• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMELIHARAAN BENIH IKAN ASANG (Osteochilus vittatus) PADA SISTEM RESIRKULASI DENGAN PADAT TEBAR YANG BERBEDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMELIHARAAN BENIH IKAN ASANG (Osteochilus vittatus) PADA SISTEM RESIRKULASI DENGAN PADAT TEBAR YANG BERBEDA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PEMELIHARAAN BENIH IKAN ASANG (Osteochilus vittatus)

PADA SISTEM RESIRKULASI DENGAN PADAT TEBAR YANG

BERBEDA

Yudi Pratama, Hafrijal Syandri dan Azrita

Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta

E mail : pratamayudi477@yahoo.com

ABSTRAK

The research was conducted to knowing density proper with the system recirculation on seeds

osteochilus vittatus. Size seeds used 5 cm, a container of tub concrete size 2 x 2 x 0,6 m who

coated with tarps and irrigation system recirculation. Methods used is the method his experiments with use design random complete ( RAL) to 4 treatment and 3 repliculation. Treatment A with dense stocking 150 tail /1200 l water; treatment B with dense stocking 200 tail /1200 l water; treatment C with dense 250 tail/1200 l water and treatment D with dense stocking 300 tail /1200 l water . The research results show that treatment B with density 200 tail / 1200 l running water having the highest growth covering growth absolute weight (7.015 ± 1,000 g), long absolute (2.930 ± 0.413 mm), Daily weight (0.087 ± 0.015 mg/days), long daily (0.036 ± 0.005 mm/days ), weight specific (8.769 ± 1.242 %), long specific ( 3.663 ± 0.521 %) and the lowest found in treatment d with density 300 tail/1200 l water with growth absolute weight (5.344 ± 0.950 gr), long absolute (2.512 ± 0.312 mm), Daily weight (0.067 ± 0.011 mg/days), long daily (0.031 ± 0.005 mm/days) , weight specific (6.680 ± 1.187 % ), long specific (3.143 ± 0.400 % ), Survival is highest on a density150 tail / 1200 l water (95.966 ± 0.057 %), and the lowest on a density 300 tail / 1200 l water (83.666 ± 0.057 %). Efficiency feed is highest on a (150 tail / 1200 l) water (2.669 ± 119.308 %), and the lowest density 300 tail/1200 l water (1.868 ± 17.834 %).

Keywords: Osteochilus vittatus, density, growth, Survivar rate, efficiency feed .

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi (Megabiodiversity) terhadap keberadaan spesies ikan yang hidup diperairan umum daratan, Berdasarkan laporan Kementrian Kelautan dan Perikanan RI terdapat sebanyak 1.300 spesies air tawar di Indonesia (KKP, 2012). Sebagian besar

spesies tersebut sudah terancam punah akibat kerusakan habitat, penangkapan yang tidak selektif dan masuknya jenis ikan asing yang sifatnya invasif. (Syandri et al, 2014a).

Salah satu jenis ikan ikan yang dapat dibudidayakan diperairan umum adalah ikan asang (Osteochilus vittatus). Ikan asang merupakan salah satu ikan asli Indonesia yang hidup di sungai, danau, dan waduk

(2)

yang bernilai ekonomis tinggi (Syandri et al

,2014b ; Azrita et al ,2014). Namun, karena

penangkapan ikan yang tidak selektif dan belum adanya budidaya yang dilakukan

untuk ikan asang ini menyebabkan

ketersediaannya di alam menjadi terbatas, sehingga perlu dilakukan upaya domestikasi. Domestikasi adalah upaya menjinakkan ikan – ikan liar yang hidup diperairan dengan cara pemeliharaan secara terkontrol . Menurut (Syandri, 2012) domestikasi dapat dilakukan pada tahap penangkaran induk,

penangkaran benih, atau penangkaran

fingerling.

Keberhasilan budidaya ikan

membutuhkan spesies yang bernilai

ekonomis penting, menentukan makanan yang tepat, pengelolaan kualitas air yang baik dan manajemen kepadatan ikan yang akan ditebar (Barua, 1990). Padat tebar ikan

dan pertukaran air akan sangat

mempengaruhi pertumbuhan, kelangsungan hidup dan efisiensi pakan (Asyari dan

Gaffar, 1993). Semakin tingginya padat

tebar ikan dalam wadah budidaya akan meningkatkan jumlah pakan dan limbah sehingga akan mempengaruhi lingkungan dan wadah budidaya. Tujuan dari penelitian ini adalah .Menganalisis pertumbuhan bobot dan panjang, Menganalisis kelangsungan hidup serta Menganalisis efisiensi pakan

benih ikan asang ukuran 5 cm dengan padat tebar yang berbeda.

MATERI DAN METODA PENELITIAN Materi Penelitian

Penelitian dilaksanakan bulan

Agustus sampai Oktober 2015, di

Laboratorium Terpadu Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta, Padang. Ikan yang digunakan adalah benih ikan asang ukuran 5 cm sebanyak 2.700 ekor. Pakan yang digunakan adalah pakan komersil PF 800 merek Prima. Wadah berupa bak beton ukuran 2 x 2 x 0.6 m sebanyak 12 unit yang diisi air sebanyak 1200 L air. pengairan menggunakan sistim resirkulasi. Sirkulasi terjadi selam 3600 detik. Filter yang digunakan yaitu pasir dan batu bata.

Metoda Penelitian

Metode yang digunakan dalam

penilitian ini adalah motode eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 3 kali ulangan. Adapun perlakuan yang akan di uji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Perlakuan A : Padat tebar 150 ekor/ 1200 L air (Setara 1 ekor/ 8 L air) Perlakuan B : Padat tebar 200 ekor/ 1200 L

(3)

Perlakuan C : Padat tebar 250 ekor/ 1200 L air (Setara 1 ekor/ 4.8 L air) Perlakuan D : Padat tebar 300 ekor/ 1200 L

air (setara 1 ekor/ 4 L air) Prosedur Penelitian

1. Menyiapkan wadah pemeliharaan yaitu bak beton yang dilapisi pasir setebal 2 cm berfungsi sebagai peredam suhu panas yang masuk kedalam wadah.kemudian bak dipasang terpal plastik dan ditutupi dengan paranet.

2. Mengisi air kedalam bak dengan volume

1200 Lair per bak.

3. Menimbang bobot awal dan mengukur panjang awal ikan uji.

4. Memasukkan ikan uji kedalam wadah dengan padat tebar yang akan di uji A: 150 ekor/ 1200 L air,B: 200 ekor/ 1200 L air,C: 250 ekor/ 1200 L air,D: 300 ekor/ 1200 L air.

5. Pemberian pakan 4 kali sehari pada pukul

08.00, 12.00, 16.00, 20.00 WIB

diberikan pakan sebanyak 5% dari biomassa setiap penimbangan.

6. Penimbangan pertumbuhan bobot dan panjang benih ikan dilakukan per 20 hari sampai penelitian selesai ( 5 kali penimbangan ).

Peubah yang Diamati

Pertumbuhan Bobot Mutlak Benih Ikan Asang

Effendi (1997) menyatakan bahwa

pertumbuhan bobot mutlak adalah

pertumbuhan bobot selama penelitian, dan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

W (gr) = Wt-Wo Keterangan :

Wm : Pertumbuhan bobot mutlak (gr)

Wt :Pertumbuhan benih pada akhir

penelitian (gr)

Wo : Panjang benih pada awal penelitian (gr)

Pertumbuhan Panjang Mutlak Benih Ikan Asang

Effendi (1997) menyatakan bahwa

pertumbuhan panjang mutlak adalah

pertumbuhan panjang selama penelitian, dan dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Keterangan :

Lm = Pertumbuhan panjang mutlak (mm) Lt = Pertumbuhan panjang benih pada

akhir penelitian (mm)

Lo = Pertumbuhan panjang benih pada awal penelitian (mm)

W (gr) = Wt-Wo

(4)

Pertumbuhan Bobot Harian Benih Ikan Asang

Pertumbuhan bobot harian dapat

dihitung dengan menggunakan rumus :

GR (mg/hari) = ( )

Keterangan :

GR = Growth rate ( pertumbuhan bobot

harian)

TWt = Bobot benih ikan pada akhir penelitian (mg)

TWo = Bobot benih ikan pada awal penelitian (mg)

T = Lama waktu penelitian ( hari )

Pertumbuhan Panjang Harian Benih Ikan Asang

Pertumbuhan panjang harian dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

GR (mm/hari) = ( )

Keterangan :

GR = Growth rate

TLt = Panjang benih ikan pada akhir penelitian (mm)

TLo = Panjangt benih ikan pada awal penelitian (mm)

T = Lama waktu penelitian ( hari )

Laju Pertumbuhan Spesifik

Laju pertumbuhan sfesifik dihitung

menggunakan rumus :

SGR (%/hari) x 100%

Keterangan :

SGR = Spesifik Growth Rate (Laju pertumbuhan spesifik )

Wt = Berat ikan pada waktu ke-t (g) W0 = Berat ikan pada waktu ke-0 (g) t = Hari pengamatan

Laju Pertumbuhan Panjang Spesifik Laju pertumbuhan panjang harian dihitung menggunakan rumus :

Laju Pertumbuhan Panjang Harian x 100% Keterangan :

Lt = Panjang total rata-rata pada hari ke-t Lo = Panjang total rata-rata pada hari ke-0 t = Hari pengamatan

Kelangsungan Hidup Benih Ikan Asang

Kelangsungan hidup benih yaitu

menghitung jumlah benih ikan dari awal sampai akhir pemeliharaan yang dihitung berdasarkan rumus Effendi (1997) :

(5)

Keterangan :

SR : Survival Rate ( Kelangsungan hidup ) Nt : Jumlah benih pada akhir penelitian No : Jumlah benih pada awal penelitian

Efisiensi Pakan

Efesiensi Pakan dihitung dengan menggunakan rumus :

EP

Keterangan :

EP = Efisiensi Pakan

F = Jumlah Pakan Yang Diberikan

Wt = Biomassa Ikan Pada Akhir Pemeliharaan (gram)

Wo = Biomassa Ikan Pada Awal Pemeliharaan (gram)

D = Bobot Ikan Yang Mati Selama

Penelitian

Pengamatan Kualitas Air

Pengamatan parameter kualitas air dilakukan dua kali selama penelitian yaitu pada awal dan akhir penelitian. Parameter yang di ukur antara lain : suhu air, DO, pH, alkalinitas, kesadahan, TDS, amoniak, nitrat dan nitrit. Untuk standar baku mutu PP No. 82 Tahun 2001

Analisis Data

Hasil pengukuran diolah dengan

program SPSS 17 dan dianalisis dengan Analisa One Way Anova menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL).Apabila dari hasil analisa F hitung < F tabel pada taraf kepercayaan 95 % maka tidak ada pengaruh padat tebar berbeda terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih

ikan Asang maka H0 diterima dan H1 ditolak

dan jika F hitung >F tabel pada taraf kepercayaan 95% maka terdapat pengaruh padat tebar berbeda terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan Asang

berarti H0 ditolak dan H1 diterima.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Bobot Mutlak

Hasil analisis data pertumbuhan bobot mutlak benih ikan asang dengan padat tebar yang berbeda dicantumkan pada Tabel 1.

Tabel 1 menunjukan bahwa

pertumbuhan bobot mutlak benih ikan asang tertinggi terdapat pada padat tebar 200

ekor/1200 L dengan berat rataan

(7,015±1,000gr), diikuti padat tebar 250 ekor/1200 L (6,848±0,401gr), padat tebar 150 ekor/1200 L (6,769±0,130gr) dan yang terendah terdapat pada padat tebar 300 ekor/1200 L (5,344±0,950gr).

(6)

Tabel 1. Rata-rata pertumbuhan bobot mutlak benih ikan asang pada masing-masing perlakuan Perlakuan padat tebar bobot awal (gr) bobor akhir (gr) bobot mutlak (gr) A (150 ekor/1200 L) 2,438±0,00 9,197±3,875 6,763±0,130a B (200 ekor/1200 L) 2,438±0,00 9,453±29,911 7,016±1,000a C (250 ekor/1200 L) 2,438±0,00 8,286±12,144 6,850±0,401a D (300 ekor/1200 L) 2,438±0,00 7,782±28,466 5,343±0,950b

Keteranagan : Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan berbeda nyata (P<0.05),

Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 1 pertambahan bobot mutlak ikan asang, padat tebar 200 ekor/1200 l memiliki pertambahan bobot paling tinggi, hal ini disebabkan kepadatan 200 ekor/l merupakan

kepadatan yang optimum untuk

pertumbuhan ikan karena mendapatkan

ruang gerak yang baik, kesempatan

mendapatkan makanan yang baik sehingga didapatkan pertumbuhan yang baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Darlius (1998) bahwa pertumbuhan yang baik disebabkan karena padat tebar yang sesuai dengan kondisi lingkungan, ruang gerak, dan pemanfaatan pakan yang diberikan pada ikan. Selanjutnya Effendi (2008) Bobot ikan balashark dengan kepadatan 1, 2, 3 dan 4 ekor/l yang dipelihara selama 70 hari mengalami peningkatan, Bobot akhir benih ikan balashark masing-masing adalah 1 ekor/l: 2,73, 2 ekor/l: 2,51, 3 ekor/l: 2,02 dan 4 ekor/l: 1,68 g. Tingginya bobot mutlak pada perlakuan B dikarenakan suhu pada

perairan 27-28 0c sehingga membuat nafsu

makan ikan meningkat. Hal ini didukung oleh Boyd (1990) menyatakan ikan tropis dan sub tropis tidak tumbuh dengan baik saat

suhu dibawah 26 0c.

Pertumbuhan Panjang Mutlak

Hasil analisis data pertumbuhan panjang mutlak benih ikan asang dengan padat tebar yang berbeda dicantumkan pada Tabel 2.

Tabel 2 menunjukan bahwa

pertumbuhan panjang mutlak benih ikan asang tertinggi terdapat pada padat tebar 200

ekor/1200 l dengan berat rataan

(2,930±0,413mm), selanjutnya diikuti padat tebar 150 ekor/1200 l dengan berat rata-rata

(2,879±0,095mm), padat tebar 250

ekor/1200 l dengan berat rata-rata

(2,542±0,096mm) dan yang terendah

terdapat pada padat tebar 300 ekor/1200 l dengan berat rata-rata (2,512±0,312mm).

(7)

Tabel 2. Rata-rata pertumbuhan panjang mutlak benih ikan asang pada masing-masing perlakuan Perlakuan padat tebar panjang awal (mm) panjang akhir (mm) Panjang mutlak (mm) A (150 ekor/1200 L) 6,08±0,00 8,956±2,919 2,880±0,095a B (200 ekor/1200 L) 6,08±0,00 9,010±12,492 2,930±0,413a C (250 ekor/1200 L) 6,08±0,00 8,622±1,154 2,543±0,096a D (300 ekor/1200 L) 6,08±0,00 8,592±9,602 2,513±0,321a

Keterangan : Huruf superskrip yang sama pada panjang mutlak tidak berbeda nyata (P>0.05)

Tingginya pertumbuhan panjang

benih ikan asang pada padat tebar 200 ekor/1200 l karena memiliki ruang gerak yang sesuai sehingga benih aktif memakan makanan dan dimanfaatkan secara optimal

untuk pertumbuhan panjang, menurut

Darlius (1998) menyatakan bahwa

pertumbuhan yang baik disebabkan karena padat tebar yang sesuai dengan kondisi lingkungan, ruang gerak dan penebaran ikan

uji,sementara pada padat tebar 300

ekor/1200 l memiliki padat tebar yang

banyak mengakibatkan terhambatnya

pertumbuhan benih. Elpina (2014)

menyatakan benih ikan lelan (Ostheochilus

pleurontaenia) yang dipelihara selam 90 hari

dengan padat tebar yaitu masing-masing 20, 40, 60 dan 80 ekor/75 liter air mengalami pertambahan panjang mutlak yaitu nilai tertinggi pada padat tebar 40 ekor/75 liter air (10.80 cm) dan yang terendah pada padat tebar 80 ekor/75 liter air (7,30 cm). Selama pemeliharaan kualitas air berada pada

kondisi optimal yaitu suhu 27-28 0c, DO 6,0,

pH 7 sehingga fungsi fisiologi berjalan baik, maka energi yang diperoleh dari pakan dapat digunakan untuk pertumbuhan. Jika kuaitas air buruk, energi yang diperoleh dari pakan akan banyak digunakan untuk proses

osmoregulasi sehingga menyebapkan

pertumbuhan terhambat (Yudha, 2009). Pertumbuhan Bobot Harian

Hasil analisis data pertumbuhan bobot harian benih ikan asang dengan padat tebar yang berbeda dicantumkan pada Tabel 3.

Tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan bobot harian tertinggi terdapat pada padat tebar 200 ekor/1200 l (0,087±0,015), diikuti padat tebar 150 ekor/1200 l (0,085±0,005), padat tebar 250 ekor/1200 l (0,073±0,005), dan padat tebar yang terendah terdapat pada padat tebar 300 ekor/1200 l (0,067±0,011).

(8)

Tabel 3. Rata-rata pertumbuhan bobot harian benih ikan asang pada masing-masing perlakuan Perlakuan padat tebar bobot awal (mg) bobor akhir (mg) bobot harian (mg/hari) A (150 ekor/1200 L) 2,438±0,00 9,197±3,875 0,083±0,005a B (200 ekor/1200 L) 2,438±0,00 9,453±29,911 0,086±0,015a C (250 ekor/1200 L) 2,438±0,00 8,286±12,144 0,073±0,005a D (300 ekor/1200 L) 2,438±0,00 7,782±28,466 0,066±0,011b

Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan berbeda nyata (P<0.05),

Karena padat tebar yang terlalu tinggi sehingga menghambat pertumbuhan ikan. menurut Mundriyanto (2001) dalam Kristiana et,al. (2014), Bahwa semakin rendah kepadatan maka semakin rendah pertumbuhannya karena semakin meningkat kepadatan mengakibatkan kompetisi antar

individu semakin tinggi, baik dalam

memperoleh ruang gerak, pakan, maupun dalam memperoleh oksigen.. Benih ikan patin (Pangasius hypophthalmus) ukuran 3 cm yang dipelihara selam 90 hari dengan padat tebar yang berbeda yaitu A: 60, B: 75, C: 90 ekor/ l memiliki pertumbuhan bobot harian masing-masing adalah A: 9.48%, B: 9.44%, C: 8.69% (Irliandi, 2008).

Pertumbuhan dipengaruhi oleh factor

internal dan eksternal (Effendi, 1978). Factor internal meliputi keturunan, umur dan tahan

terhadap penyakit, sedangkan factor

eksternal meliputi suhu perairan, oksigen terlarut, kimia air, mutu pakan yang

diberikan (Asmawi, 1983). Kualitas air selama pengamatan berada pada kondisi optimal, sesuai dengan fungsinya batu bata dapat menyerap padatan kotor yang terdapat pada perairan (Aidah, 2009), sehingga mampu menjaga air berada pada kondisi optimal dan dapat meningkatkan nafsu makan dan pertumbuhan ikan. Suhu air

selama pengamatan berkisar antara 27-28 0c

dan pH 7 sehingga cocok untuk budidaya ikan daerah tropis.

Pertumbuhan Panjang Harian

Hasil analisis data pertumbuhan panjang harian benih ikan asang dengan padat tebar yang berbeda dicantumkan pada Tabel 4.

Tabel 4 menunjukan bahwa

pertumbuhan panjang harian benih ikan asang terbaik terdapat pada padat tebar 200

ekor/1200 l dengan rataan

(0,036±0,005mm), diikuti padat tebar 150 ekor/1200 l (0,035±0,005mm), padat tebar

(9)

250 ekor/1200 l (0,031±0,000mm) dan yang terendah terdapat pada padat tebar 300 ekor/1200 l (0,031±0,005mm).

Tabel 4. Rata-rata pertumbuhan panjang harian benih ikan asang pada masing-masing perlakuan Perlakuan padat tebar panjang awal (mm) panjang akhir (mm) Panjang harian (mm/hari) A (150 ekor/1200 L) 6,08±0,00 8,956±2,919 0,036±0,005a B (200 ekor/1200 L) 6,08±0,00 9,010±12,492 0,036±0,005a C (250 ekor/1200 L) 6,08±0,00 8,622±1,154 0,030±0,000a D (300 ekor/1200 L) 6,08±0,00 8,592±9,602 0,033±0,005a

Keterangan : Huruf superskrip yang sama pada pertumbuhan panjang harian tidak berbeda nyata (P>0.05)

Panjang harian terendah terdapat pada padat tebar 250 ekor/ 1200 l dan 300 ekor/ 1200 l diduga karena kepadatan ikan sangat tinggi dan memiliki ruang gerak yang sempit, mengakibatkan ikan menjadi stres dan pertumbuhan ikan menjadi terhambat karena terjadi persaingan dalam perebutan makanan.dalam penelitian Effendi (2008) pada ikan balashak yang dipelihara selama 70 hari yaitu pada padat tebar 1, 2, 3 dan 4 ekor/liter masing-masing sebesar 0,696; 0,685; 0,631 dan 0,595 mm/hari. Tingginya

padat tebar 200 ekor/1200 l dikarenakan pakan yang diberikan pada ikan dapat dimanfaatkan dengan baik untuk proses pertumbuhan. Meningkatnya nafsu makan ikan dikarenakan kualitas air berada pada kondisi optimal (Yudha, 2009).

Pertumbuhan Bobot Spesifik

Hasil analisis data pertumbuhan bobot spesifik benih ikan asang dengan padat tebar yang berbeda dicantumkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata pertumbuhan bobot spesifik benih ikan asang pada masing-masing perlakuan Perlakuan padat tebar bobot awal (mg) bobor akhir (mg) bobot spesifik (%) A (150 ekor/1200 L) 2,438±0,00 9,197±3,875 8,446±0,162a B (200 ekor/1200 L) 2,438±0,00 9,453±29,911 8,770±1,242a C (250 ekor/1200 L) 2,438±0,00 8,286±12,144 7,310±0,506a D (300 ekor/1200 L) 2,438±0,00 7,782±28,466 6,680±1,187b

(10)

Pada tabel 5 menunjukkan pertumbuhan bobot spesifik terbaik terdapat

pada padat teba 200 ekor/1200 l

(8,769±1,242%), diikuti padat tebar 150 ekor/1200 l (8,449±0,162%), kemudian padat tebar 250 ekor/1200 l (7,310±0,506%) dan yang terendah padat tebar 300 ekor/1200 l (6,680±1,187%).

Peningkatan nilai pertumbuhan bobot spesifik menunjukkan bahwa kepadatan

yang rendah memiliki kemampuan

memanfaatkan ruang gerak dengan baik dibandingkan dengan kepadatan yang cukup

tinggi, Diansari (2013) ikan nila

(Oreochromis niloticus) yang dipelihara dengan padat tebar yang berbeda masing-masing 10,15,20 ekor/liter mengalami laju pertumbuhan spesifik A: 2.46%,B: 2.35%,

C: 1.76%. Tingginya bobot spesifik pada padat tebar 200 ekor/1200 l dikarenakan sesuai dengan fungsinya filter pasir dan batu bata mampu menyerap partikel-partiker kecil dan sedang yang terdapat pada perairan sehingga mengurangi kekeruhan pada air dan meningkatkan nafsu makan ikan. Suhu

selama pengamatan berkisar antara 27-28 0c.

Hal ini didukung oleh Boyd (1990) menyatkan bahwa ikan tropis dan sub tropis

tidak tumbuh dengan baik apabila

temperatur dibawah 26 0c.

Pertumbuhan Panjang Spesifik

Hasil analisis data pertumbuhan panjang spesifik benih ikan asang dengan padat tebar yang berbeda dicantumkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Rata-rata pertumbuhan panjang spesifik benih ikan asang pada masing-masing perlakuan Perlakuan padat tebar panjang awal (mm) panjang akhir (mm) Panjang spesifik (%) A (150 ekor/1200 L) 6,08±0,00 8,956±2,919 3,600±0,121a B (200 ekor/1200 L) 6,08±0,00 9,010±12,492 3,663±0,521a C (250 ekor/1200 L) 6,08±0,00 8,622±1,154 3,190±0,122a D (300 ekor/1200 L) 6,08±0,00 8,592±9,602 3,143±0,400a

Keterangan : Huruf superskrip yang sama pada pertumbuhan panjang spesifik tidak berbeda nyata (P>0.05)

Tabel 6 menunjukkan pertumbuhan bobot panjang spesifik benih ikan asang terbaik terdapat pada padat tebar 200 ekor/1200 l (3,663±0,521%), dan yang

terendah terdapat pada padat tebar 300 ekor/1200 l (3,143±0,400%). Tingginya pertumbuhan panjang pada padat tebar 200 ekor/1200 l diduga karena memiliki ruang

(11)

gerak yang sesuai, kemampuan ikan beradaptasi dengan lingkungan pemeliharaan sangat baik sehingga benih ikan aktif dalam memakan pakan,pakan yang diberikan dapat

dimanfaatkan secara optimal untuk

pertumbuhan panjang (Effendi ,1997).

Rendahnya pertumbuhan panjang pada padat tebar 300 ekor/1200 l diduga karena padat tebar terlalu tinggi memberikan ruang gerak yang terlalu sempit, sehinga pakan yang diberikan tidak dapat dimanfaatkan dengan baik kerena terjadi persaingan dalam merebutkan makanan yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan panjang benih ikan. Apabila kualitas air berada pada kondisi untuk hidup ikan dan fungsi fisiologi berjalan baik, makan energi yang diperoleh dari pakan akan dapat digunakan dengan

baik untuk pertumbuhan. Menurut Forteath et. al (1993), suhu air memiliki efek sangat penting dalam respirasi, tingkat nafsu makan, pencemaran, pertumbuhan serta sistem metabolisme tubuh. Suhu selama

pengamatan berkisar antara 27-28 0c.

Menurut Soeseno (1971), suhu yang layak untuk budidaya ikan daerah tropis adalah

25-30 0c. DO selama pengamatan rata-rata 6,0

mg/l. Menurut NTAC (1968) dan Pescod (1973), kandungan DO minimal 2 mg/l sudah cukup mendukung kehidupan ikan, agar ikan hidup layak sebaiknya oksigen terlarut tidak kurang dari 4 mg/l.

Kelangsungan Hidup

Hasil analisis kelangsungan hidup benih ikan asang dengan padat tebar yang berbeda dicantumkan pada tabel 7.

Tabel 7. Rata-rata kelangsungan hidup benih ikan asang pada masing-masing perlakuan

Perlakuan padat tebar Jumlah Awal (ekor) Jumlah Akhir (ekor) Kelangsungan hidup (%) A (150 ekor/1200 L) 150 144 95,966±0,057a B (200 ekor/1200 L) 200 191 95,533±0,057a C (250 ekor/1200 L) 350 233 93,266±0,057a D (300 ekor/1200 L) 400 269 89,666±0,057b

Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan berbeda nyata (P<0.05),

Kelangsungan hidup merupakan

perbandingan antara jumlah organisme yang hidup pada akhir periode dengan jumlah

organisme yang hidup pada awal periode. Kelangsungan hidup dapat dijadikan tolak ukur untuk mengetahui toleransi dan

(12)

kemampuan ikan untuk hidup. Berdasarkan hasil diatas kelangsungan hidup berkisar

antara 83,666% sampai 95,966%.

Kelangsungan hidup tertinggi terdapat pada padat tebar 150 ekor/1200 l (95,966%), diikuti padat tebar 200 ekor/1200 l (95,533%), kemudian padat tebar 250 ekor/1200 l (93,266%) dan yang terenda terdapat pada padat tebar 300 ekor/1200 l (83,666%). Selanjutnya benih ikan Lele dumbo (Clarias sp) yang dipelihara dengan padat tebar 15, 20, 25 dan 30 ekor/L menunjukkan kelangsungan hidup yaitu 99,23%, 99,83%, 99,45% dan 99,06 % (Sumpeno, 2005).

Tingginya tingkat kelangsungan

hidup dikarenakan air berada pada kondisi

optimal sehingga meningkatkan nafsu

makan ikan. Menurut Soeseno (1971), suhu yang layak untuk budidaya ikan daerah

tropis adalah 25-30 0c. Kualitas air selama

pengamatan adalah suhu 27-28 0c, DO 6,0

mg/l, pH 7.

Efisiensi Pakan

Hasil analisis data efisiensi pakan benih ikan asang dengan padat tebar berbeda dicantumkan pada Tabel 8.

Tabel 8. Rata-rata Efisiensi Pakan Benih Ikan Asang Perlakuan padat tebar Efisiensi pakan (%) A (150 ekor/1200L) 40,056±0,537a B (200 ekor/1200L) 39,684±5,555a C (250 ekor/1200L) 31,290±2,210a D (300 ekor/1200L) 27,103±4,977b

Keterangan : huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan berbeda nyata (P<0.05),

Dari tabel 8 dapat dilihat bahwa efisiensi pakan tertinggi terdapat pada padat tebar 150 ekor/1200 l (40,056±0,537%), diikuti padat tebar 200 ekor/1200 l (39,684±5,555%), kemudian padat tebar 250 ekor/1200 L (31,290±2,210%) dan yang

terendah padat tebar 300 ekor/1200 l (27,103±4,977%).

Efisiensi pakan dapat dihitung berdasarkan hasil penimbangan bobot biomassa ikan dan bobot ikan yang mati dengan bobot awal ikan dan dibandingkan dengan jumlah pakan yang dikonsumsi. Watanabe (1998) dalam

(13)

Shafrudin (2006) menyatakan nilai efisiensi pakan menunjukkan jumlah pakan yang

menghasilkan energi dan dapat

dimanfaatkan ikan untuk kebutuhan

kelangsungan hidup dan sisanya untuk pertumbuhan.pada ikan Corydoras yang dipelihara dengan kepadatan 3, 5 dan 8 ekor/liter memiliki efisiensi pakan berkisar antara 17.2% hingga 18.82% (Dewi, 2008). Amoniak berasal dari hasil metabolisme protein pada ikan dan merupakan racun pada Amoniak berasal dari hasil metabolisme protein pada ikan dan merupakan racun pada ikan (Zonneveld, 1991). Menurut Djajaredja (1981), menyatakan konsentrasi amoniak yang baik bagi kehidupan ikan berkadar kurang dari 1,0 mg/l, sedangkan kadar amoniak selama pengamatan berkisar antara 0.17-0,71 mg/l. Nitrat merupakan salah satu sumber utama nitrogen di perairan. Nitrat yang terdapat selama pemeliharaan sebesar 0.29 mg/l. Dari hasil analisis didapat kadar

nitrit (N-NO2) sebesar 0.05 mg/l. Jika

dibandikan dengan standar baku mutu 0.06. Persyaratan kadar nitrit untuk air tambak dan kolam tidak boleh lebih besar dari 0,5 ppm (Kordi dan Tancung, 2005).

Kandungan pothoposphat (P-PO4) yang

didapat selama pemeliharaan 0.24 mg/l,

Untuk standar baku mutu PP No. 82 Tahun 2001 nilai fosfat berada pada 1 mg/L.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1.Perbedaan padat tebar benih ikan asang memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot mutlak, bobot harian, bobot spesifik, kelangsungan hidup. tetapi tidak memberi pengaruh pada panjang mutlak, panjang harian, panjang spesifik dan efisiensi pakan

2.Pertumbuhan bobot dan panjang tertinggi terdapat pada padat tebar 200 ekor/120 dan yang terendah pada padat tebar 300 ekor/1200 l.

3.Kelangsungan hidup tertinggi terdapat pada padat tebar 150 ekor/1200 l dan yang terendah padat tebar 300 ekor/1200 l. 4.Efisiensi pakan tertinggi terdapat pada

padat tebar 150 ekor/1200 l

(40,056±0,537%) dan yang terendah

terdapat pada padat tebar 300 ekor/1200 l

(27,103±4,977%).

Saran

Untuk meningkatkan hasil pembenihan dan pemeliharaan benih ikan asang sebaiknya dengan padat tebar 200 ekor/1200 l karena padat tebar memberi pengaruh nyata terhadap pertumbuhan

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Aidah. 2009. Efektifitas Batu Bata Sebagai Media Filter Dalam Menurunkan Kekeruhan dan Jumlah Mikroba Pada Limbah Tahu.

Anonimous 2001. Identifikasi Desa Sampel Perikanan di Sulawesi Utara. Kerja Sama FPIK UNSRAT dan Dinas Perikanan dan Kelautan Pemerintah Provinsi Sulut, Manado. 76 hal.

Azrita, Syandri, H. and Junaidi, 2014. Genetic Variation Among Asang Fish

(Osteochilus vittatus Cyprinidae)

Populations Using Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) Markers. International Journal Of Fisheries And Aquatic Studies ; 1(6) : 213-217

Barua, G. 1990. Gonadal development and fry rearing of Clarias batrachus . Ph.D. Dissertation, Fisheries Biology and

Limnology Deptt.,BAU,

Mymensingh.pp. 310.

Darlius. 1998. Pengaruh Komposisi Padat

Tebar Terhadap Pertumbuhan

Beberapa Jenis Ikan Yang Dipelihara Secara Polikultur . Skripsi . Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan

Universitas Bung Hatta. Tida

dipublikasikan.

Effendi, M. I. 1997.Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Hal 92. Effendi, H. 2003 Telaah Kualitas Air, Bagi

Pengelolaan Sumber Daya dan

Lingkungan Perairan. Kanisius.

Yogyakarta.

Effendi. 2008. Pengaruh Padat Tebar

Terhadap Pertumbuhan Dan

Kelangsungan Hidup Benih Ikan

Balashark (Balantiocheilus

melanopterus Blkr.) di Dalam Sistim

Resirkulasi. Jurnal Akuakultur

Indonesia. 7(2) : 189-197.

Elpina. 2014. Pengaruh Padat Tebar Berbeda

Terhadap Sintasan Dan

Pertumbuhan Ikan Lelan

(Osteochilus pleurotaenia). Skripsi

.Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan Universitas Bung Hatta Padang.Tidak dipublikasikan

Irliyandi, F. 2008. Pengaruh Padat

Penebaran 60, 75 dan 90 ekor/Liter

Terhadap Produksi Ikan Patin

(Pangasius hypophthalmus) Ukuran 1 Inci Up (3 CM) Dalam Resirkulasi. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Univeritas Pertanian Bogor. Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2012. Ikan Air Tawar Langka Di Indonesia. 537 hal

Pescod, M. B. 1973. Investigation Of

Rational Effluent and Stream

Standarts For Tropical Countries. AIT. Bangkok.

NTAC. 1968. Water Quality Criteria. FWPCA. Washington DC.

Soeseno. 1974. Pemeliharaan ikan di Kolam

Pekarangan. Yayasan Kanasius

Jogjakarta. 68 hal.

Sumpeno, D. 2005. Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias sp) Pada Padat Penebaran 15, 20, 25 dan 30 ekor/Liter Dalam Pendederan Secara Indoor Dengan Sistem Resirkulasi. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Univeritas Pertanian Bogor. Syandri, H. 2004. Penggunaan Ikan Nilem (Osteochilus haselti C.V.)dan Ikan

(15)

Tawes (Puntitus javanicus C.V.) Sebagai Agen Hayati Pembersih Perairan Danau Maninjau, Sumatera Barat”. Jurnal Natur Indonesia ,6(2) : 87-90.

Syandri, H. 2012. Domestikasi Dan

Teknologi Pembenihan Ikan. Bung Hatta University Press.

Syandri H., Junaidi, Azrita and Yunus T. 2014a. "State Of Aquatic Resources

Maninjau Lake West Sumatra

Province, Indonesia." Journal of

Ecology and Environmental Sciences

5(1):109-113

Zonneveld N, Huisman EA., Bonn JH. 1991.

Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan.

Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, hlm 318.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian tentang perbandingan kejadian ISPA balita pada keluarga yang merokok di dalam rumah dan keluarga yang tidak merokok di wilayah kerja Puskesmas

Mendesain strategi lokalisasi untuk mobile robot dengan menggunakan metode Extended Kalman Filter yang dapat diterapkan pada robot dengan sumber daya sensor yang minim.. 1.4

Sedangkan untuk produk tas dan sepatu menggunakan sistem ambalan kayu yang digantung dengan tali seperti pada bag’s category tipe 1.

laundry ,kerugian konsumen akibat kelalaian pelaku usaha jasa laundry .Bentuk tanggung jawab pelaku usaha pada konsumen adalah dengan memberikan kompensasi atau ganti rugi

Efisiensi makanan yang dikonsumsi (EMK) dan efisiensi makanan yang dicerna (EMC) me- ngalami penurunan pada perlakuan LC 50 meskipun hasil analisis statistika

Hasil analisis menunjukkan tidak ada hubungan antara mencari sensasi dengan school bullying (p&gt;0,05) serta ada hubungan negatif yang signifikan antara empati

Nacloop kolom ini berjenis bubble cup dengan hasil atas berupa alkohol prima dengan kadar sekitar 95% yang kemudian diembunkan dalam kondensor dan didinginkan untuk

Indotrans Peneliti memilih informan ini karena informan tersebut berhubungan secara langsung terhadap proses pengisian BBM (Solar) yang terjadi di lapangan. Informan