• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Cedera otak traumatik (traumatic brain injury) masih merupakan masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Cedera otak traumatik (traumatic brain injury) masih merupakan masalah"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Cedera otak traumatik (traumatic brain injury) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar. Diperkirakan insidensinya lebih dari 500 per 100.000 populasi dan lebih dari 200 kunjungan rumah sakit per 100.000 kunjungan di Eropa setiap tahunnya (Maas et al., 2007; Styrke et al., 2007). Di banyak negara yang sedang berkembang dan negara maju, trauma masih memimpin sebagai penyebab kematian untuk usia dibawah 45 tahun, menyebabkan hilangnya masyarakat usia produktif lebih banyak daripada penyakit jantung dan cerebrovaskuler. Pada trauma, cedera kepala menyebabkan mortalitas sekitar 50% (Selladurai dan Reilly, 2007). Di Amerika Serikat cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah di atas, 10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit, sedangkan yang sampai di rumah sakit, 80% termasuk cedera kepala ringan (Glasgow Coma Scale (GCS) 13-15), 10% cedera kepala sedang (GCS 9-12) dan sisanya (10%) cedera kepala berat (GCS kurang dari atau sama dengan 8) (Muttaqin, 2002).

Dalam mengelola penderita cedera kepala dapat timbul penyulit yang akan memperburuk luaran dari penderita. Beberapa peneliti mengelompokkan komplikasi pada penderita cedera kepala menjadi dua kelompok yaitu komplikasi intrakranial dan komplikasi ekstrakranial. Komplikasi ekstrakranial adalah komplikasi organ ekstra kranial selama perawatan yang dapat mengenai paru,

(2)

2

kardiovaskuler, pembuluh darah perifer, gastrointestinal, ginjal, hati, gangguan keseimbangan elektrolit, koagulopati, dan sepsis (Vander et al., 2001).

Luaran setelah kerusakan otak berdampak besar terhadap aspek sosial dan ekonomi baik pasien maupun keluarganya. Selain kematian, cedera otak traumatik juga mengakibatkan ketidakmampuan fungsi hidup, tingkah laku, dan kognitif. Paling sedikit 5,3 juta penduduk Amerika, atau sekitar 2% di Amerika Serikat, memiliki ketergantungan jangka panjang maupun seumur hidup untuk melakukan aktivitas sebagai akibat dari cedera otak traumatik ini (Thurman et al., 1999).

Prognosis pasien dengan cedera kepala dapat diprediksi berdasarkan GCS, tipe lesi intrakranial, peninggian tekanan intra kranial, pemeriksaan neurologi, dan adanya koagulopati (Steven, 1987; Marshall dan Marshall, 1996; Takhahoshi et al., 1997; Muttaqin, 2002). Tipe lesi intrakranial disimpulkan berdasarkan gambaran CT scan saat masuk yang dapat digunakan untuk menilai gross pathology yang terjadi. Klasifikasi dari Traumatic Coma Data Bank tahun 1991 berdasar temuan CT scan maka penderita dapat dikategorikan ada indikasi operasi atau tidak. Penderita dengan gambaran CT scan diffuse injury termasuk kategori yang tidak perlu operasi (Marshall dan Marshall, 1996; Muttaqin, 2002). Penderita dengan temuan CT scan evacuated mass tanpa adanya midline shift memiliki risiko rendah kematian atau peninggian tekanan intrakranial, dengan kata lain tanpa menjalani operasi memiliki kecenderungan tidak mengalami peningkatan tekanan intrakranial serta mempunyai luaran yang lebih baik (Muttaqin, 2002).

(3)

3

Tekanan perfusi otak (cerebral perfusion pressure (CPP)) juga dapat dijadikan sebagai prediktor keluaran TBI (Chestnut et al., 1998). Namun pengukuran CPP sukar dilakukan akibat tidak tersedianya alat ukur yang menunjang. Perfusi otak langsung dipengaruhi oleh mean arterial pressure (MAP) yang umumnya memiliki nilai yang lebih dekat dengan nilai tekanan darah diastol (diastolic blood pressure (DBP)) daripada tekanan darah sistolik (systolic blood pressure (SBP)) (Vander et al., 2001; Ropper et al., 2005; Mohrman dan Heller, 2006).

Hiperglikemia sebagai suatu komponen respon stres pada fase akut, hampir selalu ada pada cedera otak berat. Hiperglikemia akan memacu terjadinya cedera sekunder yang akhirnya menyebabkan kerusakan sel sehingga memperburuk defisit neurologik pada penderita cedera kepala (Narayan et al., 1996; Markam et al., 1999).

Luaran penderita cedera kepala dapat dinilai menggunakan Glasgow Outcome Scale (GOS). Hal ini karena parameter tersebut telah banyak digunakan oleh peneliti-peneliti dari luar negeri. Terdiri 5 kategori yaitu: Good dan Moderate Disable, dikatakan luaran yang baik, dan buruk pada Severe Disable, Vegetatif dan Death (Steven, 1987; Marshall dan Marshall, 1996; Muttaqin, 2002).

Pada beberapa penelitian sebelumnya ada beberapa parameter yang digunakan untuk memprediksi luaran penderita cedera kepala seperti derajat kesadaran saat masuk rumah sakit, abnormalitas pupil dan refleks cahaya, gambaran CT scan saat masuk rumah sakit seperti adanya perdarahan

(4)

4

intracerebral, perdarahan subdural, perdarahan subarakhnoid, perdarahan epidural, infark cerebri, dan edema otak serta adanya trauma yang mengenai organ lain.

Walaupun banyak faktor prognosis untuk cedera otak traumatik telah dievaluasi, namun sistem skoring untuk memprediksi luaran pasien cedera otak traumatik belum berkembang. Faktor-faktor prognosis yang telah diteliti sebelumnya juga memberikan hasil yang tidak konsisten untuk memprediksi luaran penderita cedera otak traumatik sedang sampai berat. Oleh sebab itu penelitian ini akan menelaah lebih mendalam beberapa parameter untuk memprediksi luaran penderita cedera otak traumatik sedang sampai berat yang tidak menjalani terapi operatif dan juga karena hal ini belum pernah diteliti di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

B. Permasalahan Penelitian

Berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Cedera otak traumatik (traumatic brain injury) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar.

2. Luaran setelah kerusakan otak berdampak besar terhadap aspek sosial dan ekonomi baik pasien maupun keluarganya. Selain kematian, cedera otak traumatik juga mengakibatkan ketidakmampuan fungsi hidup, tingkah laku, dan kognitif.

(5)

5

3. Prognosis pasien dengan cedera kepala dapat diprediksi berdasarkan beberapa parameter, yaitu: usia, onset, nilai motorik GCS, respon pupil, MAP, hipertermia, INR, jumlah leukosit, dan kadar gula darah.

4. Faktor-faktor prognosis yang telah diteliti sebelumnya memberikan hasil yang tidak konsisten untuk memprediksi luaran penderita cedera otak traumatik.

5. Penelitian yang menelaah parameter untuk memprediksi luaran penderita cedera otak traumatik sedang sampai berat belum pernah dilakukan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

Setelah mencermati permasalahan tersebut, selanjutnya diajukan beberapa pertanyaan penelitian.

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dirumuskan suatu pertanyaan penelitian sebagai berikut:

- Apakah usia, onset, nilai motorik GCS, respon pupil, MAP, hipertermia, INR, jumlah leukosit, dan kadar gula darah merupakan faktor prognosis untuk cedera otak traumatik?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah usia, onset, nilai motorik GCS, respon pupil, MAP, hipertermia, INR, jumlah leukosit, dan kadar gula darah merupakan faktor prognosis untuk cedera otak traumatik.

(6)

6

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai dapat atau tidaknya usia, onset, nilai motorik GCS, respon pupil, MAP, hipertermia, INR, jumlah leukosit, dan kadar gula darah dijadikan sebagai faktor prognosis untuk cedera otak traumatik.

Bagi peneliti: Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai pertimbangan dalam pengelolaan pasien dan sebagai bahan informasi untuk penelitian lebih lanjut.

Bagi pasien: Sebagai bahan informasi bahwa cedera otak traumatik (traumatic brain injury) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar. Luaran setelah kerusakan otak berdampak besar terhadap aspek sosial dan ekonomi baik pasien maupun keluarganya. Selain kematian, cedera otak traumatik juga mengakibatkan ketidakmampuan fungsi hidup, tingkah laku, dan kognitif.

Bagi institusi: Penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan secara ilmiah bahwa usia, onset, nilai motorik GCS, respon pupil, MAP, hipertermia, INR, jumlah leukosit, dan kadar gula darah dapat dijadikan sebagai faktor prognosis untuk cedera otak traumatik.

(7)

7

F. Keaslian Penelitian Tabel 1. Keaslian Penelitian

No peneliti, Nama tahun

Desain

Penelitian n Variabel bebas Pengukuran variabel tergantung Variabel Pengukuran variabel Hasil Penelitian 1 Baroto, 2007 Kohort 50 PT APTT TT Dihitung dengan metode automatik pada sediaan darah tepi Glasgow Outcome Scale Dinyatakan 1 bulan setelah cedera

PT memanjang terhadap outcome bermakna secara statistik (p=0,045) RR=6,102 (95% CI 1,040-35,791) serta AR=35%

APTT memanjang terhadap outcome tidak bermakna secara statistik (p=0,178).

TT memanjang terhadap outcome tidak bermakna secara statistik (p=0,548). 2 Aritonang,

2007 Kohort 57 Kadar gula darah (GDS, GDP, dan GD 2 jamPP) Diukur dengan menggunakan Glucocard TM Test Strip II Skor Disability Rating Scale (DRS) Anamnesis dan pemeriksaan fisik

GDS, GDP, dan GD 2 jamPP saat masuk RS mempunyai korelasi positif dengan skor DRS pada hari ke-14, dengan nilai r 0,6; 0,6; 0,4. 3 Indharty, 2007 Retro-spektif kohort 234 Usia Derajat diffuse brain injury Rekam medis Gambaran CT scan Kondisi

akhir Dinyatakan dengan hidup atau meninggal

Usia memiliki hubungan yang bermakna dengan kecenderungan peningkatan proporsi kematian (p=0,04).

Derajat diffuse brain injury memiliki hubungan yang bermakna dengan kecenderungan peningkatan proporsi kematian (p=0,01). 4 Rung et al., 2008 Retro-spektif kohort 84 Usia Refleks pupil Midline shift praoperasi ISS Kraniektomi Anamnesis Pemeriksaan fisik CT scan Pemeriksaan fisik Rekam medis Glasgow Outcome Scale Dinyatakan 6 bulan setelah cedera kepala

Pasien dengan usia diatas 40 tahun berasosiasi dengan luaran buruk (p<0.001).

Refleks pupil praoperasi yang tidak responsif berasosiasi dengan luaran buruk (p=0.001).

Midline shift praoperasi berasosiasi dengan luaran buruk (p=0.008). Injury severity score (ISS) yang tinggi berasosiasi dengan luaran buruk (p=0.007).

Kraniektomi berasosiasi dengan luaran buruk (p<0.05). 5 Irawan, 2010 Prospektif obser-vasional 30 Glasgow Coma Scale (GCS) Anamnesis dan pemeriksaan fisik Disability Rating Scale (DRS) Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Didapatkan hubungan yang bermakna antara GCS dan DRS (p=0,046). Komponen GCS yang menunjukkan hubungan bermakna dengan DRS adalah respons motorik (p=0,001) dan respons membuka mata (p=0,014). 6 Aman et al., 2012 Observa-sional prospektif 40 GCS GCS GCS GCS 7 hari pasca trauma GCS 3 bulan pasca trauma GCS 7 hari pasca trauma. IL-6 IL-6 Asam urat Pengukuran kadar dalam serum pasien dilakukan praoperasi dan pascaoperasi

Kadar IL6 pascaoperasi berhubungan bermakna dengan GCS hari ke-7 (p = 0,006).

Kadar IL6 pascaoperasi berhubungan bermakna dengan GCS bulan ke-3 (p = 0,016).

Kadar asam urat pascaoperasi berhubungan bermakna dengan GCS hari ke-7 (p = 0,042).

(8)

8

Penelitian mengenai faktor prognosis untuk memprediksi luaran pasien cedera otak traumatik sedang sampai berat yang tidak dilakukan tindakan operasi seperti telah disebutkan di atas sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan dan baru pertama kali dilakukan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

Gambar

Tabel 1. Keaslian Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Menindaklanjuti Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis Mikro dan Mengoptimalkan Posko Penanganan

Dari hasil pengujian yang dapat dilihat dari Tabel 4.11 diatas tahap pengujian yang menunjukkan rata-rata nilai error terkecil adalah pada percobaan jumlah

• Konsep rumah tangga pertanian adalah rumah tangga yang salah satu atau lebih anggota rumah tangganya melakukan dan bertanggungjawab dalam kegiatan pembudidayaan,

Hasil analisis korelasi hubungan antara pendidikan kesehatan dari perawat tentang pembatasan cairan dengan tingkat kepatuhan pasien GGK yang menjalani terapi hemodialisa

Hal ini disebabkan karena pihak KRT memiliki alat dan bahan yang mencukupi sehingga para operator taman (tenaga kerja) dapat dengan mudah melakukan kegiatan

(1) Los pasar yang dibangun oleh Pemerintah Daerah seperti yang dimaksud pada pasal 7 ayat (1) termasuk pasar inpres dan pasar lainnya dikenakan sewa sebesar yang ditentukan

• Peruntukan seksyen 3(3) Akta 164 (Pindaan 2017) yang memberikan Mahkamah Siivil bidang kuasa ‘eksklusif’ dalam semua perkara yang berbangkit daripada pembubaran perkahwinan oleh

Jenis penelitian ini adalah penelitian pra-eksperimen bentuk Pretest Posttest Design yaitu sebuah eksperimen yang dalam pelaksanaannya hanya melibatkan satu kelas