• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. hasil dari pada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. hasil dari pada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Perilaku 1.1 Pengertian perilaku

Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2007) mengatakan perilaku manusia hasil dari pada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya. Dengan kata lain perilaku merupakan respons/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini bersifat pasif (tanpa tindakan: pengetahuan dan sikap) maupun aktif (tindakan yang nyata atau praktek).

Menurut Taufik (2007), perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi pada hakikatnya perilaku manusia adalah tindakan atau aktivitas manusia itu sendiri baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati secara langsung. Selanjutnya Benyamin Bloom (1908, dalam Notoatmodjo, 2007) perilaku dibagi dalam 3 (tiga) domain yaitu kognitif

(cognitive domain), afektif (affective domain) dan psikomotor (psychomotor domain).

1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

Menurut Notoatmodjo (2007), semua ahli kesehatan masyarakat dalam membicarakan status kesehatan mengacu kepada Bloom. Dari hasil penelitiannya di Amerika Serikat sebagai salah satu negara yang sudah maju, Bloom menyimpulkan bahwa lingkungan mempunyai andil yang paling besar terhadap status kesehatan, kemudian berturut-turut disusul oleh perilaku mempunyai andil

(2)

nomor dua, pelayanan kesehatan dan keturunan mempunyai andil yang paling kecil terhadap suatu status kesehatan. Lawrence Green (1980) menjelaskan bahwa perilaku itu dilatarbelakangi atau dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu : faktor-faktor predisposisi (predisposing factor) faktor-faktor pemungkin (enabling

factors), faktor-faktor penguat (reinforcing factors).

Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor). Faktor-faktor ini mencakup : pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.

Faktor-faktor pemungkin (enabling factors). Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan masyarakat.

Faktor-faktor penguat (reinforcing factors). Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga di sini Undang-Undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas lebih-lebih para petugas kesehatan.

1.3. Bentuk Perilaku

(3)

tersebut. Respon ini berbentuk dua macam, yakni bentuk pasif dan bentuk aktif (Notoatmodjo, 2007).

Bentuk pasif. Adalah respon internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain. Misalnya: seorang ibu tahu bahwa imunisasi itu dapat mencegah suatu penyakit tertentu, meskipun ibu tersebut tidak membawa anaknya ke posyandu atau puskesmas untuk diimunisasi. Oleh sebab itu perilaku ibu masih terselubung (tertutup).

Bentuk aktif. Yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung. Misalnya ibu sudah membawa anaknya ke posyandu (puskesmas) atau ke fasilitas kesehatan lainnya untuk imunisasi. Oleh karena perilaku ibu tersebut sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata maka disebut perilaku terbuka.

1.4. Domain perilaku

Notoatmodjo (2007), berpendapat bahwa perilaku manusia itu sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Benyamin Bloom seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku itu ke dalam tiga domain (ranah/kawasan) yaitu: pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), praktek atau tindakan yang dilakukan (practice).

1.4.1. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan merupakan penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan lain sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu penginderaan sampai dengan menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian

(4)

dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra pendengaran (telinga), dan penglihatan (mata) (Taufik, 2007).

Pengetahuan kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) karena itu dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).

Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi (application). Analisis (analysis), sintesis (synthesis), evaluation (evaluation).

Tahu (know). Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

Memahami (comprehension). Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

Aplikasi (Application). Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya

(real). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan

hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

(5)

Analisis (analysis). Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. Sintesis (synthesis). Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

Evaluasi (evaluation). Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasari pada suatu criteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.

Menurut Notoatmodjo (2010), dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni: cara tradisional dan cara modern.

Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan. Cara kuno atau tradisional dipakai orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sebelum ditemukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematik dan logis. Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain meliputi: cara coba salah (trial and error), secara kebetulan, cara kekuasaan atau otoritas, berdasarkan pengalaman pribadi, cara akal sehat (common sense), kebenaran melalui wahyu, kebenaran secara intuitif, melalui jalan pikiran.

(6)

Cara Coba Salah (trial and error). Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan satu hingga beberapa kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil maka dicoba dengan kemungkinan yang lain, sampai masalah tersebut dapat terpecahkan.

Secara kebetulan. Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak disengaja oleh orang yang bersangkutan. Salah satu contoh adalah ditemukannya kina sebagai obat penyembuhan penyakit malaria. Kina ditemukan sebagai obat malaria adalah secara kebetulan oleh seorang penderita malaria yang sering mengembara.

Cara kekuasaan atau otoritas. Dimana pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan.

Berdasarkan pengalaman pribadi. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.

Cara Akal sehat (Common sense). Akal sehat atau common sense kadang-kadang dapat menemukan teori atau kebenaran pengetahuan. Sebelum ilmu pendidikan berkembang, para orang tua zaman dahulu agar anaknya mau menuruti nasehat orang tuanya, atau agar anak disiplin menggunakan cara hukuman. Sampai sekarang berkembang menjadi teori atau kebenaran bahwa hukuman adalah merupakan metode bagi pendidikan anak (meskipun bukan yang paling baik).

(7)

Kebenaran melalui wahyu. Ajaran dan dogma agama adalah suatu kebenaran yang diwahyukan dari Tuhan melalui para Nabi.

Kebenaran secara intuitif. Kebenaran secara intuitif diperoleh manusia secara cepat sekali melalui proses di luar kesadaran dan tanpa melalui proses penalaran atau berpikir.

Melalui jalan pikiran. Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berpikir manusia juga ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain dalam memperoleh kebenaran pengetahuan, manusia telah menggunakan jalan pikirannya.

Cara modern dalam memperoleh pengetahuan. Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut Metode Penelitian Ilmiah, atau lebih populer disebut metodologi penelitian.

1.4.2. Sikap (attitude)

Sikap adalah suatu tingkatan afeksi baik yang bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya dengan objek-objek psikologis. Afeksi yang positif, yaitu afeksi senang, sedangkan afeksi negatif adalah afeksi yang tidak menyenangkan (Walgito, 2008).

Menurut Thurstone yang dikutip Ahmadi (2007) menyatakan sikap sebagai tingkatan kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang berhubungan dengan obyek psikologi. Obyek psikologi di sini meliputi : simbol, kata-kata, slogan, orang, lembaga, ide dan sebagainya. Orang dikatakan memiliki sikap positif terhadap suatu obyek psikologi apabila ia suka atau memiliki sikap

(8)

yang favorable, sebaliknya orang yang dikatakan memiliki sikap yang negatif terhadap obyek psikologi bila ia tidak suka atau sikap unfavorable terhadap obyek psikologi.

Menurut Walgito (2008), sikap individu mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : Sikap itu tidak dibawa sejak lahir. Ini berarti bahwa manusia pada waktu dilahirkan belum membawa sikap tertentu terhadap suatu objek.

Sikap itu selalu berhubungan dengan objek sikap. Sikap selalu terbentuk atau dipelajari dalam hubungannya dengan objek-objek tertentu, yaitu melalui proses persepsi terhadap objek tersebut.

Sikap dapat tertuju pada satu objek saja, tetapi juga dapat tertuju kepada sekumpulan objek-objek. Bila seseorang mempunyai sikap negara pada seseorang, maka orang tersebut akan mempunyai kecenderungan menunjukkan sikap negatif pada kelompok dimana orang tersebut bergabung.

Sikap itu dapat berlangsung lama atau sebentar. Jika suatu sikap telah terbentuk dalam diri seseorang, maka akan sulit berubah dan memakan waktu yang lama. Tetapi sebaliknya jika sikap itu belum mendalam dalam dirinya, maka sikap tersebut tidak bertahan lama, dan sikap tersebut mudah diubah.

Sikap itu mengandung faktor perasaan dan motivasi. Sikap terhadap sesuatu objek akan diikuti oleh perasaan tertentu baik positif maupun negatif terhadap objek tersebut. Sikap juga mengandung motivasi, yang mempunyai daya dorong bagi industri untuk berperilaku secara individu terhadap objek yang dihadapinya.

(9)

Menurut Ahmadi (2007), sikap dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: Sikap positif yaitu sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan, menerima, mengakui, menyetujui, serta melaksanakan norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada. Sikap negatif yaitu sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada.

Apabila individu memiliki sikap yang positif terhadap suatu obyek ia akan siap membantu, memperhatikan, berbuat sesuatu yang menguntungkan obyek itu. Sebaliknya bila ia memiliki sikap yang negatif terhadap suatu obyek, maka ia akan mengecam, mencela, menyerang bahkan membinasakan obyek itu (Ahmadi, 2007).

Menurut Notoatmodjo, (2007) sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu: menerima (receiving), merespon (responding), menghargai (valuing), bertanggung jawab (responsible).

Menerima (receiving).Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

Merespon (responding). Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerja-kan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

Menghargai (valuing). Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

Bertanggung jawab (responsible). Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Salah satu aspek yang sangat penting guna memahami sikap dan perilaku manusia adalah masalah pengungkapan (assessment) atau pengukuran

(10)

(measurement) sikap. Ada beberapa metode pengungkapan sikap yang secara

historik telah dilakukan orang, diantaranya adalah : (Ahmadi, 2007, dan Walgito, 2008).

Observasi perilaku. Perilaku yang diamati mungkin saja dapat menjadi indikator sikap dan konteks situasional tertentu akan tetapi interpretasi sikap harus sangat hati-hati apabila hanya didasarkan dari pengamatan terhadap perilaku yang ditampakkan oleh seseorang.

Penanyaan langsung. Pengungkapan sikap dengan penanyaan langsung memiliki keterbatasan dan kelemahan yang mendasar. Dimana apabila situasi dan kondisi memungkinkannya untuk mengetahui hal yang sebenarnya tanpa rasa takut terhadap konsekuensi langsung maupun tidak langsung yang dapat terjadi.

Pengungkapan langsung. Suatu versi metode penanyaan langsung adalah pengungkapan langsung secara tertulis yang dapat dilakukan dengan menggunakan item ganda.

Skala sikap. Metode pengungkapan sikap dalam bentuk self report yang hingga kini dianggap sebagai paling dapat diandalkan adalah dengan menggunakan daftar pernyataan-pernyataan yang harus dijawab oleh individu yang disebut skala sikap. Dalam pengukuran skala sikap ini dapat digunakan dengan pengukuran sikap model Bogardus, Thurstone dan Likert. Skala Likert sangat populer saat ini karena skala ini termasuk mudah dalam penyusunannya. Sudah banyak peneliti yang telah mempergunakan dan menyempurnakannya. Skala Likert terdiri dari 4 alternatif jawaban yaitu sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju (Ahmadi, 2007).

(11)

Pengukuran terselubung. Metode pengukuran terselubung (cover

measures) sebenarnya berorientasi kembali ke metode observasi perilaku yang

telah dikemukakan di atas, akan tetapi sebagai objek pengamatan bukan lagi perilaku tampak yang disadari atau sengaja dilakukan oleh seseorang melainkan reaksi-reaksi fisiologis yang terjadi lebih di luar kendali orang yang bersangkutan (Walgito, 2008).

1.4.3. Praktek atau tindakan (practice)

Menurut Notoatmodjo (2007) suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas.

Tingkat-tingkat praktek adalah persepsi (perception), respon terpimpin

(guided respons), mekanisme (mechanism), adopsi (adoption).

Persepsi (perception). Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

Respon terpimpin (guided respons). Dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh.

Mekanisme (mechanism).Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.

Adopsi (adoption). Adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

(12)

1.5. Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan adalah suatu tanggapan sekarang terhadap rangsangan yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan lingkungan (Sunaryo, 2004).

Berdasarkan batasan perilaku dari Skinner di dalam (Notoatmodjo, 2010), perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus atau objek-objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan makanan, minuman, serta lingkungan. Dengan perkataan lain perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang baik yang dapat diamati

(observable) maupun yang tidak dapat diamati (unobservable) yang berkaitan

dengan pemeliharaan dan pening kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan, dan mencari penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah kesehatan.

Dari batasan ini perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu:

a. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan (health maintenance)

Merupakan perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit.

b. Perilaku Pencarian Pengobatan (health seeking behavior)

Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit atau kecelakaan.

(13)

c. Perilaku Kesehatan Lingkungan

Merupakan bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya sehingga lingkungan mempengaruhinya.

2. Konsep Penyakit DBD 2.1 Pengertian DBD

DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (betina) (Effendy, 1995). Penyakit DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue I, II, III, dan IV, yang ditularkan oleh nyamuk

Aedes Aegypti (Soegijanto, 2005).

DBD ialah penyakit demam akut terutama menyerang pada anak disertai dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan shock yang dapat menyebabkan kematian (Depkes RI, 1991).

DBD merupakan penyakit infeksi yang endemis di daerah tropis seperti Indonesia. Penyakit infeksi ini berlangsung sepanjang tahun dan mencapai puncaknya pada saat musim hujan. Hal ini disebabkan karena banyaknya tempat yang menjadi sumber genangan air yang merupakan sarana perkembangbiakan jentik-jentik nyamuk Aedes Aegypti (Nasronudin, 2007).

Air tergenang termasuk genangan air dari septik tank yang meluap atau sistem air kotor yang bebannya berlebih, dan limbah padat yang penanganan tidak benar, bukan saja pemandangan yang tidak sedap dilihat, tetapi dapat menjadi sarang, menunjang perkembangbiakan vektor penyakit seperti nyamuk Aedes

Aegypti. Larva nyamuk membutuhkan air untuk melengkapi pertumbuhannya.

(14)

memadai memberikan suatu habitat yang ideal untuk nyamuk dan meningkatkan risiko terjadinya penyakit DBD (McKenzie, 2007).

2.2. Cara Penularan DBD

Menurut Depkes RI (2007), cara penularan penyakit DBD adalah sebagai berikut : 1)DBD ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti betina. Ada berbagai macam jenis nyamuk, tetapi yang dapat menularkan DBD adalah nyamuk Aedes

Aegypti; 2)Nyamuk Aedes Aegypti mendapatkan virus dengue sewaktu

menggigit/menghisap darah orang yang sakit DBD, tidak sakit DBD tetapi dalam darahnya terdapat virus dengue; 3) Virus dengue yang terhisap akan berkembang biak dan menyebar ke seluruh tubuh nyamuk, termasuk kelenjar liurnya; 4)Bila nyamuk tersebut menggigit/menghisap darah orang lain, virus itu akan dipindahkan bersama air liur nyamuk; 5) Bila orang yang tertular itu tidak memiliki kekebalan (umumnya anak-anak) maka virus itu akan menyerang sel pembeku darah dan merusak dinding pembuluh darah kecil (kapiler). Akibatnya terjadi pendarahan dan kekurangan cairan yang ada dalam pembuluh darah orang itu; 6) Bila orang yang tertular mempunyai zat anti kekebalan yang cukup maka virus tersebut dibuat tidak berdaya, sehingga orang tersebut tidak sakit; 7) Dalam darah manusia, virus dengue akan mati dengan sendirinya dalam waktu lebih kurang satu minggu.

2.3. Patofisiologi DBD

Patofisiologi primer DBD adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga

(15)

menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Volume plasma menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat, hal ini didukung penemuan

post-mortem meliputi efusi serosa, efusi pleura, hemokonsentrasi dan hipoproteinemi.

Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler, menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja singkat. Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh, cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan cepat, menimbulkan penurunan hematokrit. Perubahan hemostatis pada DBD melibatkan 3 faktor yaitu perubahan vaskuler, trombositopeni, dan kelainan koagulasi. Hampir semua penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopenia, dan banyak diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal (Soegijanto, 2004).

2.4. Tanda-tanda DBD

Menurut Dinkes Kabupaten Deli Serdang (2005), tanda-tanda demam berdarah adalah sebagai berikut : 1) Mendadak panas tinggi (suhu badan antara 38° sampai 40° atau lebih) selama 2 sampai 7 hari; 2) Tampak bintik-bintik merah pada kulit disebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler. Untuk membedakan dengan bintik merah bekas gigitan nyamuk: regangkan kulit, bila bintik merah itu hilang, itu bukan tanpa demam berdarah; 3) Pecahnya pembuluh darah ini antara lain bisa tampak pada pendarahan di hidung (mimisan); 4)Kadang-kadang penderita muntah atau berak darah. Beraknya berwarna hitam dan berbau amis (bau darah) disebabkan perdarahan di lambung; 5) Perdarahan di lambung juga membuat penderita merasa nyeri di ulu hati; 6)Merembesnya cairan plasma dari pembuluh darah mengakibatkan turunnya tekanan darah dan denyut nadi menjadi

(16)

cepat dan lemah. Penderita gelisah. Ujung tangan dan kakinya dingin. Keadaan ini disebut “pre shock”. Bila keadaan ini berlanjut, penderita akan mengalami “shock” yaitu menjadi lemah sekali, badannya dingin, denyut nadi sukar diraba dan bila tidak segera ditolong di rumah sakit, dalam 2-3 hari bisa meninggal dunia.

Menurut Soegijanto (2006), tanda dan gejala klinis yaitu : 1)Demam tinggi mendadak yang berlangsung selama 2-7 hari; 2) Manifestasi perdarahan: (a)Uji tourniquet positif; (b) Perdarahan spontan berbentuk pteki, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena; 3) Hepatomegali; 4)Renjatan, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (<20 mmHg) atau nadi tak teraba, kulit dingin, dan anak gelisah; 5)Laboratorium: Trombositopeni (<100.000 sel/ml) dan hemokonsentrasi (kenaikan Ht 20% dibandingkan fase konvalesen).

2.5. Derajat penyakit DBD

Depkes RI (2003) mengelompokkan derajat penyakit DBD ke dalam empat stadium yaitu :

Derajat I : Demam yang disertai dengan gejala klinis tidak khas, satu-satunya gejala perdarahan adalah hasil uji tourniquet yang positif.

Derajat II : Gejala yang timbul pada DBD derajat I, ditambah perdarahan spontan, biasanya dalam bentuk perdarahan kulit dan/atau bentuk perdarahan lainnya.

Derajat III : Kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan denyut nadi yang cepat dan lemah, menyempitnya tekanan nadi (20 mmHg atau kurang) atau

(17)

Derajat IV : Syok berat dengan tidak terabanya denyut nadi maupun tekanan darah.

2.6. Gambaran Klinis

Menurut Effendy (2010), gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DBD dengan masa inkubasi antara 13-15 hari. Penderita biasanya mengalami demam akut (suhu meningkat tiba-tiba), sering disertai menggigil, saat demam pasien kompos mentis. Gejala klinis lain yang timbul dan sangat menonjol adalah terjadinya perdarahan pada saat demam dan tak jarang pula dijumpai saat pasien mulai bebas dari demam. Perdarahan yang terjadi dapat berupa : (1) Perdarahan pada kulit (petekie, ekimosis, hematom), (2) Perdarahan lain seperti epistaksis, hematemesis, hematuri dan melena.

Selain demam dan perdarahan yang merupakan ciri khas DBD, gambaran klinis lain yang tidak khas dan biasa dijumpai pada penderita DBD adalah : (1)Keluhan pada saluran pernafasan seperti batuk, pilek, sakit waktu menelan; (2)Keluhan pada saluran pencernaan, mual, muntah, tidak nafsu makan (anoreksia), diare, konstipasi; (3) Keluhan sistem tubuh yang lain: nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot, tulang dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal pada seluruh badan, kemerahan pada kulit, kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan fotofobia, otot-otot sekitar mata sakit bila disentuh dan pergerakan bola mata terasa pegal.

2.7. Pencegahan DBD

Menurut Depkes RI (2007) dan Dinkes Kabupaten Deli Serdang (2006) cara pemberantasan dan pencegahan penyakit DBD adalah sebagai berikut :

(18)

Pengasapan (fogging). Nyamuk Aedes Aegypti dapat diberantas dengan pengasapan (fogging) racun serangga, termasuk racun serangga yang dipergunakan sehari-hari di rumah tangga. Melakukan pengasapan saja tidak cukup, karena dengan pengasapan itu yang mati hanya nyamuk dewasa saja. Selama jentiknya tidak dibasmi, setiap hari akan muncul nyamuk yang baru menetas dari tempat perkembangbiakannya.

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN DBD). Cara yang tepat dalam pemberantasan jentik nyamuk dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD). PSN DBD dilakukan dengan cara 3M yaitu : 1) Menguras tempat-tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali; 2) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air; 3) Mengubur, mengumpulkan, memanfaatkan atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti kaleng bekas, plastik bekas, dan lain-lain.

Selain itu ditambah dengan cara lainnya (yang dikenal dengan istilah 3M Plus) seperti : 1) Ganti air vas bunga, minuman burung dan tempat-tempat lainnya seminggu sekali; 2) Perbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak; 3)Tutup lubang-lubang pada potongan bambu, pohon, dan lain-lain misalnya dengan tanah; 4) Bersihkan/keringkan tempat-tempat yang dapat menampung air seperti pelepah pisang atau tanaman lainnya termasuk tempat-tempat lain yang dapat menampung air hujan di pekarangan, kebun, pemakaman, rumah-rumah kosong, dan lain-lain; 5) Lakukan larvasidasi yaitu membubuhkan bubuk pembunuh jentik di tempat-tempat yang sulit dikuras atau di daerah yang sulit air; 6) Pelihara ikan pemakan jentik nyamuk; 7)Pasang kawat kasa di rumah;

(19)

8)Pencahayaan dan ventilasi memadai; 9) Jangan biasakan menggantung pakaian dalam rumah; 10) Tidur menggunakan kelambu, dan 11) Gunakan obat nyamuk (bakar, gosok) dan lain-lain untuk mencegah gigitan nyamuk.

Larvasidasi (abatisasi). Larvasidasi adalah menaburkan bubuk pembunuh jentik ke dalam tempat-tempat penampungan air,. Bila menggunakan abate disebut abatisasi. Cara melakukan larvasidasi: 1)Menggunakan bubuk Abate 1 g (bahan aktif: temephos 1%); 2)Menggunakan Altosid 1,3 g (bahan aktif: metopren 1,3%); 3) Menggunakan Sumilarv 0,5 g (DBD) (bahan aktif: piriproksifen 0,5%).

2.8. Perawatan penderita DBD di rumah

Menurut Nasronudin (2007), untuk perawatan penderita DBD di rumah dilakukan sebagai berikut : 1) Minum yang cukup, diselingi minuman sari buah-buahan (tidak harus jus jambu); 2) Diukur jumlah cairan yang diminum serta jumlah urine yang keluar; 3) Diupayakan mau makan; 4)Istirahat yang cukup; 5)Selama panas (suhu 38°C atau lebih) dapat dikompres dingin, diberi obat penurun panas misalnya: parasetamol dengan takaran 10 mg/kg berat badan/.kali dapat diberikan 4-5 kali per hari (tablet berisi 500 mg/tablet, sirup 125 mg/sendok obat)6) Tidak boleh diberikan asetosal, aspirin, antiinflamasi non steroid karena potensial mendorong terjadinya perdarahan; 7)Apabila penderita tidak bersedia opname, sebaiknya kontrol ke dokter setiap hari serta diperiksa darah untuk pemeriksaan hematokrit, trombosit serta faal pembekuan darah bila dipandang perlu; 8) Dirawat di rumah sakit terutama pada DBD derajat II, III, dan IV, atau derajat I tetapi penderita terus muntah, terdapat tanda-tanda kekurangan cairan sehingga tidak memungkinkan perawatan di rumah; Membawa ke rumah sakit

(20)

dengan kesadaran menurun, kulit kaki-tangan dingin, kencing berkurang atau tidak keluar, kejang, keluar perdarahan-perdarahan (hidung, kulit, mulut, anus) pada kondisi ini terlalu tinggi resikonya sehingga dianjurkan lebih awal dibawa ke rumah sakit.

Referensi

Dokumen terkait

 Suatu masalah dikatakan tractable (mudah dari segi komputasi) jika ia dapat diselesaikan dengan algoritma yang memiliki kompleksitas polinomial kasus terburuk (artinya

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang berjudul “Pengaruh Konsentrasi dan Jenis Pati pada Pengolahan Surimi Ikan Tigawaja (฀ibea soldado) terhadap

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ekstrak etanol 70% daun kersen ( Muntingia calabura L.) terbukti memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri

Ibu di posyandu “Melati” juga sudah mengetahui porsi makan sesuai dengan kriteria gizi seimbang yang terdiri dari makanan pokok, lauk, sayur, buah, dan susu; menerapkan pola

Dari hasil penelitian pada 20 ibu postpartum yang dilakukan pijat laktasi (50%) dan 20 ibu postpartum yang dilakukan pijat oksitosin (50%) menunjukkan bahwa

Sebenarnya wanita yang mempunyai riwayat bekas sesar tidak diharuskan untuk melahirkan secara sesar kembali, tetapi mereka mempunyai pilihan untuk merencanakan

Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Tingkat Bagi Hasil, Non Performing Financing dan Modal Sendiri terhadap Volume Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil Pada Perbankan

Dari fenomena tersebut menunjukan bahwa selama tahun 2009, penjualan untuk sepeda motor Yamaha “SCORPIO” di Surabaya, tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh perusahaan,