ARAH KEBIJAKAN & RENCANA STRATEGI INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA |III - 1
BAB III
ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA STRATEGIS INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA
3.1 Konsep Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Dalam rangka mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan
berkelanjutan, konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya
disusun dengan berlandaskan pada berbagai peraturan perundangan dan amanat
perencanaan pembangunan. Untuk mewujudkan keterpaduan pembangunan
permukiman, Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota perlu memahami
arahan kebijakan tersebut, sebagai dasar perencanaan, pemrograman, dan
pembiayaan pembangunan Bidang Cipta Karya.
Gambar 3.1 memaparkan konsep perencanaan pembangunan infrastruktur
Bidang Cipta Karya, yang membagi amanat pembangunan infrastruktur Bidang
Cipta Karya dalam 4 (empat) bagian, yaitu amanat penataan ruang/spasial, amanat
pembangunan nasional dan direktifpresiden, amanat pembangunan Bidang
Pekerjaan Umum, serta amanat internasional.
Dalam pelaksanaannya, pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya
dihadapkan pada beberapa isu strategis, antara lain bencana alam, perubahan iklim,
kemiskinan, reformasi birokrasi, kepadatan penduduk perkotaan, pengarusutamaan
gender, serta green economy. Disamping isu umum, terdapat juga permasalahan
dan potensi pada masing-masing daerah, sehingga dukungan seluruh stakeholders
ARAH KEBIJAKAN & RENCANA STRATEGI INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA |III - 2 Gambar 3.1 Konsep Perencanaan Pembangunan Infrastruktur
Bidang Cipta Karya
3.2 Amanat Pembangunan Nasional Terkait Bidang Cipta Karya
Infrastruktur permukiman memiliki fungsi strategis dalam pembangunan
nasional karena turut berperan serta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi,
mengurangi angka kemiskinan, maupun menjaga kelestarian lingkungan. Oleh sebab
itu, Ditjen Cipta Karya berperan penting dalam implementasi amanat kebijakan
pembangunan nasional.
3.2.1 Rencana pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025
RPJPN 2005-2025 yang ditetapkan melalui UU No. 17 Tahun 2007,
merupakan dokumen perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai
arah dan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang akan dilakukan
ARAH KEBIJAKAN & RENCANA STRATEGI INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA |III - 3 tersebut, ditetapkan bahwa Visi Indonesia pada tahun 2025 adalah
“Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur”. Dalam penjabarannya
RPJPN mengamanatkan beberapa hal sebagai berikut dalam pembangunan
Bidang Cipta Karya, yaitu :
a. Dalam mewujudkan Indonesia yang berdaya saing maka pembangunan
dan penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan
terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan
sektor-sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi,
pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi.
Pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan melalui pendekatan tanggap
kebutuhan (demand responsive approach) dan pendekatan terpadu
dengan sektor sumberdaya alam dan lingkungan hidup, sumber daya
air, serta kesehatan.
b. Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan
maka Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum
dan sanitasi diarahkan pada (1) peningkatan kualitas pengelolaan
aset(asset management) dalam penyediaan air minum dan sanitasi, (2)
pemenuhan kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi
masyarakat, (3) penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi
yang kredibel dan profesional, dan (4) penyediaan sumber-sumber
pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi bagi
masyarakat miskin.
c. Salah satu sasaran dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata
dan berkeadilan adalah terpenuhinya kebutuhan hunian yang
dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh
masyarakat untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh. Peran
pemerintah akan lebih difokuskan pada perumusan kebijakan
pembangunan sarana dan prasarana, sementara peran swasta dalam
penyediaan sarana dan prasarana akan makin ditingkatkanterutama
ARAH KEBIJAKAN & RENCANA STRATEGI INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA |III - 4
Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada
setiap tahapan RPJMN, yaitu:
I. RPJMN Ke-2 (2010-2014) : Daya saing perekonomian ditingkatkan
melalui percepatan pembangunan infrastruktur dengan lebih
meningkatkan kerja sama antara pemerintah dan dunia usaha dalam
pengembangan perumahan dan permukiman.
II. RPJMN Ke-3 (2015-2019) : Pemenuhan kebutuhan hunian bagi seluruh
masyarakat terus meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan
perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien, dan akuntabel.
Kondisi itu semakin mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman
kumuh.
III. RPJMN Ke-4 (2020-2024): Terpenuhinya kebutuhan hunian yang
dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung sehingga terwujud
kota tanpa permukiman kumuh.
3.2.2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014
RPJMN Tahun 2010-2014 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden No. 5 Tahun
2010 menyebutkan bahwa infrastruktur merupakan salah satu prioritas pembangunan
nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan dengan
mendorong partisipasi masyarakat dalam rangka pemenuhan hak dasar untuk tempat
tinggal dan lingkungan yang layak sesuai dengan UUD 1945 Pasal-28 H, pemerintah
memfasilitasi penyediaan perumahan bagi masyarakat berpendapatan rendah serta
memberikan dukungan penyediaan prasarana dan sarana dasar permukiman, seperti air
minum, air limbah, persampahan dan drainase.
Dokumen RPJMN juga menetapkan sasaran pembangunan infrastruktur
permukiman pada Periode Tahun 2010-2014, yaitu:
a. Tersedianya akses air minum bagi 70% penduduk pada akhir Tahun 2014, dengan
perincian akses air minum perpipaan 32% dan akses air minum non-perpipaan
ARAH KEBIJAKAN & RENCANA STRATEGI INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA |III - 5
b. Terwujudnya kondisi Stop Buang Air Besar Sembarangan (S-BABS) hingga akhir
tahun 2014, yang ditandai dengan tersedianya akses terhadap sistem pengelolaan
air limbah terpusat(off-site) bagi 10% total penduduk, baik melalui sistem
pengelolaan air limbah terpusat skala kota sebesar 5% maupun sistem pengelolaan
air limbah terpusat skala komunal sebesar 5% serta penyediaan akses dan
peningkatan kualitas sistem pengelolaan air limbah setempat (on-site) yang layak
bagi 90% total penduduk.
c. Tersedianya akses terhadap pengelolaan sampah bagi 80% rumah tangga di daerah
perkotaan.
d. Menurunnya luas genangan sebesar 22.500 Hadi 100 kawasan strategis perkotaan.
Untuk mencapai sasaran tersebut maka kebijakan pembangunan diarahkan untuk
meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap layanan air minum dan sanitasi yang
memadai, melalui:
a. Menyediakan perangkat peraturan ditingkat Pusat dan/atau Daerah,
b. Memastikan ketersediaan air baku air minum,
c. Meningkatkan prioritas pembangunan prasarana dan sarana permukiman,
d. Meningkatkan kinerja manajemen penyelenggaraan air minum, penanganan air
limbah, dan pengelolaan persampahan,
e. Meningkatkan sistem perencanaan pembangunan air minum dan sanitasi,
f. Meningkatkan cakupan pelayanan prasarana permukiman,
g. Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya perilaku hidup bersih
dan sehat (PHBS),
h. Mengembangkan alternatif sumber pendanaan bagi pembangunan infrastruktur,
i. Meningkatkan keterlibatan masyarakat dan swasta,
j. Mengurangi volume air limpasan, melalui penyediaan bidang resapan.
3.2.3 Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
Dalam rangka transformasi ekonomi menuju negara maju dengan pertumbuhan
ekonomi 7 - 9 persen per-tahun, Pemerintah menyusun MP3EI yang ditetapkan melalui
ARAH KEBIJAKAN & RENCANA STRATEGI INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA |III - 6 ekonomi dilakukan sesuai tema pembangunan masing-masing dengan prioritas pada
kawasan perhatian investasi (KPIMP3EI). Ditjen Cipta Karya diharapkan dapat
mendukung penyediaan infrastruktur permukiman pada KPI Prioritas untuk menunjang
kegiatan ekonomi dikawasan tersebut. Kawasan Perhatian Investasi atau KPI dalam
MP3EI adalah satu atau lebih kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat atau
terhubung dengan satu atau lebih faktor konektivitas dan SDM IPTEK. Pendekatan KPI
dilakukan untuk mempermudah identifikasi, pemantauan, dan evaluasi atas kegiatan
ekonomi atau sentra produksi yang terikat dengan faktor konektivitas dan SDM IPTEK
yang sama.
Gambar 3.2 Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
3.2.4 Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan Indonesia (MP3KI)
Sesuai dengan agenda RPJMN Tahun 2010-2014, pertumbuhan ekonomi perlu
diimbangi dengan upaya pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. Untuk itu, telah
ditetapkan MP3KI dimana semua upaya penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk
ARAH KEBIJAKAN & RENCANA STRATEGI INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA |III - 7 tingkat kemiskinan disemua daerah dan disemua kelompok masyarakat. Dalam mencapai
misi penanggulangan kemiskinan pada Tahun 2025, MP3KI bertumpu pada sinergi dari
tiga strategi utama, yaitu:
a. Mewujudkan sistem perlindungan sosial nasional yang menyeluruh, terintegrasi,
dan mampu melindungi masyarakat dari kerentanan dan goncangan,
b. Meningkatkan pelayanan dasar bagi penduduk miskin dan rentan sehingga dapat
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar dan meningkatkan kualitas sumber daya
manusia di masa mendatang,
c. Mengembangkan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood) masyarakat
miskin dan rentan melalui berbagai kebijakan dan dukungan ditingkat lokal dan
regional dengan memperhatikan aspek.
Kementerian Pekerjaan Umum, khususnya Ditjen Cipta Karya, berperan penting
dalam pelaksanaan MP3KI, terutama terkait dengan pelaksanaan program
pemberdayaan masyarakat (PNPM- Perkotaan/P2KP, PPIP, Pamsimas, Sanimas dsb.) serta
Program Pro Rakyat.
3.2.5 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
UU No. 39 Tahun 2009 menjelaskan bahwa Kawasan Ekonomi Khusus adalah
kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan
memperoleh fasilitas tertentu. KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang
memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung
kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi
tinggi dan daya saing-internasional. Di samping zona ekonomi, KEK juga dilengkapi zona
fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja. Ditjen Cipta Karya dalam hal ini
diharapkan dapat mendukung infrastruktur permukiman pada kawasan tersebut sehingga
menunjang kegiatan ekonomi di KEK.
3.2.6 Direktif Presiden Program Pembangunan Berkeadilan
Dalam Inpres No. 3 Tahun 2010, Presiden RI mengarahkan seluruh Kementerian,
ARAH KEBIJAKAN & RENCANA STRATEGI INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA |III - 8 meliputi Program Pro Rakyat, keadilan untuk semua, dan Program Pencapaian MDGs.
Ditjen Cipta Karya memiliki peranan penting dalam pelaksanaan Program Pro Rakyat
terutama program air bersih untuk rakyat dan program peningkatan kehidupan
masyarakat perkotaan. Sedangkan dalam pencapaian MDGs, Ditjen Cipta Karya
berperan dalam peningkatan akses pelayanan air minum dan sanitasi yang layak serta
pengurangan permukiman kumuh.
3.3 Peraturan Perundang undangan terkait Bidang Cipta Karya
Ditjen Cipta Karya dalam melakukan tugas dan fungsinya selalu dilandasi peraturan
perundangan yang terkait dengan bidang Cipta Karya, antara lain:
3.3.1 Undang-Undang Terkait Bidang Cipta Karya
Beberapa Undang-Undang yang terkait dengan Bidang Ke-Cipta Karya-an antara
lain sebagai berikut :
1. UU No. 02 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk
Kepentingan Umum
2. UU No. 01 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
3. UU No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun
4. UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
5. UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah
6. UU No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
7. UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal
8. UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penetaan Ruang
9. UU No. 07 Tahun 2004 Tentang Sumber daya Air
10. UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
11. UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
12. UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemeritah Pusat
dan Pemerintah Daerah
13. UU No. 38 Tahun 2004 Tentang Jalan
ARAH KEBIJAKAN & RENCANA STRATEGI INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA |III - 9 3.3.2 Peraturan Pemerintah Terkait Bidang Cipta Karya
Beberapa peraturan pemerintah terkait Bidang Ke-Cipta Karya-an antara lain :
1. PP No. 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah tangga dan Sampah
Sejenis Sampah Rumah Tangga
2. PP No. 30 Tahun 2011 Tentang Pinjaman Daerah
3. PP No. 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
4. PP No.34 Tahun 2009 TentangPedoman Pengelolaan Kawasan Perkotaan
5. PP No. 07 Tahun 2008 Tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
6. PP No. 42 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Air
7. PP No. 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
8. PP No. 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
9. PP No. 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah
10. PP No.02 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau
Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri
11. PPNo. 06 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara atau Daerah
12. PP No. 05 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan
13. PP No. 16 Tahun 2005 Tentang Pengembangan SPAM
14. PP No. 36 Tahun 2005 Tentang Peraturan Pelaksanaan UUBG
15. PP No. 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
16. PP No. 65 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyusunan Penerapan Sistem
Penyediaan Air Minum
3.3.3 Peraturan Presiden Terkait Bidang Cipta Karya
Beberapa Peraturan Presiden terkait Bidang Ke-Cipta Karya-an antara lain sebagai
berikut :
1. Perpres No. 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha
ARAH KEBIJAKAN & RENCANA STRATEGI INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA |III - 10
2. Perpres No. 05 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional Tahun 2010-2014
3. Perpres No. 13 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peratusan Presiden No.67
Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam
Penyediaan Infrastruktur
4. Perpres No. 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi Tahun
2010-2025
5. Perpres No. 56 Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua No. 67 Tahun 2005 Tentang
Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalm Penyediaan
6. Perpres No 32 Tahun 2011 Tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia
7. Perpres No. 61 Tahun 2011 Tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas
Rumah Kaca.
3.3.4 Peraturan Menteri
Beberapa Peraturan Menteri terkait Bidang Ke-Cipta Karya-an antara lain
sebagai berikut :
I. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (Permen PU)
1. Permen PU No. 14/PRT/M/2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan
Kementeerian PU yang merupakan kewenangan pemerintah dan dilaksanakan
sendiri
2. Permen PU No. 02/PRT/M/2010 Tentang Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan
Umum Tahun 2010-2014
3. Permen PU No. 12/PRT/M/2010 Tentang Pedoman Kerjasama Pengusahaan
Pengembangan SPAM
4. Permen PU No. 14/PRT/M/2010 Tentang SPM Bidang Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang
5. Permen PU No. 15/PRT/M/2010 Tentang Penggunaan DAK Bidang Infrastruktur
6. Permen PU No. 16/PRT/M/2010 Tentang Pedoman Teknis Pemeriksaan Berkala
ARAH KEBIJAKAN & RENCANA STRATEGI INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA |III - 11
7. Permen PU No. 11/PRT/M/2009 Tentang Penyelenggaraan Perngembangan SPAM
Bukan Jaringan Perpipaan
8. Permen PU No. 10/PRT/M/2008 Tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha dan/atau
Kegiatan Bidang PU yang wajib dilengkapi dengan UKL dan UPL.
9. Permen PU No. 16/PRT/M/2008 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Permukiman (KSNP-SPALP)
10. Permen PU No. 06/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Umum Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan
11. Permen PU No. 18/PRT/M/2007 Tentang Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air
Minum
12. Permen PU No. 20/PRT/M/2006 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (KSNP-SPAM)
13. Permen PU No. 21/PRT/M/2006 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP)
14. Permen PU No. 16/PRT/M/2008 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan Perotaan (KSNP-Kota)
II. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH)
1. Permen LH No.05 Tahun 2012 Tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan
Wajib AMDAL
2. Permen LH No. 09 Tahun 2011 Tentang Pedoman Umum KLHS
3. Permen LH No. 13 Tahun 2010 Tentang UKL-UPL dan SPPLH
4. Permen LH No.14 Tahun 2010 Tentang Dokumen Lingkungan Hidup Bagi Usaha
dan/atau Kegiatan yang telah memiliki usaha dan/atau Kegiatan tetapi belum
memiliki dokumen Lingkungan Hidup
III. Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri)
1. Permendagri No. 57 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan Perkotaan
2. Permendagri No. 33 Tahun2008 Tentang Pedoman Hubungan Kerja Organisasi
Perangkat Daerah dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
3. Permendagri No. 57 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi
ARAH KEBIJAKAN & RENCANA STRATEGI INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA |III - 12
4. Permendagri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
yang direvisi menjadi Permendagri No. 59 tahun 2007
IV. Peraturan Kementerian Lainnya Yang Terkait
1. Peraturan Kepala Bappenas No. 3 Tahun 2012 Tentang Panduan Umum
Pelaksanaan KPS dalam Pembangunan Infrastruktur
2. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010 Tentang Persyaratan
Kualitas Air Minum
3. Keputusan Menteri PAN No. KEP/75/M.PAN/7/2004 Tentang Pedoman
Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja dalam Rangka
Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil.
3.3.5 Peraturan Daerah Terkait Bidang Cipta Karya
Adapun beberapa peraturan daerah provinsi terkait Bidang ke-Cipta Karya-an
adalah sebagai berikut :
1. Perda No.04 Tahun 2011 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menegah Daerah
Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2011-2016
2. Perda No. 10 Tahun 2011 Tentang Sistem Perencanaan dan Pembangunan Daerah
3. Perda No.06 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil
4. Perda No.05 Tahun 2006 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menegah Daerah
Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2011-2016
5. Perda No.02 Tahun 2004 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi
Tengah
3.3.6 Peraturan Gubernur
Adapun beberapa peraturan gubernur yang terkait Bidang ke-Cipta Karya-an
adalah sebagai berikut :
1. Pergub No.11 Tahun 2013 Tentang Uraian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Cipta
Karya Perumahan dan Tata Ruang Daerah Propinsi Sulawesi Tengah
ARAH KEBIJAKAN & RENCANA STRATEGI INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA |III - 13
3. Pergub No.53 Tahun 2012 Tentang Kebijakan Daerah Pengelolaan Sumber Daya Air
Propinsi Sulawesi Tengah Tahun 2013-2032.
4. Pergub No.04 Tahun 2010 Pedoman Pelaksanaan Program Pengembangan Wilayah
Perdesaan (PPWP) di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2010
5. Pergub No. 17 Tahun 2009 Tentang Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Pekerjaan
Umum Daerah Provinsi Sulawesi Tengah
6. Pergub No. 61 Tahun 2009 Tentang UPT Dinas Pekerjaan Umum Daerah Provinsi
Sulawesi Tengah
7. Pergub No. 03 Tahun 2007 Tentang Pembentukan UPT Balai Pengelolaan Sumber
Daya Air pada Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah Provinsi Sulawesi Tengah
8. Pergub No. 05 Tahun 2006 Tentang Petunjuk Operasional Substansi Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Tengah
3.3.7 Peraturan Daerah Kabupten Banggai Kepulauan
Adapun beberapa Peraturan Daerah terkait Bidang ke-Cipta Karya-an di
Kabupaten Parigi Moutong adalah sebagai berikut :
1. Perda RTRW No. 01 Tahun 2016 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Banggai Kepulauan
2. Perda No. 07 Tahun 2012 Tentang Pajak Daerah
3. Perda No. 08 Tahun 2012 Tentang Retribusi Jasa Umum
4. Perda No. 09 Tahun 2012 Tentang Retribusi Jasa Usaha
5. Perda No. 10 Tahun 2012 Tentang Retribusi Perizinan Tertentu
3.4 Amanat Internasional
Pemerintah Indonesia secara aktif terlibat dalam dialog internasional dan
perumusan kesepakatan bersama dibidang permukiman. Beberapa amanat internasional
yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kebijakan dan program Bidang Cipta
ARAH KEBIJAKAN & RENCANA STRATEGI INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA |III - 14 3.4.1 Agenda Habitat
Pada Tahun 1996, di Kota Istanbul Turki diselenggarakan Konferensi Habitat II
sebagai kelanjutan dari Konferensi Habitat I di Vancouver Tahun 1976. Konferensi
tersebut menghasilkan Agenda Habitat, yaitu dokumen kesepakatan prinsip dan sasaran
pembangunan permukiman yang menjadi panduan bagi negara-negara dunia dalam
menciptakan permukiman yang layak dan berkelanjutan. Salah satu pesan inti yang
menjadi komitmen negara-negara dunia, termasuk Indonesia, adalah penyediaan tempat
hunian yang layak bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali, serta meningkatkan akses air
minum, sanitasi, dan pelayanan dasar terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah
dan kelompok rentan.
3.4.2 Konferensi Rio +20
Pada Juni Tahun 2012, di Kota Rio de Janeiro, Brazil, diselenggarakan KTT
Pembangunan Berkelanjutan atau lebih dikenal dengan KTT Rio-20. Konferensi tersebut
menyepakati dokumen The Future We Want yang menjadi arahan bagi pelaksanaan
pembangunan berkelanjutan ditingkat global, regional,dan nasional. Dokumen memuat
kesepahaman pandangan terhadap masa depan yang diharapkan oleh dunia (common
vision) dan penguatan komit menuntuk menuju pembangunan berkelanjutan dengan
memperkuat penerapan Rio-Declaration 1992 dan Johannesburg Planof Implementation
2002.
Dalam dokumenThe Future We Want, terdapat 3 (tiga) isu utama bagi pelaksanaan
pembangunan berkelanjutan, yaitu: (i) Ekonomi Hijau dalam konteks pembangunan
berkelanjutan dan pengentasan kemiskinan, (ii) pengembangan kerangka kelembagaan
pembangunan berkelanjutan tingkat global, serta (iii) kerangka aksi dan instrumen
pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Kerangka aksi tersebut termasuk penyusunan
Sustainable Development Goals (SDGs) post-2015 yang mencakup 3 pilar pembangunan
berkelanjutan secara inklusif, yang terinspirasi dari penerapan Millennium Development
Goals (MDGs). Bagi Indonesia, dokumen ini akan menjadi rujukan dalam pelaksanaan
ARAH KEBIJAKAN & RENCANA STRATEGI INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA |III - 15 Jangka Menengah Nasional 2014-2019, dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (2005-2025).
3.4.3 Millenium Development Goals
Pada Tahun 2000, Indonesia bersama 189 negara lain menyepakati Deklarasi
Millenium sebagai bagian dari komitmen untuk memenuhi tujuan dan sasaran
pembangunan millennium (Millenium Development Goals). Konsisten dengan itu,
Pemerintah Indonesia telah mengarus utamakan MDGs dalam pembangunan sejak tahap
perencanaan sampai pelaksanaannya sebagaimana dinyatakan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025, Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional 2010-2014 serta Rencana Kerja Tahunan berikut dokumen penganggarannya.
Sesuai tugas dan fungsinya, Ditjen Cipta Karya memiliki kepentingan dalam
pemenuhan target 7C yaitu menurunkan hingga setengahnya proporsi rumah tangga
tanpa akses-berkelanjutan terhadap sumber air minum layak dan fasilitas sanitasi dasar
layak hingga Tahun 2015. Di bidang air minum, cakupan pelayan air minum saat ini
(Tahun 2013) adalah 61,83%, sedangkan targetcakupan pelayanan adalah 68,87% yang
perlu dicapai pada Tahun 2015. Di samping itu, akses sanitasi yang layak saat ini baru
mencapai 58,60%, masih kurang dibandingkan target 2015 yaitu 62,41%. Selain itu,
Ditjen Cipta Karya juga turut berperan serta dalam pemenuhan target 7D yaitu mencapai
peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin dipermukiman kumuh
(minimal 100 juta) pada Tahun 2020. Pemerintah Indonesia menargetkan luas
permukiman kumuh 6%, padahal data terakhir (Tahun 2009) proporsi penduduk kumuh
mencapai 12,57%.
Untuk memenuhi target MDGs di bidang permukiman, diperlukan perhatian khusus
dari seluruh pemangku kepentingan, baik ditingkat pusat maupun daerah. Oleh karena
itu, pemerintah kabupaten/kota perlu melakukan optimalisasi kegiatan penyediaan
ARAH KEBIJAKAN & RENCANA STRATEGI INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA |III - 16 3.4.4 Agenda pembangunan Pasca 2015
Pada Juli 2012, Sekjen PBB membentuk sebuah Panel Tingkat Tinggi untuk
memberi masukan kerangka kerja agenda pembangunan global pasca 2015. Panel ini
diketuai bersama oleh Presiden Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden
Ellen Johnson Sirleaf dari Liberia, dan Perdana Menteri David Cameron dari Inggris, dan
beranggotakan 24 orang dari berbagai negara. Pada Mei 2013, panel tersebut
mempublikasikan laporannya kepada Sekretaris Jenderal PBB berjudul “A New Global
Partnership : Eradicate Poverty and Transform Economies Through Sustainable Development”. Isinya adalah rekomendasi arahan kebijakan pembangunan global
pasca-2015 yang dirumuskan berdasarkan tantangan pembangunan baru, sekaligus pelajaran
yang diambil dari implementasi MDGs. Dalam dokumen tersebut, dijabarkan 12 sasaran
indikatif pembangunan global pasca 2015, sebagai berikut:
a. Mengakhiri kemiskinan
b. Memberdayakan perempuan dan anak serta mencapai kesetaraan gender
c. Menyediakanpendidikanyangberkualitasdanpembelajaranseumurhidup
d. Menjamin kehidupan yang sehat
e. Memastikan ketahanan pangan dan gizi yang baik
f. Mencapai akses universal ke Air Minum dan Sanitasi
g. Menjamin energi yang berkelanjutan
h. Menciptakan lapangan kerja, mata pencaharian berkelanjutan, dan pertumbuhan
berkeadilan
i. Mengelola aset sumber daya alam secara berkelanjutan
j. Memastikan tata kelola yang baik dan kelembagaan yang efektif
k. Memastikan masyarakat yang stabil dan damai
l. Menciptakan sebuah lingkungan pemungkin global dan mendorong pembiayaan
jangka panjang.
Dari sasaran indikatif tersebut, Ditjen Cipta karya berkepentingan dalam
pencapaian sasaran yaitu mencapai akses universal ke air minum dan sanitasi. Adapun
target yang diusulkan dalam pencapaian sasaran tersebut adalah:
ARAH KEBIJAKAN & RENCANA STRATEGI INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA |III - 17 sekolah, puskesmas, dan kamp pengungsi.
b. Mengakhiri buang air besar sembarangan dan memastikan akses universal ke sanitasi
di sekolah dan di tempat kerja, dan meningkatkan akses sanitasi dirumah tangga
sebanyak x%,
c. Menyesuaikan kuantitas air baku (fresh water with drawals) dengan pasokan air
minum, serta meningkatkan efisiensi air untuk pertanian sebanyak x%, industri
sebanyak y% dan daerah-daerah perkotaan sebanyak z%,
d. Mendaur ulang atau mengolah semua limbah cair dari daerah perkotaan dan dari
industri sebelum dilepaskan.
Selain memperhatikan sasaran dan target indikatif, dokumen laporan tersebut juga
menekankan pentingnya kemitraan baik secara global maupun lokal antar pemangku
kepentingan pembangunan. Kemitraan yang dimaksud memiliki prinsip inklusif, terbuka,
dan akuntabel dimana seluruh pihak duduk bersama-sama untuk bekerja bukan tentang
bantuan saja, melainkan juga mendiskusikan kerangka kebijakan untuk mencapai
pembangunan berkelanjutan.