus. Tegaknya masyarakat sipil bukan hanya terletak pada pola hidup berdampingan secara damai saja, melainkan pada tegaknya role of law.15 Demokrasi adalah sebuah sistem yang terbuka, mengedepankan representasi, dan dinamis. Sesuai dengan asas demokrasi, biarlah sistem itu tetap terbuka tidak perlu untuk dikhawatirkan dengan masa depan bangsa, karena yang lebih penting adalah, bagaimana kaidah-kaidah16 demokrasi itu ditegakkan.17

14

Merdeka berarti lepas atau bebas. Sekarang ini kata merdeka itu sudah digunakan oleh pihak keamanan, seperti merdeka dari penahanan atau bisa diartikan bebas. Namun kata “merdeka” disitu lebih dari bebas. Bagi semua bangsa, merdeka berarti lepas dari penjajahan. Kata ini digunakan untuk menunjukan kepada kemandirian politik, ekonomi, maupun yang lain-lainya. Lihat Muhammad Zaki, Gus Dur Presiden Republik Akhirat…, hal. 37.

15

Munawar Ahmad, Ijtihad Politik Gus Dur…, hal.317.

16

Menurut Kuntowijoyo dalam bukunya “Identitas Politik Umat Islam” menderetkan kaidah-kaidah demokrasi yang sejalan dengan visi Islam seperti ta’aruf ( saling mengenal), syura (Musyawarah), ta’awun(kerjasama), mashlahat (manfaat), adl (adil), dan taghyir ( perubahan). Lihat Denny JA, HA, Sumargono dkk, Negara Sekuler (Sebuah Polemik), Jakarta Pusat: PT Abadi, 2000, hal. 125.

(9)

Tetapi, seperti yang telah saya katakan tadi, sebagaimana halnya dengan kebangsaan, demokrasi pun bukanlah sesuatu yang lahir secara alamiah. Kecanggihan kita dalam membangun demokrasi akan menentukan bukan saja kualitas demokrasi itu sendiri, tetapi juga kelangsungan hidupnya. Kalau atas nama demokrasi, kita secara sadar atau tidak, membenarkan atau membiarkan terjadinya tindak kekerasan dalam masyarakat, menjadikan sikap benci dan dendam sebagai instrumen untuk menyingkirkan lawan politik, atau mengeksploitasi kelalaian dan kesalahan pemerintah di masa lalu untuk memberi pembenaran pada gerakan separatisme, bisa dipastikan bahwa makna demokrasi sebagai proses rasional untuk menyelesaikan berbagai konflik akan sulit kita wujudkan. Semua ini bisa terjadi, kalau praktik demokrasi tidak dibingkai oleh semangat kebangsaan yang merupakan kesepakatan nilai untuk secara moral dan emosional bersatu dan merasa satu.

Karena itu, upaya redefinisi, reorientasi dan reproduksi atas nilai-nilai kebangsaan dan demokrasi tersebut sangat kita perlukan. Kepeloporan para pemimpin politik dalam membangun kesadaran dan pemahaman masyarakat atas nilai demokrasi dan kebangsaan itu sangat diperlukan, agar makna kemerdekaan sebagai pembebasan lahir batin dari segala praktik kezaliman dapat lebih mewarnai kehidupan kita sehari-hari, baik di bidang politik, maupun sosial, ekonomi dan budaya.18

Dari paragraf di atas menurut Gus Dur, demokrasi dapat mempersatukan beragam arah kecenderungan kekuatan-kekuatan bangsa. Demokrasi dapat mengubah ketercerai-beraian arah masing-masing kelompok menjadi berputar bersama-sama menuju kedewasaan, kemajuan dan integritas bangsa.19 Penghayatan demokrasi adalah sebuah proses, yaitu proses yang ajeng dan tiada henti-hentinya, melahirkan kesanggupan bermartabat, dengan tekat atau ikrar yang menyatakan bahwa sekalipun belum atau tidak mampu untuk secara positif memberi sumbangan bagi

18

http://www.ri.go.id/istana/...

(10)

tegaknya demokrasi.20 demokrasi telah menjadi sebuah pilihan terbaik dalam trional, Gus Dur menegaskan bahwa demokrasi sebagaimana halnya dengan negara tidaklah pernah sempurna dan memuaskan. Kerelaan untuk menerima kenyataan ini justeru membangkitkan tekad untuk selalu mengusahakan perbaikan terus menerus, agar menghampiri kesempurnaan sekaligus menjaga agar tidak terjadi kemerosotan dan kemacetan, apalagi penyimpangan yang tidak perlu.21 Demokrasi yang ditawarkan oleh Gus Dur tidak hanya dalam bentuk prosedur-formal, tetapi juga dalam bentuk kultur etis. Demokrasi menjadi ruang presentasi publik yang mampu melahirkan jawaban-jawaban bagi penyelesaian persoalan-persoalan bangsa, karena didalam demokrasi akan tercipta pelbagai tawaran yang memungkinkan terjadinya choice and exit secara variatif.22

Hadirin yang berbahagia,

Adalah sesuatu yang ironis kalau dalam suasana memperingati hari kemerdekaan kali ini, masih cukup banyak warga bangsa kita yang terpuruk dalam keprihatinan akibat belum merdeka dari rasa takut akan keselamatan diri dan keluarganya. Para pengungsi dari daerah-daerah konflik dan kerusuhan, mengalami hal ini dari hari ke hari. Kaum miskin di perkotaan pun belum sepenuhnya merdeka dari rasa takut tergusur dan terusir dari tempat tinggalnya, yang secara legal dan sosial mungkin memang tidak layak dipertahankan. Merdeka dari penderitaan berkepanjangan, masih belum pula dikecap oleh saudara-saudara kita yang berada dalam kondisi kemiskinan struktural.

Kita menyadari bersama, bahwa pembangunan selama ini belum sepenuhnya mampu memberi kesejahteraan yang adil bagi seluruh lapisan masyarakat. Kita pun belum berhasil mencabut akar-akar kemiskinan dan penderitaan yang tertanam di 20 Ibid., hal. 50. 21 Ibid., hal. 49. 22 Ibid., hal. 321.

(11)

tengah masyarakat. Ini antara lain disebabkan karena kemiskinan sebagai fenomena multidimensional harus didekati secara holistik, dan membutuhkan keterlibatan semua pihak dalam penanggulangannya. Upaya itu mencakup penyediaan lapangan kerja yang seluas mungkin, peningkatan akses pelayanan kesehatan dan pendidikan, serta akses akan prasarana dasar yang layak dan terjangkau.

Tantangan yang kita hadapi dalam menangani masalah kesejahteraan rakyat memang berat. Upaya memberdayakan masyarakat miskin itu harus dilakukan agar mereka lebih mampu mengatasi sendiri masalah-masalahnya. Untuk itu, kepada mereka perlu dibuka akses informasi, kebebasan berorganisasi dan kesempatan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang menyangkut dirinya sendiri.23

Kesejahteraan menurut Gus Dur merupakan tujuan negara. Struktur negara merupakan perangkat politik guna mendistribusikan kesejahteraan secara meluas dan merata. Kesejahteraan dalam kontek ini adalah menjaga dan menyediakan pembangunan demi kelangsungan kesejahteraan hidup manusia secara mendasar. Mengingat keterbatasan negara dalam menjangkau daerah-daerah terpencil atau masyarakat bawah, maka negara harus memaksimalkan lembaga-lembaga swadaya masyarakat guna mencapai tingkat distribusi yang maksimal.24

Dengan perlakuan yang adil di muka hukum, terwujudnya persamaan hak dan derajat bagi warga negara bisa terjamin. Persamaan inilah yang menjadi jaminan terciptanya keadilan sosial yang sebenarnya. Jadi, kesejahteraan dan kebahagian akan tercapai jika negara mampu menegakkan role of law secara maksimal dan menjunjung tinggi

23

http://www.ri.go.id/istana/...

(12)

supremasi hokum.25 Konsep tersebut dikenal dengan maqashid asy-syariah. Dengan konsep tersebut Gus Dur menjadi seorang demokrat, budayawan, pembela yang lemah, pengayom minoritas dan pelindung bagi mereka yang disesat-sesatkan. Konsep tersebut juga yang menjadi dasar Gus Dur untuk mengambil anti kekerasan dalam segala hal.26 Dengan begitu pola yang digunakan oleh Gus Dur adalah metode keseimbangan dengan menekankan kepada terciptanya keharmonisan. Karena dalam teorinya suatu kondisi harmonis ada dalam masyarakat jika dan bila kebudayaan, kepribadian, dan sistem sosial “cocok” secara normative dan struktur sehingga variable-variabel polanya memuaskan..27

Transformasi dari ketergantungan menuju kemandirian ini yang perlu kita usahakan bersama. Pengalaman dalam menghadapi krisis ekonomi selama tiga tahun terakhir, menyadarkan kita betapa ketergantungan masyarakat yang demikian kuat kepada pemerintah telah melumpuhkan potensi kreativitas masyarakat untuk bangkit mengatasi krisis.

Karena itu, pemerintah mempunyai komitmen tinggi untuk mengurangi dominasi perannya. Apa yang dapat dilakukan oleh masyarakat sendiri tidak perlu lagi dilakukan oleh pemerintah, dan semua aparat pemerintah perlu meningkatkan kemampuannya untuk berfungsi sebagai fasilitator. Kita semua perlu menyadari betapa pentingnya membangun sebuah masyarakat yang bertumpu pada kemampuannya sendiri, bergantung pada inisiatifnya sendiri, dan percaya pada dirinya sendiri.

Di berbagai lingkar kebudayaan dan kehidupan rakyat sehari-hari masyarakat kita, sesungguhnya masih terdapat banyak kearifan, ketetapan hati, serta semangat pantang menyerah dalam menghadapi kesulitan. Di tengah rakyat, kita masih bisa menemukan tenaga hidup yang sesungguhnya, yang dapat

25

Ibid., hal. 320-321.

26

Hanif Dhahiri,41 Warisan Kebesaran Gus Dur…, hal. 122.

27

(13)

menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara yang kita cintai ini. Karena itu, memang memprihatinkan bahwa setelah lebih dari 50 tahun merdeka, kita belum cukup sukses dalam menata hubungan antar kelompok, suku, ras dan pemeluk agama. Patut disayangkan, bahwa darah masih mengalir, rasa dendam dan benci masih tertanam dalam hati sejumlah tertentu generasi penerus kemerdekaan, justru di saat rasa kebangsaan kita sedang teruji berat di tengah terpaan globalisasi.28

Gus Dur sangat menaruh perhatian terhadap peran kekuasanya sebagai presiden. Kekuasaan yang melekat pada dirinya merupakan faktor utama untuk melakukan suatu perubahan. Melalui kekuasaanya itulah, perubahan yang mendasar dapat dilakukan, sebuah tranformasi ketergantungan masyarakat berubah menjadi kemandirian. Kesadaran politik yang dibangun oleh Gus Dur merupakan sebuah interpretasi kepada masyarakat agar kesadaran politik tersebut menjadi bekal untuk memahami pola kekuasaan didalam lingkup yang lebih luas yaitu negara. Pemahaman yang diberikan oleh Gus Dur tidak lepas dari liberalisme yaitu mementingkan hak-hak dasar manusia atas kehidupan. Liberalisme memberi ruang kesadaran akan lahirnya norma, kedaulatan hukum, dan keadilan tanpa memandang asal usul etnis, budaya dan agama. Gus Dur sangat apresiatif terhadap paham liberalisme yang menempatkan manusia sebagai makhluk yang bebas dan berdaulat. Menurut Gus Dur dengan kebebasan yang dimilikinya, manusia bisa berkembang menjadi individu yang kreatif dan produktif sehingga mampu mengemban tugas mulia

28

(14)

sebagai khalifah di muka bumi.29 Karena itu semua kemajemukan bisa mendapatkan hak hidup damai serta masing-masing menyusun ke Indonesia baru mampu memberikan sumbangan-sumbangan terbaik bagi bangsa.30

Maka, tugas kita ke depan adalah menata kembali hubungan antar kelompok dalam format yang lebih kreatif dan manusiawi. Kita perlu merumuskan sebuah agenda nasional untuk rekonsiliasi, dialog dan komunikasi, demi memulihkan hubungan antar warga masyarakat di berbagai daerah. Kita juga perlu membangkitkan respon kultural terhadap macetnya komunikasi politik masyarakat kita di beberapa tempat.

Walaupun disharmoni sosial masih terus berlangsung, terutama di wilayah Maluku dan Maluku Utara, tidak seyogianya kita berputus asa. Nilai-nilai budaya kita yang banyak mengandung kearifan untuk menghargai orang atau kelompok lain, belum punah. Perbedaan suku, agama, ras, ataupun golongan selama ini telah biasa kita lihat sebagai bagian azasi dari kemajemukan. Banyak di antara kita yang menyadari bahwa konflik yang terjadi itu bukanlah sesuatu yang asli. Ia merupakan produk dari tangan-tangan kotor yang dengan licik memanfaatkan kelengahan masyarakat terhadap nilai-nilai budayanya sendiri, akibat terjadinya pergesekan kepentingan yang akut dalam hubungan-hubungan sosial, politik dan ekonomi masyarakat setempat. Maka, kalau sikap dan relasi baru yang berlandaskan semangat persaudaraan sebagai bangsa dapat dibangun kembali, dimana setiap golongan dan orang per orang memperoleh penghargaan akan hak dan martabatnya, ada harapan konflik itu akan bisa diselesaikan.31

Secara sederhana Gus Dur, hendak menjelaskan bahwa semua elemen menjadi unsur untuk pembentukan negara, sehingga diantara elemen-elemen tersebut tidak semestinya saling menonjolkan atas yang

29

Hanif Dhahiri, 41 Warisan Kebesaran Gus Dur…, hal. 69-70.

30

Muhammad Zakki, Gus Dur…, hal. 31.

31

(15)

lain. Karena masing-masing memberikan konstribusi untuk semua. Integralisme Indonesia tidak hanya dibangun oleh unsur suku, ras, dan budaya tetapi juga oleh agama. Baik agama wahyu maupun non wahyu seperti kejawen yang turut terlibat dalam pembentukan Pancasila dan Bineka Tunggal Ika. Bagi Gus Dur, terjadinya konflik yang terjadi di wilayah Maluku dan Maluku Utara, salah satu faktor utamanya adalah akibat lahirnya sikap berang dan militansi buta dalam memahami agama.32 Di sisi lain, agama sendiri tidak di fungsikan secara “transformatife” kedalam fakta sosial yang sebenarnya. Fakta sosial yang serba beragama, baik budaya, ekonomi, maupun status sosial mencirikan agama hanya dipahami sebagai dogma yang eksklusif. Melalui pemikirannya yang progresif, Gus Dur menolak gerakan yang mencabut lokalitas dengan menggantikannya dengan nilai-nilai yang berasal dari luar. Hal ini juga menjadi alasan kenapa Gus Dur menolak gerakan Islam formalis atau fundamentalis yang hendak pemberangusan nilai-nilai lokal dari Indonesia.33 Menurut Gus Dur dengan adanya gerakan Islam formalis atau fundamentalis tersebut hanya akan meninggalkan semangat kebangsaan yang telah lama mempersatukan sebagai bangsa sejak berabad-abad yang lalu. Hal tersebutlah yang seharusnya senantiasa kita ingat sebagai bagian

32

Gus Dur tidak setuju dengan pendirian laskar-laskar agama untuk menyelesaikan konflik-konflik tersebut. Secara tegas ia mengatakan perjuangan hak asasi manusia, demokrasi, dan kedaulatan hukum adalah perjuangan universal dan bukan hanya menjadi hak atau claim satu-satunya sebuah agama. Bagi Gus Dur masyarakat dirangsang untuk tidak terlalu memikirkan manifestasi simbol dari agama dalam kehidupan, tetapi lebih mementingkan kepada esensinya. Keadilan bagi Gus Dur adalah milik semua bangsa, dan harus ditegakkan umat beragama. Lihat Muhammad Rifai, Gus Du)…, hal. 102.

(16)

terpenting dari sejarah kita sebagai bangsa. Inilah modal bangsa kita untuk merengkuh kehidupan masa depan.34 Secara eksplisit pemikiran politik Gus Dur menunjukan pemikiran “Kiri Islam”35 yang gigih mempromosikan pemikiran alternatif berbasis mengedepankan persamaan, keadilan, kebebasan dan sikap egaliter ditengah masyarakat Indonesia.

Pada saat yang sama, kita juga memerlukan keberanian untuk melakukan koreksi menyeluruh terhadap kesalahan-kesalahan bersama di masa lampau. Hanya dengan itu, kita bisa mengayunkan langkah dan mulai membangun masa depan baru secara bersama sebagai warga bangsa. Saya yakin bahwa moralitas budaya semacam inilah yang akan bisa menyelamatkan kita dari bahaya disintegrasi bangsa.

Saudara Ketua, para Wakil Ketua, Anggota DPR-RI yang terhormat, dan Hadirin yang saya hormati,

Sejalan dengan semangat untuk menata kembali kehidupan berbangsa dan memperbaharui kembali kesepakatan-kesepakatan kita, di bidang ekonomi pun kita ditantang untuk membangun kembali tatanan perekonomian nasional. Krisis yang melanda telah merusak banyak sendi penting dari perekonomian nasional kita. Akibatnya, banyak bagian dari masyarakat kita yang belum pernah menikmati hasil pembangunan selama ini, bahkan makin menderita akibat krisis ekonomi. Untuk menata dan membangun kembali perekonomian setelah krisis itu, kita akan secara konsisten melandaskannya pada prinsip demokrasi ekonomi, yakni jalan menuju kemakmuran bagi semua orang. Upaya pemulihan ekonomi, dengan demikian, tidak hanya sekedar mengembalikan kinerja ekonomi dalam bentuk tercapainya pertumbuhan yang tinggi, namun yang tidak kalah pentingnya adalah menciptakan kebersamaan dan partisipasi rakyat secara nyata dalam proses pembangunan. Dengan cara itu, kita akan

34

Muhammad Zakki. Gus Dur…, hal. 39.

35

Istilah “Kiri Islam” diartikan sebagai ideologi aktivisme memang tepat untuk Tan Malaka, karena ia merupakan representasi dari dua ideologi marxisme dan juga Islam. Namun Istilah “Kiri Islam” mendapat pengertian baru setelah Shimogaki menjelaskan konsep Hassan Hanafi, bahwa kiri Islam menjadi ideologi intelektualisme dengan ciri tiga pilar, yakni Islam klasik, penentangan terhadap peradaban Barat, dan analisis terhadap realitas dunia Islam. Lihat Munawar Ahmad, Ijtihad Politik Gus Dur…, hal. 5.

(17)

mewujudkan keadilan dan membuka kesempatan yang lebih luas bagi masyarakat untuk menikmati kemakmuran.36

Kedua paragraf di atas menunjukan semangat perubahan yang ingin dilakukan oleh Gus Dur. Kesadaran Gus Dur untuk melakukan perubahan di Indonesia melalui kekuasan sudah dipahaminya sejak 1970-an. Menurut Gus Dur kemamuran masyarakat terletak pada keberanian seorang pemimpin. Menurut Gus Dur ketegasan dan keberanian itulah seseorang pemimpin mampu membuat banyak terobosan dan pembaharuan yang nyata dalam kehidupan bangsa. Bagi Gus Dur tugas utama seorang pemimpin adalah mewujudkan perdamaian, keadilan dan kesejahteraan rakyat, bukan menghiasi dengan citra keberhasilan yang semu, tetapi justeru membawa banyak kerusakan ditengah masyarakat.37 Gus Dur percaya bahwa untuk menjadikan Indonesia agar memperoleh kematangan sebagai suatu bangsa, ia harus berani menghadapi musuh-musuh imanejer dan mengganti kecurigaan dengan persehabatan dan dialog. Hal itu dilakukan untuk menghapus kecurigaan karena Gus Dur berencana untuk secepatnya mengadakan hubungan diplomatik dengan Israel.38

Pembangunan kembali perekonomian kita ditujukan untuk menciptakan keseimbangan antara pertumbuhan dan keadilan, efisiensi dan pemberdayaan, efektifitas dan kualitas kehidupan. Pada saat yang sama, krisis yang telah menginjak tahun ketiga mengharuskan kita untuk melakukan berbagai kebijakan pemulihan yang sering menimbulkan dampak yang berat bagi

36

http://www.ri.go.id/istana/...

37

Hanif Dhahiri, 41 Warisan Kebesaran Gus Dur, hal. 96.

(18)

kehidupan ekonomi dan sosial, serta peka secara politik. Empat pilar program pemulihan yang telah saya sampaikan dalam pidato di depan Sidang Tahunan MPR minggu yang lalu akan kita laksanakan, yakni: satu, menjaga stabilitas makro; dua, memperkuat dan membangun kembali institusi ekonomi; tiga, meneruskan kebijakan dan penyesuaian struktural; dan empat, melindungi kelompok miskin dan pemberdayaan ekonomi lemah. Landasan demokrasi ekonomi yang diartikan sebagai kemakmuran bagi semua, memiliki dua elemen penting, yakni kemakmuran dan kesempatan bagi seluruh warga masyarakat untuk menikmatinya. Kemakmuran yang dicapai semata-mata melalui pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pasti tidak akan terjaga kelangsungannya. Ini terlihat dari pengalaman kita sendiri sepanjang krisis ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang menjadi landasan penciptaan kemakmuran, ternyata runtuh bersama faktor-faktor pendukungnya akibat goyahnya stabilitas makro, rapuhnya institusi akibat pengelolaan yang buruk (bad governance), distorsi kebijakan struktural, dan lemahnya kualitas sumber daya manusia akibat kemiskinan dan tidak adanya akses terhadap pendidikan, teknologi, informasi dan kesehatan.39

Dari paragraf di atas, Gus Dur hendak memberikan sebuah tawaran progresivitasnya untuk melakukan perubahan dalam perekonomian negara atau disebut merdeka secara ekonomi.40 Ia melakukan lintas batas sikap sebagai seorang presiden, menjadi seseorang yang menawarkan kemajuan-kemajuan sosial-politik kedalam perekonomian masyarakat. Yang disebut oleh Gus Dur empat pilar program pemulihan yakni; Satu, menjaga stabilitas makro; Dua, memperkuat dan membangun kembali institusi ekonomi; Tiga, meneruskan kebijakan dan penyesuaian struktural; dan Empat, melindungi

39

http://www.ri.go.id/istana/...

40

Merdeka secara ekonomi berarti sama sekali tidak bergantung kepada negara lain dalam segala hal. Secara politik bebas dari penjajah pihak lain. Contonya lepasnya Indonesia dari penjajahan kolonial Belanda sehingga bangsa kita mampu segera mengembangkan budaya politik, ekonomi, maupun lainya. Lihat Muhammad Zakki, Gus Dur…, hal. 37.

(19)

kelompok miskin dan pemberdayaan ekonomi lemah. Ini sebenarnya merupakan eksperimentasi, yang pada kenyataanya, perubahan struktural kekuasaan negara merupakan pekerjaan yang sangat sulit untuk dilakukan. Melalui persoalan-persoalan yang dihadapi, tampaknya Gus Dur belajar melakukan eksperimentasi pemikiran politiknya guna memahami proses perubahan struktural pada level negara.

Untuk menciptakan kemakmuran, pertumbuhan ekonomi merupakan suatu prasyarat. Meskipun demikian, pertumbuhan yang akan kita pulihkan itu haruslah berlandaskan pada fondasi baru yakni kondisi institusi publik yang bersih dan kredibel, institusi ekonomi seperti perbankan dan badan usaha yang sehat dan dikelola dengan baik, serta kelengkapan peraturan dan penegakan hukum untuk menjaga mekanisme pasar yang efektif dan berkeadilan. Untuk itu, upaya kita dalam pemulihan dan restrukturisasi ekonomi yang telah dilakukan dalam sepuluh bulan ini akan terus kita jalankan secara konsisten dan dengan disiplin yang tinggi.

Elemen kedua dalam demokrasi ekonomi adalah kesempatan yang sama bagi seluruh masyarakat untuk ikut menciptakan dan menikmati kemakmuran. Ini terkait erat dengan konsep keadilan ekonomi. Keikutsertaan masyarakat dalam proses penciptaan kemakmuran dan menikmati hasil pembangunan di masa lalu memang sangat terbatas, akibat pola pengambilan keputusan dan penguasaan yang sangat sentralistik, disertai praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Koreksi terhadap praktik buruk tersebut perlu dilakukan, dan pelaksanaan desentralisasi kekuasaan, akan menjawab permasalahan keadilan, yaitu terciptanya kesempatan ekonomi yang sama bagi seluruh warga negara Indonesia dari lapisan, golongan dan daerah mana saja.41

Dari paragraf di atas sepertinya Gus Dur menawarkan prosedur pembenahan negara yang diarahkan terutama pada restrukturisasi ekonomi. Hal ini logis karena Gus Dur melihat faktor struktural kuasa

41

(20)

dnegara sangat dominan dan otokratif mempengaruhi maju mundurnya perkembangan perekonomian negara. Prosedur awal yang dilakukan adalah meyakinkan negara terhadap kondisi rawan dalam terjadinya praktik buruk yang dilakukan oleh petinggi negara dan demokrasi ekonomi. Terhadap langkah ini Gus Dur menunjuk keadilan ekonomi sebagai target yang harus dicapai oleh masyarakat dalam proses penciptaan kemakmuran dan menikmati hasil pembangunan yang sangat terbatas. Gus Dur melakukan analisis terhadap elite kuasa yang cenderung menciptakan pengambilan keputusan dan penguasaan yang sangat sentralistik, disertai praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Menurut Gus Dur KKN merupakan dosa inti rezim terdahulu. Menurutnya ada tiga menterinya yang terlibat dalam praktik tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan oleh Gus Dur dalam demokrasi ekonomi adalah dengan melakukan kunjungan ke Beijing. Kunjungan tersebut dimaksudkan untuk melakukan kerjasama dalam bidang perekonomian. Gus Dur berharap bahwa dengan kunjungannya ke Beijing, ia akan memberikan tanda positif terhadap masyarakat Indonesia.42

Berbagai instrumen untuk melaksanakan tujuan keadilan ekonomi akan terus ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya. Pertama, anggaran negara yang lebih memihak kepada masyarakat miskin dan kelompok ekonomi lemah akan terus ditingkatkan. Pemihakan itu terlihat dalam bentuk alokasi untuk perbaikan mutu sumber daya manusia melalui pendidikan, latihan, dan perbaikan kualitas kesehatan, termasuk perbaikan lingkungan hidup serta program jaring pengaman sosial. Sama pentingnya dengan upaya itu, pemerintah akan terus melakukan

42

(21)

perbaikan dan pembangunan infrastruktur agar mobilisasi faktor produksi dapat berjalan semakin baik, aman dan lancar.

Instrumen lain yang dapat digunakan adalah kebijakan penyaluran kredit dan kebijakan penanaman modal. Perbankan yang telah direkapitalisasi agar mengutamakan penyaluran kreditnya pada kelompok ekonomi lemah. Kedua instrumen tersebut akan dikembangkan tanpa melanggar rambu-rambu kehati-hatian, baik pada anggaran negara maupun dalam aturan perbankan. Pada akhirnya, upaya pemberdayaan dan pemihakan hanya akan berhasil apabila kesempatan partisipasi masyarakat memang dirancang untuk selalu dibuka seluas-luasnya dan seadil-adilnya dalam pengelolaan kegiatan ekonomi.43

Pada kedua paragraf di atas sepertinya Gus Dur menawarkan alternatif upaya pemecahan permasalahan yang sedang dihadapi oleh negara. Pertama, anggaran negara yang lebih memihak kepada masyarakat miskin dan kelompok ekonomi lemah akan terus ditingkatkan. Pemihakan itu terlihat dalam bentuk alokasi untuk perbaikan mutu sumber daya manusia melalui pendidikan, latihan, dan perbaikan kualitas kesehatan, termasuk perbaikan lingkungan hidup serta program jaring pengaman sosial. Kedua, kebijakan penyaluran kredit dan kebijakan penanaman modal akan dikembangkan tanpa melanggar rambu-rambu kehati-hatian, baik pada anggaran negara maupun dalam aturan perbank-an. Penjelasan ini tampaknya didasari oleh upaya keadilan ekonomi yang dilakukan di beberapa intrumen yang dilaksanakan. Secara eksplisit, Gus Dur melakukan pembaharuan dalam demokrasi ekonomi. Secara implisit, Gus Dur melakukan pembelaan terhadap masyarakat miskin dan kelompok

43

(22)

ekonomi kelas bawah atau lemah yang selama ini cenderung hak-hak mereka dirampas oleh elit pemerintah yang tidak bertanggung jawab.

Landasan peraturan dan kepastian hukum harus disiapkan, agar rancangan kebijakan yang ideal dapat terwujud. Unsur terpenting dalam menciptakan kepastian hukum adalah penegakan hukum yang dirasakan masih belum memadai dan harus menjadi bagian penting dalam program mewujudkan keadilan bagi masyarakat. Kita bersama-sama perlu memulai dan menyelesaikan tugas berat tersebut, baik dalam menyempurnakan perundang- undangan, membenahi sistim dan lembaga peradilan maupun dalam upaya memberantas kejahatan dan penyelewengan-penyelewengan hukum lainnya.

Aspirasi masyarakat agar lebih banyak tugas dan fungsi pemerintahan dilimpahkan ke daerah, disertai implikasi keuangannya, akan menjadi tema penting dalam pengelolaan kenegaraan mulai saat ini. Desentralisasi kewenangan dan keuangan ke daerah akan semakin mendekatkan pemerintah kepada masyarakat yang harus dilayaninya. Proses itu memerlukan peningkatan kapasitas dan akuntabilitas publik, dan akan menumbuhkan semangat ikut memiliki dan bertanggungjawab dari masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Untuk mencegah kemungkinan penyalah-gunaan wewenang, kita sedang dan akan menciptakan rambu-rambu obyektif yang diperlukan. Ini penting, agar kepentingan masyarakat terlindungi dan pertanggungjawaban publik dapat tercapai.44

Gus Dur menjelaskan bagaimana landasan peraturan dan kepastian hukum harus disiapkan. Gus Dur mengkritisi peran para elit negara khususnya lembaga peradilan yang selama ini hanya menjadi penyeleweng hukum tanpa dilandasi dengan yuridis yang jelas. Gus Dur secara tegas merampingkan departemen-departemennya dan memulai proses reformasi agar mereka dapat secara berangsur-angsur ikut serta

44

(23)

dalam permasalahan tersebut.45 Walaupun Gus Dur menyatakan rasa optimismenya bahwa ia akan bisa menyelesaikan masalah-masalah yang telah dan sedang terjadi, ia sebenarnya tahu bahwa ia tengah memasuki kapasitas, akuntabilitas publik dalam aspirasi masyarakat. Prioritas utamanya adalah mencoba untuk melakukan penyelenggaraan pemerintahan di daerah dengan tujuan agar kepentingan masyarakat terlindungi dan pertanggung jawaban publik dapat tercapai.

Pembangunan kembali perekonomian kita untuk mencapai cita-cita kemerdekaan, dilaksanakan dalam lingkungan global yang terus berubah. Globalisasi ekonomi menghendaki diterapkannya prinsip-prinsip universal, seperti pengelolaan yang baik (good governance), penerapan dan perlindungan hak azasi manusia, serta perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup. Karena itu, pengelolaan perekonomian harus berdasar pada aturan yang lebih adil, tegas, dan pasti, demi melindungi kepentingan pekerja, konsumen, dan lingkungan hidup. Kepentingan-kepentingan itu sama bobotnya dan sejalan dengan kepentingan pemerintah sendiri. Pada saat yang sama, ia pun harus seimbang dengan kepentingan investor dan pelaku usaha.46

Penjelasan ini mengindikasikan bahwa Gus Dur menempatkan globalisasi ekonomi di dalam masyarakat Indonesia sebagai lingkaran kecil yang berada dalam lingkaran besar, karena didalamnya terdapat proses pembentukan karakter good governance. Gus Dur tampaknya melihat globalisasi ekonomi sebagai subkultural yang bertujuan untuk mencapai cita-cita kemerdekaan. Pola ini dipandang perlu dijelaskan oleh Gus Dur, karena melalui pola ini ia dapat memberikan pemahaman kepada

45

Greg Barton, Biografi Gus Dur…, hal. 382.

46

(24)

masyarakat yang relatife berpikiran negative terhadap pemimpin negara atas kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan.

Saudara Ketua, para Wakil Ketua dan Anggota Dewan yang terhormat, hadirin yang saya muliakan,

Beban yang dipikul oleh pemerintah ke depan, sangatlah berat. Di atas pundak setiap pemimpin pemerintahan Indonesia saat ini, baik pada tingkat nasional maupun daerah dan desa, terpikul beban untuk mencegah terjadinya atau berlanjutnya proses disintegrasi bangsa, akibat gerakan separatisme dan konflik sosial yang berlarut-larut.

Karena itu, saya mengharapkan agar para pemimpin pemerintahan itu benar-benar memahami aspirasi masyarakatnya, mencermati setiap perubahan yang terjadi di lingkungannya, serta memelihara komunikasinya dengan masyarakat luas. Kita semua harus pandai membangun pertalian batin dengan masyarakat, bermusyawarah dengan semua pihak dalam menyelesaikan berbagai masalah. Namun apabila semua upaya damai untuk mengatasi konflik gagal tercapai, adalah menjadi kewajiban pemerintah untuk menugaskan alat negara mengambil tindakan tegas sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

Selain dari beban politik untuk mencegah disintegrasi itu, pemerintah juga sangat sadar akan tanggungjawabnya untuk segera membawa bangsa dan negara ini keluar dari krisis ekonomi dan keuangan yang sudah berlangsung cukup lama. Pemerintah pun tidak lupa akan perannya yang semakin dibutuhkan untuk membawa bangsa ini masuk ke lingkungan pergaulan global secara terhormat, yang juga berarti menyiapkan masyarakat bangsa kita agar mampu mengambil manfaat dari globalisasi itu. Ini berarti bahwa perhatian pada pengembangan sumber daya manusia, baik melalui pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maupun melalui perbaikan kondisi kesehatan, harus diperbesar.47

Melalui penjelasan diatas, Gus Dur ingin menunjukan apa yang telah diucapkan menjadi sikap dari pemerintah pusat maupun daerah untuk memikul beban yang menjadi tanggung jawab bersama dalam mencegah terjadinya atau berlanjutnya proses disintegrasi bangsa. Tampaknya Gus

47

(25)

Dur ingin bercermin dari kearifan pemerintah dalam kehidupan pluralitas tanpa terjebak oleh modernisasi, tetapi justeru untuk menguatkan akar budaya setempat sebagai modal yang perlu dikembangkan. Seperti membangun komunikasi dengan masyarakat luas, membangun pertalian batin dengan masyarakat, bermusyawarah dengan semua pihak dalam menyelesaikan berbagai masalah. Namun secara sadar Gus Dur mengakui bahwa akan tanggung jawabnya untuk segera membawa bangsa dan negara ini keluar dari krisis ekonomi dan keuangan yang sudah berlangsung cukup lama. Gus Dur dengan semangat memperhatikan pemulihan ekonomi dan juga pemulihan seperti itu akan membantu mereka yang benar-benar dalam keadaan sulit. Juga Gus Dur bukanlah seseorang yang tidak serius dalam menangi masalah ekonomi karena mempunyai posisi yang telah difikirkannya secara baik. Ketika berhadapan dengan sekian banyak masalah yang telah membuat Indonesia terpuruk, tidak dapat selalu terlihat dengan jelas apa yang dapat atau seharusnya dikerjakan. Masalahnya bukanlah mencari pemercahan yang secara teknis seharusnya dibuat, melainkan mencari pemecahan yang dapat dijalankan secara politis.48

Dalam rangka itu semua, saya telah merancang kebijakan restrukturisasi pemerintahan untuk lebih mempertajam fokus dan prioritas kebijakan nasional di berbagai bidang. Di samping untuk mewujudkan implementasi otonomi daerah yang akan sepenuhnya efektif pada bulan Januari 2001, restrukturisasi ini juga merupakan langkah yang saya pandang tepat untuk lebih memudahkan pengambilan keputusan dan penetapan kebijakan.

(26)

Beberapa sektor pemerintahan yang di masa lalu terpisah, walaupun fungsi dan wewenangnya berhimpitan, akan ditempatkan di bawah atap yang sama. Restrukturisasi ini juga diharapkan mengakhiri praktik duplikasi kebijakan yang selama ini sulit dihindari akibat adanya dua atau lebih departemen dan instansi yang menggarap bidang yang sama. Inti dari restrukturisasi itu adalah efisiensi administrasi, profesionalisme dalam perumusan berbagai kebijakan dan efektifitas tindakan operasional dalam mengatasi berbagai masalah.49

Gus Dur memiliki kekuatan dan bukti yang kuat untuk melakukan perubahan dalam restrukturisasi pemerintahan. Konsep tersebut lebih ditunjukan kepada sektor pemerintahan yang selama ini dipandang fungsi dan wewenangnya berhimpitan. Pertama yang dilakukan oleh Gus Dur adalah menutup Departemen Penerangan (Deppen) karena menurut Gus Dur kehadiran departemen ini lebih banyak meruginya daripada manfaatnya, baik karena pendekatanya bersifat stalinis terhadap pengendalian informasi maupun karena kebiasaan yang telah berurat akar untuk memeras dari penerbitan media.50 Yang kedua Depertemen Sosial (Depsos), karena menurut Gus Dur departemen tersebut telah banyak melakukan kekeliruan, seperti anggapanya terhadap permasalahan yang terjadi pada masyarakat. Menurut departemen ini permasalahan yang terjadi dalam masyarakat itu sudah menjadi tanggung jawab masyarakat, biarlah masyarakat yang mengurusnya. Gus Dur khawatir terhadap

49

http://www.ri.go.id/istana/...

(27)

lembaga ini karena dikhawatirkan akan memperpanjang tali birokrasi yang tidak perlu.51

Pemerintah pada dasarnya menyadari bahwa dengan implementasi otonomi daerah, bukan saja kewenangan pemerintah nasional mengalami pengurangan, tetapi juga alokasi dana yang akan diterimanya akan lebih sedikit dibanding tahun-tahun sebelumnya. Kenyataan ini mengharuskan dilakukannya perampingan organisasi dan birokrasi, serta penyesuaian alokasi anggaran dan prioritas penggunaannya. Proses restrukturisasi dan perampingan ini akan dilakukan secermat mungkin guna mencegah kemungkinan timbulnya masalah baru yang tidak perlu. Realisasi dari rencana di atas mempersyaratkan menteri dan pejabat yang berkualitas tinggi dan pembagian tugas kepemimpinan pemerintahan yang lebih proporsional dan efektif. Insya Allah dalam waktu dekat, pemerintah hasil restrukturisasi itu akan hadir bersama saudara-saudara.

Walaupun tekad membangun pemerintahan yang baik melandasi kehadiran kabinet baru tersebut, saya percaya bahwa kiprah dan kualitas pengabdian mereka juga sangat tergantung dari kuatnya dukungan wakil-wakil rakyat di DPR sebagai mitra kerja pemerintah, serta luasnya penerimaan masyarakat terhadap setiap langkah yang akan diambil oleh pemerintah.52

Menurut Gus Dur pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Sebagai daerah otonom, daerah mempunyai kewenangan dan tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat, dan pertanggung jawaban kepada masyarakat.

51

Arief Mudatsir Mandan, Jejak Langkah Guru Bangsa…, hal. 121.

52

(28)

Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah53 diperlukan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab didaerah secara proporsional dan berkeadilan, jauh dari praktek korupsi, kolusi, nepotisme serta adanya perimbangan antara keungan pemerintah pusat dan daerah. Sehingga pemerintah pusat memutuskan untuk mensahkan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah, Undang-Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, serta Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.54

Pemerintahan yang baru itu akan saya bebani tanggungjawab untuk menyelesaikan masalah-masalah politik, ekonomi, dan sosial yang secara garis besar telah saya kemukakan tadi. Dari setiap pribadi menteri, pemerintah membutuhkan semacam komitmen moral untuk memberi pengabdian terbaiknya demi menyelamatkan kehidupan bangsa di berbagai bidang dan memberi makna pada kemerdekaan yang kita capai dengan susah payah serta pengorbanan yang besar ini.55

Selain uraian pada bagian isi pidato, Gus Dur juga berusaha untuk membatasi ruang lingkup pembicaraannya, artinya tidak terlalu melebar pada permasalahan yang lain. Gus Dur hanya menyampaikan ucapan

53

Meskipun penerapan prinsip otonomi daerah itu syarat dengan potensi konflik. Misalnya, pada kasus Surabaya dan Pasuruan. Sudah sekian lama sumber mata air dari Pasuruan yang menjadi sumber air minum untuk kota Surabaya. Pedahal selama ini tidak ada kompensasi dari Surabaya. Dengan adanya penerapan otonomi daerah tersebut munculah tuntutan dari Pesuruan. Muhammad Zakki, Gus Dur…, hal. 33.

54

Redaksi Sinar Grafika, Undang-undang Otonomi Daerah 1999, Jakarta: Sinar Grafika, 1999, hal. v.

55

(29)

terima kasih atas kerja sama antara elemen pemerintah dan masyarakat. Seperti terlihat dibawah ini:

Itulah hal-hal yang saya pandang penting untuk saya sampaikan dihadapan sidang yang mulia ini. Mudah-mudahan dengan semangat kebangsaan, kemerdekaan dan demokrasi yang menyelimuti kehadiran kita di gedung ini, kita bisa menciptakan kesepakatan-kesepakatan baru dalam mengoptimalkan pengabdian kita bersama kepada bangsa dan negara RI yang kita cintai bersama. Dirgahayu Republik Indonesia. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa bersama kita, amin.56

Secara keseluruhan struktur teks pidato yang dibuat Gus Dur sudah cukup lengkap, artinya mengandung bagian-bagian yang tersusun dengan baik, yaitu bagian pembuka, isi dan penutup. Terkait dengan wacana yang terbangun pada teks pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia Abdurrahman Wahid yang disampaikan di depan sidang Dewan Perwakilan Rakyat 16 Agustus 2000. Secara umum dalam isi pidato tersebut menggambarkan respon Abdurahman Wahid atas beberapa kejadian yang menimpa atau sedang dalam proses perbaikan dalam tatanan pemerintah dan masyarakat.

3. Semantik

Semantik dalam skema Van Dijk dikategorikan sebagai makna lokal dimana makna yang muncul tersebut merupakan hasil dari hubungan antar kalimat dan antar proposisi yang membangun makna tertentu dalam suatu bangunan teks. ada beberapa bagian yang mempengaruhi yang dapat mempengaruhi dalam elemen semantik ini seperti latar, detil,

56

(30)

maksud. Secara semantik terdapat tiga hal pokok yang dijelaskan, yang pertama adalah mengenai kemerdekaan. Kedua mengenai demokrasi. Ketiga mengenai kebangsaan. Kemerdekaan tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan berbangsa dan negara dimana kemerdekaan merupakan sebuah keharusan yang harus ditegakan baik secara individu mapun kelompok.

Demokrasi merupakan sebuah kesepakatan para pendiri negara untuk meletakan kehidupan bersama berdasarkan atas falsapah pancasila. Demokrasi memberikan legitimasi pada kedaulatan rakyat tidak mungkin diekspresikan secara efektif di luar formasi kebangsaan. Kedua nilai itu, kebangsaan dan demokrasi, tidak bisa hidup sempurna dalam keterpisahan. Kebangsaan tanpa demokrasi akan kehilangan dinamika hidup, dan demokrasi tanpa nasionalisme akan menjadi liar.

Menumbuhkan sikap kebangsaan memang suatu hal yang menjadi tujuan utama Gus Dur. Melalui sikap kebangsaan tersebut, maka hal-hal lain yang dilakukan oleh Gus Dur dapat dengan mudah diterima oleh rakyat tentunya. Akan tetapi mempertahankan sikap kebangsaan tersebut merupakan hal yang lebih rumit. Seperti yang telah disampaikan dalam korpus di bawah ini;

Kebangsaan Indonesia telah lahir dan berproses mematangkan kehadirannya di bumi nusantara ini jauh sebelum proklamasi kemerdekaan dilakukan. Kelahiran itu berproses dari sejak bangkitnya kesadaran eksistensial para pendahulu kita untuk membentuk komunitas politik yang secara hakiki menolak kehadiran bangsa lain yang menjajah wilayah dan masyarakat nusantara. Proses penghayatan yang terus meluas dan menyebar itulah yang kemudian membentuk kesadaran kolektif kita sebagai suatu bangsa. Dari sini terbukti bahwa kebangsaan atau

(31)

nasionalisme bukanlah sesuatu yang terbentuk dan lahir secara alamiah, tetapi adalah suatu produk dari pertumbuhan sosial dan intelektual suatu masyarakat dalam suatu tahapan sejarah tertentu.57

Dari korpus di atas terlihat dari ungkapan “Kebangsaan atau nasionalisme bukanlah sesuatu yang terbentuk dan lahir secara alamiah”. Bahwa nasionalisme merupakan sebuah proses penghayatan yang selalu dilakukan untuk menjaga lahirnya sikap berang terhadap negara.

Wacana yang hendak dibangun oleh Gus Dur dalam elemen latar terkait pidato yang disampaikan adalah pemposisian Gus Dur sebagai presiden yang mendapat banyak kritikan maupun isu yang berkembang di masyarakat. Di mana kritikan maupun isu tersebut kemudian menjadi salah satu materi Gus Dur dalam pidato yang disampaikan di depan anggota DPR/MPR pada tanggal 16 Agustus 2000. Gus Dur hendak membawa pembaca untuk memahami bagaimana sikap pemerintah dan masyarakat dalam membangun sebuah tatanan pemerintah yang baik dari segi politik, ekonomi dan sosial. Dalam teks pidato tersebut Gus Dur terlihat sebagai sosok presiden yang kerap berkeluh kesah akan berbagai isu maupun kritikan yang menimpanya. Seperti pada korpus dibawah ini;

Kita menyadari bersama, bahwa pembangunan selama ini belum sepenuhnya mampu memberi kesejahteraan yang adil bagi seluruh lapisan masyarakat. Kita pun belum berhasil mencabut akar-akar kemiskinan dan penderitaan yang tertanam di tengah-tengah masyarakat. Ini antara lain disebabkan karena kemiskinan sebagai fenomena multidimensional harus didekati secara holistik,

57

(32)

dan membutuhkan keterlibatan semua pihak dalam penanggulangannya. Upaya itu mencakup penyediaan lapangan kerja yang seluas mungkin, peningkatan akses pelayanan kesehatan dan pendidikan, serta akses akan prasarana dasar yang layak dan terjangkau.58

Pada korpus di atas “Kita menyadari bersama” terlihat selama kepemimpinannya Gus Dur mendapat kritikan-kritikan dari berbagai pihak sehingga dalam kesempatan tersebut Gus Dur secara sadar mengakui bahwa apa yang telah dikritik oleh pihak lain menjadi landasan berpikir Gus Dur dalam menghadapi permasalahan yang terjadi. Melalui wacana yang diangkatnya tersebut Gus Dur menjadi mesin penggerak untuk menegakan nilai-nilai nasionalisme, kemerdekaan dan demokrasi.

Secara aspek detil dalam teks pidato tersebut Gus Dur terlihat sebagai sosok yang mempunyai tanggung jawab yang besar atas realitas yang terjadi pada masa kepemimpinannya. Dalam teks pidato tersebut tergambar bahwa Gus Dur sebagai presiden sangat berharap sekali kepada semua elemen atas partisipasi dan dukungan dalam pemerintahannya. Sehingga hal tersebut sangat menguntungkan sekali bagi semua kalangan yang mempunyai komitmen dan konsep untuk mencapai sebuah kesejahterakan masyarakat.

Secara maksud, dalam teks pidato kenegaraan tersebut Gus Dur sangat jelas sekali memaparkan nilai-nilai nasionalisme, kemerdekaan dan demokrasi. Semua itu Gus Dur lakukan beradasarkan atas kepentingan

58

(33)

bersama. Tidak ada kepentingan yang hanya menguntungkan dari pihak Gus Dur dalam hal ini sebagai presiden.

4. Sintaksis

Cara maupun strategi dalam menampilkan sosok sebagai seorang pemimpin baik dilihat dari positif maupun negatif dilakukan dengan memanipulasi politik menggunakan sintaksis (kalimat). Dalam memanupulasi kalimat dilakukan seperti dengan pemakaian kata ganti, aturan tata kata, kategori sintaksis yang spesifik, pemakaian kalimat aktif atau pasif, peletakan anak kalimat, pemakaian kalimat yang kompleks, dan sebagainya. Terkait dengan penelitian ini penulis memfokuskan pada komunikasi politik Gus Dur dalam teks pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia yang disampaikan di depan sidang Dewan Perwakilan Rakyat 16 Agustus 2000. Sintaksis dalam teks tersebut dapat dilihat pada bentuk kalimat, koherensi, maupun kata ganti.

Bentuk kalimat yang digunakan oleh Gus Dur dalam teks pidato kenegaraan tersebut menggunakan kalimat aktif. Pada umumnya pokok yang dipandang penting oleh Gus Dur selalu diletakan pada bagian awal kalimat. Seperti korpus di bawah ini;

Para pendiri republik ini sepakat meletakkan fondasi dari ikatan kebangsaan Indonesia pada kesamaan nasib dan kesamaan cita-cita. Dengan nasib yang sama, terjalinlah ikatan emosional dan moral yang kuat, yang bisa kita sebut persaudaraan sebagai bangsa. Dengan cita-cita yang sama, terbentuklah solidaritas untuk menggalang kekuatan mengejar kemajuan, mendirikan negara, membentuk pemerintahan, menegakkan hukum, dan mengembangkan kehidupan di berbagai bidang.59

59

(34)

Bentuk kalimat dalam korpus di atas “Para pendiri republik ini sepakat” menggambarkan akan sikap penghormatan dan penghargaan yang diberikan oleh Gus Dur kepada para pendiri bangsa yang telah meletakan fondasi kemerdekaan di atas segala-galanya. Tidak ada kepentingan apapun. Baik kelompok maupun golongan ras, suku, agama dan budaya. Semuanya merupakan penopang berdirinya negara kesatuan Republik Indonesia. Jadi tidak berhak antara satu dengan yang lainya saling menonjolkan dan saling memarjinalkan. Sikap tersebut dilakukan oleh Gus Dur dengan mengharapkan suatu balasan maupun timbal balik dari rakyat, yaitu ikut berpartisipasi dalam membangun kemandirian Bangsa Indonesia yang akan berlangsung. Hal ini menunjukkan bahwa segala-hal yang dilakukan selama proses kepemimpinannya merupakan suatu-hal yang bukan tanpa pamrih.

Dapat dikatakan keramahan maupun sikap komunikasi Gus Dur lain yang ditunjukkan kepada rakyat memang merupakan salah satu strategi Gus Dur dalam mendulang harapan untuk mencapai suatu kemakmuran dan kemandirian suatu bangsa. Sikap-sikap tersebut merupakan salah satu strategi komunikasi politik yang dilakukan Gus Dur.

Secara koherensi pembeda dalam teks pidato yang disampaikan oleh Gus Dur tersebut cermin dari kepentingannya dalam menjelaskan bagaimana seharusnya yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Melalui koherensi tersebut dapat dilihat suatu hal yang diperbandingkan satu sama lain. Pembanding inilah yang merupakan suatu proses

(35)

pembentukan wacana untuk melakukan proses berpikir ulang. Koherensi pembanding tersebut dapat dilihat seperti pada korpus di bawah ini:

Dalam pengalaman sejarah kita sendiri, sangat jelas bahwa semangat dan citarasa kebangsaan itulah yang mengantarkan bangsa ini pada kemerdekaan, melalui mana kita memperoleh kesempatan untuk membangun sebuah sistem politik yang demokratis. Kalau pertalian nilai-nilai ini saya angkat kembali hari ini, tidak lain maksudnya agar kita, bangsa Indonesia, mau memahami bahwa iklim kebebasan politik yang kini kita bangun bukanlah sesuatu yang terpisah dari komitmen kebangsaan yang diletakkan oleh para pendiri republik ini. Dalam dua tahun terakhir ini, bangsa Indonesia memang mulai menemukan kembali hak-hak demokrasinya. Ini tampak jelas dalam hal

kebebasan berekspresi, baik lisan maupun tulisan.60

Sintaksis dalam korpus di atas dapat dilihat melalui sisi koherensi pembanding. Dalam teks pidato seperti dalam korpus di atas menggambarkan suatu bentuk pembandingan situasional khususnya dalam dunia politik saat ini dengan dunia politik pada masa lampau. Kata “ Dalam dua tahun terakhir ini, bangsa Indonesia memang mulai menemukan kembali hak-hak demokrasinya. Ini tampak jelas dalam hal kebebasan berekspresi, baik lisan maupun tulisan”, memperkuat koherensi pembanding tersebut. Kata tersebut menunjukkan suatu penegasan akan kalimat yang telah disampaikan sebelumnya.

Secara kata ganti yang digunakan oleh Gus Dur dalam teks pidato tersebut merupakan alat yang digunakannya untuk menunjukan seperti apa kapasitas Gus Dur sebagai kepala pemerintahan. Dalam mengungkapkan sikapnya, Gus Dur dapat menggunakan kata ganti “saya” dan “kita” yang menggambarkan sikap resmi Gus Dur semata-mata.

60

(36)

Pemakaian kata yang digunakan oleh Gus Dur dalam teks pidato tersebut seperti “kita” mempunyai implikasi menumbuhkan solidaritas. Permasalahan yang terjadi baik social, budaya dan politik merupakan tanggung jawab bersama. Tidak hanya menjadi tanggung jawab elemen pemerintah dan tidak hanya menjadi tugas elemen masyarakat. Namun antara pemerintah dan masyarakat mempunyai ikatan yang rekat. Seperti pada korpus di bawah ini;

Hari ini sangat layak bagi kita sekalian untuk berbicara banyak tentang nilai-nilai kebangsaan, kemerdekaan, dan demokrasi, karena nilai-nilai tersebut akan terus menyertai perjalanan kita ke depan. Ketiganya terjalin dalam hubungan persenyawaan yang sangat kuat. Kita tidak mungkin mengembangkan demokrasi dan memberi makna pada kemerdekaan di luar bingkai kebangsaan. Demokrasi yang memberi legitimasi pada kedaulatan rakyat tidak mungkin diekspresikan secara efektif di luar formasi kebangsaan. Kedua nilai itu, kebangsaan dan demokrasi, tidak bisa hidup sempurna dalam keterpisahan. Kebangsaan tanpa demokrasi akan kehilangan dinamika hidup, dan demokrasi tanpa nasionalisme akan menjadi liar.61

Pada korpus di atas Gus Dur menggunakan kata “Kita” agar tercipta rasa persaudaraan, sehingga Gus Dur dan khalayak mempunyai presepsi yang sama. Dalam kalimat tersebut tidak ada perbedaan antara pemerintah dan masyarakat. Ini merupakan tekhnik Gus Dur untuk mengambil perhatian masyarakat dalam rangka untuk memupuk dan memelihara rasa solidaritas , agar dalam membangun sebuah pemerintahan yang baik dapat tercapai sesuai dengan impian dan harapan.

61

(37)

5. Stilistik

Stilistik memusatkan perhatian pada style dimana lebih mencermati pada cara yang digunakan oleh Gus Dur untuk menyatakan maksudnya dengan menggunakan bahasa sebagai sarananya. Dengan kata lain, style dapat diterjemahkan sebagai gaya bahasa. Gaya bahasa sendiri adalah cara menggunakan bahasa dalam konteks tertentu oleh orang tertentu dan dengan tujuan tertentu pula. Dalam hal ini, gaya bahasa yang digunakan Gus Dur dalam teks-teks pidato kenegaraan ini juga memiliki gaya bahasa tertentu. Pada korpus dibawah ini:

Karena itu, saya mengharapkan agar para pemimpin pemerintahan itu benar-benar memahami aspirasi masyarakatnya, mencermati setiap perubahan yang terjadi di lingkungannya, serta memelihara komunikasinya dengan masyarakat luas. Kita semua harus pandai membangun pertalian batin dengan masyarakat, bermusyawarah dengan semua pihak dalam menyelesaikan berbagai masalah. Namun apabila semua upaya damai untuk mengatasi konflik gagal tercapai, adalah menjadi kewajiban pemerintah untuk menugaskan alat negara mengambil tindakan tegas sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.62

Pada korpus di atas “pertalian” merupakan dari salah satu pilihan kata yang digunakan oleh Gus Dur untuk menyatakan maksudnya dari kata “hubungan”. Melalui kata pertalian tersebut terlihat bahwa komunikasi politik Gus Dur bersifat persuasif. Karena kata pertalian tersebut melebih menunjuk kepada fungsi suatu benda yang mana seperti halnya tali. Tali tidak hanya digunkan untuk menghubungkan antara satu dengan yang lainnya namun tali juga berfungsi untuk mendekatkan dan merekatkan sesuatu. Aspek dari kata pertalian tersebut lebih kepada bukti yang nyata.

62

(38)

Dengan gaya bahasa tersebut, Gus Dur mengutarakan maksud dan tujuannya. Seperti halnya pada pemilihan kosa kata (leksikon) yang semuanya menunjukkan atau menegaskan mengenai usaha-usaha yang dilakukan Gus Dur sebagai seorang presiden. Gaya bahasa Gus Dur dalam menyampaikan suatu hal tertentu. Dalam teks-teks pidato kenegaraan tersebut diwarnai dengan kosa kata (leksikon) yang pada dasarnya digunakan untuk menegaskan akan sikap, perbuatan, maupun segala hal yang terkait dengan Gus Dur sebagai seorang Presiden.

6. Retoris

Retoris pada dasarnya adalah gaya atau cara penekanan yang dilakukan dalam bentuk tulisan. Elemen-elemen yang diteliti sendiri meliputi grafis, metafora, dan ekspresi. Elemen ini merupakan bagian untuk memeriksa apa yang ditekankan atau ditonjolkan oleh Gus Dur yang dapat diamati dari teks pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia Abdurrahman Wahid yang disampaikan di depan sidang Dewan Perwakilan Rakyat 16 Agustus 2000. Dalam wacana teks, grafis biasanya muncul melalui bagian tulisan yang dibuat lain dibandingkan dengan tulisan yang lain. Misalnya, pemakaian huruf tebal, huruf miring, garis bawah, maupun huruf yang dibuat dengan ukuran yang lebih besar. Bagian-bagian yang ditonjolkan merupakan penekanan kepada khalayak akan pentingnya pesan tersebut. Bagian yang dicetak berbeda merupakan bagian penting yang ingin disampaikan dan mendapat perhatian lebih dari khalayak atau pembaca.

(39)

Dari aspek grafis, dalam teks pidato kenegaraan yang disampaikan oleh Gus Dur merupakan upaya dan strategi untuk menyakinkan kepada khalayak bahwa peristiwa itu benar adanya. Dalam teks pidato kenegaraan tersebut Gus Dur hendak menonjolkan bagaimana pemerintahan yang baik sesuai dengan yang diharapkan dan didambakan itu. Seperti pada korpus dibawah ini;

Hadirnya begitu banyak institusi, asosiasi dan organisasi di luar formasi negara dalam dua tahun terakhir ini merupakan pertanda yang positif. Terutama jika kiprah mereka mengarah pada terbentuknya masyarakat yang mampu menolong dirinya dan menyelesaikan masalah-masalahnya sendiri, masyarakat yang mandiri secara ekonomi dan secara intelektual, atau yang lazim disebut "civil society".63

Pada korpus di atas terlihat penekanan yang dilakukan oleh Gus Dur seperti pada kalimat “"civil society". Kalimat tersebut bentuk ekspresi Gus Dur terhadap keinginannya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi pada saat itu dalam rangka menuju kepada kematangan politik, kemandirian masyarakat secara ekonomi dan intelektual.

Dari aspek metafora, dalam teks pidato yang disampaikan Gus Dur merupakan dari aspek komunikasi politik Gus Dur dalam memberikan pemahaman yang mudah bagi masyarakatnya dengan menggunakan sebuah ungkapan seperti pada korpus di bawah ini;

Pembangunan kembali perekonomian kita untuk mencapai cita-cita kemerdekaan, dilaksanakan dalam lingkungan global yang terus berubah. Globalisasi ekonomi menghendaki diterapkannya prinsip-prinsip universal, seperti pengelolaan yang baik (good

63

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran kepala desa dalam pengelolaan aset desa telah dilakukan oleh kepala desa, sekretaris desa, dan perangkat desa Kepala desa

Data tersebut diperoleh dengan menyebarkan kuesioner pada 115 subyek penelitian untuk mengukur tingkat pengetahuan siswa mengenai penyakit DBD sebelum dan sesudah dilakukan

Buku penuntun praktikum ini memuat cara-cara untuk mengambil data oseanografi perairan, baik parameter kimia, dan parameter fisika yang meliputi: kecerahan, suhu

a) B (Bidan) : Pastikan bahwa ibu atau bayi didampingi oleh penolong persalinan yg kompeten untuk menatalaksanakan gawat darurat obstetri dan bayi dibawa ke

Jadi kita bisa perhatikan bahwa sebutan ini cukup sempit artinya di Perjanjian Baru dan syaratnya adalah mereka ada bersama-sama para rasul dari awal dan

Aplikasi teori Green, tiga faktor yang memberi kontribusi terhadap perilaku safety dalam pencegahan kecelakaan akibat kerja yaitu faktor yang mempermudah

• TA Infrast , membuat uraian singkat tentang penerapan safeguard, berdasarkan: i) laporan bulanan dari Askot, ii) hasil monitoring/uji petik, iii) hasil koordinasi dengan para pelaku