• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.77/MENHUT-II/2014 TENTANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.77/MENHUT-II/2014 TENTANG"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.77/MENHUT-II/2014

TENTANG

TATA CARA PENGANGKATAN, PEMBEBASTUGASAN, PEMBERHENTIAN DAN TANGGUNG JAWAB BENDAHARA PENERIMAAN, BENDAHARA PENGELUARAN/BENDAHARA PENGELUARAN PEMBANTU, PETUGAS

PEMBANTU BENDAHARA PENERIMAAN DAN PEMEGANG UANG PERSEDIAAN PADA SATUAN KERJA DALAM PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA DI LINGKUP

KEMENTERIAN KEHUTANAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.05/2013 telah diatur tentang Kedudukan dan Tanggung Jawab Bendahara pada Satuan Kerja Pengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

b. bahwa guna memberikan pedoman bagi Bendahara dalam Pengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang Tata Cara Pengangkatan, Pembebastugasan, Pemberhentian dan Tanggung Jawab Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu, Petugas Pembantu Bendahara Penerimaan dan Pemegang Uang Persediaan pada Satuan Kerja dalam Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara di lingkup Kementerian Kehutanan;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4286);

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);

(2)

-2-

4. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5423);

6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 Tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1191);

7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.05/2013 tentang Kedudukan dan Tanggung Jawab Bendahara pada Satuan Kerja Pengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1350);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG TATA

CARA PENGANGKATAN, PEMBEBASTUGASAN,

PEMBERHENTIAN DAN TANGGUNG JAWAB

BENDAHARA PENERIMAAN, BENDAHARA

PENGELUARAN/BENDAHARA PENGELUARAN

PEMBANTU, PETUGAS PEMBANTU BENDAHARA

PENERIMAAN DAN PEMEGANG UANG PERSEDIAAN

PADA SATUAN KERJA DALAM PENGELOLAAN

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA DI LINGKUP KEMENTERIAN KEHUTANAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM Bagian Kesatu

Pengertian Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

2. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang digunakan sebagai acuan Pengguna Anggaran dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN.

3. Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara.

(3)

-3-

4. Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan Pajak dan Hibah.

5. Satuan Kerja yang selanjutnya disebut Satker, adalah unit organisasi lini Kementerian Kehutanan yang melaksanakan kegiatan Kementerian Kehutanan dan memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran.

6. Dana Dekonsentrasi adalah anggaran yang disediakan sehubungan dengan pelimpahan wewenang pelaksanaan kegiatan pemerintah pusat di daerah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat disertai kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada Menteri Kehutanan.

7. Dana Tugas Pembantuan adalah anggaran yang disediakan sehubungan dengan penugasan tertentu dari Kementerian Kehutanan kepada daerah dan desa disertai kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada Menteri Kehutanan.

8. Surat Kuasa Penggunaan Anggaran yang selanjutnya disingkat SKPA adalah dokumen pemberian kuasa dari Kuasa Pengguna Anggaran tertentu kepada Kuasa Pengguna Anggaran lainnya untuk menggunakan sebagian kredit anggaran dalam rangka melaksanakan sebagian/seluruh paket pekerjaan yang telah ditentukan.

9. Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA, adalah Pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian Kehutanan. 10. Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA, adalah

Pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Kehutanan.

11. Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK, adalah Pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk mengambil keputusan dan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN.

12. Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat PP-SPM, adalah Pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.

13. Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN, adalah Pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara.

14. Kuasa Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Kuasa BUN, adalah Pejabat yang memperoleh kewenangan untuk dan atas nama BUN melaksanakan fungsi pengelolaan Rekening Kas Umum Negara. 15. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat

KPPN, adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari BUN untuk melaksanakan sebagian fungsi BUN.

16. Bendahara Penerimaan adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggung-jawabkan uang pendapatan negara dalam rangka pelaksanaan APBN pada Kantor/Satuan Kerja Kementerian Kehutanan.

17. Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggung-jawabkan uang untuk keperluan Belanja Negara dalam pelaksanaan APBN pada Satuan Kerja Kementerian Kehutanan.

18. Bendahara Pengeluaran Pembantu yang selanjutnya disingkat BPP, adalah orang yang ditunjuk untuk membantu Bendahara Pengeluaran untuk melaksanakan pembayaran kepada yang berhak guna kelancaran pelaksanaan kegiatan tertentu.

(4)

-4-

19. Pemegang Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat PUP, adalah staf pengelola keuangan yang ditunjuk dan diberi tugas membantu Bendahara Pengeluaran dalam pengelolaan uang persediaan.

20. Petugas Pembantu Bendahara Penerimaan yang selanjutnya disingkat P2BPn, adalah petugas yang ditunjuk dan diberi tugas membantu Bendahara Penerimaan yang berfungsi menerima uang dari wajib bayar dalam pengelolaan PNBP.

21. Pegawai Tidak Tetap adalah Pegawai yang diangkat untuk jangka waktu tertentu guna melaksanakan tugas Pemerintahan dan Pembangunan yang bersifat Teknis Profesional dan Administrasi sesuai dengan Kerangka Sistem Kepegawaian, yang tidak berkedudukan sebagai Pegawai Negeri.

22. Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat UP, adalah uang muka kerja dalam jumlah tertentu yang diberikan kepada Bendahara Pengeluaran untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari Satuan Kerja atau membiayai pengeluaran yang menurut sifat dan tujuannya tidak mungkin dilakukan melalui mekanisme pembayaran langsung. 23. Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat TUP, adalah

uang muka yang diberikan kepada Bendahara Pengeluaran untuk kebutuhan yang sangat mendesak dalam 1 (satu) bulan melebihi pagu UP yang telah ditetapkan.

24. Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP, adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.

25. Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM, adalah dokumen yang diterbitkan oleh PP-SPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA.

26. Surat Perintah Membayar Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM-UP, adalah dokumen yang diterbitkan oleh PP-SPM untuk mencairkan UP.

27. Surat Perintah Membayar Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM-TUP, adalah dokumen yang diterbitkan oleh PP-SPM untuk mencairkan TUP.

28. Surat Perintah Membayar Penggantian Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM-GUP, adalah dokumen yang diterbitkan oleh PP-SPM dengan membebani DIPA, yang dananya dipergunakan untuk menggantikan UP yang telah dipakai.

29. Surat Bukti Setor yang selanjutnya disingkat SBS, adalah tanda bukti penerimaan yang diberikan oleh Bendahara Penerimaan kepada penyetor.

30. Surat Perintah Membayar Langsung kepada Bendahara yang selanjutnya disingkat SPM-LS Bendahara, adalah surat perintah membayar yang diterbitkan oleh PP-SPM kepada Bendahara Pengeluaran.

31. Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disebut SP2D, adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.

32. Laporan Pertanggungjawaban Bendahara yang selanjutnya disingkat LPJ-Bendahara, adalah laporan yang dibuat oleh bendahara atas uang yang dikelolanya sebagai pertanggungjawaban pengelolaan uang.

33. Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Pengeluaran Pembantu yang selanjutnya disingkat LPJ-BPP, adalah laporan yang dibuat oleh BPP atas uang yang dikelolanya sebagai pertanggungjawaban pengelolaan uang.

34. Unit Akuntasi Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut UAKPA, adalah unit akuntansi instansi yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan tingkat Satuan Kerja.

(5)

-5-

35. Surat Perintah Bayar yang selanjutnya disebut dengan SPBy, adalah bukti perintah PPK atas nama KPA kepada Bendahara Pengeluaran/ BPP untuk mengeluarkan uang persediaan yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran/BPP sebagai pembayaran kepada pihak yang dituju.

36. Dokumen Sumber adalah dokumen yang digunakan sebagai dasar pembukuan bendahara.

Bagian Kedua Ruang Lingkup

Pasal 2

Ketentuan dalam Peraturan Menteri ini mengatur mengenai:

a. Pengangkatan Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pengeluaran Pembantu, Petugas Pembantu Bendahara Penerimaan serta Pemegang Uang Persediaan;

b. Pembebastugasan sementara dan pengangkatan kembali Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pengeluaran Pembantu;

c. Pemberhentian Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pengeluaran Pembantu dan Penetapan Pejabat Pengganti; d. Penatausahaan Kas Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran

dan Bendahara Pengeluaran Pembantu;

e. Pembukuan Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pengeluaran Pembantu serta Pemegang Uang Persediaan; f. Pemeriksaan Kas Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran dan

Bendahara Pengeluaran Pembantu oleh KPA/PPK dan Rekonsiliasi Pembukuan Bendahara dengan UAKPA; dan

g. Penyusunan, penatausahaan, dan penyampaian LPJ. Pasal 3

Pengelola Perbendaharaan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini meliputi Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP), dan Petugas Pembantu Bendahara Penerimaan serta Pemegang Uang Persediaan pada Satuan Kerja pengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Pasal 4

(1) Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran merupakan Pejabat perbendaharaan yang secara fungsional bertanggungjawab kepada Kuasa BUN dan secara pribadi bertanggungjawab atas seluruh uang/surat berharga yang dikelolanya dalam rangka pelaksanaan APBN.

(2) BPP bertanggungjawab secara pribadi atas uang yang berada dalam pengelolaannya dan wajib menyampaikan laporan pengelolaan dan pertanggungjawaban atas uang dalam pengelolaannya kepada Bendahara Pengeluaran.

(3) P2BPn bertanggungjawab kepada Bendahara Penerimaan atas uang yang berada dalam pengelolaannya.

(4) PUP bertanggungjawab kepada Bendahara Pengeluaran atas uang yang berada dalam pengelolaannya.

(6)

-6-

Pasal 5

(1) Dalam rangka pelaksanaan anggaran belanja, Bendahara Pengeluaran dan BPP merupakan wajib pungut atas pajak yang timbul karena adanya pembayaran UP.

(2) Bendahara Pengeluaran dan BPP harus menatausahakan uang dari kegiatannya sebagai wajib pungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) P2BPn harus menatausahakan uang yang diterima dan menyerahkan/

menyetorkan kepada Bendahara Penerimaan atas uang yang berada dalam pengelolaannya.

(4) PUP harus menatausahakan uang dari Bendahara Pengeluaran atas uang yang berada dalam pengelolaannya.

BAB II

PENGANGKATAN BENDAHARA PENERIMAAN, BENDAHARA PENGELUARAN/BENDAHARA PENGELUARAN PEMBANTU, PETUGAS

PEMBANTU BENDAHARA PENERIMAAN DAN PEMEGANG UANG

PERSEDIAAN Pasal 6

(1) Menteri Kehutanan berwenang mengangkat Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pengeluaran Pembantu untuk melaksanakan tugas-tugas kebendaharaan.

(2) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didelegasikan kepada Sekretaris Jenderal untuk pengangkatan Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pengeluaran Pembantu di Kementerian Kehutanan Pusat dan untuk Satuan Kerja di daerah didelegasikan kepada Koordinator Unit Pelaksana Teknis di Daerah. (3) Pengangkatan Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran dan

Bendahara Pengeluaran Pembantu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dituangkan dalam Surat Keputusan.

(4) Pengangkatan Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pengeluaran Pembantu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan selaku BUN.

(5) Jabatan Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pengeluaran Pembantu tidak boleh dirangkap oleh KPA, PPK, PP-SPM, atau Kuasa BUN.

(6) Jabatan Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pengeluaran Pembantu tidak boleh saling merangkap.

(7) Dalam hal terdapat keterbatasan jumlah sumber daya manusia, jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat saling merangkap dengan izin Kuasa BUN.

(8) Dalam hal tidak terdapat perubahan Pejabat yang diangkat sebagai Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pengeluaran Pembantu pada saat pergantian periode tahun anggaran, pengangkatan Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pengeluaran Pembantu tahun anggaran yang lalu masih tetap berlaku.

Pasal 7

Pengangkatan BPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam hal:

a. terdapat kegiatan yang lokasinya berjauhan dengan tempat kedudukan Bendahara Pengeluaran; dan

(7)

-7-

b. beban kerja Bendahara Pengeluaran sangat berat berdasarkan penilaian Kepala Satuan Kerja.

Pasal 8

(1) Pengangkatan PUP dapat dilakukan oleh Kuasa Pengguna Anggaran dalam hal:

a. bilamana KPA dibantu oleh lebih dari 1 PPK;

b. beban kerja Bendahara Pengeluaran sangat berat berdasarkan penilaian Kepala Satuan Kerja.

(2) Pengangkatan PUP sebagaimana ayat (1), ditetapkan dengan Surat Keputusan dengan mencantumkan tugas dan wewenang PUP.

(3) Dalam penetapan PUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kuasa PA dapat menetapkan satu atau beberapa PUP pada Satuan Kerja sesuai kebutuhan dengan tetap memperhatikan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan DIPA Satuan Kerja yang dikelolanya.

Pasal 9

(1) Dalam hal diperlukan untuk kelancaran pelaksanaan penerimaan, Kepala Satuan Kerja dapat menunjuk Petugas Pembantu Bendahara Penerimaan (P2BPn) yang berfungsi untuk:

a. Menerima uang dari wajib bayar; dan

b. Menyampaikan uang yang diterimanya kepada Bendahara Penerimaan atau langsung menyetorkannya ke Kas Negara atas nama Bendahara Penerimaan.

(2) Penyampaian uang oleh petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Bendahara Penerimaan harus disertai dengan bukti penerimaan.

(3) Format bukti penerimaan dan teknis penyampaian uang oleh petugas kepada Bendahara Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh masing-masing Kepala Satuan Kerja.

(4) Penunjukkan petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam hal:

a. Lokasi penerimaan berbeda dengan lokasi tempat Bendahara Penerimaan berada; dan

b. Beban kerja yang berat dan tidak memungkinkan untuk dilakukan sendiri oleh Bendahara Penerimaan.

Pasal 10

(1) Setiap orang yang akan diangkat menjadi Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pengeluaran Pembantu harus memiliki Sertifikat Bendahara.

(2) Sertifikat Bendahara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh melalui proses sertifikasi yang diselenggarakan oleh Kementerian Keuangan.

(3) Dalam hal proses sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum terlaksana, persyaratan yang harus dipenuhi untuk dapat diangkat sebagai Bendahara adalah sebagai berikut:

a. Pegawai Negeri;

b. Pendidikan minimal SLTA atau sederajat; dan c. Golongan Minimal II/b atau sederajat.

Pasal 11

Persyaratan sebagai Pemegang Uang Persediaan, adalah sebagai berikut : (1) Berstatus Pegawai Negeri Sipil.

(8)

-8-

(2) Diutamakan yang memiliki sertifikat Bendahara Pengeluaran yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan.

(3) Bilamana pada Satuan Kerja tidak terdapat pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat ditunjuk pegawai yang berpendidikan SLTA atau sederajat.

(4) Bilamana tidak terdapat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka dapat diangkat Pegawai Tidak Tetap dengan pendidikan minimal Diploma III.

(5) Sehat rohani dan jasmani, bertanggungjawab terhadap tugas yang dipercayakan kepadanya.

BAB III

PEMBEBASTUGASAN SEMENTARA DAN PENGANGKATAN KEMBALI BENDAHARA PENERIMAAN, BENDAHARA PENGELUARAN DAN

BENDAHARA PENGELUARAN PEMBANTU Pasal 12

Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pengeluaran Pembantu dibebaskan sementara dari jabatannya, apabila: a. Dalam proses pemeriksaan terdapat dugaan bahwa Bendahara

Penerimaan, Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pengeluaran Pembantu telah melakukan perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai sehingga mengakibatkan terjadinya kerugian negara; atau b. Terjadi sesuatu yang menyebabkan Bendahara Penerimaan, Bendahara

Pengeluaran dan Bendahara Pengeluaran Pembantu tidak dapat melaksanakan tugasnya dalam waktu paling singkat 3 (tiga) bulan.

Pasal 13

(1) Dalam hal Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pengeluaran Pembantu dibebastugaskan sementara dari jabatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Sekretaris Jenderal menetapkan pejabat pengganti untuk Satker Kementerian Kehutanan Pusat dan Satker di daerah oleh Koordinator Unit Pelaksana Teknis. (2) Pengangkatan pejabat pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

harus dituangkan dalam surat keputusan.

(3) Pengangkatan Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pengeluaran Pembantu yang dibebastugaskan sementara dari jabatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 menyerahkan tugas dan tanggungjawab beserta seluruh dokumen dalam rangka pelaksanaan tugasnya kepada pejabat pengganti Bendahara.

(4) Penyerahan tugas dan tanggungjawab serta dokumen pelaksanaan tugas Bendahara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didahului dengan pemeriksaan kas oleh KPA atau Pejabat yang ditunjuk oleh KPA. (5) Hasil pemeriksaan kas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan serah

terima tugas dan tanggungjawab serta dokumen pelaksanaan tugas Bendahara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Kas dan Serah Terima.

Pasal 14

(1) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pengeluaran Pembantu tidak terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a, Sekretaris Jenderal/Koordinator UPT dapat mengangkat kembali Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pengeluaran Pembantu dimaksud pada jabatannya.

(9)

-9-

(2) Dalam hal Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran, dan Bendahara Pengeluaran Pembantu yang dibebastugaskan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b, kembali bertugas di lingkungan Satuan Kerjanya, Sekretaris Jenderal/Koordinator UPT dapat mengangkat kembali pada jabatannya.

(3) Pengangkatan kembali Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran, dan Bendahara Pengeluaran Pembantu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diusulkan oleh Kepala Satuan Kerja kepada Sekretaris Jenderal untuk Kementerian Kehutanan Pusat dan Koordinator Unit Pelaksana Teknis untuk Satuan Kerja di daerah.

(4) Pengangkatan kembali Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran, dan Bendahara Pengeluaran Pembantu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus dituangkan dalam surat keputusan.

(5) Keputusan pengangkatan kembali sebagaimana dimaksud ayat (4) sekaligus memberhentikan pejabat pengganti.

BAB IV

PEMBERHENTIAN DAN PENETAPAN PEJABAT PENGGANTI BENDAHARA PENERIMAAN, BENDAHARA PENGELUARAN, DAN

BENDAHARA PENGELUARAN PEMBANTU Pasal 15

Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran, dan Bendahara Pengeluaran Pembantu dapat diberhentikan apabila:

a. dijatuhi hukuman disiplin sedang atau berat;

b. dijatuhi hukuman yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap; c. diberhentikan sebagai Pegawai Negeri;

d. sakit berkepanjangan; e. meninggal dunia; atau

f. mutasi/berpindah tempat kerja.

Pasal 16

(1) Dalam hal Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran, dan Bendahara Pengeluaran Pembantu diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Sekretaris Jenderal/Koordinator UPT mengganti Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran, dan Bendahara Pengeluaran Pembantu dimaksud dan menetapkan pejabat baru.

(2) Penetapan pejabat baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dituangkan dalam surat keputusan.

(3) Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran, dan Bendahara Pengeluaran Pembantu yang diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 menyerahkan tugas dan tanggung jawabnya beserta seluruh dokumen dalam rangka pelaksanaan tugasnya kepada pejabat baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4) Penyerahan tugas dan tanggung jawab serta dokumen pelaksanaan tugas kepada pejabat baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didahului dengan pemeriksaan kas oleh KPA atau Pejabat yang ditunjuk oleh KPA.

(5) Hasil pemeriksaan kas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan serah terima tugas dan tanggung jawab serta dokumen pelaksanaan tugas Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran, dan Bendahara Pengeluaran Pembantu dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Kas dan Serah Terima.

(10)

-10- BAB V PENATAUSAHAAN KAS Bagian Kesatu Umum Pasal 17

(1) Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pengeluaran Pembantu harus menatausahakan seluruh uang/surat berharga yang dikelolanya.

(2) Dalam melaksanakan tugasnya, Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pengeluaran Pembantu wajib menggunakan rekening atas nama jabatannya pada Bank Umum/ Kantor Pos yang telah mendapatkan persetujuan Kuasa BUN.

(3) Pembukaan rekening atas nama Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pengeluaran Pembantu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai pengelolaan rekening pemerintah pada lingkup Kementerian Kehutanan.

(4) Dalam hal Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran juga mengelola rekening lainnya maka Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran juga harus menatausahakan uang yang ada dalam rekening tersebut dan pembukuannya secara terpisah.

(5) Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pengeluaran Pembantu dilarang menyimpan uang yang dikelolanya dalam rangka pelaksanaan APBN atas nama pribadi pada Bank Umum/ Kantor Pos.

(6) Dalam rangka penarikan uang dari rekening Bendahara Penerimaan, Pejabat yang berwenang menandatangani cek untuk pengambilan uang di Bank Umum/Kantor Pos adalah Pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara dan Bendahara Penerimaan.

(7) Dalam rangka penarikan uang dari rekening Bendahara Pengeluaran/ BPP, Pejabat yang berwenang menandatangani cek untuk pengambilan uang di Bank Umum/Kantor Pos adalah KPA dan PPK atas nama KPA dan Bendahara Pengeluaran/BPP.

Bagian Kedua

Penatausahaan Kas Bendahara Penerimaan Pasal 18

(1) Bendahara Penerimaan menatausahakan semua uang yang dikelolanya baik yang sudah menjadi penerimaan negara maupun yang belum menjadi penerimaan negara.

(2) Penerimaan negara pada Satuan Kerja di lingkup Kementerian Kehutanan tidak dapat digunakan secara langsung untuk pengeluaran, kecuali diatur khusus dalam peraturan perundang-undangan tersendiri. (3) Bendahara Penerimaan dilarang menerima secara langsung setoran dari wajib setor, kecuali untuk jenis penerimaan tertentu yang diatur secara khusus dan telah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.

(4) Dalam hal Bendahara Penerimaan menerima secara langsung penerimaan tertentu dari wajib setor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bendahara Penerimaan wajib:

a. membuat dan menyampaikan SBS lembar ke-1 kepada penyetor dan lembar ke-2 sebagai bukti pembukuan bendahara;

(11)

-11-

b. menyetor seluruh penerimaannya ke Kas Negara paling lambat dalam waktu 1 (satu) hari kerja sejak diterimanya penerimaan tersebut, kecuali untuk jenis penerimaan tertentu yang penyetorannya diatur secara khusus.

(5) Dalam hal terdapat penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang penyetorannya diatur secara khusus, Bendahara Penerimaan wajib menyimpan uang yang diterimanya dalam rekening yang telah mendapat persetujuan BUN/Kuasa BUN.

(6) Bentuk, nama, dan format SBS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a diatur oleh masing-masing Kementerian.

Pasal 19

(1) Bendahara Penerimaan berkewajiban untuk segera menyetorkan penerimaan negara ke Kas Negara setiap akhir hari kerja saat penerimaan negara tersebut diterima, baik dari wajib setor maupun dari P2BPn kepada Bendahara Penerimaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.

(2) Penyetoran oleh Bendahara Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya dalam hal:

a. Terkendala jam operasional Bank Persepsi/Kantor Pos Persepsi; dan b. PNBP diterima pada hari libur/yang diliburkan.

(3) Penyetoran penerimaan negara oleh Bendahara Penerimaan ke Kas Negara harus menggunakan formulir SSBP/dokumen lain yang dipersamakan.

Pasal 20

(1) Penyetoran penerimaan negara oleh Bendahara Penerimaan dapat dilakukan secara berkala dalam hal:

a. Layanan Bank/Pos Persepsi yang sekota Bendahara Penerimaan tidak tersedia;

b. Kondisi geografis satuan kerja yang tidak memungkinkan melakukan penyetoran setiap hari;

c. Jarak tempuh antara lokasi Bank/Pos Persepsi dengan tempat/ kedudukan Bendahara Penerimaan melampaui waktu 2 (dua) jam; dan

d. Biaya yang dibutuhkan untuk melakukan penyetoran lebih besar daripada penerimaan yang diperoleh.

(2) Penyetoran sebagaimana ayat (1) dapat dilakukan dengan meminta izin terlebih dahulu pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

Bagian Ketiga

Penatausahaan Kas Bendahara Pengeluaran dan BPP Pasal 21

(1) Jenis-jenis uang/surat berharga yang harus ditatausahakan oleh Bendahara Pengeluaran/BPP meliputi:

a. Uang Persediaan;

b. Uang yang berasal dari Kas Negara melalui SPM LS Bendahara; c. Uang yang berasal dari potongan atas pembayaran yang

dilakukannya sehubungan dengan fungsi Bendahara selaku wajib pungut;

d. Uang dari sumber lainnya yang menjadi hak negara; dan

e. Uang/surat berharga lainnya yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan boleh dikelola oleh Bendahara.

(12)

-12-

(2) Uang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d wajib disetorkan oleh Bendahara Pengeluaran/BPP ke Kas Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak dapat digunakan untuk keperluan apapun dan dengan alasan apapun.

Pasal 22

(1) Bendahara Pengeluaran menerima UP/TUP/GUP dari Kuasa BUN untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan operasional kantor sehari-hari.

(2) Dalam hal Sekretaris Jenderal/Koordinator UPT telah menetapkan adanya BPP di lingkup Satuan Kerja berkenaan, Bendahara Pengeluaran dapat menyalurkan dana UP/TUP dan uang dari SPM-LS Bendahara kepada BPP.

(3) Bendahara Pengeluaran harus menyampaikan daftar rincian jumlah UP yang dikelola oleh masing-masing BPP kepada PP-SPM pada saat pengajuan SPM-UP/SPM-TUP/SPM-GUP kepada KPPN.

(4) Untuk memperlancar proses pembayaran, Bendahara Pengeluaran/BPP dapat menyimpan dana UP/TUP yang diterimanya dalam brankas sesuai dengan ketentuan.

(5) Bendahara Pengeluaran/BPP harus menyimpan sisa uang UP/TUP selain kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pada rekening sebagaimana dimaksud Pasal 15 ayat (2).

(6) Pada setiap akhir hari kerja, uang tunai yang berasal dari UP/TUP yang ada pada Kas Bendahara Pengeluaran/BPP paling banyak sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

(7) Dalam hal uang tunai yang berasal dari UP/TUP yang ada pada Kas Bendahara Pengeluaran/BPP lebih dari Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Bendahara Pengeluaran/BPP membuat Berita Acara yang ditandatangani oleh Bendahara Pengeluaran/BPP dan PPK.

Pasal 23

(1) Penyaluran dana UP kepada BPP dan/atau PUP oleh Bendahara Pengeluaran dilakukan berdasarkan SPBy yang ditandatangani oleh PPK atas nama KPA, dengan dilampiri rincian kebutuhan dana masing-masing BPP.

(2) Atas penyaluran dana UP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bendahara Pengeluaran membuat kuitansi/bukti penerimaan atas penyaluran dana UP sebanyak 2 (dua) lembar dengan ketentuan:

a. lembar ke-1 disampaikan kepada BPP sebagai bukti bahwa dana UP telah diterima oleh BPP;

b. lembar ke-2 disimpan oleh Bendahara Pengeluaran.

(3) Dalam hal penggunaan UP pada BPP telah mencapai paling kurang 50% (lima puluh perseratus), BPP dapat mengajukan penggantian UP kepada Bendahara Pengeluaran.

(4) Atas permintaan penggantian UP dari BPP, Bendahara Pengeluaran dapat memberikan dana UP yang dikelolanya dalam hal masih tersedia dana UP.

(5) Dalam hal dana UP di Bendahara Pengeluaran tidak mencukupi, Bendahara Pengeluaran dapat mengajukan permintaan penggantian UP kepada KPPN melalui PPK.

Pasal 24

(1) Bendahara Pengeluaran/BPP dapat melaksanakan pembayaran UP setelah menerima SPBy yang ditandatangani oleh PPK atas nama KPA.

(13)

-13-

(2) SPBy sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilampiri dengan bukti pengeluaran berupa:

a. Kuitansi/bukti pembelian yang telah disahkan PPK beserta faktur pajak dan SSP; dan

b. Nota/bukti penerimaan barang/jasa atau dokumen pendukung lainnya yang diperlukan dan telah disahkan oleh PPK.

(3) Berdasarkan SPBy sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bendahara Pengeluaran/BPP wajib melakukan pengujian atas:

a. kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh PPK; b. kebenaran atas hak tagih, meliputi:

1) pihak yang ditunjuk untuk menerima pembayaran; 2) nilai tagihan yang harus dibayar;

3) jadwal waktu pembayaran; dan

4) ketersediaan dana yang bersangkutan.

c. kesesuaian pencapaian keluaran antara spesifikasi teknis yang disebutkan dalam penerimaan barang/jasa dan spesifikasi teknis yang disebutkan dalam dokumen perjanjian/kontrak;

d. ketepatan penggunaan kode mata anggaran pengeluaran (akun 6 digit).

Pasal 25

(1) Bendahara Pengeluaran/BPP melakukan pembayaran atas tagihan dalam SPBy apabila telah memenuhi persyaratan pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.

(2) Dalam hal pengujian perintah bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 tidak memenuhi persyaratan untuk dibayarkan, Bendahara Pengeluaran/BPP harus menolak SPBy yang diajukan kepadanya.

Pasal 26

(1) Dalam hal SPBy sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) digunakan untuk pembayaran uang muka kerja, selain dilampiri dengan bukti pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2), SPBy dimaksud harus dilampiri:

a. rencana pelaksanaan kegiatan/pembayaran; b. rencana kebutuhan dana; dan

c. batas waktu pertanggungjawaban penggunaan uang muka kerja, dari penerima uang muka kerja.

(2) Atas dasar rencana pelaksanaan kegiatan/pembayaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan rencana kebutuhan dana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, Bendahara Pengeluaran/ BPP melakukan pengujian ketersediaan dananya.

(3) Bendahara Pengeluaran/BPP dapat membayarkan kepada PUP berupa uang muka kerja apabila pengujian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) memenuhi persyaratan untuk dibayarkan.

Pasal 27

(1) Bendahara Pengeluaran/BPP harus menguji bukti pengeluaran atas pertanggungjawaban uang muka kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) sesuai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf c dari PUP sebagai penerima uang muka kerja.

(2) Pengujian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3).

(14)

-14-

(3) Dalam hal sampai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf c, PUP sebagai penerima uang muka kerja belum menyampaikan bukti pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bendahara Pengeluaran/BPP menyampaikan teguran tertulis kepada PUP untuk segera mempertanggungjawabkan uang muka kerja yang diberikan kepadanya.

(4) Bendahara Pengeluaran/BPP menyampaikan tembusan teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada PPK.

Pasal 28

(1) Bendahara Pengeluaran/BPP harus memperhitungkan dan memungut/ memotong pajak atas tagihan dalam SPBy yang diajukan oleh PUP. (2) Bendahara Pengeluaran/BPP harus menyetorkan pajak atas tagihan

dalam SPBy sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke Kas Negara.

(3) Dalam hal Bendahara Pengeluaran/BPP menerima dan mengelola PNBP, Bendahara Pengeluaran/BPP harus menyetorkan PNBP dimaksud ke Kas Negara.

(4) Bendahara Pengeluaran/BPP menyetorkan pajak yang dikelolanya ke Kas Negara dengan menggunakan formulir SSP/dokumen lain yang kedudukannya dipersamakan dengan SSP, dengan menggunakan akun sesuai dengan jenis pajak berkenaan.

(5) Bendahara Pengeluaran/BPP menyetorkan PNBP yang dikelolanya ke Kas Negara dengan menggunakan formulir SSBP termasuk setoran pengembalian belanja yang bersumber dari SPM tahun anggaran yang lalu, dengan menggunakan akun sesuai penyetoran terkait.

Pasal 29

(1) Pada akhir tahun anggaran/kegiatan, BPP dan/atau PUP harus menyetorkan seluruh sisa UP/TUP kepada Bendahara Pengeluaran. (2) Atas penerimaan setoran sisa UP/TUP sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), Bendahara Pengeluaran menerbitkan kuitansi/tanda terima setoran sisa UP/TUP dari BPP dan/atau PUP sebanyak 2 lembar, dengan ketentuan:

a. lembar ke-1 disampaikan kepada BPP/PUP;

b. lembar ke-2 disimpan oleh Bendahara Pengeluaran. Pasal 30

(1) Pada akhir tahun anggaran/kegiatan, BPP wajib menyetorkan seluruh uang hak negara selain UP/TUP yang berada dalam pengelolaannya ke Kas Negara.

(2) Pada akhir tahun anggaran/kegiatan, Bendahara Pengeluaran wajib menyetorkan seluruh sisa UP/TUP dan seluruh uang hak negara yang berada dalam pengelolaannya ke Kas Negara.

Pasal 31

(1) Bendahara Pengeluaran/BPP harus memperhitungkan dan memungut/ memotong pajak atas pembayaran yang bersumber dari SPM-LS Bendahara.

(2) Bendahara Pengeluaran/BPP harus menyetorkan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke Kas Negara menggunakan SSP/dokumen lain yang dipersamakan dengan SSP.

(3) Dalam hal terdapat sisa uang yang bersumber dari SPM LS Bendahara yang tidak terbayarkan kepada yang berhak, Bendahara Pengeluaran/ BPP harus segera menyetorkan sisa uang dimaksud ke Kas Negara.

(15)

-15-

(4) Dalam hal tidak dimungkinkan untuk menyetor sisa uang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ke Kas Negara secepatnya, Bendahara Pengeluaran/BPP dapat menyetorkan sisa uang dimaksud paling lambat 90 (sembilan puluh) hari kerja sejak tanggal diterbitkannya SP2D dari KPPN.

Bagian Keempat

Penatausahaan Kas Pemegang Uang Persediaan Pasal 32

(1) Wewenang PUP antara lain:

a. Menerima Uang Muka UP/TUP dan LS dari Bendahara Pengeluaran; b. Melakukan pembayaran atas uang muka UP/TUP dan LS yang

diterima dari Bendahara Pengeluaran, untuk keperluan kegiatan kepada pelaksana kegiatan;

c. Membayarkan kegiatan pengeluaran sebagaimana dimaksud pada butir b, yang tidak dilakukan melalui mekanisme Pembayaran LS kepada Penyedia Barang/Jasa;

d. Membayarkan uang muka UP kepada penerima/penyedia barang/jasa paling banyak Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) kecuali untuk pembayaran honorarium dan perjalanan dinas;

e. Dapat menyimpan uang tunai yang belum dibayarkan kepada pelaksana kegiatan dengan persetujuan Bendahara Pengeluaran; f. Mengajukan penggantian (revolving) UP yang telah diterima dan

sepanjang dana yang dapat dibayarkan dengan UP masih tersedia dalam DIPA.

(2) Mekanisme Pengajuan Uang Muka, meliputi:

a. PUP dapat mengajukan permintaan uang muka UP/TUP dan LS kepada Bendahara Pengeluaran untuk kebutuhan kegiatan dalam 5 (lima) hari kerja disertai:

1) Rincian rencana penggunaan uang muka UP/TUP dan LS.

2) Kuitansi dan Surat Permintaan Pembayaran (SPBy) yang telah ditandatangani oleh PUP dan PPK atas nama KPA yang terkait. b. Permintaan uang muka UP sebagaimana dimaksud pada butir a,

kepada Bendahara Pengeluaran dengan persyaratan:

1) Pengeluaran pada rincian rencana penggunaan TUP bukan merupakan pengeluaran yang harus dilakukan dengan pembayaran LS.

2) Pengeluaran pada rincian rencana penggunaan uang muka UP masih/cukup tersedia dananya dalam DIPA yang dikelola.

c. Pemberian uang muka UP kepada PUP dari Bendahara Pengeluaran, sebagaimana dimaksud pada butir a dapat diberikan paling banyak 80% (delapan puluh perseratus) dari jenis kegiatan yang bisa dibayarkan melalui UP, kecuali untuk pembayaran honorarium dan perjalanan dinas;

d. Uang Muka UP harus dipertanggungjawabkan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja dari tanggal pengambilan uang muka UP, dan dapat dilakukan secara bertahap;

e. Uang Muka TUP harus dipertanggungjawabkan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja dari tanggal pengambilan uang muka TUP, namun harus memperhatikan batas terakhir pertanggungjawaban TUP dan dapat dilakukan secara bertahap.

(3) Mekanisme Penyelesaian Tagihan Uang Muka UP, meliputi:

a. Pelaksana kegiatan mengajukan tagihan kepada PUP dilampiri dokumen bukti-bukti yang sah untuk memperoleh pembayaran; b. Atas dasar tagihan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, PUP

melakukan pemeriksaan atas pertanggungjawaban yang diterima; c. Untuk..

(16)

-16-

c. Untuk pembayaran dalam rangka pengadaan barang/jasa, pembayaran tidak boleh dilakukan sebelum barang/jasa diterima. d. PUP dalam melakukan pembayaran tagihan kepada pelaksana

kegiatan dilaksanakan berdasarkan bukti-bukti yang sah, antara lain:

1) Bukti pembayaran; 2) Surat Keputusan;

3) Surat Tugas/Surat Perjalanan Dinas; 4) Daftar penerima pembayaran; dan

5) Dokumen lainnya sesuai ketentuan yang berlaku. BAB VI

PEMBUKUAN BENDAHARA Bagian Kesatu

Penyelenggaraan Pembukuan Bendahara Pasal 33

(1) Bendahara menyelenggarakan pembukuan terhadap seluruh penerimaan dan pengeluaran uang/surat berharga yang dilakukan pada Satuan Kerja termasuk hibah dan bantuan sosial.

(2) Pembukuan atas hibah dan bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran/BPP.

(3) Pembukuan Bendahara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari Buku Kas Umum, Buku-Buku Pembantu, dan Buku Pengawasan Anggaran.

(4) Pembukuan Bendahara dilaksanakan atas dasar dokumen sumber. (5) Pembukuan yang dilakukan oleh Bendahara dimulai dari Buku Kas

Umum, Buku-Buku Pembantu, dan selanjutnya pada Buku Pengawasan Anggaran.

(6) Pada akhir tahun anggaran, Bendahara Penerimaan menutup Buku Kas Umum dan Buku-Buku Pembantu dengan ditandatangani oleh Bendahara Penerimaan dan KPA.

(7) Pada akhir tahun anggaran, Bendahara Pengeluaran menutup Buku Kas Umum dan Buku-Buku Pembantu dengan ditandatangani oleh Bendahara Pengeluaran dan KPA atau PPK atas nama KPA.

(8) Pada akhir tahun anggaran, BPP menutup Buku Kas Umum dan Buku-Buku Pembantu dengan ditandatangani oleh BPP dan PPK.

(9) Bendahara yang mengelola lebih dari satu DIPA, harus memisahkan pembukuannya sesuai DIPA masing-masing.

Pasal 34

(1) Pembukuan terhadap seluruh penerimaan dan pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) dilakukan dengan aplikasi yang dibuat dan dibangun oleh Kementerian Keuangan cq. Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

(2) Dalam hal Bendahara tidak dapat melakukan pembukuan menggunakan aplikasi sebagaimana dimaksud ayat (1), Bendahara dapat melakukan pembukuan secara manual dengan menggunakan komputer.

(3) Dalam hal pembukuan dilakukan menggunakan aplikasi atau dengan komputer, Bendahara Penerima, Bendahara Pengeluaran/BPP harus: a. mencetak Buku Kas Umum dan Buku-Buku Pembantu paling

sedikit satu kali dalam satu bulan yaitu pada hari kerja terakhir bulan berkenaan; dan

(17)

-17-

b. menandatangani hasil cetakan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan diketahui oleh KPA bagi Bendahara Penerima, dan KPA atau PPK atas nama KPA, bagi Bendahara pengeluaran/BPP.

(4) Bendahara Penerima, Bendahara Pengeluaran/BPP harus menatausahakan hasil cetakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) beserta dokumen sumber terkait.

Pasal 35

(1) Dalam hal bendahara mengelola uang dalam bentuk rupiah dan valas, bendahara dapat menyelenggarakan pembukuan dalam Buku Kas Umum, Buku-buku Pembantu dan Buku Pengawasan Anggaran untuk setiap mata uang.

(2) Untuk keperluan rekonsiliasi internal dengan UAKPA Bendahara membuat catatan atas keadaan kurs transaksi penyetoran ke Kas Negara.

(3) Catatan atas keadaan kurs transaksi penyetoran ke Kas Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) minimal memuat : tanggal penyetoran, NPTN, jumlah dalam valas, nilai kurs transaksi dan jumlah dalam rupiah.

Bagian Kedua

Pembukuan Bendahara Penerimaan Pasal 36

(1) Bendahara Penerimaan segera mencatat setiap transaksi penerimaan dan pengeluaran dalam Buku Kas Umum sebelum dibukukan dalam Buku-Buku Pembantu.

(2) Buku-Buku Pembantu Bendahara Penerimaan terdiri dari Buku Pembantu Kas dan Buku Pembantu Bank.

(3) Dalam rangka memudahkan pelaksanaan dan keseragaman pembukuan, ditetapkan model-model buku Bendahara Penerimaan. (4) Model-model buku Bendahara Penerimaan paling sedikit

mencantumkan mengenai tanggal, uraian, debet, kredit dan saldo. Bagian Ketiga

Pembukuan Bendahara Pengeluaran/BPP Pasal 37

(1) Bendahara Pengeluaran segera mencatat setiap transaksi penerimaan dan pengeluaran dalam Buku Kas Umum sebelum dibukukan dalam Buku-Buku Pembantu.

(2) Buku Pembantu Bendahara Pengeluaran paling sedikit terdiri dari Buku Pembantu Kas, Buku Pembantu UP/TUP, Buku Pembantu LS-Bendahara, Buku Pembantu Pajak, dan Buku Pembantu Lainnya (sesuai kebutuhan).

(3) Dalam hal Bendahara Pengeluaran menyalurkan dana kepada BPP, Bendahara Pengeluaran menyelenggarakan Buku Pembantu BPP.

(4) Dalam hal Bendahara Pengeluaran menyampaikan uang muka kerja

(voucher), Bendahara Pengeluaran menyelenggarakan Buku Pembantu

Uang Muka (voucher).

(5) Dalam rangka memudahkan pelaksanaan dan keseragaman pembukuan, ditetapkan model-model buku Bendahara Pengeluaran dan BPP.

(6) Model-model Buku Bendahara Pengeluaran/BPP paling sedikit mencantumkan mengenai tanggal, uraian, debet, kredit, dan saldo.

(18)

-18-

Bagian Keempat

Pembukuan Pemegang Uang Persediaan Pasal 38

(1) PUP segera mencatat setiap transaksi penerimaan dan pengeluaran uang UP/TUP/LS yang diterima dari Bendahara Pengeluaran dalam Buku Kas Tunai.

(2) Dalam rangka memudahkan pelaksanaan dan keseragaman pembukuan, ditetapkan model-model buku PUP.

(3) Model-model Buku PUP paling sedikit mencantumkan mengenai tanggal, uraian, debet, kredit, dan saldo.

Bagian Kelima

Tata Cara Pembukuan Bendahara Pasal 39

(1) Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran/BPP dan PUP wajib melakukan pembukuan.

(2) Tata cara pembukuan Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran/ BPP dan Pemegang Uang Persediaan pada Satuan Kerja Pengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diatur dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini.

(3) Dalam rangka keseragaman format, model buku Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran/BPP dan PUP, diatur dalam Lampiran II, Lampiran III, dan Lampiran IV Peraturan Menteri ini.

BAB VII

PEMERIKSAAN KAS BENDAHARA PENERIMAAN, BENDAHARA PENGELUARAN/BENDAHARA PENGELUARAN PEMBANTU DAN

REKONSILIASI PEMBUKUAN DENGAN UAKPA Bagian Kesatu

Pemeriksaan Kas Pasal 40

(1) Dalam rangka penatausahaan kas, KPA atau PPK atas nama KPA melakukan pemeriksaan kas Bendahara Pengeluaran/BPP dan Bendahara Penerimaan.

(2) Pemeriksaan kas dilakukan pada saat: a. Setiap akhir bulan;

b. Terjadi pergantian Bendahara;

c. Sewaktu-waktu (apabila diperlukan).

(3) Hasil pemeriksaan kas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dituangkan dalam berita acara.

(4) Pemeriksaan kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (2) dapat dilaksanakan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.

(5) Pemeriksaan kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (2) dilakukan untuk meneliti kesesuaian antara saldo buku dengan saldo kas.

Pasal 41

(1) Sebagai bagian dari pemeriksaan kas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1), KPA melakukan monitoring atas kepastian/kepatuhan Bendahara Penerimaan dalam melakukan penyetoran penerimaan negara/pajak ke Kas Negara secara tepat jumlah dan tepat waktu.

(19)

-19-

(2) Sebagai bagian dari pemeriksaan kas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, KPA atau PPK atas nama KPA melakukan hal-hal sebagai berikut:

a. monitoring atas kepastian/kepatuhan Bendahara Pengeluaran dalam melakukan penyetoran pajak/PNBP ke Kas Negara secara tepat jumlah dan tepat waktu; dan

b. memastikan bahwa uang yang diambil oleh Bendahara Pengeluaran dari Bank/Kantor Pos telah sesuai dengan kebutuhan dana pada hari itu dan disesuaikan dengan jumlah uang tunai yang ada di brankas.

(3) Sebagai bagian dari pemeriksaan kas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, PPK melakukan hal-hal sebagai berikut:

a. monitoring atas kepastian/kepatuhan BPP dalam melakukan penyetoran pajak ke Kas Negara secara tepat jumlah dan tepat waktu; dan

b. memastikan bahwa uang yang diambil oleh BPP dari Bank/Kantor Pos telah sesuai dengan kebutuhan dana pada hari itu dan disesuaikan dengan jumlah uang tunai yang ada di brankas.

Pasal 42

(1) Hasil pemeriksaan kas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dan Pasal 41 dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Kas.

(2) Berita Acara Pemeriksaan Kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat hasil pemeriksaan berupa:

a. kesesuaian kas tunai di brankas dan di rekening dalam rekening koran dengan pembukuan;

b. penyetoran penerimaan negara/pajak ke Kas Negara; dan

c. penjelasan apabila terdapat selisih antara hasil pemeriksaan dengan pembukuan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan format Berita Acara Pemeriksaan Kas dan Serah Terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur sebagaimana Lampiran V Peraturan Menteri ini.

Bagian Kedua

Rekonsiliasi Pembukuan Bendahara dengan UAKPA Pasal 43

(1) KPA melakukan rekonsiliasi internal antara pembukuan Bendahara Penerimaan dengan Laporan Keuangan UAKPA paling sedikit satu kali dalam satu bulan sebelum dilakukan rekonsiliasi dengan KPPN.

(2) KPA atau PPK atas nama KPA melakukan rekonsiliasi internal antara pembukuan Bendahara Pengeluaran dengan Laporan Keuangan UAKPA paling sedikit satu kali dalam satu bulan sebelum dilakukan rekonsiliasi dengan KPPN.

(3) KPA atau PPK atas nama KPA melakukan rekonsiliasi internal antara Laporan Keuangan UAKPA dengan pembukuan Bendahara Pengeluaran untuk meneliti kesesuaian atas :

a. Saldo UP/TUP;

b. Saldo selain UP/TUP.

(4) Rekonsiliasi internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dimaksudkan untuk meneliti kesesuaian antara pembukuan bendahara dengan Laporan Keuangan UAKPA.

(5) Rekonsiliasi internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan pemeriksaan kas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dan Pasal 41.

(6) Hasil rekonsiliasi internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Kas dan Rekonsiliasi.

(20)

-20-

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan format Berita Acara Pemeriksaan Kas dan Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur sebagaimana Lampiran VI Peraturan Menteri ini.

BAB VIII

PENYUSUNAN DAN PENYAMPAIAN LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN BENDAHARA DAN BPP

Pasal 44

(1) Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran wajib menyusun LPJ setiap bulan atas uang/surat berharga yang dikelolanya baik yang berbentuk rupiah maupun valas.

(2) LPJ Bendahara disusun berdasarkan BKU, Buku Pembantu dan Buku Pengawas Anggaran yang telah diperiksa dan direkonsiliasi oleh KPA/PPK atas nama KPA bagi bendahara pengeluaran/BPP dan KPA bagi Bendahara Penerimaan.

(3) LPJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit menyajikan informasi sebagai berikut:

a. keadaan pembukuan pada bulan pelaporan, meliputi saldo awal, penambahan, pengurangan, dan saldo akhir dari Buku-Buku Pembantu;

b. keadaan kas pada akhir bulan pelaporan, meliputi uang tunai di brankas dan saldo di rekening bank/pos;

c. hasil rekonsiliasi internal antara pembukuan bendahara dengan UAKPA; dan

d. penjelasan atas selisih (jika ada), antara saldo buku dan saldo kas. (4) LPJ Bendahara Penerimaan ditandatangani oleh Bendahara Penerimaan

dan KPA.

(5) LPJ Bendahara Pengeluaran ditandatangani oleh Bendahara Pengeluaran dan KPA atau PPK atas nama KPA.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan format LPJ Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran diatur sebagaimana Lampiran VII dan Lampiran VIII Peraturan Menteri ini.

Pasal 45

(1) BPP wajib menyusun LPJ-BPP setiap bulan atas uang/surat berharga yang dikelolanya.

(2) LPJ-BPP disusun berdasarkan Buku Kas Umum dan Buku-Buku Pembantu yang telah diperiksa dan diuji oleh PPK.

(3) LPJ-BPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit menyajikan informasi sebagai berikut:

a. keadaan pembukuan pada bulan pelaporan, meliputi saldo awal, penambahan, pengurangan, dan saldo akhir dari Buku-Buku Pembantu;

b. keadaan kas pada akhir bulan pelaporan, meliputi uang tunai di brankas dan saldo di rekening bank/pos; dan

c. penjelasan atas selisih (jika ada), antara saldo buku dan saldo kas. (4) LPJ-BPP ditandatangani oleh BPP dan PPK serta disampaikan kepada

Bendahara Pengeluaran setiap bulan paling lambat 5 (lima) hari kerja bulan berikutnya dengan dilampiri salinan rekening koran untuk bulan berkenaan.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan format LPJ-BPP diatur sebagaimana Lampiran IX Peraturan Menteri ini.

(21)

-21-

Pasal 46

(1) Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran pada Satuan Kerja wajib menyampaikan LPJ kepada:

a. KPPN selaku Kuasa BUN, yang ditunjuk dalam DIPA Satuan Kerja yang berada di bawah pengelolaannya;

b. Biro Keuangan, Sekretariat Jenderal; dan c. Badan Pemeriksa Keuangan.

(2) Penyampaian LPJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilampiri dengan:

a. Berita Acara Pemeriksaan Kas dan Rekonsiliasi;

b. Salinan rekening koran yang menunjukkan saldo rekening untuk bulan berkenaan; dan

c. Daftar Saldo Rekening.

(3) Daftar Saldo Rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c yang dilampirkan dalam LPJ Bendahara Penerimaan menyajikan data Rekening Penerimaan dan Rekening Lainnya yang dikelola oleh Bendahara Penerimaan.

(4) Daftar Saldo Rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c yang dilampirkan dalam LPJ Bendahara Pengeluaran menyajikan data Rekening Pengeluaran dan Rekening Lainnya yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran serta rekening yang dikelola oleh BPP.

Pasal 47

(1) Biro Keuangan Sekretariat Jenderal setelah menerima LPJ sebagaimana dimaksud pada Pasal 46 ayat (1) selanjutnya melakukan verifikasi atas LPJ yang diterima dari Satuan Kerja.

(2) Pelaksanaan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kegiatan:

a. membandingkan saldo awal yang tertuang dalam LPJ dengan saldo akhir yang tertuang dalam LPJ bulan sebelumnya;

b. membandingkan saldo Kas di Bank yang tercantum dalam LPJ dengan salinan rekening koran Bendahara;

c. menguji kebenaran perhitungan (penambahan dan pengurangan) pada LPJ;

d. meneliti kepatuhan Bendahara dalam penyetoran pajak; dan e. meneliti kepatuhan Bendahara dalam penyetoran PNBP.

(3) Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) LPJ Bendahara dinyatakan belum benar, Biro Keuangan Sekretariat Jenderal menyampaikan hasil verifikasi kepada Satuan Kerja yang bersangkutan untuk diperbaiki.

Pasal 48

(1) Penyampaian LPJ Bendahara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) dilaksanakan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.

(2) Dalam hal tanggal 10 (sepuluh) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jatuh pada hari libur, penyampaian LPJ Bendahara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) dilaksanakan pada hari kerja sebelumnya.

Pasal 49

Dalam hal penyampaian LPJ Bendahara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48, Biro Keuangan Sekretariat Jenderal akan memberikan teguran.

(22)

-22-

BAB IX

KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 50

(1) Dalam hal terjadi kerugian Negara yang telah mendapatkan ketetapan sesuai peraturan perundang-undangan maka ketetapan dimaksud dijadikan dokumen sumber pembukuan bendahara.

(2) Dokumen sumber sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibukukan sebagai pengeluaran.

BAB X

KETENTUAN PENUTUP Pasal 51

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 24 September 2014 MENTERI KEHUTANAN

REPUBLIK INDONESIA, ttd.

ZULKIFLI HASAN Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 26 September 2014 MENTERI HUKUM DAN HAM REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDIN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 1401 313 Salinan sesuai dengan aslinya

KEPALA BIRO HUKUM DAN ORGANISASI, ttd.

(23)

1 LAMPIRAN I

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.77/Menhut-II/2014

TENTANG

TATA CARA PENGANGKATAN, PEMBEBASTUGASAN, PEMBERHENTIAN, DAN TANGGUNG JAWAB BENDAHARA PENERIMAAN, BENDAHARA PENGELUARAN/BENDAHARA PENGELUARAN PEMBANTU, PETUGAS PEMBANTU BENDAHARA PENERIMAAN DAN PEMEGANG UANG PERSEDIAAN PADA SATUAN KERJA DALAM PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA DI LINGKUP KEMENTERIAN KEHUTANAN

KEMENTERIAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PEMBUKUAN BENDAHARA PENERIMAAN, BENDAHARA PENGELUARAN/ BENDAHARA PENGELUARAN PEMBANTU DAN PETUGAS PEMBANTU BENDAHARA PENERIMAAN DAN PEMEGANG UANG PERSEDIAAN PADA SATUAN KERJA PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA

NEGARA LINGKUP KEMENTERIAN KEHUTANAN I. PENDAHULUAN

Bendahara selaku pejabat Perbendaharaan yang bertanggungjawab kepada Kuasa Bendahara Umum Negara (BUN), wajib menatausahakan dan mempertanggungjawabkan seluruh uang dan/atau surat berharga yang berada dalam pengelolaannya, dalam rangka pelaksanaan APBN. Disamping itu, bendahara selaku pejabat yang diangkat oleh Menteri Kehutanan atau pejabat yang diberi kuasa, juga wajib membukukan seluruh transaksi dalam rangka pelaksanaan anggaran satuan kerja sebagaimana tertuang dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), kecuali untuk transaksi yang melalui SPM-LS/SP2D-LS kepada pihak ketiga yang hanya dicatat dalam buku Pengawas Anggaran termasuk apabila satuan kerja tersebut juga mengelola hibah dan/atau bantuan sosial. Bahkan bila satuan kerja tersebut mengelola hibah yang tidak masuk DIPA pun tetap harus dibukukan oleh Bendahara, sebab sebuah satuan kerja bisa memperoleh hibah adalah karena dia merupakan satuan kerja pengelola DIPA dan orang yang paling tepat untuk mengelola uang tunai di satuan kerja tiada lain adalah Bendahara. Atas hal-hal tersebut, berbeda dengan laporan yang dihasilkan oleh Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (UAKPA), pembukuan bendahara menghasilkan laporan yang menyajikan keadaan kas dan realisasi atas Uang/Surat Berharga yang dikelola oleh Bendahara. Laporan ini merupakan salah satu alat managerial report yang sangat berguna untuk pelaksanaan kegiatan operasional sehari-hari bagi pimpinan satuan kerja sekaligus sebagai pembanding akun Kas di Bendahara Pengeluaran pada Laporan Keuangan. Pada dasarnya perbedaan antara laporan yang disusun oleh UAKPA dan yang dihasilkan oleh Bendahara Pengeluaran/Bendahara Penerimaan mencakup hal-hal sebagai berikut:

(24)

2

Sehubungan dengan perbedaan tersebut di atas, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) wajib melakukan rekonsiliasi internal, antara laporan yang dihasilkan bendahara dengan Sehubungan dengan perbedaan tersebut di atas, Kuasa Pengguna

Anggaran (KPA) wajib melakukan rekonsiliasi internal, antara laporan yang dihasilkan UAKPA, sebelum/pada saat laporan pertanggungjawaban disusun.

II. PETUNJUK PEMBUKUAN BENDAHARA PENERIMAAN

Tata cara pembukuan Bendahara Penerimaan dibedakan dalam 2 (dua) bagian yaitu Bendahara Penerimaan Pengelola Khusus PNBP dan Petugas Pembantu Bendahara Penerimaan (P2BPn), sebagai berikut:

A. Bendahara Penerimaan Pengelola Khusus PNBP, pembukuan pada Buku Kas Umum dan buku-buku pembantu berdasarkan dokumen sumber dilakukan sebagai berikut:

1. Target..

No. Uraian Laporan UAKPA Laporan Bendahara

1. Kuitansi pem-bayaran dengan Uang Persediaan (UP) yang belum disahkan / belum SPM/SP2D-kan Belum dianggap sebagai realisasi yang mengurangi Pagu Anggaran dalam DIPA

Sudah dianggap sebagai realisasi yang mengurangi Pagu Anggaran dalam DIPA

2. Kas di Bendahara

Pengeluaran Terbatas saldo UP pada Mencakup seluruh saldo kas yang ada pada bendahara, meliputi:

a. Kas yang bersumber dari UP;

b. Kas yang bersumber dari SPM-LS/SP2D-LS yang ditujukan kepada Bendahara;

c. Kas dan potongan/ pungutan pajak dan bukan pajak yang dilakukan oleh bendahara;

d. Kas dari sumber lainnya. 3. Surat Bukti Setor

(SBS) Belum dianggap sebagai realisasi yang

mengurangi target Anggaran penerimaan Dalam DIPA.

Sudah dianggap sebagai realisasi yang mengurangi target anggaran penerimaan dalam DIPA.

4. Kas di Bendahara

Penerimaan Tercatat sebesar uang yang sudah menjadi hak Negara yang belum disetor ke Kas Negara.

Tercatat sebesar uang yang sudah menjadi hak Negara yang belum disetor ke Kas Negara dan uang lain yang dikelola oleh Bendahara Penerimaan.

(25)

3 1. Target anggaran atau rencana penerimaan yang tertuang dalam DIPA, langsung dicatat sebagai target penerimaan pada Buku Pengawas Anggaran.

2. Buku Pembantu yang digunakan untuk menunjukkan jenis-jenis penerimaan bisa dibuat perjenis penerimaan atau dibuat dalam golongan Penerimaan Umum dan Penerimaan Fungsional.

3. Surat Bukti Setor (SBS) yang merupakan tanda terima dari Bendahara Penerimaan kepada wajib setor, dibukukan di sisi debet pada Buku Kas Umum, Buku Pembantu Kas Tunai/Bank, dan buku pembantu terkait, serta Buku Pengawas Anggaran Pendapatan pada Posisi Penerimaan di Kolom Buku Penerimaan sesuai akun berkenaan.

4. Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) yang dinyatakan sah yang merupakan setoran bendahara ke Kas Negara dibukukan di sisi Kredit pada BKU, Buku Pembantu Kas Tunai/Bank dan buku pembantu terkait, serta dibukukan pada Posisi Penerimaan di Kolom sudah disetorkan, pada Buku Pengawasan Anggaran Pendapatan.

5. SSBP yang dinyatakan sah yang merupakan setoran langsung dari wajib setor ke Kas Negara, langsung dicatat pada kolom sudah Disetorkan pada posisi Penerimaan sesuai kode akun berkenaan pada Buku Pengawasan Anggaran Pendapatan.

6. Pada dasarnya bendahara wajib membukukan dan mempertanggungjawabkan seluruh uang yang diterimanya. Untuk mengantisipasi kemungkinan adanya penerimaan bendahara diluar aktivitas tersebut di atas, pembukuan dilakukan sebagai berikut:

a. Bukti penerimaan lainnya dibukukan di sisi debet pada Buku Kas Umum, Buku Pembantu Kas, dan Buku Pembantu Lain-Lain;

b. SSBP yang dinyatakan sah, yang merupakan setoran atas penerimaan lain-lain, dibukukan di sisi kredit pada Buku Kas Umum, Buku Pembantu Kas, dan Buku Pembantu Lain-Lain.

B. Petugas Pembantu Bendahara Penerimaan (P2BPn) selain mengelola PNBP juga mengelola uang lainnya terkait Pengelolaan PNBP-nya, seperti dana pihak ketiga dan perpajakan, juga harus membukukan uang tersebut berdasarkan dokumen sumber dengan tata cara sebagai berikut:

1. Buku Pembantu yang digunakan untuk menunjukkan jenis-jenis penerimaan bisa dibuat perjenis penerimaan atau dibuat dalam golongan Penerimaan Umum dan Penerimaan Fungsional.

2. Buku Pembantu yang digunakan untuk menunjukkan jenis-jenis uang bisa dibuat perjenis kegiatan terkait uang (misal lelang, piutang, jaminan, dll) atau dibuat dalam kelompok dana Pihak Ketiga, dan PNBP. 3. Saat P2BPn menerima Surat Bukti Setor (SBS) untuk PNBP yang sudah jelas menjadi hak Negara, maka dibukukan di sisi debet pada BKU, Buku Pembantu Kas Tunai/Bank, Buku Pembantu PNBP (tergantung jenisnya) serta Buku Pengawas Anggaran Pendapatan pada posisi penerimaan di kolom bukti penerimaan sesuai akun terkait.

4. Dalam hal PNBP tersebut disetorkan ke Bendahara Penerimaan dengan SBS/Dokumen lain yang disetarakan, maka dibukukan di sisi kredit pada BKU, Buku Pembantu Kas Tunai/Bank, Buku Pembantu PNBP (tergantung jenisnya).

(26)

4 5. Saat P2BPn menerima uang dari wajib bayar yang belum menjadi hak Negara maka dibukukan di sisi debet pada BKU, Buku Pembantu Kas Tunai/Bank, dan Buku Pembantu Dana Pihak Ketiga.

6. Apabila dana pihak ketiga itu dibayarkan kepada pihak ketiga kembali atau dibayarkan kepada pihak yang berhak maka dibukukan di sisi kredit pada BKU, Buku Pembantu Kas/Bank dan Buku Pembantu dan Pihak Ketiga.

7. Dalam pembayaran kepada pihak ketiga dilakukan dengan menggunakan cek, dimana cek tersebut belum dicairkan oleh penerima maka P2BPn bisa membuat Buku Pembantu Penampungan serta membukukannya pada BKU di sisi debet dan kredit (In-Out), pada Buku Pembantu Dana Pihak Ketiga, di sisi kredit dan pada Buku Pembantu Penampungan di sisi debet.

8. Dalam hal dana pihak ketiga itu ditetapkan menjadi pendapatan Negara maka dibukukan di sisi debet dan kredit di BKU, di sisi kredit pada Buku Pembantu dana Pihak Ketiga, dan di sisi debet pada Buku Pembantu PNBP (tergantung jenisnya).

9. Pada dasarnya P2BPn membukukan setiap uang yang masuk dengan segera dan jelas jenisnya, namun untuk mengantisipasi P2BPn yang menerima setoran uang melalui rekening tanpa diketahui nama dan maksud penyetor, P2BPn bisa membuat Buku Pembantu lain-lain dan membukukan berdasarkan rekening koran dengan cara sebagai berikut: a. Saat uang diterima melalui rekening maka dibukukan di sisi debet pada

BKU, Buku Pembantu Kas Bank dan Buku Pembantu lain-lain;

b. Saat diketahui kejelasan uang dimaksud maka dibukukan di sisi debet dan kredit pada BKU, di sisi Kredit pada Buku Pembantu lain-lain dan di sisi debet pada buku pembantu terkait.

III.PETUNJUK PEMBUKUAN BENDAHARA PENGELUARAN

Berdasarkan transaksi yang dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran dan dokumen sumbernya, aktivitas Bendahara Pengeluaran dapat dibedakan dalam 5 (lima) kelompok, yaitu:

1. Aktivitas penerbitan SPM UP/TUP oleh Kuasa PA.

2. Aktivitas pembayaran atas uang yang bersumber dari UP.

3. Aktivitas pembayaran atas uang yang bersumber dari Surat Perintah Membayar Langsung (SPM-LS) yang ditujukan kepada bendahara (selanjutnya disebut SPM-LS Bendahara).

4. Aktivitas penyaluran dana kepada Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) dan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Pengeluaran Pembantu (LPJ-BPP).

5. Aktivitas penyaluran dana kepada Pemegang Uang Persediaan, dan aktivitas lainnya.

Berikut petunjuk pembukuan dokumen sumber pembukuan Bendahara Pengeluaran dalam Buku Kas Umum dan Buku-buku Pembantu dan Buku Pengawasan Anggaran Belanja berdasarkan kelompok aktivitas tersebut di atas.

Referensi

Dokumen terkait

Karena nilai p kurang dari 0,05 dan CC 0,252 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pelayanan puskesmas MTBS dengan kejadian pneumonia balita de- ngan kategori

Bahwa dalam rangka memberikan arah dan tujuan pembangunan daerah sesuai dengan visi, misi Bupati dan Wakil Bupati, dan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor

4 615120070 Maria Florencia Perancangan Interior Trans Studio Tanggerang di Tanggerang Selatan, Banten 90 85 5 615120090 Agnes Perancangan Interior Perpustakaan Nasional

Gunakan jari Anda pada layar sentuh untuk sebagian besar pengoperasian, misalnya penjelajahan foto, pencetakan, memilih menu printer, atau menyentuh tombol pada layar dalam frame

Pedagang kaki lima adalah seseorang yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan jasa yang menempati tempat-tempat prasarana kota dan fasilitas umum baik yang

Dari hasil penelitian terhadap 30 responden suami di Puskesmas Gadang Hanyar Banjarmasin Tahun 2013 mengenai dukungan suami dalam pemberian ASI eksklusif di dapatkan

Penggunaan beton ready mix memiliki beberapa keuntungan diantaranya adalah nilainya yang ekonomis, karena tidak membutuhkan banyak tenaga kerja, dan mutu yang dihasilkan

Kesulitan yang dihadapi dalam mengatasi jumlah lalat yang berdatangan ke lokasi peternakan akibat bau yang ditimbulkan dari ekskreta dan penyebarannya ke pemukiman