• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan kandungan minyak atsiri ekstrak rimpang lengkuas [Languas galanga [L.] Stunsz] secara maserasi dan perkolasi - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Perbedaan kandungan minyak atsiri ekstrak rimpang lengkuas [Languas galanga [L.] Stunsz] secara maserasi dan perkolasi - USD Repository"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KANDUNGAN MINYAK ATSIRI

EKSTRAK RIMPANG LENGKUAS (Languas galanga (L.) Stunz) SECARA MASERASI DAN PERKOLASI

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

I Dewa Gede Kusuma Jaya NIM : 988114109 NIRM : 980051122004120102

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widi Wasa yang senantiasa melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul: PERBEDAAN KANDUNGAN MINYAK ATSIRI EKSTRAK RIMPANG LENGKUAS (Languas galangal(L.) Stunz SECARA MASERASI DAN PERKOLASI.

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains program studi ilmu Farmasi. Tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang amat dalam atas bantuan yang diberikan baik berupa moril dan materiil kepada:

1. Ibu Dra. Koensoemardiyah , SU.,Apt selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan hingga skripsi ini dapat tersusun.

2. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

3. Ibu Erna Triwulandari, M.Si., Apt selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan sarannya.

4. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan sarannya.

(5)

6. Mas Wagiran dan Mas Sigit selaku laboran Laboratorium Farmakognosi Fitokimia atas bantuannya selama penelitian.

7. Mas Andre Selaku karyawan kebun obat, atas segala bantuannya.

8. Anton, Pika, Beler, Dodo, Wisnu, Ayoe, Eli, Ginting, Icha, Nanto, Sugeng, dan dik Yati, terima kasih atas dukungan dan dorongan semangatnya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

9. Semua teman-temanku dan semua pihak yang telah membantu hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Semoga amal baik mendapatkan balasan dari Ida Sang Hyang Widi Wasa. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membutuhkannya. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis menerima segala kritik dan saran yang membangun.

Yogyakarta, Agustus 2007

(6)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, Agustus 2007

Penulis

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……… i

HALAMAN PERSETUJUAN………... ii

HALAMAN PENGESAHAN……….. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN………... iv

KATA PENGANTAR……….. v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….. vii

(8)

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA……… 5

B. Uraian Mengenai Minyak Atsiri……….. 8

C. Uraian Mengenai Ekstrak……… 14

D. Uraian Mengenai Maserasi……….. 16

E. Uraian Mengenai Perkolasi……….. 18

F. Kromatografi Lapis Tipis……… . 18

G. Keterangan Empiris………. 21

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN……….. 22

A. Jenis dan Rancangan Penelitian………... 22

B. Variabel dan Definisi Operasional………... 22

C. Bahan atau Materi Penelitian………... 23

D. Alat atau Instrumen Penelitian……… 23

E. Jalannya Penelitian……….. 24

1. Determinasi Tanaman………... 25

(9)

3. Penyarian Maserasi………... 26

4. Penyarian Perkolasi………... 26

5. Penetapan Rendemen Minyak Atsiri Ekstrak Lengkuas ..……… 27

6. Analisis Kualitatif dengan KLT………... 28

F. Tata Cara Analisis Hasil……….. 29

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………. 30

A. Determinasi Tanaman………... 30

B. Pembuatan Simplisia……… 31

C. Pembuatan Serbuk Simplisia……… 33

D. Penyarian Secara Maserasi……….. 33

E. Penyarian Secara Perkolasi……….. 34

F. Penetapan Rendemen Minyak Atsiri Rimpang Lengkuas……… 35

G. Penetapan Indek Bias Minyak Atsiri Ekstak RimpangLengkuas……… 36

H. Kromatografi Lapis Tipis………. 38

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………. 41

A. Kesimpulan………...… 41

B. Saran……….……. 41

DAFTAR PUSTAKA……….. 42

LAMPIRAN………. 44

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel I. Penetapan rendemen minyak atsiri ekstrak lengkuas

hasil maserasi………... 35

Tabel II. Penetapan rendemen minyak atsiri ekstrak lengkuas

hasil perkolasi……… 36

Tabel III. Indek bias minyak atsiri ekstrak Rimpang lengkuas

hasil maserasi………. 37

Tabel IV. Indek bias minyak atsiri ekstrak Rimpang lengkuas

hasil perkolasi……… 37

Tabel V. Hasil pemeriksaan profil kromatografi lapis tipis ekstrak lengkuas hasil maserasi dengan fase gerak n-heksan-etil asetat (96:4v/v), fase diam silika gel GF 254 dan penampakan bercak Vanilin-

asam sulfat P……….. 39

Tabel VI. Hasil pemeriksaan profil kromatografi lapis tipis ekstrak lengkuas hasil perkolasi dengan fase gerak n-heksan-etil asetat (96:4v/v), fase diam silika gel GF 254 dan penampakan bercak Vanilin-

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur kimia kandungan lengkuas……….... 6 Gambar 2. Skema penetapan rendemen minyak atsiri ekstrak lengkuas

hasil maserasi dan perkolasi……… 24 Gambar 3. Kromatogram ekstrak lengkua hasil maserasi dan perkolasi

dengan fase gerak n-heksan-etil asetat (96:4v/v), fase diam silika gel GF 254 dan penampakan bercak Vanilin-

(12)

INTISARI

Lengkuas (languas galanga L (Stunz) merupakan tanaman dari familia Zingiberaceae yang sangat bermanfaat. Manfaat dari lengkuas selain untuk bumbu masak dapat juga digunakan untuk penyembuhan panu, koreng, kurang nafsu makan, dan juga untuk stimulansia aromatikum. Rimpang lengkuas digunakan untuk mengobati gangguan pencernaan, meredakan kolik atau mules.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan rendemen atsiri,indek bias, dan profil Kromatografi Lapis Tipis ekstrak rimpang lengkuas yang dibuat secara maserasi dan perkolasi dengan pelarut etanol 70%.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental. Dalam penelitian ini dilakukan tahap-tahap pembuatan ekstrak rimpang lengkuas mulai dari pengumpulan bahan baku, sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi kering, pembuatan serbuk, perlakuan secara maserasi dan perkolasi, penghitungan rendemen minyak atsiri, penetapan indek bias, dan pemeriksaan kualitatif secara KLT. Pemeriksaan secara KLT ekstrak lengkuas menggunakan fase diam silika gel GF254 dan fase gerak n-heksan-etil asetat (96:4v/v).

(13)

ABSTRACT

Lengkuas (Languas galanga (L.) Stunz) is an advantageous plant grouped into the family of Zingiberaceae. Lengkuas can be used both as medicine and additional seasoning. On medical purpose , lengkuas serves as tradisional medicine relieving fungus, ulceration, appetite stimulants and aromaticum stimulants.

This research is conducted for the purpose to know difference ethereal oil quality from product maseration and percolation with etanol 70 % as dissolven.

The research is conducted trough several stages. It started from material collecting, wet sorting, wasing, slicing, drying, dry sorting, powder, maseration and percolation, ethereal oil making until ethereal oil examination, deviation index, and qualitative examination using Tlc. The examination on lengkuas make use of static phase of GF 254 silica gel and amobile phase n-heksan-etil acetate (96 : 4, v/v).

The result of this research to indicate that the quality of ethereal oil from maseration 0,358 ± 0,014 % (v/v) where as percolation 0,817 ± 0,104 % (v/v). From deviation index examination ( refratometer Abbe) result of maseration 1,415

(14)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Dewasa ini penggunaan rempah-rempah sebagai bahan baku obat tradisional berkembang dengan pesat. Hal ini didukung oleh adanya sumber bahan baku dari alam nabati yang tumbuh melimpah di Indonesia. Salah satu tanaman yang banyak digunakan sebagai obat tradisional adalah lengkuas (Languas galanga(L.) Stunz). Selain dapat digunakan sebagai bumbu masak, lengkuas juga banyak digunakan sebagai obat kulit panu, koreng, masuk angin, perut tidak enak, kurang nafsu makan, dan stimulansia aromatikum. Rimpang lengkuas digunakan sebagai obat luar, contohnya untuk obat gosok (dimaserasi dengan anggur), obat kulit melepuh, sebagai anti jamur dan penyakit kulit lainnya (Sudarsono dkk, 1996). Masyarakat masih menggunakan lengkuas dalam bentuk jamu. Pada perkembangannya, lengkuas diharapkan dapat ditingkatkan kualitasnya menjadi sediaan herbal. Pada penelitian ini dibuat preparat galenis yang disebut ekstrak dari rimpang lengkuas.

(15)

Penggunaan ekstrak makin meluas, tetapi metode baku dan standarisasi ekstrak sebagai bahan baku belum lengkap. Hal ini menyebabkan keraguan dalam pemanfaatannya terutama bila akan digunakan sebagai bahan baku fitofarmaka. Ada bermacam-macam metode ekstraksi yang biasa digunakan dalam pembuatan ekstrak. Metode yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah ekstraksi cara dingin, yaitu maserasi dan perkolasi. Maserasi adalah proses pengekstrakkan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan atau kamar. Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirak dan lain-lain. Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan (Sidik dan Harfia Mudahar, 2000). Kedua metode ini dibandingkan hasil ekstraksinya. Karena diketahui bahwa minyak atsiri dari rimpang lengkuas sangat berguna dalam pengobatan, maka parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah rendemen minyak atsiri ekstrak rimpang lengkuas dan komponen penyusun minyak atsiri ekstrak rimpang lengkuas dengan profil Kromatografi Lapis Tipis.

(16)

1. Perumusan Masalah

Penelitian mengenai perbedaan ekstrak rimpang lengkuas yang diperoleh dari hasil maserasi maupun perkolasi akan dilihat berapa besar perbedaannya ditinjau dari segi:

a. berapakah rendemen minyak atsiri? b. berapakah harga indek bias minyak atsiri?

c. bagaimana profil Kromatogafi Lapis Tipis dari ekstrak rimpang lengkuas? 2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan mengembangkan ilmu pengetahuan tentang metode ekstraksi untuk rimpang lengkuas.

b. Manfaat praktis.

Mengetahui metode ekstraksi mana yang lebih baik dalam pembuatan ekstrak rimpang lengkuas ditinjau dari rendemen minyak atsiri, indek bias, dan profil Kromatogrfi Lapis Tipis ekstrak rimpang lengkuas. 3. Keaslian Penelitian.

(17)

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum.

Mengetahui cara pembuatan ekstrak rimpang lengkuas yang baik 2. Tujuan khusus.

a. Mengetahui rendemen minyak atsiri dari ekstrak rimpang lengkuas baik yang diperoleh secara maserasi dan perkolasi.

b. Mengetahui harga indek bias minyak atsiri dari ekstrak rimpang lengkuas baik yang diperoleh secara maserasi dan perkolasi.

(18)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Uraian Tanaman Lengkuas (Languas galanga (L.) Stuntz)

1. Sistematika Tumbuhan.

Divisi : Spermatophyta

Anak divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Bangsa : Zingiberales

Suku : Zingiberaceae

Marga : Languas

Jenis : Languas galanga (L.) Stuntz

(Becker dan Bakhuizen van den Brink, 1968). 2. Morfologi Tanaman Lengkuas.

Batang muda keluar sebagai tunas, dari pangkal tua. Daun tunggal, berseling, berbentuk lanset, bundar memanjang, ujung tajam, berambut sangat halus, bagian tepi berwarna putih bening, warna permukaan daun bagian atas hijau tua, buram, dan bagian bawah hijau muda; urat daun menyirip sejajar, panjang 24 cm sampai 47 cm dan lebar 3,5 cm sampai 11,5 cm; tangkai daun pendek, panjang 1 cm sampai 1,5 cm, bagian dasar tangkai daun terdapat lidah, warna kecoklatan dan berambut halus.

(19)

sehingga tandan berbentuk piramid memanjang; di bagian atas; sehingga berbentuk lonceng atau corong, agak lebar, panjang 12 mm, berwarna putih kehitaman, mahkota bunga yang masih kuncup pada bagian ujungnya berwarna putih.

3. Ekologi dan Penyebaran.

Tanaman lengkuas sudah menyebar di berbagai tempat di dunia. Lengkuas dapat juga ditemukan di hutan-hutan dan belukar. Tanaman Lengkuas menyukai tanah yang gembur, sedikit lembab tetapi tidak tergenang air. Tumbuh pada ketinggian tempat sampai 1200 m di atas permukaan laut. (Anonim, 1978)

4. Kandungan Kimia.

Tanaman lengkuas mengandung minyak atsiri, berwarna kuning kehijauan dan berbau khas. Minyak atsiri ini terdiri dari metil sinamat 48%, sineol 20% - 30%, kamfor, d-alfa-pinen, galangin, dan eugenol 3% - 4%. Ada pula bahan lain seperti seskuiterpen, galangol, kadinena, dan kristal kuning. (Anonim, 1978)

OH

(20)

5. Kegunaan.

Rimpang lengkuas digunakan untuk penyembuhan penyakit kulit panu, koreng, masuk angin, perut tidak enak, kurang nafsu makan, dan juga untuk stimulansia aromatikum. Rimpang lengkuas digunakan untuk mengobati gangguan pencernaan, meredakan kolik atau mules (meredakan aktifitas peristaltik usus). Rimpang lengkuas digunakan sebagai obat luar, contohnya untuk obat gosok (dimaserasi dengan anggur), obat kulit melepuh, sebagai anti jamur dan penyakit kulit lainnya (Sudarsono dkk, 1996).

Rimpang lengkuas dapat menghambat pertumbuhan fungi Mycrosporum gypsea, Epidermo flocosum, dan Tricophyton ajelloi. Zat aktif dalam rimpang

yang dapat menghambat fungi tersebut diduga minyak atsirinya dan glikosida (Asni, 1996).

6. Nama Daerah.

Sinonim : Alpinia galanga(L)Willd

Nama dagang : Laos, lengkuas

Sumatera : Lengkueueh, lengkueus, kelawas, lekuwe, lengkues Jawa : Lojo, laos

Sulawesi : Loja, lengkuasa, dliku, lingkuwas, likui, lingkogoto Maluku : Lawase, lakwase, kourola, laowasi, galiaso, lauwasel Nusa Tenggara : Kelawasan, leja lehwas, isem, lengkuwas, laos Kalimantan : Lengkuwas, laos

(21)

B. Uraian Mengenai Minyak Atsiri

Minyak atsiri atau minyak menguap adalah substansi yang berbau khas yang berasal dari tanaman, mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami penguraian. Pada umumnya minyak atsiri dalam keadaan segar tidak berwarna atau berwarna pucat, bila dibiarkan akan berwarna gelap, berbau sesuai dengan bau tanaman penghasilnya. Umumnya larut dalam pelarut organik dan sukar larut dalam air.

Tanaman penghasil minyak atsiri diperkirakan berjumlah 150 sampai 200 jenis, tersebar pada tanaman yang termasuk suku Pinaceae, Myrtaceae, Apiaceae,

Poaceae, Rutaceae, Zingiberaceae, dan lain-lain. Minyak atsiri digunakan oleh tanamannya sendiri untuk menarik serangga yang membantu proses penyerbukan, sebagai cadangan makanan, untuk mencegah kerusakan tanaman oleh serangga atau hewan lain yang mempengaruhi proses transpirasi. Di dalam industri sering digunakan sebagai zat tambahan dalam sediaan kosmetika, obat, makanan, rokok, dan sebagainya. Selain itu banyak digunakan sebagai obat anti kapang dan kuman. Minyak atsiri terbentuk akibat proses metabolisme dalam tanaman, terbentuk akibat reaksi antara berbagai persenyawaan kimia dengan air. Minyak tersebut disintesis dalam sel kelenjar, dan ada yang terbentuk dalam pembuluh resin., misalnya minyak terpentin dari pohon pinus.

(22)

Sifat kimia minyak atsiri ditentukan oleh persenyawaan kimia yang dikandungnya, terutama persenyawaan yang tidak jenuh (terpen), ester, aldehid dan beberapa jenis persenyawaan lainnya yang termasuk golongan hidrokarbon yang teroksigenasi (alkohol, eter, keton).

Perubahan sifat kimia minyak atsiri merupakan ciri kerusakan sehingga mengakibatkan penurunan mutu. Beberapa proses yang dapat mengakibatkan perubahan sifat kimia minyak atsiri adalah proses oksidasi, hidrolisa, polimerasi, pendamaran dan penyabunan.

Untuk memperoleh minyak atsiri dengan hasil yang baik, dianjurkan menggunakan simplisia yang memenuhi persyaratan yang tertera dalam buku Farmakope Indonesia atau Materia Medika Indonesia.

a. Pembuatan Minyak Atsiri.

Sebelum proses pembuatan minyak atsiri, simplisia sebaiknya dikecilkan volumenya terlebih dahulu dengan cara dipotong-potong, digiling kasar atau halus, tergantung pada simplisia yang digunakan. Pengecilan volume tersebut untuk mempermudah penembusan uap air ke dalam sel. Berdasarkan sifat fisik dan kimia, maka minyak atsiri dapat dibuat dengan cara penyulingan, ekstraksi dengan pelarut mudah menguap dan ekspresi.

1. Penyulingan.

(23)

uap (Guenther, 1987). Umumnya minyak atsiri diperoleh dengan penyulingan atau destilasi (Tyler dkk, 1988).

1.1 Penyulingan air.

Ciri khas metode penyulingan air adalah kontak langsung antara bahan dengan air mendidih. Bahan tersebut mengapung di atas atau terendam sempurna tergantung dari bobot jenis dan jumlah bahan yang disuling. Metode ini memungkinkan bahan bergerak bebas dalam air mendidih (Guenther, 1987). Keuntungan dari metode ini adalah bahan yang digunakan dapat dibubuk halus, alat sederhana dan mudah diperoleh, mudah dilakukan, kualitas minyak atsiri baik (asalkan suhunya tidak terlalu tinggi). Kerugian dari metode ini adalah sering terjadinya perubahan kimia seperti hidrolisa, oksidasi, polimerasi akibat adanya air, dan kurang lengkapnya komponen kimia.yang dihasilkan (Keterer, 1985). 1.2 Penyulingan dengan air dan uap.

(24)

cepat gosong. Kerugiannya adalah hanya minyak dengan titik didih lebih rendah dari air yang dapat tersuling sehingga penyulingan tidak sempurna. Simplisia kering harus dimaserasi dahulu sebelum disuling, sedangkan untuk simplisia segar tidak perlu dilakukan maserasi (Dep. Kes, 1985). 1.3 Penyulingan dengan uap.

Uap yang digunakan adalah uap jenuh, uap dialirkan melalui pipa uap berlingkaran yang berpori yang terletak dibawah bahan, dan uap ke atas melalui bahan yang terletak di atas saringan (Guenther, 1987). Keuntungan dari metode ini adalah kualitas minyak atsiri yang dihasilkan cukup baik, tekanan dan suhu dapat diatur, waktu singkat, dan hidrolisa tidak terjadi. Kerugiannya peralatan yang digunakan relatif mahal dan pengerjaannya memerlukan tenaga ahli (Dep. Kes, 1985). Metode ini baik digunakan untuk membuat minyak atsiri dari biji, akar, kayu yang umumnya mengandung komponen minyak atsiri yang bertitik didih tinggi (Dep. Kes, 1985, Tyler dkk, 1988)

2. Ekstraksi Dengan Pelarut Mudah Menguap.

(25)

oleh pemanasan dengan uap dan air seperti misalnya atsiri dari bunga cempaka, melati mawar dan sebagainya.

3. Ekspresi.

Pembuatan minyak atsiri dengan cara pengepresan dilakukan terhadap bahan berupa biji, buah atau kulit buah yang dihasilkan dari tanaman yang termasuk jenis Citrus, karena minyak dari jenis tanaman tersebut akan mengalami kerusakan bila di buat dengan cara penyulingan.

4. Pembuatan Minyak Atsiri Dengan Lemak Padat.

Pembuatan minyak atsiri dengan lemak padat digunakan untuk memperoleh minyak atsiri yang berasal dari bunga-bunga tertentu seperti melati dan kacapiring. Minyak atsiri dari bunga-bunga tersebut di atas diperoleh dengan cara:

(26)

penyulingan. Cara ini hanya untuk bunga-bunga tertentu, memerlukan waktu lama dan memerlukan banyak tenaga ahli, walaupun dengan cara ini dapat menghasilkan minyak yang lebih baik. Syarat lemak yang digunakan adalah lemak tidak berbau dengan memiliki konsistensi tertentu.

4.2 Pembuatan dengan lemak panas

Lemak dipanaskan pada suhu 80°C. Bunga segar dimaserasi dengan lemak panas selama 1,5 jam. Bunga tersebut harus sering diganti dengan yang baru sampai tiap lemak kontak langsung dengan 2-2,5 kg bunga, kemudian dibiarkan selama ±1 jam dan disaring melalui saringan logam. Untuk memisahkan lemak yang melekat, bunga disiram dengan air panas kemudian diperas dengan saringan kain. Air akan mudah dipisahkan dengan lemak tersebut kemudian dilanjutkan dengan cara “enfleurage di atas (Dep.Kes RI, 1985).

b. Pemurnian.

(27)

C. Uraian Mengenai Ekstrak

Ekstrak dapat didefinisikan sebagai sediaan yang mengandung campuran komponen kimia suatu simplisia yang larut dalam pelarut yang digunakan. Ekstraksi adalah kegiatan dalam pembuatan ekstrak. Ekstrak mengandung senyawa bioaktif dengan kadar yang lebih tinggi dari simplisia asalnya. Ekstrak yang baik harus memenuhi persyaratan tertentu seperti yang telah ditetapkan dalam beberapa Farmakope seperti ekstrak yang dimurnikan yaitu ekstrak yang telah mengalami pemurnian sedemikian rupa sehingga ekstrak tersebut hanya mengandung suatu kelompok senyawa tertentu dalam kadar yang lebih tinggi. Misalnya ekstrak temulawak yang dimurnikan dapat mengandung kurkuminoid sebesar 70-90 % (Sidik dan Harfia Mudahar, 2000).

1. Proses Pembuatan Ekstrak.

Dalam pembuatan ekstrak yang baik perlu melalui beberapa tahap dan tahap-tahap ini perlu diperhatikan karena mempengaruhi mutu ekstrak seperti keseragaman kandungan kimia, sifat fisiknya, khasiat dan keamanannya.

Tahap-tahap pembuatan ekstrak adalah sebagai berikut: a. Pembuatan serbuk simplisia.

(28)

interaksi dengan benda keras yang akan menimbulkan panas yang dapat berpengaruh pada kandungan ekstrak. Hal ini dapat dikompensasi dengan penggunakan nitrogen cair.

b. Cairan pelarut.

Dalam pembuatan ekstrak dibutuhkan cairan pelarut yang baik (optimal). Cairan pelarut yang baik akan dapat melarutkan senyawa bioaktif sehingga dapat dipisahkan dari senyawa lainnya sehingga ekstrak hanya mengandung sebagian besar senyawa kandungan yang diinginkan.

Cairan pelarut harus dapat melarutkan sebagian besar metabolit sekunder yang terkandung agar dapat diperoleh ekstrak total. Faktor utama untuk pertimbangan pemilihan cairan adalah selektifitas, kemudahan bekerja dan proses dengan cairan tersebut, ekonomi, ramah lingkungan, dan keamanan.

(29)

c. Separasi dan pemurnian.

Tujuan tahap ini adalah menghilangkan (memisahkan) senyawa yang tidak dikehendaki semaksimal mungkin tanpa berpengaruh pada senyawa kandungan yang dikehendaki, sehingga diperoleh ekstrak yang murni.

d. Pemekatan / penguapan (vaporasi dan evaporasi).

Pemekatan berarti penigkatan jumlah senyawa terlarut secara penguapan pelarut tanpa menjadi kondisi kering, ekstrak hanya menjadi kental atau pekat. Untuk memperoleh ekstrak kering pada ekstrak kental yang diperoleh dengan zat netral (pengisi) seperti avicel, aerosil, sacharum lactis (Sidik dan Harfia Mudahar, 2000).

D. Uraian Mengenai Maserasi

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel (Anonim, 1985).

(30)

kapang, dapat ditambahkan bahan pengawet, yang diberikan pada awal penyarian (Anonim, 1986).

Pada penyarian maserasi dapat dilakukaan modifikasi misalnya: 1. Digesti

Digesti merupakan cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah, yaitu pada suhu 40-50 °C. Cara maserasi ini hanya cocok dipergunakan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan.

2. Maserasi Dengan Mesin Pengaduk

Cara maserasi ini menggunakan mesin pengaduk yang berputar terus- menerus, sehingga waktu proses maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam.

3. Remaserasi

Remaserasi adalah cara maserasi yang dilakukan dalam 2 tahap, dimana cairan penyari dibagi menjadi 2 bagian. Setelah seluruh serbuk simplisia dimaserasi dengan cairan penyari pertama, sesudah dienap, tuangkan dan diperas ampas dimaserasi dengan cairan penyari yang kedua.

4. Maserasi Melingkar

(31)

E. Uraian Mengenai Perkolasi

Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator, cairan yang digunakan untuk menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat aktif yang keluar dari perkolator disebut sari atau perkolat, sedang sisa setelah dilakukannya penyarian disebut ampas atau sisa perkolasi (Anonim, 1986).

Perkolasi dilakukan dengan cara menempatkan serbuk simplisia dalam suatu bejana silinder, yang dibawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari yang dialirkan dari atas kebawah melalui serbuk simplisia akan melarutkan zat aktif dari serbuk tersebut. (Anonim, 1986)

Untuk menentukan akhir perkolasi, dapat dilakukan pemeriksaan zat aktif secara kwalitatif pada perkolat terakhir. Penyarian kina, pulepandak, pulai, perkolasi dihentikan bila reaksi alkaloid sudah negatif. Penyarian teh ditentukan dengan reaksi terhadap zat aktif tannin. Untuk obat yang belum diketahui zat aktifnya dapat dilakukan penentuan dengan cara organoleptis seperti rasa, bau, warna dan bentuknya (Anonim, 1986).

F. Kromatografi Lapis Tipis

(32)

Keuntungan dari metode kromatografi ini antara lain adalah memberikan pemisahan yang baik dan cepat, prosedurnya sederhana dan relatif murah. Cara ini dapat digunakan untuk memisahkan komponen dalam jumlah sampai beberapa mikrogram sedangkan kerugiannya adalah sukar dalam penyimpanan serta ketelitian dan ketepatannya kurang baik. (Harborne,1987)

Lapisan penyerap (fase diam) dibuat dari salah satu penyerap yang khusus digunakan untuk kromatografi lapis tipis. Penyerap yang umum digunakan adalah silika gel, alumunium oksida, kieselgur, poliamida, selulosa dan turunannya. Untuk analisis, tebal penyerap 0,1-0,3 mm, biasanya 0,2 mm suatu lapisan berpori, karena adanya gaya kapiler. Sebelum digunakan, lapisan disimpan dalam lingkungan yang tidak lembab dan bebas dari uap laboratorium. (Stahl, 1985)

Fase diam yang paling banyak digunakan ialah silika gel dan alumunium oksida. Silika gel umumnya diberi zat tambahan kalsium sulfat untuk mempertinggi daya lekat. Silika gel adalah fase diam universal dan dapat digunakan untuk pemisahan senyawa-senyawa yang bersifat netral, asam atau basa. Ada beberapa macam silika gel yang beredar dalam perdagangan diantaranya adalah silika gel dengan bahan pengikat (silika gel G), silika gel dengan bahan pengikat dan indikator fluoresensi (silika gel GF254) yang memancarkan cahaya jika disinari dengan sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 254 nm, dan selain itu dikenal pula silika gel tanpa bahan pengikat (silika gel H). (Gritter, 1991)

(33)

sistem pelarut multi komponen ini harus berupa campuran sederhana yang terdiri atas tidak lebih dari tiga macam pelarut. (Stahl, 1985)

Pada analisa kromatografi lapis tipis perlu diperhatikan polaritas fase gerak. Fase gerak yang mengelusi zat terlalu cepat tidak dapat memisahkan komponen dengan baik, sebaliknya fase gerak yang terlalu lambat mengelusi akan memberikan waktu elusi yang terlalu lama. Urutan polaritas dari fase gerak yang biasa digunakan (dari non polar ke polar) adalah n-heksana, heptana, sikloheksana, karbon tetraklorida, benzene, kloroform, eter, etil asetat, piridina, aseton, methanol, air. (Stahl, 1985)

Pengembangan adalah proses pemisahan campuran cuplikan akibat pelarut pengembang merambat naik dalam lapisan. Jarak pengembangan normal yaitu jarak antara garis awal dan garis batas. Jarak pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan dengan harga Rf atau hRf.

Jarak titik pusat bercak dari titik awal Rf =

Jarak garis batas dari titik awal

Angka Rf berkisar antara 0,00 dan 1,00 dan hanya dapat ditentukan dua desimal. hRf adalah angka Rf dikalikan faktor 100 (h), menghasilkan nilai berjangka 0 sampai 100. (Stahl, 1985)

(34)

atau jika senyawa itu dapat dieksitasi ke fluoresensi radiasi ultraviolet gelombang pendek dan atau gelombang panjang yakni 365 nm. Jika dengan kedua cara itu senyawa tidak dapat dideteksi, harus dicoba dengan reaksi kimia dengan atau tanpa pemanasan. (Stahl, 1985)

Deteksi Dengan Pereaksi Penampak

1) Anisaldehida-asam sulfat. Pada sinar biasa senyawa minyak atsiri menunjukkan bercak warna biru, hijau, merah, dan coklat. Pada beberapa senyawa berpendar pada sinar uv 365 nm.

2) Vanilin-asam sulfat. Pada sinar biasa menunjukkan warna bercak yang sama bila lempeng tersebut disemprot dengan anisaldehida-asam sulfat. (Wagner,1984)

G. Keterangan Empiris

(35)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental karena tidak ada perlakuan terhadap fenomena yang diamati.

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Klasifikasi Variabel.

a. Variabel bebas.

Metode pembuatan ekstrak rimpang lengkuas secara maserasi dan perkolasi. b. Variabel tergantung.

Rendemen minyak atsiri, indek bias, dan profil Kromatografi Lapis Tipis ekstrak rimpang lengkuas yang diperoleh secara maserasi dan perkolasi.

c. Variable terkendali

Waktu pemanenan rimpang lengkuas. d. Variabel tak terkendali.

Umur tanaman. 2. Definisi Operasional.

(36)

b. Maserasi adalah penyarian yang dilakukan dengan merendam serbuk dalam maserator, setelah didiamkan 5 hari lalu disaring dan diuapkan sampai diperoleh ekstrak cair.

c. Perkolasi adalah suatu metode penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi dalam sebuah perkolator, perkolat yang diperoleh lalu disaring dan diuapkan sampai diperoleh ekstak cair.

d. Profil kromatografi lapis tipis adalah kromatogram dari ekstrak cair rimpang lengkuas yang dibuat secara maserasi dan perkolasi.

e. Rendemen minyak atsiri ekstrak rimpang lengkuas adalah jumlah minyak atsiri dalam sejumlah tertentu gram ekstrak rimpang lengkuas.

C. Bahan atau Materi Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Rimpang lengkuas yang diperoleh dari BPTO, Tawangmangu, Solo.

2. Aquadest yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Organik, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

3. Etanol teknis yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Organik, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

4. Etil asetat (E.Merck)

(37)

D. Alat atau Instrumen Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Alat- alat gelas 6. Lampu UV

2. Alat Maserasi 7. Neraca analitik

3. Perkolator 8. Evaporator

4. Alat destilasi 9. Pipet mikro

(38)

E. Jalannya Penelitian

Secara garis besar jalannya penelitian hingga diperoleh data adalah sebagai

berikut :

Pemeriksaan Rendemen Minyak Atsiri, pemeriksaan indek bias

Uji Kualitatif dengan KLT

Analisis Hasil

(39)

1. Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman dan rimpang ini dengan menggunakan kunci determinasi dari buku “Flora of Java” volume I dan Volume III (Backer dan Bakhuizen van den Brink, 1968)

2. Pembuatan Simplisia Meliputi: a. Pengumpulan bahan

Rimpang lengkuas diperoleh dari BPTO Tawangmangu. Dipilih rimpang yang sudah tua dan dipanen pada saat musim kemarau agar kandungan minyak atsirinya tinggi.

b. Sortasi basah

Soratasi basah dilakukan dengan maksud untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing dari simplisia. Hal itu dilakukan supaya nantinya tidak mengganggu proses penelitian, sehingga didapat hasil yang akurat.

c. Pencucian, perajangan, dan pengeringan

(40)

d. Sortasi kering

Rimpang lengkuas yang sudah kering kemudian dipisahkan dari benda-benda asing seperti bagian tanaman yang tidak diinginkan dan kotoran-kotoran lain yang masih tertinggal dalam simplisia kering.

e. Pembuatan serbuk simplisia

Rimpang lengkuas yang sudah kering kemudian diserbuk menggunakan blender kemudian diayak dengan beberapa macam ayakan yang mempunyai diameter lubang berbeda-beda .

3. Penyarian Maserasi

Sebanyak 100 gram serbuk kering dimasukkan kedalam sebuah erlenmeyer , ditambahkan cairan penyari sebanyak 500ml dan diaduk. Biarkan termaserasi selama 5 hari dalam erlenmeyer tertutup dengan pengadukan setiap hari. Setelah direndam, sari diserkai dan ampas diperas. Ampas ditambah cairan penyari secukupnya diaduk dan diserkai sehingga diperoleh sari sebanyak 500 ml. Bejana ditutup, dibiarkan ditempat sejuk selama 2 hari, kemudian enapan dipisahkan (Anonim, 1986). Maserat yang diperoleh diuapkan sampai beratnya sama dengan berat bahan dasar yang dipergunakan yaitu 100 gram (Anonim, 1966).

4. Penyarian Perkolasi

(41)

cairnya mulai menetes dan adonannya masih ditutupi dengan suatu lapisan cairan penyari. Perkolator ditutup dan biarkan selama 24 jam. Cairan dibiarkan menetes, dan adonan dituangi cairan penyari. Perkolat ditampung sampai jumlah 80% dari berat bahan yang digunakan (80g). Penyarian dilanjutkan dengan menambah cairan penyari sampai 500 mg dari cairan yang menetes itu, setelah menguap tidak meninggalkan sisa. Zat cair yang diperoleh pada penyarian kedua ini diuapkan sampai beratnya 20% dari bahan dasar yang digunakan (20g) kemudian hasil penyarian pertama dan kedua ini dicampur (Anonim, 1966).

5) Penetapan rendemen minyak atsiri ekstrak rimpang lengkuas.

(42)

2) Pemeriksaan indek bias minyak atsiri ekstrak lengkuas.

Indek bias suatu zat adalah perbandingan kecepatan cahaya dalam udara dengan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Indek bias berguna untuk identifikasi dan deteksi ketakmurnian (Anonim, 1985).

Pemeriksaan indek bias dilakukan dengan suatu alat, yaitu refraktometer. Refraktometer Abbe digunakan untuk mengukur rentang indek bias dari bahan-bahan yang tercantum dalam Faramakope, sedangkan hand refraktometer digunakan untuk mengukur bahan-bahan yang mempunyai harga indek bias dalam rentang tertentu (1,333-1,520).

Pemeriksaan minyak atsiri rimpang lengkuas dengan refraktometer Abbe Minyak atsiri hasil destilasi ditetapkan indek biasnya dengan refraktometer Abbe. Alat ditempatkan sedemikian rupa sehingga dapat menerima sinar matahari dengan baik. Air dialirkan melalui kran yang telah dilewatkan pada thermostat sehingga suhu tetap 20°C selama 10 menit. Kedua prisma dipisahkan dengan membuka kran, sebanyak 1-2 tetes minyak atsiri diteteskan di atas permukaan salah satu prisma, alat penunjuk angka diputar perlahan-lahan sampai terlihat titik terang. Indek bias di baca pada busur skala pembacaan, setelah hasil di catat prisma di buka dan cairan dihilangkan menggunakan kertas saring yang dibilas dengan aseton. (Reksohadiprodjo,1979)

6. Profil Kromatografi Lapis Tipis ekstrak rimpang lengkuas

(43)

fase gerak n-heksan-etil asetat (96:4 v/v) yang sebelumnya telah dijenuhkan dalam bejana. Ekstrak ditotolkan pada lempeng silika gel dan dielusi dalam bejana. Bercak yang diperoleh dideteksi dengan pengamatan di bawah lampu UV 254. (Wagner, 1984)

F. Tata Cara Analisis Hasil

(44)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman dilakukan untuk mendapatkan kepastian akan kebenaran tanaman yang dipergunakan dalam penelitian ini. Determinasi dilakukan dengan mencocokkan tanda-tanda atau ciri-ciri yang terdapat dalam tanaman dengan kunci determinasi yang ada dalam buku acuan “Flora of java”

volume I dan Volume III (Backer dan Bakhuizen van den Brink, 1968) . Hasil determinasi tanaman lengkuas adalah sebagai berikut : Determinasi sampai tingkat Suku

1a-2a-3b-4a-5b-12b-13b-14b-17b-19b-20b-21b-22b-23b-24b-25b-26b-27a-28b-29b-30a-31a-32a-33a-34b-333a-334b-337a-338a-339b-340a (2.07 Zingiberaceae) Determinasi sampai tingkat marga

1a-2a-3b-4a-4b-……….(4. Languas) Determinasi sampai tingkat jenis

1a……… Languas galanga(L.) Stunz

(Backer dan Bakhuizen van den Brink, 1968)

(45)

B. Pembuatan Simplisia 1. Pengumpulan Bahan

Rimpang lengkuas dalam penelitian ini diperoleh dari BPTO Tawangmangu adalah rimpang dalam keadaan segar. Pengambilan rimpang dilakukan pada saat musim kemarau, dimana pada saat kemarau diharapkan zat aktif yang terkandung di dalam rimpang lengkuas dalam keadaan maksimal. Pada penelitian ini bahan yang digunakan sebanyak 6 kg rimpang lengkuas segar. 2. Sortasi Basah

Rimpang yang telah dipanen kemudian dilakukan sortasi basah yang bertujuan untuk memisahkan kotoran-kotoran yang melekat seperti tanah, kerikil, dan bahan asing lainnya.

3. Pencucian

Pencucian rimpang dilakukan dengan air bersih, misalnya air dari mata air, sumur,ataupun air ledeng. Setelah dicuci rimpang ditiriskan untuk menghilangkan sisa-sisa air. Tahap pencucian ini tidak dapat membersihkan semua kotoran dan mikroba, karena air yang dipakai juga mengandung sejumlah mikroba.

4. Perajangan Simplisia

(46)

semakin tipis bahan yang dikeringkan, semakin cepat proses penguapan air, sehingga waktu pengeringan akan lebih cepat. Perajangan dengan ukuran yang terlalu tipis akan mempengaruhi komposisi zat aktif yang terkandung. Oleh karena itu perajangan rimpang lengkuas dalam penelitian ini tidak terlalu tipis (±2mm) sehingga kadar minyak atsiri dalam rimpang lengkuas tidak berkurang. Kebersihan alat perajang harus tetap dijaga untuk mengurangi jumlah mikroba.

5. Pengeringan simplisia

Rimpang lengkuas yang telah dirajang kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari secara tidak langsung dengan cara ditutupi kain hitam. Secara berkala rimpang selalu dibolak-balik agar pengeringan merata. Letak pengeringan juga diatur sehingga memungkinkan aliran udara dari atas kebawah atau sebaliknya. Pengeringan diakhiri apabila simplisia sudah mudah dipatahkan serta menimbulkan bunyi gemerisik jika diremas. Pengeringan bertujuan agar bahan tidak mudah rusak karena terhambatnya sistem enzimatik, maka penurunan mutu dan kerusakan simplisia dapat dicegah. Pengeringan yang dilakukan dengan sinar matahari tidak langsung dan selalu dibolak-balik akan dapat mengurangi faktor-faktor pengeringan seperti suhu, kelembaban udara dan aliran udara.

6. Sortasi Kering

(47)

yang tidak diinginkan dan masih ada dan masih tertinggal pada simplisia kering. Dari proses pengeringan diperoleh 3,5 kg rimpang lengkuas kering.

C. Pembuatan Serbuk Simplisia

Simplek rimpang lengkuas yang telah siap, diserbuk menggunakan blender. Kemudian serbuk diayak dengan beberapa jenis ayakan yang mempunyai diameter lubang yang berbeda-beda, sehingga diperoleh serbuk dengan kehalusan yang relatif sama dan siap untuk digunakan. Tujuan dari pembuatan serbuk ini adalah untuk memperluas permukaan serbuk simplisia yang bersentuhan dengan cairan penyari sehingga penyarian dapat lebih baik. Hasil yang diperoleh dari pembuatan serbuk adalah 3 kg.

D. Penyarian Secara Maserasi

(48)

Pada penyarian dengan cara maserasi, perlu dilakukan pengadukan. Pengadukan diperlukan untuk meratakan konsentrasi larutan di luar butir serbuk simplisia, sehingga dengan pengadukan tersebut tetap terjaga adanya derajat perbedaan konsentrasi yang sekecil-kecilnya antara larutan di dalam sel dengan larutan di luar sel. Kemudian dilakukan penyaringan sampai diperoleh maserat, maserat perlu dibiarkan selama waktu tertentu. Waktu tersebut diperlukan untuk mengendapkan zat-zat yang tidak diperlukan tetapi ikut terlarut dalam cairan penyari. Maserat kemudian diuapkan sampai berat bahan dasar, yaitu 100 gram.

E. Penyarian Secara Perkolasi

(49)

kemudian dialirkan dengan cara membuka keran pada perkolator. Kecepatan aliran cairan penyari diatur sehingga kecepatan menetes 1 ml per menit. Cairan penyari akan mengalir dari atas kebawah melalui serbuk simplisia, cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak kebawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan diatasnya, dikurangi dengan daya kapliler yang cenderung untuk menahan. Selama penyarian dilakukan harus tetap dijaga agar serbuk simplisia tetap terendam oleh selapis cairan penyari dengan cara selalu menambahkan cairan penyari kedalam perkolator, karena apabila sebuk simplisia kering maka akan terdapat gelembung-gelembung udara yang dapat mengganggu dalam penyarian. Gelembung udara akan menghalangi cairan penyari, sehingga cairan penyari tidak dapat menembus dalam sel-sel zat aktif. Perkolat yang diperoleh dari penyarian ditampung sebanyak 80% dari berat bahan dasar yang digunakan yaitu 80g. Perkolat disisihkan. Kemudian penyarian dilanjutkan sampai 500mg cairan yang menetes tersebut, setelah menguap tidak meninggalkan sisa (Anonim, 1996). Perkolat yang dihasilkan yaitu sebanyak 200ml kemudian diuapkan sampai 20% bobot simplisia yang dipergunakan yaitu 20g. Kemudian kedua hasil penguapan digabung dan diperoleh perkolat sebanyak 100 gr.

F. Penetapan Rendemen Minyak Atsiri Ekstrak Rimpang Lengkuas

(50)

terbentuk kemudian dilakukan pembacaan pada skala alat Stahl.. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada tabel I dan II.

Tabel 1.Penetapan rendemen minyak atsiri ekstrak rimpang lengkuas hasil

Tabel II. Penetapan rendemen minyak atsiri ekstrak lengkuas hasil perkolasi

Bahan Berat (gr) Volume (ml) Kadar (%) Σ ± SD

Perkolasi I 100 0,900 0,900

Perkolasi II 100 0,850 0,850 Perkolasi III 100 0,700 0,700

0,817 ± 0,104

(51)

Penyarian perkolasi menggunakan cairan penyari yang selalu baru sehingga akan terjadi aliran cairan penyari yang menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi. Namun, rendemen minyak atsiri dari hasil maserasi maupun perkolasi dapat dikatakan baik, karena keduanya berada dalam range (0,3-1 %) (Stahl 1973).

G. Penetapan Indek Bias Minyak Atsiri Ekstrak Rimpang Lengkuas

Pemeriksaan indek bias bertujuan untuk identifikasi zat dan ketakmurnian Penetapan indek bias minyak atsiri rimpang lengkuas hasil maserasi dan perkolasi digunakan refraktor Abbe. Nilai indek bias biasanya ditentukan pada suhu 20° C. Karena penetapan indek bias dilakukan pada suhu 28° C, maka hasil penetapan indek bias tersebut diubah dengan cara mengurangkan dengan faktor koreksi 0,00045. Hasil penetapan indek bias minyak atsiri lengkuas dari hasil maserasi dan perkolasi dapat dilihat pada tabel III dan IV.

Tabel III. Indek bias minyak atsiri ekstrak rimpang lengkuas hasil maserasi

Replikasi Nd 28 Nd 20 Σ ± SD Maserasi I 1,414 1,415

Masersi II 1,414 1,415 Maserasi III 1,414 1,415

(52)

Tabel IV. Indek bias minyak atsiri ekstrak rimpang lengkuas hasil perkolasi

Replikasi Nd 28 Nd 20 Σ ± SD

Perkolasi I 1,466 1,467 Perkolasi II 1,466 1,467 Perkolasi III 1,466 1,467

1,467 ± 0,000

(53)

H. Analisis Kualitatif Ekstrak Rimpang Lengkuas

Secara Kromatografi Lapis Tipis

Hasil elusi dari KLT ekstrak lengkuas hasil maserasi dan perkolasi terlihat pada gambar dibawah ini.

0,0 0,5 1,0

A

B

R

(54)

Keterangan : A : ekstrak lengkuas hasil maserasi. B : ekstrak lengkuas hasil perkolasi.

Tabel V. Hasil pemeriksaan profil kromatografi lapis tipis ekstrak rimpang lengkuas hasil maserasi dengan fase gerak n-heksan-etil asetat (96:4 v/v), fase diam silika gel GF254,dan penampakan bercak Vanilin- asam sulfat P

UV 254 nm UV 365 nm

Maserasi Rf

I II I II

1 0,15 Ungu Coklat - Coklat

2 0,55 Ungu Coklat - Coklat

3 0,80 Ungu Ungu - Ungu

Keterangan:Tanda I : Tanpa pereaksi Vanilin-asam sulfat P. II : Dengan pereaksi Vanilin-asam sulfat P

(55)

UV 254 nm UV 365 nm

Keterangan: Tanda I. : Tanpa pereaksi Vanilin-asam sulfat P II. : Dengan pereaksi Vanilin-asam sulfat P

Deteksi bercak dilakukan dibawah sinar UV 254 nm, UV 365 nm dan sebagai pereaksi penampak digunakan vanilin-asam sulfat p. Sinar UV 254 nm digunakan untuk mendeteksi senyawa yang mempunyai ikatan rangkap terkonjugasi dan senyawa aromatik pada lempeng dengan indikator fluoresensi

(56)
(57)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Rendemen minyak atsiri hasil maserasi (mean ± SD) 0,358 ± 0,014 (%v/v) , sedangkan hasil perkolasi diperoleh rendemen minyak atsiri (mean ± SD) 0,817 ± 0,104 (% v/v).

2. Indek bias hasil penyarian maserasi (mean±SD) 1,415 ± 0,000, sedangkan indek bias hasil penyarian perkolasi (mean±SD) 1,467 ± 0,000.

3. Dari profil Kromatogari Lapis Tipis diperoleh tiga bercak untuk penyarian secara maserasi dengan harga Rf masing-masing 0,15; 0,55 dan 0,8, sedangkan dari hasil penyarian secara perkolasi diperoleh enam bercak dengan harga Rf masing-masing 0,05; 0,16; 0,55; 0,78 dan 0,86.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan cairan pelarut etanol dalam konsentrasi yang berbeda agar dapat dibandingkan mutu ekstrak yang diperoleh.

(58)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1985, Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid I, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Anonim, 1977, Materia Medika Indonesia, Jilid I, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Anonim, 1986, Sediaan Galenik, Departemen kesehatan RI, Jakarta.

Anonim, 2000, Pedoman Pengujian Klinik Obat Tradisional, Departemen kesehatan RI, Jakarta.

Asni, A,. 1990, Efek Antijamur Perasan Rimpang Lengkuas Terhadap Jamur Mycrosporum gipseum dan Epidermo flocosum dengan metode Silinder, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Tujuh Belas Agustus, Surabaya. Backer, C.A., and van den Brink,R.C.B., 1963, Flora of Java, volume III, N.V.P

Noordroft Groningen, Netherlands.

Gritter, R.J., Bobbitt, J.M., Schwarting, A.E., 1985, Introduction to Chromatography, diterjemahkanoleh Kosasih Padmawinata, Pengantar kromatografi, (1991), Edisi II, Penerbit ITB Bandung.

Harborne, J., 1984, Phytochemical Methods, edisi kedua, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Sudiro, Penerbit ITB, Bandung

Pramono, P., 2000, Standarisasi Ekstrak, dalam Seminar PERHIBA Pemanfaatan Bahan Obat Alam III, Fakultas Farmasi Universitas 17 Agustus 1945, Jakarta.

Sidik dan Harfia Mudahar, 2000, Ekstraksi Tumbuhan Obat, Motede dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi produksi, dalam seminar PERHIBA pemenfaatan Bahan Obat Alam III, Fakultas Farmasi Universitas 17 Agustus 1945, Jakarta.

Stahl, E, 1985, Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi , Diterjemahkan Oleh Kosasih Padmawinata, Iwang Soediro, ITB Press, Bandung.

Sudarsono dkk, 1996, Tumbuhan Obat, Pusat Penelitian Obat Tradisional UGM, Yogyakarta.

(59)

Sastrohamidjojo, H., 1988, Obat Asli Indonesia, Penerbit Dian Rakyat, Jakarta.

Tyler, V.E., Brady, L.R., Robert, J.E., 1988, Pharmacognosy, 9 th Ed, Leg & Febiger, Philadelphia.

(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)

Lampiran 6. Penetapan kadar minyak atsiri lengkuas hasil maserasi

Bahan Berat (gr) Volume (ml) Kadar (%) Σ ± SD

Maserasi I 100 0,350 0,350

Maserasi II 100 0,375 0,375

Maserasi III 100 0,350 0,350

(67)

Lampiran 7. Penetapan kadar minyak atsiri lengkuas hasil perkolasi

Bahan Berat (gr) Volume (ml) Kadar (%) Σ ± SD

Perkolasi I 100 0,90 0,90

Perkolasi II 100 0,85 0,85

Perkolasi III 100 0,70 0,70

(68)

Lampiran 8. Indek bias minyak atsiri lengkuas hasil maserasi

Replikasi Nd 28 Nd 20 Σ ± SD Maserasi I 1,4145 1,4150

Masersi II 1,4145 1,4150 Maserasi III 1,4145 1,4150

(69)

Lampiran 9. Indek bias minyak atsiri lengkuas hasil perkolasi

Replikasi Nd 28 Nd 20 Σ ± SD

Perkolasi I 1,4665 1,4670 Perkolasi II 1,4665 1,4670 Perkolasi III 1,4665 1,4670

(70)

Lampiran 10. KLT ekstrak lengkuas hasil maserasi dan perkolasi

Keterangan:

A. ekstrak lengkuas hasil maserasi B. ekstrak lengkuas hasil perkolasi

Fase gerak: n-heksan-etil asetat (96 : 4 v/v) Fase diam: silika gael GF254

(71)

Lampiran 11. KLT ekstrak lengkuas hasil maserasi dan perkolasi

Keterangan:

A.ekstrak lengkuas hasil maserasi B. ekstrak lengkuas hasil perkolasi

Fase gerak: n-heksan-etil asetat (96 : 4 v/v) Fase diam: silika gael GF254

(72)

Lampiran 12. KLT ekstrak lengkuas hasil maserasi dan perkolasi

Keterangan:

A. ekstrak lengkuas hasil maserasi B. ekstrak lengkuas hasil perkolasi

Fase gerak: n-heksan-etil asetat (96 : 4 v/v) Fase diam: silika gel GF254

(73)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

I Dewa Gede Kusuma Jaya, yang dipanggil Dode adalah penulis skripsi yang berjudul” Perbedaan Kandungan Minyak Atsiri Ekstrak Rimpang Lengkuas (Languas galanga (L.) Stunz) Secara Maserasi Dan Perkolasi, Lahir di Negara pada tanggal 22 Januari 1980 merupakan anak pertama dari pasangan Bapak I Dewa Alit Sutapa dan Ibu IDewa Ayu Dartini.

Gambar

Tabel I.  Penetapan rendemen minyak atsiri ekstrak lengkuas
Gambar 1.  Struktur kimia kandungan lengkuas…………………………....
Gambar 1. Struktur Kimia Kandungan Lengkuas (Anonim, 1986)
Gambar 2. Skema  penetapan rendemen minyak atsiri ekstrak lengkuas yang
+6

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dalam penanganan induk yang matang telur adalah untuk. menghasilkan telur yang berkualitas dengan harapan laju daya tetas telur

Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak

Usulan Teknis dinyatakan memenuhi syarat (lulus) apabila mendapat nilai minimal 70 (tujuh puluh), peserta yang dinyatakan lulus akan dilanjutkan pada proses penilaian penawaran

Dalam ayat ini juga dapat kita rumuskan tujusn pendidikan yaitu, adalah upaya membina jasmani dan rohani manusia dengan segenap potensi yang ada pada keduanya secara

158 HIMPUNAN MAHASISWA JURUSAN BIOLOGI Universitas Negeri Medan Desa Binaan Berbasis Ekonomi Kreatif Pemanfaatan Limbah Daun Pisang Untuk Media Pertumbuhan Jamur Merang Sebagai

Jika proses pengambilan data dari aplikasi Feeder selesai, maka secara otomatis akan tampil pop-up untuk menyimpan file sinkronisasi dengan format nama file

Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam masa pajak, dalam tahun pajak atau dalam bagian tahun pajak sesuai dengan ketentuan

Selanjutnya kami akan melakukan kaji ulang spesifikasi alat tersebut agar dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip pengadaan yang efisien, efektif, transparan,