• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA SIKAP DENGAN PERILAKU KELUARGA TENTANG PENCEGAHAN PENYAKIT MENULAR TUBERKULOSIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA SIKAP DENGAN PERILAKU KELUARGA TENTANG PENCEGAHAN PENYAKIT MENULAR TUBERKULOSIS"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA SIKAP DENGAN PERILAKU KELUARGA TENTANG

PENCEGAHAN PENYAKIT MENULAR TUBERKULOSIS

Linda Presti Fibriana, S.Kep.Ns

ABSTRAK

Penyakit Tuberkulosis dapat terjadi karena adanya prilaku dan sikap keluarga yang kurang baik, diantaranya jarang sekali menggunakan masker debu, control rutin 6 bulan sekali, serta pemeriksaan dahak. Dalam hal ini bagaimana seharusnya keluarga klien yang terdiagnosa TB paru mengetahui secara jelas dan benar apa sebenarnya penyakit Tuberkulosis ini, dan bagaimana cara penularan dan pencegahannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan anatara sikap dengan perilaku tentang pencegahan penyakit menular tuberkulosis di wilayah kerja puskesmas wringinanom-gresik.

Desain penelitian ini menggunakan cross sectional, jumlah sampel yang diambil pada penelitian ini adalah 22 responden keluarga pasien TB Paru di wilayah kerja puskesmas wringinaom-gresik melalui metode total sampling. Setelah ditabulasi data yang dianalisis dengan menggunakan uji spearman

Hasil penelitian menujukan sikap keluarga sebagian besar negative yaitu 12 responden (54,5%) besikap positif yaitu 10 responden (45,5%). Dan perilaku keluarga yang berperilaku baik 6 responden (27,3%), berperilaku cukup 9 responden (40,9%) dan yang berperilaku kurang 7 responden (31,8%) sedangkan dari hasil uji statistic diperoleh hasil terdapat hubungan antara sikap dengan perilaku keluarga tentang pencegahan penyakit menular tuberkulosis.

Melihat hasil penelitian ini maka perlu adanya penyuluhan tentang penyakit tuberculosis agar keluarga pasien tuberculosis mengerti dampak dari penyakit tubekulosis dan cara pencegahanya.

Kata kunci : sikap keluarga tentang pencegahan penyakit tuberculosis, perilaku keluarga tentang pencegahan penyakit tuberkulosis

(2)

PENDAHULUAN

Di Indonesia penyakit Tuberkulosis masih menjadi momok karena negara ini termasuk daerah endemis. Tuberkulosis dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis, Penularan penyakit ini melalui perantaraan ludah atau dahak penderita yang mengandung basil tuberkulosis paru. Menurut WHO (1999). Dalam pelayanan kesehatan tidak terlepas dari keterlibatan keluarga sebagai orang yang terdekat dari pasien terutama pasien Tuberkulosis. Pengetahuan keluarga yang mengenai menjaga kesehatan agar tetap dalam kondisi yang sehat baik jasmani maupun rohaninya. Terutama bila ada keluarga yang menderita Tuberkulosis, motivasi dan peran keluarga sangat diharapkan. Misalnya secepat mungkin membawa penderita ditempat pelayanan kesehatan terdekat untuk mendapatkan pengobatan serta bagaimana perilaku dan sikap keluarga dapat mencegah penularan penyakit Tuberkulosis (Notoatmojo, 2003).

Mengingat jumlah pasien TB di Indonesia merupakan jumlah terbanyak ketiga di dunia yakni 5,8% setelah India 21,1% dan Cina 14,3%.(Rahmawati:2009) WHO memperkirakan setiap tahunnya di Indonesia terdapat 557.000 kasus baru TBC, dimana 250.000 diantaranya adalah penderita TB BTA positif, dengan jumlah kematian 140.000. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 2001), Konsekuensi yang dapat terjadi pada penderita TB paru yang tidak melakukan pengobatan, setelah lima tahun menderita diprediksikan 50% dari penderita TB paru akan meninggal, adanya sumber penularan, imunisasi, keadaan rumah yang kurang baik meliputi (suhu dalam rumah, ventilasi, pencahayaan dalam rumah, kelembaban rumah, kepadatan penghuni dan lingkungan sekitar rumah ) sekitar 45%, vaksin BCG sekitar 50%. Kontak yang berlebihan yang berlangsung terus menerus selama 3 bulan atau lebih, kebiasaan penderita yang kurang baik dalam pengeloalan ludah / secret serta tidak memakai masker debu diprediksikan 75%. Dari studi pendahuluan dengan menggunakan rekam medik di wiliyah kerja puskesmas wringinanaom kec. Wringinanom pada tahun 2009 terdapat 22 penderita (Dinkes, Gresik 2009).

Penyakit Tuberkulosis dapat terjadi karena adanya prilaku dan sikap keluarga yang kurang baik. Keluarga Kurangnya perilaku keluarga tersebut ditunjukan dengan tidak menggunakan masker debu ( jika kontak dengan pasien ), keterlambatan dalam pemberian vaksin BCG ( pada orang yang tidak terinfeksi ), dan terapi pencegahan 6-9bulan.Terjadinya perilaku yang kurang baik dari keluarga karena kurangnya pengetahuan dan sikap keluarga (Isminah, 2004). dalam hal ini bagaimana seharusnya keluarga klien yang terdiagnosa TB paru mengetahui secara jelas dan benar apa sebenarnya penyakit Tuberkulosis ini, dan bagaimana cara penularan dan pencegahannya. Sikap keluarga sangat menentukan keberhasilan pengobatan. Amat terlebih dalam mencegah penularannya, karena jika sikap keluarga klien yang terdiagnosa TB paru mengerti apa yang sebenarnya dia lakukan maka secara otomatis dia juga bisa dan mampu melindungi dirinya dan anggota keluarga lainnya. Jika prilakunya baik maka akan membawa dampak positif bagi pencegahan penularan Tuberkulosis (Notoatmojo, 2003).

Pada prinsipnya upaya-upaya pencegahan dilakukan dan pemberantasan tuberkulosis dijalankan dengan usaha-usaha diantaranya: pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang penyakit TBC, bahaya-bahanya, cara penularannya. Pencegahan dengan vaksinasi B.C.G pada anak-anak umur 0 – 14 tahun, chemoprophylactic dengan I.N.H pada keluarga, penderita atau orang-orang yang pernah kontak dengan penderita. Dan menghilangkan sumber penularan dengan mencari dan mengobati semua penderita dalam masyarakat (Indan Entjang, 2000). Adapun juga upaya pencegahan menurut WHO yaitu pencahayaan rumah yang baik, Menutup mulut saat batuk, Tidak meludah di sembarang tempat, Menjaga kebersihan lingkungan dan alat makan.

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi hubungan antara sikap dengan perilaku keluarga tentang pencegahan penyakit menular TB Paru di Puskesmas

(3)

Wringinanom gresik. Sedangkan untuk tujuan khusus dalam penelitian ini meliputi (1) Mengidentifikasi sikap keluarga tentang pencegahan penyakit menular tuberkulosis di Puskesmas Wringinanom gresik, (2) Mengidentifikasi perilaku keluarga tentang pencegahan penyakit menular tuberkulosis di Puskesmas Wringinanom gresik, (3) Mengidentifikasi hubungan antara sikap dengan perilaku keluarga tentang pencegahan penyakit menular tuberkulosis di Puskesmas Wringinanom gresik.

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik Cross Sectional. Populasi dalam penelitian adalah seluruh keluarga pasein tuberkulosis di puskesmas wringinanom gresik. Sampel dalam penelitian adalah sebagian keluarga tuberkulosis yang ada dipuskesmas wringinanom gresik. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 22 orang penderita tuberkulosis yang ada dipuskesmas wringinanom gresik yang diambil dengan teknik total sampling. Variabel independent pada penelitian ini adalah sikap keluarga tentang pencegahan tuberkulosis. Variable dependent dalam penelitian ini adalah perilaku keluarga tentang pencegahan tuberkulosis. Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data yang dilaksanakan dalm penelitian ini adalah skala likert/kuesioner. Untuk membandingkan Adakah hubungan Antara Sikap Dengan Perilaku Keluarga Tentang Pencegahan Penyakit Menular Tuberkulosis Diwilayah Kerja Puskesmas Wringinanom Gresik digunakan uji korelasi rank spearman dengan tingkat kepercayaan 95% signifikan atau bermakna, apabila p value < 0.05. seluruh pengolaan data diolah dengan sistem komputerisasi dengan bantuan software SPSS 16.00 for windows.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

1. Sikap keluarga tentang pencegahan penyakit menular tuberkulosis

No Sikap keluarga Responden Prosentase

1. 2. Positif Negatif 10 12 45,5% 54,5% Jumlah 22 100%

Dari tabel diatas diketahui bahwa hampir setengahnya (45,5%) responden sebanyak 10 mempunyai sikap positif dengan nilai instrumen 2 (>50%-100%) dan sebagain besar (54,5%) responden sebanyak 1 mempunyai sikap negatif dengan nilai instrument 1 (<50% - <25,5%).

(4)

2. Perilaku keluarga tentang pencegahan penyakit menular tuberkulosis

No Perilaku Keluarga Responden Prosentase

1. 2. 3. Baik Cukup Kurang 6 9 7 27,3% 40,9% 31,8% Jumlah 22 100%

Dari tabel di atas diketahui bahwa sebagaia besar responden (40,9%) yang mempunyai perilaku yang cukup dan sebagian kecil (27,3%) responden berperilaku baik. dengan kriteria nilai yang ada atau yang berlaku, yakni: Baik bila prosentase 76 – 100 % atau skor 16 - 20 , cukup bila prosentase 56 – 75 % atau skor 12 - 15, kurang bila prosentase < 56 % atau skor < 11.

3. Tabulasi silang Antara Sikap Dengan Perilaku Keluarga Tentang Pencegahan Penyakit Menular Tuberkulosis .

Sikap keluarga tentang pencegahan tuberkulosis * Perilaku keluarga terhadap pencegahan tuberkulosis Crosstabulation

Perilaku keluarga terhadap pencegahan tuberkulosis

Total

Kurang Cukup Baik

Sikap keluarga tentang pencegahan tuberkulosis Negatif Count 7 5 0 12 Expected Count 3.8 4.9 3.3 12.0 % of Total 31.8% 22.7% .0% 54.5% Positif Count 0 4 6 10 Expected Count 3.2 4.1 2.7 10.0 % of Total .0% 18.2% 27.3% 45.5% Total Count 7 9 6 22 Expected Count 7.0 9.0 6.0 22.0 % of Total 31.8% 40.9% 27.3% 100.0%

Berdasarkan data tabulasi silang responden yang berperilaku baik dari 22 responden yang bersikap negative 0 (0,0%), yang positif 6 (27,3%), responden yang berperilaku cukup dari 22 responden yang bersikap negative 5 (22,5%), yang bersikap positif 4 (18,2%). Responden yang berperilaku kurang dari 22 responden yang besrikap negative 7 (31,8%) dan yang bersikap positif 0 (0,0%).

(5)

Correlations Sikap keluarga tentang pencegahan tuberkulosis Perilaku keluarga terhadap pencegahan tuberkulosis Spearman's rho Sikap keluarga tentang pencegahan tuberkulosis Correlation Coefficient 1.000 .767 ** Sig. (2-tailed) . .000 N 22 22 Perilaku keluarga terhadap pencegahan tuberkulosis Correlation Coefficient .767 ** 1.000 Sig. (2-tailed) .000 . N 22 22

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed)

Dari hasil uji Spearman’s Rho diatas diperoleh nilai Sig. (2-tailed) atau p value 0,000 (karena p value < 0,05) maka H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya “ada hubungan antara sikap dengan perilaku keluarga tentang pencegahan penyakit menular TB Paru diPuskesmas Wringianom Gresik”. Nilai koefisien korelasi spearman sebesar 0,767 yang artinya menunjukkan bahwa arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi kuat.

Pembahasan

1. Sikap Keluarga Tentang Pencegahan Penyakit Tuberkulosis di wilayah kerja puskesmas wringinanom-gresik

Dari hasil penelitian yang didapatkan menunjukkan bahwa hampir separuh sikap keluarga tentang pencegahan penyakit menular tuberkulosis di wilayah kerja puskesmas wringinanom kabupaten gresik berkategori negatif sebanyak 12 responden (54,5%) dengan nilai instrument 1 (<50% - <25,5%). Sedangkan sebagaian kecil berkategori positif 10 responden (45,5%) dengan nilai instrument 2 (>50%-100%).Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh faktor antara lain pengalaman pribadi, faktor emosional. Dari hasil tabulasi data pada lampiran di peroleh hasil bahwa responden dari diagram pengalaman pribadi keluarga merawat pasien tuberculosis dengan melihat orang lain (tetangga) 31,8%, dan keluarga yang sudah pernah merawat pasien tuberculosis 40,9%, sedangkan keluarga yang baru pertama kali merawat pasien tuberculosis 27,3%.

Hal ini sesuai dengan teori faktor-faktor yang mempengaruhi sikap adalah pengalaman pribadi, pengaruh orang lain, kebudayan, media massa, lembaga pendidikan/ agama, faktor emosional. Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Pengaruh kebudayaan, tanpa didasari kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah. kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyaratkanya, karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu – individu masyarakat asuhannya. Media massa, dalam pembritahuan surat kabar maupun

(6)

radio atau media komunikasi lainnya, berita yang seharusnya factual disampaikan secara obyektif cenderung dipengerahui oleh sikap penulisanya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap konsumennya Azwar,2002.

Faktor lain yang menyebakan sikap negatif terhadap pencegahan tuberkulosis, adalah jarang sekali pelaksanaan kontrol rutin 6 bulan sekali, menggunakan masker debu, pemeriksaan dahak, serta adanya pengaruh faktor emosional dari penderita dan keluarga. Sebagian responden berusia <36 yang mempunyai emosi yang terkadang-kadang (malas) untuk pergi berobat/ mengajak pasien untuk kontrol rutin, memakai masker debu, pemeriksaan dahak, dan malas untuk berobat dengan alasan jauh dari tempat tinggal mereka. Sehingga mereka akan melakukan kontrol apabila ingin atau saat keluarga mereka mengalami keluhan saja. Mereka mengabaikan adanya kemungkinan timbulnya penyakit yang lebih serius. Dan mereka menggangap tidak ada keluhan penyakit sembuh jika ada keluhan mereka berobat.

2. Perilaku Keluarga Tentang Pencegahan Penyakit Menular Tuberkulosis Diwilayah Kerja Puskesmas Wringinanom-Gresik

Hasil pengumpulan data mengenai perilaku pencegahan penyakit menular tuberkulosis dengan menggunakan kuesioner kepada keluarga pasien dengan tuberkulosis. Didapatkan sebagaian besar responden yaitu sebanyak 6 responden (27,3%) berperilaku baik, sebagai berkategori cukup 9 responden (40,9%) berperilaku cukup sedangkan berkategori kurang 7 responden (31,8%) berperilaku kurang. Faktor yang mempengaruhi pembentukan perilaku salah satunya pemberian informasi yang didapatkan dari petugas kesehatan (pendidikan kesehatan) yang di tunjukan pada diagram 4.3 dengan menunjukan 21 responden (95,5%) pemberian informasi didapatkan hanya saat berobat saja (puskesmas, rumah sakit). Dan ada beberapa faktor penunjang yang mempengaruhi penelitian diatas salah satunya pendidikan, dan pekerjaan.

Maulana heri,D.J,2009 Faktor perilaku ditentukan oleh tiga kelompok faktor yaitu; faktor predisposisi, faktor pendorong, dan faktor pendukung Faktor predisposisi mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan (tradisi), norma sosial dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri individu. Faktor pendukung ialah tersedianya sarana pelayanan kesehatan dan kemudahan untuk mencapainya sedangkan faktor pendorong meliputi sikap dan perilaku kesehatan atau petugas yang lainya. Green menyatakan bahwa pendidikan kesehatan mempunyai peranan penting dalam mengubah dan menguatkan ketiga komponen faktor agar searah dengan tujuan kegiatan tersebut terhadap kesehatan pada umunya. Bahwa pengalaman atau suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dan berperilaku yang baik, hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali yang dihadapi pada masa lalu. Model teori green ini dapat digunakan untuk memberi penyuluhan (pendidikan kesehatan) dan mendekati para ibu yang anaknya/keluarganya, (faktor pendorong) sehingga keluarga tersebut menjadi paham mengenai pentingnya mencegah penyakit. Melalui penyuluhan (faktor presdiposisi ini semua diarahkan untuk mencapai perilaku postif.

Dari hasil penelitian di puskesmas wringinanom di dapatkan sebanyak 6 responden dengan keluarga yang berperilaku baik dari hasil tersebut dapat di katakan bahwa sebagian responden minim nya informasi yang didapatkan (kurangnya informasi), karena sebagain keluarga berpendidikan SMP-SMA. Dan keluarga hanya mendapatkan informasi disaat kelurga berobat/berkunjung atau mendatangi di puskesmas, sulitnya mencapai sarana pelayanan kesehatan, dan mahalnya biaya transportasi dan pengobatan. Keluarga jarang sekali bahkan tidak pernah mendapatkan penyuluhan kesehatan di desa mereka.

3. Hubungan Antara Sikap Dengan Perilaku Keluarga Tentang Pencegahan Penyakit Menular Tuberkulosis Di Wilayah Kerja Puskesmas Wringinanom-Gresik

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat hubungan antara sikap tentang pencegahan penyakit menular tuberkulosis menunjukan dari hasil uji Spearman’s Rho

(7)

diatas diperoleh nilai Sig. (2-tailed) atau p value 0,000 (karena p value < 0,05) maka H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya ada hubungan antara sikap dengan perilaku keluarga tentang pencegahan penyakit menular tuberkulosis diwilayah kerja Puskesmas Wringianom Gresik. Bahwa semakin memiliki sikap positif maka akan berperilaku baik dan memiliki sikap negatife maka berperilaku cukup/kurang.

Menurut widayatun diasumsikan perilaku timbul dari sikap, penelitian yang mempertanyakan bagaimana konsistensi kedua hal itu satu sama lainya. Bahwa perilaku konsisten dengan sikap hanya dalam kondisi tertentu. Sikap ini tidaklah sama dengan perilaku, dan perilaku tidaklah selalu mencermikan sikap seseorang, sebab seringkali terjadi bahwa seseorang dapat berubah dengan memperlihatkan tindakan yang bertentangan dengan sikapnya, menurut Notoatmojo,S. Penelitian ini menjelaskan bahwa keluarga memegang peranan penting dalam semua level pencegahan penyakit. Dalam pencegahan primer keluarga dapat mempengaruhi pemilihan gaya hidup yang dapat mencegah penyakit. Hal penting yang mempengaruhi kesehatan adalah perilaku pencegahan penyakit dan perilaku pemulihan kesehatan. Perilaku pencegahan penyakit pada keluarga dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap. Nies dan McEwen (2001) mengatakan bahwa perilaku yang sehat dalam keluarga termasuk dalam pelaksanaan promosi dan proteksi kesehatan.

Berdasarkan data diatas bahwa perilaku keluarga tentang pencegahan penyakit menular tuberkulosis di wilayah kerja puskesmas wringinanom-gresik masih kurang. Dikarenakan terbatasnya pemberian informasi yang di dapatkan oleh keluarga, dan jarang sekali ada penyuluhan kesehatan di desa wringinanom. Keluarga hanya mendapatkan informasi dari petugas kesehatan yang ada di puskesmas saat keluarga dan pasien berobat di puskesmas. Minimnya informasi yang didapatkan oleh keluarga menjadikan perilaku kurang baik dalam pencegahan tuberkulosis. Berdasarkan hasil penelitian bahwa ada hubungan antara sikap dengan perilaku keluarga tentang pencegahan penyakit menular tuberkulosis diwilayah kerja Puskesmas Wringianom Gresik.

SIMPULAN

1. Sikap keluarga tentang pencegahan penyakit menular Tuberkulosis di Puskesmas Wringianom Gresik didapatkan sikap positif 45,5% dan sikap negatif 54,5%

2. Perilaku keluarga tentang pencegahan penyakit menular tuberkulosis diPuskesmas Wringianom Gresik di dapatkan perilaku baik 27,3%, perilaku cukup 40,9%, dan perilaku kurang 31,8%

3. Ada hubungan antara sikap dengan perilaku keluarga tentang pencegahan penyakit menular TB Paru diPuskesmas Wringianom Gresik Dari hasil uji Spearman’s Rho diatas diperoleh nilai Sig. (2-tailed) atau p value 0,000 (karena p value < 0,05) maka H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya “ada hubungan antara sikap dengan perilaku keluarga tentang pencegahan penyakit menular tuberkulosis diPuskesmas Wringianom Gresik”. Nilai koefisien korelasi spearman sebesar 0,767 yang artinya menunjukkan bahwa arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi kuat.

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Alimul, A, H. (2007). Riset Keperawatan & Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika

Arikunto, S. (2008). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta

Azwar, A. (2002). Pengantar Epidemiologi. Jakarta : Binarupa Aksara

Arif Mansjoer. (2000). Kapit Selekta kedokteran Jilid 2 Edisi Ketiga. FKUI : Media Aesculapius

Charles Abraham & Eamon Shanley. (1997). Psikologi Sosial Untuk Perawat. Jakarta : EGC

Charlene J.Reeves,Roux Gayle,Louhart Robin. (2001). Keperawatan Medikal Bedah Buku Saku Dari Brunner & Suddarth. Jakarta : Salemba Medika

Dianne C. Baughman & Joann C.Hackley. (2000). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC

Friedman M,M. (1998). Keperawatan Keluarga. Edisi 3. Jakarta : EGC

Hidayat, A.Aziz. (2009). Metode Penelitian Dan Teknik Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika

Heri D.J. Maulana, (2009). Promosi Kesehatan. Jakarta : EGC

Indan Etjang. (2000). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung : PT Citra Aditya Bakti

Isminah (2004). Pencegahan Tuberkulosis di Masyarakat. http://www.medicastore.com

Noorkasiani,Heryati & Rita ismail. (2009). Sosiologi Keperawatan. Jakarta : EGC

Nursalam, Pariani, S. (2001). Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta : CV. Sagung Seto

Nursalam. (2008). Konsep Dan Penerapan Metologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Saemba Medika

Notoatmojo, Soekodjo (2003). Ilmu Keperawatan Mayarakat Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta : PT Rineeka Cipta

Nasrul Effendi (1998). Dasar-dasar Keperawatan kesehatan masyarakat. Edisi Kedua

Purwanto,H. (1998). Pengantar Ilmu Perilaku Manusia Untuk Keperawatan. Jakarta : Graha Ilmu

Suzanne C. Smeltzer,Brenda G.Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner&Suddarth. Jakarta : EGC

(9)

Transkultural. Jakarta : EGC

Sunaryo. (2004). Psikologi Untuk Umum. Jakarta : EGC

Setiadi. (2008). Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga, Edisi Pertama. Jogjakarta : Graha Ilmu

Rahmawati. (2009). Pencegahan Tuberkulosis. http.//www.hariansumutpos.com/ 2009/03/37643/.528-ribu-terdeksi-menderita-penyakit-tb-paru

Referensi

Dokumen terkait

Buku Mutasi Penduduk Sementara yang selanjutnya disingkat BMPS adalah buku yang digunakan untuk mencatat perubahan setiap peristiwa penting dan peristiwa kependudukan

Conveyor lantai akan menerima rokok dari conveyor rokok kemudian conveyor lantai akan menggeser rokok ke sangkar elevator. Motor penggerak menggunakan jenis motor DC dengan tegangan

Bidang ekonomi dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Bidang Agama dengan membangun masjid. Bidang pertahanan dengan membentuk kekuatan dan politik Islam ( KG

Menurut Mutchler (1985) dalam Warnida (2011) menyatakan bahwa auditor lebih sering mengeluarkan opini audit going concern pada perusahaan kecil, karena auditor mempercayai

15 Alat kontrasepsi IUD/spiral yaitu alat yang cara penggunaannya di masukkan ke dalam rahim 16 Pemasangan IUD/spiral hanya boleh dipasang. oleh petugas kesehatan

Selanjutnya model prediksi tersebut digunakan untuk memprediksi apakah pelanggan yang dimiliki Telkomsel saat ini akan churn atau tetap aktif pada bulan Juli 2006. Tingkat

Pelatihan bagi kader posyandu merupakan salah satu upaya untuk membekali kader po- syandu guna mengambil peranan sebagai mo- tivator kesehatan, penyuluh kesehatan dan

Hasil penelitian yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa makna semiotik sosial yang terkandung pada tradisi lisan baralek gadang pada upacara