• Tidak ada hasil yang ditemukan

Realitas Film Jokowi Sebagai Media Kampanye Politik (Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce) - FISIP Untirta Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Realitas Film Jokowi Sebagai Media Kampanye Politik (Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce) - FISIP Untirta Repository"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

Realitas Film Jokowi Sebagai Media Kampanye

Politik

(Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Pada Konsentrasi Jurnalistik

Program Studi Ilmu Komunikasi

Oleh Rangga Andriana

NIM 6662103245

KONSENTRASI JURNALISTIK

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(2)
(3)
(4)

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN IMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

(5)

MOTTO & PERSEMBAHAN

….dan berbicaralah kepada mereka Dengan pembicaraan yang berbekas pada

Jiwa mereka (Al-Qur’an 4:63)

(6)

ABSTRAK

Rangga Andriana. NIM. 6662103245. Skripsi. Realitas Film Jokowi Sebagai Media Kampanye Politik (Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce). Pembimbing I: Mia Dwianna, S.Sos, M.Ikom dan Pembimbing II: Puspita Asri Praceka, S.Sos, M.Ikom

Film mempunyai kemampuan untuk memberikan tekanan kepada masyarakat dan juga pemerintah mengenai sebuah realitas yang saat itu diangkat oleh sutradara. Film Jokowi adalah penggambaran realitas perjalanan hidup ketika Joko Widodo kecil hingga dewasa, namun peneliti melihat bahwa film ini juga digunakan sebagai media kampanye politik Jokowi. Penelitian ini bertujuan melihat bagaimana tanda, objek, interpretant dan realitas film Jokowi sebagai media kampanye politik. Penelitian ini menggunakan paradigm interpretif dan pendekatan kualitatif fenomenologi dengan metode yang digunakan dalam menafsirkan makna adalah metode analisis semiotika model tiga unsur makna Charles Sanders Peirce yaitu Sign/tanda, objek, dan intrepetant. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi tidak langsung yaitu mengamati Film Jokowi dan melakukan wawancara kepada informan untuk menguatkan hasil interpretasi data. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa fenomena dalam film ini mempunyai makna sign, objek dan intrepetant yang saling berhubungan satu sama lain dalam proses konstruksi realitas dalam film Jokowi. Selain itu fenomena Realitas film ini termasuk kedalam kegiatan kampanye politik, karena film tersebut membangun citra yang ingin ditanamkan dalam alam bawah sadar masyarakat menaruh simpati dan berprilaku sebagaimana yang diharapkan dalam kegiatan politik yaitu mendukung Jokowi. Film ini muncul bukan sebagai refleksi dari tokoh dan apresiasi dalam kehidupan seorang tokoh politik, tetapi film ini sengaja didesain sebagai media kampanye politik.

(7)

ABSTRACT

Rangga Andriana. NIM. 6662103245. Undergraduate Thesis. Reality Film Jokowi As Political Campaign Media (Semiotics Analysis of Charles Sanders Peirce) Advisor I: Mia Dwianna, S.Sos, M.Ikom and Advisor II: Puspita Asri Praceka, S.Sos, M.Ikom

Film has the ability to exert pressure on the community and the government regarding a reality when it was appointed by the director. Jokowi movie is a depiction of the reality of life's journey when Joko Widodo childhood to adulthood, but researchers noticed that the film is also used as a medium for political campaigns Jokowi. This study aims to see how the sign, object, interpretant and the reality of the film as a medium Jokowi political campaigns. This study uses an interpretive paradigm and phenomenological qualitative approach to the method used in interpreting the meaning is the method of semiotic analysis model of the three elements, namely the meaning of Charles Sanders Peirce Sign / signs, objects, and intrepetant. Data collection techniques using indirect observation of observing Film Jokowi and conducted interviews to informants to corroborate the results of data interpretation. Results of the study revealed that the phenomenon in this film has meaning sign, object and intrepetant are interconnected to one another in the process of construction of reality in the film Jokowi. Besides the phenomenon of reality this film included into the activities of a political campaign, because the film that wants to build the image embedded in the subconscious of society sympathetic and behave as expected in political activities that support Jokowi. This film appears not as a reflection of the character and appreciation of the life of a political figure, but the film is deliberately designed as a medium for political campaigns.

(8)

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Realitas Film Jokowi Sebagai Media Kampanye Politik (Analisis

Semiotika Charles Sander Peirce)” dengan baik. Adapun penelitian ini dilakukan

dan disusun dengan tujuan untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian sarjana pada Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Dalam melakukan penelitian ini, penulis tetap bertumpu pada landasan akademis dan menggunakan teori komunikasi yang ada untuk mengupas dan mengemas hasil penelitian ini sehingga menjadi sebuah karya ilmiah yang diharapkan bermanfaat dan dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu komunikasi, khususnya yang berhubungan dengan analisis semiotika.

(9)

ii

1. Allah SWT dan Nabi Besar Muhammad SAW.

2. Bapak Prof. Dr. Soleh Hidayat, M.Pd. Selaku Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

3. Bapak Dr. Agus Sjafari, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

4. Ibu Neka Fitriyah, S.Sos. M.Si, selaku Ketua Prodi Ilmu Komunikasi dan dosen pembimbing akademik penulis dari semester awal sampai akhir. 5. Ibu Mia Dwianna S.Sos, M.Ikom selaku dosen pembimbing pertama yang

telah banyak memberi waktu, bimbingan ilmu, arahan dan kesempatan pengalaman kepada penulis hingga dapat menyelesaikan penelitian ini. 6. Ibu Puspita Asri Praceka, S.Sos. M.Ikom, selaku Sekertaris Jurusan Prodi

Ilmu Komunikasi dan dosen pembimbing kedua yang juga telah banyak membagi ilmu dan masukan yang berarti kepada penulis.

7. Bapak Idi Dimyati S.Ikom, M.Ikom yang telah banyak membantu penulis ketika penulis menjalani masa perkuliahan.

8. Para Dosen dan staf TU Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik atas segala sumbangsihnya.

9. Mamah tercinta yang tidak pernah lelah berdoa yang terbaik untuk anak mu ini, papah yang sekarang sudah bahagia di surga. Skripsi ini adalah bukti Rangga berhasil menyelesaikan pendidikan S1.

(10)

iii

11.Adik-Adiku tersayang Inka Cahya Ramadhani dan Fanny Cahya Megantari yang menjadi motivasi bagi penulis.

12.Sahabat yang sudah seperti keluarga yaitu Edward Daniel Wehantau & Erends Lukas yang menemani penulis dari kecil hingga dewasa ini.

13.Dua sahabat yang telah menemani penulis dari awal perkuliahan Nicko Rizfyanda Utama beserta keluarga dan Agung Gumelar beserta keluarga yang terus mendukung penulis sampai saat ini.

14.Keluarga Besar Dugong Nadia Putri Riyanti, Sausan Saidah Sallam, Kinda Handayani, Indra Handayani dan Arfian Ssr yang selalu ada dikala senang atau pun susah dan selalu memberikan dukungan kepada penulis.

15.Teman-Teman Jurnalistik Komunikasi Kelas J Angkatan 2010, Putut Wiro Reksono, Alief Krisna Fauzi, Sumardi Noviono, Lacuk, Maulana Yusuf, Otnay aka Suryanto, Romi Fatullah, Windi Tresnanda. Selalu semangat dalam menempuh perjanalan kuliah ini.

16.Teman-teman seperjuangan Teguh Cipta, M. Fandi, Dhamar Indraloka, Step Ian Akbar, Akmal Alamsyah, Tirta Lestari Coppo, Natasya, Bunda Shinta, Sari Puji Fitriani dan Puput Jolie. Semangat buat kalian semua.

17.Seluruh rekan BEM Fisip pimpinan Bang Dace. Terimakasih atas pengalaman yang berharga

18.Seluruh rekan BEM Universitas pimpinan Bang Adam dan Bang Qubil. Terimakasih atas pengalaman yang berharga.

(11)

iv

20.Teman-Teman Pengurus Purna Paskibraka Kota Serang 2014 yang telah memberikan pelajaran pengalaman, etika, moral dan bekal ilmu kepada penulis.

Semoga Allah SWT membalas amal kebaikan kalian semua dengan yang lebih baik, Amin. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat, tidak hanya untuk diri sendiri, namun untuk seluruh pembaca pada umumnya.

Serang, Februari 2015 Penulis

(12)

v

1.3 Identifikasi Penelitian ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

1.5.1 Manfaat Akademis ... 6

1.5.2 Manfaat Praktis ... 6

BAB II ... 7

2.1 Paradigma Interpretif ... 7

2.2 Tradisi Semiotik ... 8

2.3 Komunikasi Massa ... 11

(13)

vi

2.3.2 Komponen Komunikasi Massa ... 14

2.3.3 Karakteristik Komunikasi Massa ... 16

2.3.4 Fungsi Komunikasi Massa ... 17

2.4 Teori Interpretif ... 18

2.5 Teori Fenomenologi ... 19

2.6 Teori Semiotika Charles Sander Peirce ... 20

2.7 Konsep – Konsep ... 26

2.7.1 Media Massa ... 26

2.7.2 Film ... 27

2.7.2.1 Film Sebagai Media Massa ... 28

2.7.2.2 Film Sebagai Realitas Tanda ... 32

2.7.2.3 Film Sebagai Representasi Realitas ... 34

2.7.3 Kampanye Politik ... 35

2.8 Kerangka Berpikir ... 39

2.9 Penelitian Terdahulu ... 41

BAB III ... 45

3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian ... 45

3.2 Fokus Penelitian ... 47

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 48

3.4 Informan Peneliti ... 49

3.5 Unit Analisis ... 52

3.6 Teknik Analisis Data ... 54

3.7 Validitas dan Triangulasi Data ... 56

3.8 Jadual Penelitian ... 57

(14)

vii

4.1 Deskripsi Film Jokowi ... 58

4.1.1 Pemeran / Tokoh Film Jokowi ... 59

4.1.2 Sinopsis Film Jokowi ... 62

4.2 Analisis Data ... 63

4.2.1 Makna semiotik pada scenes 1 ... 65

4.2.2 Makna semiotik pada scenes 2 ... 72

4.2.3 Makna semiotik pada scenes 3 ... 77

4.2.4 Makna semiotik pada scenes 4 ... 83

4.2.5 Makna semiotik pada scenes 5 ... 88

4.2.5 Makna semiotik pada scenes 6 ... 93

4.2.7 Makna semiotik pada scenes 7 ... 98

4.3 Interpretasi Data ... 101

4.3.1 Makna Signs/Tanda Dalam Film Jokowi ... 101

4.3.2 Makna Objek Dalam Film Jokowi ... 104

4.3.3 Makna Intrepetant Dalam Film Jokowi ... 105

4.3.4 Realitas Film Jokowi Sebagai Media Kampanye Politik ... 108

BAB V ... 117

5.1 Kesimpulan ... 117

5.2 Saran-Saran ... 118

DAFTAR PUSTAKA ... 120

(15)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Model Unsur Makna Peirce (Fiske 2006, 63) ... 24

Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berpikir ... 40

Gambar 3.3 Model Unsur Makna Peirce (Fiske 2006, 63) ... 55

Gambar 4.4 Poster Film Jokowi ... 58

Gambar 4.5 Tokoh Notomiharjo ... 59

Gambar 4.6 Tokoh Sujiatmi ... 60

Gambar 4.7 Tokoh Jokowi ... 60

Gambar 4.8 Tokoh Iriana ... 61

Gambar 4.9 Tokoh Wirorejo ... 61

Gambar 4.10 Bagian Scenes 1 ... 65

Gambar 4.11 Unsur Makna Scenes 1 ... 66

Gambar 4.12 Bagian Scenes 2 ... 72

Gambar 4.13 Unsur Makna Scenes 2 ... 72

Gambar 4.14 Lakon Wayang Semar ... 75

Gambar 4.15 Bagian Scenes 3 ... 77

Gambar 4.16 Unsur Makna Scenes 3 ... 78

Gambar 4.17 Bagian Scenes 4 ... 83

Gambar 4.18 Unsur Makna Scenes 4 ... 84

Gambar 4.19 Bagian Scenes 5 ... 88

Gambar 4.20 Unsur Makna Scenes 5 ... 89

Gambar 4.21 Bagian Scenes 6 ... 93

Gambar 4.22 Unsur Makna Scenes 6 ... 93

Gambar 4.23 Bagian Scenes 7 ... 98

(16)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penjelasan Ikon, Indeks, Simbol ... 25

Tabel 2.2 Perbedaan Kampanye Pemilu dan Kampanye Politik ... 38

Tabel 2.3 Peneliti Terdahulu ... 44

Tabel 3.1 Sampel Unit Analisis ... 53

Tabel 4.1 Pembagian Tanda Scenes 1 ... 66

Tabel 4.2 Pembagian Tanda Scenes 2 ... 73

Tabel 4.3 Pembagian Tanda Scenes 3 ... 79

Tabel 4.4 Pembagian Tanda Scenes 4 ... 84

Tabel 4.5 Pembagian Tanda Scenes 5 ... 90

Tabel 4.6 Pembagian Tanda Scenes 6 ... 94

(17)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pemberitaan Jokowi PKI ... 125

Lampiran 2 Sejarah Musik Rock... 126

Lampiran 3 Sejarah G30S PKI ... 127

Lampiran 4 Sinopsis Film Jokowi ... 128

Lampiran 5 Film Jokowi Sebagai Bentuk Kampanye... 129

Lampiran 6 Pedoman Wawancara ... 130

Lampiran 7 Transkip Wawancara Informan UtamaError! Bookmark not defined. Lampiran 8 Transkip Wawancara Informan Ahli ... 132

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Media dalam sebuah komunikasi politik mempunyai peranan yang sangat penting sebagai sarana publisitas politik terhadap masyarakat luas. Tentunya dengan tujuan khalayak mengetahui agenda politik setelah itu simpati dan menjatuhkan pilihannya kepada partai tersebut. Siapapun komunikator atau aktivis politik akan berusaha untuk menguasai media. Tak heran, barang siapa yang telah menguasai media, maka dia hampir memenangi pertarungan politik.

Semenjak kemajuan teknologi dan informasi yang revolusioner, media cetak maupun elektronik mengantarkan informasi kepada khalayak sangat efektif. Pemanfaatan media untuk mendongkrak popularitas sebenarnya telah mulai marak dan bebas sejak Pemilu 1999 dan semakin menguat di Pemilu 2004 hingga Pemilu 2006 (Asfar 2006). Segala kegiatan yang ada nuansa politik diangkat media bertujuan tak hanya sebagai sarana publisitas namun juga mempengaruhi khalayak untuk memilihnya. Dengan itu penyaluran pesan kampanye politik dapat tersalurkan dengan efektif.

(19)

pun sesungguhnya bisa dijadikan sebagai saluran komunikasi khususnya komunikasi politik.

Media komunikasi yang dianggap efektif dan mempengaruhi khalayak diantaranya yaitu film. Selain sebagai sebuah produk seni yang memiliki kebebasan dalam berekspresi, film juga sebagai salah satu media hiburan oleh masyarakat. Melalui media film, kekuasaan atau kelompok tidak hanya punya daya paksa tetapi juga mempunyai daya pukau yang sangat kuat serta mendominasi. Kekuasan yang dimaksud adalah dengan media film, orang tidak bisa mengelak atau menolak secara mentah-mentah sebab isi pesan dalam film. Film mempunyai kemampuan untuk memberikan tekanan kepada masyarakat dan juga pemerintah mengenai sebuah realitas yang saat itu diangkat oleh sutradara. Selain itu dengan media film, penyebaran isu/wacana dapat secara masiv disebar luaskan sehingga isu yang disampaikan dapat efektif. Hal tersebut juga berlaku bagi penyebaran kampanye politik dengan menggunakan media film.

(20)

Noer pada tahun 1982 yang digunakan oleh pemerintah pada saat itu sebagai alat propaganda.

Film juga mempunyai nilai lebih dibanding dengan media lainnya seperti spanduk dukungan atau penggunaan media sosial. Dengan film, realitas yang diangkat dapat dirangkai sedemikian rupa sehingga mempengaruhi emosi dan psikologis yang akan mempengaruhi khalayak sesuai yang diinginkan. Teknik pengambilan gambar, narasi cerita, aktor yang berperan, settingan waktu serta teknik permainan emosi dan psikologis yang dilakukan oleh pekerja film menjadi nilai lebih yang menjadikan film sebagai media dengan impact yang efektif.

Film Jokowi hadir di tengah-tengah persaingan menjelang pemilihan presiden yang dilaksanakan pada tanggal 9 Juli 2014. Film ini menjadi salah satu media kampanye Calon Presiden Joko Widodo & Jusuf Kalla yang disutradai oleh KK Dhereraj. Film Jokowi menceritakan kisah Joko Widodo sejak kecil hingga kuliah. Proses perjalanan hidup Joko Widodo yang panjang dirangkum menjadi film yang berdurasi selama kurang lebih dua jam.

(21)

bahwa isi film terdapat unsur kampanye, seperti dukungan atau mengajak khlayak yang menonton untuk mendukung Joko Widodo. Namun khalayak diajak untuk melihat bagaimana perjalanan hidup Joko Widodo. Realitas Joko Widodo yang dibentuk oleh sutradara juga bukan sepenuhnya realitas yang telah terjadi. Realitas dalam film Jokowi dibentuk dan dikonstruksi dengan adegan-adegan seperti adegan dimana Jokowi “dibully” oleh teman sekelasnya, adegan rumah kontrakan yang

digusur secara paksa, adegan dimana dia jatuh cinta dengan Iriana sehingga adegan-adegan tersebut sengaja dikonstruksi untuk mempengaruhi emosi dan psikologis penonton.

Dalam penelitian ini akan dibahas masalah simbol, tanda, lambang dan gambar. Oleh karena itu penelitian ini akan menggunakan analisis semiotik dari Charles Sanders Peirce dan peneliti akan menjelaskan tanda adalah sesuatu yang dikaitkan pada seseorang untuk sesuatu dalam beberapa hal dan kapasitas. Tanda menunjuk pada seseorang, yakni menciptakan di benak orang tersebut suatu tanda yang setara atau barangkali suatu tanda yang lebih berkembang. Tanda yang diciptakan ia namakan intepretan dari tanda pertama, tanda itu menunjukkan sesuatu yakni obyeknya (Fiske 2006, 69).

(22)

hidup tersebut terbukti sebagai kampanye politik.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, perumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana realitas film Jokowi sebagai media kampanye politik (Analisis

Semiotika Charles Sanders Peirce)?”

1.3 Identifikasi Penelitian

Setelah mengetahui rumusan masalah yang terjadi maka identifikasi penelitian sebagai berikut:

1) Bagaimana Makna Tanda/Representament yang digunakan di Film Jokowi sebagai bentuk kampanye politik.

2) Bagaimana Makna Objek yang digunakan di Film Jokowi sebagai bentuk kampanye politik.

3) Bagaimana Makna Intrepetant yang digunakan di Film Jokowi sebagai bentuk kampanye politik.

4) Bagaimana Realitas yang dibentuk di Film Jokowi sebagai bentuk kampanye politik.

1.4 Tujuan Penelitian

(23)

sebagai bentuk kampanye politik.

3) Untuk mengetahui makna Intrepetant yang digunakan di Film Jokowi sebagai bentuk kampanye politik.

4) Untuk mengetahui Realitas yang dibentuk di Film Jokowi sebagai bentuk kampanye politik.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian menggunakan analisis semiotika pada Film Jokowi

1.5.1 Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontrIbusi bagi pengembangan Ilmu Komunikasi khususnya pada kajian media film dengan menggunakan metode semiotika mengenai penggunaan media sebagai alat kampanye politik dalam hal ini media film.

1.5.2 Manfaat Praktis

(24)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Paradigma Interpretif

Ada berbagai cara pandang atau paradigma yang dapat digunakan oleh seseorang (peneliti) di dalam menjalani suatu proses kehidupan (mengkaji suatu persoalan ilmu). Penggunaan paradigma tertentu akan menghasilkan tindakan (simpulan temuan) tertentu pula, yang tindakan (simpulan temuan) itu akan sangat berbeda jika menggunakan paradigma yang lain.

Dalam konteks akademik, paradigma dimaksudkan sebagai cara pandang seseorang (peneliti) dalam mengembangkan suatu pengetahuan (melalui penyelidikan ilmiah). Peneliti memiliki seperangkat keyakinan atas riset dan apa yang dilakukannya dalam suatu penyelidikan ilmiah tersebut. Di dalam riset ilmu sosial (dalam mana akuntansi ada di dalamnya) yang dimensinya meliputi obyektifisme dan subyektifisme, setidaknya dikenal empat paradigma utama yaitu fungsionalisme, interpretifisme, radikal humanisme, dan radikal strukturalisme (Burel and G. Morgan 1979, 82), atau tiga paradigma meliputi mainstream

(positivisme), interpretifisme, dan kritisisme.

(25)

mampu menangkap keruwetan, nuansa, dan kompleksitas dari interaksi manusia (Ardianto 2007, 124).

Paradigma Interpretif menekankan bahwa penelitian pada dasarnya dilakukan untuk memahami realitas dunia apa adanya. Suatu pemahaman atas sifat fundamental dunia sosial pada tingkatan pengalaman subyektif. Pemahaman yang menekankan keberadaan tatanan sosial, konsensus, integrasi dan kohesi sosial, solidaritas dan aktualitas.

Paradigma interpretif yang berakar dari tradisi pemikiran German ini mencakup suatu rentang pemikiran filosofis dan sosiologis yang luas, namun memiliki karakteristik upaya yang sama untuk memahami dan menjelaskan dunia sosial. Kesamaan tersebut terutama berpangkal dari titik pandang bahwa aktor secara langsung terlibat dalam proses sosial. Dengan demikian maka dalam mengkonstruksi ilmu sosial seharusnya tidak berfokus pada analisis struktur oleh karena dunia sosial adalah realitas yang tidak independen dari kerangka pikiran manusia sebagai aktor sosial. Aliran-aliran pemikiran yang termasuk dalam paradigma interpretif ini adalah hermeneutika, solipsisme, fenomenologi, interaksionisme simbolik, dan ethnometodologi, serta etnografi (Burel and G. Morgan 1979, 235)

2.2 Tradisi Semiotik

(26)

bertalian dengan tanda. Dengan kata lain, perangkat pengertian semiotik (tanda, pemaknaan, denotatum dan interpretan) dapat diterapkan pada semua bidang kehidupan asalkan ada prasyaratnya dipenuhi, yaitu ada arti yang diberikan, ada pemaknaan dan ada interpretasi.

Semiotik atau penyelidikan simbol-simbol, membentuk tradisi pemikiran yang penting dalam teori komunikasi. Tradisi semiotik terdiri atas sekumpulan teori tentang bagaimana tanda-tanda merepresentasikan benda, ide, keadaan, ide, situasi, perasaan, dan kondisi di luar tanda-tanda itu sendiri (Littlejohn 2011, 53). Penyelidikan tanda-tanda tidak hanya memberikan cara untuk melihat komunikasi, melainkan memiliki pengaruh yang kuat pada hamper semua perspektif yang sekarang ditetapkan pada teori komunikasi (Littlejohn 2011, 53).

Konsep dasar yang menyatukan tradisi ini adalah tanda yang didefinisikan sebagai stimulus yang menandakan atau menunjukkan beberapa kondisi lain seperti ketika asap menandakan adanya api. Konsep dasar kedua adalah simbol yang biasanya menandakan tanda yang kompleks dengan banyak arti, termasuk arti yang sangat khusus. Beberapa ahli memberikan perbedaan yang kuat antara tanda dan simbol. Tanda dalam realitasnya memiliki referensi yang jelas terhadap sesuatu, sedangkan simbol tidak (Littlejohn 2011, 54).

(27)

ditunjukkan oleh tanda-tanda. Kapanpun kita memberikan sebuah pertanyaan “Apa yang direpresentasikan oleh tanda?” maka kita berada dalam ranah semantik

(Littlejohn 2011, 55). Sebagai contoh, kamus merupakan referensi semantik: ia mengatakan apa arti kata atau apa yang mereka representasikan. Sebagai prinsip dasar semiotic, representasi selalu dimediasi oleh interpretasi sadar seseorang dan interpretasi atau arti apa pun bagi sebuah tanda akan mengubah satu situasi ke situasi lainnya.

Wilayah kajian kedua dalam semiotik adalah sintaktik atau kajian hubungan di antara tanda-tanda. Tanda-tanda sebetulnya tidak pernah berdiri dengan sendirinya. Hampir semuanya selalu menjadi bagian dari system tanda atau kelompok tanda yang lebih besar yang diatur dalam cara-cara tertentu (Littlejohn 2011, 55). Oleh karena itu, sintaktik mengacu pada aturan-aturan yang dengannya orang mengombinasikan tanda-tanda ke dalam system makna yang kompleks. Semiotik tetap mengacu pada prinsip bahwa tanda-tanda selalu dipahami dalam kaitannya dengan tanda-tanda lain.

(28)

semiotik menjadi dasar peneliti untuk mengkaji dan mengetahui pesan dari tanda-tanda yang muncul dalam film Jokowi.

2.3 Komunikasi Massa

2.3.1 Pengertian Komunikasi Massa

Istilah komunikasi atau dalam bahasa inggris communication berasal dari bahasa latin: communicatio dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna (Effendy 2001, 9). Komunikasi menyentuh semua aspek kehidupan bermasyarakat, atau sebaliknya semua aspek kehidupan masyarakat menyentuh komunikasi. Justru itu orang melukiskan komunikasi sebagai ubiquitos atau serba hadir. Artinya komunikasi berada di manapun dan kapanpun juga.

(29)

effect”. jadi, jika dipilah-pilahkan akan terdapat lima unsur atau komponen di dalam

komunikasi, yaitu:

1. Siapa yang mengatakan komunikator (communicator) 2. Apa yang dikatakan pesan (message)

3. Media apa yang digunakan media (channel)

4. Kepada siapa pesan disampaikan komunikan (communicant) 5. Akibat yang terjadi efek (effect)

Pengertian komunikasi massa merujuk, kepada pendapat Tan dan Wright, merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh (terpencar), sangat heterogen, dan menimbulkan efek tertentu. Definisi komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bittner (Ardianto, 2004:3), yakni: komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang (mass communication is messages communicated through a mass medium to a large

number of people). Dari defenisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus menggunakan media massa.

(30)

Selain pengertian di atas, beberapa ahli komunikasi juga mengemukakan pendapatnya tentang pengertian komunikasi massa. Joseph A. Devito merumuskan komunikasi massa menjadi dua hal, yaitu: “Pertama, komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini berarti bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang membaca atau semua orang yang menonton televisi, agaknya ini tidak berarti pula bahwa khalayak itu besar pada umumnya agak sukar untuk didefenisikan. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang bersifat audio atau visual. Komunikasi massa menjadi lebih logis jika didefenisikan menurut bentuknya seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, buku, tabloid, film, dan pita” (Ardianto, 2004:6).

Defenisi komunikasi massa yang lebih rinci dikemukakan oleh ahli komunikasi lain, yaitu Gebner, komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang berkesinambungan serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri (Ardianto, 2004:4). Menurut Joseph R. Dominick mendefenisikan komunikasi massa sebagai suatu proses di mana suatu organisasi yang kompleks dengan bantuan satu atau lebih mesin memproduksi dan mengirimkan pesan kepada khalayak yang besar, heterogen, dan tersebar.

(31)

khalayak (komunikan) heterogen dan anonim sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak.

Menurut Wright (1959), perubahan teknologi baru menyebabkan perubahan dalam defenisi komunikasi yang mempunyai tiga ciri (Severin dan Tankard, 2007:4), yaitu:

1.Komunikasi massa yang diarahkan kepada audience yang relatif besar, heterogen dan anonim.

2.Pesan-pesan yang disebarkan secara umum, sering dijadwalkan untuk bisa mencapai sebanyak mungkin anggota audience secara serempak dan sifatnya sementara.

3.Komunikator cenderung berada atau beropersi dalam sebuah organisasi yang kompleks yang mungkin membutuhkan biaya yang besar.

2.3.2 Komponen Komunikasi Massa

Komunikasi massa pada dasarnya merupakan komunikasi satu arah, artinya komunikasi berlangsung dari komunikator (sumber) melalui media kepada komunikan (khalayak). Walaupun komunikasi massa dalam prosesnya bersifat satu arah, namun dalam operasionalnya memerlukan komponen lain yang turut menentukan lancarnya proses komunikasi. Komponen dalam komunikasi massa ternyata tidak sesederhana komponen komunikasi yang lainnya.

(32)

a. Komunikator Dalam komunikasi massa produknya bukan merupakan karya langsung seseorang, tetapi dibuat melalui usaha-usaha yang terorganisasikan dari beberapa partisipan, diproduksi secara massal, dan didistribusikan kepada massa.

b. Pesan Sesuai dengan karakteristik dari pesan komunikasi massa yaitu bersifat umum, maka pesan harus diketahui oleh setiap orang. Penataan pesan bergantung pada sifat media yang berbeda antara satu sama lainnya.

c. Media Media yang dimaksud dalam proses komunikasi massa yaitu media massa yang memiliki ciri khas, mempunyai kemampuan untuk memikat perhatian khalayak secara serempak (simultaneous) dan serentak (instananeous).

d. Khalayak Khalayak yang dituju oleh komunikasi massa adalah massa atau sejumlah besar khalayak. Karena banyaknya jumlah khalayak serta sifatnya yang anonim dan heterogen, maka sangat penting bagi media untuk memperhatikan khalayak.

(33)

f. Gatekeeper (Penjaga Gawang) Dalam proses perjalanannya sebuah pesan dari sumber media massa kepada penerimanya, gatekeeper ikut terlibat di dalamnya. Gatekeeper dapat berupa seseorang atau satu kelompok yang dilalui suatu pesan dalam perjalanannya dari sumber kepada penerima.

2.3.3 Karakteristik Komunikasi Massa

Menurut Severin dan Tankard yang dikutip Suprapto dalam bukunya “Pengantar Teori Komunikasi” (2006:13-14) berdasarkan sifat-sifat komponen,

komunikasi massa mempunyai ciri-ciri khusus sebagai berikut:

1. Berlangsung satu arah Bandingkan dengan komunikasi antar personal yang berlangsung dua arah. Dalam komunikasi massa feedback baru akan diperoleh setelah komunikasi berlangsung.

2. Komunikator pada komunikasi massa melembaga Informasi yang disampaikan melalui media massa merupakan produk bersama. Seorang komunikator dalam media massa bertindak atas nama lembaga dan nyaris tak memiliki kebebasan individual.

3. Pesan-pesan bersifat umum Pesan-pesan yang disampaikan melalui media massa pada umumnya bersifat umum (untuk orang banyak). 4. Melahirkan keserempakan Bagaimana kekuatan sebuah radio siaran

melalui acara tertentu memaksa pendengarnya untuk secara serempak mendengarkan acara tersebut.

5. Komunikan komunikasi massa bersifat heterogen Kemajemukan

(34)

massa harus benar-benar mempersiapkan semua ide atau informasi yang akan disampaikan sebaik mungkin sebelum disebarluaskan.

2.3.4 Fungsi Komunikasi Massa

Di samping memiliki cirri-ciri khusus, komunikasi massa juga mempunyai fungsi bagi masyarakat. Adapun fungsi komunikasi massa menurut Dominick yang dikutip Ardianto dkk dalam bukunya “Komunikasi Massa Suatu Pengantar”

(2004:15-18) adalah sebagai berikut:

1. Surveillance (Pengawasan)

Pengawasan mengacu kepada yang kita kenal sebagai peranan berita dan informasi dari media massa. Media mengambil tempat para pengawal yang mempekerjakan pengawasan.

2. Interpretation (Penafsiran)

Media massa tidak hanya menyajikan fakta atau data, tetapi juga informasi beserta penafsiran mengenai suatu peristiwa tertentu. Tujuan penafsiran media ingin mengajak para pembaca atau pemirsa untuk memperluas wawasan dan membahasnya lebih lanjut dalam komunikasi antarpribadi atau komunikasi kelompok.

3. Linkage (Pertalian)

(35)

4. Transmission of Values (Penyebaran nilai-nilai)

Fungsi ini juga disebut sosialisasi. Sosialisasi mengacu kepada cara, di mana individu mengadopsi perilaku dan nilai kelompok. Media massa menyajikan penggambaran masyarakat dan dengan membaca, mendengar, dan menonton maka seseorang mempelajari bagaimana khalayak berperilaku dan nilai-nilai apa yang penting.

5. Entertainment (Hiburan)

Fungsi menghibur dari komunikasi massa tidak lain tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan pikiran khalayak, karena dengan melihat berita-berita ringan atau melihat tayangan-tayangan hiburan di televisi dapat membuat pikiran khalayak segar kembali

2.4 Teori Interpretif

Teori interpretif berarti pemahaman berusaha menjelaskan makna suatu tindakan. Karena tindakan dapat memiliki banyak arti, maka makna tidak dapat mudah diungkapkan begitu saja. Interpretif secara harfiah merupakan proses aktif dan inventif. Teori interpretif umumnya menyadari bahwa makna dapat berarti lebih dari apa yang dijelaskan oleh pelaku. Jadi interpretasi adalah suatu tindakan kreatif dalam mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan makna.

(36)

keputusan-keputusan absolute tentang fenomena yang diamati. Pengamatan menurut interpretif hanyalah sesuatu yang bersifat tentative dan relatif. Dalam penelitian ini teori intepretif ditunjukkan untuk memahami fenomena yang diamati dan menginterpretasikan makna-makna yang muncul pada film Jokowi sebagai media kampanye politik.

2.5 Teori Fenomenologi

Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani, Phainoai, yang berarti

‘menampak’ dan phainomenon merujuk pada ‘yang menampak’. Istilah ini

diperkenalkan oleh Johann Heirinckh. Istilah fenomenologi apabila dilihat lebih lanjut berasal dari dua kata yakni; phenomenon yang berarti realitas yang tampak, dan logos yang berarti ilmu. Maka fenomenologi dapat diartikan sebagai ilmu yang berorientasi unutk mendapatan penjelasan dari realitas yang tampak. Lebih lanjut, Kuswarno menyebutkan bahwa Fenomenologi berusaha mencari pemahaman bagaimana manusia mengkonstruksi makna dan konsep penting dalam kerangka intersubyektivitas (pemahaman kita mengenai dunia dibentuk oleh hubungan kita dengan orang lain) (Kuswarno 2009, 2).

(37)

kehdupan-dunia (life-world) atau dunia kehidupan sehari-hari (Ritzer and Goodman 2007, 94).

2.6 Teori Semiotika Charles Sander Peirce

Secara etimologis, istilah semiotik berasal dari kata Yunani semeion yang berarti”tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu atas dasar konvensi

sosial yang terbangun sebelumnya, dan dapat dianggap mewakil sesuatu yang lain (Sobur 2004, 95). Secara terminologis, semiotika adalah studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengan; cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya, dan penerimaan oleh mereka yang mempergunakannya (Sujiman and Zoest 1992, 5).

Semiotik ini menekankan pada fungsi tentang yang tanda yang kita gunakan dalam rangka komunikasi baik itu secara verbal, non verbal dan maupun visual (Senel 2007, 118). Analisis semiotik merupakan cara atau metode untuk menganalisis dan memberikan makna-makna terhadap lambang-lambang yang terdapat suatu paket lambang-lambang pesan atau teks (Pawito 2007, 155-156). Teks yang dimaksud dalam hubungan ini adalah segala bentuk sistem lambang

(sign) baik yang terdapat pada media massa maupun yang terdapat diluar media massa.

(38)

yang oleh ilmu semiotika merupakan sebuah kode. Kode mempunyai sejumlah unit (atau kadang-kadang satu unit) tanda. Cara menginterpretasi pesan-pesan yang tertulis yang tidak mudah dipahami. Jika kode sudah diketahui, makna akan bisa dipahami. Dalam semiotik, kode dipakai untuk merujuk pada struktur perilaku manusia (Rachmat 2006, 269).

Jika dalam teks kita dapat memilih dan menghubungkan tanda-tanda dalam hubungannya dengan kode-kode yang sudah kita kenali maknanya, selanjutnya dilanjutkan kepada sasaran informasi atau pembaca yang kita inginkan. Karena sistem tanda sifatnya konteksual dan bergantung pada pengguna tanda. Pemikiran pengguna tanda merupakan hasil pengaruh dari berbagai konstruksi sosial di mana pengguna tanda tersebut berada.

Dalam membaca sebuah teks, pembaca menginterpretasikan tanda dengan acuan yang telah dipahami dan dimengerti. John Fiske menyebut bahwa semiotika mempunyai tiga bidang studi utama, yaitu (Fiske 2006, 60):

a. Tanda itu sendiri. Hal ini terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang berbeda, cara tanda-tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna, dan cara tanda-tanda itu terkait dengan manusia yang menggunakannya. Tanda adalah konstruksi manusia dan hanya bisa dipahami dalam artian manusia yang menggunakannya.

(39)

masyarakat atau budaya atau untuk mengeksploitasi saluran komunikasi yang tersedia untuk mentransmisikasikannya.

c. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri.

Dalam semiotika komunikasi, tanda atau signal dikaji dalam konteks komunikasi yang lebih luas yaitu melibatkan berbagai elemen komunikasi. Charles Sanderss Peirce melihat tanda (representamen) sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari objek referensinya serta pemahaman subjek atas tanda (interpretant) (Piliang 2003, 266). Tampak pada definisi Peirce tersebut peran subjek (somebody) sebagai bagian tidak terpisahkan dari pertandaan, yang menjadi landasan semiotika komunikasi.

Penempatan tanda atau signal didalam rantai komunikasi menyebabkan tanda atau signal mempunyai peran yang penting dalam penting dalam komunikasi. Jadi, dalam teori komunikasi perhatian lebih kepada kondisi penyampaian

signifikasi, yaitu ada saluran komunikasi. Berkat saluran komunikasi inilah pesan dapat disampaikan (Sujiman and Zoest 1992, 6).

(40)

sistem semiotik terdiri dari tanda, objek dan interpretant, dimana interpretant datang dari interpreter di dalam sistem dan mengambil bagian aktif dalam proses semiosis (Barbieri 2008, 1-3).

Konsekuensinya, tanda (sign atau representamen) selalu terdapat dalam hubungan triadik, yakni representamen (R), objek (O), dan interpertant (I). R adalah bagian tanda yang dapat dipersepsi (secara fisik atau mental). Pada bagian inilah, seorang manusia mempersepsi dasar (ground). Selanjutnya, tanda ini merujuk pada sesuatu yang diwakili olehnya (O). Bagian ini menuntun seseorang mengaitkan dasar (ground) dengan suatu pengalaman. I merupakan bagian dari proses yang menafsirkan hubungan R dengan O. Di sini seseorang bisa menafsirkan persepsi atas dasar yang merujuk pada objek tertentu. Dengan demikian, Peirce menjadikan tanda tidak hanya sebagai representatif, tetapi juga interpretatif.

Peirce melihat subjek sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari proses

(41)

Gambar 2.1 Model Unsur Makna Peirce (Fiske 2006, 63)

Model triadik Peirce tersebut memperlihatkan tiga elemen utama pembentuk tanda, yaitu representamen (sesuatu yang merepresentasikan sesuatu yang lain), objek (sesuatu yang direpresentasikan), dan interpretan (interpretasi seseorang tentang tanda) (Piliang 2003, 267).

(42)

Atas dasar hubungan ini, Peirce mengadakan klasifikasi tanda. Tanda yang dikaitkan dengan sifat ground dibaginya menjadi qualisign, sinsign, dan legisign.

Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda. Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda. Legisign adalah norma yang dikandung oleh tanda (Sobur, 2004:32).

Berdasarkan sifat hubungan antara ground dan objek-nya, Peirce membedakan tanda atas lambang (symbol), ikon (icon), dan indeks (index). Peirce berpendapat bahwasanya model tersebut bermanfaat dan fundamenal mengenai sifat tanda. Ketiganya dapat dijelaskan demikian (Fiske 2006, 70-71):

a. Lambang (symbol): suatu tanda dimana hubungan antara tanda dan acuannya merupakan hubungan yang sudah terbentuk secara konvensional. Lambang ini adalah tanda yang dibentuk karena adanya konsensus dari para pengguna tanda.

b. Ikon (icon): suatu tanda dimana hubungan antara tanda dan acuannya berupa hubungan berupa kemiripan. Jadi, ikon adalah bentuk tanda yang dalam berbagai bentuk menyerupai objek dari tanda tersebut. c. Indeks (index): suatu tanda yang hubungan eksistensinya langsung

dengan objeknya. Jadi, indeks adalah suatu tanda yang mempunyai hubungan langsung (kausalitas) dengan objeknya.

Tabel 2.1 Penjelasan Ikon, Indeks, Simbol Jenis

Tanda

Hubungan Antara Tanda dan Sumber Acuannya

(43)

Ikon

Tanda dirancang untuk merepresentasikan sumber acuan

Tanda dirancang untuk mengindikasikan sumber acuan atau saling menghubungkan sumber acuan.

Jari yang menunjuk kata kerengan seperti disini, disana, kata ganti seperti aku, kau, ia dan seterusnya

Simbol

Tanda dirancang untuk menyandikan sumber acuan melalui kesepakatan atau persetujuan

Simbol social seperti mawar, simbil matematika, dan seterusnya

Lalu berdasarkan Intrepetant, tanda dibagi menjadi atas Rheme, dicisign dan

Argument. Rheme adalah tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan. Misalnya, orang yang merah matanya dapat saja menandakan bahwa orang itu baru menangis, atau menderita penyakit mata. Dicent sign atau dicisign adalah tanda sesuai kenyataan. Misalnya jika pada suatu jalan serng terjadi kecelakaan, maka di tepi jalan dipasang rambu lalu lintas yang menyatakan bahwa disitu sering terjadi kecelakaan. Argument adalah tanda yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu.

2.7 Konsep – Konsep

2.7.1 Media Massa

(44)

menunjukkan penerapan suatu alat teknis (media) yang menyalurkan atau merupakan wadah komunikasi massa. Dari pengertian tersebut media massa juga diartikan sebagai sarana penyampaian pesan yang berhubungan langsung dengan masyarakat luas, misalnya surat kabar.

Secara umum media massa berfungsi sebagai alat yang bertujuan menyalurkan pesan kepada khalayak sehingga tampaklah bahwa media massa diperuntukkan untuk massa. Melalui media massa berbagai rangkaian peristiwa di masyarakat disajikan. Pada akhirnya peran yang dilakukan media massa baik sebagai toko informasi maupun institusi dengan demikian memiliki hubungan erat dengan kebutuhan manusia.

Salah satu kebutuhan manusia yang paling esensi, baik individu maupun masyarakat adalah kebutuhan untuk merancang dan mendapatkan informasi. Melalui informasi dapat menambah pemgetahuan dan memperluas cakrawala pemikiran. Dalam hubungan seperti ini, media massa dapat dikatakan sebagai sumber dominan dalam penyebaran informasi karena dapat menjangkau khalayak secara luas dan banyak.

2.7.2 Film

(45)

Para teoritikus film menyatakan bahwa film adalah perkembangan yang bermuncul dari fotografi. Hanya saja foto tidak memperlihatkan ilusi gerak (baca: statis), sedangkan film memberikan ilusi gerak (moving camera). Film adalah gambar hidup, juga sering disebut dengan movie. Gambar hidup adalah bentuk seni, bentuk populer dari hiburan dan juga bisnis. Film merupakan teknologi hiburan massa dan untuk menyebarluaskan informasi dan berbagai pesan dan skala luas di samping pers, radio, dan televisi (McBridge 1983, 20).

Berdasarkan undang-undang perfilman No. 8 Tahun 1992: film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis dan ukuran melalui proses kimiawi, elektronik atau lainnya. Sedangkan perfilman itu sendiri adalah seluruh kegiatan yang berhubungan dengan pembuatan jasa, teknik, pengeksporan, pengimporan, pengedaran, pertunjukan, dan/atau penayangan film.

2.7.2.1 Film Sebagai Media Massa

(46)

ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan / atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, eletronik, dan / atau lainnya.

Media massa (film) merupakan perpanjangan tangan dari masyarakat, sehingga apa yang terkandung dalam media tersebut merupakan gambaran realitas sosial di masyarakat, yang mempunyai kekuatan dalam menyampaikan suatu makna, tentunya dengan ide yang dituangkan oleh komunikator lewat berita dan hiburan yang dikemas dalam isi pesan media. McQuail (1987) mendefinisikan pandangannya tentang media sebagai berikut:

1. Media massa sebagai penterjemah yang menolong kita, menjadikan pengalaman diri menjadi suatu yang masuk akal.

2. Media adalah angkutan yang menyampaikan informasi.

3. Media merupakan sarana komunikasi interaktif yang memberikan kesempatan kepada khalayak atau masyarakat untuk memberikan tanggapan atau umpan balik.

4. Media merupakan tanda yang memberikan intruksi dan menunjukkan arah. 5. Media merupakan filter yang memfokuskan kita pada beberapa bagian dari

pengalaman pribadi dan mengalihkannya dari beberapa bagian yang lain. 6. Media merupakan cermin yang merefleksikan diri kita.

(47)

mekanis seperti surat kabar, film, radio, dan televisi Cangara (1998). Media massa juga mempunyai kemampuan yang kuat dalam mengubah perilaku khalayak (komunikan) melalui proses imitasi (belajar sosial). Hal ini dapat dilihat dari banyaknya stasiun televisi, radio, perusahaan media cetak, baik itu surat kabar, majalah, dan media cetak lainnya, sebab masyarakat selalu haus akan informasi, hiburan dan lain sebagainya yang disediakan oleh media massa.

Hal ini dipertegas oleh McQuil (1987), yang mengatakan” Media massa

merupakan salah satu sarana untuk pengembangan kebudayaan, bukan hanya udaya dalam pengertian seni dan simbol tetapi juga dalam pengertian pengembangan tata-cara, mode, gaya hidup dan norma-norma”. Sementara menurut Liliweri (2001), jenis media massa berorientasi pada 3 aspek penting. Pertama mengenai penglihatan (visual dan verbal) dalam hal ini media cetak, kedua mengenai pendengaran (audio) semata-mata (radio, tape recorder), verbal vokal dan yang ketiga mengenai pendengaran dan penglihatan (televisi, film, video) yang bersifat verbal visual vokal. Bahkan menurut Nurudin (2007), media massa mampu menyebarkan pesan hampir seketika pada waktu yang tak terbatas. Selain itu media massa juga mempunyai fungsi. Menurut Bungin (Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat 2007, 78-81) fungsi Komunikasi massa adalah fungsi pengawasan, fungsi social learning, fungsi penyampaian informasi, fungsi tranformasi budaya, dan fungsi hiburan.

(48)

Fungsi pengawasan ini bisa berupa peringatan dan kontrol sosial maupun kegiatan persuasif.

2. Fungsi social learning, fungsi utama dari komunikasi media massa adalah melakukan guiding dan pendidikan sosial kepada seluruh masyarakat. Media massa bertugas untuk memberikan pencerahan-pencerahan kepada masyarakat dimana komunikasi massa itu berlangsung.

3. Fungsi penyampaian informasi, komunikasi massa mengandalkan media massa, sebagai alat dalam proses penyampaian informasi kepada masyarakat luas. Komunikasi massa memungkinkan informasi dari institusi publik tersampaikan kepada masyarakat secara luas dalam waktu yang cepat dan singkat.

4. Fungsi transformasi budaya, merupakan fungsi yang yang bersifat dinamis. Komunikasi massa sebagaimana sifat-sifat budaya massa, maka yang terpenting adalah komunikasi massa menjadi proses transformasi budaya yang dilakukan bersama-sama oleh semua komponen komunikasi massa, terutama yang didukung oleh media massa.

5. Fungsi hiburan, komunikasi massa juga digunakan sebagai medium hiburan, terutama karena komunikasi massa menggunakan media massa. Jadi fungsi hiburan yang ada pada media massa, juga merupakan bagian dari fungsi komunikasi massa.

(49)

2.7.2.2 Film Sebagai Realitas Tanda

Media dalam hal ini film, bisa diartikan sebagai sistem tanda atau lambang tertentu yang berada ditengah khalayak, yang diekspresikan sebagai seni dan karya sastra kemudian ditungkan dalam isi pesan pada sebuah film. Sebagai realitas tanda, isi pesan film banyak dipandang sebagai gambaran simbolik (symbolic representation), dari suatu budaya dan latar belakang di masyarakat. Sehingga isi pesan dalam film yang disampaikan oleh sutradara (komunikator), merupakan cerminan dari realitas sosial yang berupa nilai-nilai, aturan, dan tatanan normatif, yang diangkat dari simbol-simbol realitas menjadi tontonan yang dipadukan antara berita dan hiburan.

Tanda dalam realitas tersebut diangkat dari persepsi sutradara (komunikator) sendiri, yang dimaknai dari pengalaman yang didapat atau dilihat dari lingkungan sosial budaya. Sehingga film tidak semata membentuk realitas tapi memberikan penekanan persepsi di depan kamera. Hal ini diperkuat oleh pandangan Sobur (Sobur 2004), bahwa film bukan semata-mata memproduksi realitas tetapi juga mendefinisikan realitas.

Film dibagi kedalam tiga kategori yaitu film fitur, film dokumenter, dan film animasi yang biasa disebut dengan film kartun.

(50)

dibuat filmnya. Tahap produksi yaitu masa berlangsunganya pembuatan film berdasarkan skenario itu. Tahap terakahir, adalah pos-produksi (editing), ketika semua bagian film dalam pengambilan gambar tidak sesuai urutan cerita, disusun menjadi suatu kisah yang menyatu.

2. Film dokumenter, merupakan film yang nonfiksi yang menggambarkan situasi kehidupan nyata, dengan setiap individu menggambarkan perasaannya dan pengalamanya dalam situasi apa adanya. Tanpa persiapan, langsung pada kamera dan pewawancara. Film dokumenter sering kali diambil tanpa skrip dan jarang ditampilkan di gedung bioskop seperti film fitur. Film jenis ini biasanya ditampilkan di televisi.

3. Film animasi, merupakan film yang menggunakan teknik ilusi gerakan dari serangkaian gambaran benda dua atau tiga dimensi. Penciptaan tradisional dari animasi gambar bergerak selalu diawali hampir bersamaan dengan peyusunan storyboard, yaitu serangkaian sketsa yang menggambarkan bagian penting cerita. Sketsa tambahan dipersiapkan kemudian untuk memberikan ilustrasi latar belakang, dekorasi serta tampilan dan karakter tokohya.

(51)

kisah nyata yang sudah dimodifikasi oleh sutradara, supaya lebih terlihat menarik baik dari segi cerita maupun dari segi gambarnya. Film yang penulis teliti merupakan film yang termasuk ke dalam jenis film cerita seperti yang telah disebutkan oleh Ardianto, karena isi pesan dalam film ini merupakan kisah nyata atau realitas sesungguhnya yang diangkat oleh sutradara menjadi sebuah film cerita.

2.7.2.3 Film Sebagai Representasi Realitas

Secara etimologis, film berarti movingimage, gambar bergerak. Awalnya, film lahir sebagai bagian dari perkembangan teknologi. Ia ditemukan dari hasil pengembangan prinsip-prinsip fotografi dan proyektor. Thomas Edison yang untuk pertama kalinya mengembangkan kamera citra bergerak pada tahun 1888 ketika ia membuat film sepanjang 15 detik yang merekam salah seorang asistennya ketika sedang bersin. Segera sesudah itu, Lumiere bersaudara memberikan pertunjukkan film sinematik kepada umum di sebuah kafe di Paris (Danesi, Pesan, Tanda dan Makna 2010, 132).

(52)

menjadi film dan menyingkirkan yang tidak perlu, dan direkonstruksi yang dimulai saat menulis skenario hingga film selesai di buat.

Meski demikian, realitas yang tampil dalam film bukanlah realitas sebenarnya. Film menjadi imitasi kehidupan nyata (Irwansyah 2009, 12), yang merupakan hasil karya seni, di mana di dalamnya di warnai dengan nilai estetis dan pesan-pesan tentang nilai yang terkemas rapi (Al-Malaky 2004, 139).

Dalam kajian semiotik, film adalah salah satu produk media massa yang menciptakan atau mendaur ulang tanda untuk tujuannya sendiri. Caranya adalah dengan mengetahui apa yang dimaksudkan atau direpresentasikan oleh sesuatu, bagaimana makna itu digambarakan, dan mengapa ia memiliki makna sebagaimana ia tampil. Pada tingkat penanda, film adalah teks yang memuat serangkaian citra fotografi yang mengakibatkan adanya ilusi gerak dan tindakan dalam kehidupan nyata. Pada tingkat petanda, film merupakan cermin kehidupan metaforis. Jelas bahwa topik film menjadi sangat pokok dalam semiotik media karena di dalam genre film terdapat sistem signifikansi yang ditanggapi orang-orang masa kini dan melalui film mereka mencari rekreasi, inspirasi, dan wawasan pada tingkat interpretant (Danesi 2010,134).

2.7.3 Kampanye Politik

(53)

kepada masyarakat tertentu, pada periode waktu yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan tertentu. Pfau dan Parrot (1993) dalam Venus (2004), mendefinisikan kampanye sebagai kegiatan yang dilakukan secara sadar untuk menunjang dan meningkatkan proses pelaksanaan yang terencana pada periode tertentu yang bertujuan mempengaruhi masyarakat sasaran tertentu.

Rogers dan Storey (1987) dalam Venus (2004), mendefiniskan kampanye sebagai serangkaian kegiatan komunikasi yang terorganisasi dengan tujuan untuk menciptakan dampak tertentu terhadap sebagian besar masyarakat sasaran secara berkelanjutan dalam periode waktu tertentu. Berdasarkan beberapa definisi di atas, Venus (2004) mengidentifikasi bahwa aktivitas kampanye setidaknya harus mengandung empat hal yakni, (1) ditujukan untuk menciptakan efek atau dampak tertentu (2) ditujukan kepada jumlah masyarakat sasaran yang besar (3) dipusatkan dalam kurun waktu tertentu dan (4) dilakukan melalui serangkaian tindakan komunikasi yang terorganisasi.

(54)

politik saat ini sudah mengadopsi prinsip-prinsip pemasaran dan pembentukan citra.

Menurut Ruslan (2005), kampanye politik merupakan jenis kampanye yang pada umumnya dimotivasi oleh hasrat untuk meraih kekuasaan. Tujuan dari kampanye ini adalah untuk memenangkan dukungan masyarakat terhadap kandidat-kandidat yang dicalonkan agar dapat menduduki jabatan politik yang diperebutkan lewat proses pemilihan. Kegiatan untuk membangun citra atau image

merupakan bagian penting dalam kampanye politik untuk memperoleh dukungan. Terkait dengan komunikasi dalam kampanye politik, terdapat beberapa aktivitas komunikasi yang dapat diidentifikasi. Menurut Nimmo (2005), kegiatan komunikasi politik adalah kegiatan simbolik dimana kata-kata itu mencakup ungkapan yang dikatakan atau dituliskan, gambar, lukisan, foto, film, gerak tubuh, ekspresi wajah dan segala cara bertindak. Orang-orang yang mengamati simbol-simbol itu, menginterpretasikannya dengan cara-cara yang bermakna sehingga membentuk citra mental tentang simbol-simbol tersebut.

Kampanye politik berbeda dengan kampanye pemilu. Kampanye politik harus dilakukan secara permanen ketimbang periodik (Bluementhal 1982). Perhatian kampanye politik tidak hanya terbatas pada periode menjelang pemilu, tetapi sebelum dan setelah pemilu juga berperan amat penting dalam pembentukan

(55)

Tabel 2.2 Perbedaan Kampanye Pemilu dan Kampanye Politik

Kampanye Pemilu Kampanye Politik

Jangka dan Batas

Waktu Periodik dan tertentu

Jangka panjang dan terus menerus

Tujuan Menggiring pemilih ke bilik

suara Image politik

Strategi Mobilisasi dan berburu pendukung Push-Marketing

kepada janji dan harapan politik kalau menang pemilu

Produk politik Janji dan harapan politik, figure kandidat dan program kerja ubah dari pemilu satu ke pemilu lainnya

Konsisten Retensi memori

kolektif Cenderung mudah hilang

Tidak mudah hilang

(56)

hilang dalam ingatan kolektif, selain itu film Jokowi bertujuan untuk membangun dan membentuk reputasi Jokowi.

2.8 Kerangka Berpikir

Menurut Uma Sekaran dalam Sugiyono mengemukakan bahwa kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasikan sebagai masalah yang penting (Sugiyono 2009).

(57)

Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berpikir Tanda-Tanda dalam Film Jokowi Sebagai Media

Kampanye Politik Film Jokowi mempunyai makna sebagai media kampanye politik Joko Widodo, adalah merupakan fenomena yang akan diteliti

Scenes/Adegan dalam Film Jokowi di teliti dan di analisis menggunakan Model semiotika

Peirce

Object Intrepetant

Apply Theory: Model Semiotika Model Charles Sanders Peirce

(58)

Terdapat dua penelitian yang dianggap relevan dalam penelitian ini, diantaranya yaitu Achmad Fuad Abdul Rozak, D (2009) dengan judul “Iklan Politik Caleg Dalam Persepsi Pemilih Pemula (Study Deskriptif Kualitatif Tentang Iklan Politik Caleg DPRD II Surakarta Melalui Media Luar Ruang Dalam Persepsi Pemilih Pemula di SMA Negeri III Surakarta)”. Achmad Fuad melihat perubahan

lama masa kampanye caleg pada pemilu 2009 yang semakin panjang dan penetapan caleg menggunakan sistem suara terbanyak, mendorong para caleg berkampanye melalui berbagai cara dan media.

Salah satu media media yang dipakai untuk memperkenalkan sosok caleg adalah media luar ruang karena berbiaya relatif lebih murah dan mampu menjangkau khalayak cukup luas dengan waktu pemasangan cukup lama. Karena itu caleg membuat iklan politik di medialuar ruang agar profil mereka dikenali masyarakat. Pemilih pemula sebagai segmen pemilih yang dinilai masih independen, merupakan salah satu sasaran dari media komunikasi tersebut. Tujuan dari adanya penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bagaimana bentuk iklan politik caleg DPRD II Surakarta di media luar ruang. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi pemilih pemula terhadap iklan politik caleg di media luar ruang.

(59)

responden penelitian disebut sebagai informan. Adapun jumlah informan dalam penelitian ini yaitu 4 orang calon anggota legislatif DPRD II Surakarta dan 12 orang pemilih pemula di SMA Negeri III Surakarta.

Media luar ruang dianggap mampu memberikan informasi awal mengenai profil caleg. Namun pesan politik caleg dianggap terlalu biasa. Sementara strategi penempatan media luar ruang dinilai masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu, caleg harusnya memamakai konsep USP (Unique Selling Proposition) agar iklan mereka lebih menarik. Sedangkan letak penempatan iklan sebaiknya ditata dengan rapi dan tidak mengganggu lingkungan. Selain itu, perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai efek komunikasi untuk mengetahui sejauh mana pengaruh iklan media luar ruang terhadap keputusan memilih pada khalayak.

(60)

Hani Fidyanto memilih internet sebagai media kampanyenya; (2) Bagaimana variasi isi pesan dan pengaturan tempo kampanye politik melalui internet (website dan jejaring sosial online facebook, twitter).Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang menggambarkan tujuan dari adanya penggunaan internet sebagai media kampanye dalam pemilihan DPRD KotaSurabaya.

(61)

44 Tabel 2.3 Peneliti Terdahulu

Nama Achmad Fuad Abdul Rozak Indah Nur Laeli Rangga Andriana

Judul Iklan Politik Caleg Dalam Persepsi

Pemilih Pemula

Politik dan Internet Fungsi Internet dalam Kampanye Pemilihan Anggota DPRD Kota Surabaya

Realitas Film Jokowi sebagai media kampanye politik

Tahun 2009 2011 2015

Tujuan Penelitian

untuk mendeskripsikan bagaimana bentuk iklan politik caleg DPRD II Surakarta di media luar ruang

Bagaimana variasi isi pesan dan pengaturan tempom kampanye politik melalui internet (website dan jejaring sosial online facebook, twitter).

Tanda, objek, Intrepetant dan Realitas yang digambarkan dalam film Jokowi digunakan sebagai kampaye poltitik

Teori Teori Persepsi & Iklan Communication Power dan Konsep Masyarakat Jaringan Interpretif/Semiotika Charles Sanders Peirce

Metode/Paradigma Kualitatif / Konstruktivistis Kualitatif / konstruktivistis Kualitatif / Interpretif

Hasil Peneltian

Media luar ruang dianggap mampu memberikan informasi awal mengenai profil caleg.

perkembangan teknologi di abad 21 melahirkan suatu masyarakat jaringan yang lebih banyak melakukan aktifitasnya di ruang berbasis digital

-

Persamaan Penggunaan Media Sebagai Kampanye Politik dan alat kepentingan politik

Perbedaan Meneliti persepsi pemilih. Penggunaan Media Internet dan Media Sosial Media Film sebagai Alat Kampanye Politik

Kritik

Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai efek komunikasi untuk mengetahui sejauh mana pengaruh iklan media luar ruang terhadap keputusan memilih pada khalayak

Diperlukan penelitian lebih lanjut efek penggunaan internet terhadap

penggunaan komunikasi politik

Penelitian hanya pada sebatas penggunaan media film sebagai konstruksi realitas image politik dan sebagai media komunikasi politik.

Sumber Repository Universitas Sebelas Maret Repository Universitas Surabaya

(62)

45

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif digunakan karena beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda. Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan informan. Ketiga, metode ini lebih peka dan lebih menyesuaikan diri dengan setting penelitian, dan mampu melakukan penajaman terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Sugiyono 2009, 3-4). Analisis dalam penelitian kualitatif cenderung dilakukan secara analisa induktif dan makna merupakan hal yang esensial. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah studi eksploratif, yaitu suatu penelitian yang dilakukan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan dan interaksi suatu unit sosial, individu, lembaga, kelompok, masyarakat.

(63)

Kelebihan dalam penelitian kualitatif adalah, sebuah metode yang berusaha mengungkap berbagai keunikan yang terdapat dalam individu, kelompok, masyarakat atau organisasi dalam kehidupan sehari-hari secara menyeluruh, rinci, dalam, dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. (Miles and Huberman, 1994 : 6-7)

Penelitian kualitatif bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang sifatnya umum terhadap kenyataan sosial dari perspektif partisipan. Pemahaman tersebut tidak ditentukan terlebih dahulu, tetapi didapat setelah melakukan analisisis terhadap kenyataan sosial yang menajdi fokus penelitian. Berdasarkan analisis tersebut kemudian ditarik kesimpulan berupa pemahaman umum yang sifatnya abstrak tentang kenyataan-kenyataan dalam kehidupan sehari-hari, (Hadjar, 1996 : 33-34). Pendekatan ini merupakan suatu metode penelitian yang diharapkan dapat menghasilkan suatu deskripsi tentang ucapan, tulisan atau perilaku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat atau suatu organisasi, (Bogdan dan Taylor, 1992 : 21-22, Fatchan, 2001 : 1).

(64)

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksploratif kualitatif. Penelitian ini merupakan salah satu pendekatan penelitian yang digunakan untuk meneliti sesuatu (yang menarik perhatian) yang belum diketahui, belum dipahami, belum dikenali, dengan baik.Menurut Subyantoro dan Suwarto (2006 : 74) bahwa Penelitian eksploratif kualitatif disebut juga penelitian penjajagan atau penelitian penelitian penjelajahan (explorative research), merupakan penelitian ilmiah yang bertujuan mencari masalah dan fenomena baru dalam mengisi kekosongan atau kekurangan dari pengetahuan, baik yang belum maupun yang telah ada.

Penelitian ekploratif kualitatif bertujuan memperdalam pengetahuan tentang suatu fenomena yang terjadi di sekeliling kita dalam rangka merumuskannya menjadi sebuah karya tulis yang terperinci. Selanjutnya, dapat juga dipakai untuk dapat mengembangkan suatu hipotesis. Penelitian ini juga bertolak dari masalah, tetapi keadaan masalahnya masih terbuka dan belum mempunyai hipotesis. Oleh karena itu, bila masalahnya telah berkembang maka hipotesis pun dapat berkembang setelah penelitian eksploratif kualitatif selesai, (Subyantoro dan Suwarto, 2006 : 74).

3.2 Fokus Penelitian

(65)

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah mengamati Film Jokowi guna memperoleh data yang dibutuhkan. Adapun yang dilakukan untuk memperoleh data ialah dengan cara:

a. Observasi

Observasi dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematika terhadap suatu gejala yang tampak pada suatu penelitian. Observasi langsung diakukan terhadap objek di tempat terjadi dan berlangsungnya suatu peristiwa, sehingga observer berada bersama objeknya yang diteliti. Sedangkan observasi tidak langsung adalah observasi yang dilakukan tidak langsung pada saat berlangsungnya peristiwa yng diselidiki. Misanya melalui slide – slide, foto maupun film (Nawawi 1995, 104).

Karena objek yang diteliti yaitu Film Jokowi yang sudah beredar dalam bentuk Film DVD dan sudah diputar di televisi, maka peneiti menggunakan teknik observasi tidak langsung, peneliti hanya mengamati slide atau cuplikan dari film Jokowi.

b. Metode dokumentasi

(66)

118). Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik dokumentasi publik yaitu melalui Televisi dan berita internet yang berkaitan dengan pemberitaan atau pembahasan film Jokowi.

c. Studi literatur (Pustaka)

Melakukan studi literatur yaitu mengumpukan data dengan cara memperbanyak membaca buku, jurnal, internet, karya – karya ilmiah, setelah itu data – data yang ada didalamnya di analisis. Sehingga teknik ini juga sangat medukung peneliti.

d. Wawancara (Interview)

Wawancara adalah percakapan antara periset – seseorang yang berharap mendapatkan informasi – dan informan – seseorang yang disesuaikan mempunyai informasi penting tentang suatu obyek (Berger and Luckmann 1990, 111). Wawancara merupakan metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dan sebenarnya (Kriyantono 2009, 98).

3.4 Informan Peneliti

(67)

Informan peneliti sebagai sumber data setidaknya memiliki kriteria sebagai berikut:

1) Informan yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses enkulturisasi, sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui tetapi juga dihayati.

2) Informan tergolong sedang atau pernah berkecimpung pada kegiatan atau permasalahan yang sedang diteliti.

3) Informan mempunyai waktu yang memadai untuk memberikan informasi.

4) Informan tidak cenderung memberikan informasi hasil kemasannya sendiri.

Sedangkan informan peneliti sebagai informan ahli maupun pendukung, yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kriteria informan diantaranya sebagai berikut:

1) Pria/Wanita yang usianya tidak ditentukan. 2) Warga Negara Indonesia.

3) Berwawasan mengenai ilmu politik.

4) Berwawasan mengenai ilmu Semiotika atau Tanda.

(68)

Dari kriteria diatas, peneliti menentukan informan penelitian berdasarkan dua kelompok:

a. Informan utama sebagai sumber data dalam penelitian ini yaitu Ali Soero S.H sebagai ketua Tim Sukses Pro Jokowi (ProJo) wilayah Kota Serang, dan anggota Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) wilayah Banten.

b. Informan Ahli, yaitu para ahli yang sangat memahami dan memberikan penjelasan berbagai hal yang berkaitan dengan penelitian dan tidak dibatasi dengan wilayah dan tempat tinggal, misalnya para akademisi, budayawan, tokoh agama, kritikus dan lain-lain. Dalam penelitian ini yang menjadi informan ahli sebagai berikut:

1) Gandung Ismanto M.Sos Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Untirta sebagai perwakilan akademisi, dalam hal ini berkompeten dalam bidang komunikasi dan kampanye politik dan mampu menjelaskan permasalahan tentang penelitian ini.

Gambar

Gambar 2.1 Model Unsur Makna Peirce (Fiske 2006, 63)
Tabel 2.2 Perbedaan Kampanye Pemilu dan Kampanye Politik
Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berpikir
Tabel 2.3 Peneliti Terdahulu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tindakan tersebut dapat dihasilkan dari sebuah interaksi dengan lingkungan sekitar, karena seperti yang telah disampaikan Douglas bahwa karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu

Dalam kehidupan nyata apabila seseorang memiliki ketiga karakter ini kemungkinan besar orang tersebut memiliki potensi kuat menjadi kontributor seperti yang

Hikmat dan penyertaan-Nya, dukungan semangat, motivasi, serta doa dari orang-orang di sekitar, menjadi hal penting yang mendorong peneliti untuk terus bersemangat

Object (objek) pada scene atau adegan dalam film ‘?’ (baca: Tanda Tanya) yang menjadi kontroversi nilai-nilai toleransi beragama.. Interpretant pada scene atau adegan dalam