• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. usia harapan hidup penduduk. Semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. usia harapan hidup penduduk. Semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk,"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk, menyebabkan jumlah penduduk lanjut usia terus meningkat dari tahun ketahun. Kantor Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Kesra) melaporkan, jika tahun 1980 usia harapan hidup 52,2 tahun dan jumlah lansia 7.998.543 orang (5,45%) maka tahun 2006 menjadi 19 juta jiwa (8,90%) dengan usia harapan hidup 66,2 tahun. Pada tahun 2010 penduduk lansia di Indonesia mencapai 23,9 juta jiwa atau 9,77% dengan usia harapan hidup 67,4 tahun. Diperkirakan pada tahun 2020 penduduk lansia 28,8 juta jiwa atau 11,34% dengan usia harapan hidup 71,1 tahun dan merupakan jumlah penduduk lansia terbesar didunia (Menkokesra, 2010).

Usia harapan hidup wanita lebih panjang dibandingkan dengan pria, maka jumlah penduduk lanjut usia wanita lebih banyak dibanding pria yaitu 11,26 juta dibanding 9,29 juta jiwa. Oleh karena itu, permasalahan lanjut usia secara umum di Indonesia sebenarnya tidak lain adalah permasalahan yang didominasi oleh wanita (BPS, 2009).

Wanita menghadapi masalah kesehatan lebih rumit dari pada pria. Secara kodrati, wanita mengalami fase perubahan fisiologis yang berbeda dengan pria. Mengawali masa remajanya, wanita mulai mengalami menstruasi yang kemudian

(2)

secara normal terjadi setiap bulan selama masa usia reproduktif. Selanjutnya, mereka akan menjalani masa hamil dan menyusui yang melelahkan. Fase ini diakhiri dengan datangnya masa menopause yang umumnya terjadi pada usia 45 tahun (Siagian, 2007).

Menurut Wulandari (2009) mengutip data WHO (2007) menyatakan, setiap tahun sekitar 25 juta wanita diseluruh dunia akan mengalami menopause. Asia menjadi wilayah dengan jumlah perempuan bergejala awal menopause tertinggi di dunia. Usia menopause dinegara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris 51,04 tahun sedangkan dinegara-negara Asia Tenggara 51,09 tahun. Usia menopause untuk wanita Indonesia adalah 50 tahun. Jika dibandingkan dengan usia harapan hidup Indonesia, maka hampir 20 tahun lamanya wanita menopause akan mengalami berbagai permasalahan kesehatan akibat kekurangan hormon estrogen, dampaknya adalah kualitas kehidupan kaum wanita akan berkurang.

Masalah kesehatan yang dialami wanita menopause pada dasarnya disebabkan karena penurunan kadar estrogen dan progesteron dimana tubuh akan memberikan reaksi dan gejala. Sebagian wanita hanya mengalami sedikit gejala, sedangkan sebagian wanita yang lain mengalami gejala yang sangat berat. Menopause disebut juga sebagai periode klimakterium, dimana seorang wanita akan mengalami berhentinya secara definitif mentruasi. Pada fase ini banyak terjadi perubahan dalam fungsi psikis dan fisik, vitalitas tubuh semakin mundur dan menurun. Proses penuaan ini tidak bisa dihindari oleh siapapun karena terjadi secara perlahan dan pasti (Kartono, 2007).

(3)

Proses menopause terjadi secara tiba-tiba serta kecepatan perkembanganya tidak tetap, wanita akan mengalami penurunan fungsi tubuh secara bertahap sekitar usia 45- 55 tahun. Penurunan fungsi tubuh yang terjadi pada wanita usia 45 tahun menyebabkan terjadinya perubahan yang dapat menimbulkan masalah kesehatan seperti hot flashes, keringat dingin, gangguan tidur, perubahan mood, depresi dan mudah tersinggung, terjadi infeksi saluran kemih, inkontinesia urin, peningkatan lemak pada tubuh disekitar pinggang, bermasalah dengan konsentrasi dan daya ingat, tidak berminat pada hubungan seksual dan nyeri pada saat senggama (Kartono, 2007). Perubahan tubuh karena pertambahan usia tidak mungkin dihindari, namun bukan berarti usia menopause akan kehilangan aktivitas yang sehat dan menyenangkan (Asadi, 2013). Usia menopause merupakan usia bagi seorang wanita untuk bebas beraktivitas dalam berbagai aspek kehidupannya, akan tetapi hal tersebut menjadi hal yang mengganggu dan menakutkan bila dihadapkan pada penurunan organ dan fungsi reproduksi yang berdampak pada perubahan aktivitas seksual. Kehidupan seksual merupakan bagian dari kehidupan manusia, sehingga kualitas kehidupan seksual ikut menentukan kualitas kehidupan seorang wanita. Hubungan seksual yang sehat adalah hubungan seksual yang dikehendaki, dapat dinikmati bersama pasangan suami istri dan tidak menimbulkan akibat buruk baik secara fisik maupun secara psikis (Martaadisoebrata dkk, 2005).

Hubungan seksual dalam keluarga merupakan puncak keharmonisan dan kebahagiaan, oleh karena itu kedua pihak harus dapat menikmatinya bersama. Ketidakpuasan seks dapat menimbulkan perbedaan pendapat, perselisihan dan

(4)

akhirnya perceraian (Manuaba, 2009). Aktivitas seksual adalah hubungan intim yang dilakukan oleh suami dan istri atau melakukan kegiatan seksual merupakan ungkapan kasih sayang dan rasa cinta, menjalin kehangatan dan perasaan secara menyeluruh pada suami istri (Stuart, 2006).

Pada usia lanjut tidak ada halangan untuk mempertahankan hubungan seksual, hanya frekuensinya tentu makin berkurang, tetapi diharapkan kualitasnya makin meningkat untuk keharmonisan keluarga. Usia lanjut dengan klimakterium atau menopause tidak menjadi halangan untuk melakukan hubungan seksual, apalagi sudah tidak takut hamil, mungkin kepuasan seks dapat meningkat. Masalah yang dihadapi dalam hubungan seks pada usia lanjut adalah keinginan seksualitas yang sudah berkurang (Manuaba, 2009).

Keinginan untuk melakukan aktivitas seksual menurun pada masa menopause, pada dasarnya disebabkan wanita menopause mengalami perubahan fisik yaitu kekurangan hormon esterogen yang mengakibatkan vagina mengkerut dan produksi lendirnya berkurang, vagina menjadi kering dan muncul rasa perih saat senggama. Rasa perih saat bersenggama menyebabkan menurunnya libido seorang wanita pada usia menopause, faktor yang berkaitan dengan penurunan libido pada wanita begitu kompleks termasuk hot flushes (semburat panas), gelisah, keringat pada malam hari. Semuanya merupakan gejala umum masa menopause. Wanita yang mengalami hot flushes (semburat panas) dapat menggangu tidur dan bila kurang tidur dapat mengurangi energi dalam melakukan aktivitas seksual dengan pasangannya (Northrup, 2006).

(5)

Aktivitas seksual membutuhkan tenaga, pada saat tenaga terkuras akibat bekerja atau kurang istirahat, gairah seksualitas akan menurun karena kelelahan. Fenomena ini sering terjadi dalam rumah tangga dan menjadi alasan bagi wanita untuk menolak melakukan hubungan seks dengan pasangannya, ungkapan diatas sangat sesuai dengan hasil penelitian Qamariyati (2013) di Kelurahan Sajen wilayah kerja Puskesmas Trujuk I Kabupaten Klaten bahwa aktivitas fisik (kelelahan fisik) menyebabkan adanya perbedaan yang bermakna pada kehidupan seksual responden saat menopause.

Penurunan gairah seksual pada menopause juga dapat disebabkan oleh terlalu sibuk dengan pekerjaan, tekanan ekonomi, kesulitan keuangan, kelelahan mental, kelelahan fisik dan hubungan seks yang monoton serta perubahan dorongan seks. Di beberapa tempat di Indonesia masih ada pandangan dan anggapan yang salah mengenai menopause. Dengan memasuki saat terhentinya haid, sebagian orang mengganggap bahwa berhenti pula kesuburan wanita dan arti wanita bagi keluarga, khususnya untuk suami. Pandangan yang salah ini merusak suasana keluarga yang mungkin sudah mencapai titik ketenangan dan kesejahteraan karena anak-anak sudah besar dan tidak terlalu banyak memerlukan perawatan lagi. Selain itu, hubungan antara suami dan istri bisa mengalami gangguan, karena kurang waktu senggang, bahkan bisa merenggang akibat terhentinya kesuburan wanita (Gunarsa, 2002 ).

Penurunan gairah seksual pada wanita menopause juga dapat disebabkan karena kondisi kesehatan wanita menopause yang tidak baik seperti mengalami

(6)

osteoporosis, kolesterol, hipertensi, kencing manis dan wanita yang pengalami pembedahan (Mulyani, 2013).

Perubahan aktivitas seksual di usia menopause tidak hanya dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi akibat penurunan fungsi reproduksi tetapi juga dipengaruhi oleh kurangnya informasi dan pengetahuan tentang dampak penurunan fungsi reproduksi terhadap penurunan respon seksual di usia menopause yang sebenarnya dapat diperoleh melalui program pelayanan kesehatan reproduksi lansia di fasilitas kesehatan (Varney, 2004).

Penelitian yang dilakukan Rohmah (2012) di Kelurahan Kedurus Surabaya terhadap 45 pasangan suami istri didapatkan hasil bahwa dengan memberikan konseling pada pasangan suami-istri sangat berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan tentang aktivitas seksual pada wanita menopause. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi perubahan hidup pada wanita menopause, khususnya aktivitas seksual yaitu dengan memberikan pendidikan kesehatan sehingga dapat membantu wanita menopause dan suami mengembangkan pengetahuannya dan dapat mengatasi perubahan aktivitas seksualnya, untuk itu secara interpersoanal konseling merupakan metode yang sesuai untuk memberikan informasi dan meningkatkan serta membantu pasangan suami istri mengatasi masalah aktivitas seksualnya.

Informasi dan pengetahuan tentang klimaksterium masa senja, mengetahui gejala-gejala baik yang ringan maupun yang berat, maka menopause tidak lagi merupakan permulaan keruntuhan keutuhan keluarga dan kebahagian suami-istri.

(7)

Memasuki menopause bukan berarti istri mencapai masa pensiun sebagai istri, melainkan mengalami masa pemugaran dan penyegaran kembali (Gunarsa, 2002).

Menurut Phanjoo (2000) dalam tulisannya Sexual Dysfunction in Old Age menyatakan bahwa banyak faktor yang berperan terhadap disfungsi seksual pada lansia. Faktor-faktor tersebut antara lain karena terjadinya perubahan biologis seperti faktor usia, persepsi yang negatif dari budaya setempat, masalah medis dan bedah, efek samping obat-obatan dan gangguan mental seperti depresi, psikosis dan demensia.

Penilaian negatif dari masyarakat juga dapat menimbulkan permasalahan pada seksualitas lansia, pandangan sebagian besar masyarakat bahwa masalah seks orang lanjut usia praktis tidak ada lagi, pelan-pelan hilang. Masih kurangnya ketersedian

privacy bagi wanita menopause juga sangat mempengaruhi dalam melakukan

aktivitas seksual dalam hal ini adalah lingkungan dimana lansia tinggal, didukung dengan anggapan bahwa pada masa tua lebih baik mengutamakan ibadah dibandingkan melakukan aktivitas seksual, mereka menganggap aktivitas seksual bukan yang paling penting dalam kehidupannya namun tetap melakukannya karena kewajiban mereka melayani suami (Suparto, 2006).

Hasil survey interaktif yang dilaksanakan secara online pada tahun 2005 oleh Situs Kesrepro informasi diperoleh data sekitar 60% wanita usia menopause tidak mengalami perubahan pada aktivitas seksualnya, sedangkan 20% lainnya mengalami penurunan aktivitas seksual dan 20% lainnya mengalami peningkatan aktivitas seksual (Irawati, 2006).

(8)

Menurut Mackenzie (2002), ada wanita yang mengatakan bahwa mereka tidak pernah merasa kehidupan seksual sepositif seperti masa menopause, tetapi yang lain juga mengatakan bahwa perasaan serta aktivitas seksual mereka menurun pada masa ini dan merasa tubuhnya tidak dapat dihandalkan lagi, akibatnya secara seksual merasa tidak mantap lagi bahkan mereka menarik diri.

Hasil penelitian menunjukan bahwa pria dan wanita dalam usia 70an tahun tidak banyak bedanya dengan usia 50an tahun dalam hal aktivitas seksual. Apabila satu pasangan memiliki kesehatan normal maka aktivitas seksual masih berlangsung normal pula. Di antara pasangan berusia 60-75 tahun, sekitar 1/3 memiliki aktivitas seksual paling tidak 2 kali seminggu dan lebih penting lagi mereka mengatakan seks sangat berarti bagi mereka (McKhann dan Albert, 2010).

Hubungan seksual merupakan suatu yang sangat sensitif untuk dibicarakan, namun merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga. Ketua Majelis Adat Istiadat Aceh (MAA) Kota Lhokseumawe, mengatakan wanita Aceh mempunyai sifat tertutup dan tidak suka membicarakan permasalahan keluarga pada orang lain apalagi masalah seksualitas. Masalah seksualitas dalam keluarga merupakan suatu yang sangat penting dan wanita Aceh umumnya tidak mempermasalahkan seksualitas dalam keluarga, karena kebutuhan seksualitas itu merupakan kebutuhan yang memang harus terpenuhi dan mereka menganggap memenuhi kebutuhan seksulitas suami merupakan ibadah, ibadah bagi mereka adalah suatu yang menentramkan batinnya. Menurut Yahya (2014), 40% wanita lansia Kota Lhokseumawe sudah paham tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada wanita

(9)

menopause termasuk penurunan seksualitas dan 60% masih belum memahami tentang perubahan pada masa menopause yang berdampak pada penurunan seksualitas.

Kota Lhokseumawe merupakan salah satu kota yang ada di Propinsi Aceh dan memiliki luas wilayah 181,06 km². Pemerintahan Kota Lhokseumawe mempunyai 4 Kecamatan yang salah satunya adalah Kecamatan Muara Dua dimana Kecamatan Muara Dua dijadikan sebagai tempat penelitian. Kecamatan Muara Dua mempunyai luas 57,80 km² dengan jumlah penduduk 22.431 jiwa laki-laki dan 22.790 jiwa perempuan yang berdomisil di 17 desa. Jumlah penduduk wanita usia 45-65 tahun sebanyak 3.016 jiwa. Penduduk Kecamatan Muara Dua sangat heterogen.

Data yang diperoleh melalui wawancara pada 5 orang ibu menopause, 2 ibu menopause tidak lagi tidur sekamar dengan suami dan tidak lagi melakukan hubungan suami istri, karena merasa sudah tua dan tidak pantas lagi, merasa malu sama anak dan cucu karena mereka tinggal bersama anaknya dan ibadah lebih penting daripada memikirkan seksualitas, 3 ibu masih tidur sekamar dengan Suami, 2 orang ibu masih melakukan aktivitas suami istri 1 kali seminggu dan 1 orang ibu melakukan aktivitas seksual hanya 1x sebulan. Menurut ungkapan ibu, saat melakukan hubungan suami istri ada perasaan tidak nyaman dan takut sakit, mereka juga malu untuk mengajak suami melakukan aktivitas seksual karena menurut ibu perempuan itu kan sifatnya pasif hanya menunggu. Ibu juga tidak ada usaha apapun terhadap rasa nyeri yang terjadi saat aktivitas seksual dilakukan. Ibu malu untuk membicarakan masalah yang berhubungan dengan seksualitas karena dianggap tabu dan tidak pantas.

(10)

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul faktor-faktor yang memengaruhi aktivitas seksual pada ibu menopause di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut di atas maka peneliti membuat rumusan masalah bagaimana faktor-faktor yang memengaruhi aktivitas seksual pada ibu menopause di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe tahun 2014.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi aktivitas seksual pada ibu menopause di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe Tahun 2014.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Pengaruh pengetahuan terhadap aktivitas seksual ibu menopause b. Pengaruh aktivitas fisik terhadap aktivitas seksual ibu menopause. c. Pengaruh cemas terhadap aktivitas seksual ibu menopause. d. Pengaruh nilai terhadap aktivitas seksual ibu menopause.

1.4. Hipotesa

Ada pengaruh pengetahuan, aktivitas fisik, cemas dan nilai terhadap aktivitas seksual ibu menopause.

(11)

1.5. Manfaat Penelitian

a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah informasi dan peningkatan pengetahuan bagi ibu-ibu menopause terutama terhadap aktivitas seksualnya dan dapat mengubah penilaian masyarakat yang negatif tentang kebutuhan seksualitas masa lansia terutama pada ibu menopause.

b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dan ajuan untuk tenaga kesehatan khususnya bidan dan perawat yang bertugas di puskesmas dan pos-pos pelayanan kesehatan khusus lansia dalam memberikan penyuluhan atau melakukan komunikasi, memberikan informasi dan edukasi pada ibu menopause sehubungan dengan perubahan yang terjadi pada masa menopause yang berdampak pada perubahan seksualitas masa menopause.

Referensi

Dokumen terkait

Seperti yang dicadangkan dalam metodologi, rekabentuk dijalankan berdasarkan maklumat dan penemuan dari analisa. Penasihat Tajaan merupakan satu fungsian yang akan

Hasil penelitian ini mengatakan bahwa prinsip integrasi tediri dari kolaborasi penuh, tindakan refelektif, dukungan eksternal, proses yang berkelanjutan, fokus

Proses, materi dan metoda pembelajaran yang telah disiapkan bertujuan untuk alih pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang terkait dengan pencapaian kompetensi dan

Pengembangan Pertanian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Ungaran Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta. 25 BB.025 Salak Pondoh

Seperti dijelaskan pada bagian terdahulu bahwa sekularisasi yang dilancarkan Mustafa Kemal tidak bemaksud menghilangkan agama, tetapi menghilangkan kekuasaan

UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia UU Nomor 18 Tahun 2001 tentang

Lapisan ini terdiri atas vili (tunggal=vilus) yang merupakan modifikasi dari mukosa, di antara vili terdapat ruang yang disebut ruang intervilus, setiap vilus

Dengan selalu ingat dan waspada yang terjadi di masa sekarang maupun di masa yang akan datang, alhamdulillah skripsi dengan judul “Evolusi Sosial Dalam Pandangan Ranggawarsita”,