• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN. Tabel 4.1. Distribusi dan Deskripsi Data Penguasaan Konsep Biologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN. Tabel 4.1. Distribusi dan Deskripsi Data Penguasaan Konsep Biologi"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh penerapan model

pembelajaran Problem Solving terhadap penguasaan konsep biologi ditinjau dari tingkat kecerdasan (Intelligence Quotient) siswa. Data penguasaan konsep dicerminkan dari hasil belajar siswa ranah kognitif berupa tes objektif dari kedua kelompok yaitu kelas VIII B dan kelas VIII D SMP Islam Diponegoro. Kelas VIII B dengan jumlah 18 siswa sebagai kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran problem solving dan kelas VIII D dengan jumlah 24 siswa sebagai kelas kontrol yang menggunakan metode pembelajaran konvensional.

A. Deskripsi Data

1. Distribusi dan Deskripsi Data Penguasaan Konsep Biologi

Data penguasaan konsep biologi diperoleh dari tes setelah pembelajaran (post test). Soal tes terdiri dari 40 butir soal pilihan ganda yang mencakup tingkat kesulitan C1 sampai dengan C6. Secara lengkap data penguasaan konsep biologi dapat dilihat pada lampiran 2 dan secara ringkas disajikan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Distribusi dan Deskripsi Data Penguasaan Konsep Biologi

Kelas Kontrol Kelas Eksperimen

Interval Kelas Frekuensi Interval Kelas Frekuensi

40-45 4 48-55 2 46-51 0 56-63 4 52-57 3 64-71 0 58-63 8 72-79 9 64-71 9 80-87 3 Jumlah 24 Jumlah 18 Mean 59.625 Mean 71.0556 Median 60 Median 75 Variance 92.505 Variance 128.526 Std. Deviation 9.61797 Std. Deviation 11.33694 Minimum 40 Minimum 48

(2)

mmmmmmmmmmm

Maximum 70 Maximum 85

Range 30 Range 37

Tabel 4.1 menunjukkan rata-rata kelompok eksperimen lebih tinggi dari kontrol, rata-rata kelompok eksperimen adalah 71,1 sedangkan kelompok kontrol 59,6. Tabel 4.1 juga menunjukkan bahwa variansi dan standar deviasi kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol, keadaan ini menunjukkan bahwa tingkat keragaman atau variabilitas nilai pada kelompok eksperimen lebih besar atau lebih homogen daripada kelompok kontrol. Nilai minimum dan maksimum pada kelompok eksperimen menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. Median atau nilai tengah pada kelompok eksperimen juga lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. Berdasar atas hasil tersebut maka secara umum dapat dikatakan bahwa penguasaan konsep biologi pada kelompok eksperimen secara deskriptif lebih baik daripada kelompok kontrol.

Data pada tabel 4.1 di atas dapat dibuat diagram batang yang menunjukkan perbandingan nilai rata-rata penguasaan konsep biologi kelompok kontrol dan kelompok eksperimen seperti pada gambar 4.1.

Gambar 4.1. Perbandingan Hasil Penguasaan Konsep Biologi Kelompok Kontrol dan Eksperimen.

(3)

Gambar 4.1 menunjukkan rata-rata nilai penguasaan konsep biologi siswa pada kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil penguasaan konsep biologi antara kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran problem solving dengan kelas kontrol yang menggunakan metode konvensional.

B. Pengujian Prasyarat Analisis 1. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui bahwa sampel berasal dari populasi yang terdistribusi normal. Kriteria yang harus dipenuhi adalah populasi yang terdistribusi normal jika nilai signifikansi lebih besar dari nilai signifikansi α = 0,05. Hasil uji normalitas hasil belajar ranah kognitif, afektif dan psikomotor dapat dilihat pada lampiran 3.

Berikut ini adalah hasil uji normalitas hasil penguasaan konsep biologi berdasarkan model pembelajaran yang disajikan secara ringkas. Hasil uji normalitas hasil penguasaan konsep biologi pada kelas yang menggunakan metode konvensional didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,137 dan pada kelas yang menggunakan model pembelajaran problem solving diperoleh nilai

Sig. sebesar 0,744.

Berikut ini adalah hasil uji normalitas hasil penguasaan konsep biologi ditinjau dari tingkat kecerdasan (Intelligence Quotient) siswa yang disajikan secara ringkas. Hasil uji normalitas hasil penguasaan konsep biologi yang memiliki tingkat kecerdasan (Intelligence Quotient) tinggi diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,386, pada tingkat kecerdasan (Intelligence

Quotient) sedang diperoleh nilai Sig. sebesar 0,614 dan pada tingkat

kecerdasan (Intelligence Quotient) rendah didapatkan nilai Sig. sebesar 0,905. Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa hasil uji normalitas

Kolmogorov-Smirnov diperoleh nilai signifikasi lebih dari 0,05 sehingga

dapat disimpulkan bahwa semua sampel pada penelitian ini berasal dari populasi yang terdistribusi normal.

(4)

2. Uji Homogenitas

Uji Homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang homogen atau tidak. Uji homogenitas dilakukan dengan uji Levene’s (test of homogeneity of variances) Kriteria yang harus dipenuhi adalah jika nilai signifikansi lebih besar dari nilai signifikansi α =

0,05, maka H0 diterima. Hasil uji homogenitas hasil belajar ranah kognitif,

afektif, dan psikomotor ditinjau dari motivasi belajar dapat dilihat pada lampiran 3.

Berikut ini adalah hasil uji homogenitas hasil penguasaan konsep biologi berdasarkan model pembelajaran dengan tingkat kecerdasan (Intelligence Quotient) siswa dari kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Pada hasil penguasaan konsep biologi berdasakan model pembelajaran diperoleh nilai Sig. sebesar 0,062. Pada hasil penguasaan konsep biologi berdasakan tingkat kecerdasan (Intelligence Quotient) siswa diperoleh nilai Sig. sebesar 0,727.

Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa nilai signifikasi untuk semua variansi berdasarkan model dan ditinjau dari tingkat kecerdasan (Intelligence Quotient) siswa lebih dari nilai signifikansi 0,05 sehingga

keputusan uji H0 diterima. Hal ini berarti sampel terdistribusi normal dan

variansi populasi berdasarkan model pembelajaran dan ditinjau dari tingkat kecerdasan (Intelligence Quotient) siswa berasal dari populasi yang homogen. Selanjutnya dilakukan uji analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama.

C. Pengujian Hipotesis

Kriteria yang digunakan dalam pengambilan keputusan hipotesis adalah tingkat signifikasi (α): 0,05 atau 5% yaitu Ho ditolak jika sig < α (0,05). Hal ini berarti jika sig < 0,05 maka hipotesis nihil (Ho) ditolak dan sebaliknya jika sig > 0,05 maka hipotesis nihil diterima.

(5)

1. Pengaruh Model Pembelajaran Problem Solving terhadap Penguasaan Konsep Biologi

Hasil analisis pengaruh penerapan model pembelajaran problem

solving terhadap hasil penguasaan konsep biologi menggunakan analisis

variansi dua jalan dengan sel tak sama dapat dilihat selengkapnya pada lampiran 3. Berikut ini adalah hasil uji anava dua jalan hasil penguasaa konsep biologi ditinjau dari model pembelajaran problem solving. Pada hasil penguasaan konsep diperoleh nilai Sig. sebesar 0,436.

Berdasarkan data diatas diketahui nilai signifikasi untuk kategori model pembelajaran lebih besar dari 0,05, maka kesimpulannya tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap hasil penguasaan konsep biologi sehingga penerapan model pembelajaran problem solving tidak berpengaruh positif terhadap hasil penguasaan konsep biologi.

2. Pengaruh Tingkat Kecerdasan (Intelligence Quotient) terhadap Hasil Penguasaan Konsep Biologi

Hasil analisis pengaruh tingkat kecerdasan (Intelligence Quotient) siswa terhadap hasil penguasaan konsep biologi menggunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama dapat dilihat selengkapnya pada lampiran 3. Berikut ini adalah hasil uji anava dua jalan hasil penguasaan konsep biologi ditinjau dari tingkat kecerdasan (Intelligence Quotient) siswa. Pada hasil penguasaan konsep diperoleh nilai Sig. sebesar 0,066. Penggolongan tiga tingkatan IQ (Intelligence Quotient) siswa terhadap nilai penguasaan konsep biologi dapat dilihat selengkapnya pada lampiran 3.

Berdasarkan hasil diatas diketahui nilai signifikasi untuk kategori tingkat kecerdasan (Intelligence Quotient) siswa lebih besar dari 0,05, maka kesimpulannya tidak terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata hasil penguasaan konsep biologi ditinjau dari tingkat kecerdasan (Intelligence

Quotient) siswa sehingga tidak terdapat pengaruh antara tingkat kecerdasan

(6)

3. Interaksi Model Pembelajaran Problem Solving dengan Tingkat Kecerdasan (Intelligence Quotient) terhadap Penguasaan Konsep Biologi

Hasil perhitungan hasil penguasaan konsep biologi berdasarkan model pembelajaran problem solving dan ditinjau dari tingkat kecerdasan (Intelligence Quotient) siswa menggunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama dapat dilihat berikut ini. Pada hasil penguasaan konsep diperoleh nilai Sig. sebesar 0,406.

Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai Sig. hasil penguasaan konsep biologi lebih besar dari 0,05, maka kesimpulannya tidak terdapat perbedaan yang signifikan artinya tidak ada interaksi model pembelajaran problem solving dan tingkat kecerdasan (Intelligence Quotient) siswa terhadap hasil penguasaan konsep biologi sehingga tidak terdapat pengaruh bersama (interaksi) antara penerapan model pembelajaran problem

solving dan tingkat kecerdasan (Intelligence Quotient) siswa terhadap hasil

penguasaan konsep biologi.

D. Pembahasan Hasil Analisis Data

1. Pengaruh Model Pembelajaran Problem Solving terhadap Penguasaan Konsep Biologi

Hasil analisis statistik diketahui bahwa tidak terdapat pengaruh model pembelajaran problem solving terhadap penguasaan konsep biologi. Hasil penguasaan konsep biologi kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol, hal ini disebabkan oleh model pembelajaran yang diterapkan pada masing-masing kelas berbeda. Seperti yang diketahui sebelumnya, model pembelajaran merupakan peranan penting dalam pencapaian tujuan belajar. Model pembelajaran problem solving sesungguhnya diharapkan dapat menjadi sarana dalam mencapai hasil penguasaan konsep biologi. Namun, dalam penelitian ini hasil analisis menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh model pembelajaran problem solving terhadap penguasaan konsep biologi.

(7)

Tidak adanya pengaruh model pembelajaran problem solving terhadap penguasaan konsep biologi, dikarenakan model pembelajaran problem solving mempunyai beberapa kelemahan didalam proses pembelajaran antara lain: 1) memerlukan waktu yang lama, artinya memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode pembelajaran yang lain; 2) siswa yang pasif dan malas akan tertinggal; 3) sukar sekali untuk mengorganisasikan bahan pelajaran; 4) sukar sekali menentukan masalah yang benar-benar cocok dengan tingkat kemampuan siswa (Hamdani, 2011: 86).

Penerapan model pembelajaran problem solving pada siswa kelas VIII semester gasal SMP Islam Diponegoro tahun pelajaran 2013/2014 dirancang untuk melakukan pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa dalam pemecahan masalah sebagai sarana untuk membantu siswa dalam penguasaan konsep biologi pada materi sistem peredaran darah manusia. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu dari kelompok pembelajaran berbasis masalah yang didasarkan pada teori belajar konstruktivisme. Teori belajar kontruktivisme mempunyai prinsip bahwa siswalah yang harus membangun sendiri pengetahuannya dan menemukan segala sesuatu untuk dirinya dengan memecahkan masalah. Sejalan dengan hal tersebut Atan, Sulaiman, & Idrus (2005: 436) mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis masalah menjadikan siswa memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai konsep-konsep yang harus mereka pelajari.

Berikut adalah keterlaksanaan proses pembelajaran menggunakan model problem solving yang dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Pertemuan pertama dan pertemuan kedua menggunakan sintaks yang sama dengan indikator yang berbeda. Sebelum memasuki sintaks pertama pada awal pembelajaran, siswa diberi motivasi dan apersepsi dengan cara memberikan pertanyaan yang menghubungkan pada materi pelajaran, seperti; ”Pernahkah anggota badan kalian terluka, apa yang dihasilkan dari anggota badanmu yang terluka jika tanganmu teriris pisau? Kemudian seperti apa wujudnya darah itu,cair ataukah padat? Jika cair, apa saja isinya atau komposisinya yang ada di dalam darah tersebut? Pada saat kalian terluka darah itu berhenti atau tidak?

(8)

Jika darah berhenti itu adalah salah satu fungsinya,lalu mengapa bisa berhenti? Kemudian apa fungsi darah yang lainnya? Selanjutnya, jika darah itu berwujud cair kira-kira darah itu mengalir atau tidak, lalu di mana tempatnya, dialirkan melalui bagian tubuh yang mana? (dengan menunjukkan pembuluh darah yang tampak pada tangan sebagai gambaran apersepsi bagi siswa). Nah siapa yang memompa darah mengalir ke seluruh tubuh, apa alat pemompanya atau bagian organ tubuh yang mana yang memompa darah sehingga darah mengalir keseluruh tubuh. Hal tersebut bertujuan agar menarik perhatian siswa sehingga lebih termotivasi untuk mempelajari materi lebih lanjut.

Sintaks pertama dalam model pembelajaran problem solving adalah mengidentifikasi masalah. Siswa diarahkan untuk mengidentifikasi masalah yang nantinya bisa menjadi vocal point dalam pelajaran selanjutnya sekaligus memberi arahan pada tahap selanjutnya. Sintaks berikutnya adalah menegaskan masalah, dengan melibatkan guru dalam mengajari siswa tentang bagaimana menegaskan masalah-masalah, yang nantinya memberi mereka strategi yang dapat menjembatani celah konseptual antara menentukan atau mendefinisikan masalah dan memilih atau menyeleksi strategi. Guru menerapkan langkah ini dengan cara membantu siswa untuk menegaskan masalah yang menjadi vocal

point dengan menggunakan strategi questioning interaktif, seperti; “Sekarang,

coba perhatikan apakah semua darah berwarna merah? Apabila darah itu berwarna merah, mengapa darah itu berwarana merah atau putih, apa yang menyebabkan darah berwarna merah? Apa perbedaan fungsinya darah berwarna merah atau putih? Apakah ada perbedaan jumlah sel darah merah atau putih? Jadi, apa saja komponen yang terkandung dalam darah?. Silahkan berpikir dan didiskusikan dalam kelompok masing-masing tentang permasalahan-permasalahan tersebut. Ada yang mau berpendapat?”. Pertanyaan tersebut mengarahkan pada berbagai kemungkinan jawaban, sehingga pada saat pembelajaran siswa merespon pertanyaan dengan langsung menjawab secara mandiri.

Masalah yang ditegaskan oleh guru dihadapkan dengan kondisi nyata atau permasalahan yang ada dalam kehidupan siswa, sehingga siswa mudah

(9)

memikirkan solusi dalam menyelesaikannya. Kondisi tersebut dapat memberikan pengetahuan yang lebih bermakna bagi siswa. Sesuai dengan teori belajar bermakna dari David Ausubel yang menyebutkan bahwa belajar bermakna merupakan proses belajar dimana informasi baru dikaitakan dengan pengetahuan atau struktur pengertian yang sudah dimiliki siswa. Adapun kaitannya dengan model pembelajaran problem solving adalah dalam hal mengaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki siswa.

Pelaksanaan strategi sangat membantu memfokuskan perhatian siswa pada aspek-aspek menonjol dalam masalah yang sedang dihadapi. Pelaksanaan strategi dengan memberikan pada siswa LKS tentang sistem peredaran darah manusia. LKS tersebut diilustrasikan dengan gambar, video, maupun pertanyaan yang memancing daya kreatifitas siswa untuk mempresentasikan informasi sebagai sumber diskusi. Siswa diminta mengerjakan LKS dengan diskusi dalam kelompok sehingga terjadi interaksi sosial dengan teman lain. Interaksi sosial tersebut dapat memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa. Terbentuknya ide-ide baru merupakan salah

satu keuntungan dari pembelajaran problem solving sebagaimana yang

dijelaskan oleh Aldous (2005: 43) bahwa keuntungan lain dari problem solving adalah dapat mengungkap asal munculnya ide baru dan pengembangan ide-ide baru. Melalui interaksi sosial tersebut memungkinkan terjadinya

scaffolding yang dapat membantu siswa dalam menuntaskan masalah tertentu

dengan bantuan teman lain yang memiliki kemampuan lebih. Sesuai dengan teori belajar Vigotsky yang menekankan pentingnya aspek sosial belajar. Kaitannya dengan problem solving dalam hal mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan awal atau struktur kognitif yang telah dimiliki siswa melalui interaksi sosial dalam belajar dengan teman lain.

Guru juga melakukan pendekatan kepada siswa agar tidak merasa sungkan atau takut sehingga peneliti dapat dengan mudah mengatur dan meminta siswa untuk belajar biologi menggunakan model pembelajaran yang diterapkan oleh peneliti tanpa membuat pembelajaran teacher centered. Salah satu pendekatan yang dilakukan adalah memberikan arahan pada siswa untuk

(10)

bekerja secara kelompok dan membagi tugas kepada anggota kelompoknya dalam menyelesaikan masalah-masalah yang perlu dianalisis. Relevan dengan hasil penelitian Tungga (2011) bahwa penerapan model pembelajaran problem

solving dapat mengubah kegiatan pembelajaran yang bersifat teacher centered

menjadi student centered.

Sintaks terakhir model pembelajaran problem solving adalah mengevaluasi hasil pembelajaran. Pada tahap ini guru bersama siswa membahas hasil belajar kelompok dengan mendorong siswa untuk menilai dan menyampaikan permasalahan yang telah dipecahkan melalui presentasi. Siswa tak jarang memiliki kesulitan dalam tahap ini, mereka ingin menyelesaikan tugas tanpa peduli jawaban tersebut tepat atau tidak sehingga solusi yang mereka peroleh kurang sesuai. Disinilah dibutuhkan peran guru untuk memberi pengarahan dan pertimbangan sehingga mendorong siswa menemukan jawaban yang tepat atas permasalan tersebut. Evaluasi ini penting untuk dilakukan karena siswa membutuhkan pembenaran dan penguatan dari pengetahuan yang mereka peroleh. Peran guru sangat signifikan untuk mengarahkan pengetahuan siswa yang mungkin kurng terkontruksi dengan baik. Oleh sebab itu, guru harus memiliki pengetahuan yang lebih daripada siswa. Setelah siswa memahami permasalahan yang ada tentang sistem peredaran darah manusia, siswa diajak melakukan pembuktian melalui percobaan dan pengamatan seperti mengetahui terdapatnya komponen-komponen darah pada preparat awetan menggunakan mikroskop. Sesuai dengan penjelasan (Winkel, 1996: 83) bahwa belajar memecahkan problem dapat melalui pengamatan. Siswa dihadapkan pada problem yang harus di pecahkan dengan mengamati baik-baik, dengan demikian siswa dapat menarik kesimpulan.

Serangkaian proses kegiatan yang dilakukan oleh guru dan siswa dengan sintaks yang jelas dalam pembelajaran problem solving menggambarkan efektivitas interaksi antara guru dan siswa. Kegiatan tersebut memberi pengalaman baru dalam belajar bagi siswa yang sebelumnya tidak

mereka dapatkan. Pengetahuan baru di dapat dari banyaknya aktivitas belajar,

(11)

yang banyak membantu siswa mudah menguasai konsep biologi (yang dicerminkan dari aspek kognitif). Siswa yang bekerja sama memecahkan atau menyelidiki beberapa masalah, terlibat dalam pengembangan bakat-bakat lainnya seperti merencanakan, mengorganisasikan, komunikasi sosial, kreativitas dan kemampuan akademik. Sesuai dengan teori belajar Piaget yang menyebutkan bahwa perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana siswa secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman yang nyata melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi siswa. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Mariati (2010) bahwa model pembelajaran berbasis problem solving dapat meningkatkan kemampuan metakognisi dan pemahaman konsep mahasiswa. Penelitian Selviana (2007) juga memperkuat pernyataan bahwa model pembelajaran problem solving mampu meningkatkan hasil belajar pada aspek kognitif.

2. Pengaruh Tingkat Kecerdasan (Intelligence Quotient) terhadap Hasil Penguasaan Konsep Biologi

Hasil uji anava dua jalur menunjukkan bahwa tingkat kecerdasan (Intelligence Quotient) tidak berpengaruh terhadap hasil penguasaan konsep biologi. Siswa yang memiliki IQ (Intelligence Quotient) rendah tidak berarti penguasaan konsepnya rendah, siswa yang memiliki IQ (Intelligence Quotient) sedang tidak berarti penguasaan konsepnya sedang, demikian pula siswa yang memiliki IQ (Intelligence Quotient) tinggi tidak berarti penguasaan konsepnya tinggi. Robinson (1986: 117) juga memperkuat pernyataan bahwa Intelligence

Quotient yang tinggi bukan jaminan bahwa individu akan memiliki berbagai

keterampilan yang diperlukan untuk memikul tanggung jawab tingkat tinggi, walaupun skor yang rendah dalam suatu tes inteligensi mungkin saja tepat menunjukkan ketiadaan keterampilan-keterampilan sedemikian. Bagian terpenting daripada penilain komponen genetik dalam inteligensi adalah penilaian sumbangan Intelligence Quotient atas keberhasilan pekerjaan.

Kelompok eksperimen dengan rata-rata taraf kecerdasan Intelligence

(12)

lebih tinggi daripada kelompok kontrol, sedangkan kelompok kontrol rata-rata taraf kecerdasan Intelligence Quotient 103,8 mempunyai nilai rata-rata penguasaan konsep biologi 59,6. Secara lengkap disajikan pada gambar 4.2. Namun, dalam penelitian ini hasil analisis menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh tingkat kecerdasan (Intelligence Quotient) terhadap hasil penguasaan konsep biologi. Penggolongan tiga tingkatan IQ (Intelligence Quotient) siswa terhadap nilai penguasaan konsep biologi dapat dilihat selengkapnya pada lampiran 3.

Gambar 4.2. Perbandingan Penguasaan Konsep Biologi ditinjau dari

Intelligence Quotient Kelompok Kontrol dan Eksperimen.

Tidak adanya pengaruh tingkat kecerdasan (Intelligence Quotient) terhadap hasil penguasaan konsep biologi, dikarenakan belajar adalah suatu proses yang kompleks dengan banyak faktor yang mempengaruhinya. Siswa yang mempunyai tingkat inteligensi yang normal dapat berhasil dalam belajar karena siswa belajar dengan baik, artinya belajar dengan menerapkan metode belajar yang efisien. Hasil belajar juga dipengaruhi faktor internal. Seperti yang dikemukakan oleh Purwanto (1994: 102) bahwa hasil belajar (khususnya hasil belajar ranah kognitif yang mencerminkan penguasaan konsep biologi) dipegaruhi oleh faktor internal yang meliputi faktor kematangan/pertumbuhan, faktor pribadi, dan motivasi yang akan memberikan dorongan terhadap siswa

(13)

untuk ingin lebih mengetahui dan tertarik dengan apa yang sedang dipelajarinya, sehingga hal ini dapat mempengaruhi penguasaan konsep biologi yang dicapai.

3. Interaksi Model Pembelajaran Problem Solving dengan Tingkat Kecerdasan (Intelligence Quotient) terhadap Penguasaan Konsep Biologi

Hasil uji anava dua jalan menunjukkan bahwa interaksi antara model pembelajaran Problem Solving dengan tingkat kecerdasan (Intelligence

Quotient) siswa tidak berpengaruh terhadap hasil penguasaan konsep biologi.

Hasil penguasaan konsep biologi di kelas yang menerapakan model pembelajaran Problem Solving maupun kelas yang menggunakan metode konvensional tidak tergantung pada variasi tingkat kecerdasan (Intelligence

Quotient) siswa.

Rerata hasil penguasaan konsep biologi di kelas eksperimen lebih tinggi dibanding siswa di kelas kontrol baik ditinjau dari tingkat kecerdasan (Intelligence Quotient) sedang, rendah, maupun tinggi. Jika melihat rata-rata hasil penguasaan konsep biologi ditinjau dari tingkat kecerdasan (Intelligence

Quotient), pada kelas eksperimen memiliki nilai rata-rata yang lebih tinggi dari

kelas kontrol, hal ini disebabkan oleh model pembelajaran yang diterapkan pada masing-masing kelas berbeda. Sesuai dengan pernyataan Atan, Sulaiman, & Idrus (2005: 436) bahwa pembelajaran berbasis masalah menjadikan siswa memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai konsep-konsep yang harus mereka pelajari. Sedangkan tingkat kecerdasan (Intelligence Quotient) bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi hasil penguasaan konsep biologi.

Seperti yang diketahui sebelumnya, pembelajaran problem solving memainkan peranan penting dalam pencapaian tujuan belajar. Pembelajaran

problem solving sesungguhnya diharapkan dapat menjadi sarana dalam

mencapai hasil penguasaan konsep biologi. Namun, dalam penelitian ini hasil analisis menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara pembelajaran

problem solving dengan tingkat kecerdasan (Intelligence Quotient) terhadap

(14)

problem solving dengan sintaks pembelajarannya dinilai mampu meningkatkan

penguasaan konsep biologi sehingga efektif diterapkan untuk membuat siswa lebih aktif dan menguasi konsep biologi, sedangkan tingkat kecerdasan (Intelligence Quotient) merupakan salah satu aspek dari dalam diri siswa yang tidak banyak mempengaruhi.

Model pembelajaran merupakan salah satu faktor eksternal yang dapat dimodifikasi sehingga mempengaruhi penguasaan konsep. Tingkat kecerdasan (Intelligence Quotient) termasuk faktor internal yang juga dapat mempengaruhi hasil belajar. Tetapi tingkat kecerdasan (Intelligence Quotient) merupakan kemampuan yang sifatnya selalu berubah. Sedangkan pencapaian hasil penguasaan konsep biologi tidak hanya dipengaruhi faktor internal dari IQ (Intelligence Quotient) saja tetapi terdapat faktor internal lain yang mempengaruhi hasil belajar.

Faktor internal dan eksternal lain yang dapat mempengaruhi hasil belajar (khususnya hasil belajar ranah kognitif yang mencerminkan penguasaan konsep biologi) siswa menurut Purwanto (1994: 102), hasil belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1) kematangan/pertumbuhan; 2) sifat-sifat pribadi seseorang; 3) keadaan keluarga; 4) cara guru mengajar; 5) alat-alat pembelajaran; 6) lingkungan dan kesempatan; 7) motivasi. Adanya kekurangan tahap-tahap penelitian atau terdapat langkah yang terlewatkan dalam penelitian, waktu dalam penelitian yang kurang sesuai juga dapat menjadi penyebab tidak adanya interaksi strategi pembelajaran dan minat belajar terhadap hasil penguasaan konsep biologi.

Gambar

Tabel  4.1 menunjukkan rata-rata  kelompok eksperimen lebih  tinggi dari kontrol, rata-rata kelompok eksperimen adalah 71,1 sedangkan kelompok  kontrol 59,6
Gambar  4.2.  Perbandingan  Penguasaan  Konsep  Biologi  ditinjau  dari  Intelligence Quotient Kelompok Kontrol dan Eksperimen.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui Alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan karya karya seni limbah kertas pada guru seni budaya SD se Kecamatan Pleret Bantul.. Untuk melatih

Sedangkan jika ditinjau rata-rata tiap aspek, maka dapat diperoleh hasil bahwa rata-rata skor aspek: (1) menggunakan mikroskop (keterampilan menggunakan alat 70.5;

Berdasarkan data pada Tabel 9 diperoleh nilai F- hitung = 2.266 dengan sig.F = 0.077, maka diketahui bahwa nilai F hitung kinerja karyawan lebih besar dari F tabel

Gromph concluded his turning spell just in time, as Dyrr recovered with impossible speed and lashed out with a dire black ray of invidious energy that would have ripped

They are a study on ontological metaphor involved in the book Song of Songs and relate them with the structural point of view which might give more valuable knowledge

Botanical Garden (BBG) Pangkalpinang. Setiap tempat wisata sebisa mungkin harus dapat menyediakan fasilitas untuk memenuhi segala kebutuhan wisatawan. Hasil penelitian ini

Pada siklus II aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan. Aktivitas belajar siswa dengan kategori tinggi pada siklus I adalah 7 orang atau 25%, pada siklus II meningkat menjadi

yang diterapkan saat ini berdasarkan hasil evaluasi kurikulum yang dilakukan oleh Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk). Atas dasar itu, Pemerintah Republik Indonesia