• Tidak ada hasil yang ditemukan

INOVASI TEKNOLOGI PRODUKSI DAN KELAYAKAN USAHATANI SAYURAN KENTANG DAN KUBIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INOVASI TEKNOLOGI PRODUKSI DAN KELAYAKAN USAHATANI SAYURAN KENTANG DAN KUBIS"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

INOVASI TEKNOLOGI PRODUKSI DAN KELAYAKAN USAHATANI

SAYURAN KENTANG DAN KUBIS

Syamsu Bahar

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta Jl. Raya Ragunan No. 30 Pasar Minggu, Jakarta 12540

Telp. (021) 78839949, Faks. (021) 7815020

E-mail : bptp-jakarta@litbang.deptan.go.id; syamsubahar@yahoo.com

ABSTRAK

Komoditas yang mempunyai kesesuaian lahan pada dataran tinggi diantaranya adalah kentang, kubis, petsai, wortel dan bawang daun. Namun untuk meningkatkan produktivitas diperlukan inovasi teknologi produksi dengan melakukan sistem usahatani sayuran yang difokuskan pada sistim budidaya yang optimal menyangkut penanaman, pemupukan, pemeliharaan, pengendalihan hama/penyakit, panen dan pasca panen. Usahatani sayuran kentang dan kubis memberikan pendapatan yang cukup besar berkisar antara Rp 3.635.287 – Rp 15.948.226 per hektar per musim tanam dengan tingkat R/C berkisar 4,00 – 9,41. Tata niaga sayuran kentang dan kubis yang dihasilkan dari wilayah Kabupaten Enrekang cukup sederhana yaitu petani – pedagang pengumpul – pendagang pengecer – konsumen. Margin pemasaran yang dapat diperoleh pedagang perantara antara Rp 93 – Rp 365 per kg.

Kata Kunci : Inovasi , Kentang, Kubis

ABSTRACT

Technology Innovation And Feasibility Analysis Of Potato And Cabbage Vegetables Farming

Commodities which have a land suitability in the highlands include potatoes, cabbage, petsai, carrots and onion leaves. However, to increase the productivity of the production technology innovation needed to make vegetable farming system that is focused on cultivating the optimal system involves planting, fertilizing, maintenance, pengendalihan pests / diseases, harvest and post harvest. Vegetables, potato and cabbage farms provide a large enough income between Rp 3,635,287 - Rp 15,948,226 per acre per growing season with the R / C ranged from 4.00 to 9.41. Tata commercial potato and cabbage vegetables resulting from regions Enrekang quite simple: farmers - middlemen - pendagang retailer - consumer. Marketing margins can be obtained middlemen between Rp 93 - Rp 365 per kg.

(2)

PENDAHULUAN

Lahan dataran tinggi adalah lahan yang terletak pada ketinggian tertentu diukur dari permukaan laut. Menurut Irsal et. al. (1993) bahwa luas lahan dataran tinggi > 800 m dari permukaan laut (dpl) di Indonesia mencapai mencapai 25,5 juta hektar dan lebih dari separuhnya terdapat di Sumatera dan Sulawesi. Lahan tersebut umumnya mempunyai tingkat kesuburan yang lebih

sampai berbukit menyebabkan rawan erosi

merupakan tempat tumbuh yang ideal untuk berbagai komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan atau merupakan sumber devisa seperti kopi arabika, teh, serta berbagai tanaman sayuran.

Usahatani sayuran pada umumnya dilakukan di kebun-kebun khusus di dataran tinggi (Bahar, 1994). Usahataninya merupakan usahatani keluarga yang bertujuan komersial yang dicirikan dengan penggunaan teknologi yang cukup maju, bagian input yang dibeli cukup besar dan sebagian besar produksinya dijual. Pengembangan usahatani di daerah ini umumnya dilakukan di dataran tinggi yang bergelombang. Jenis sayuran yang diusahakan adalah kentang, kubis, petsai, wortel, dan bawang daun. Penanaman sayuran khususnya kentang dan kubis di dataran tinggi pada umumnya sangat intensif. Hal ini ditandai dengan keberadaan

tanaman sayuran yang hampir ada sepanjang tahun. Pengembangan tanaman sayuran ini ditunjang dengan penyebaran curah hujan yang cukup dan merata. Pemanfaatan lahan yang terus menerus, maka terjadi pengurangan unsur hara. Apalagi pemberian pupuk untuk mengembalikan unsur hara yang tidak seimbang atau kurang, maka produksinya tidak bisa optimal. Di Kabupaten Enrekang produktivitas kentang dan kubis masih rendah yaitu masing-masing 6,5 ton/ha dan 12,9 ton/ha, sedangkan potensi hasilnya masing-masing bisa mencapai 30 ton/ha dan 20 ton/ha (Badan Pusat Statistik Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan, 1998 dan 2002; Kusumo dan Adiyoga, 1989).

Menurut Sahat (1995) bahwa beberapa penyebab rendahnya produktivitas kentang antara lain adalah kurang tersedia dan mahalnya bibit unggul, lemahnya penerapan teknik bercocok tanam, pemeliharaan tanaman yang kurang memadai, adanya serangan hama dan penyakit, serta tingginya biaya produksi usahatani. Pengendalian penyakit dapat dilakukan dengan pengendalian yang ramah lingkungan sebagaimana dikemukakan oleh Lologau et. al. (2003) bahwa pemanfaatan fungisida nabati dalam pengendalian penyakit busuk daun (Phytophthora infestans) pada tanaman kentang. Penyakit busuk daun merupakan penyakit utama pada tanaman (Sastrosiswojo, 1995). Adapun rendahnya produktivitas kubis

(3)

disebabkan rendahnya penerapan teknologi di tingkat petani terutama kekurangan unsur hara akibat pemupukan yang tidak tepat, adanya serangan hama dan penyakit, serta tingginya biaya produksi usahatani (Cholil dan Syamsuddin, 1994).

Sayuran mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Karena ditinjau dari kedudukannya sebagai sumber nutrisi dan nilai tukarnya lebih tinggi dibandingkan dengan komodiutas lainnya. Kedudukan sayuran akan semakin kuat di masa mendatang yang disebabkan olehpeningkatan kesadaran akan gizi, taraf pendidikan, dan pengetahuan. Bahar (1994) menyatakan bahwa peningkatan konsumsi sayuran diperkirakan sebasar 5–15 % per tahun.

Guna memenuhi kebutuhan sayuran yang terus meningkat, maka perlu dilakukan pemanfaatan lahan dataran tinggi dengan komoditas khususnya kentang dan kubis. Agar komoditas tersebut terbebas dari unsur

kimia , maka perlu mengusahakan sayuran organik yang memanfaatkan pupuk organik (kompos) yang lebih banyak (Sunanto, et. al. 2003). Selain itu dalam pelaksanaan usahatani petani mampu menerapkan teknologi produksi meliputi; pemupukan, pemeliharaan, pengendalian hama penyakit, panen dan pasca panen.

Suatu penelitian telah dilakukan untuk membandingkan usahatani sayuran petani yang binaan dan petani non-binaan di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan.

1. Alokasi Tenaga Kerja

Usahatani kentang dan kubis merupakan kegiatan proses produksi yang mengkombinasikan dari beberapa faktor produksi untuk memperoleh hasil. Salah satu faktor produksi yang tidak dapat diabaikan dalam proses produksi adalah tenaga kerja. Petani dalam menjalankan kegiatan usahataninya memerlukan tenaga kerja. Tenaga kerja ini bisa diperoleh dari dalam

Tabel 1. Alokasi tenaga kerja usahatani kentang dan kubis per hektar.

No. Jenis Kegiatan

Usahatani Kentang (HOK) Usahatani Kubis (HOK)

Binaan Non-Binaan Binaan Non-Binaan

L P L P L P L P 1. 2. 3. 4. 5. 6. Pengolahan lahan Pesemaian/Penanaman Pemupukan Pengend.hama/penyakit Penyiangan Panen/Pasca panen 49,63 5,22 1,50 3,73 7,09 13,81 -0,75 1,50 1,50 5,22 12,31 7,24 3,45 0,71 2,74 5,00 8,81 0,36 0,71 0,21 -0,36 2,14 47,00 4,17 1,67 4,67 6,33 8,67 0,33 1,67 1,33 1,67 4,00 4,00 4,89 4,81 1,57 3,67 4,94 12,29 1,84 0,57 0,42 -0,99 1,27 Jumlah 80,98 21,28 27,95 3,69 93,51 13,00 37,17 5,09 Keterangan : L = laki-laki, P = perempuan HOK = hari orang kerja setara 7 jam/hari.

(4)

keluarga maupun dari luar keluarga. Dalam analisis ini penggunaan tenaga kerja untuk kegiatan usahatani kentang dan kubis hanya dibedakan penggunaan tenaga kerja laki-laki dan perempuan. Sedangkan kegiatan usahatani ternak kambing menggunakan tenaga kerja hanya dibedakan per jenis kegiatan saja.

Berdasarkan data Tabel 1, menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja pada kegiatan usahatani kentang dan kubis yang dilakukan oleh petani binaan lebih tinggi dibandingkan dengan petani non-binaan. Penggunaan tenaga kerja total

laki-laki dan perempuan oleh petani binaan yang mengusahakan tanaman kentang mencapai 102,26 HOK, sedangkan petani non-binaan menggunakan 31,64 HOK. Demikian juga penggunaan tenaga kerja petani binaan yang mengusahakan tanaman kubis mencapai 86,51 HOK, sedangkan petani non-binaan mencapai 42,26 HOK.

Pada Tabel 2, menunjukkan bahwa petani binaan tanaman kentang dan kubis yang memelihara ternak kambing lebih banyak menyerap tenaga kerja yaitu mencapai 55 HOK/ekor/tahun, sedangkan petani non-binaan mencapai 36 HOK/ekor/tahun. Hal

Tabel 2. Alokasi tenaga kerja pada usahatani ternak kambing

No. Jenis Kegiatan Petani Binaan

(HOK) Petani Non-Binaan (HOK 1.

2. 3.

Pembersihan Kandang kambing Pemberian pakan/minum kambing Pembuatan kompos 30 20 5 20 12 4 Jumlah 55 36

Keterangan : HOK = hari orang kerja setara 7 jam/hari.

Analisis data primer (Syamsu Bahar, et. al. 2003).

Tabel 3. Penerapan teknologi produksi usahatani kentang dan kubis per hektar.

No Uraian Usahatani Kentang Usahatani Kubis

Binaan Non-Binaan Binaan Non-Binaan 1. 2. 3. 4. 5. 6. Pengolahan lahan Pesemaian Jarak tanam Pemupukan : a. Urea (kg) b. SP36 (kg) c. KCl (kg) d. ZA (kg) e. PPC (kg) f. Pupuk kandang (kg) Pengendalian OPT Panen dan pasca panen Olah sempurna Buat pesemaian Terlalu rapat 56 50 50 8 400 111 Intensif Selang 2 hari Olah sempurna Buat pesemaian Terlalu rapat 38 26 20 29 150 37 Intensif Selang 2 hari Olah sempurna Buat pesemaian Terlalu rapat 240 17 -17 1200 343 Intensif Selang 3-5 hari Olah sempurna Buat pesemaian Terlalu rapat 141 6 6 35 250 78 Intensif Selang 3-5 hari

(5)

ini menunjukkan bahwa petani binaan dalam berusahatani kentang, kubis dan beternak kambing lebih intensif pemeliharaannya.

2. Penerapan Teknologi Usahatani Kentang dan Kubis

Untuk memperoleh tingkat produksi yang tinggi pada usahatani kentang dan kubis, maka perlu menerapkan teknologi produksi yang tepat. Namun karena keterbatasan, pengetahuan, modal, ketersediaan sarana dan prasarana produksi di tingkat petani, maka penerapan teknologi produksi belum maksimal.

Petani binaan yang mengusahakan tanaman kentang maupun kubis menerapkan usahatani yang lebih baik. Hal ini ditandai dalam penggunaan pupuk Urea, SP36, KCl, ZA, PPC, dan pupuk kandang. Karena

pengelolaan usahatani berorientasi sayuran organik, maka penggunaan pupuk kandang pada petani binan usahatani kentang dan kubis masing-masing 111 kg/ha dan 343 kg/ha. Sedangkan petani non-binaan baru menggunakan pukan masing-masing 37 kg/ha dan 78 kg/ha. Adapun hasil kajian terdahulu tentang pemupukan pada tanaman kubis bervariasi yaitu pupuk kandang 10 ton/ ha dan pupuk kimia yaitu 100 kg Urea, 250 kg ZA, 250 kg SP-36, dan 200 kg KCl per hektar (Cholil dan Syamsuddin, 1994; Harahap, et. al. 1992; Hilman dan Asandhi, 1990; Sumarni, 1982). Pertumbuhan dan produksi tanaman berlangsung optimal apabila tanaman dapat menyerap hara terutama N, P, dan K yang cukup dan seimbang (Sassijati dan Askin, 1992; Filter dan Hay, 1991).

Tabel 4. Analisis biaya usahatani kentang dan kubis per hektar.

No. Uraian BinaanUsahatani KentangNon-Binaan BinaanUsahatani KubisNon-Binaan 1. Biaya (Rp) a. Benih b. Urea c. SP36 d. KCl e. ZA f. PPC g. Pupuk kandang h. Pestisida 457.090 64.567 75.672 95.075 8.507 20.522 89.522 66.418 456.800 39.287 40.393 39.200 32.571 5.357 42.857 22.232 299.000 264.000 26.000 -19.000 70.000 206.000 80.500 198.869 155.367 9.915 12.458 40.254 13.418 47.034 33.757 Jumlah (1) 874.283 677.696 964.500 511.072 2. Tenaga Kerja (Rp) 1.022.388 316.929 865.000 307.542 Jumlah (1+2) 1.896.671 994.625 1.829.500 818.614 3. 4. 5. 6. 7. Produksi (kg) Harga (Rp/kg) Penerimaan (Rp) Pendapatan (Rp) R/C 6.691 2.667 17.844.897 15.948.226 9,41 1.736 2.667 4.629.912 3.635.287 4,65 10.467 700 7.326.900 5.497.400 4,00 8.079 700 5.655.300 4.836.686 6,91 Analisis data primer (Syamsu Bahar, et. al. 2003).

(6)

3. Analisis Usahatani Kentang dan Kubis

Analisis usahatani sangat diperlukan untuk mengetahui, apakah usahatani yang dilakukannya itu menguntungkan. Dalam suatu usaha memerlukan biaya sebagai pengadaan input, input ini dapat dinilai dengan rupiah. Dalam proses produksi diharapkan hasil yang dapat dinilai dikonversikan dengan harga komoditas pada waktu dan tempat tertentu.

Usahatani kentang memerlukan biaya yang cukup besar yaitu mencapai Rp 994.625 - Rp 1.896.671 per hektar. Biaya usahatani kentang ini hampir sama dengan biaya usahatani kubis yaitu berkisar Rp 818.614 - Rp 1.829.500 per hektar. Sedangkan tingkat penerimaan dari usahatani kentang lebih banyak dibandingkan dengan usahatani kubis. Penerimaan usahatani kentang mencapai Rp 4.629.912 - Rp 17.844.897 per hektar dengan demikian pendapatan dan R/C ratio masing-masing mencapai Rp 3.635.287 - Rp 15.918.226 per hektar dan 4,65 - 9,41. Sedangkan penerimaan usahatani kubis mencapai Rp 5.655.300 - Rp 7.326.900

per hektar. Dengan demikian pendapatan dan R/C ratio masing-masing mencapai Rp 4.836.686 - Rp 5.497.400 per hektar dan 4,00 - 6,91.

Lologau, et. al. (2004) melaporkan bahwa tingkat pendapatan petani dengan usahatani sayuran kubis sebesar Rp 14.107.400 dengan pemupukan berimbang, Rp 18.687.400 dengan pemupukan berdasarkan analisis tanah dan Rp 13.731.960 pemupukan cara petani.

4. Tata Niaga Sayuran

Produksi sayuran dipasarkan ke beberapa daerah melalui alur tataniaga. Namun demikian alur tataniaga sayuran dari petani sampai ke konsumen melalui beberapa perantara/pedagang sehingga membentuk suatu mata rantai tataniaga sayuran sebagaimana disajikan pada Gambar 1.

Gambar tersebut menggambarkan bahwa petani menjual produksinya kepada pedagang pengumpul yang akan dipasarkan di wilayah atau pedagang pengumpul antar pulau. Dari pedagang pengumpul

(7)

ini selanjutnya ke pedagang pengecer dan seterusnya kepada konsumen.

5. Margin Pemasaran Sayuran

Pedagang pengumpul setelah membeli produksi sayuran dari petani, maka sayuran tersebut kemudian disortir dan dilakukan pembersihan. Setelah itu baru dikemas atau langsung diangkut ke dalam alat transfortasi yang akan membawa sayuran tersebut ke daerah tujuan pemasaran (pasar induk). Sampai di pasar induk di wilayah kota, pedagang pengecer telah siap untuk membeli beberapa kilogram atau karung untuk dijual ke konsumen. Jadi pedagang pengumpul tidak langsung menjual sayurannya kepada konsumen. Sayuran selama di pedagang juga dilakukan pembersihan dan penyortiran sebelum dijual ke konsumen. Penanganan sayuran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul maupun pedagang pengecer memerlukan biaya. Selain itu juga pedagang mengharapkan mendapatkan keuntungan dari hasil penjualannya. Sehingga penjumlahan antara biaya penanganan sayuran dan keuntungan disebut sebagai margin pemasaran.

IMPLIKASI KEBIJAKAN

Untuk meningkatkan produktivitas diperlukan inovasi teknologi produksi dengan melakukan sistem usahatani sayuran

yang difokuskan pada sistim budidaya yang optimal menyangkut penanaman, pemupukan, pemeliharaan, pengendalihan hama/penyakit, panen dan pasca panen serta pemasaran hasil. Usahatani sayuran kentang dan kubis memberikan pendapatan yang cukup besar berkisar antara Rp 3.635.287 – Rp. 15.948.226 per hektar per musim tanam dengan tingkat R/C berkisar 4,00 – 9,41. Tata niaga sayuran kentang dan kubis cukup sederhana yaitu petani – pedagang pengumpul – pendagang pengecer – konsumen. Margin pemasaran yang dapat diperoleh pedagang perantara antara Rp 93 – Rp 365 per kg.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Kabupaten Enrekang. 2002. Kabupaten Enrekang Dalam Angka 2002. Kerjasama Bappeda dengan BPS Kabupaten Enrekang. Badan Pusat Statistik Kabupaten Enrekang.

1998. Kabupaten Enrekang Dalam Angka 1998. Kabupaten Enrekang. Bahar, F. A. 1994. Hortikultura Sulawesi

Selatan dan program penelitiannya. Disampaikan pada simposium Hortikultura, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya dan Perhimpunan Hortikultura Indonesia, Malang.

Bahar, S., A. Ella, Sunanto, A. Nurhayu, M. Azis dan D. Pasambe. 2003. Kajian pakan ternak kambing pada lahan sayuran dataran tinggi. Laporan Hasil Pengkajian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Sulawesi Selatan.

(8)

Cholil, A dan S. Djauhari. 1994. Pengaruh pengapuran dan cara pemberian pupuk kandang terhadap penyakit akar gada dan hasil panen kubis. hal 255-272. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Pendukung Pengendalian Hama Terpadu. Kerjasama Komisi Litbang PHT, Bappenas, Balai Penelitian Hortikultura Lembang, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Badan Litbang Pertanian.

Filter, A. H dan R. K. Hay. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Terjemahan S. Andini dan Purbayanti. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Harahap, A. D., D. Sinaga dan F. H. Silalahi.

1992. Pengaruh pupuk NPK terhadap hasil pertanaman tumpangsari kubis dengan kentang dan ercis. J. hort. 2(2):43-50.

Hilman, Y., A. A. Asandhi dan E. Sumiati. 1990. Dosis dan waktu aplikasi pupuk daun ytozim crop plus pada tanaman kubis kultivar Gloria Ocena. Buletin Penelitian Hortikultura. XIX (1):55-66.

Irsal, L., P. Wahid, J. S. Baharsyah dan S.N. Darwis. 1993. Tinjauan iklim dataran tinggi di Indonesia. Buletin Perhipi 1 (1):1-13.

Kusumo, S. dan W. Adiyoga. 1989. Pengaruh besar umbi dan populasi tanaman terhadap produksi kentang. Buletin Penelitian Hortikultura 8 (11) : 25-28.

Lologau, B. A., Kadir, S., Nurjanani, Thamrin, M dan Bohari, W. 2003. Pemanfaatan fungisida nabati dalam pengemdalian penyakit busuk daun (Phytophthora infestans) pada tanaman kentang. Laporan Hasil Pengkajian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian,

Sulawesi Selatan.

Lologau, B. A., Muhammad, H., Thamrin, M dan Armiati. 2004. Kajian pemupukan pada tanaman kubis. Laporan Hasil Pengkajian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Sulawesi Selatan.

Sahat, S. 1995. Varietas Kentang dan Pemuliaannya. Makalah disampaikan pada Seminar Agribisnis Kentang. Agribusiness Club, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura dan Direktorat Bina Produksi Hortikultura, Jakarta 18-19 Januari 1995.

Sassijati dan A. Askin. 1992. Pengaruh kombinasi pupuk NPK dan pupuk mikro terhadap pertumbuhan dan produksi cabe merah varietas keriting di lahan gambut. J. hort. 2(3):6-15. Sastrosiswojo, S. 1995. Hasil-hasil

Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Hama Terpadu serta Penerapannya pada Budidaya Kentang. Makalah disampaikan pada Seminar Agribisnis Kentang. Agribusiness Club, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura dan Direktorat Bina Produksi Hortikultura, Jakarta 18-19 Januari 1995. .

Sumarni, N. 1982. Pengaruh pemupukan N, P dan K terhadap pertumbuhan dan hasil kubis varietas Ocean dan Konstanta. Buletin Penelitian Hortikultura. IX(5):25-32.

Sunanto, Suryani, N. Razak dan D. Suryanto. 2003. Pemanfaatan lahan dataran rendah dengan sayuran organik. Laporan Hasil Pengkajian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan.

Gambar

Gambar  tersebut  menggambarkan  bahwa  petani  menjual  produksinya  kepada  pedagang  pengumpul  yang  akan  dipasarkan  di  wilayah  atau  pedagang  pengumpul  antar  pulau

Referensi

Dokumen terkait

Pengembangan Media Pembelajaran Menggunakan Adobe Flash Dan Autoplay Media Studio Dalam Pembelajaran Yang Berbasis Inquiry Pada Materi Garis Dan Sudut Kelas VII

Suatu Objek A di layar asal dikatakan bertranslasi menjadi Objek A` di layar hasil transformasi, jika posisi Objek A terhadap objek acuan di layar asal berbeda dengan posisi dari

Dengan demikian, pada peningkatan lama perebusan, perubahan stabilitas ikatan, kadar dan struktur komponen serat pangan serta penurunan kadar senyawa penghambat dialisis (antara

Sedangkan dari skor dasar ke siklus II dengan rata-rata 82,75 mengalami peningkatan sebesar 62,5% karena guru sudah menerapkan model pembelajaran yang dapat

dapat digunakan dalam penanaman dan penguatan konsep, membuat pemodelan matematika, dan menyusun strategi dalam pemecahan masalah. Tujuan penelitian ini adalah

Pada penelitian ini mengembangkan pengenalan suara penyanyi untuk mengidentifikasi akord dasar menggunakan metode jaringan syaraf tiruan backpropagation sebagai metode

Dari total target produksi untuk Singlet R123B pada january 2006 - agustus 2007 yaitu sebesar 338315 lusin hanya dapat dipenuhi oleh bagian sewing sebesar 278424 lusin dengan

10Base5, which is part of the IEEE 802.3 baseband physical layer specification, has a distance limit of 1640 feet - 500 meters - per