• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES PRODUKSI IKAN TUNA KALENG DI PT BANYUWANGI CANNERY INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PROSES PRODUKSI IKAN TUNA KALENG DI PT BANYUWANGI CANNERY INDONESIA"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

PROSES PRODUKSI IKAN TUNA KALENG

DI PT BANYUWANGI CANNERY INDONESIA

LAPORAN KERJA PRAKTEK

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat – syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan

Oleh:

Audrey Ardian Pranoto

NIM : 14.I1.0183

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

(2)

i

HALAMAN PENGESAHAN

PROSES PRODUKSI IKAN TUNA KALENG

DI PT BANYUWANGI CANNERY INDONESIA

Oleh:

AUDREY ARDIAN PRANOTO NIM: 14.I1.0183

PROGRAM STUDI: TEKNOLOGI PANGAN

Laporan Kerja Praktek ini telah disetujui dan dipertahankan di hadapan sidang penguji pada tanggal :

Semarang, 8Juni 2017

Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata

Pembimbing Lapangan Dosen Pembimbing

A. Budi Irawan Dr. Ir. Lindayani, MP.

Dekan

(3)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, karunia, dan penyertaan-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan Kerja Praktek yang berjudul “Proses Produksi Ikan Tuna Kaleng di PT Banyuwangi Cannery Indonesia”/ Penulisan laporan ini dilakukan dengan tujuan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian di Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.

Selama Kerja Praktek dan penulisan laporan Kerja Praktek ini, penulis memperoleh banyak pengetahuan, wawasan, pengalaman, serta keterampilan, terutama mengenai proses produksi ikan tuna kaleng di PT Banyuwangi Cannery Indonesia. Terselesaikannya laporan ini tidak terlepas dari pengarahan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini Penulis mengucapkan syukur dan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus, atas berkat penyertaan-Nya yang luar biasa.

2. Ibu Dr. V. Kristina Ananingsih, ST, MSc., sebagai Dekan dari Fakultas Teknologi Pertanian, Program Studi Teknologi Pangan yang sudah membantu serta memberikan ijin kepada penulis supya dapat melaksanakan Kerja Praktek.

3. Ibu Dr. Ir. Lindayani MP., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan, waktu, pikiran, dan tenaganya dengan memberi pengarahan sebelum Kerja Praktek hingga penyusunan laporan akhir.

4. Ibu Sherly, selaku Komisaris PT Banyuwangi Cannery Indonesia yang sudah memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat melaksanakan kegiatan kerja praktek.

5. Bapak Engkusnadi, selaku Manager PT Banyuwangi Cannery Indonesia yang sudah membimbing dan mendampingi penulis selama masa kerja praktek.

6. Mas Budi, Mas Fajar, dan Mbak Titis yang sudah membantu, memberikan informasi, serta bimbingan selama masa kerja praktek.

7. Staff Tata Usaha Fakultas Teknologi Pertanian yang telah membantu dalam bidang administrsi dari awal Kerja Praktek hingga terselesaikannya laporan Kerja Praktek. 8. Keluarga yang sudah memberikan dukungan, doa, semangat selama masa kerja

(4)

iii

9. Philipus Jordan Nugroho, Yosua Santoso, Priska Adina Chandra Rahardjo, Nita Pratama, Elizabeth Gracia, Greccilia Yovita, dan Klara Paskarena sebagai teman perjuangan melaksanakan kerja praktek di Banyuwangi.

10.Semua pihak yang telah membantu baik dalam doa, dukungan, dan semangat penulis dalam kelancaran baik pada masa kerja praktek maupun penyusunan laporan kerja praktek yang tidak dapt penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa penulisan dan penyusunan laporan Kerja Praktek ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan Penulis. Penulis mengharapkan supaya para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun sehingga dapat meningkatkan kemampuan Penulis kelak. Akhir kata, penulis berharap semoga laporan kerja praktek ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan bagi para pembaca serta pihak-pihak yang membutuhkan. Terima kasih.

Semarang, 8Juni 2017

(5)

iv

1.3. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 2

1.4. Metode Kerja Praktek ... 2

2. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN ... 3

2.1. Sejarah Perusahaan ... 3

2.2. Visi dan Misi Perusahaan ... 3

2.3. Kebijakan Mutu Perusahaan ... 4

2.4. Lokasi Perusahaan ... 4

2.5. Struktur Organisasi Perusahaan ... 4

2.6. Manajemen Ketenagakerjaan ... 5

2.6.1. Status Pekerja ... 5

2.6.2. Jam Kerja ... 5

2.7. Peraturan Perusahaan Bagi Karyawan Selama Bekerja ... 6

3. SPESIFIKASI PRODUK ... 8

4. PROSES PRODUKSI ... 10

4.1. Bahan Baku dan Media... 10

4.1.1. Bahan Baku Ikan Tuna ... 10

4.1.2. Media ... 10

4.2. Proses Produksi ... 11

4.2.1. Penyiangan (Butchering) ... 12

4.2.2. Cooking dan Cooling ... 12

4.2.3. Deheading ... 12

4.2.4. Trimming ... 13

4.2.5. Metal Detector ... 13

4.2.6. Packshaper ... 13

4.2.7. Pengisian Media ... 13

4.2.8. Seaming ... 14

4.2.9. Sterilisasi ... 14

4.2.10.Pengelapan (Wipping)... 15

4.2.11.Coding dan Labelling ... 15

4.2.12.Inkubasi dan Pengemasan ... 16

(6)

v

5. PRODUKSI TUNA DALAM KALENG ... 17

5.1. Pengisian Tuna Dalam Kaleng ... 17

5.2. Rendemen Produksi ... 17

5.3. Penentuan Jumlah Raw Material dan Rejected Product ... 19

6. PEMBAHASAN ... 20

6.1. Bahan Baku ... 20

6.2. Media ... 22

6.3. Proses Produksi ... 22

7. KESIMPULAN DAN SARAN ... 29

7.1. Kesimpulan ... 29

7.2. Saran ... 29

(7)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Ketentuan Sterilisasi Ikan Tuna Dalam Kaleng ... 14

Tabel 2. Lose Weight Selama Proses Pengolahan Ikan Tuna ... 18

(8)

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tuna Kaleng Dalam Media (1) Sunflower Oil, (2) Soya Bean Oil,

(3) Olive Oil, dan (4) Brine... 9

Gambar 2. Kemasan Kaleng (a) Round Can dan (b) Club Can ... 9

(9)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur Organisasi ... 31

(10)

1

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam perkembangan industri di bidang pangan yang semakin maju, mahasiswa dituntut untuk dapat memadukan antara ilmu pengetahuan dan juga pengalaman bekerja di industri pangan melalui program Kerja Praktek. Dalam Kerja Praktek ini diharapkan mahasiswa dapat menerapkan teori yang sudah didapat secara nyata. PT Banyuwangi Cannery Indonesia adalah salah satu perusahaan pengalengan ikan di Indonesia yang memproduksi ikan tuna dalam kaleng. PT Banyuwangi Cannery Indonesia memproduksi tuna kaleng dengan memperhatikan mutu produk dan keamanan pangan untuk dapat melakukan ekspor produk ke pasar utama yaitu di Timur Tengah, Afrika, dan Eropa. Hal ini menjadi salah satu faktor yang tepat bagi kami untuk mendapatkan pelatihan, pembelajaran, dan pengalaman kerja praktek yang tepat. Pada kerja praktek ini akan difokuskan pada efisiensi hasil produksi tuna kaleng.

1.2. Tujuan dan Manfaat

1.2.1. Tujuan

Tujuan dilaksanakannya kerja praktek ini adalah:

a. Menerapkan ilmu pengetahuan yang telah didapatkan pada saat perkuliahan. b. Menambah wawasan serta pengetahuan yang berkaitan dengan pangan. c. Mendapatkan gambaran tentang situasi kerja dalam industri pangan.

d. Mengetahui masalah-masalah dan berusaha mencari solusi untuk permasalahan yang muncul di lapangan.

1.2.2. Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh selama melakukan kerja praktek di PT Banyuwangi Cannery Indonesia antara lain:

(11)

b. Dapat mengetahui pengawasan apa saja yang dilakukan terhadap mutu dan produksi tuna kaleng.

c. Dapat ikut berpartisipasi dalam pengujian mutu tuna kaleng yang merupakan salah satu bagian dari proses produksi tuna kaleng.

1.3. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Pelaksanaan Kerja Praktek ini berlangsung selama 22 hari kerja, Kerja Praktek dimulai 16 Januari 2017 sampai 10 Februari 2016. Kerja Praktek dilaksanakan di PT Banyuwangi Cannery Indonesia, di Jalan Raya Situbondo KM 12,5 Watudodol, Ketapang, Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur.

1.4. Metode Kerja Praktek

(12)

3

2. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

Cikal bakal dari PT Banyuwangi Cannery Indonesia (BCI) dimulai sejak tahun 2010 dengan kapasitas 8 Full Container Load (FCL) per bulan. PT Banyuwangi Cannery Indonesia didirikan pada lahan seluas 1,5 hektar di Banyuwangi, Indonesia. Prinsip perusahaan adalah 5B, yaitu Berdoa sebelum bekerja, Berdedikasi tinggi, Bekerja keras, Bisa bekerja sama, dan Berani jujur. PT Banyuwangi Cannery Indonesia saat ini menjadi salah satu pabrik ikan tuna kaleng di Indonesia. PT Banyuwangi Cannery Indonesia memiliki jumlah karyawan sebanyak 200 orang yang terdiri atas karyawan bulanan dan harian. Target pemasaran utama dari perusahaan adalah ekspor ke Timur Tengah, Afrika, dan Eropa.

Produk yang dihasilkan perusahaan antara lain tuna kaleng dalam soya bean oil,

sunflower oil, olive oil, dan brine. Produk tuna dalam kaleng tersebut dikemas dalam

berbagai ukuran isi antara lain 125 g, 160 g, 170 g, 185 g, dan 1800 g. PT Banyuwangi Cannery Indonesia saat ini sudah mendapatkan sertifikasi antara lain HACCP (Referensi HACCP: CAC/RCPI – 1969, Rev, 4-2003; SNI 01-4852-1998; dan Pedoman BSN 1004), European Union/EU 584. 14B/C, HALAL, Dolphin Safe – EII, dan Kosher (per shipment).

2.2. Visi dan Misi Perusahaan

Visi dari PT perusahaan yaitu “Menjadi perusahaan terdepan dalam menghasilkan produk hasil laut yang unggul dalam mutu dan keamanan pangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di seluruh dunia.”

Misi dari PT Banyuwangi Cannery Indonesia adalah:

1. Membentuk sistem jaminan mutu dan keamanan pangan

(13)

2.3. Kebijakan Mutu Perusahaan

PT Banyuwangi Cannery Indonesia (BCI) memiliki pernyataan mengenai kebijakan mutu perusahaan antara lain:

1. “Mutu adalah hidup kami, kami hanya memproduksi produk yang bermutu untuk memuaskan pelanggan.”

2. “Komitmen kami adalah menerapkan sistem HACCP dalam berproduksi.” 3. “Jika kami tidak menjaga mutu berarti kami keluar dari bisnis.”

4. “Suksesnya bisnis kami, adalah berkat dukungan seluruh karyawan yang mengerti dan menjalankan kebijakan mutu.”

2.4. Lokasi Perusahaan

PT Banyuwangi Cannery Indonesia berada di Jalan Raya Situbondo Km 12,5 Watudodol, Ketapang, Banyuwangi, Jawa Timur. Luas area yang dimiliki perusahaan ini adalah 1,5 hektar. Saat ini sedang dibangun dermaga yang diharapkan dapat memperlancar proses penerimaan bahan baku dan proses ekspor perusahaan.

2.5. Struktur Organisasi Perusahaan

PT Banyuwangi Cannery Indonesia menggunakan sistem organisasi garis (line

organization). Kekuatan tertinggi di PT Banyuwangi Cannery Indonesia adalah Board

of Director yang membawahi Chief Executive Director.Chief Executive Director

membawahi Executive Director yang juga membawahi Marketing & Export Secretarial

dan General Manager. General Manager berada di atas Plant Manager yang juga

membawahi 6 departemen, yaitu Ware House Department, QC Department, Production

Department, Finance, HRD, dan Technician & Mechanic Department. Production

Department membawahi 2 bagian yaitu Stock & Production Administration dan

Supervisor, dimana Supervisor membawahi 10 bagian proses produksi. Adapun struktur

(14)

5

2.6. Manajemen Ketenagakerjaan

Manajemen ketenagakerjaan PT Banyuwangi Cannery Indonesia dibagi berdasarkan status pekerjaan dan jam kerja.

2.6.1. Status Pekerja

Berdasarkan status pekerja, pembagian pekerjaannya adalah sebagai berikut:

• Pekerja Tetap (Staff Bulanan)

Pekerja Tetap atau staff bulanan adalah karyawan tetap dengan gaji bulanan. Pekerja tetap atau staff mulai bekerja setiap Senin hingga Sabtu mulai pukul 08.00 – 17.00 WIB.

• Pekerja Harian

Pekerja harian adalah pekerja yang menerima upah apabila pegawai yang bersangkutan bekerja sesuai harian atau per jam apabila perusahan melakukan proses produksi. Upah yang dibayarkan pada pekerja borongan dilakukan dengan hitungan mingguan.

• Pekerja Borongan

Pekerja borongan adalah karyawan yang menerima upah berdasarkan besar kecilnya kuantitas pekerjaan yang dilakukan. Upah yang dibayarkan pada pekerja borongan dilakukan dengan hitungan mingguan.

2.6.2. Jam Kerja

Berdasarkan jam kerja, pembagian pekerjaannya adalah sebagai berikut:

Shift

(15)

Banyuwangi Cannery Indonesia hanya memiliki 1 shift yaitu shift pagi dari mulai pukul 08.00-16.00 WIB.

Non Shift

Para pekerja yang masuk dalam golongan non shift adalah pekerja yang tidak berhubungan langsung dalam proses produksi (contohnya bagian mechanical, office,

dan lain-lain). Jadwal kerja dimulai dari pukul 08.00-17.00 WIB dalam enam hari kerja per minggu.

• Waktu Lembur

Waktu lembur adalah waktu kerja tambahanyang dilakukan di luar jam kerja yang akan diberlakukan apabila terjadi keadaan mendesak dan terjadi situasi permintaan produk yang secara tiba-tiba meningkat.

2.7. Peraturan Perusahaan bagi Karyawan selama Bekerja

Setiap karyawan yang bekerja di PT Banyuwangi Cannery Indonesia wajib menaati peraturan yang berlaku di perusahaan, antara lain:

1. Seluruh karyawan dan karyawati diharuskan masuk kerja sesuai waktu yang telah ditentukan.

2. Sebelum masuk dan berada di ruang kerja/produksi semua karyawan dan karyawati dilarang:

• Memakai accessories, perhiasan dan barang-barang sejenisnya.

• Membawa HP dan barang-barang sejenisnya.

• Merokok, makan-minum, dan meludah.

• Membuang sampah sembarangan

3. Sebelum masuk dan berada di ruang kerja/produksi semua karyawan dan karyawati diharuskan/diwajibkan:

• Memotong kuku, membersihkan jengot, dan lain-lain.

• Sebelumbekerja mencuci tangan dengan sabun yang sudah tersedia.

• Melepas/menanggalkan seragam dan sepatu kerja setiap masuk toilet/kamar

(16)

7

• Melepas/menanggalkan seragam bila meninggalkan ruang kerja/istirahat,

“khusus ruang steril” meliputi divisi deheading, sanitasi, timbang, cutting, filling

can, exhaust box, seamer, retort, dan bumbu.

• Setiap bekerja, memakai pakaian kerja (seragam) lengkap dan rapi sesuai

disivinya sebagai berikut:

a. Baju kerja (seragam divisi), afron/celemek dan sepatu. b. Masker, penutup kepala/rambut tidak boleh kelihatan.

4. Seluruh karyawan/karyawati bertanggungjawab atas pekerjaan dan peralatan yang dipakainya.

5. Selama bekerja karyawan/karyawati tidak diperbolehkan keluar atau meninggalkan pekerjaannya sebelum selesai. Apabila ada kepentingan yang mendesak harus seijin pimpinannya masing-masing.

(17)

8

3. SPESIFIKASI PRODUK

PT Banyuwangi Cannery Indonesia memproduksi ikan tuna dalam kaleng yang dikemas dalam berbagai ukuran kaleng antara lain (211×109), (307×112), (307×111), (307×108), (307×105)into pengisian dalam Master Carton single wall48 pcs dan (603×408)into pengisian dalam Master Carton 6 pcs. Produk akhir berupa produk ready

to eat yang ditujukan untuk semua konsumen kecuali bagi yang memiliki alergi

terhadap ikan. Produk memiliki umur simpan 3 tahun.

Spesies ikan yang digunakan sebagai antara lain Yellowfin/ Albacore

Tuna(Thunnusalbacares), Skipjack Tuna (Katsuwonus pelamis), Southern Bluefin Tuna

(Thunnus moccoyii), dan Big Eye Tuna (Thunnus obesus). Bahan baku berasal dari ikan

yang ditangkap area penangkapan di Laut Jawa, Samudera Hindia, dan laut lepas lainnya. Ikan segar dan beku diterima dari pemasok, diangkut dengan menggunakan

box atau basket, dan dijaga suhunya ≤ 4 oC (ikan segar) dan ≤ −18 oC suhu ruang penyimpanan (ikan beku).

Produk ikan tuna dikemas ke dalam kaleng bersama dengan media. Media yang digunakan adalah vegetable oil dan brine. Vegetableoil yang digunakan antara lain olive

oil,sunflower oil, dan soya bean oil.Sedangkan untuk media brine yang umum

digunakan pada produk PT Banyuwangi Cannery Indonesia adalah 1,2%; namun dapat berubah sesuai permintaan buyer.

(18)

9

Produk ikan tuna dalam kaleng PT Banyuwangi Cannery Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1. Kemasan kaleng round can dan club can dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 1. Tuna Kaleng Dalam Media (1) Sunflower Oil, (2) Soya Bean Oil, (3) Olive Oil, dan (4) Brine.

Gambar 2. Kemasan Kaleng (a) Round Can dan (b) Club Can.

1 2

3 4

(19)

10

4. PROSES PRODUKSI

4.1.Bahan Baku dan Media

4.1.1. Bahan Baku Ikan Tuna

Penerimaan bahan baku yang akan diolah dibedakan menjadi 2, yaitu bahan baku segar

(fresh) dan bahan baku beku (frozen). Bahan baku yang diterima dari supplier harus

diuji kandungan histaminnya di laboratorium. Pengujian histamin dilakukan secararandom sampling. Kandungan histamin ikan pada saat penerimaan bahan baku maksimal 30 ppm. Bahan baku beku biasanya disimpan cold storage dengan menggunakan suhu -18oC. Bahan baku yang diterima harus bebas dari kotoran dan benda asing. Sebelum ikan diproses harus dilakukan pengecekan kembali kandungan histamin di laboratorium. Kandungan histamin ikan sebelum diproses maksimal 50 ppm. Bahan baku yang masuk ke dalam proses produksi ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui rendemen produk akhir nantinya. Bahan baku diidentifikasi dan diberi kode untuk mempermudah penelusuran traceability hingga sampai produk akhir. Bahan baku sebelum diproses perlu dilakukan perlakuan thawing. Thawing dilakukan dengan cara meletakkan ikan pada bak dengan sirkulasi air secara berkala untuk mempercepat proses thawing. Selama proses thawing, suhu ikan dijaga supaya tidak melebihi suhu 4oC. Lama waktu yang dibutuhkan untuk penanganan thawing adalah 2-3 jam.

4.1.2. Media

(20)

11

4.2. Proses Produksi

Proses produksi dari ikan tuna kaleng dapat dilihat pada Gambar 3.

(21)

4.2.1. Penyiangan (Butchering)

Butcheringatau penyiangan adalah proses pembuangan isi perut ikan. Ikan yang sudah

melalui proses thawing dibuang isi perut dan organ dalam menggunakan pisau. Apabila ikan yang disiangi terlalu besar ukurannya maka diawali dengan pemotongan menggunakan gergaji menjadi beberapa bagian terlebih dahulu. Kemudian ikan dicuci untuk membersihkan isi perut dan darah yang tersisa. Penyucian dilakukan sebanyak 2 kali untuk menghasilkan hasil akhir yang bebas dari darah dan isi perut. Pada

butchering harus diusahakan tidak ada delay dan pengananan secepat mungkin. Ikan

yang telah disiangi segera disusun pada rak/tray untuk dimasukkan ke dalam cooker.

4.2.2. Cooking dan Cooling

Ikan yang telah disusun pada tray selanjutnya dimasukkan ke dalam cooker dengan suhu 90oC dengan tekanan 0,2 atm. Lama pemasakan disesuaikan dengan ukuran ikan, yaitu 45 menit untuk ikan size 1 up dan 1,5 jam untuk ikan size 2 up. Setelah pemasakan selesai, ikan disemprot dengan air melalui pipa dalam cooker. Setelah waktu pemasakan selesai, ikan dipindahkan ke cooling area. Pada coolingarea ikan akan diturunkan suhunya mencapai 45oC. Proses cooling ini dilakukan dengan cara disemprot air/spray.

4.2.3. Deheading

Deheading adalah proses pemisahan kepala, kulit, dan duri.Pemisahan kepala dan duri

(22)

13

4.2.4. Trimming

Trimming adalah pemisahan light meat dan dark meat, serta tulang dan sisik yang

tersisa. Proses trimmingdilakukan dengan cara mengikis daging ikan secara perlahan dengan pisau. Bagian yang digunakan untuk proses selanjutnya adalah light meat. Hasil

trimming yang baik diharapkan tidak terdapat kulit, daging coklat, dan duri.

4.2.5.Metal Detector

Ikan yang telah melalui proses trimming dilewatkan pada metal detector untuk mengecek apakah ikan bebas dari kandungan metal/logam. Kandungan Fe maksimal sebesar 4,0 mm; N-Fe maksimal 3,5 mm; dan Sus maksimal 4,0 mm. Adanya serpihan logam pada produk dapat membahayakan kesehatan manusia dalam waktu yang lama.

4.2.6. Packshaper

Proses packshaper adalah proses untuk memperoleh ukuran dan bentuk daging ikan yang sesuai dengan kaleng. Pembentukan ukuran dari loin pada proses packshaper

dapat menghasilkan beberapa tipe daging yaitu solid, chunk, dan flake. Pemotongan menggunakan packshaper akan memotong ikan yang sudah ditata rapi, dan langsung dimasukkan ke dalam kaleng sesuai berat filling yang ditentukan/diatur, serta dilengkapi dengan checking weigher untuk mengetahui apakah alat packshaper sudah sesuai dengan ketentuan filling. Apabila dalam pengecekan didapati hasil yang tidak sesuai maka kaleng tersebut akan dipindahkan ke pengisian kaleng secara manual.

4.2.7. Pengisian Media

Setelah dilakukan pengisian dalam kaleng,kaleng diletakkan pada conveyor menuju pengisian media. Media yang digunakan adalah oil (sunflower oil, soya bean oil,dan

pomace olive oil) dan brine. Pengisian media menggunakan keran media.. Sebelum

(23)

4.2.8. Seaming

Setelah diisi oleh media, kaleng ditutup menggunakan seamer. Penutupan kaleng ini menggunakan sistem double seaming. Seamer yang digunakan harus sesuai dengan jenis kaleng, round dan club can seamer. Setelah dilakukan seaming, kaleng dilewatkan pada can washer. Can washer dengan air bersuhu 70oC untuk membersihkan sisi luar kaleng dari media. Lalu kaleng dimasukkan ke dalam kolam yang berisi keranjang

retort.

4.2.9. Sterilisasi

Kaleng-kaleng yang telah diletakkan pada keranjang retort, akan dimasukkan ke dalam

retort. Sterilisasi retort menggunakan suhu 117oC selama 60-75 menit dengan tekanan

0,8 atm.Ketentuan sterilisasi ikan tuna dalam kaleng dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Ketentuan Sterilisasi Ikan Tuna Dalam Kaleng

Ukuran

Sumber: PT Banyuwangi Cannery Indonesia 2017

Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa lama waktu sterilisasi yang digunakan bergantung pada jenis kaleng dan jenis media. Tuna dengan media 100% oil

(24)

15

perkiraan 1 keranjang mampu menampung 1200-1500 kaleng bergantung ukuran kaleng. Dengan demikian, setiap retort mampu diisi sebanyak 4800-6000 kaleng.

Venting atau lama waktu untuk menghilangkan udara dalam retort dan mengganti

dengan udara panas adalah 5 menit. Setelah kaleng selesai disterilisasi, keranjang diangkat dan didiamkan pada suhu ruang untuk mengurangi suhu pemanasan.

4.2.10.Pengelapan (Wipping)

Wipping atau pengelapan kaleng ditujukan untuk mencegah bahaya fisik berupa korosi

pada kaleng. Kandungan air yang masih terdapat pada permukaan kaleng dapat memicu proses korosi. Korosi pada kaleng dapat menyebabkan kaleng rusak dan memicu pertumbuhan bakteri. Pengelapan harus dilakukan dengan sempurna sehingga meminimalkan air yang terdapat pada kaleng.

4.2.11.Coding dan Labelling

Setelah dilakukan pengelapan, tuna kaleng kemudian melalui tahap coding dan

labelling. Tuna kaleng diletakkan conveyor menuju mesin coding dan labelling. Kaleng

diberi kode dan label kemasan sesuai dengan spesifikasi produk. Pelabelan produk menggunakan kertas yang dicetak atau dengan mencetak langsung pada kemasan kaleng. Spesifikasi label meliputi nama produk, kode area perikanan, nomer approval, tanggal produksi/tanggal kadaluarsa, kode pemasok, gross weight, net weight, dan negara asal.

(25)

4.2.12.Inkubasi dan Pengemasan

Selanjutnya produk diinkubasi selama 5-7 hari. Inkubasi dan penyimpanan dilakukan di gudang pada suhu ruang dan tidak lembab. Produk kaleng yang rusak atau bocor harus dipisahkan dari produk lainnya dengan sistem First In First Out (FIFO). Kaleng yang telah melalui proses produksi dan inkubasi dikemas pada mastercarton single wall. Tiap

1 carton untuk kaleng 125 g diisi 50 kaleng, kaleng 160 g diisi dengan 48 kaleng,

kaleng 185 g diisi dengan 48 kaleng, dan kaleng 1800 g diisi dengan 6 kaleng.

4.2.13.Penyimpanan dan Stuffing

(26)

17

5. PRODUKSI TUNA DALAM KALENG

5.1.Pengisian Tuna Dalam Kaleng

Pengisian tuna ke dalam kaleng harus didasarkan pada spesifikasi produk yang ada. Pengisian tersebut didasarkan pada net weight, drain weight, serta perbandingan media

(brine dan vegetable oil). Net weight adalah berat seluruh isi kaleng dikurangi dengan

berat kaleng. Drain weight adalah berat daging tuna dalam satu kaleng.Proporsi chunk

dan flake dalam kaleng disesuaikan dengan permintaan buyer. Berat chunk yang

diisikan ke dalam kaleng dapat dihitung menggunakan rumus:

W

chunk

=

𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑤𝑤𝑤𝑤𝑑𝑑𝑤𝑤 ℎ𝑡𝑡 %𝑐𝑐ℎ𝑢𝑢𝑑𝑑𝑢𝑢

Berat flake yang diisikan ke dalam kaleng dapat dihitung menggunakan rumus:

W

flake

=

𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑤𝑤𝑤𝑤𝑑𝑑𝑤𝑤 ℎ𝑡𝑡

%𝑓𝑓𝑓𝑓𝑑𝑑𝑢𝑢𝑤𝑤

Jumlah media yang diisikan ke dalam kaleng adalah net weight dikurangi dengan drain

weight. Berat oil dalam satu kaleng dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Woil= (𝑑𝑑𝑤𝑤𝑡𝑡𝑤𝑤𝑤𝑤𝑑𝑑𝑤𝑤ℎ𝑡𝑡 − 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑤𝑤𝑤𝑤𝑑𝑑𝑤𝑤ℎ𝑡𝑡) × %𝑜𝑜𝑑𝑑𝑓𝑓

Berat brine yang diisikan ke dalam kaleng dapat dihitung dengan menggunakan rumus: Wbrine= (𝑑𝑑𝑤𝑤𝑡𝑡𝑤𝑤𝑤𝑤𝑑𝑑𝑤𝑤ℎ𝑡𝑡 − 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑤𝑤𝑤𝑤𝑑𝑑𝑤𝑤ℎ𝑡𝑡) × %𝑏𝑏𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑤𝑤

5.2.Rendemen Produksi

Dalam skala industri, diperlukan perhitungan rendemen dari hasil pengolahan. Rendemen adalah suatu presentase produk yang didapatkan dari perbandingan berat awal bahan dengan berat akhirnya sehingga dapat diketahui kehilangan beratnya ketika mengalami proses pengolahanan. Rendemen didapat dengan cara membandingkan hasil berat akhir dari proses produksi dengan berat awal sebelum mengalami proses.

Rendemen =Hasil Produksi

(27)

Berdasarkan standar yang digunakan oleh PT Banyuwangi Cannery Indonesia, kehilangan berat (lose weight) selama proses pengolahan dan rendemen ikan tuna dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3.

Tabel 2. Lose weightSelama Proses Pengolahan Ikan Tuna

Proses Lose weight Keterangan

Raw Material -

Sumber: PT Banyuwangi Cannery Indonesia 2017

Tabel 3. Rendemen Ikan Tuna

Produk Rendemen

Flake 8 – 9%

Loin 30 – 34%

Total 38 – 42%

Sumber: PT Banyuwangi Cannery Indonesia 2017

Berdasarkan Tabel 2 dan Tabel 3 diketahui bahwa standar rata-rata rendemen ikan tuna yang ditetapkan perusahaan adalah 40% dengan kehilangan berat ikan sebesar 60%. Standar tersebut berfungsi untuk memperhitungkan apakah proses produksi yang telah dilakukan menghasilkan produk yang efisien (sesuai rendemen) atau perusahaan mengalami kerugian. Rendemen ikan tuna juga dipengaruhi oleh jenis dan ukuran ikan tuna. Rendemen ikan tuna menurut ukurannya adalah sebagai berikut:

Size kecil (1 down) = 35-37%

Size sedang (1 up) = 38-40%

(28)

19

5.3.Penentuan Jumlah Raw Material dan Rejected Product

Sebelum melakukan produksi, perusahaan harus menentukan jumlah ikan yang dibutuhkan. Perhitungan kebutuhan jumlah ikan yang diproduksi dapat dilakukan setelah mengetahui jumlah kaleng yang akan dihasilkan, rendemen, dan drain weight

produk yang akan diproduksi. Jumlah bahan baku yang dibutuhkan dapat dihitung menggunakan rumus:

𝑑𝑑𝑑𝑑𝑤𝑤𝑚𝑚𝑑𝑑𝑡𝑡𝑤𝑤𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑓𝑓 =𝑗𝑗𝑢𝑢𝑚𝑚𝑓𝑓𝑑𝑑ℎ𝑝𝑝𝑑𝑑𝑜𝑜𝑑𝑑𝑢𝑢𝑢𝑢𝑝𝑝𝑑𝑑 (𝑝𝑝𝑐𝑐𝑝𝑝) ×𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑤𝑤𝑤𝑤𝑑𝑑𝑤𝑤ℎ𝑡𝑡

𝑑𝑑𝑤𝑤𝑑𝑑𝑑𝑑𝑤𝑤𝑚𝑚𝑤𝑤𝑑𝑑

Selama proses produksi selalu terdapat produk yang tidak sesuai dengan standar atau spesifikasi produk. Produk yang tidak sesuai akan ditolak dan dianggap sebagai rejected

product. Rejected product meliputi kaleng menggembung, bocor, berkarat, berat yang

tidak sesuai, pengemasan yang tidak sempurna, dan sebagainya. Rejected product akan mempengaruhi rendemen produksi. Rendemen akan semakin rendah apabila jumlah

rejected product semakin tinggi. Persentase rendemen dan rejected product dapat

dihitung menggunakan rumus:

𝑑𝑑𝑑𝑑𝑤𝑤𝑚𝑚𝑑𝑑𝑡𝑡𝑤𝑤𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑓𝑓= 𝑑𝑑𝑤𝑤𝑗𝑗𝑤𝑤𝑐𝑐𝑡𝑡𝑤𝑤𝑑𝑑𝑝𝑝𝑑𝑑𝑜𝑜𝑑𝑑𝑢𝑢𝑐𝑐𝑡𝑡

(29)

20

6. PEMBAHASAN

Pengalengan makanan adalah suatu cara pengawetan bahan pangan yang dikemas secara hermetis dan disterilisasi. Hermetis dapat diartikan bahan dikemas dengan sangat rapat sehingga udara dan air yang mengakibatkan kerusakan seperti oksidasi dan perubahan cita rasa tidak dapat masuk (Adawyah, 2007). Menurut SNI01-2712-1992, definisi ikan tuna dalam kaleng adalah potongan white meat ikan tuna yang telah melalui proses

pre-cooking dan dikemas dalam kalengdengan penambahan media air garam (brine) atau

minyak. Berdasarkan jenis media yang digunakan, produk ikan tuna dapat dibedakan menjadi tuna in brine dan tuna in oil/vegetable oil. Kedua jenis produk ikan tuna tersebut adalah produk tuna kaleng yang selama ini diproduksi dan dipasarkan oleh industri pengalengan ikan Indonesia.

6.1. Bahan Baku

Ikan tuna (Thunnus sp.) adalah jenis ikan yang masuk dalam keluarga

Scombroidaeiyang memiliki bentuk oval dengan kepala yang lancip, sirip dada

melengkung dan sirip ekor yang becagak agak ke dalam dengan celah yang lebar. Ikan tuna mempunyai dua sirip punggung dengan sirip depan yang pendek dan terpisah dari sirip belakang, mempunyai sirip-sirip tambahan yang terpisah-pisah di belakang sirip punggung dan dubur. Umumnya ikan tuna hidup di samudera-samudera besar dunia (Nontji, 2002).

Bahan baku ikan tuna yang digunakan dalam proses produksi harus memenuhi persyaratan seperti yang diuraikan dalam SNI 01-2712-1992 yaitu: bahan baku harus berupa tuna segar atau beku, utuh tanpa isi perut; bahan baku berasal dari perairan yang tidak tercemar; dan bahan baku harus bersih, bebas dari bau tanda kebusukan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, serta tidak membahayakan kesehatan.

(30)

21

itu ikan tuna harus diperiksa fisik dan kandungan histaminnya. Pengecekan ini dilakukan dengan menggunakan metode randomsampling. Bahan baku yang tidak layak diproduksi akan dipisahkan dan ditimbang. Bahan baku yang tidak sesuai akan ditolak dan dikembalikan ke supplier. Kandungan histamin bahan baku pada saat penerimaan bahan baku harus di bawah 30 ppm. Menurut Silva et al. (2010), kadar histamin tuna segar adalah 0,71-5,3 ppm. Menurut SNI 01-7530-2009 kandungan histamin pada tuna segar maksimal 50 ppm. Menurut SNI 01-4104-2006 kandungan histamin untuk tuna beku maksimal 100 ppm. Penerapan standard ini dikarenakan kadar histamin ikan dapat meningkat seiring dengan bertambahnya waktu penyimpanan sehingga perlu adanya standar penerimaan bahan baku (Nento et al., 2014). Setelah penerimaan bahan baku, ikan lalu disimpan dalam cold storage pada suhu -18oC. Sebelum ikan diproses, perlu pengecekan kembali kandungan histamin untuk meminimalkan produk akhir dengan histamin yang tinggi. Hal ini dilakukan untuk mengurangi rejected product.

Sebelum melakukan produksi, perusahaan harus menentukan jumlah ikan yang dibutuhkan. Perhitungan jumlah bahan baku dilakukan agar proses produksi yang dilakukan sesuai dengan target. Sebagai contoh apabila perusahaan akan memproduksi 2000 pcs kaleng dengan drain weight tiap kaleng sebesar 100 g dan standard rendemen sebesar 40%, maka jumlah bahan baku yang harus masuk ke dalam proses produksi sebesar 5 ton.

Selama proses produksi selalu terdapat produk yang tidak sesuai dengan standar atau spesifikasi produk. Produk yang tidak sesuai akan ditolak dan dianggap sebagai rejected

product. Rejected product meliputi kaleng menggembung, bocor, berkarat, berat yang

tidak sesuai, pengemasan yang tidak sempurna, dan sebagainya. Rejected productakan mempengaruhi rendemen produksi. Rendemen akan semakin rendah apabila jumlah

(31)

6.2. Media

Media pengalengan adalah bahan tambahan berupa larutan yang ditambahkan ke dalam kaleng pada proses pengisian. Penambahan media bertujuan memberikan cita rasa pada produk, mampu mengurangi waktu sterilisasi dengan meningkatkan proses perambatan panas, serta mengurangi kemungkinan korosi pada kaleng dengan cara menghilangkan udara (Adawyah, 2007). Pembuatan larutan garam (brine) harus menggunakan garam (NaCl) yang bermutu tinggi. Larutan garam dibuat dengan menambahkan sejumlah garam ke dalam air. Kadar larutan garam adalah 1,2%. Pembuatan larutan garam dilakukan dalam wadah tangki stainless steel untuk mencegah terjadinya korosi pada metal. Larutan garam dan minyak dipanaskan terlebih dahulu hingga mendidih lalu ditambahkan ke dalam kaleng (Adawyah, 2007).

6.3. Proses Produksi

Sebelum ikan melalui proses produksi, terlebih dahulu ikan beku dikeluarkan dari cold

storage. Ikan yang akan digunakan lalu dimasukkan ke dalam bak tempat thawing. Pada

dasarnya prinsip metode thawing dilakukan dengan memanaskan ikan beku sehingga mempermudah proses pengolahan selanjutnya. Proses thawing dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu mengalirkan panas ke dalam daging melalui kulit dan menggunakan panas yang ditimbulkan dari dalam daging ikan (Adawyah, 2007). Proses thawing yang digunakan pada proses produksi perusahaan adalah dengan mengalirkan panas ke dalam daging melalui kulit, yaitu dengan thawing menggunakan air es. Thawing dilakukan dengan menggunakan air es yang bersirkulasi. Waktu pelelehan sangat tergantung dari ukuran ikan dan volume bak. Waktu untuk proses thawing ikan adalah 2-3 jam dengan suhu maksimal 4oC. Kontrol suhu dan waktu setiap proses pengolahan diperlukan untuk mencegah kenaikan histamin (Shahidi & Botta, 1994)

(32)

23

2007). Setelah proses penyiangan, dilakukan proses penyucian. Proses penyucian dilakukan 2 kali untuk menghasilkan hasil akhir yang bebas dari isi perut dan darah ikan. Adanya darah dalam tubuh ikan dapat mempercepat proses pembusukan karena darah adalah dapat menjadi tempat pertumbuhan bakteri dan mikroorganisme lain. Darah ikan yang cepat memadat atau menggumpal akan menyebabkan penampakan daging ikan yang tidak menyenangkan, yaitu adanya noda-noda berwarna merah gelap akibat adanya oksidasi hemoglobin oleh oksigen menjadi methemoglobin (Adawyah, 2007).

Setelah proses butchering dan pencucian, ikan disusun di atas rak/tray dan dimasukkan ke dalam cooker. Proses pemasakan pendahuluan ini bertujuan untuk memudahkan proses pembersihan daging ikan, mengurangi kandungan air dan lemak, serta membuat tekstur daging ikan lebih kompak (Murniyati & Sunarman, 2000 dalam Irianto & Akbarsyah, 2007). Penyusunan ikan dalam rak harus diatur jaraknya tidak terlalu dekat supaya tidak memudahkan sirkulasi uap panas dalam rak dan tidak saling menempel. Waktu pre-cooking bergantung pada ukuran ikan (Irianto & Akbarsyah, 2007). Pengontrolan suhu pre-cooking ditujukan untuk menjaga keseimbangan antara suhu, lama pemasakan, mutu daging serta biaya produksi. Pre-cooking yang terlalu lama dan suhu terlalu tinggi akan mempengaruhi penampakan dan tekstur dari daging ikan (Moeljanto, 1992 dalam Irianto & Akbarsyah, 2007). Proses pendinginan ditujukan untuk membuat daging lebih kompak sehingga mempermudah proses pengolahan. Proses pendinginan dilakukan dengan penyemprotan air melalui pipa-pipa yang berada di dalam cooker ke ikan secara langsung. Penyemprotan air juga dapat dilakukan di luar

cooker, namun dikhawatirkan dapat merubah warna daging menjadi kekuningan (Irianto

& Akbarsyah, 2007).

(33)

deheading dapat diketahui kondisi daging ikan. Ikan yang mengalami keadaan brosis

atau daging yang berlubang-lubang seperti sarang lebah nantinya akan direject dari proses produksi. Bagian kepala, kulit, duri, serta daging ikan yang rusak dapat diolah menjadi tepung ikan untuk makanan hewan (Adawyah, 2007).

Proses deheading akan menghasilkan daging yang disebut loin. Loin selanjutnya dipisahkan bagian light meat dan dark meat. Proses ini dinamakan proses trimming. Proses trimming dilakukan dengan menggunakan pisau dengan cara mengikis daging secara perlahan. Pengikisan dilakukan untuk membuang bagian dark meat ikan (Irianto & Akbarsyah, 2007). Bagian dark meat dibuang karena memiliki rasa yang tidak disukai oleh konsumen. Dark meat yang dibuang tersebut dapat diolah menjadi tepung ikan untuk makanan hewan (Adawyah, 2007). Potongan daging akan disortir untuk memisahkan sisa-sisa dark meat, kulit, dan duri. Penyortiran juga dilakukan untuk menghindari ikan brosis dari produk (Irianto & Akbarsyah, 2007).

Potongan ikan yang telah melalui prosestrimming disusun pada wadah dan dilewatkan alat metal detector. Pengecekan dilakukan dengan meletakkan wadah yang berisi ikan di atas conveyor melewati alat metal detector untuk mengetahui kandungan logam pada ikan. Standar yang diterapkan perusahaan antara lain kandungan Fe maksimal sebesar 4,0 mm; N-Fe maksimal 3,5 mm; dan Sus maksimal 4,0 mm. Adanya serpihan logam pada produk dapat membahayakan kesehatan manusia dalam waktu yang lama.

(34)

25

Pengisian daging dilakukan dengan memerhatikan adanya head space. Head

spaceadalah ruang kosong antara permukaan produk (isi) dengan tutup kaleng. Tujuan

diadakannya head space untuk memberikan ruang untuk pengembangan produk selama disterilisasi, sehingga isi produk tidak menekan wadah dan mengakibatkan kaleng menggembung (Adawyah, 2007). Pengisian daging ke dalam kaleng harus didasarkan pada spesifikasi produk yang ada. Pengisian tersebut didasarkan pada net weight, drain

weight, dan media. Net weight adalah berat seluruh isi kaleng dikurangi dengan berat

kaleng. Drain weight adalah berat daging tuna dalam satu kaleng.Proporsi chunk dan

flake dalam kaleng disesuaikan dengan permintaan buyer. Perbandingan chunk dan flake

juga harus diperhitungkan. Berat chunk/flake dapat dihitung dengan perbandingan antara drain weight dengan persentase chunk/flake supaya didapatkan hasil yang tepat. Untuk tujuan tersebut, dilakukan proses pengecekan berat (checking weigher). Ketepatan berat isi sangat penting karena proses sterilisasi dipengaruhi oleh jumlah (volume atau berat) dari produk. Selain itu, ketepatan berat dapat membuat konsumen percaya terhadap produk yang dihasilkan. Pengisian kaleng dilakukan sepadat mungkin dan disesuaikan dengan net weight, sehingga perlu dilakukan penambahan flake untuk memenuhi persyaratan tersebut (Irianto & Akbarsyah, 2007).

Kaleng yang telah melewati pengecekan berat lalu diletakkan pada conveyor menuju pengisian media. Media yang digunakan adalah vegetable oil (sunflower oil, soya bean

(35)

kondisi vakum semakin tinggi sehingga peluang terperangkapnya udara dalam kaleng rendah (Winarno, 1994).

Kaleng yang telah diisi oleh media dilakukan penutupan secara hermetis dengan menggunakan seamer. Penutupan kaleng menggunakan sistem double seaming. Double

seaming yang dilakukan pada kaleng akan menghasilkan suatu penutupan yang hermetis

antara badan kaleng dengan tutupnya (Winarno, 1994) Prinsip kerja dari dari mesin

seamerdouble seaming adalah menggulung ujung tutup kaleng dan badan kaleng, lalu

gulungan tersebut diratakan sehingga bagian dalam kaleng menjadi hermetis. Proses penutupan kaleng ini merupakan titik kritis dalam produksi. Hal ini dikarenakan penutupan kaleng yang rapat akan mencegah terjadinya kebocoran yang dapat memicu perkaratan pada kaleng lain. Adanya kaleng yang bocor akan mengakibatkan produk mikroorganisme masuk ke dalam kaleng dan mengkontaminasi isi kaleng (Adawyah, 2007).Setelah dilakukan seaming, kaleng dilewatkan pada can washer. Can washer

dengan air bersuhu 70oC untuk membersihkan sisi luar kaleng dari media. Lalu kaleng dimasukkan ke dalam kolam yang berisi keranjang retortuntuk proses sterilisasi.

Sterilisasi adalah proses operasi yang bertujuan untuk menghancurkan mikroba pembusuk dan patogen. Sterilisasi juga berguna untuk membuat produk menjadi lebih masak. Oleh sebab itu proses sterilisasi harus dilakukan pada suhu yang cukup tinggi untuk menghancurkan mikroorganisme, namun tidak terlalu tinggi supaya tidak terjadi

overcooked (Adawyah, 2007). Proses sterilisasi adalah tahap paling penting dan kritis

dalam proses pengalengan yang menentukan kesuksesan produk kaleng. Sterilisasi untuk membunuh spora mikroorganisme patogen yang dapat membentuk toksin umumnya dilakukan pada 110-130oC selama waktu tertentu yang bergantung pada kondisi dari produk. Karakteristik produk pangan dan jenis kemasan yang digunakan menentukan kombinasi suhu dan waktu yang diperlukan untuk proses sterilisasi (Yuswita, 2014).Proses sterilisasi dilakukan dengan dimasukkannya keranjang dalam

retort. Dalam SNI01-2712.2-1992 dikemukakan bahwa sterilisasi dalam retort

dilakukan dengan nilai F0 sesuai dengan jenis, ukuran kaleng, media dan tipe produk.

Venting atau lama waktu untuk menghilangkan udara dalam retort dan mengganti

(36)

27

equivalentdengan nilai F0>2,8 menit pada suhu 120oC (Yuwita, 2014). Berdasarkan

ketentuan yang ditetapkan perusahaan, suhu yang digunakan adalah 117±1oC dengan nilai F0 60-180 menit bergantung pada ukuran kaleng dan jenis media. Setelah proses

sterilisasi berakhir, keranjang diangkat dan didiamkan pada suhu ruang untuk mengurangi suhu pemanasan.

Setelah suhu kaleng menurun, dilakukan pengelapan kaleng untuk mencegah bahaya berupa korosi pada kaleng. Selain itu pengelapan ditujukan untuk menghilangkan sisa-sisa kotoran pada kaleng (Irianto & Akbarsyah, 2007). Korosi pada kaleng dapat menyebabkan kaleng rusak dan pertumbuhan mikroorganisme. Pengelapan harus dilakukan dengan sempurna sehingga meminimalkan air yang berada pada kaleng. Setelah proses pengelapan selesai, kaleng melalui tahap coding dan labelling. Pelabelan produk dengan menggunakan kertas yang dicetak. Namun pelabelan dapat dilakukan dengan mencetak langsung pada kemasan kaleng. Label berisi keterangan tentang nama produk, merek, ukuran, kode area perikanan, nomer approval, tanggal produksi/tanggal kadaluarsa, kode pemasok, gross weight, net weight, dan negara asal. Untuk menghindari kesalahan, setiap label harus dicek terlebih dahulu sebelum digunakan serta setelah pemasangan.Coding dilakukan dengan mencantumkan code di bagian bawah kaleng.Pemberian code terdiri dari 3 baris. Baris pertama berisi 4 digit kode produksi, baris kedua berisi 8 digit tanggal produksi, dan baris ketiga berisi 8 digit tanggal kadaluarsa. Pencantuman code ini bertujuan untuk mempermudah traceability

apabila suatu hari ditemukan permasalahan pada produk tersebut.

Kaleng yang telah melalui proses produksi dikemas pada master carton single wall

(37)

inkubasi selesai, master cartonyang berisi produk disimpan dalam gudang pada suhu ruang sampai menunggu proses distribusi. Gudang penyimpanan harus kering dengan penerangan dan ventilasi yang memadai (Irianto & Akbarsyah, 2007).

Setelah proses produksi dilakukan, tim produksi melakukan olah data untuk mengetahui rendemen dari proses produksi.Rendemen adalah suatu presentase produk yang didapatkan dari perbandingan berat akhir bahan dengan berat awal sehingga dapat diketahui kehilangan beratnya ketika mengalami proses pengolahanan. Rendemen didapat dengan cara membandingkan berat hasil akhir dari proses produksi dengan berat awal sebelum mengalami proses. Selain itu, selama proses produksi akan terdapat produk yang tidak sesuai dengan standar atau spesifikasi produk. Produk yang tidak sesuai akan dianggap sebagai rejected product.

Apabila standard rendemen perusahaan yang diterapkan sebesar 40%, maka jumlah

rejected product selama proses produksi diharapkan tidak lebih dari 60%. Sebagai

contoh apabila selama proses produksi tuna sebanyak 10 ton, maka rendemen yang didapatkan adalah sebesar 4 ton dan rejected product tidak lebih dari 6 ton.

𝑑𝑑𝑑𝑑𝑤𝑤𝑚𝑚𝑑𝑑𝑡𝑡𝑤𝑤𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑓𝑓= 𝑑𝑑𝑤𝑤𝑗𝑗𝑤𝑤𝑐𝑐𝑡𝑡𝑤𝑤𝑑𝑑𝑝𝑝𝑑𝑑𝑜𝑜𝑑𝑑𝑢𝑢𝑐𝑐𝑡𝑡

𝑑𝑑𝑤𝑤𝑑𝑑𝑑𝑑𝑤𝑤𝑚𝑚𝑤𝑤𝑑𝑑

10 𝑡𝑡𝑜𝑜𝑑𝑑=𝑑𝑑𝑤𝑤𝑗𝑗𝑤𝑤𝑐𝑐𝑡𝑡𝑤𝑤𝑑𝑑𝑝𝑝𝑑𝑑𝑜𝑜𝑑𝑑𝑢𝑢𝑐𝑐𝑡𝑡 40%

𝑑𝑑𝑤𝑤𝑗𝑗𝑤𝑤𝑐𝑐𝑡𝑡𝑤𝑤𝑑𝑑𝑝𝑝𝑑𝑑𝑜𝑜𝑑𝑑𝑢𝑢𝑐𝑐𝑡𝑡 = 6 ton

(38)

29

7. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

• Proses produksi pengalengan PT Banyuwangi Cannery Indonesia sudah baik mulai

dari penerimaan bahan baku, proses seaming dan sterilisasi yang tepat

• PT Banyuwangi Cannery Indonea telah menerapkan sistem Hazard Analysis

Critical Control Point (HACCP) dan Quality Control (QC) untuk menjaga kualitas

dan kuantitas produk dengan menentukan titik kritis dalam proses produksi yaitu CCP 1 pada proses penerimaan bahan baku, CCP 2 pada proses seaming, dan CCP 3 pada proses sterilisasi.

7.2. Saran

• Proses inkubasi sebaiknya dilakukan di ruang terpisah dengan penyimpanan produk

jadi sehingga kerusakan kaleng tidak menjalar ke produk yang baik.

• Proses penyiangan dan cooking sebaiknya dilakukan di ruangan yang terpisah

(39)

30

8. DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R. (2007). Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta.

Irianto, H. E. dan T. M. I. Akbarsyah. (2007). Pengalengan Ikan Tuna Komersial.

Squalen.Vol. 2(2):43-50.

Murniyati, S. &Sunarman. (2000). Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Ikan. Kanisius. Jakarta.

Nento W. R; T. Nurhayati; dan R. Suwandi. (2014). Perubahan Mutu Daging Terang

Ikan Tuna Yellowfin di Perairan Teluk Tomini Propinsi Gorontalo. Jurnal

Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. Vol. 17(3):225-232.

Nontji, A. (2002). Laut Nusantara. Cetakan ketiga. Djambatan. Jakarta.

Shahidi, F. & J. R. Botta. (1994). Seafoods: Chemistry, Processing Technology and

Quality. Chapman & Hall. London.

Silva T. M;P.S. Sabaini; W. P. Evangelista; danM. B. A. Gloria. (2010). Occurrence

of Histamine in Brazilian Fresh and Canned Tuna. Food Control Vol.

22(2):323-327.

SNI 01-2712-1992. Ikan Tuna Media Minyak Dalam Kaleng. Badan Standardisasi Nasional.

SNI 01-4104-2006. Tuna Loin Beku. Badan Standardisasi Nasional.

SNI 01-7530-2009. Tuna Loin Segar. Badan Standardisasi Nasional

Winarno, F. G. (1994). Sterilisasi Komersial Produk Pangan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Yuswita, E. (2014). Optimasi Proses Termal Untuk Membunuh Clostridium botulinum.

(40)

31

9. LAMPIRAN

(41)

Gambar

Tabel 3. Rendemen Ikan Tuna .....................................................................................
Gambar 3. Proses Produksi Ikan Tuna Dalam Kaleng ................................................
Gambar 2. Kemasan Kaleng (a) Round Can dan (b) Club Can.
Gambar 3. Proses Produksi Ikan Tuna Dalam Kaleng
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kecukupan proses sterilisasi selama proses produksi rendang sapi dalam kaleng di PT Langit Cerah Sukses berdasarkan

ikan tuna kaleng telah dilakukan dengan baik yaitu bahan yang sudah di cuci dan. disiangi (penghilangan organ dalam) segera dimasukkan kedalam wadah

Penentuan harga pokok produksi dilakukan dengan mengumpulkan biaya produksi langsung yang terdiri dari biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung serta biaya

Slaughter House Department bertujuan untuk memahami aplikasi teori yang diperoleh selama perkuliahan, memahami proses produksi ayam, pengendalian mutu, dan sanitasi,

Puji syukur kepada Allah S.W.T karena atas berkat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Produksi Ikan

Semua pihak yang telah membantu sehingga Laporan Praktek Kerja Lapang. ini bisa terselesaikan.Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih

Pelaksanaan kerja praktek dilakukan pada proses produksi Palm Kernel Oil (PKO). Adapun masalah yang ada selama melaksanakan kerja praktek adalah: 1) Target produksi palm kernel

Setelah mengetahui dan memahami setiap tugas yang diberikan berikut ini adalah spesifikasi tugas yang dilaksanakan selama kerja praktek darat Penulis di PT Pelabuhan Indonesia Persero