• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 50/PUU-XII/2014 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SATU PUTARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 50/PUU-XII/2014 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SATU PUTARAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 50/PUU-XII/2014 TENTANG PEMILIHAN UMUM

PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SATU PUTARAN

Teuku Soekiarandi TR

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh - 23111

Zahratul Idami

Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh - 23111

Abstrak - Dengan adanya Pasal 159 Undang-Undang Nomor 42 Tahun2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, maka para pemohon merasa hak konstitusionalnya telah dilanggar, karena dalam pengujian formil kerugian konstitusional yang di alami oleh pemohon secara individu menjadi tidak esensial, tetapi sebaliknya pada tahap pengujian undang-undang secara materil kerugian yang telah dialami oleh pemohon bersifat faktor esensial. penulisan studi kasus ini bertujuan untuk menjelaskan, memahami, serta menganalisis dasar pertimbangan hukum serta menganalisis putusan hakim terhadap Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden satu putaran. Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam mahkamah konstitusi mempertimbangkan permohonan terhadap pasal 159 undang undang nomor 42 tahun 2008 dengan pasal 6A ayat 3 UUD 1945 adalah sama karena menurut Mahkamah Konstitusi, walaupun ketentuan adalah sama, tidaklah berarti ketentuan pasal 159 tidak dapat dilakukan pengujian oleh Mahkamah Konstitusi, karena Undang Undang Dasar Tahun 1945 pada normaatau kentuannya bersifat umum. Jelaslah bahwa putusan mahkamah konstitusi memiliki kekuatan hukum tetap sejak dibacakan dalam persidangan, dan memiliki kekuatan hukum mengikat untuk dilaksanakan. maka tidak ada upaya hukum yang dapat dilakukan untuk membantah atau mementahkan kembali putusan akhir tersebut, dalam persebaran wilayahnya harus merata, apabila 34 provinsi dalam hal ini, maka setengah wilayah Indonesia telah pasti akan hasil suara pemilu dan sah melalui persebarannya, apabila hanya unggul dipulau Jawa dan sedikit di luar Jawa, dan di setiap provinsi tidak mencapai dua puluh persen maka harus mengikuti peraturan yang sudah dibuat oleh Mahkamah Konstitusi. Disarankan, hendaknya Mahkamah Konstitusi harus teliti dalam melihat dampak hukum dengan dikeluarkannya putusan tersebut karena putusan bersifat final dan mengikat. Dan Dewan Perwakilan Rakyat wajib menindak lanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi terkait Pasal 159 dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008, untuk kepentingan bangsa dan Negara.

Kata Kunci : Keputusan Mahkamah Konstitusi, Pemilihan Umum President dan wakil presiden, satu putaran Abstract - Of Law Number 42 Year 2008 on the General Election of President and Vice President, in the presence of Article 159, the petitioners feel that their constitutional rights have been violated, since in formal examination the constitutional losses experienced by the individual applicant are not essential, the law materially losses that have been experienced by the applicant is an essential factor. The writing of this case study aims to explain, understand, and analyze the basic legal considerations as well as analyze the judge's decision on the Presidential and Vice Presidential Election one round. This research is included in normative juridical research, library research. because to obtain secondary data derived from secondary, primary and tertiary legal materials. The results of the study show that in the Constitutional Court consider the petition of Article 159 of Law Number 42 of 2008 with Article 6A Paragraph 3 of the 1945 Constitution is the same because according to the Constitutional Court, although the provisions are the same, it does not mean that the provisions of Article 159 can not be tested by The Constitutional Court, because the 1945 Constitution on norms or terms is general. And explain that the decision of the Constitutional Court has a permanent legal force since it was read out in court, and has a binding legal force to implement. then no legal remedy can be made to refute or revoke the final verdict, in the spreading of its territory must be evenly distributed, if 34 provinces in this case, then half the territory of Indonesia would have been the result of electoral and legitimate votes through its distribution if only superior in Java and slightly in non-Java, and in every province does not reach twenty percent then must follow the rules that have been made by the constitutional court. it is advisable, the Constitutional Court should be careful in looking at the impact of the law with the issuance of the verdict because the verdict is final and binding. And the People's Legislative Assembly is obliged to follow up the Constitutional Court's decision related to Article 159 in Law Number 42 Year 2008, for the benefit of the nation and the State

(2)

PENDAHULUAN

Bangsa Indonesia begitu mendambakan kehadiran sistem kekuasaan kehakiman yang dapat digunakan untuk menguji produk hukum di bawah Undang-Undang Dasar Tahun 1945, karena Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dijadikan sebagai satu-satunya simbol atas tegaknya negara yang diselenggarakan berdasarkan hukum.1

Dalam hal ini pemohon merasa hak konstitusional yang diatur dan di lindungi dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 telah dirugikan dengan ketidakjelasan tafsiran pada pasal 159 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.Dalam pengujian formil kerugian konstitusional yang dialami oleh pemohon secara individual menempati obiter dikta(tidak esensial), tetapi sebaliknya pada tahap menguji undang-undang secara materil (Konkret), Kerugian yang“telah dialami”oleh pemohon bersifat ratio dicidendi (factor esensial).Artinya, kerugian konstitusional yang“telah dialami”oleh Pemohon adalah bagian yang dianggap memiliki sifat menentukan.mengenai Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, adanya Pasal 159 dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yang berisi :

Ayat (1) disebutkan “Pasangan Calon terpilih adalah Pasangan Calon yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen)dari jumlah suara dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20% (dua puluh persen) suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih ½ (setengah) jumlah provinsi di Indonesia”.Ayat (2) “Dalam hal tidak ada pasangan calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dipilih kembali oleh rakyat secara langsung dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden’’.Ayat (3) “Dalam hal perolehan suara terbanyak dengan jumlah yang sama diperoleh oleh dua pasangan calon, kedua pasangan calon tersebut dipilih kembali oleh rakyat secara langsung dalam Pemilihan Umun Presiden dan Wakil Presiden’’.Ayat (4) “Dalam hal peroleh suara terbanyak dengan jumlah yang sama diperoleh oleh 3 (tiga) pasangan calon atau lebih, penentuan peringkat pertama dan kedua dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara yang lebih luas secara berjenjang”.Ayat (5) “Dalam hal memperoleh suara terbanyak kedua dengan jumlah yang sama diperoleh oleh lebih dari 1 (satu) pasangan calon, penentuannya dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara yang lebih luas secara berjenjang”.

1

(3)

Akibat dengan diberlakukannya peraturan tersebut maka para pemohon yang berasal dari Pengacara, Dosen, Karyawan Swasta dan Mahasiswa, sebagaimana yang diuraikan diatas merasa hak Konstitusionalnya telah dilanggar dan dalam hal ini dinilai telah melanggar beberapa pasal yang ada di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 :

1. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945

menyatakan, “Negara Indonesia adalah negara hukum.”2

2. Pasal 6A ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menyatakan,“pasangan calon presiden dan wakil presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara disetiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden”.

3. Pasal 6A ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menyatakan, “Dalam hal ini tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden”.

4. Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di tahapan hukum”.

5. Pasal 28H ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan, “Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadialan.”3

6. Pasal 28I ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan, “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah”.

7. Pasal 28J ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan,”Setiap orang wajid menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.”4

2

Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. 3

Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 4

(4)

METODE PENELITIAN

Penelitian ini termasuk dalam penelitian yuridis normatif, yakni penelitian perpustakaan. Karena untuk memperoleh data sekunder yang berasal dari bahan hukum sekunder, primer dan tersier.untuk memperoleh data sekunder yaitu dengan membaca Undang Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden dan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-XII/2014 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Satu Putaran yang berkaitan dengan objek penelitian.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Ringkasan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-XII/2014 Tentang Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden Satu Putaran.

Terkait mengenai pengujian undang undang ini pemohon menganggap pasal 159 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, menyebutkan bahwa: Ayat (1) disebutkan “Pasangan Calon terpilih adalah Pasangan Calon yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah suara dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20% (dua puluh persen) suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih ½ (setengah) jumlah provinsi di Indonesia”.

Penentuannya dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara yang lebih luas secara berjenjang ”Telah melanggar pasal dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta ketentuan lainnya, yaitu Pasal 1 ayat (3), Pasal 6A, Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (2), Pasal 28I ayat (4), Pasal 28J ayat (1), UUD 1945. Dan Akibat berlakuan Pasal 159 tersebut terjadi potensi gesekan dan konflik antara 2(dua) Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014 telah terjadi gesekan sesama pendukung calon Presiden dan Wakil Presiden.

2. Pertimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi Dalam Putusan Nomor50/PUU-XII/2014 Tentang Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden Satu Putaran.

Dalam persebaran perolehan suara sedikitnya dua puluh persen setiap provinsi di lebih dari setengah provinsi di indonesia dalam pasal 6A ayat (3) UUD 1945 menunjukkan maksud dan kehendak dari pembentukan UUD 1945 agar Presiden dan Wakil Presiden terpilih merupakan presiden dan wakil presiden yang memperoleh dua

(5)

legitimasi sekaligus yaitu legitimasi suara terbanyak dari rakyat dan legitimasi yang tersebar dari seluruh provinsi di Indonesia.

Kehendak yang demikian adalah sangat wajar dalam rangka menjaga dan membangun keutuhan dan kesatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena realitas kondisi geografis dan demografis Indonesia yang timpang, yaitu di pulau jawa dan bali dengan wilayah terbatas tetapi penduduknya yang padat, dan di luar pulau jawa dengan wilayah yang luas tetapi penduduknya yang sedikit.Keterpilihan pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden yang memperoleh kemenangan mutlak di seluruh provinsi di pulau jawa ditambah satu atau dua Provinsi di luar pulau jawa yang padat pendudduknya sangat mungkin akan memperoleh lebih dari lima puluh persen suara rakyat.

Dari 9 Hakim Mahkamah Konstitusi, Cuma ada 2 Hakim yang berbeda pendapat yaitu:Hakim Patrialis Akbar berpendapat bahwa karena Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden dari semula hanya dua pasangan calon maka pemilihn umum presiden dan wakil presiden cukup satu putaran saja sebab calon tidak berubah, untuk menentukan siapa pemenangnya maka baru kita masuk dalam pembahasan pasal 6A ayat (4) UUD 1945 yang menyatakan “Dalam hal tidak ada Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden”.

Pasal 6A ayat (4) UUD 1945 adalah sistem perhitungan pemilihan umumdalam dua putaran dan pasangan calon presiden dan wakil presiden diasumsikan lebih dari dua pasangan calon.Walapun demikian dalam pasangan calon presiden dan wakil presiden hanya dua pasangan saja maka pelaksanaan pemilihan umum presiden dan wakil presiden cukup satu putaran saja tetapi cara menghitung hasil perolehan suaranya yang harus dua tahapan. Dan perhitungan tahap kedua hanya biasa dilakukan apabila perhitungan pada tahap pertama sudah dilksanakan. Namun, tidak ada yang memenuhi kualifikasi sehingga masuk dalam perhitungan tahap kedua.

Dalamperhitungan tahap kedua ini langsung menghitung dukungan suara lebih dari lima puluh persen suara dari jumlah suara dalam pemilihan umum dan tidak lagi mempertimbangkan penyembaran sedikitnya 20% di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia. dengan demikian yang memperoleh suara terbanyaklah yang di lantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.

(6)

Hakim Wahiduddin Adams berpendapat bahwa terhadap Pasal 159 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (selanjutnya disebut UU Pilpres), dalam alat bukti keterangan ahli yang diajukan oleh para pemohon diperoleh keterangan bahwa pada waktu proses amandemen UUD 1945 (1999 s.d.2002), hingga salah satu hasilnya melahirkan Pasal 6A UUD 1945, memang tidak atau minimal belum terpikir bahwa pemilihan presiden dan wakil presiden bisa saja hanya diikuti oleh 2 pasangan. dan dalam jumlah pemilih dan persebarannya dengan luas wilayah indonesia, sehingga diharapkan agar presiden dan wakil presiden terpilih mendapat kepercayaan dan dukungan yang tidak hanya dalam jumlah besar namun juga meluas dari rakyat,mendorong terwujudnya integrasi masyarakat, serta untuk mencegah agar calon presiden dan wakil presiden tidak melakukan politik pilih kasih dengan berkampanye secara maksimal cukup di daerah-daerah yang padat pemilihnya saja.

Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan di atas, Mahkamah Konstitusiberkesimpulan5 :

1. Mahkamah Konstitusi berwenang untuk mengadili permohonan a quo ;

2. Para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo ;

Bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan tersebut diatas, menurut Mahkamah Konstitusi permohonan para Pemohon beralasan menurut hukum.

3. Analisis Putusan mahkamah Konstitusi Nomor50/PUU-XII/2014 tentang Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden Satu Putaran.

Mahkamah Konstitusi dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final. Hal ini berarti Putusan Mahkamah Konstitusi telah memiliki kekuatan hukum tetap sejak dibacakan dalam persidangan.Dalam putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap memiliki kekuasaan hukum mengikat untuk dilaksanakan.6

Pengaturan pemenang pemilihan umum adalah pasangan calon yang mendapatkan suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara pemilih, dengan sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, sudah

5

Konklusi Mahkamah Konstitusi dalam Putusannya No. 50/PUU-XII/2014 6

Wahyono, Menginggat Superiorisasi Mahkamah Konstitusi dalam Menyelesaikan Sengketa Pemilu, Rajawali Pers, Jakarta, 2009, hal.284

(7)

diterapkan sejak Pemilihan Umum Presiden 2004. Tidak terjadi polemik terkait penetapan pemenang karena jumlah peserta pemilihan umum Presiden terdahulu selalu lebih dari dua Pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden. Merujuk Pasal 159 Ayat (1), pemenang pemilihan umum adalah Pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari separuh jumlah suara pemilih dengan persebaran suara sedikitnya 20 persen setiap provinsi di lebih dari separuh provinsi di Indonesia. Jumlah total Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah 190.307.134. Artinya, Pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden baru dinyatakan sebagai pemenang jika memenuhi syarat perolehan suara total 95.153.567 dengan persebaran suara minimal 20 persen di 18 provinsi di Indonesia.

Meskipun hanya ada dua Pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden yang akan berkompetisi pada Pemilihan Umum Presiden Tahun 2014, tidak tertutup kemungkinan persyaratan di atas tidak terpenuhi dalam satu putaran pemilihan. Jika salah satu pasangan calon unggul dalam perolehan suara, belum tentu persyaratan persebaran suara sedikitnya 20 persen di masing-masing 18 provinsi terpenuhi. Wacana tentang polemik Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 pun menghangat setelah sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi dari perorangan atas nama Yusril Ihza Mahendra.Yusril mengajukan uji materi pada Pasal 3 Ayat (4), Pasal 9, Pasal 14 Ayat (2), dan Pasal 112 terkait jadwal pelaksanaan setelah pelaksanaan pemilu legislatif yang tidak serentak dan peniadaan presidential threshold sebagai syarat untuk mencalonkan diri sebagai Presiden. Namun, dari berbagai polemik terkait penentuan pemenang pemiihan umum presiden tersebut, yang jelas dengan mekanisme dua pasang calon, secara statistik sebenarnya kecil kemungkinan bahwa sang pemenang tidak memenuhi persyaratan 20 persen di masing-masing 18 provinsi.7

Putusan ini bersifat erga omnes, berlaku umum dan mengikat semua. Artinya, Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yang hanya diikuti dua Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden cukup dilakukan dalam satu putaran dengan ketentuan keterpilihan berdasarkan perolehan suara lebih dari 50% tidak hanya berlaku pada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014, tetapi berlaku untuk seluruh

7

http://indonesiasatu.kompas.com/read/2014/06/19/0245004/Menimbang.Pemilu.Presiden.Dua.Putaran, di akses pada 19 April 2015 pukul 11.55

(8)

Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden di masa yang akan datang. Hal ini tentu memerlukan pengaturan lebih lanjut agar lebih memberikan kepastian.

Keberadaan dua pasangan calon pada Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014 ini patut disyukuri karena sebenarnya inilah yang ideal. Secara teoretis dua Pasangan Calon berkesesuaian dengan sistem pemerintahan presidensial, serta menjadikan Pasangan Calon terpilih akan memiliki legitimasi yang kuat. Keberadaan dua pasangan calon ini juga selaras dengan upaya penyederhanaan partai politik, termasuk yang dituju oleh ketentuan bahwa pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik.

KESIMPULAN

Walaupun dalam ketentuan adalah sama, tidaklah berarti ketentuan dalam Pasal 159 Undang-Undang 42 Tahun 2008 tidak dapat dilakukan pengujian oleh Mahkamah Konstitusi, karena Undang-Undang Dasar Tahun 1945 pada umumnya memuat norma atau ketentuan yang bersifat umum yang harus dijabarkan lebih lanjut untuk menjawab persoalan konstitusional yang spesifik dalam praktek penyelenggaraan negara. dan adapun syarat keterpilihan dengan persebaran perolehan suara sedikitnya 20% setiap provinsi dilebih dari setengah provinsi di Indonesia dalam Pasal 6A ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menunjukkan maksud dan kehendak dari pembentukan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 agar Presiden dan Wakil Presiden yang terpilih memperoleh dua legitimasi yaitu legitimasi suara terbanyak dari rakyat dan legitimasi yang tersebar dari seluruh provinsi di indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Syarizal, Peradilan Konstitusi Suatu Studi Tentang Adjudikasi Konstitusional

Sebagai Mekanisme Penyelesaian Sengketa Normatif, Pradnya Paramita, Jakarta,

2006.

Fatkhurohman, dkk, Memahami Keberadaan Mahkamah Konstitusi Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004.

Junedjri M. Gaffar, Kedudukan dan Peran Makamah Konstitusi Dalam Sistem

Ketatanegaraan Republik Indonesia, Makamah Konstitusi Republik Indonesia,

Surakarta, 2009.

Khudzaifah Dimyati dan Kelik Wardiono, Metode Penelitian Hukum (Bahan Kuliah MPH), Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2004.

(9)

Surbakti Ramlan, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia widiasarana Indonesia, 2010.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

Wahyono, Menginggat Superiorisasi Mahkamah Konstitusi dalam Menyelesaikan Sengketa

Referensi

Dokumen terkait

Namun apabila Dewan Perwakilan Kota tersebut tidak mempunyai kesanggupan atau niat untuk membuat peraturan yang tinggi kualitasnya karena bermutu bahannya serta

Lokasi bisnis yang dekat dengan sumber daya (ikan hias, tanaman hias, akuarium dan peralatan akuarium) memberikan kemudahan dalam kegiatan produksi.Usaha ini merupakan

Satu kasus pasien laki-laki berusia 48 tahun didiagnosis sebagai fistula oroantral akibat ekstraksi gigi molar kiri atas dengan sinusitis maksilaris kronis odontogenik dan

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Prevalensi

Dalam hal ini, China memiliki tiga perusahaan yang bergerak untuk melakukan ekspansi ke luar negeri dalam bidang energi dalam sektor minyak yaitu CNPC (China National Petroleum

Taryana Sunandar, Perkembangan Hukum Perdagangan Internasional dari GATT 1947 Sampai Terbentuknya WTO, Jakarta,1996,h.1.. pendirian ITO mengakibatkan terjadinya kekosongan

Produsen jamu di Kediri berkembang pesat mendorong industri jamu mampu bersaing untuk merebut minat masyarakat.Perusahaan Jamu Parang HusadaKediri dalam persaingan tersebut

Dengan mengubah kandungan lemak yang ada pada beberapa tanaman melalui proses transesterifikasi dapat diperoleh senyawa ester yang dapat menggantikan minyak solar, dengan