• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONFLIK TNI-POLRI. Makalah disusun guna memenuhi tugas akhir semester Mata Kuliah : Sosiologi Komunikasi Dosen Pengampu : Ahmad Faqih, S. Ag, M.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONFLIK TNI-POLRI. Makalah disusun guna memenuhi tugas akhir semester Mata Kuliah : Sosiologi Komunikasi Dosen Pengampu : Ahmad Faqih, S. Ag, M."

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

KONFLIK TNI-POLRI

Makalah disusun guna memenuhi tugas akhir semester Mata Kuliah : Sosiologi Komunikasi

Dosen Pengampu : Ahmad Faqih, S. Ag, M.Si

Disusun Oleh :

Ariviana Noerrahmawati (131211111)

PRODI KOMUNIKASI dan PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH dan KOMUNIKASI

UNIVERSITAS WALISONGO SEMARANG

(2)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dewasa ini, proses berjalannya komunikasi sangat berkembang pesat. Didukung dengan adanya teknologi yang juga berkembang pula, komunikasi bisa dilakukan secara langsung maupun tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi yang ada.

Jenis komunikasi juga mulai memperluas ruang lingkupnya tidak hanya komunikasi antara dua orang saja namun komunikasi bisa dilakukan secara berkelompok ataupun secara massa. Itu semua tergantung kebutuhan, jika sebuah pesan tidak bisa disampaikan personal maka akan lebih baik dilakukan secara kelompok atau publik.

Dalam pembahasan kali ini saya akan membahasan mengenai komunikasi kelompok. Apa sebenarnya komunikasi kelompok itu? Menurut Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui. Dari definisi tersebut bisa disimpulkan bahwa komunikasi kelompok adalah komunikasi kelompok di atas mempunyai kesamaan, yakni adanya komunikasi tatap muka, dan memiliki susunan rencana kerja tertentu untuk mencapai tujuan kelompok.

II. IDENTIFIKASI MASALAH

Awal mula terjadinya konflik antara TNI dan Polri di Batam, Kepulauan Riau masih belum diketahui. Alasan dasar yang membuat kedua aparatur negara ini belum teridentifikasi, pihak mana yang memulai terlebih dahulu masih diselidiki oleh masing-masing kelembagaan.

Hasil penyelidikan tim investigasi TNI-Polri terhadap insiden bentrokan anggota TNI dan polisi di Batam, Kepulauan Riau, menyimpulkan ada anggota TNI yang menyalahi aturan dengan terlibat penjagaan gudang bahan bakar minyak ilegal di wilayah itu.

Mabes TNI mengatakan pihaknya akan menindaklanjuti temuan awal tim investigasi ini dan akan memberikan sanksi terhadap pelakunya, termasuk kepada komandan atau pimpinan di atasnya jika terbukti.

(3)

Namun demikian, menurut juru bicara TNI Mayor Jenderal Fuad Basya, temuan sementara menunjukkan bahwa tindakan anggota TNI itu tidak diketahui komandan atau pimpinan di atasnya.

"Mereka itu 'kan curi-curi. Anggota yang bekerja begitu (penjagaan gudang BBM ilegal) itu tidak resmi. Komandannya tidak tahu. Istilah kita itu, mencari tambahan-tambahan, sampingan-sampingan," kata Fuad Basya dalam jumpa pers di Kantor Menkopolhukkam, Jakarta, Selasa (14/10) pagi.

Jumpa pers ini juga dihadiri Kadivhumas Mabes Polri Irjen Ronny F Sompie serta kepala tim investigasi, seperti dilaporkan wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan.

Tim investigasi juga merekomendasikan agar Mabes Polri melakukan proses hukum terhadap seorang anggota Brimob yang diketahui melakukan penembakan di lokasi bentrokan sehingga melukai aparat TNI.

Mereka juga meminta Mabes Polri menindaklanjuti pelaku penembakan dua anggota TNI di markas Brimob di Batam.

III. DESKRIPSI SUBJEK STUDI

Konflik ini memuncak pada hari Rabu, 19 November 2014 pukul 10.30 WIB. Berawal ketika empat prajurit TNI dan seorang anggota Brimob tengah bersantap disebuah warung makan, Perumahan Buana Impian II Tembesi. Pada saat yang bersamaan melintas anggota Brimob lain yang sedang mengisi bensin eceran di sebuah warung nasi seberang Mako (Markas Komando) Brimop sehingga terjadi aksi saling lirik. Mulai dari saling pandang itulah mereka saling menantang dan hampir terjadi perkelahian namun berhasil di cegah anggota Provost Brimob yang datang ke tempat itu. Perselisihan itu melibatkan Pratu NY dan Praka BD dan dua anggota Brimob yang terlibat yakni Bripda SM dan Bripda SL.

Namun situasi malah semakin tak terkendali. Pasca keributan di warung makan tersebut, puluhan pria yang diduga prajurit Yonif 134 mendatangi mako Brimob di kawasan Batu Aji sekitar pukul 11.00 WIB dengan mengendarai sepeda motor. Bersenjatakan parang, oknum TNI memaksa menerobos masuk lalu melakukan aksi anarkistis dengan merusak fasilitas yang ada di Barak Teratai, mereka juga merusak pintu barak dan memecahkan kaca.

(4)

Tak berhenti di situ, sekitar pukul 17.15 WIB keributan kembali pecah. Situasi saat ini semakin menakutkan. Terdengar rentetan tembakan dari mako Brimob. Tembakan diduga dari anggota Brimob yang ingin menghalau oknum anggota Yonif 134/TS yang ingin menerobos masuk. Dalam sekejap perang pun terjadi, giliran rentetan tembakan menghujani mako Brimob, tembakan berasal dari bukit belakang bangunan.

Saat bersamaan, Wakil Gubernur Kepulauan Riau Soerya Respationo dan rombongan serta beberapa wartawan sedang berada di TKP dan terjebak dalam markas. Rentetan tembakan terus menerus terdengar bahkan membuat warga ketakutan dan trauma karena akibat bentrokan tersebut salah seorang warga sipil menjadi korban.

IV. KERANGKA TEORITIK A. Pengertian Komunikasi Kelompok

Menurut Anwar Arifin komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konperensi dan sebagainya (Anwar Arifin, 1984). Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Dari dua definisi di atas mempunyai kesamaan, yakni adanya komunikasi tatap muka, dan memiliki susunan rencana kerja tertentu umtuk mencapai tujuan kelompok.

Menurut Dedy Mulyana kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut. Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan. Pada komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antarpribadi, karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok.

(5)

B. Pengertian Konflik

Konflik adalah adanya pertentangan yang timbul di dalam seseorang (masalah intern) maupun dengan orang lain (masalah ekstern) yang ada di sekitarnya. Konflik dapat berupa perselisihan (disagreement), adanya keteganyan (the presence of tension), atau munculnya kesulitan-kesulitan lain di antara dua pihak atau lebih. Konflik sering menimbulkan sikap oposisi antar kedua belah pihak, sampai kepada mana pihak-pihak yang terlibat memandang satu sama lain sebagai pengahalang dan pengganggu tercapainya kebutuhan dan tujuan masing-masing.

Substantive conflicts merupakan perselisihan yang berkaitan dengan tujuan

kelompok,pengalokasian sumber dalam suatu organisasi, distrubusi kebijaksanaan serta prosedur serta pembagaian jabatan pekerjaan.

Emotional conflicts terjadi akibat adanya perasaan marah, tidak percaya, tidak

simpatik, takut dan penolakan, serta adanya pertantangan antar pribadi (personality

clashes).

Dalam sebuah organisasi, pekerjaan individual maupun sekelompok pekerja saling berkait dengan pekerjaan pihak-pihak lain. Ketika suatu konflik muncul di dalam sebuah organisasi, penyebabnya selalu diidentifikasikan dengan komunikasi yang tidak efektif yang menjadi kambing hitam.

C. Bentuk – Bentuk Komunikasi Kelompok

Besar kecilnya suatu kelompok tidak ditentukan secara eksak, melainkan ciri dan sifat komunikasi dalam proses komunikasi yang terjadi. Oleh karena itu komunikasi kelompok dibedakan menjadi komunikasi kelompok besar dan komunikasi kelompok kecil.

A. Komunikasi Kelompok Kecil

Untuk mengetahui apa itu komunikasi kelompok kecil, maka kita harus mengetahui apa yang dimaksud dengan kelompok kecil. Menurut Scott dalam Goldhaber, (1990:295) kelompok kecil adalah sekumpulan orang yang biasanya kurang dari tujuh orang, berinteraksi dalam jangka waktu agak lama dan memiliki kepentingan yang sama yang terbentuk dalam satu tujuan yang telah disepakati. Robert F.Bales dalam bukunya Interaction Process Analysis dalam Effendy, (1993:30) mendefinisikan kelompok kecil adalah sejumlah orang yang terlibat interaksi satu sama lain dalam suatu pertemuan yang bersifat tatap muka (face to

(6)

lainnya cukup kentara sehingga ia baik pada saat timbul pertanyaan maupun sesudahnya dapat memberikan tanggapan kepada masing-masing perseorangan. Sedangkan menurut Shaw dalam Muhammad, (2009:182) mendefinisikan komunikasi kelompok kecil sebagai sekumpulan individu yang dapat mempengaruhi satu sama lain, memperoleh beberapa kepuasan satu sama lain dan komunikasi tatap muka. Effendy (1993:76) mengemukakan bahwa komunikasi kelompok kecil adalah komunikasi yang ditujukan kepada kognisi komunikan dan prosesnya berlangsung secara dialog.

Dalam komunikasi yang berlangsung pada kelompok kecil dalam situasi tertentu terdapat kesempatan bagi komunikator untuk melakukan komunikasi antar personal dengan seorang anggota kelompok. Contoh komunikasi kelompok kecil adalah seminar, ceramah, diskusi, penataran dan sebagainya.

B. Komunikasi Kelompok Besar

Kelompok besar adalah sekelompok komunikan yang karena jumlahnya yang banyak dalam situasi komunikasi hampir tidak terdapat kesempatan untuk memberikan tanggapan secara verbal. Menurut Effendy (1993:77) komunikasi kelompok besar adalah komunikasi yang ditujukan kepada afeksi (perasaan) komunikan dan prosesnya berlangsung secara linear. Jadi dapat dikatakan bahwa dalam komunikasi kelompok besar kontak pribadi sulit dilakukan. Komunikator dalam komunikasi ini cenderung hanya membakar emosi komunikannya dan tanggapannya bersifat emosional. Contoh komunikasi kelompok besar adalah kongres dari sebuah organisasi (bersifat formal) dan kampanye di lapangan (bersifat non formal)

V. ANALISIS / SOLUSI

Menilik kembali dari konflik dari dua aparatur negara yaitu TNI dan Polri cukup mengundang simpati kita. Bagaimana bisa dua lembaga yang seharusnya membuat warga sipil merasa aman dan terlindungi malah berbuat sebaliknya. Hanya karena masalah sepele yang bisa diselesaikan secara sederhana dengan musyawarah, mereka lebih memilih menggunakan cara keras dalam menyelesaikannya bahkan mereka mengabaikan keselamatan warga sipil dengan menggunakan senpi (senjata api) secara bebas dan ilegal.

Sepanjang tahun 2014 terhitung ada 5 kasus yang berkenaan dengan bentrokan TNI dan Polri. Peristiwa demi peristiwa bentrokan di antara kedua

(7)

institusi ini membuat warga semakin takut dan khawatir mengenai keselamatan mereka. Bahkan beberapa warga sipil ada yang menjadi korban dan menjadi trauma akan hal itu. Mereka berpikir, mereka tidak memiliki urusan dan masalah kepada dua oknum tersebut namun mengapa mereka yang menjadi korban. Mereka merasa takut setiap saat, takut jika tiba-tiba terjadi bentrokan kembali, dan kapan bentrokan ini akan segera berakhir.

Pemerintah harus sesegera mungkin bertindak, mencegah agar hal ini tidak terjadi kembali. Terutama untuk pemimpin dari masing-masing institusi, harus saling berkomitmen dan bersikap lebih tegas pada anggotanya, tak segan-segan memberikan sanksi bagi yang melanggar aturan tersebut.

Konflik seperti ini sebenarnya bisa dihindari jika masing-masing dari oknum tidak menyulut dan tersulut api. Kesadaran diri akan siapa dirinya di masyarakat dan negara setidaknya menjadikan alasan utama untuk mencegah atau menghindari terjadinya konflik akan keduanya. Komunikasi juga harus berperan, bagaimanapun juga jika suatu masalah terjadi akan lebih baik jika masalah ini di komunikasikan. Jika hanya dipendam dan tidak diselesaikan akan berakhir dengan bentrokan seperti ini.

Lagi-lagi semua kembali kepada komunikasi. Tanpa kita sadari komunikasi memiliki peranan sangat penting dalam hidup kita. Komunikasi membantu kita bertahan hidup, komunikasi juga membantu kita menyelesaikan masalah-masalah yang dirasa rumit dan sulit diselesaikan secara pribadi.

Bentrokan yang terjadi antara oknum TNI dan Polri adalah suatu bentuk permasalahan personal yang tidak dikomunikasikan dengan baik. Mereka cenderung berpikir secara mentah dan tidak dipikirkan secara matang dan dewasa. Jika permasalah ini dibicarakan terlebih dahulu dan mencari solusi yang terbaik akan lebih efisien dari pada menggunakan senjata untuk merusak fasilitas negara yang sebenarnya tidak perlu dilakukan.

Beberapa faktor yang memicu terjadinya konflik TNI dan Polri yaitu Semangat esprit de corps (Jiwa Korsa) yang keliru, budaya penghormatan terhadap hukum yang rendah, arogansi, faktor kesejahteraan yang rendah, disiplin dan kendali komandan yang lemah, dugaan keterlibatan dalam bisnis ilegal, minimnya komunikasi antara anggota TNI dan Polri serta sanksi hukum yang tidak maksimal terhadap anggota yang melanggar hukum.

(8)

Untuk mencegah terulang kembali konflik antara TNI dan Polri, pemerintah perlu melakukan langkah-langkah perbaikan dalam kedua intuisi tersebut agar tidak terulang hal serupa.

Menjaga emosi dalam diri juga termasuk faktor yang mempengaruhi konflik ini. Mudahnya tersulut emosi oleh hal yang begitu sepele membuat masalah yang sederhana namun dibesar-besarkan sehingga terlihat seperti masalah besar. Kedua aparatur negara ini harus pandai dalam mengatur emosinya, harus ada pendekatan secara psikilogis untuk mereka yang cenderung memiliki tempramen buruk.

Pemasalahan seperti ini tak bisa selesai hanya dengan kata damai. Setidaknya harus ada perjanjian secara tertulis dan sah, sehingga hal seperti ini tidak kembali terjadi, ini harus menjadi yang terakhir.

Agar potensi terjadinya konflik di antara prajurit di kedua institusi dapat diminimalisir tentunya perlu segera ditetapkan upaya antisipasi yang dapat dilakukan melalui cara-cara:

a. Memperbaiki tingkat kesejahteraan prajurit agar tidak terjadi kesenjangan yang sangat tinggi di antara masing-masing prajurit;

b. Latihan secara berkesinambungan, baik latihan satuan maupun atas prakarsa komandan satuan. Hal ini dimaksudkan untuk menumbuhkembangkan kekompakan di antara prajurit kedua institusi;

c. Pimpinan satuan (TNI dan Polri) di daerah melakukan pertemuan secara berkala, termasuk olahraga bersama, kegiatan keagamaan bersama atau kegiatan saling mengunjungi guna memelihara keharmonisan/silaturahmi;

d. Tindakan tegas terhadap pimpinan yang lalai dalam melaksanakan tanggung jawab pembinaan guna menimbulkan efek jera, agar tanggung jawab komando betul-betul dilaksanakan;

e. Tindakan tegas kepada anggota yang terlibat dalam bentrokan guna menghindarkan munculnya anggapan adanya upaya melindungi anggota;

f. Pembenahan sistem perundang-undangan yang mengatur lingkup tugas masing-masing institusi sehingga tidak memunculkan tarik menarik kewenangan.

(9)

VI. PENUTUP A. Kesimpulan

Disaat militer dan polisi negara-negara lain melangkah maju dan bersatu dalam menghadapi berbagai gangguan yang dapat mengancam kedaulatan negara, justru militer dan kepolisian di Indonesia saling berseteru untuk sebuah alasan yang seringkali tidak patut dibanggakan.

Oleh karena itu agar semua sumber daya yang dimiliki masing-masing institusi dapat didayagunakan demi terwujudnya profesionalisme individu maupun lembaga, sudah saatnya kedua belah pihak, baik TNI maupun Polri, terus menerus menjaga dan memelihara hubungan agar tetap harmonis.

Ketika hal tersebut terwujud maka akan berpengaruh positif pada terciptanya stabilitas keamanan nasional . Kondisi keamanan nasional yang baik tentunya berdampak pula pada tingginya apresiasi yang diberikan masyarakat kepada kedua institusi tersebut.

B. Rekomendasi

Dalam pembuatan makalah ini, kami sebagai penulis tidak memungkiri adanya kekurangan dan kelemahan dalam pembuatan makalah ini. Sehingga, kami dari penulis masih membutuhkan adanya banyak kritik dan saran dari para pembaca. Dan kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.

(10)

LAMPIRAN DOKUMEN

Oleh: Kiki Syahnakri

KOMPAS.com - Dalam beberapa tahun terakhir, konflik TNI-Polri makin sering terjadi, bahkan sudah amat meresahkan masyarakat. Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan para pejabat terkait segera mencari solusi bersifat menyeluruh dan permanen.

Pimpinan TNI-Polri pun telah meresponsnya dengan tindakan tegas berupa pencopotan para pejabat yang memang seharusnya bertanggung jawab, penghukuman, dan pemecatan anggota yang terlibat, dan terakhir ada wacana untuk menyatukan kembali pendidikan basis selama 3-4 bulan seperti masa lalu.

Akar persoalan

Pertanyaannya, apakah semua tindakan ini akan jadi solusi permanen? Jawabnya tentu ”tidak” karena belum menyentuh akar masalahnya. Bak akar serabut yang

(11)

berkelindan saling memengaruhi, akar masalahnya sangat rumit karena

menyentuh masalah kultural. Di antaranya yang sangat penting, pertama, faktor psikologis-kultural. Pada umumnya anggota TNI (khususnya TNI AD) belum terlepas dari perasaan superioritas masa lalu sebagai saudara tua ketika Polri masih tergabung dalam ABRI.

Sebaliknya, di kalangan Polri tumbuh sikap overacting, euforia kewenangan, arogansi, sebagai ekses pemisahannya dari ABRI serta diberlakukannya Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian yang memberikan kewenangan amat luas dalam fungsi keamanan dalam negeri.

Lainnya, sikap kebanggaan korps yang berlebihan sehingga satu-sama lain

merasa lebih hebat. Sikap ini lebih meningkat lagi ketika diberlakukan pemakaian atribut yang seharusnya jadi simbol keistimewaan korps militer, seperti

pemakaian baret dan pakaian loreng. Kini di lingkungan TNI, satuan administrasi sampai Babinsa pun memakai baret. Polri tak mau kalah, berbagai warna baret diberlakukan di beberapa unsurnya, bahkan terakhir telah diberlakukan pula pemakaian loreng Brimob yang dulunya hanya dikenakan oleh satuan khusus Resimen Pelopor.

Berikutnya, masalah kecemburuan akibat jomplangnya kesejahteraan. Perlu digarisbawahi bahwa perbedaan mencolok kesejahteraan ini bukan disebabkan masalah gaji, melainkan karena kalangan Polri memiliki kesempatan lebih luas mencari penghasilan tambahan seiring dimilikinya kewenangan yang amat lebar tadi. Pada sisi lain, disiplin, penegakan hukum, serta keteladanan pimpinan pada kedua institusi amat lemah.

Berbagai faktor psikologis tadi sering menjadi pemicu bentrokan di lapangan, masalah kecil seperti saling pandang atau senggolan saja bisa menimbulkan perkelahian antarkorps.

Kedua, masalah regulasi. TAP MPR No VI dan VII Tahun 2000 yang lahir di tengah euforia reformasi telah memisahkan secara ”mutlak-diametral” fungsi pertahanan-keamanan (hankam) mengakibatkan tidak terpadunya penanganan

(12)

masalah itu. Fungsi keamanan mutlak diemban Polri, fungsi pertahanan jadi ranah TNI dengan penekanan hanya untuk menghadapi ancaman militer dari luar. Padahal, kenyataannya kedua fungsi bersifat overlapping, masalah keamanan dapat berkembang eskalatif, terkadang tak bisa diprediksi, sehingga secara cepat memasuki ranah pertahanan karena telah mengancam kedaulatan, keselamatan bangsa, dan keamanan negara.

Contohnya, peristiwa rasial di Amerika Serikat tahun 1981 dan yang terjadi belakangan ini potensial berkembang cepat ke banyak negara bagian sehingga sejak dini Garda Nasional dan militer sudah dilibatkan untuk mengatasinya. Kondisi seperti ini sering terjadi di Indonesia, khususnya setelah reformasi yang membuka kebebasan luas nyaris tanpa batas. Memang ada sistem perbantuan TNI kepada Polri sesuai Pasal 7 UU No 34/2004 tentang TNI, tetapi sulit

direalisasikan karena tebalnya kendala psikologis-egosentrisme.

Ketiga, faktor sosial. Institusi TNI-Polri tidak hidup di ruangan hampa, tetapi sangat dipengaruhi perkembangan masyarakat, seperti meningkatnya

konsumtivisme, transaksionalisme, anarkisme, serta tawuran yang sering terjadi di kalangan pelajar, mahasiswa, dan kelompok masyarakat. Ketika proses perekrutan, pendidikan, dan pembinaan satuan di kedua institusi tersebut kurang antisipatif dan tidak cukup kuat memfilternya, niscaya akan terinfiltrasi oleh budaya negatif masyarakat tadi.

Keempat, faktor teknis, terutama menyangkut kepemimpinan. Tuntutan kepemimpinan di tubuh TNI-Polri harus mampu berperan sebagai komandan sekaligus guru/pelatih, bapak/orangtua dan rekan sejawat. Efektivitas

kepemimpinannya sangat dipengaruhi kemampuan memainkan peran-peran tersebut. Untuk itu, diperlukan kebersamaan, komunikasi, kepedulian, dan kepekaan tinggi terhadap kondisi bawahan serta keluarganya.

Pelajaran berharga dari kasus Batam, karena kurangnya kepekaan pimpinan kedua belah pihak di lapangan, perkelahian terjadi berulang kali. Seharusnya ada pemonitoran dan antisipasi intensif. Sebab, dengan ditembaknya empat anggota Yonif 134 oleh anggota Brimob, rasa dendamnya tidak mungkin terselesaikan

(13)

hanya dengan mempertemukan mereka.

Batam juga sering jadi ajang berekreasi dan berbelanja barang mewah para pejabat dari Jakarta yang tak peka, pada saat bersamaan para prajurit di sana harus hidup dengan gaji kecil di tengah mahalnya barang keperluan sehari-hari. Masalah teknis lain, penindakan hukum yang tak konsisten dan tuntas, seperti dikatakan Menko Polhukham bahwa anggota Brimob yang terlibat belum juga ditindak dan ini diketahui oleh anggota Yonif 134.

Rekomendasi

Perlu segera dibuat kelompok kerja gabungan TNI-Polri yang serius dan melibatkan para sosiolog, psikolog, serta ahli terkait lain, dalam rangka membulatkan pencarian akar masalah serta merumuskan solusi yang bersifat komprehensif-permanen. Pada tahun 1997, pokja semacam itu pernah diadakan, tetapi dibubarkan di tengah jalan karena anggota Polri yang dikirim berganti setiap hari sehingga menyulitkan pembahasan.

Semoga harapan Presiden Joko Widodo serta masyarakat umumnya untuk melihat hubungan TNI-Polri yang harmonis, komplementer, dan sinergi akan segera terwujud.

Kiki Syahnakri

(14)

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian (Widodo, 2012) proses koagulasi tidak menggunakan tangki koagulan melainkan hanya menggunakan saringan pasir. Air dialirkan menuju kedalam kolom sehingga

actual rate at the time of budget and translates actual results using the actual rate at the end of period. • A ffth combination translates the budget

Buku pedoman Asuhan Antenatal Terintegrasi tidak terpisahkan dengan pedoman lain yang telah diterbitkan oleh Departemen Kesehatan seperti ; Pedoman

 Menyimpulkan tentang point-point penting yang muncul dalam kegiatan pembelajaran yang baru dilakukan berupa : Laporan hasil pengamatan secara tertulis tentang  Konsep

Si selaku dekan Fakultas Psikologi dan selaku pembimbing I Universitas Muhammadiyah Malang yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan

gangguan metabolik lik karbohi'rat, %rotein ' karbohi'rat, %rotein 'an lemak 'an % an lemak 'an %erkembangan kom%lik erkembangan kom%likasi asi se9ara mi9roaskuler,

Melihat syi‟iran amin-amin yang dilakukan Jama‟ah Al-Khidmah Desa Morodemak Kecamatan Bonang Kabupaten Demak dalam dzikir Iklil mengidentifikasikan bahwa kegiatan dzikir

Raya Babat – Jombang KM 11, Desa Dradahblumbang