• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Jaringan sel saraf biologi (Artificial Neural Networks in Medicine Juli 2005).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Jaringan sel saraf biologi (Artificial Neural Networks in Medicine Juli 2005)."

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Jaringan Saraf Tiruan

Jaringan saraf manusia tersusun atas 1010 sel saraf yang masing-masing selnya tersambung dengan 103 hingga 105 sel saraf. membentuk suatu jaringan yang sangat kompleks (Rumelhard & McLelland, 1986 yang diacu Storbeck & Daan, 2001). Gambar 1 memperlihatkan beberapa bagian sel saraf seperti inti sel, badan sel, dendron, dendrit, akson, serta sinapsis.

Gambar 1 Jaringan sel saraf biologi (Artificial Neural Networks in Medicine http://www.MedicineNet.org,15 Juli 2005).

Inti sel yang terletak di pusat badan sel saraf dikelilingi oleh sitoplasma yang mengandung mitokondria, lisosom, badan golgi, dan badan napsel. Mitokondria merupakan alat respirasi sel sementara lisosom menangani pembentukan enzim-enzim pencernaan. Proses ekskresi sel dilakukan oleh badan golgi sedangkan badan napsel berperan aktif dalam sintesis protein.

(2)

Rangsangan atau impuls berupa sinyal elektris akan diterima oleh dendrit dan diteruskan melalui dendron menuju badan sel saraf. Akson kemudian membawa impuls menyeberangi sinapsis (pertemuan antara akson suatu sel saraf dengan dendrit sel saraf lain) dan mengantarkan impuls tersebut ke sel saraf berikutnya.

Hubungan antara sel saraf bukan hanya sekedar bersifat on dan off saja, melainkan memiliki bobot (weight) yang bervariasi yang juga menentukan besar kecilnya pengaruh suatu sel saraf terhadap sel saraf berikutnya (Lawrence, 1992). Selain itu banyak proses pada fungsi otak manusia khususnya proses berlatih yang berkaitan erat dengan bobot hubungan antar sel saraf yang bervariasi tersebut. Sebagai pusat pemrosesan data, aktivitas otak dapat digambarkan sebagai pola aktivitas perjalanan impuls pada jaringan sel saraf (firing) yang khas, dan kerja sama sel saraf secara simultan inilah yang menyebabkan otak manusia mempunyai daya komputasi yang menakjubkan. Untuk menciptakan daya komputasi yang menakjubkan tersebut maka diciptakanlah JST yang diharapkan dapat bekerja sebagaimana bekerjanya jaringan saraf manusia. Jaringan saraf ini selanjutnya disebut Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural Networks). Oleh beberapa ahli JST didefinisikan sebagai berikut;

(1) JST adalah jaringan kerja yang tersusun dari sejumlah elemen-elemen komputasi yang bersifat non-linier yang dioperasikan dan dirancang sebagaimana layaknya struktur saraf biologi. Elemen komputasi atau node dihubungkan satu sama lain berdasarkan bobot tertentu yang dapat beradaptasi dengan kondisi tertentu (Kosko, 1992).

(2) JST adalah jaringan kerja yang terbentuk oleh sejumlah sel saraf yang terhubung dengan cara yang sama seperti sel saraf otak biologi dan karenanya dapat bekerja sebagaimana bekerjanya sel saraf biologi. Jaringan sel-sel saraf yang terhubung dengan baik tadi dapat bekerja secara paralel dalam mengolah informasi (Lawrence, 1992).

(3) JST adalah sistem pemrosesan informasi yang menyerupai struktur jaringan otak biologi. Dari sudut pandang teknis, JST dapat diinterpretasi sebagai kumpulan model matematik yang mencoba melakukan fungsi-fungsi sel saraf otak dalam memproses sejumlah informasi dengan

(3)

kemampuan sama atau lebih baik dari kemampuan sel saraf itu sendiri (Reid et al., 2000).

Dengan demikian diharapkan JST dapat bekerja lebih cepat dan akurat dalam pemrosesan informasi dibandingkan dengan jaringan saraf biologi dan dapat beradaptasi dengan dinamika informasi yang diterimanya sebagai mana hal tersebut terjadi pada sel saraf biologi (Vemuri, 1990). Dari definisi tentang JST seperti yang disebutkan diatas maka dapat disimpulkan bahwa;

(1) JST adalah jaringan kerja komputasi yang mencoba meniru kerja saraf biologi.

(2) Struktur JST menyerupai struktur saraf biologi.

(3) Pemerosesan informasi pada setiap simpul saraf dilakukan secara paralel. (4) Setiap simpul saraf pada dasarnya adalah model matematis yang dapat

digunakan untuk memproses setiap informasi yang masuk.

JST telah diaplikasikan pada beberapa bidang kegiatan seperti Pertahanan & Keamanan (Militer) untuk pembuatan simulator pesawat tempur yang digunakan untuk melatih pilot-pilot baru pesawat tempur Angkatan Udara Amerika (US Air Force) dan deteksi bom di sejumlah terminal pesawat TWA, bidang Kesehatan untuk membantu dokter dalam menganalisis kemajuan kesehatan pasien di rumah-rumah sakit, bidang Industri Perminyakan untuk mengidentifikasi tipe batuan yang ditemukan pada lubang-lubang eksplorasi minyak, dan bidang Transportasi untuk digunakan dalam merancang sistem pengereman pada kendaraan truk raksasa yang digunakan di Amerika (Lawrence, 1992). Selain itu, oleh Federal Bureau of Investigation (FBI), JST juga sudah digunakan untuk melakukan identifikasi dan klasifikasi tanda tangan, wajah, sidik jari dan DNA seseorang (Kosko, 1992). Ada beberapa jenis sistem JST, tetapi pada dasarnya semua sistem JST dapat dipelajari dari sel saraf tiruan, koneksitas sel saraf tiruan (topology), dan aturan pembelajarannya (learning rule).

2.1.1 Sel saraf tiruan (artificial neural)

Sel saraf tiruan disebut juga elemen pemrosesan, nodes, atau sel. Setiap sel saraf tiruan menerima sinyal keluaran dari sel saraf tiruan lainnya, sedangkan untuk menghasilkan keluarannya sendiri maka setiap sel saraf tiruan

(4)

menjumlahkan masukan yang diterimanya dengan terlebih dahulu memberikan bobot tertentu pada setiap masukan. Selanjutnya, dengan memperhatikan batasan aktivasi yang telah ditentukan sebelumnya, masukan-masukan tersebut dijadikan sebagai keluaran dengan menggunakan fungsi transfer. Dengan demikian kualitas koneksi antara satu sel saraf tiruan dengan sel saraf tiruan lainnya ditentukan dengan besarnya nilai bobot yang diberikan.

Gambar 2 Sebuah sel saraf dengan masukan tunggal.

Gambar 2 memperlihatkan sebuah sel saraf tiruan dengan masukan tunggal. Setiap sel saraf dengan masukan tunggal atau jamak selalu memiliki parameter-parameter masukan I, bobot W, bias b, masukan murni n dan fungsi transfer F, serta keluaran yang berupa skalar O.

Gambar 3 Sebuah sel saraf dengan r masukan.

Gambar 3 memperlihatkan sel saraf tunggal dengan r masukan. Elemen bobot W(1,1), W(1,2), …, W(1,r) diberikan pada setiap masukan I(1), I(2), …, I(r) untuk mendapatkan masukan berbobot W*I.

(5)

[

]

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = ) I( . . . I(2) I(1) ) (1, ..., (1,2), (1,1), I * r r W W W W ………… (1)

Masukan berbobot W*I ini merupakan hasil perkalian antara vektor baris W dan vektor kolom I, sedangkan masukan murni (net input, n) untuk fungsi transfer F diperoleh melalui penjumlahan masukan berbobot W*I dengan bias b sehingga n = W*I + b. Bias adalah sebuah parameter saraf yang ditambahkan ke masukan yang sudah terbobot dan melewati fungsi aktivasi untuk mengaktivkan keluaran sel.

2.1.2 Koneksitas sel saraf tiruan (topology)

Koneksitas diantara sel saraf tiruan merupakan bentuk komunikasi yang unik yang terjadi dari sebuah sel saraf tiruan pengirim sinyal ke sebuah sel saraf tiruan penerima sinyal. Koneksi yang terjadi diantara sel-sel saraf tiruan tersebut akan menentukan tipe pemrosesan yang akan terjadi dalam suatu JST. Sebagai contoh, jika terjadi koneksi antara keluaran sel saraf tiruan yang satu dengan bagian masukan pada sel saraf tiruan sebelumnya maka tipe pemrosesan yang terjadi adalah tipe pemrosesan umpan balik (feedback).

target I K/M

pembaruan bobot O

Gambar 4 Pemrosesan umpan balik.

Dengan O adalah keluaran dan I adalah masukan. Dilihat dari sifatnya, bentuk koneksi yang terjadi diantara sel saraf tiruan dapat bersifat inhibitory

sel saraf awal

sel saraf pembanding

(6)

connections dan exitatory connectios. Disebut inhibitory connections karena koneksi bersifat mencegah atau menghambat terjadinya pengiriman sinyal. Koneksi seperti ini terjadi antara sel saraf tiruan yang terdapat pada lapisan yang sama, sedangkan exitatory connectios adalah tipe koneksi yang bersifat cenderung mengirimkan sinyal seperti yang terjadi antara sel saraf tiruan yang satu dengan sel saraf tiruan lain yang ada pada lapisan berikutnya.

2.1.3 Aturan pembelajaran (learning rule)

Aturan pembelajaran pada dasarnya digunakan untuk menentukan perubahan nilai bobot (W) yang optimum yang dapat memperkecil galat. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan nilai koreksi bobot (ΔW) pada bobot sebelumnya sehingga bobot yang baru (W ) akan bernilai W+ΔW. Dari sejumlah aturan pembelajaran yang ada, aturan pembelajaran yang umum digunakan pada sebuah jaringan sel saraf tiruan adalah Aturan Hebb (Hebb’s Rule), Aturan Delta (Delta Rule), dan Aturan Perambatan Balik (Back Propagation Rule).

1) Aturan Hebb (Hebb’s Rule)

Donald O Hebb yang diacu Lawrence (1992) mengemukakan teori bahwa sistem penyimpanan memori maupun pemrosesan informasi manusia berkaitan dengan kualitas koneksi dari sel sinaptic yang merupakan jembatan penghubung antara dua sel saraf. Dua sel saraf disebut terkoneksi dengan baik jika proses pengiriman dan penerimaan impuls diantara keduanya berlangsung dengan cepat. Proses yang demikian dapat terjadi jika pembelajaran dalam pengiriman, dan penerimaan impuls berlangsung secara terus menerus. Secara alami hal ini berakibat pada perubahan beberapa komposisi kimia yang selalu menyertai proses pengiriman dan penerimaan impuls. Secara matematis Teori Hebb dituliskan sebagai berikut; j i j i η a o ΔW = ………. (2)

dimana ΔWij adalah perubahan bobot koneksi antara koneksi sel saraf j ke sel saraf i, ai adalah fungsi aktivasi dari sel saraf i, oj adalah keluaran dari sel saraf j, dan η adalah laju pembelajaran (learning rate). Laju pembelajaran merupakan indikator yang menunjukkan berapa besar perubahan yang dapat terjadi pada jaringan

(7)

akibat proses pembelajaran atau berapa cepat jaringan dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi. Lawrence (1992) mengemukakan bahwa jika dalam proses ini perubahan terjadi secara dramatis maka jaringan dapat bereaksi secara berlebihan dan berakibat pada lamanya proses pembelajaran berlangsung bahkan lebih dari itu dapat berakibat jaringan tidak dapat melakukan proses pembelajaran dengan baik.

2) Aturan Delta (Delta Rule)

Aturan Delta merupakan variasi dari Aturan Hebb untuk jaringan dengan lapisan sel saraf tersembunyi. Aturan Delta disebut juga Rerata Kuadrat Terkecil (Least Mean Square/LMS) yang merupakan variasi dari Aturan Hebb. Aturan ini ditemukan oleh Bernard Widrow dan Ted Hoff dari Universitas Stanford tahun 1960 (Lawrence, 1992). Jaringan penemuan mereka dinamakan ADAptive LINear Element (ADALINE). Aturan ini menyebutkan bahwa jika terdapat perbedaan antara keluaran yang dihasilkan dengan keluaran yang diinginkan maka untuk memperkecil perbedaan tersebut harus dilakukan perubahan pada bobot koneksi. Secara matematis besarnya perubahan bobot dapat dituliskan sebagai berikut:

(t) O (t)) a (t) (T η ij Δ j i i − = W ………..… (3)

dimana ΔWij adalah perubahan bobot koneksi antara sel saraf ke-j ke sel saraf ke- i, Ti(t) adalah hasil yang diharapkan, ai(t) adalah hasil yang didapatkan sel saraf i, Oj adalah keluaran dari sel saraf j, t adalah waktu spesifik, dan η adalah laju pembelajaran.

3) Aturan Perambatan Balik (Back Propagation Rule)

Aturan Perambatan Balik pada dasarnya juga melakukan hal yang sama seperti aturan sebelumnya, yaitu mencoba memperkecil galat yang ada antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang diinginkan dengan cara memberikan koreksi (ΔW) kepada bobot pada setiap koneksi. Mengingat jumlah lapisan dalam aturan perambatan balik dapat meningkatkan kemampuan jaringan saraf tiruan dalam menyelesaikan masalah yang lebih kompleks (Fausett, 1994) maka aturan yang akan digunakan dalam disertasi ini adalah aturan perambatan balik. Karena itu, penjelasan tentang aturan ini dituliskan lebih rinci dibanding kedua aturan lainnya.

(8)

Lap. Masukan Lap. Tersembunyi Lap. Keluaran Gambar 5 Arsitektur JSTPB sederhana.

Jika dalam proses pembelajaran terdapat N pasang data masukan (I) dan keluaran yang diharapkan (O) yang diberi indeks p (p = 1,2,3,…N) dari target yang teridentifikasi maka galat oleh sel saraf tunggal ke-i dari pasangan data ke-p adalah; 2 pi pi 2 1 pi (O O ) E = − ……… (4)

dengan Opi adalah keluaran yang dihasilkan oleh sel saraf ke-i untuk pasangan data ke-p. Sehingga total galat oleh seluruh sel saraf pada satu lapisan adalah;

− = i 2 pi pi 2 1 pi (O O ) E ……….. (5)

dan total galat yang dihasilkan oleh seluruh sel saraf untuk seluruh pasangan data pembelajaran p sebanyak N pasangan adalah;

∑ ∑

− = p i 2 pi pi 2 1 (O O ) E ………...… (6)

Koreksi bobot pada masing-masing koneksi akibat total galat oleh seluruh sel saraf pada satu lapisan dapat ditentukan dengan menggunakan Metode Gradient Descent. Metode ini pada dasarnya juga mencari nilai ΔW dari nilai Epi minimum. Nilai koreksi bobot dari sel saraf j ke sel saraf ke-i di lapisan diatasnya pada pasangan data pembelajaran ke-p dapat dinyatakan dengan persamaan berikut:

(9)

⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − ∗ = ij pi ij p δW δE η W Δ ... (7) karena E fungsi dari A dan A fungsi dari W maka;

⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ = ij pi pi pi ij pi W δ δA δA δE W δ δE dan =

p ij pi ij δW δE W δ δE

karena Api =

jWij∗Opj (fungsi aktivasi sel saraf ke-i pada pasangan data

ke-p) maka pj ij pi O W δ δA

= (keluaran sel saraf ke-j dari pasangan data ke-p).

Jika pi pi pi δ δA δE = − maka ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − ∗ = ij pi pi pi ij p δW δA δA δE η W Δ sehingga, pj pi ij pW η δ O Δ = ∗ ∗ ... (8) karena ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ = pi pi pi pi pi pi δA δO δO δE δA δE

danOpi =f(Api)sehingga

) (A ' f δO δE δ pi pi pi pi ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − = ………... (9) jika I terletak pada lapisan keluaran maka

pi pi δO δE

dapat dihitung langsung dari persamaan (4) dan didapatkan (O O )

δO δE pi pi pi pi = . Karena Opi =f(Api), dA df δA δO pi pi = sehingga δ

pi dari sel saraf dilapisan keluaran menjadi

(

O O

)

f'(A )

(10)

jika sel saraf i tidak pada lapisan keluaran maka

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ = k pi pk pk pi pi pi δO δA δA δE δO δE atau

− = k pk ki pi pi W δ δO δE sehingga δpi menjadi,

= pi k pk ki pi f'(A ) δ W δ ………... (11)

dimana indeks k menunjukkan sel saraf ke-k pada lapisan sebelumnya. Dengan aturan ini maka galat yang diperoleh di lapisan atas dari pasangan data masukan dan keluaran dari pola-pola yang sudah teridentifikasi selanjutnya dikirimkan balik ke lapisan dibawahnya dengan tujuan untuk menghitung koreksi bobot koneksi antara sel saraf sesuai dengan persamaan (8).

2.1.4 Arsitektur JST

Arsitektur JST menggambarkan susunan lapisan-lapisan dan sel-sel saraf dalam suatu jaringan. Satu JST dapat tersusun dari satu atau lebih lapisan tersembunyi. Lapisan tersembunyi dapat tersusun dari satu atau beberapa sel saraf pada setiap lapisannya. Sel-sel saraf tersebut melakukan pengolahan data secara paralel. Secara sederhana arsitektur JST dapat diilustrasikan dengan Gambar 6,

Gambar 6 JST dengan satu lapisan, dengan r masukan dan s buah sel saraf.

Gambar 6 menunjukkan sebuah JST dengan r buah masukan dan s buah sel saraf. Pada jaringan sel saraf diatas, setiap informasi I(r) yang diterima oleh

(11)

sebuah sel saraf baik dari satu atau beberapa sel saraf sebelumnya, akan diolah dengan terlebih dahulu diberi bobot tertentu dimana W(s, r) yang menyatakan bobot dari sel saraf ke-r yang diterima oleh sel saraf ke-s. Keluaran yang dihasilkan oleh sebuah sel saraf ke-s, O(s), akan merupakan fungsi nilai total dari seluruh informasi yang diterima yang dinyatakan dengan F(W*I + b). Fungsi ini merupakan fungsi transfer yang dapat dinyatakan dalam bentuk fungsi linier ataupun fungsi dengan bentuk yang lebih kompleks. Fungsi ini dikenal juga dengan sebutan fungsi aktivasi. Ada beberapa jenis fungsi aktivasi yang dapat digunakan dalam JST seperti fungsi bipolar, linier, sigmoid dan sebagainya. Dalam kaitannya dengan keakuratan hasil identifikasi maka keakuratan dalam pemberian nilai bobot pada setiap sambungan akan menentukan hasil identifikasi dari model JST yang digunakan. Matriks bobot dari masukan I ke sel saraf dapat ditulis sebagai berikut:

W(1,1) W(1,2) • • • W(1,r) W(2,1) W(2,2) • • • W(1,r) W = • • • • • • • • • • • • • • • • • • W(s,1) W(s,2) • • • W(s,r)

Sel-sel saraf selanjutnya dikelompokkan kedalam tiga lapisan yang disebut lapisan masukan (input layer), lapisan tersembunyi (hidden layer), dan lapisan keluaran (output layer) seperti tampak pada Gambar 7. Pada gambar tersebut ditunjukkan sebuah JST dengan 1 lapisan masukan (lapisan j), 2 lapisan tersembunyi (lapisan i dan k) dengan keluaran Oi dan Ok, dan 1 lapisan keluaran (lapisan l) dengan keluaran Ol.

(12)

Lapisan Masukan j Lapisan Tersembunyi i & k Lapisan Keluaran l Gambar 7 Arsitektur JST umpan maju (feed-forward) dengan banyak lapisan.

Pada lapisan masukan terdapat sejumlah sel saraf yang berfungsi untuk menerima informasi dari luar yang dapat berbentuk file data, gambar hasil digitasi, atau informasi lain yang merupakan hasil pengolahan dengan program sebelumnya. Pada lapisan tersembunyi terdapat sejumlah sel saraf yang berfungsi mengolah informasi yang diterima dari lapisan masukan dengan terlebih dahulu memberikan bobot tertentu (Wij dan Wki) pada informasi tersebut, dimana Wij bobot dari lapisan ke-j ke lapisan ke-i dan Wki bobot dari lapisan ke-i ke lapisan ke-k. Pengolahan informasi pada arsitektur JST dengan banyak lapisan seperti pada Gambar 7 dapat dijelaskan dengan Gambar 8.

(13)

I

Gambar 8 JST dengan banyak lapisan (multi layer) dengan r masukan dan s buah sel saraf.

O = F3(W3*F2(W2*F1(W1*I+b1)+b2)+b3) s1x1 S2x1 s3x1 F1 F3 W1 b2 W2 b1 rx1 F2 b3 W3 + + + n3 n2 n1

O

s3x1 s2x1 s1x1 s3x1 1 1 1 s3xs2 s2xs1 s1xr s1x1 s2x1 I O1 O2 r O1=F1(W1*I+b1) O2=F2(W2*O1+b2) O3=F3(W3*O2+b3) Masukan

(14)

2.1.5 Aplikasi JST dalam bidang perikanan

Dalam bidang perikanan tangkap, JST umumnya digunakan untuk

mengidentifikasi dan mengklasifikasi spesies kawanan ikan pelagis. Identifikasi dan

klasifikasi dilakukan dengan cara memanfaatkan perbedaan intensitas sinyal

hamburan balik yang dipancarkan kawanan ikan. Perbedaan ini dimungkinkan karena

setiap spesies kawanan ikan mempunyai tingkah laku yang berbeda, dan secara

fisiologis memiliki struktur tubuh yang berbeda yang pada akhirnya berdampak pada

tipologi akustik yang berbeda pula (MacLennan & Simmons, 1992). Karena itu,

masing-masing spesies kawanan ikan akan memberikan informasi yang unik baik

yang bersifat internal maupun external (Lu & Lee, 1995). Oleh Lawson et al., 2001;

Bahri & Freon, 2000; Reid et al., 2000., informasi yang unik ini disebut deskriptor

akustik kawanan ikan. Haralabous & Georgakarakos (1996) menegaskan bahwa

deskriptor akustik dapat digunakan sebagai pembeda antara spesies kawanan ikan

tertentu dengan spesies kawanan ikan lainnya.

Oleh Reid et al. (2000) metode ekstraksi deskriptor hidroakustik kawanan

ikan dikelompokkan kedalam tiga tingkatan ekstraksi yang berbeda yang didasarkan

pada:

(1) Tingkatan kawanan (the school level), deskriptor-deskriptor didapatkan dari

hasil ekstraksi data citra akustik yang dilakukan melalui pemrosesan citra

akustik dari masing-masing kawanan ikan.

(2) Tingkatan satuan elemen jarak contoh (the element distance sampling unit,

EDSU), deskriptor-deskriptor didapatkan dari sekumpulan citra akustik yang

terukur dari satu satuan jarak contoh yang ditetapkan sebelum survei

dilakukan.

(3) Tingkatan wilayah (the region level), deskriptor-deskriptor diambil dari suatu

hasil survei yang dilakukan pada suatu area yang sangat luas yang dilakukan,

misalnya dengan satelit.

(15)

Deskriptor-dekriptor tersebut selanjutnya dikelompokkan kedalam lima kawanan

deskriptor utama (Reid et al., 2000), yaitu:

(1) Positional Descriptors, deskriptor yang menjelaskan posisi kawanan ikan

yang dinyatakan dalam lintang, bujur (posisi horizontal), dan kedalaman

(posisi vertikal, jarak dari permukaan ke titik tengah kawanan ikan), posisi

awal dan akhir pixel pada arah vertikal dan horizontal.

(2) Morphometric Descriptors, deskriptor yang menjelaskan tentang morfologi

dari kawanan ikan target yang mencakup tinggi, lebar, ketebalan, rataan

lintang, rataan bujur, rataan kedalaman, perimeter kawanan ikan dan

kekasarannya.

(3) Energetic Descriptors, deskriptor yang menjelaskan tentang total energi

akustik, nilai rataan dan variabilitas energi akustik dari setiap pixel, dan pusat

massa kawanan ikan.

(4) School Environment Descriptors, deskriptor yang menjelaskan tentang jarak

terpendek dan terjauh antara perimeter kawanan ikan dengan dasar perairan.

(5) Biological Descriptors, deskriptor yang menjelaskan sifat-sifat unik dari

(16)

Gambar 9 Contoh deskriptor citra akustik kawanan ikan dengan intensitas hamburan

balik yang berbeda pada setiap titik pikselnya.

Pada Gambar 9 tampak beberapa deskriptor akustik batimetrik dan

morfometrik dari kawanan ikan seperti deskriptor rataan kedalaman kawanan (Dr),

kedalaman minimum kawanan (Dmin), ketinggian minimum kawanan dari dasar

perairan (Tmin), tinggi kawanan (H), dan panjang kawanan (L). Berikut ini adalah

beberapa contoh deskriptor yang digunakan untuk mengidentifikasi spesies kawanan

sardine, anchovy, dan horse mackerel.

(17)

Tabel 1 Contoh deskriptor yang digunakan untuk identifikasi sardine,

anchovy, dan horse mackarel (Haralabous & Georgakarakos, 1996)

Deskriptor

Simbol & Persamaan

Satuan

General

Species Id

SPE

Morphological

Height

H

m

Length

L

m

Perimeter

P

m

Area

A

m

2

Elongation

L/H

Circularity

P

2

/4πA

Rectangularity

(LH)/A

Radius of perimeter

Rmean, Rmin, Rmax, Rcv

m

Fractal dimension

2[ln(P/4)]/ln(A)

Bathymetric

School depth

Dmean, Dmin, Dmax

m

Bottom depth

Bmean, Bmin, Bmax

m

Altitude

Amean, Amin, Amax

M

Energetic

Total school energy

E

V

2

School energy

Emean, Emax, Ecv

V

2

Index of dispersion Evar/Emean V

2

Dari penelitian-penelitian yang dilakukan terhadap kawanan ikan pelagis

seperti yang dilakukan oleh Gerlotto & Frĕon (1988), Diner et al. (1989),

Georgakarakos & Paterakis (1993), Lu & Lee (1995) diketahui bahwa deskriptor

yang paling menentukan hasil dari proses identifikasi kawanan ikan dapat

dikelompokkan kedalam kelompok deskriptor bathymetric, morphometric, dan

(18)

2.2 Ikan Pelagis

Ikan pelagis jika dilihat dari ukurannya, dapat dibedakan atas ikan pelagis

besar dan kecil. Direktorat Jenderal Perikanan (1979) mengungkapkan bahwa ikan

pelagis besar mempunyai ukuran 100-125cm (ikan dewasa) dimana yang termasuk

didalamnya antara lain tuna (Thunnus spp), cakalang (Katsuwonus pelamis), tenggiri

(Scomberomorus spp), tongkol (Euthynnus spp), setuhuk (Xiphias spp), dan lemadang

(Coryphaena spp); sedangkan ikan pelagis kecil ukuran ikan dewasanya berkisar

antara 5-50cm. Ikan pelagis kecil dikelompokkan kedalam 16 kelompok yang

populasinya didominasi oleh 6 kelompok besar yaitu: ikan layang (Decapterus spp),

kembung (Rastreligger), teri (Stolephorus spp), Lemuru bali (Sardinella Lemuru),

dan jenis-jenis selar (Selaroides spp, Alepes spp, dan Atale spp). Dilihat dari

kemampuannya beruaya, ikan pelagis digolongkan sebagai ikan yang mempunyai

kemampuan untuk beruaya secara bebas dalam bentuk kumpulan. Frĕon & Misund

(1999) mengemukakan bahwa ikan pelagis melakukkan ruaya antara lain untuk

mencari makanan, memijah, menghindari pemangsa, dan menemukan pasangan untuk

melakukan reproduksi. Dalam melakukan ruayanya ikan pelagis membentuk

kumpulan teratur dengan pola-pola tertentu yang disebut kawanan ikan (fish

schooling) atau kumpulan acak yang tidak membentuk pola-pola tertentu yang

disebut gerombolan ikan (fish shoaling).

2.2.1 Kawanan dan gerombolan ikan pelagis

Kawanan ikan dan gerombolan ikan adalah dua istilah yang digunakan untuk

menggambarkan kumpulan ikan yang sedang beruaya bersama. Organisasi kumpulan

ikan yang beruaya yang membentuk kawanan atau gerombolan ikan, dapat dijelaskan

berdasarkan ukuran kawanan, densitas, serta posisi dan lokasi ikan di dalam kolom

air (Bahri & Frĕon, 2000). Beberapa definisi tentang istilah kawanan dan gerombolan

ikan dapat dilihat berikut ini:

(1) Reid et al. (2000), kawanan ikan merupakan fenomena biologis yang

dipengaruhi kondisi internal dan eksternal kumpulan ikan pada saat itu.

(19)

(2) Breder & Halpern (1946) yang diacu Frĕon & Misund (1999), kawanan ikan

adalah kumpulan ikan yang berenang dengan arah tertentu, pada ruang

tertentu, dan berenang dengan kecepatan yang sama.

(3) Radakov (1973), kawanan ikan adalah kumpulan ikan yang berenang

bersama-sama.

(4) Pitcher & Parish (1982), kawanan ikan adalah kumpulan ikan yang berenang

terpolarisasi dan tersinkronisasi.

(5) Frĕon & Misund (1999), gerombolan ikan adalah kumpulan ikan yang

tersosialisasi yang tidak dipengaruhi oleh pola sinkronisasi dan polarisasi

sedangkan kawanan ikan adalah kumpulan ikan dimana setiap individu dalam

kumpulan itu berinteraksi secara sosial dengan melakukan sinkronisasi dan

polarisasi dalam berenang dengan arah tertentu dengan jarak terdekat antara

individu (nearest neighbour distance) yang tertentu. Dalam kawanan

umumnya terdapat spesies ikan mayoritas sedangkan hal sebaliknya sangat

jarang terlihat pada gerombolan ikan.

(6) He (1989), kawanan ikan adalah bagian dari gerombolan ikan.

Dari definisi diatas disimpulkan bahwa kawanan ikan (fish school) adalah

kumpulan ikan yang beruaya yang membentuk pola-pola tertentu dan terorganisir

dengan baik berdasarkan kecepatan, dan jarak antar individu dalam kumpulan

tersebut, sedangkan gerombolan ikan adalah kumpulan ikan yang karena

kebutuhannya melakukan sosialisasi antar individu tetapi tidak terorganisir

sebagaimana layaknya sebuah kawanan ikan. Dalam kawanan umumnya terdapat

spesies ikan mayoritas sedangkan hal sebaliknya tidak terlihat pada gerombolan ikan.

Dalam disertasi ini, kumpulan ikan yang akan diteliti adalah kumpulan lemuru

(sardinella lemuru). Nugroho & Sadatomo (komunikasi pribadi, Juli 2005),

mengemukakan bahwa kumpulan lemuru cenderung memiliki karakteristik kawanan

ikan, lebih lanjut Wudianto (2001) & Fauziyah (2005) mengemukakan bahwa

Lemuru Bali beruaya dengan membentuk kawanan ikan. Karena itu dalam disertasi

ini istilah yang akan digunakan selanjutnya adalah istilah kawanan ikan yang

menggambarkan kumpulan lemuru.

(20)

Gambar 10 Sardinella lemuru Bleeker, 1853 (DKP).

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, aplikasi JST untuk identifikasi kawanan

ikan pelagis dilakukan berdasarkan nilai deskriptor akustik. Nilai deskriptor diambil

dari citra akustik kawanan ikan target karenanya, karakteristik kawanan ikan target

menjadi perlu diperhatikan. Beberapa sifat kawanan ikan yang teramati oleh peneliti

sebelumnya antara lain;

(1) Dilihat dari bentuk kawanannya, 70% kawanan ikan pelagis berbentuk oval,

bulat, dan persegi, kawanan ikan pada lapisan dasar dan permukaan umumnya

berbentuk pipih sedangkan pada kolom air berbentuk bulat dan oval (Misund,

1993).

(2) Dilihat dari kecepatan renangnya, semakin besar kawanan ikan semakin

lambat pergerakannya (Hara,1987), tetapi menurut Misund (1993) hal tersebut

tidak berlaku untuk kawanan ikan capelin yang bergerak semakin cepat ketika

kawanannya semakin besar.

(3) Dilihat dari sebarannya, ikan pelagis bergerak dekat permukaan pada malam

hari dan ke perairan agak dalam pada siang hari (Laevastu & Hayes, 1982).

Sebagian ikan pelagis bergerak ke pantai pada malam hari dan ke tengah laut

pada siang hari (Frĕon et al., 1993). Jack Mackarel banyak dijumpai dekat

permukaan pada musim dingin dan di tengah kolom air pada musim panas

(Williams & Pullen, 1993).

(4) Dilihat dari densitasnya, semakin besar volume kawanan ikan maka semakin

besar densitasnya (Misund, 1993). Densitas ikan pelagis dipengaruhi posisi

(21)

vertikal thermoklin. Jika thermoklin semakin dekat permukaan maka kawanan

ikan pelagis semakin tipis dan semakin tebal jika thermoklin bergerak kearah

lapisan dasar (Inakage & Hirano, 1983).

(5) Diperairan Laut Jawa dan Selat Makassar, secara vertikal kawanan ikan di

Laut Jawa berbeda berdasarkan musim (Nugroho et al., 1997), tetapi tidak

terdapat perbedaan nyata tentang penyebaran densitas ikan pelagis di perairan

Selat Makassar antara siang dan malam hari (Pasaribu et al., 1997).

Selanjutnya He (1989) mengemukakan bahwa kawanan ikan pelagis dapat

dibedakan berdasarkan struktur (structure), ukuran (size), dan bentuk (shape) atau

pola dari kawanan ikan.

2.2.2 Struktur kawanan ikan pelagis

Struktur kawanan ikan dapat dilihat dari pola kawanan (pattern) yang

memperlihatkan posisi individu ikan relatif terhadap individu lain yang ada

disekitarnya. Pola yang umum terlihat pada sebuah kawanan ikan adalah pola

berbentuk berlian. Struktur pola pergerakan berbentuk berlian ditentukan oleh jarak

terdekat antara individu yang berdampingan (nearest neighbouring distance, NND).

Pengaturan jarak terdekat antar individu ikan dilakukan untuk mengurangi tekanan air

yang diterima ikan ketika sedang beruaya (Freon & Misund,1999). Lebih lanjut He

(1989) mengemukakan bahwa semakin panjang ukuran ikan maka semakin besar

jarak terdekatnya tetapi semakin cepat ikan beruaya maka semakin kecil jarak

terdekat antara individu. Posisi ikan dalam kawanannya diilustrasikan dengan

Gambar 11.

(22)

NND: nearest neighbouring distance

Gambar 11 Bentuk berlian dalam kawanan ikan (He, 1989).

Besarnya variasi jarak terdekat antar individu bergantung pada spesies ikan,

sudut arah pergerakan kawanan (heading) yang dipengaruhi oleh arah arus, dan

ukuran ikan dalam kawanan (size). Kalaupun terdapat variasi jarak terdekat antara

individu akibat variasi ukuran panjang ikan, variasi tersebut tidak akan lebih dari 30%

(He, 1989).

2.2.3 Ukuran kawanan ikan pelagis

Ukuran kawanan ikan adalah luasnya ruang yang ditempati oleh kawanan

ikan. Ukuran kawanan ikan bervariasi dan dipengaruhi oleh spesies ikan, ukuran ikan,

waktu harian (siang atau malam hari), musim, dan tahapan fisiologis perkembangan

ikan (Freon & Misund, 1999). Spesies ikan pelagis besar umumnya menunjukkan

kawanan ikan yang lebih besar tetapi dengan densitas yang lebih kecil dibanding

spesies ikan pelagis yang lebih kecil (He, 1989).

Pada malam hari umumnya kawanan ikan terpecah menjadi

kawanan-kawanan yang mengelompok pada kawanan-kawanan yang lebih kecil yang berpencar pada

beberapa lapisan (Shaw, 1961 yang diacu Frĕon & Misund, 1999).

(23)

Pada musim gugur (fall) dan musim dingin (winter) kawanan anchovy

membentuk kawanan ikan yang lebih kecil dibandingkan dengan kawanan ikan

anchovy pada musim semi (spring) dan musim panas (summer) (Frĕon & Misund,

1999). Pada musim gugur dan musim dingin anchovy utara dapat membentuk

kawanan ikan dengan ukuran 25-35 m pada arah horisontal dan 12-40 m pada arah

vertikal sedangkan ukuran kawanan hering saat makan lebih kecil dibandingkan

dengan saat memijah tetapi, ukuran kawanan ikan hering dan capelin yang terbesar

dapat ditemukan pada saat ikan tersebut memijah (He, 1989).

2.2.4 Bentuk kawanan ikan pelagis

Bentuk kawanan ikan bervariasi. Jika dilihat dari atas maka rataan

perbandingan antara panjang, lebar, dan kedalaman kawanan ikan adalah sebesar 3: 2:

1 (He, 1989). Variasi bentuk kawanan ikan ini bergantung pada aktivitas kawanan

tersebut saat terdeteksi. Bentuk kawanan ikan yang sedang menghadapi pemangsanya

berbeda dengan bentuk kawanan ikan yang sedang makan.

Kawanan ikan yang sedang menghadapi pemangsanya umumnya membelah

menjadi bagian yang kecil atau berubah bentuk menjadi bentuk bola yang berputar

dengan tujuan untuk membingungkan pemangsanya. Pecahan-pecahan kecil dari

ikan-ikan tersebut akan membentuk kawanan seperti semula jika ancaman dari

pemangsa telah dapat dihindari (Frĕon & Misund, 1999).

Kawanan ikan yang sedang beruaya cepat memiliki ukuran panjang kawanan

yang lebih besar dibandingkan dengan lebarnya (He, 1989). Gambar 12 dan Gambar

13 menggambarkan beberapa ilustrasi tentang bentuk dan pola kawanan ikan di

dalam kolom air.

(24)
(25)
(26)

Gambar 13 menunjukkan pola-pola sebaran ikan yang terdapat di permukaan, kolom,

dan dasar perairan.

(1) Tipe 1, Scattered Fish menggambarkan citra akustik sejumlah besar gema dari

ikan-ikan tunggal yang menyebar secara acak pada kolom air, tanpa adanya

struktur yang jelas.

(2) Tipe 2, Fish in school menggambarkan citra akustik sebaran beberapa kawanan

ikan yang terstruktur yang terdapat pada kolom air.

(3) Tipe 3, Fish in aggregations menggambarkan sejumlah besar gema dari

ikan-ikan tunggal yang menggerombol yang menyebar secara acak pada kolom air,

tanpa adanya struktur yang jelas.

(4) Tipe 4 dan 5, Fish in a pelagic & demersal layers menggambarkan citra akustik

dari kawanan besar ikan pelagis (a) dan ikan demersal (b) yang terdapat di kolom

dan dekat dasar perairan.

Dalam disertasi ini deskriptor akustik kawanan ikan pelagis dengan tipe 2, 4 dan 5 yang

akan diukur sebagai data penelitian. Hal ini didasarkan pada studi literatur yang

dilakukan sebelumnya dimana hampir semua kawanan ikan pelagis ekonomis beruaya

dengan tipe sebagaimana yang disebutkan (Lawson et al., 2001; Lu & Lee, 1995;

Coetzee, 2000; Bahri & Freon, 2000).

Gambar

Gambar 1 Jaringan sel saraf biologi (Artificial Neural Networks in Medicine  http://www.MedicineNet.org,15 Juli 2005)
Gambar 2 Sebuah sel saraf dengan masukan tunggal.
Gambar 4 Pemrosesan umpan balik.
Gambar 6 JST dengan satu lapisan, dengan r masukan dan s buah sel saraf.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Keputusan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 732/KPT/I/2018 tentang Izin Penyatuan dan Perubahan Bentuk Beberapa Perguruan Tinggi

mampu: (1) mengintegrasikan materi multikultur kedalam mata pelajaran/bidang studinya secara holistik, (2) memilih dan mengembangkan model pendidikan multikultur yang visibel

Dalam penelitian ini peneliti melihat dengan banyaknya menara telekomunikasi yang telah dibangun sepanjang wilayah Kabupaten Parigi Moutong dapat dikatakan tidak

Dari sisi konsumen, pentingnya beras tidak dapat dipungkiri yaitu sebagai makanan pokok utama negeri ini dengan tingkat partisipasi konsumsi beras mencapai sekitar 95%, artinya

sebagian besar berada pada kelompok yang mempunyai pengasilan sedang yaitu 25 orang (78,1%). Hasil perhitungan statistik menggunakan uji Chi square di peroleh p- value

Pada artikel ini, penulis akan berfokus pada topik mengenai bagaimana kompetensi guru sebagai bagian dari pedagogical content knowledge (PCK) dalam menerapkan pendekatan

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul Ekobiologi Reproduksi Ikan Opudi Telmatherina antoniae (Kottelat, 1991) Sebagai Dasar Konservasi Ikan

Bab ini memuat tentang hasil analisa penulis terhadap temuan hasil penelitian yang meliputi (1) tinjauan hukum Islam terhadap kelengkapan syarat rukun wakaf emas di