• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi konsentrasi molase dan ph terhadap produksi etanol hasil fermentasi pada suhu 28ºC oleh Saccharomyces cerevisiae - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Optimasi konsentrasi molase dan ph terhadap produksi etanol hasil fermentasi pada suhu 28ºC oleh Saccharomyces cerevisiae - USD Repository"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Ermin Setya Ningsih

NIM : 058114127

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

ii

OPTIMASI KONSENTRASI MOLASE DAN PH TERHADAP PRODUKSI ETANOL HASIL FERMENTASI PADA SUHU 280C

OLEHSaccharomyces cerevisiae

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Ermin Setya Ningsih

NIM : 058114127

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

v

Kupersembahkan kepada:

(6)
(7)

vii

Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Ermin Setya Ningsih

Nomor Mahasiswa : 058114127

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

OPTIMASI KONSENTRASI MOLASE DAN PH TERHADAP PRODUKSI ETANOL HASIL FERMENTASI PADA SUHU 280C

OLEHSaccharomyces cerevisiae

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,

mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan

data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau

media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya

maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya

sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta,

Pada tanggal: 30 Januari 2009

Yang menyatakan

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir berjudul

Optimasi Konsentrasi Molase dan pH terhadap Produksi Etanol Hasil Fermentasi

pada Suhu 280C olehSaccharomyces cerevisiae.Tugas akhir ini merupakan salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Ilmu

Farmasi (S.Farm) Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulisan tugas akhir ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk

itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta

2. Ibu Christine Patramurti, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk membimbing penulis.

3. Ibu Maria Dwi Budi Jumpowati, S.Si. selaku ketua penelitian yang telah

meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk membimbing penulis.

4. Bapak Ignatius Yulius Kristio Budiasmoro, M.Si. selaku dosen penelitian

yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk membimbing

penulis.

5. Mas Sarwanto, Mas Bimo, Mas Bima, Mas Wagiran, Mas Sigit, Mas Kunto,

Pak Parlan, dan semua laboran yang selalu memberikan perhatian pada setiap

penelitian yang dilakukan oleh penulis.

(9)

ix menyelesaikan penelitian ini.

9. Mas Rian yang selalu meluangkan waktu untuk membantu dan memberi

dukungan pada penelitian yang dilakukan penulis.

10. Ceci sebagai sahabat yang selalu mendukung dan membantu penulis dalam

menyelesaikan penelitian ini.

11. Teman-teman Shoufang (Linna, Dewi, Mia, Widia, dll) atas dukungannya

kepada penulis.

12. Teman-teman kelompok C (Yokhe, Ester, Hendra, Uli, dll) atas kerja sama

dan dukungannya dalam menyelesaikan penelitian ini.

13. Teman-teman angkatan 2005 khususnya kelas C.

14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis mengakui bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, segala kritik dan saran yang membangun akan penulis terima dengan

senang hati. Akhir kata, semoga tugas akhir ini berguna bagi semua pihak dan

dapat menjadikan bahan kajian lebih lanjut.

Yogyakarta, Januari 2009

(10)

x INTISARI

Etanol merupakan salah satu produk fermentasi. Bahan baku yang digunakan adalah molase (tetes tebu) sebagai media yang digunakan untuk fermentasi etanol. Mikrobia yang digunakan adalah Saccharomyces cerevisiae

yang akan menghasilkan enzim invertase dan zymase. Enzim invertase akan mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa sedangkan enzim zymase akan mengubah glukosa dan fruktosa menjadi etanol.

Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi fermentasi adalah suhu, konsentrasi molase dan pH. Pada penelitian ini dilakukan optimasi proses fermentasi dengan 3 variasi konsentrasi molase dan pH. Konsentrasi molase yang digunakan adalah 80Brix, 160Brix dan 240Brix sedangkan pH yang digunakan adalah 4, 4.5, dan 5. Dari variasi konsentrasi molase dan pH tersebut didapatkan 9 macam perlakuan fermentasi. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kuasi eksperimental yang bertujuan untuk mengetahui faktor yang berpengaruh paling dominan antara konsentrasi molase, pH dan interaksi keduanya dalam menentukan kadar etanol hasil fermentasi dan mengetahui ada tidaknya area optimum kondisi fermentasi (konsentrasi molase dan pH) pada contour plotyang diprediksikan menghasilkan kadar etanol yang optimum. Pada penetapan kadar etanol perlu dilakukan distilasi hasil fermentasi untuk memisahkan etanol dari komponen-komponen lain, kemudian etanol hasil distilasi ditetapkan kadarnya menggunakan kromatografi gas.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsentrasi molase berpengaruh paling dominan dalam menentukan kadar etanol hasil fermentasi. Dari contour plotdiperoleh area optimum yaitu pada konsentrasi molase 22,3220Brix - 240Brix dan pH 4-5 yang diprediksi sebagai kondisi optimum (konsentrasi molase dan pH) fermentasi yang menghasilkan kadar etanol optimum.

(11)

xi

the fermentation medium. Microbial being used is Saccharomyces cerevisiae

which produce invertase and zymase enzyme. Invertase enzyme changes sucrose to be glucose and fructose. Zymase enzyme changes glucose and fructose to be ethanol.

Factors that influence the fermentation are temperature, pH and molasses concentrations. The aim of this research was fermentation optimization process with 3 concentrations molasses and pH variations. Molasses concentrations used were 80Brix, 160Brix, and 240Brix. The pH used were 4; 4.5; and 5. The aim of this quasi experimental research were to determine the dominant factor among molasses concentration, pH and its interactions on ethanol concentration from fermentation process and to determine optimum area on the fermentation condition (molasses concentrations and pH) at the contour plot. In determining the ethanol concentration, had to distillate the yield fermentation to separate ethanol from another component than the distillated ethanol can be determined by gas chromatography.

The result showed that the molasses concentrations influence the ethanol concentration from fermentation process. The contour plot showed the optimum area (molasses concentration 22,3220Brix – 240Brix and pH 4-5) that estimated as the optimum condition (molasses concentrations and pH) fermentation that optimum ethanol concentration.

(12)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL... i

HALAMAN JUDUL... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vii

KATA PENGANTAR... viii

INTISARI... x

ABSTRACT... xi

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR TABEL... xvi

DAFTAR GAMBAR... xvii

DAFTAR LAMPIRAN... xviii

BAB I. PENGANTAR... 1

A. Latar Belakang... 1

1. Perumusan masalah... 2

2. Keaslian karya... 2

3. Manfaat penelitian... 3

B. Tujuan Penelitian... 3

(13)

xiii

B.Fermentasi………. 5

1. Tinjauan umum……… 5

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi………... 9

3. Media fermentasi……… 10

4. Yeast………... 11

C. Distilasi………. 13

D. Kromatografi Gas………. 15

1. Tinjauan umum………... 15

2. Komponen-komponen kromatografi gas……… 15

E. Metode Desain Faktorial... 19

1. Tinjauan umum... 19

2. Desain faktorial tiga level (3k)... 20

F. Landasan Teori... 21

G. Hipotesis... 22

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 23

A. Jenis Rancangan Penelitian... 23

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional... 23

1. Variabel Penelitian... 23

2. Definisi Operasional... 23

(14)

xiv

D. Alat Penelitian... 24

E. Tata Cara Penelitian... 25

1. Pengambilan sampel... 25

2. Pembuatan larutan media... 25

3. Tahap produksi etanol olehS. Cerevisiae... 26

4. Penetapan konsentrasi etanol hasil fermentasi………... 28

F. Analisis Hasil……… 30

1. Uji ANOVA... 30

2. Desain Faktorial... 30

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……… 31

A. Pemilihan Sampel………. 31

B. Fermentasi………. 31

C. Distilasi………. 35

D. Optimasi Kromatografi Gas……….. 36

E. Validasi Metode Kromatografi Gas... 40

1. Pembuatan kurva baku... 40

2. Penentuan akurasi dan presisi... 41

F. Penetapan Konsentrasi Etanol Hasil Fermentasi... 42

G. Optimasi Kondisi Fermentasi... 46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………... 49

A. Kesimpulan………... 49

B. Saran………. 49

(15)
(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel I. Komposisi molase (%) ... 11

Tabel II. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan tiga level ... 20

Tabel III. Pembuatan larutan molase ... 26

Tabel IV. Variasi pH dan konsentrasi molase ... 27

Tabel V. Pembuatan seri larutan baku etanol ... 29

Tabel VI. Pembuatan larutan untuk penentuan akurasi dan presisi ... 29

Tabel VII. Kurva baku etanol dengan standar internal n-butanol ... 40

Tabel VIII. Hasil penentuan akurasi dan presisi ... 42

Tabel IX. Hasil penetapan konsentrasi etanol hasil fermentasi ... 43

Tabel X. Efek konsentrasi molase, pH dan interaksi keduanya dalam menentukan konsentrasi etanol ... 44

(17)

xvii

Gambar 2 Saccharomyces cerevisiae... 12

Gambar 3 Kromatografi gas ... 15

Gambar 4 Fermentor ... 27

Gambar 5 Grafik waktu fermentasi terhadap konsentrasi etanol ... 34

Gambar 6 Hasil optimasi kromatografi gas ... 36

Gambar 7 Interaksi fase diam dengan etanol dan butanol ... 38

Gambar 8 Hasil pemisahan heksan, etanol dan butanol ... 39

Gambar 9 Hubungan antara konsentrasi etanol dan AUC etanol/AUC butanol ... 41

Gambar 10 Hasil penetapan konsentrasi etanol hasil fermentasi ... 43

Gambar 11 Hubungan konsentrasi molase (a) dan pH (b) terhadap konsentrasi etanol ... 44

(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kromatogram optimasi kromatografi gas ... 52

Lampiran 2. Kromatogram seri kurva baku ... 52

Lampiran 3. Hasil perhitungan kurva baku ... 55

Lampiran 4. Hasil perhitungan akurasi dan presisi ... 56

Lampiran 5. Perhitungan pembuatan larutan molase ... 56

Lampiran 6. Hasil perhitungan konsentrasi etanol hasil fermentasi dengan waktu inkubasi yang berbeda ... 57

Lampiran 7. Kromatogram konsentrasi etanol hasil fermentasi pada konsentrasi 80Brix dan pH 4 ... 58

Lampiran 8. Hasil penetapan konsentrasi etanol hasil fermentasi pada konsentrasi 80Brix dan pH 4 ... 59

Lampiran 9. Kromatogram konsentrasi etanol hasil fermentasi pada konsentrasi 80Brix dan pH 4,5 ... 59

Lampiran 10. Hasil penetapan konsentrasi etanol hasil fermentasi pada konsentrasi 80Brix dan pH 4,5 ... 60

(19)

xix

konsentrasi 160Brix dan pH 4 ... 61

Lampiran 14. Hasil penetapan konsentrasi etanol hasil fermentasi pada

konsentrasi 80Brix dan pH 5 ... 62

Lampiran 15. Kromatogram konsentrasi etanol hasil fermentasi pada

konsentrasi 160Brix dan pH 4,5 ... 62

Lampiran 16. Hasil penetapan konsentrasi etanol hasil fermentasi pada

konsentrasi 160Brix dan pH 4,5 ... 63

Lampiran 17. Kromatogram konsentrasi etanol hasil fermentasi pada

konsentrasi 160Brix dan pH 5 ... 63

Lampiran 18. Hasil penetapan konsentrasi etanol hasil fermentasi pada

konsentrasi 160Brix dan pH 5 ... 64

Lampiran 19. Kromatogram konsentrasi etanol hasil fermentasi pada

konsentrasi 240Brix dan pH 4 ... 64

Lampiran 20. Hasil penetapan konsentrasi etanol hasil fermentasi pada

konsentrasi 240Brix dan pH 4 ... 65

Lampiran 21. Kromatogram konsentrasi etanol hasil fermentasi pada

(20)

xx

Lampiran 22. Hasil penetapan konsentrasi etanol hasil fermentasi pada

konsentrasi 240Brix dan pH 4,5 ... 66

Lampiran 23. Kromatogram konsentrasi etanol hasil fermentasi pada

konsentrasi 240Brix dan pH 5 ... 66

Lampiran 24. Hasil penetapan konsentrasi etanol hasil fermentasi pada

konsentrasi 240Brix dan pH 5 ... 67

Lampiran 25. Hasil perhitungan konsentrasi etanol (ml/100 ml) hasil

fermentasi ... 67

Lampiran 26. Hasil perhitunagn rata-rata konsentrasi etanol hasil fermentasi ... 68

Lampiran 27. Hasil perhitungan ANOVA ... 68

Lampiran 28. Hasil perhitungan optimasi kondisi fermentasi dengan metode

(21)

1

A. Latar Belakang

Fermentasi merupakan proses pemecahan karbohidrat dan asam amino

secara anaerob, yaitu tanpa memerlukan oksigen. Salah satu produk yang dapat

dihasilkan dari proses fermentasi adalah etanol (Fardiaz, 1992).

Di Indonesia banyak industri yang menghasilkan etanol dari proses

fermentasi, salah satunya Pabrik Gula dan Alkohol / Spiritus Madukismo (PG-PS

Madukismo). Bahan baku yang digunakan oleh PG-PS Madukismo adalah tetes

tebu (molase), yang merupakan hasil samping dari PG Madukismo. Molase

tersebut difermentasi menjadi etanol dengan bantuanS. cerevisiae. Proses ini telah

dilakukan sejak tahun 1955. Kadar etanol yang dihasilkan dari proses fermentasi

di PG-PS Madukismo dikatakan belum optimum karena produk yang dihasilkan

70% berupa alkohol murni (konsentrasi 95%) dan 30% berupa alkohol teknis

(konsentrasi 94%). Oleh karena itu perlu dilakukan suatu upaya untuk mencapai

kondisi fermentasi yang optimal, yaitu kondisi fermentasi yang dapat

menghasilkan etanol dengan kadar yang lebih tinggi.

Menurut Stark dalam Alico (1982), proses fermentasi dipengaruhi oleh

berbagai faktor antara lain konsentrasi molase dan kondisi lingkungan selama

proses fermentasi berlangsung (pH) sehingga perlu dilakukan optimasi

(22)

2

Penelitian mengenai optimasi konsentrasi molase dan pH terhadap

produksi alkohol hasil fermentasi dilakukan pada 3 variasi suhu (280C, 310C dan

350C) yang dilakukan oleh 3 peneliti. Pada penelitian ini dilakukan optimasi

konsentrasi molase dan pH terhadap produksi alkohol hasil fermentasi pada suhu

280C oleh S. cerevisiae menggunakan molase dan S. cerevisiae dari PG-PS

Madukismo. Fermentasi dilakukan pada suhu 280C, 310C dan 350C karena

menurut Gaur (2006) fermentasi menggunakan S. cerevisiae dan molase

dilakukan pada suhu lingkungan antara 25-350C. Optimasi konsentrasi molase dan

pH dilakukan dengan menggunakan metode desain faktorial. Dari penelitian ini

diharapkan pada kondisi fermentasi (konsentrasi molase dan pH) yang optimum

diperoleh kadar etanol yang optimum.

1. Perumusan masalah

a. Manakah faktor yang berperan dominan antara konsentrasi molase, pH dan

interaksi keduanya dalam menentukan kadar etanol hasil fermentasi?

b. Apakah dapat ditemukan area optimum kondisi fermentasi (konsentrasi

molase dan pH) padacontour plotyang diprediksikan menghasilkan kadar

etanol yang optimum?

2. Keaslian karya

Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan oleh penulis, penelitian

tentang optimasi konsentrasi molase dan pH terhadap produksi etanol hasil

(23)

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis. Menambah khasanah ilmu pengetahuan mengenai

optimasi konsentrasi molase dan pH terhadap produksi etanol hasil fermentasi

pada suhu 28ºC olehS. cerevisiae.

b. Manfaat metodologis. Penelitian ini dapat menjadi acuan jika

dilakukan penelitian mengenai optimasi konsentrasi molase dan pH terhadap

produksi etanol hasil fermentasi oleh S. cerevisiae dengan menggunakan metode

faktorial desain.

c. Manfaat praktis. Memberi informasi kepada PG-PS Madukismo

mengenai kondisi fermentasi (konsentrasi molase dan pH) pada suhu 28ºC yang

dapat menghasilkan kadar etanol yang optimum.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Mengetahui pengaruh konsentrasi molase dan pH terhadap produksi

alkohol hasil fermentasi pada suhu 280C olehS. cerevisiae.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui faktor yang berperan dominan antara konsentrasi molase, pH

dan interaksi keduanya dalam menentukan kadar etanol hasil fermentasi.

b. Mengetahui ada tidaknya area optimum kondisi fermentasi (konsentrasi

molase dan pH) pada contour plot yang diprediksikan menghasilkan

(24)

4 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Etanol (C2H5OH)

Etanol merupakan cairan yang bening, tidak berwarna, mudah mengalir,

mudah menguap, cairan higroskopis dengan karakteristik bau spiritus dan rasa

membakar, mudah terbakar, terbakar dengan api biru tanpa asap. Titik didih

etanol tercapai pada suhu 78⁰C. Etanol bersifat larut dalam air, dalam kloroform,

dalam eter, dalam gliserol, dan dalam hampir semua pelarut organik yang lain.

Penyimpanan dilakukan pada suhu 8⁰C sampai 15⁰C jauh dari api dalam wadah

kedap udara dan terlindung dari cahaya (Anonim, 1999).

Etanol dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Setelah dicampurkan

dalam gasoline, digunakan sebagai bahan bakar. Pada masa Perang Dunia I dan II

industri alkohol berkembang pesat, dengan tujuan utama sebagai bahan bakar.

Selain itu etanol banyak digunakan juga dalam industri minuman, kosmetik dan

industri pharmasi seperti deterjen, desinfektan dan lain-lain (Maiorella dalam Ega,

2006).

Etanol untuk kebutuhan industri dapat dibuat secara fermentasi dari

karbohidrat, yang produknya disebut sebagai bioetanol; atau hasil reaksi kimia

dengan cara hidrasi etilen, memakai katalis asam fosfat. Etanol dari hidrasi gas

ethylene yang merupakan hasil samping pemurnian minyak bumi, dikenal sebagai

(25)

Penerapan teknologi fermentasi etanol dalam skala industri, sejak Perang

Dunia II belum ada perubahan yang mendasar. Proses fermentasinya

menggunakan system bacth dengan masa inkubasi berkisar 50 jam dan

semata-mata mengandalkanstrain yeast yang telah terpilih secara nyata berproduktivitas

tinggi. Yeast mempunyai sifat selektivitas sangat tinggi untuk membentuk etanol

(metabolit lain sebagai hasil samping sangat kecil) dan sangat tahan terhadap

perubahan kondisi pertumbuhan atau gangguan kontaminasi (Maiorella dalam

Ega, 2006).

B. Fermentasi 1. Tinjauan umum

Menurut Fardiaz (1992), fermentasi merupakan proses pemecahan

karbohidrat dan asam amino secara anaerob, yaitu tanpa memerlukan oksigen.

Senyawa yang dapat dipecah dalam proses fermentasi terutama adalah karbohidrat

sedangkan asam amino hanya dapat difermentasi oleh beberapa jenis bakteri

tertentu.

Menurut Campbell (2002), fermentasi merupakan proses katabolik yang

membuat sejumlah tertentu ATP dari glukosa tanpa rantai transport elektron dan

yang menghasilkan produk akhir yang khas, seperti etil alkohol atau asam laktat.

Fermentasi dibedakan atas 2 macam yaitu fermentasi “solid state” dan

sub-merged”. Fermentasi “solid state” adalah metode menumbuhkan mikrobia di

kondisi yang kandungan airnya terbatas tanpa memiliki aliran air yang mengalir

(26)

6

mikrobia dan substrat berada menjadi satu dalam media cair dalam jumlah yang

besar (Riadi, 2007).

Empat jalur fermentasi pada mikrobia, yaitu :

a. jalur Embden-Meyerhoff-Parnas (EMP) atau glikolisis ditemukan pada fungi

dan kebanyakan bakteri, serta pada hewan dan manusia,

b. jalur Entner-Doudoroff (ED) hanya ditemukan pada beberapa bakteri,

c. jalur Heksosamonofosfat (HMF) ditemukan pada berbagai organism,

d. jalur Fosfoketolase (FK) hanya ditemukan pada bakteri yang tergolong

laktobasili heterofermentatif (Fardiaz,1992).

Fermentasi glukosa (jalur EMP) pada prinsipnya terdiri dari dua tahap:

a. pemecahan rantai karbon dari glukosa dan pelepasan paling sedikit dua pasang

atom hidrogen menghasilkan senyawa karbon lainnya yang lebih teroksidasi

daripada glukosa,

b. senyawa yang teroksidasi tersebut direduksi kembali oleh atom hidrogen yang

dilepaskan dalam tahap pertama membentuk senyawa-senyawa lain sebagai

hasil fermentasi. Reaksi oksidasi tidak dapat berlangsung tanpa reaksi reduksi

yang seimbang. Oleh karena itu, jumlah atom hidrogen yang dilepaskan dalam

tahap pertama fermentasi selalu seimbang dengan jumlah yang digunakan

(27)

Proses fermentasi glukosa melalui jalur glikolisis adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Fermentasi glukosa (Anonim, 2008)

Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang

digunakan dan produk yang dihasilkan. Secara singkat, glukosa (C6H12O6) yang

merupakan gula paling sederhana, melalui fermentasi akan menghasilkan etanol

(2C2H5OH). Reaksi fermentasi ini dilakukan oleh yeast, dan digunakan pada

produksi makanan. Persamaan reaksi fermentasi adalah

C6H12O6→ 2C2H5OH + 2CO2+ 2 ATP (Energi yang dilepaskan:118 kJ per mol)

Gula (glukosa, fruktosa, atau sukrosa) → Alkohol (etanol) + Karbondioksida +

(28)

8

Jalur biokimia yang terjadi, sebenarnya bervariasi tergantung jenis gula yang

terlibat, tetapi umumnya melibatkan jalur glikolisis, yang merupakan bagian dari

tahap awal respirasi aerobik pada sebagian besar organisme. Jalur terakhir akan

bervariasi tergantung produk akhir yang dihasilkan (Anonim, 2008).

Proses fermentasi dilakukan dalam sebuah bejana yang disebut dengan

bioreaktor atau fermentor. Umpan yang masuk ke fermentor disebut substrat.

Substrat utama adalah sumber karbon yang digunakan oleh mikrobia untuk

memberikan energi untuk pertumbuhan dan produksi produk akhir. Mikrobia juga

membutuhkan nutrisi lainnya. Nutrisi yang umum adalah sulfur, fosfor,

potassium, magnesium, nitrogen dan mineral-mineral lainnya tergantung pada

spesifik organisme. Nutrisi ini ditambahkan ke dalam fermentor dalam bentuk

garam mineral yang dilarutkan dalam air, nitrogen ditambahkan dalam bentuk

ammonia. Sel yang hidup membutuhkan oksigen untuk fermentasi menggunakan

mikrobiaaerobdisuplai gelembung udara ke dalam fermentor. Fermentasi dengan

menggunakan mikrobia anaerob dilakukan dengan tidak adanya udara (Riadi,

2007).

Proses fermentasi mempunyai enam komponen dasar, yaitu :

a. susunan medium yang digunakan selama pengembangan inokulum dan di

dalam fermentor,

b. sterilisasi medium, fermentor dan peralatan lain,

c. aktivitas produksi, pemanfaatan kultur murni, jumlah inokulum untuk

(29)

d. pertumbuhan mikrobia dalam fermentor produksi pada kondisi optimum untuk

pembentukan hasil,

e. ekstraksi produk dan pemurnian, dan

f. penanganan limbah yang dihasilkan selama proses (Hidayat dkk, 2006).

Metabolit hasil fermentasi selain diambil produk metabolitnya, secara

tradisional telah dikonsumsi atau dimanfaatkan oleh manusia bersama-sama

dengan substratnya yang disebut biomassa mikrobia, misalnya pada gari, growol,

kecap, tapai, tauco, tempe, terasi (Hidayat dkk, 2006).

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi

a. Nutrisi (zat gizi). Dalam kenyataannya yeast memerlukan

penambahan nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan, misalnya: unsur

karbon (terdapat pada karbohidrat), unsur nitrogen (dengan penambahan pupuk

yang mengandung nitrogen, urea, ammonia, pepton, dan sebagainya), unsur

phosphor (dengan penambahan pupuk phosphat dari NPK, TSP), mineral-mineral,

vitamin-vitamin (Harahap, 2003).

b. Keasaman (pH). Untuk fermentasi alkohol, yeast memerlukan

media suasana asam, yaitu antara pH 4,8-5,0. pH sangat berpengaruh dalam

proses fermentasi. Fermentasi di luar range pH tersebut dapat menghambat

pertumbuhan yeast dan cocok untuk pertumbuhan bakteri kontaminan (Harahap,

2003).

c. Suhu. Suhu optimum untuk pengembangbiakan mikrobia adalah pada

suhu 28-300C (Harahap, 2003). Di India dan negara-negara berkembang

(30)

10

lingkungan yaitu 25-350C. Suhu berpengaruh pada pertumbuhan, metabolisme,

kelangsungan organisme pemfermentasi dan proses fermentasi. Suhu

berpengaruh pada parameter kinetik fermentasi etanol melalui pengendapanyeast.

Suhu yang terlalu tinggi mengakibatkan penurunan jumlah etanol danyeast(Gaur,

2006). Pada waktu fermentasi, terjadi kenaikan panas. Oleh karena itu perlu

pendinginan supaya suhu dipertahankan tetap (Harahap, 2003).

d. Udara. Fermentasi alkohol berlangsung secara anaerob(tanpa udara).

Namun demikian udara diperlukan pada proses pembibitan sebelum fermentasi,

untuk pengembangbiakanyeast(Harahap, 2003).

3. Media fermentasi

Media yang digunakan untuk fermentasi harus dapat digunakan oleh sel

untuk pertumbuhan optimal sel dan pembentukan produk. Selain itu juga harus

dapat digunakan untuk pemeliharaan sel, dan untuk biosintesa. Oleh sebab itu

dalam formulasi media, komponen-komponen yang harus dipenuhi antara lain air

(sumber utama), sumber energi (sinar matahari), sumber karbon (glukosa, laktosa,

molase), sumber nitrogen (inorganik: NH3, garam ammonia (NH4Cl) atau nitrat

dan organik: asam amino, protein, urea), mineral (magnesium (Mg), phospor (P),

kalium (K), sulfur (S), kalsium (Ca)), vitamin, dan prekursor yang berfungsi

mempercepat terbentuknya produk (Hidayat dkk, 2006).

Syarat-syarat media fermentasi yang digunakan harus mudah didapat,

jumlahnya besar, harganya murah, bila diperlukan ada penggantinya. Media

fermentasi yang umum digunakan adalah molase, jerami, dedak, kulit kopi, kulit

(31)

Molase sebagai media fermentasi merupakan hasil samping industri gula.

Molase tebu kaya akan biotin, asam pantotenat, tiamin, fosfor, dan sulfur.

Mengandung 62% gula yang terdiri dari sukrosa 32%, glukosa 14%, dan fruktosa

16% (Hidayat dkk, 2006). Komposisi molase adalah sebagai berikut:

Tabel I. Komposisi molase (%)

Komponen Persentase (%)

Air 17-25

Sukrosa 30-40

Dekstrosa 4-9

Fruktosa 5-12

Gula reduksi lain 1-5

Karbohidrat lain 2-5

Abu 7-15

Senyawa nitrogen 2-6

Asam-asam non-nitrogen 2-8 Lilin, sterol, dan fosfolipid 0,1-1

Molase berbeda dengan bahan baku yang umum digunakan dalam

produksi alkohol seperti jagung dan kentang. Jagung dan kentang mengandung

karbohidrat yang disimpan sebagai pati sehingga harus mengalami perlakuan awal

dengan memasakkan dan kerja enzim untuk menghidrolisis pati menjadi gula

yang dapat difermentasi, sebaliknya karbohidrat dalam molase telah siap untuk

difermentasi tanpa perlakuan pendahuluan karena berbentuk gula (Hidayat dkk,

2006).

4. Yeast

Yeast termasuk fungi, tetapi dibedakan dari kapang karena bentuknya

uniseluler. Reproduksi vegetatif pada yeast terutama dengan cara pertunasan.

Yeastmemiliki ukuran yang bervariasi, yaitu dengan panjang 1-5 µm sampai

(32)

12

oval, silinder, ogival yaitu bulat panjang dengan salah satu ujung runcing

(Fardiaz,1992).

Gambar 2.Saccharomyces cerevisiae(Anonim, 2007)

Saccharomyces cerevisiaetermasuk jenis Saccharomycesyang berbentuk

bulat, oval, atau memanjang, dan mungkin membentuk pseudomiselium

(Fardiaz,1992). Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu sel yeast jenis

Saccharomyces yang paling popular dalam pengolahan makanan. Yeast ini telah

lama digunakan dalam industri wine dan bir. Yeast ini melakukan reproduksi

vegetatif dengan membentuk tunas. Sel berbentuk ellipsoid atau silinder. Dapat

membentuk pseudohifa tetapi hifa tidak bersepta. Yeast ini tidak mampu tumbuh

pada nitrat sebagai satu-satunya sumber nitrogen (Hidayat dkk, 2006).

Dalam industri fermentasi, mikrobia merupakan faktor utama, sehingga

harus memenuhi beberapa persyaratan.

a. Murni. Proses-proses tertentu harus menggunakan biakan murni (dari

satu strain tertentu) yang telah diketahui sifat-sifatnya. Untuk menjaga agar

biakan tetap murni dalam proses, maka kondisi lingkungan dijaga tetap steril.

b. Unggul. Pada kondisi fermentasi yang diberikan, mikrobia harus

(33)

dengan hasil yang besar. Sifat unggul yang ada harus dapat dipertahankan. Hal ini

berkaitan dengan kondisi proses yang diharapkan.

c. Stabil. Pada kondisi yang diberikan mikrobia harus memiliki

sifat-sifat yang tetap, tidak mengalami perubahan karena mutasi atau lingkungan.

d. Bukan pathogen. Mikrobia yang digunakan haruslah yang bukan

patogen bagi manusia maupun hewan, terkecuali untuk bahan kimia tertentu. Jika

digunakan, mikrobia patogen harus dijaga agar tidak menimbulkan akibat

samping pada lingkungan (Hidayat dkk, 2006).

C. Distilasi

Distilasi merupakan metode pemisahan zat-zat cair dari campurannya

berdasarkan perbedaan titik didih (Yazid, 2005). Terdapat beberapa macam

distilasi.

a. Distilasi sederhana. Distilasi sederhana digunakan untuk memisahkan

zat cair yang titik didihnya rendah, atau memisahkan zat cair dengan zat padat

atau minyak. Proses ini dilakukan dengan mengalirkan uap zat cair tersebut

melalui kondensor lalu hasilnya ditampung dalam suatu wadah (Anonim, 2008).

Pada proses distilasi sederhana, suatu campuran dapat dipisahkan bila zat-zat

penyusunnya memiliki perbedaan titik didih yang cukup tinggi (Yazid, 2005).

Distilasi campuran etanol-air akan menghasilkan distilat berupa campuran

azeotrop 95% alkohol-5% air. Suatu azeotrop ialah suatu campuran yang

mendidih pada suatu titik didih konstan, seakan-akan itu suatu senyawa murni

(34)

14

b. Distilasi bertingkat (fraksionasi). Proses ini digunakan untuk

komponen yang memiliki titik didih yang berdekatan. Pada dasarnya sama dengan

distilasi sederhana, hanya saja memiliki kondensor yang lebih banyak sehingga

mampu memisahkan dua komponen yang memiliki perbedaan titik didih. Pada

proses ini akan didapatkan substansi kimia yang lebih murni, kerena melewati

kondensor yang banyak (Anonim, 2008).

c. Distilasi azeotrop. Digunakan dalam memisahkan campuran

azeotrop (campuran campuran dua atau lebih komponen yang sulit di pisahkan),

biasanya dalam prosesnya digunakan senyawa lain yang dapat memecah ikatan

azeotroptsb, atau dengan menggunakan tekanan tinggi (Anonim, 2008).

d. Distilasi vakum (distilasi tekanan rendah). Distilasi ini digunakan

untuk zat yang tak tahan suhu tinggi atau rusak pada pemansan yang tinggi.

Sehingga dengan menurunkan tekanan maka titik didih juga akan menurun, maka

distilasi yang tadinya harus dilakukan pada suhu tinggi tetap dapat dilakukan pada

suhu rendah dengan menurunkan tekanan (Anonim, 2008).

e. Refluks / destruksi. Refluks / destruksi ini bisa dimasukkan dalam

macam-macam distilasi walau pada prinsipnya agak berlainan. Refluks dilakukan

untuk mempercepat reaksi dengan jalan pemanasan tetapi tidak akan mengurangi

jumlah zat yang ada. Dimana pada umumnya reaksi-reaksi senyawa organik

adalah “lambat” maka campuran reaksi perlu dipanaskan tetapi biasanya

pemanasan akan menyebabkan penguapan baik pereaksi maupun hasil reaksi.

Karena itu agar campuran tersebut reaksinya dapat cepat, dengan jalan pemanasan

(35)

D. Kromatografi Gas 1. Tinjuan umum

Kromatografi gas adalah suatu cara untuk memisahkan senyawa atsiri

dengan meneruskan arus gas melalui fase diam. Bila fase diam merupakan zat

padat disebut kromatografi gas-padat (KGP) sedangkan apabila fase diam berupa

zat cair disebut sebagai kromatografi gas-cair (KGC) (Nair, 1988).

2. Komponen-komponen kromatografi gas

Komponen dasar kromatografi gas adalah suplai gas pembawa dengan

pengatur tekanan dan pengendali aliran, tempat atau katup injeksi dan

kemungkinan didukung dengan splitter, kolom pemisahan, detektor, oven yang

diatur secara termostatis yang juga dapat diprogram untuk berbagai tingkat

pemanasan, recorder atau alat pencatat yang lain (Dean, 1995).

Di bawah ini merupakan skema kromatografi gas:

Gambar 3. Kromatografi gas(Christian, 2004)

a. Gas pembawa. Syarat pemilihan gas pembawa adalah harus memiliki

sifat inert. Tujuan penggunaan gas pembawa adalah untuk membawa uap analit

melalui sistem kromatografi tanpa berinteraksi dengan komponen-komponen

sampel. Gas terdapat dalam silinder gas bertekanan tinggi dan harus bebas dari

(36)

16

adalah helium tetapi gas ini mahal. Sedangkan hidrogen merupakan salah satu gas

pembawa yang semakin banyak digunakan. Hidrogen dan helium memungkinkan

analisis yang lebih cepat dibandingkan gas pembawa pekat seperti nitrogen atau

argon. Kadang-kadang pemilihan gas pembawa ditentukan oleh detektor yang

digunakan (Dean, 1995).

b. Sistem injeksi sampel. Fungsi dari port injeksi adalah untuk

menyediakan jalan masuk untuksyringedan sampel ke dalam aliran gas pembawa

dan untuk menyediakan panas yang cukup untuk menguapkan sampel (Dean,

1995). Memasukkan sampel ke dalam tempat injeksi dengan menggunakan

microsyringemelaluiseptum plastic siliconyang elastis (Dean, 1995).

Dalam kromatografi gas, biasanya sampel cair diinjeksikan melalui blok

yang dipanaskan yang berfungsi untuk mengubah sampel cair menjadi fase gas

secara cepat (flash vaporization) tanpa mengalami dekomposisi atau fraksinasi.

Ruang flash vaporization dari port injeksi harus sekecil mungkin untuk

meningkatkan efisiensi. Dibutuhkan volume yang cukup untuk mendapatkan

penguapan dan pemuaian tiba-tiba dari sampel setelah penginjeksian (1µL

metanol menghasilkan 0,31 ml uap pada suhu 2000C dan 30 lb.in-1) (Dean, 1995).

c. Kolom. Pemisahan komponen sampel terjadi dalam packed atau

tubular column yang dilalui gas pembawa secara terus-menerus. Kolom

pemisahan terletak setelah tempat penginjeksian dan splitter sampel. Kolom

pemisahan berisi fase diam yang dapat berupa adsorben (GSC) atau cairan yang

didistribusikan pada permukaan partikel-partikel berdiameter kecil atau interior

(37)

alumunium), gelas atau fused silica (Dean,1995). Selektivitas dan efisiensi

merupakan faktor-faktor yang harus dipertimbangkan ketika memilih kolom

(Dean, 1995).

Kolom GC dapat dibagi dalam 3 kategori, yaitu Packed column,

Open-tubular column, Mikropacked column.

d. Fase diam. Pemilihan fase diam berdasarkan pada polaritasnya, sesuai

dengan prinsip “like dissolve like” yaitu fase diam polar akan berinteraksi dengan

senyawa polar dan juga sebaliknya (Christian, 2004).

Resolusi akan didapatkan jika komponen dalam sampel dapat ditahan

oleh fase diam. Retensi yang lebih lama dan selektif akan menghasilkan resolusi

yang baik. Pada kromatografi gas, gas pembawa yang inert tidak berperan dalam

selektivitas solute meskipun mempengaruhi resolusi. Selektivitas dapat divariasi

hanya dengan mengubah polaritas fase diam atau mengubah suhu kolom (Dean,

1995).

e. Detektor. Setelah melalui kolom, komponen sampel masuk dalam

detektor. Detektor harus memiliki karakteristik sebagai berikut : sensitivitas

tinggi, tingkat kebisingan rendah, respon linier pada rentang dinamik yang luas,

respon yang baik untuk semua kelas komponen organic, tidak sensitif pada variasi

aliran dan perubahan temperature, stabil dan kuat, operasi yang sederhana (Dean,

1995).

Terdapat berbagai jenis detektor yaitu: Thermal Conductivity Detector

(TCD), Flame-Ionization Detector (FID), Thermionic Ionization (NP) Detector,

(38)

18

Photoionization Detector, Electrolytic Conductivity Detector, dan

Chemiluminescence-Redox Detector(Dean, 1995).

Flame-Ionization Detector (FID) adalah detektor yang paling popular

karena memiliki sensitivitas yang tinggi (0,02 coulomb (C) per g hidrokarbon).

Respon Flame-Ionization Detector proposional terhadap gugus –CH2- yang

memasuki nyala. Respon terhadap karbon yang terikat pada gugus hidroksil dan

amin lebih rendah. Respon tidak terjadi untuk karbon teroksidasi penuh seperti

gugus karbonil atau karboksil dan gugus ether. Detektor ini tidak sensitif terhadap

kelembaban dan gas-gas permanen. Hal ini memberi keuntungan untuk analisis

sampel organik yang lembab dan polusi udara. Perubahan yang tidak begitu besar

pada aliran, tekanan, atau temperatur hanya berefek kecil terhadap karakteristik

respon yang dihasilkan. Suhu kolom yang digunakan dapat bervariasi 100-4200C,

hal ini menguntungkan bagi analisis dengan suhu terprogram (Dean, 1995).

f. Pengaturan suhu. Suhu harus dimonitor, disesuaikan dan diatur pada

tempat injeksi, di dalam oven mengelilingi kolom dan pada detektor (Dean, 1995).

Suhu injeksi harus relatif tinggi, konsisten dengan stabilitas suhu sampel, untuk

memberikan kecepatan penguapan yang cepat agar sampel masuk kolom dalam

volume kecil sehingga pelebaran dapat diturunkan dan hasil resolusi dapat

ditingkatkan. Suhu injeksi yang terlalu tinggi akan menurunkan kualitas rubber

septumdan menyebabkan tempat injeksi kotor. Suhu kolom berhubungan dengan

kecepatan, sensitivitas, dan resolusi. Pada suhu kolom yang tinggi, komponen

sampel akan keluar dalam bentuk fase gas dan juga akan terelusi dengan cepat,

(39)

lambat keluar dari fase diam dan terelusi lambat, resolusi meningkat tetapi

sensitivitas menurun disebabkan oleh adanya pelebaran kurva. Suhu detektor

harus cukup tinggi untuk mencegah kondensasi komponen sampel (Christian,

2004).

E. Metode Desain Faktorial 1. Tinjauan umum

Desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi yaitu teknik untuk

memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih

variabel bebas. Model yang diperoleh dari analisis tersebut berupa persamaan

matematika (Bolton, 1997). Desain faktorial digunakan dalam penelitian di mana

efek dari faktor atau kondisi yang berbeda dalam penelitian ingin diketahui

(Bolton, 1997).

Penelitian desain faktorial dimulai dengan menentukan faktor dan level

yang akan diteliti, serta respon yang akan diukur. Respon yang diukur harus dapat

diekspresikan secara numerik. Deskripsi sifat (seperti besar, lebih besar, terbesar)

dan nomor urut (seperti menunjukan respon terbesar adalah 1, selanjutnya 2, dan

seterusnya) tidak dapat digunakan (Armstrong and James, 1996). Respon yang

diukur harus dapat dikuantitatifkan (Bolton, 1997).

2. Desain faktorial tiga level (3k)

Desain penelitian tiga level adalah suatu rancangan faktorial yang terdiri

(40)

20

menengah dan level tinggi. Desain faktorial ini juga disebut desain faktorial 3k

dengan jumlah percobaan sebanyak 3k. Penggunaan rancangan desain faktorial 3k

ini biasanya untuk menyelesaikan masalah optimasi (Montgomery, 1997).

Notasi-notasi yang digunakan dalam desain faktorial ini adalah

a. level rendah dinotasikan dengan -1 atau (-) atau 0,

b. level menengah dinotasikan dengan 0 atau 1,

c. level tinggi dinotasikan dengan +1 atau (+) atau 2 (Montogomery, 1997).

Pada desain faktorial tiga level dan dua faktor diperlukan sembilan

percobaan (3k = 9, dengan 3 menunjukkan level dan k menunjukkan jumlah

faktor). Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan tiga level

seperti tabel II berikut :

Tabel II. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan tiga level

Faktor A Faktor B

0 1 2

0 00 10 20

1 01 11 21

2 02 12 22

Keterangan :

0 = level rendah 1 = level menengah 2 = level tinggi

Rumusan yang berlaku :

Y = b0+ b1(XA) + b2(XB) + b12(XA)(XB)...(2)

Dengan :

Y = respon hasil atau sifat yang diamati

(41)

b0, b1, b2, b12 = koefisien, dapat dihitung dari hasil percobaan (Armstrong and

James, 1996; Bolton, 1997).

Dari rumus dan data yang diperoleh dapat dibuat contour plot suatu

respon tertentu yang sangat berguna dalam memilih komposisi yang optimum.

Besarnya efek dapat dicari dengan menghitung selisih antara rata-rata respon pada

level tinggi dan rata-rata respon pada level rendah (Bolton, 1997).

F. Landasan Teori

Fermentasi merupakan proses pemecahan karbohidrat dan asam amino

secara anaerob, yaitu tanpa memerlukan oksigen. Senyawa yang dapat dipecah

dalam proses fermentasi terutama adalah karbohidrat sedangkan asam amino

hanya dapat difermentasi oleh beberapa jenis bakteri tertentu.

Fermentasi dapat berlangsung menggunakan molase sebagai media

fermentasi. Molase dapat digunakan sebagai media fermentasi karena molase

mengandung sukrosa, dekstrosa, asam-asam non-nitrogen, gula reduksi lain,

karbohidrat lain, senyawa nitrogen, fruktosa. Dalam fermentasi diperlukan pula

mikrobia sebagai biokatalis, yaituS. cerevisiae.Reaksi dalam fermentasi

berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang digunakan dan produk yang dihasilkan.

Secara singkat, glukosa (C6H12O6) yang merupakan gula paling sederhana,

melalui fermentasi akan menghasilkan etanol (2C2H5OH). Reaksi fermentasi ini

(42)

22

Proses fermentasi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain

suhu, konsentrasi molase dan pH. Oleh karena itu dilakukan fermentasi dalam

berbagai variasi konsentrasi molase dan pH.

Dari hasil fermentasi tersebut didapatkan hasil fermentasi berupa etanol

dan komponen-komponen lain. Hasil fermentasi yang diperoleh distilasi untuk

memisahkan etanol hasil fermentasi. Prinsip kerja distilasi adalah pemisahan

senyawa-senyawa berdasarkan titik didihnya. Penetapan kadar etanol dilakukan

dengan metode kromatografi gas karena etanol adalah senyawa yang mudah

menguap.

G. Hipotesis

Terdapat area optimum kondisi fermentasi yaitu konsentrasi molase dan

pH) pada contour plot yang diprediksikan menghasilkan kadar etanol yang

(43)

23

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian berjudul Optimasi Konsentrasi Molase dan pH terhadap

Produksi Etanol Hasil Fermentasi pada Suhu 280C olehSaccharomyces cerevisiae

termasuk penelitian kuasi eksperimental.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pH media fermentasi,

konsentrasi molase untuk fermentasi.

b. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kadar etanol yang

dihasilkan.

c. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah suhu fermentasi

yang dikendalikan pada suhu 280C, jumlah S. cerevisiae yang

dikendalikan dengan pengambilan sebanyak 3 ose dan etanol hasil

fermentasi yang menguap selama penyimpanan sebelum penetapan kadar

etanol menggunakan kromatografi gas.

2. Definisi operasional

a. Molase atau tetes tebu adalah hasil samping PG Madukismo yang menjadi

(44)

24

sukrosa, dekstrosa, fruktosa, gula reduksi, karbohidrat lain, abu, senyawa

nitrogen, asam-asam non-nitrogen.

b. Optimasi produksi adalah suatu proses pengkondisian pertumbuhan S.

cerevisiae untuk tumbuh dan melakukan fermentasi dalam kondisi yang

paling ideal sehingga diperoleh alkohol dengan kualitas yang lebih baik.

c. S. cerevisiaemerupakan mikrobia yang potensial dalam proses fermentasi

untuk memproduksi alkohol (etanol). S. cerevisiae merupakan yeast

berbentuk oval dan membentuk tunas (budding).

d. 0

Brix merupakan zat padat semu yang terlarut (dalam gram) di dalam 100

gram larutan.

e. Kadar etanol hasil fermentasi dari molase oleh S. cerevisiae dinyatakan

dengan satuan %v/v.

C. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah molase (tetes tebu)

dari PG Madukismo Yogyakarta sebagai bahan dasar produksi alkohol, Kultur

S. cerevisiae dari PS Madukismo Yogyakarta, pupuk nitrogen phosphor kalium

(NPK), pupuk urea, H2SO4, NH4OH, etanol p.a. (Merck), n-butanol p.a. (Merck),

heksan p.a. (Merck), etanol 70%, aquadest.

D. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah seperangkat alat

(45)

Cabinet), seperangkat alat distilasi, seperangkat alat kromatografi gas (HP 5890)

denganFlame Ionization Detector(FID) dan alat-alat gelas yang digunakan untuk

penelitian di laboratorium analisis.

E. Tata Cara Penelitian 1. Pengambilan sampel

Penelitian ini menggunakan sampel molase yang diambil dari PG-PS

Madukismo. Pengambilan molase sebanyak 10 liter dalam satu kali pengambilan.

Hal ini bertujuan untuk mewakili kondisi molase yang ada di PG-PS Madukismo

dan untuk menjamin homogenitas kandungan molase yang akan digunakan dalam

penelitian.

2. Pembuatan larutan molase

Larutan molase dengan konsentrasi 14ºBrix dibuat dengan cara 164,0 ml

molase dari PS Madukismo dimasukkan dalam Erlenmeyer 1000,0 ml kemudian

diencerkan menggunakan aquadest hingga mencapai tanda. Larutan tersebut

disaring dan disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121ºC selama 15

menit. Dalam larutan ditambahkan 0,44 mg urea dan 0,34 mg NPK. Larutan

diaduk hingga homogen kemudian ditambahkan H2SO4hingga pH 4,5.

Pembuatan larutan molase dengan konsentrasi 4ºBrix, 16ºBrix, 18ºBrix

dan 28ºBrix dibuat dengan cara yang sama seperti pembuatan larutan molase

(46)

26

Tabel III. Pembuatan larutan molase Konsentrasi

molase (ºBrix)

Jumlah Molase dari PS Madukismo (ml) Jumlah NPK (mg) Jumlah urea (mg) Keterangan

18 211,0 0,44 0,44 Media

pertumbuhan

4 47,0 - 0,44

16 188,0 - 0,44

28 329,0 - 0,44

Media fermentasi

3. Tahap produksi alkohol olehS. cerevisiae

a. Pertumbuhan S. cerevisiae. Lima belas ml larutan molase 14ºBrix

dan 15 ml larutan molase 18ºBrix dimasukkan dalam Erlenmeyer 100,0 ml

kemudian diinokulasikan kultur murni S. cerevisiae dari PS Madukismo

Yogyakarta. Perlakuan ini dilakukan di dalam MSC (Microbilogy Safety

Cabinet). Erlenmeyer diinkubasi dalamshaker incubator150 rpm pada suhu 30ºC

selama 49,5 jam (Melati, 2008).

b. Fermentasi. Setelah pertumbuhan S. cerevisiae mencapai fase

stasioner (49,5 jam), isi Erlenmeyer dipindahkan dalam labu alas bulat 100,0 ml.

Ditambahkan 60,0 ml larutan molase 4ºBrix. pH diatur hingga mencapai 4,5

dengan penambahan H2SO4 atau NH4OH. Labu alas bulat tersebut dirangkai

dalam fermentor (Gambar 4). Selanjutnya fermentor diinkubasi dalam inkubator

(47)

Gambar 4. Fermentor(Jeffers, 2000)

Tahap fermentasi dilakukan dalam berbagai variasi konsentrasi molase

dan pH (tabel IV).

Tabel IV. Variasi konsentrasi molase dan pH Faktor Fermentasi Konsentrasi molase pH

1 4

2 4,5

3

8ºBrix

5

4 4

5 4,5

6

16ºBrix

5

7 4

8 4,5

9

24ºBrix

5

c. Distilasi hasil fermentasi. Hasil fermentasi yang telah diperoleh

kemudian difiltrasi menggunakan corong Buchner dengan bantuan pompa

penghisap. Filtrat yang diperoleh didistilasi menggunakan waterbath selama 4

(48)

28

4. Penetapan kadar etanol hasil fermentasi olehS. cerevisiae a. Optimasi Metode kromatografi Gas

1) Pemilihan kolom dan detektor

Kolom yang digunakan adalah CP-WAX-52 CB yang merupakan

kolom polar. Detektor yang digunakan adalah FID karena memiliki

sensitifitas yang tinggi terhadap senyawa-senyawa organik termasuk

etanol.

2) Optimasi suhu injector, kolom dan detektor

Pengaturan suhu injektor dan detektor dimulai pada suhu 100C di atas

titik didih n-butanol, yaitu 220C. Sedangkan pengaturan suhu kolom

dimulai pada suhu 50C di atas titik didih n-butanol, yaitu 120C.

3) Optimasi kecepatan aliran gas pembawa N2

Kecepatan aliran gas pembawa diatur dengan mengubah column head

pressure. Optimasi tekanan dilakukan pada tekanan awal 6 psi

kemudian diatur hingga diperoleh pemisahan yang baik antara

komponen-komponen sampel.

4) Optimasi aliran gas pembawa H2dan O2

Perbandingan kecepatan aliran gas H2 dan O2 adalah 2:1. Hal ini

dilakukan untuk menghasilkan nyala yang stabil pada detektor.

b. Validasi metode kromatografi gas

1) Pembuatan seri larutan baku etanol

Seri baku dengan konsentrasi berikut (tabel V) dibuat dalam labu ukur

(49)

kemudian ditambahkan heksan hingga mencapai 5,0 ml. Replikasi 3

kali.

Tabel V. Pembuatan seri larutan baku etanol Etanol p.a (ml) n-butanol (ml) Kadar etanol

(%v/v)

0,01 0,02 0,2

0,07 0,02 1,4

0,13 0,02 2,6

0,19 0,02 3,8

0,25 0,02 5,0

2) Penetapan seri kurva baku etanol

Satu mikroliter (1l) larutan baku dari masing-masing konsentrasi

disuntikkan ke dalam kolom melalui tempat injeksi. Pada waktu 400

detik proses elusi dihentikan. Luas puncak etanol dan n-butanol dari

kromatogram dihitung, kemudian dicari rasio luas puncak

etanol/n-butanol. Kurva baku dibuat dengan memplotkan rasio luas puncak

etanol/n-butanol vs kadar etanol (% v/v). Persamaan kurva baku dicari

dengan regresi linear.

3) Penentuan akurasi dan presisi

Larutan dengan konsentrasi berikut (tabel VI) dibuat dalam labu ukur

5,0 ml.

Tabel VI. Pembuatan larutan untuk penentuan akurasi dan presisi Etanol p.a (ml) n-butanol (ml) Kadar etanol

(% v/v)

0,01 0,02 0,2

0,13 0,02 2,6

(50)

30

Etanol dan n-butanol dimasukkan dalam labu ukur 5,0 ml kemudian

ditambahkan heksan hingga mencapai 5,0 ml. Replikasi 3 kali.

Diinjeksikan dalam kolom injeksi kromatografi gas.

c. Penetapan kadar etanol dalam sampel

Dalam labu ukur 5,0 ml dimasukkan 0,5 ml distilat dan 20,0l n-butanol

kemudian ditambahkan heksan hingga mencapai tanda. Larutan tersebut

diinjeksikan ke dalam kolom melalui tempat injeksi. Proses kromatografi

menghasilkan luas puncak kromatografi. Luas puncak etanol dan n-butanol

kromatogram dihitung, kemudian dicari rasio luas puncak etanol dan n-butanol.

Kadar etanol hasil fermentasi ditentukan menggunakan persamaan kurva baku.

F. Analisis Hasil 1. Uji ANOVA

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kadar

etanol yang dihasilkan pada kondisi fermentasi (konsentrasi molase dan pH)

yang berbeda.

2. Desain Faktorial

Metode ini dilakukan untuk mengetahui area optimum kondisi

fermentasi (konsentrasi molase dan pH) yang diprediksikan menghasilkan

(51)

31

A. Pengambilan sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah molase yang diambil

dari Pabrik Gula dan Alkohol/Spiritus Madukismo (PG-PS Madukismo)

Yogyakarta. Sampel diambil sebanyak 10 liter dalam satu kali pengambilan.

Tujuan dari pengambilan sebanyak 10 liter dalam satu kali pengambilan untuk

mewakili kondisi molase yang ada di PG-PS Madukismo. Dalam penelitian ini,

molase yang digunakan berasal dari pengambilan molase yang sama untuk

menjamin homogenitas kandungan molase. Konsentrasi molase yang diambil

adalah 85,230Brix. Molase tersebut diencerkan sesuai dengan konsentrasi yang

akan digunakan untuk media pertumbuhan dan media fermentasi.

B. Fermentasi

Penelitian ini diawali dengan tahap pertumbuhan S. cerevisiae pada

konsentrasi molase 14⁰Brix dan 18⁰Brix pada suhu 30⁰C selama 49,5 jam.

Pemilihan konsentrasi molase dan lama inkubasi ini sesuai dengan penelitian yang

telah dilakukan oleh Melati (2008). S. cerevisiae yang digunakan merupakan

kultur murniS. cerevisiaeyang didapatkan dari hasil penelitian Estelita (2008).

Setelah tahap pertumbuhan S. cerevisiae selanjutnya dilakukan

fermentasi dengan menambahkan media hingga konsentrasi molase menjadi

(52)

32

yang telah dilakukan oleh Harahap (2003) yang menyatakan bahwa fermentasi

dapat dilakukan pada konsentrasi molase 24⁰Brix sedangkan konsentrasi molase

8⁰Brix dan 16⁰Brix didapatkan dari hasil orientasi.

Molase dapat digunakan sebagai media fermentasi karena molase

mengandung sukrosa, dekstrosa, asam-asam non-nitrogen, gula reduksi lain,

karbohidrat lain, senyawa nitrogen, fruktosa. Kandungan dalam molase tersebut

dapat diubah menjadi etanol dan karbondioksida oleh S. cerevisiae. Reaksi yang

terjadi melalui 2 tahap yaitu reaksi hidrolisa oleh enzim invertase dan reaksi

fermentasi oleh enzim zymase. Enzim invertase dan enzim zymase merupakan

enzim yang dihasilkan olehS. cerevisiae.Reaksi yang terjadi adalah

1. reaksi hidrolisa

C12H22O11 + H2O 2C6H12O6……….………(3)

sukrosa glukosa dan fruktosa

2. reaksi fermentasi

C6H12O6  2C2H5OH + CO2……….(4)

glukosa dan fruktosa etanol gas karbondioksida

Proses fermentasi dapat terjadi dalam medium yang mengandung

sukrosa, garam ammonium, buffer fosfat, dan mineral yang lain dengan bantuan

S. cerevisiae. S. cerevisiae akan menghasilkan invertase yang berfungsi sebagai

katalis yang akan menghidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.

(53)

mungkin terjadi jika enzim zymase dikeluarkan menuju ke dalam media sehingga

fermentasi dapat terjadi.

Optimasi pH dilakukan pada pH 4; 4,5 dan 5 karena berdasarkan

penelitian Harahap (2003) fermentasi dapat berlangsung pada suhu 4-5. Molase

untuk fermentasi memiliki pH + 4,5 sehingga perlu pengaturan pH untuk

mendapatkan pH yang diinginkan. Pengaturan pH dilakukan dengan penambahan

H2SO4 untuk mendapatkan pH 4 dan NH4OH untuk mendapatkan pH 5.

Pengaturan pH dilakukan dengan penambahan H2SO4 atau NH4OH karena

senyawa tersebut mengandung unsur-unsur yang diperlukan oleh S. cerevisiae

sebagai sumber nutrisi untuk menunjang pertumbuhan sel. Selain H2SO4 atau

NH4OH sebagai sumber nutrisi ditambahkan pula pupuk urea dan NPK.

Fermentasi dilakukan pada suhu 280C karena menurut Gaur (2006)

fermentasi menggunakan media molase dilakukan pada suhu lingkungan 25-350C.

Pada saat fermentasi berlangsung akan terjadi kenaikan panas karena reaksi terjadi

secara eksoterm. Reaksi yang terjadi adalah

C6H12O6→ 2C2H5OH + 2CO2+ 2 ATP (Energi yang dilepaskan:118 kJ per mol)

Gula (glukosa, fruktosa, atau sukrosa) → Alkohol (etanol) + Karbondioksida + 2

ATP (Energi)……….………(5)

Untuk mencegah agar suhu fermentasi tidak naik maka selama inkubasi labu alas

bulat dimasukkan dalam bekerglass yang berisi air.

Pada saat fermentasi dihasilkan karbondioksida. Karbondioksida ini harus

dikeluarkan dari medium fermentasi karena karbondioksida dapat bereaksi dengan

(54)

34

CO2 + H2O H2CO3

………...…….(6)

karbondioksida asam karbonat

Asam karbonat yang dihasilkan dapat menurunkan pH medium fermentasi. pH

medium fermentasi yang semakin rendah dapat membuat S. cerevisiae mati

karena S. cerevisiae hidup pada pH 4-5. Hal ini dihindari dengan cara

menggunakan larutan Ca(OH)2 jenuh yang dirangkai dalam fermentor.

Karbondioksida yang dihasilkan dari fermentasi akan masuk dalam larutan

Ca(OH)2jenuh menjadi endapan CaCO3. Reaksi yang terjadi adalah

CO2 + Ca(OH)2 CaCO3

karbondioksida kalsium hidroksida endapan kalsium karbonat…...…..(7)

Penentuan waktu inkubasi fermentasi berdasarkan hasil optimasi.

Optimasi dilakukan pada jam ke- 36, 48, 60 dan 72. Hasil optimasi waktu

inkubasi fermentasi ditunjukkan pada gambar 5.

Gambar 5. Grafik waktu inkubasi fermentasi terhadap kadar etanol Grafik waktu inkubasi fermentasi terhadap kadar etanol menunjukkan

bahwa semakin lama waktu inkubasi fermentasi maka kadar etanol yang

dihasilkan semakin tinggi. Namun semakin lama waktu inkubasi, peningkatan

(55)

terlalu besar sehingga optimasi waktu inkubasi hanya dilakukan selama 72 jam

untuk efisiensi waktu. Berdasarkan data tersebut maka fermentasi dilakukan

selama 72 jam.

Fermentasi dilakukan dalam kondisi anaerob karena fermentasi ini

menggunakan S. cerevisiae yang dapat melakukan fermentasi alkohol dalam

kondisi anaerob. Pada kondisi aerob S. cerevisiae akan melakukan respirasi

sehingga tidak dihasilkan alkohol.

C. Distilasi

Hasil dari fermentasi didistilasi untuk memisahkan etanol hasil

fermentasi dari larutan molase. Prinsip distilasi adalah pemisahan dua atau lebih

cairan dalam larutan berdasarkan perbedaan titik didihnya. Distilasi yang

digunakan adalah distilasi sederhana karena etanol memiliki titik didih yang

rendah (780C). Distilasi dilakukan selama 4 jam. Penentuan waktu distilasi

merupakan hasil orientasi. Distilat yang diperoleh berupa campuranazeotropyang

menyebabkan alkohol dan air sukar untuk dipisahkan. Untuk mendapatkan

konsentrasi yang lebih tinggi lagi maka dapat dilakukan distilasi fraksinasi.

Sisa distilat atau residu yang tertinggal dalam labu alas bulat disebut

stillage. Residu ini masih banyak mengandung bahan-bahan organik yang tidak

(56)

36

D. Optimasi Kromatografi Gas

Optimasi kromatografi gas bertujuan untuk mendapatkan kondisi

optimum instrument kromatografi gas sehingga didapatkan pemisahan senyawa

yang sempurna. Parameter yang menunjukkan bahwa kondisi kromatografi gas

telah optimum adalah resolusi. Optimasi dilakukan menggunakan larutan yang

mengandung etanol (senyawa yang akan ditetapkan konsentrasinya), butanol

(baku internal) dan heksan (pelarut). Dalam penelitian ini digunakan baku internal

dengan tujuan sebagai faktor koreksi volume larutan yang masuk dalam loop

injektor.

Pemisahan senyawa yang terjadi pada kondisi kromatografi gas yang

optimum adalah

Gambar 6. Hasil optimasi kromatografi gas

Pemisahan optimum jika resolusi pemisahan 1,5. Hasil optimasi

menunjukkan bahwa pemisahan antara heksan dan etanol memiliki resolusi

sebesar 2,5 sedangkan pemisahan antara etanol dan n-butanol memiliki resolusi

(57)

sehingga dapat memisahkan senyawa dengan sempurna, namun pemisahan ini

kurang efisien karena resolusi yang dihasilkan terlalu tinggi. Resolusi yang terlalu

tinggi menyebabkan waktu retensi senyawa semakin lama.

Hasil optimasi kromatografi gas:

Suhu injektor : 2200C

Suhu kolom : 700C

Suhu detektor : 2200C

Jenis detector : FID

Jenis kolom : CP-WAX-52 CB

Tipe kolom :WCOT Fused Silica

Column Head Pressure : 25 Kpa

Tekanan udara : 2.9 bar

Tekanan H2 : 1.4 bar

Tekanan N2 : 0.1 bar

Kecepatan gas total : 302 ml/menit

Kecepatan gas H2 : 32.2 ml/menit

Kecepatan gas udara : 272 ml/menit

Range : 1

Split vent : 15,2

Purge vent : 0,49

Pada penelitian ini suhu injektor yang digunakan adalah 2200C. Hal ini

bertujuan agar sampel yang diinjeksikan dapat langsung menguap dan masuk ke

(58)

38

menjaga agar sampel tertambat di kolom. Sedangkan suhu detektor yang

digunakan adalah 2200C dengan tujuan untuk mencegah terjadinya kondensasi

uap air yang dapat menimbulkan penurunan sensitivitas.

Jenis detektor yang digunakan FID karena FID memiliki sensitivitas yang

sangat baik untuk senyawa hidrokarbon. Jenis kolom yang digunakan

CP-WAX-52CB dengan tipe kolom WCOT fused silicayang di dalamnya mengandung fase

diam polietilenglikol. Jenis kolom yang digunakan bersifat polar karena etanol

bersifat polar sehingga digunakan fase diam yang bersifat polar agar terjadi

interaksi antara fase diam dan sampel sehingga sampel dapat tertambat dalam fase

diam dan dapat memberikan waktu retensi tertentu. Interaksi yang terjadi antara

fase diam dengan etanol dan butanol adalah

Gambar 7. Interaksi fase diam dengan etanol dan butanol

Interaksi antara etanol dan butanol dengan fase diam dapat menghasilkan

waktu retensi yang berbeda-beda tergantung polaritas dan titik didih senyawa,

sedangkan heksan tidak berinteraksi dengan fase diam karena heksan merupakan

senyawa non-polar. Waktu retensi merupakan salah satu analisis kualitatif yang

dapat digunakan untuk mengidentifikasi senyawa yang keluar. Waktu retensi

etanol dapat diketahui dengan cara membandingkan waktu retensi larutan yang

(59)

heksan dapat diketahui dengan melihat kedua kurva lain yang muncul pada

kromatogram yang memiliki luas area yang sama. Pada kondisi optimum

kromatografi gas dihasilkan pemisahan sebagai berikut:

Gambar 8a Gambar 8b

Gambar 8. Hasil pemisahan heksan, etanol dan butanol

Gambar 8a merupakan kurva pemisahan larutan etanol dengan

konsentrasi 0,2% sedangkan gambar 8b merupakan kurva pemisahan larutan

etanol dengan konsentrasi 2,6%. Kurva ke 2 pada gambar 8a lebih rendah

daripada gambar 8b, hal ini menunjukkan kurva ke 2 merupakan kurva etanol.

Berdasarkan data tersebut diketahui etanol memiliki waktu retensi 190 detik.

Etanol bersifat lebih polar dibandingkan butanol sehingga etanol akan

lebih tertambat pada fase diam dan memiliki waktu retensi lebih lama

dibandingkan dengan butanol, namun dari gambar 8 diketahui bahwa waktu

retensi butanol lebih lama. Hal ini disebabkan karena waktu retensi tidak hanya

dipengaruhi oleh interaksi fase diam dan senyawa namun juga dipengaruhi oleh

titik didih. Titik didih etanol lebih rendah dibandingkan butanol sehingga etanol

akan lebih mudah menjadi gas dan keluar lebih dulu. Heksan memiliki titik didih

yang lebih rendah dibandingkan etanol sehingga heksan akan keluar lebih dulu.

Dari gambar 7 diketahui waktu retensi heksan 160 detik, etanol 190 detik dan

(60)

40

E. Validasi Metode Kromatografi Gas

Validasi metode bertujuan untuk menjamin bahwa metode pengujian

yang digunakan benar dan dapat dipercaya di bawah kondisi metode yang

diterapkan.

1. Pembuatan kurva baku

Pembuatan kurva baku bertujuan untuk memperoleh persamaan garis

regresi yang selanjutnya digunakan untuk menetapkan kadar etanol hasil

fermentasi. Dalam penelitian ini digunakan etanol p.a sebagai baku etanol dan

butanol sebagai baku internal.

Hasil pengukuran seri kurva baku dapat adalah sebagai berikut:

Tabel VII. Kurva baku etanol dengan standar internal n-butanol

Replikasi I Replikasi II Replikasi III

Kadar etanol (%v/v) Kadar etanol (%v/v) Kadar etanol (%v/v)

0,2 0,257 0,2 0,297 0,2 0,247

1,4 1,41 1,4 1,415 1,4 1,327

2,6 2,59 2,6 2,491 2,6 2,437

3,8 3,762 3,8 3,4 3,8 3,242

5 5,18 5 5,156 5 5,007

Keterangan : Replikasi I : A = -0,0031; B = 1,0165; r = 0,9991 Replikasi II : A = 0,01615; B = 0,97525; r = 0,9933 Replikasi III : A = -0,0256; B = 0,9529; r = 0,9923

Ketiga seri kurva baku tersebut memiliki nilai koefisien korelasi (rhitung)

yang lebih besar dari harga rtabel. Harga rtabel dengan taraf kepercayaan 95%, df =

2 adalah 0,95. Hal ini menunjukkan bawa ketiga seri kurva baku tersebut memiliki

linearitas yang baik dan dapat digunakan untuk penetapan kadar etanol. Pada

(61)

pertama dengan persamaan Y = 1,0165 X-0,0031 karena memiliki harga koefisien

korelasi yang paling besar yaitu r = 0,9991.

Hubungan antara kadar etanol dengan AUC etanol/AUC butanol dapat

dilihat pada gambar 9.

Gambar 9. Hubungan antara kadar etanol dan AUC etanol/AUC butanol

2. Penentuan akurasi dan presisi

Penentuan akurasi dan presisi digunakan sebagai parameter validitas

untuk mengetahui validitas metode yang digunakan. Akurasi dari suatu metode

analisis dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) sedangkan

presisi dinyatakan dalam CV.

Penentuan akurasi dan presisi menggunakan seri konsentrasi 0,2; 2,6 dan

(62)

42

Tabel. VIII. Hasil penentuan akurasi dan presisi Konsentrasi

terhitung (%v/v)

Konsentrasi terukur

(%v/v)

Rata-rata Recovery (%) Rata-rata Recovery (%) CV (%)

0,2 0,219 109,5

0,2 0,21 105

0,2 0,214

0,214

107

107,167 2,107

2,6 2,511 96,577

2,6 2,535 97,5

2,6 2,533

2,526

97,423

96,833 0,527

5,0 5,064 101,28

5,0 5,128 102,56

5,0 5,131

5,108

102,62

102,153 0,741

Menurut Harmita, recovery yang baik berada pada rentang 98-102%.

Hasil perhitungan recovery menunjukkan hasil recovery pada penelitian ini

memenuhi syarat recovery yang baik untuk penetapan kadar etanol dengan

konsentrasi 5%. Kesalahan acak (CV) yang baik kurang dari 2%. Hasil

perhitunganCV menunjukkan bahwa konsentrasi 0,2%; 2,6% dan 5% memenuhi

syaratCVyang baik.

F. Penetapan Kadar etanol Hasil Fermentasi

Distilat yang diperoleh dari hasil distilasi ditetapkan konsentrasinya

dengan menggunakan kromatografi gas. Preparasi sampel dilakukan dengan cara

melarutkan distilat dalam heksan. Heksan digunakan untuk melarutkan sampel

karena etanol larut dalam heksan. Hasil penetapan kadar etanol hasil fermentasi

(63)

Gambar 10. Hasil penetapan kadar etanol hasil fermentasi

Berdasarkan gambar 10 diketahui waktu retensi kurva kromatografi gas

penetapan kadar etanol hasil fermentasi sama dengan waktu retensi pada kurva

kromatografi gas seri kurva baku yaitu + 190 detik. Hal ini menunjukkan sampel

yang mengandung hasil fermentasi berupa etanol.

Hasil penetapan kadar etanol hasil fermentasi adalah

Tabel IX. Hasil penetapan kadar etanol hasil fermentasi pH

konst. molase

4 4.5 5

8 11,686±2,836 15,794±3,814 7,192±1,682 16 16,473±4,503 34,612±6,850 22,912±3,494 24 30,935±2,.908 46,623±2,810 24,223±2,675

Berdasarkan hasil kadar etanol yang diperoleh dapat dibuat grafik

(64)

44

Gambar 11a Gambar 11b

Gambar 11. Hubungan konsentrasi molase (a) dan pH (b) terhadap kadar etanol

Berdasarkan gambar 11a dapat diketahui bahwa pada pH 4; 4,5 maupun 5

kadar etanol tertinggi didapatkan pada konsentrasi molase 240Brix. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa dengan adanya peningkatan konsentrasi

molase maka kadar etanol yang dihasilkan juga akan semakin besar, namun

konsentrasi molase yang terlalu tinggi dapat menghambat aktivitas S. cerevisiae

sehingga alkohol yang dihasilkan tidak optimum.

Berdasarkan gambar 11b dapat diketahui bahwa pada konsentrasi molase

8, 16, 240Brix kadar etanol tertinggi didapatkan pada pH 4,5. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa fermentasi dapat berjalan optimal pada pH 4,5.

Dominasi konsentrasi molase, pH dan interaksi keduanya terhadap kadar

etanol ditunjukkan dengan perhitungan efek.

Tabel X. Efek konsentrasi molase, pH dan interaksi keduanya dalam menentukan kadar etanol

Efek Kadar etanol

Konsentrasi molase 33.5545

pH -2.3835

Interaksi -1.109

Berdasarkan tabel X diketahui bahwa nilai efek konsentrasi molase lebih

(65)

disimpulkan konsentrasi molase merupakan faktor dominan dalam menentukan

kadar etanol.

Kadar etanol yang diperoleh dari 6 kali replikasi kemudian dilakukan

analisis statistik menggunakan uji ANOVA untuk mengetahui perbedaan

bermakna dari faktor konsentrasi molase dan faktor pH maupun interaksi

keduanya terhadap kadar etanol. Dari uji ANOVA yang dilakukan didapatkan

hasil sebagai berikut:

Tabel XI. Hasil uji ANOVA

Df SS MS F hitung F tabel

Konsentrasi molase

2 4.547,966 2.273,98 3

159,522

3,204

pH 2 2.190,187 1.095,09

3

76,822 3,204

Interaksi 4 632,531 158,134 11,093 2,579

Error 45 641,476 14,255

Total 53 8012,160

Hasil perhitungan ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% untuk respon

kadar etanol ditunjukkan pada tabel X. Hipotesis alternatif (H1) menyatakan <

Gambar

Gambar 1. Fermentasi glukosa (Anonim, 2008)
Tabel I. Komposisi molase (%)
Gambar 2. Saccharomyces cerevisiae (Anonim, 2007)
Gambar 3. Kromatografi gas (Christian, 2004)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillahirobbil alamin, dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pH dan suhu optimum yang dapat menghasilkan gula reduksi paling tinggi pada proses hidrolisis pati bekatul oleh enzim

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi penambahan inokulum Saccharomyces cerevisiae 15% (v/v) menghasilkan kadar etanol paling tinggi dibandingkan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar etanol dari hasil fermentasi berpengaruh terhadap stabilitas dari bead dimana stabilitas bead berkurang setiap akhir fermentasi begitu

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek dari kecepatan putar mixer dan waktu pencampuran atau interaksi antara keduanya yang paling berpengaruh dominan terhadap sifat fisik

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor asam tartrat, natrium bikarbonat, atau interaksi keduanya yang berpengaruh dominan terhadap sifat fisik granul, serta mengetahui

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pH dan lama fermentasi terhadap produksi bioetanol dari tetes tebu (molase) dengan cara fermentasi

Oleh karena itu, bobot kering biomassa pada hari keenam dalam kultur yang tanpa suplementasi molase mulai menurun, karena konsentrasi gula yang tersisa dalam medium telah mendekati