• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN FAKTOR ORANG TUA DAN FAKTOR LINGKUNGAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG PERILAKU SEKSUAL BEBAS PADA REMAJA WANITA DI SMA N

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN FAKTOR ORANG TUA DAN FAKTOR LINGKUNGAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG PERILAKU SEKSUAL BEBAS PADA REMAJA WANITA DI SMA N"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN FAKTOR ORANG TUA DAN FAKTOR LINGKUNGAN

DENGAN PENGETAHUAN TENTANG PERILAKU SEKSUAL BEBAS PADA

REMAJA WANITA DI SMA N.3 DAN SMA METHODIST 1 PALEMBANG

TAHUN 2006

Hj.Syarifah, Murdiningsih, Rohaya, SKM

Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Depkes Palembang

Remaja adalah suatu periode transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dan masa kini merupakan masa yang sangat rawan dalam kehidupan seseorang, sebab selama masa ini kejadian seperti social, ekonomi, biologi dan demograpi akan menentukan tahap kehidupan masa dewasanya (Bongaartss and Cohen, 1998). Menurut Wimpi Pangkahila (1998) remaja menerima pengetahuan tentang seksualitas pertama kali bukan dari sumber (informasi) yang benar bahkan mereka tidak cukup menerima pengetahuan seksualitas secara benar dan bertanggung jawab, sebailiknya dengan mudah mereka menerima informasi tentang seks dari sumber yang salah dan tidak bertanggung jawab misalnya gambar porno, bahkan denga erotik dapat disaksikan di depan komputer. Kurangnya kadar informasi tentang pengetahuan seksualitas yang diperoleh remaja antara lain disebabkan sikap orang tua yang tabu untuk membicarakan seks dengan anaknya sehingga anaknya berpaling mencari sumber-sumber lain yang tidak akurat seperti teman sebaya (Sarwono, 2000). Adapun tujuan penelitian ini “Diketahuinya hubungan antara Faktor orang tua dan Faktor Lingkungan dengan Pengetahuan tentang Perilaku Seksual Bebas pada Remaja Wanita di SMA N.3 dan SMA Methodist 1 Palembang Agustus 2006 “Metode yang digunakan dalam Penelitian ini adalah “”Cross sectional “dimana variabel bebas Independen yaitu Faktor orang tua (Pendidikan, Sikap, Komunikasi Orang Tua-Anak, Sosial, Ekonomi) dan faktor Lingkungan (Media massa dan teman sebaya) dan Variabel Dependen (Pengetahuan Remaja Wanita tentang perilaku seksual bebas) diukur pada waktu bersamaan. Berdasarkan Hasil Penelitian dari 166 responden didapat: Pengetahuan remaja wanita yang baik tentang perilaku seksual bebas sebesar (72,3%), yang termasuk pendidikan orang tua tinggi sebesar (71,1%), orang tua yang mempunyai sikap positif sebesar (66,9%), Komunikasi orang tua-Anak yang baik sebesar (55,5%), tingkat sosial ekonomi tinggi sebesar (65,7%), remaja wanita yang terakses oleh media massa sebesar (15,7%) dan remaja wanita yang terpengaruh teman sebaya sebesar (15,1%). Hasil Analisis Bivariat yang menggunakan uji Chi-square didapat adanya hubungan yang bermakna antara Pendidikan, Sikap, Komunikasi Ortu-Anak, sosial ekonomi dan pengaruh teman sebaya dengan pengetahuan remaja wanita tentang perilaku seksual bebas, sedangkan media massa tidak terdapat hubungan yang bermakna. Hasil uji Regresi logistic didapat nilai Odds Ratio sebesar (3,357) adalah variabel teman sebaya, angka tersebut menunjukkan bahwa remaja wanita yang terpengaruh teman sebaya mempunyai kecenderungan 3,337 kali berpengetahuan baik tentang perilaku seksual bebas setelah dikontrol oleh variabel komunikasi ortu-Anak dengan pendidikan ortu. Kesimpulan: Pengetahuan remaja wanita SMA N.3 dan SMA Methodist 1 Palembang tentang Perilaku seksual bebas 3,357 kali lebih besar dipengaruhi oleh teman sebaya dibanding yang tidak terpengaruh setelah ddikontrol oleh variabel komunikasi ortu-Anak dengan pendidikan ortu. Saran: Diharapkan dengan memiliki pengetahuan yang benar mengenai perilaku seksual bebas khususnya yang berasal dari sumber yang dapat dipercaya, akan terbentuk perilaku seksual yang positif dan bertanggung jawab.

Kata kunci: Pengetahuan Perilaku Seksual Bebas.

PENDAHULUAN

Remaja adalah sebagai bagian dari generasi muda merupakan aset nasional yang sangat penting dalam mempersiapkan kelangsungan program selanjutnya baik sebagai sasaran

pembangunan maupun sebagai pelaku

pembangunan itu sendiri (Media Y, 1995).

Sejak tahun 2000 kaum remaja telah menjadi kelompok populasi terbesar dalam piramida peenduduk Indonesia (Hasmi, 2001). Jumlah populasi remaja di Indonesia tahun 2000 usia 11-19 tahun 21%b (PKBI, 2000). Sedangkan menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Sumatera Selatan tahun 2002 jumlah populasi remaja 10-14 tahun 11,94%, 15-19 tahun 11,40% dan 20-24 tahun 9,08%, dengan keadaan ini jelas

(2)

terlihat potensi Sumber Daya Manusia (SDM) bagi pembangunan jumlahnya cukup besar, namun di era globalisasi sekarang ini ada kekhawatiran dimana remaja akan terpengaruh oleh keadaan yang tidak bisa diantisipasi oleh dirinya sendiri sehingga bukanlah menjadi pelaku pembangunan malah menjadi beban bagi pembangunan.

Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis, padahal pada masa remaja informasi tentang masalah seksual sudah seharusnya mulai diberikan, agar remaja tidak mencari informasi dari orang lain atau dari sumber-sumber yang tidak jelas atau keliru sama sekali. Pemberian informasi masalah seksual menjadi penting terlebih lagi mengingat remaja berada dalam potensi seksual yang aktif, karena berkaitan dengan dorongan seksual yang dipengaruhi hormon dan sering tidak memiliki informasi yang cukup mengenai aktifitas seksual mereka sendiri.

Menurut Wimpi Pangkahila (1998) remaja menerima pengetahuan tentang seksualitas pertama kali bukan dari sumber (informasi) yang benar bahkan mereka tidak cukup menerima pengetahuan seksualitas secara benar dan bertanggung jawab, sebaliknya dengan mudah mereka menerima informasi tentang seks dari sumber yang salah dan tidak bertanggung jawab misalnya gambar porno, bahkan dengan erotik dapat disaksikan di depan komputer. Kurangnya kadar informasi tentang pengetahuan seksualitas yang diperoleh remaja antara lain disebabkan sikap orang tua yang tabu untuk membicarakan seks dengan anaknya sehingga anaknya berpaling mencari sumber-sumber lain yang tidak akurat seperti teman sebaya (Sarwono, 2000).

Perilaku seks pranikah (bebas) merupakan perilaku seks yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing individu. Perilaku seks bebas ini memang kasat mata, namun ia tidak terjadi dengan sendirinya melainkan didorong atau dimotivasi oleh faktor-faktor internal yang tidak dapat diamati secara langsung (tidak kasat mata). Dengan demikian individu tersebut tergerak untuk melakukan perilaku seks bebas. Motivasi merupakan penggerak perilaku. Hubungan antar kedua konstruk ini cukup kompleks. Cukup naif bila kita tidak menyinggung faktor lingkungan, yang memiliki peran yang tidak kalah penting dengan faktor pendorong perilaku seksual bebas lainnya. Faktor lingkungan ini bervariasi macamnya, ada teman sepermainan (peer-group), pengaruh media dan televisi bahkan faktor orang tua sendiri. Pada masa remaja kedekatannya dengan peer-groupnya sangat tinggi karena selain ikatan peer-group menggantikan ikatan keluarga, mereka juga merupakan sumber afeksi, simpati dan pengertian, saling berbagi pengalaman dan sebagai tempat remaja untuk mencapai otonomi dan independensi

(Papalia, 2001). Maka tak heran bila remaja mempunyai kecenderungan untuk mengadopsi informasi yang diterima oleh teman-temannya, tanpa memiliki dasar informasi yang signifikan dari sumber yang lebih dapat dipercaya. Informasi dari teman-temannya tersebut, dalam hal ini sehubungan dengan perilaku seks pranikah, tak jarang menimbulkan rasa penasaran yang membentuk serangkaian pertanyaan dalam diri remaja. Untuk menjawab pertanyaan itu sekaligus membuktikan kebenaran informasi yang diterima, mereka cenderung melakukan dan mengalami perilaku seks bebas itu sendiri.

Pengaruh media dan televisi pun seringkali diimitasi oleh remaja dalam perilakunya sehari-hari. Misalnya saja remaja yang menonton film remaja yang berkebudayaan barat, melalui observational learning, mereka melihat perilaku seks itu menyenangkan dan dapat diterima lingkungan. Hal ini pun diimitasi oleh mereka, terkadang tanpa memikirkan adanya perbedaan kebudayaan, nilai serta norma-norma dalam lingkungan masyarakat yang berbeda.

Perilaku yang tidak sesuai dengan tugas perkembangan remaja pada umumnya dapat dipengaruhi orang tua. Bilamana orang tua mampu memberikan pemahaman mengenai perilaku seks kepada anak-anaknya, maka anak-anaknya cenderung mengontrol perilaku seksnya itu sesuai dengan pemahaman yang diberikan orang tuanya. Hal ini terjadi karena pada dasarnya pendidikan seks yang terbaik adalah yang diberikan orang tua sendiri dan dapat pula diwujudkan melalui cara hidup orang tua dalam keluarga sebagai suami-istri yang bersatu dalam perkawinan (Aryatmi, 1985; Tukan, 1989; Howard, 1990). Kesulitan yang timbul kemudian adalah apabila pengetahuan orang tua kurang memadai menyebabkan sikap kurang terbuka dan cenderung tidak memberikan pemahaman tentang masalah-masalah seks anak. Akibatnya anak mendapatkan informasi seks yang tidak sehat.

Hasil penelitian Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia Daerah Sumatera Selatan, Amirul Husni, mengemukakan dari data sekunder yang dimiliki PKBI hingga akhir 2001 kepada 300 responden mahasiswa di Kota Palembang diketahui sejak usia 12 tahun sebagian remaja telah berpacaran, pada usia ini cara mereka menyukai lawan jenis dengan cara saling lirik-melirik atau mencoba menjalin komunikasi dengan berbagai media baik surat maupun telepon. Seiring perkembangan usia dan perasaan yang terjalin, maka perilaku pacaran juga berubah, ada yang sekadar mengobrol, saling berpegangan tangan, merangkul atau memeluk, mencium pipi, atau kening, berciuman bibir, mencium leher, dan meraba anggota badan yang sensitif, sekitar 2,57% responden melakukan petting, 4,90% responden pernah melakukan seks pranikah, frekuensi responden didalam melakukan hubungan pranikah inipun bervariasi, 20,51% hanya satu kali, 53,85%

(3)

sebulan sekali atau dua kali, 17,95% seminggu satu atau dua kali, 7,69% hampir setiap hari.

Semakin maju dunia ini semakin banyak masalah baru, penyimpangan pun semakin canggih. Masalah seks para siswa seringkali mencemaskan para orang tua, juga pendidik, pejabat pemerintah, para ahli dan sebagainya adalah penyimpangan perilaku seksual dan kenakalan remaja. Penyimpangan perilaku seksual yang paling mengkhawatirkan di kalangan siswa adalah hubungan seks pranikah yang mengarah ke seksual (free sex).

Pengetahuan mengenal internet pada anak SMA pada saat ini bukanlah hal yang sulit, bagi mereka itu merupakan kebutuhan untuk mencari informasi yang diperlukan di sekolah, oleh sebab itu mereka sering mengakses situs-situs yang ada di internet dan tidak menutup kemungkinan termasuk pengetahuan ataupun media pornografi seks bebas yang ada di internet, sehingga menarik minat peneliti untuk mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan remaja wanita(siswi) SMA Negeri 3 dan SMA Methodist 1 Palembang tentang perilaku seksual bebas tersebut.

BAHAN DAN CARA PENELITIAN

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode analitik kuantitatif dengan desain penelitian “Cross-Sectional”

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua remaja wanita (siswi) SMA Negeri 3 dan SMA Methodist 1 Palembang tahun ajaran 2005/2006. Besar sampel dengan menggunakan rumus : n =

)

1

(

)

1

(

)

1

(

2 2 / 1 2 2 2 / 1

P

P

z

N

d

N

P

P

z

   

Pengumpulan data primer dilakukan dengan memberikan pertanyaan kepada remaja wanita (siswi), data ini diambil dengan menggunakan kuesioner dalam bentuk penyebaran angket dan pengisian kuesioner yang disiapkan oleh peneliti sesuai dengan permasalahan tujuan penelitian yang ingin dicapai.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Analisis Univariat

Gambaran Beberapa Variabel yang telah dikategorikan disajikan dalam bentuk tabel berikut ini:

Tabel 1

Analisis Univariat Beberapa Faktor Remaja Wanita SMAN 3 dan SMA Methodist 1

Palembang Tahun 2006

No Variabel n %

1 PengetahuanRemaja Wanita

Baik 120 72,3 Kurang 46 27,7 Total 166 100 2 Sikap Positif 111 66,9 Negatif 55 33,1 Total 166 100

3 Komunikasi Ortu-Anak

Baik 92 55,4

Kurang 74 44,6

Total 166 100

4 Pendidikan OrtuRemaja Wanita

Tinggi 118 71,1

Rendah 48 28,9

Total 166 100

5 Sosial EkonomiOrtu

Tinggi 109 65,7 Rendah 57 34,3 Total 166 100 6 Media Masa Terakses 26 15,7 Tidak Terakses 140 84,3 Total 166 100 7 Teman Sebaya Terpengaruh 25 15,1 Tidak Terpengaruh 141 84,9 Total 166 100

Analisis Bivariat

Hubungan beberapa faktor dengan tingkat pengetahuan tentang Perilaku seksual bebas remaja wanita di SMAN 3 dan SMA Methodist 1 disajikan pada tabel berikut ini :

Tabel 2

Analisis Bivariat Beberapa Faktor dengan Tingkat Pengetahuan tentang Perilaku Seksual

Bebas Remaja Wanita di SMA Negeri 3 dan SMA Methodist 1 Palembang Tahun 2006

(4)

Analisis Multivariat

Menentukan Variabel Kandidat Model

Setelah mendapatkan variabel kandidat model dilakukan uji regresi logistik

Tabel 3

Hasil Akhir Uji Regresi logistik antara Variabel Kandidat dengan Pengetahuan tentang Perilaku Seksual Bebas Remaja Wanita SMAN 3 dan

SMA Methodist 1 Palembang Tahun 2006

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa variabel komunikasi ortu-anak, Pendidikan ortu dan Pengaruh teman sebaya mempunyai nilai p < 0,05, artinya bahwa variabel tersebut merupakan variabel yang yang menentukan tingkat pengetahuan tentang Perilaku

seksual bebas remaja wanita di SMA Negeri 3 dan SMA Methodist 1 Palembang tahun 2006.

PEMBAHASAN

1. Pengetahuan Remaja Wanita tentang Perilaku Seksual Bebas

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada remaja wanita SMA Negeri 3 dan SMA Methodist 1 Palembang pada bulan Agustus 2006, dengan jumlah responden sebanyak 166 remaja wanita, didapatkan remaja wanita yang berpengetahuan baik tentang perilaku seksual bebas sebanyak 120 orang (72,3%) sedangkan pengetahuan remaja wanita yang kurang sebanyak 46 orang (27,7%).

2. Hubungan antara Pendidikan Orang tua dengan Pengetahuan Remaja Wanita tentang Perilaku seksual bebas

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan didapatkan hubungan yang bermakna antara Pendidikan orang tua dengan Pengetahuan remaja wanita tentang perilaku seksual bebas, dengan hasil uji statistik Chi-Square (p=0,00) dan nilai OR=3,80 CI 95% = 1,83-7,86), artinya remaja wanita yang mempunyai orang tua berpendidikan tinggi cenderung remaja tersebut mempunyai pengetahuan baik tentang perilaku seksual bebas sebesar 3,8 kali lebih besar dibanding orang tuanya yang berpendidikan rendah.

3. Hubungan antara Sikap Orang tua dengan Pengetahuan Remaja Wanita

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan didapatkan hubungan yang bermakna antara Sikap Orang tua dengan Pengetahuan remaja wanita tentang perilaku seksual bebas, dengan hasil uji statistik Chi-Square (p=0,02) dan nilai OR=3,13 (CI 95% = 1,54-6,36), artinya remaja wanita yang mempunyai orang tua bersikap positif cenderung remaja tersebut mempunyai pengetahuan baik tentang perilaku seksual bebas sebesar 3,1 kali lebih besar dibanding orang tuanya yang bersikap negatif.

4. Hubungan antara Komunikasi Orang tua-Anak dengan Pengetahuan Remaja Wanita

Keluarga berfungsi dalam menjalankan fungsi kontrol, penanaman nilai moral, dan keterbukaan komunikasi dapat mempengaruhi perilaku seksual remaja. Keluarga yang mampu berfungsi optimal membantu remaja untuk menyalurkan dorongan seksual selaras dengan norma dan nilai yang berlaku serta menyalurkan energi psikis secara produktif (Wahyuni, 2004). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan didapatkan hubungan yang bermakna antara komunikasi Orang tua-anak dengan Pengetahuan remaja wanita tentang perilaku seksual bebas, dengan hasil uji statistik Chi-Square (p=0,00) dan nilai OR=3,70 (CI 95% =1,80-7,60)

No Variabel Pengetahuan Remaja Wanita Total OR P tentang perilaku seksual

bebas (95 % CI) baik kurang n % n % n % 1 Sikap Positif 89 82,2 22 19,8 111 100 3,13 0,02 Negatif 31 56,4 24 43,6 55 100 (1,54-6,36) 2 Komunikasi Ortu-Anak Baik 77 83,7 15 16,3 92 100 3,7 0 Kurang 43 58,3 31 41,9 74 100 (1,80-7,60) 3 Pendidikan Ortu Tinggi 95 80,5 23 19,5 118 100 3,8 0 Rendah 25 52,1 23 47,9 48 100 (1,83-7,86) 4 Sosial Ekonomi Ortu Tinggi 88 80,7 21 19,3 109 100 3,27 0,01 Rendah 32 56,1 25 43,9 57 100 (1,61-6,64) 5 Media Masa Akses 17 65,4 9 34,6 26 100 0,67 0,537 Tidak Akses 103 73,6 37 26,4 140 100 (0,27-1,65) 6 Teman Sebaya Terpengaruh 10 40 15 60 25 100 0,18 0 Tidak Terpengaruh 110 78 31 22 141 100 (0,07-0,45)

Variabel B Wald Sig OR (95% CI)

Komunikasi Ortu-Anak -1.075 7.519 0.006 0.341 0.15-0.73 Pendidikan Ortu -1.123 7.893 0.005 0.325 0.149-0.71 Teman Sebaya 1.211 5.922 0.015 3.357 1.266-8.906 Constan 0.086 0.050 0.823

(5)

artinya remaja wanita yang komunikasi dengan orang tuanya baik cenderung remaja tersebut mempunyai pengetahuan baik tentang perilaku seksual bebas sebesar 3,7 kali lebih besar dibanding komunikasi orang tua-anak yang kurang.

5. Hubungan antara Sosial Ekonomi Orang tua dengan Pengetahuan Remaja Wanita

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan didapatkan hubungan yang bermakna antara Sosial Ekonomi Orang tua dengan Pengetahuan remaja wanita tentang perilaku seksual bebas, dengan hasil uji statistik Chi-Square (p=0,01) dan nilai OR=3,27 (CI 95%=1,61-6,64), artinya remaja wanita yang mempunyai orang tua sosial ekonomi yang tinggi cenderung remaja tersebut mempunyai pengetahuan yang baik tentang perilaku seksual bebas sebesar 3,2 kali lebih besar dibanding sosial ekonomi orang tuanya yang kurang.

6. Hubungan antara Media Massa dengan Pengetahuan Remaja Wanita

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan didapatkan tidak ada hubungan antara Media Massa dengan Pengetahuan remaja wanita tentang perilaku seksual bebas, dengan hasil uji statistik Chi-Square (p=0,537) dan nilai OR=0,67 (CI 95%=0,27-1,65), artinya remaja wanita yang terakses media massa cenderung mempunyai pengetahuan baik tentang perilaku seksual bebas 0,67 kali lebih besar dibanding remaja wanita yang tidak terakses. 7. Hubungan antara Teman sebaya dengan

Pengetahuan Remaja Wanita

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan didapatkan ada hubungan yang bermakna antara pengaruh teman sebaya dengan Pengetahuan remaja wanita tentang perilaku seksual bebas, dengan hasil uji statistik Chi-Square (p=0,00) dan nilai OR=0,18 (CI 95%=0,07-0,45), artinya remaja wanita yang terpengaruh teman sebaya cenderung mempunyai pengetahuan baik tentang perilaku seksual bebas sebesar 0,18 kali lebih besar dibanding remaja wanita yang tidak terpengaruh teman sebaya. KESIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari 166 responden remaja wanita SMA Negeri 3 dan SMA Methodist 1 Palembang

A. Hasil analisis berdasarkan uji statistik Chi-Square: 1. Didapatkan hubungan yang bermakna antara

pendidikan orang tua dengan pengetahuan remaja wanita tentang perilaku seksual bebas (p=0,00) dan nilai OR=3,80 (CI 95%= 1,83-7,86) artinya remaja wanita yang mempunyai orang tua berpendidikan tinggi cenderung remaja tersebut mempunyai pengetahuan baik tentang perilaku seksual bebas

sebesar 3,8 kali lebih besar dibanding orang tuanya yang berpendidikan rendah.

2. Didapatkan hubungan yang bermakna antara sikap orang tua dengan pengetahuan remaja wanita tentang perilaku seksual bebas (p=0,02) dan nilai OR=3,13 (CI 95%= 1,54-6,36) artinya remaja wanita yang mempunyai orang tua bersikap positif cenderung remaja tersebut mempunyai pengetahuan baik tentang perilaku seksual bebas sebesar 3,8 kali lebih besar dibanding orang tuanya yang mempunyai sikap negatif.

3. Didapatkan hubungan yang bermakna antara komunikasi orang tua-anak dengan pengetahuan remaja wanita tentang perilaku seksual bebas (p=0,00) dan nilai OR=3,70 (CI 95%= 1,80-7,60) artinya remaja wanita yang mempunyai komunikasi dengan orang tua baik cenderung remaja tersebut mempunyai pengetahuan baik tentang perilaku seksual bebas sebesar 3,7 kali lebih besar dibanding remaja wanita yang kurang komunikasi dengan orang tuanya.

4. Didapatkan hubungan yang bermakna antara sosial ekonomi keluarga dengan pengetahuan remaja wanita tentang perilaku seksual bebas (p=0,01) dan nilai OR=3,27 (CI 95%= 1,61-6,64) artinya remaja wanita yang status sosial orang tuanya tinggi cenderung mempunyai pengetahuan baik tentang perilaku seksual bebas sebesar 3,2 kali lebih besar dibanding remaja wanita yang kurang status sosial ekonomi orang tua rendah.

5. Didapatkan tidak ada hubungan yang bermakna antara media masa dengan pengetahuan remaja wanita tentang perilaku seksual bebas (p=0,537) dan nilai OR=0,67 (CI 95%= 1,61-6,64) artinya remaja wanita yang terakses media masa pornografi cenderung mempunyai pengetahuan baik tentang perilaku seksual bebas sebesar 0,67 kali lebih besar dibanding remaja wanita yang tidak terakses. 6. Didapatkan hubungan yang bermakna antara teman

sebaya dengan pengetahuan remaja wanita tentang perilaku seksual bebas (p=0,00) dan nilai OR=0,18 (CI 95%= 0,07-0,45) artinya remaja wanita yang terpengaruh teman sebaya cenderung mempunyai pengetahuan baik tentang perilaku seksual bebas sebesar 0,18 kali lebih besar dibanding remaja wanita yang tidak terpengaruh.

B. Berdasarkan analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik dari beberapa variabel yang bermakna, nilai (p<0,05) maka didapatkan yang paling dominan adalah variabel teman sebaya dengan nilai (OR=3,357). Angka tersebut menunjukkan bahwa remaja wanita yang terpengaruh oleh teman sebaya cenderung 3,35 kali berpengetahuan baik tentang perilaku seksual bebas dibanding remaja wanita yang tidak terpengaruh oleh teman sebaya setelah dikontrol oleh variabel komunikasi ortu dengan pendidikan ortu.

Saran

1. Bagi orang tua

Pendidikan seorang anak sebaiknya dimulai dari keluarga, karena pendidikan dimulai sejak dini,

(6)

dengan orang tualah seseorang berinteraksi dan menghabiskan sebagian waktunya. Demikian pula pendidikan seks, pada dasarnya pendidikan seks yang baik adalah yang diberikan oleh orang tua sendiri. Pendidikan seks ini hendaknya diberikan dalam suasana akrab dan terbuka dari hati-kehati antara orang tua dan anak. Orang tua harus mampu dan mengerti dan lebih dekat pada anak untuk memberikan penjelasan dan arahan tentang bagaimana seharusnya. Dengan demikian penting bagi orang tua untuk membekali dirinya dengan pengetahuan-pengetahuan tentang seks dan mempelajari perkembangan psikis remaja dan memahami konsep diri remaja melalui komunikasi dua arah dengan cara persuasif, memperlakukan remaja sebagai “sahabat” dirumah sehingga bisa membuka dialog dan membekali anak-anaknya dan teknik-teknik penyampaian yang baik kepada anaknya tentang seks itu sendiri, sehingga anak merasa telah menemukan identitas mereka dan mereka dapat melakukan tindakan-tindakan yang benar.

2. Bagi pihak sekolah

Pendidikan seks di sekolah sebaiknya diberikan menjelang masa remaja, sehingga mereka telah memiliki bekal untuk menghindari pelecehan seks terhadap diri mereka dan dapat menghindarkan diri dari perilaku seks menyimpang dengan berbagai dampak negatifnya baik klinik, biologi, psikologik maupun sosial. Tumbuhkan motivasi bahwa remaja memiliki psikis yang sehat serta memotivasinya untuk menghadapi kehidupan masa mendatang, salurkan remaja terhadap potensi yang ada dalam dirinya berupa kegiatan-kegiatan yang positif dan produktif.

3. Bagi remaja

Pentingnya pengetahuan seks yang benar bagi semua remaja agar dapat mengerti risiko-tisiko perilaku seksual bebas serta bagaimana memilih perilaku yang sehat dan bertanggung jawab. Selain itu juga diperlukan tindakan preventif secara internal artinya mengupayakan pencegahan oleh diri remaja itu sendiri, antara lain dengan cara meningkatka keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, mengupayakan mengenal diri dan menanamkan kepercayaan pada diri dengan cara mengidentifikasi minat, bakat dan potensi dan menyalurkan pada aktivitas positif dalam mengisi waktu luang.

DAFTAR PUSTAKA

Admin, 2004, Pendidikan seksual pada remaja, Jakarta Ali M, Asrori, 2004, Psikologi Remaja Perkembangan

Peserta Didik, Jakarta, grafika Offset

Arikonto, Suhartini, 2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi VIII, Jakarta, Rineka Cipta

BKKBN, 2005, Siapa Peduli Terhadap Remaja, Jakarta,www.google.com

Depkes R.I, dan WHO, 1999, Kesehatan Reproduksi Remaja, Jakarta

_____, 2005, Remaja cenderung berperilaku seks Pranikah, Jakarta :www.google.co.id

Hasmi, Eddy, 2001, Reproduksi

http//www.bkkbn.go.id/hqweb/ceria/home html Hastono, Priyo Sutanto, 2001, Analisis data, Jakarta,

Indonesia

Media, Y, 1995, Pengetahuan sikap dan perilaku remaja tentang kesehatan reproduksi dalam media penelitian dan perkembangan kesehatan http://

www.bkkbn.go.id/hqweb/ceria/homehtml

Mochamad, Kartono, 1998, Kontradiksi Dalam Kesehatan Reproduksi, Jakarta, PT.Citra Putra Bangsa

Notoadmojo, Soekidjo, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat Cetakan Kedua, Jakarta, PT.Rineka Cipta

Nugraha, Boyke Dian, 2000, Apa yang ingin diketahui remaja tentang seks, cetakan kedua, Jakarta, PT.Bumi Aksara

_____, 2004, Perilaku Seksual Remaja sudah diluar batas kewajaran, http://www.pkb-yogya/bening/

001-21 html diakses 20 maret 2006

Pendidikan Seks,www.compas.cyber.media.com, 2000 PKBI Sumsel, 2001, Apa yang ingin remaja ketahui tentang perilaku seksual, Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada

Purwoko, Y, 2001, Memecahkan Masalah Remaja, Bandung, Nuansa

Sari, 2003, Pendidikan Seks di kalangan Remaja :

http://www.pdk.go.id/balitbang/kegiatan/penelitian/ sekolah/lingkunganpendidikan

Sarwono, Sarlito Wirawan, 2005, Psikologi Remaja, Jakarta, Raja Grafindo Persada

Tanjung Adrianus Utami Guntoro, Sahanaya Judith dkk, 2003, Kebutuhan akan informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi remaja, revisi laporan Need Assessment di Kupang, Palembang, Singkawang, Cirebon dan Tasikmalaya

Wulandari, 2000, Permasalahan Remaja, http://

www.bkkbn.go.id/iqweb/ceria diakses 20 maret 2006

Wahyu Rini, 2004, Generasi Muda di Era Globalisasi, http:// www.kompas.cetak/0401/09/muda/789320, htm diakses 2006

Referensi

Dokumen terkait

Pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) belum sepenuhnya 100% terealisasi khususnya untuk kawasan pesisir kabupaten Bantul, ini terlihat dari ada beberapa poros

Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi di setiap Badan Publik wajib melakukan pengujian tentang konsekuensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dengan seksama dan penuh

Kegiatan usahatani padi yang diawali dengan kegiatan tanam di kedua lokasi penelitian belum ada yang menggunakan alat dan mesin pertanian. Sehingga partisipasi

- Mendes-kripsikan berbagai kejadian/peristiwa secara rinci dengan menggunakan kalimat yang jelas - Menemukan informasi yang diperlukan secara cepat dan tepat dalam buku

Mikrofilaria hidup di dalam aliran darah dan saluran pembuluh limfe, dan sampai saat ini belum jelas sumber nutrisi cacing mikrofilaria, apakah cacing mikrofilria

(2) Pembayaran biaya jaminan persalinan pada pemberi pelayanan kesehatan/fasilitas kesehatan tingkat pertama (Puskesmas dan jaringannya) dibayar dengan pola klaim

 Perlu adanya tambahan dalam desain inkubator agar lebih menarik supaya menambah banyak telur yang akan ditetaskan

Apabila dibandingkan dengan metode yang sebelumnya digunakan pada CV Biojanna Nusantara biaya persediaan untuk produk jadi sebesar Rp 4.446.850 terdapat