• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSELING DAN TES HIV ATAS INISIASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KONSELING DAN TES HIV ATAS INISIASI"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

ii PEDOMAN PENERAPAN

KONSELING DAN TES HIV ATAS INISIASI PETUGAS KESEHATAN

KATA PENGANTAR KETUA UMUM PB IDI

Masalah HIV AIDS di Indonesia adalah salah satu masalah kesehatan nasional yang memerlukan penanganan bersama secara komprehensif. Sejak 10 tahun terakhir, jumlah kasus AIDS di Indonesia mengalami lonjakan yang bermakna. Hal ini menuntut perhatian semua pihak, terutama para tenaga kesehatan yang memberikan layanan kesehatan bagi pasien HIV AIDS. Salah satu bentuk layanan tersebut adalah konseling dan tes HIV yang bertujuan tidak hanya untuk menegakkan diagnosis namun juga memberikan konseling untuk mendapatkan terapi dan menangani berbagai masalah yang dihadapi oleh pasien.

Layanan tes dan konseling HIV saat ini masih dilakukan dalam bentuk Konseling dan Tes HIV Sukarela (Voluntary HIV Counselling and Testing/VCT), yang dilakukan di sarana kesehatan (RS, Puskesmas dan Klinik) maupun di LSM peduli AIDS. Hingga tahun 2008 telah terdapat 468 pusat layanan untuk VCT di 133 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Jumlah cakupan layanan tersebut masih tergolong rendah untuk menjangkau populasi berisiko dan mengetahui status HIV mereka. Peran tenaga kesehatan (dokter, perawat dan bidan) dalam melakukan deteksi HIV menjadi semakin penting karena banyak ODHA yang membutuhkan layanan medis dan belum diketahui status HIV-nya. Layanan PITC (Provider Initiated Testing and Counselling) memudahkan dan mempercepat diagnosis, penatalaksanaan, dan sudah berkembang luas di sejumlah negara dengan tingkat epidemi HIV yang tinggi.

Oleh karena itu Organisasi Profesi Kesehatan (IDI, IBI, PPNI, ISFI, IAKMI) membantu Kementerian Kesehatan menyusun panduan ringkas untuk membantu tenaga kesehatan dalam melakukan konseling dan tes HIV bagi klien atau pasien. Kami berharap melalui panduan ini, tenaga kesehatan tidak akan ragu dalam mendorong pasien untuk tes HIV sehingga stigma/ diskriminasi tidak lagi ada dalam pelayanan kesehatan.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan panduan ini dan juga kepada pihak GF-ATM yang telah mendukung kegiatan ini.

Ketua Umum PB IDI

Dr. Prijo Sidipratomo, Sp.Rad(K)

ii PEDOMAN PENERAPAN

KONSELING DAN TES HIV ATAS INISIASI PETUGAS KESEHATAN

KA

T

A

PENGANT

AR

KETU

A

UMUM

PB

IDI

Masalah HIV AIDS di Indonesia adalah salah satu masalah kesehatan nasional yang memerlukan penanganan bersama secara komprehensif. Sejak 10 tahun terakhir, jumlah kasus AIDS di Indonesia mengalami lonjakan yang bermakna. Hal ini menuntut perhatian semua pihak, terutama para tenaga kesehatan yang memberi kan layanan kesehatan bagi pasien HIV AIDS. Salah satu bentuk layanan tersebut adalah konseling dan tes HIV yang bertujuan tidak hanya untuk menegakkan diagnosis namun juga memberi kan konseling untuk mendapatkan terapi dan menangani berbagai masalah yang dihadapi oleh pasien.

Layanan tes dan konseling HIV saat ini masih dilakukan dalam bentuk Konseling dan Tes HIV Sukarela (Voluntar y HIV Counselling and Testing/VC T), yang di lakukan di sarana kesehatan (RS, Puskesmas dan Klinik) maupun di LSM peduli AIDS. Hingga tahun 2008 telah terdapat 468 pusat layanan untuk VCT di 133 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Jumlah cakupan layanan tersebut masih tergolong rendah untuk menjangkau populasi berisiko dan mengetahui status HIV mereka. Peran tenaga kesehatan (dokter, perawat dan bidan) dalam melakukan deteksi HIV menjadi semakin penting karena banyak ODHA yang membutuhkan layanan medis dan belum diketahui status HIV-nya. Layanan PITC (Provider

I n i t i a t e d Te s t i n g a n d C o u n s e l l i n g ) m e m u d a h k a n d a n m e m p e r c e p a t d i a g n o s i s ,

penatalaksanaan, dan sudah berkembang luas di sejumlah negara dengan tingkat epidemi HIV yang tinggi.

Oleh karena itu Organisasi Profesi Kesehatan (IDI, IBI, PPNI, ISFI, I AKMI) membantu Kementerian Kesehatan menyusun panduan ringkas untuk membantu tenaga kesehatan dalam melakukan konseling dan tes HIV bagi klien atau pasien. Kami berharap melalui panduan ini, tenaga kesehatan tidak akan ragu dalam mendorong pasien untuk tes HIV sehingga stigma/ diskriminasi tidak lagi ada dalam pelayanan kesehatan.

Kami ucapk an terima k as i h kepada s emua pi hak yang telah berkontri bus i dalam penyusunan panduan ini dan juga kepada pihak GF-ATM yang telah mendukung kegiatan ini.

Ketua Umum PB IDI

Dr. Prijo Sidipratomo, Sp.Rad(K)

46 PEDOMAN PENERAPAN

KONSELING DAN TES HIV ATAS INISIASI PETUGAS KESEHATAN

CATATAN

ii PEDOMAN PENERAPAN

KONSELING DAN TES HIV ATAS INISIASI PETUGAS KESEHATAN

KA

T

A

PENGANT

AR

KETU

A

UMUM

PB

IDI

Masalah HIV AIDS di Indonesia adalah salah satu masalah kesehatan nasional yang memerlukan penanganan bersama secara komprehensif. Sejak 10 tahun terakhir, jumlah kasus AIDS di Indonesia mengalami lonjakan yang bermakna. Hal ini menuntut perhatian semua pihak, terutama para tenaga kesehatan yang memberi kan layanan kesehatan bagi pasien HIV AIDS. Salah satu bentuk layanan tersebut adalah konseling dan tes HIV yang bertujuan tidak hanya untuk menegakkan diagnosis namun juga memberi kan konseling untuk mendapatkan terapi dan menangani berbagai masalah yang dihadapi oleh pasien.

Layanan tes dan konseling HIV saat ini masih dilakukan dalam bentuk Konseling dan Tes HIV Sukarela (Voluntar y HIV Counselling and Testing/VC T), yang di lakukan di sarana kesehatan (RS, Puskesmas dan Klinik) maupun di LSM peduli AIDS. Hingga tahun 2008 telah terdapat 468 pusat layanan untuk VCT di 133 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Jumlah cakupan layanan tersebut masih tergolong rendah untuk menjangkau populasi berisiko dan mengetahui status HIV mereka. Peran tenaga kesehatan (dokter, perawat dan bidan) dalam melakukan deteksi HIV menjadi semakin penting karena banyak ODHA yang membutuhkan layanan medis dan belum diketahui status HIV-nya. Layanan PITC (Provider

I n i t i a t e d Te s t i n g a n d C o u n s e l l i n g ) m e m u d a h k a n d a n m e m p e r c e p a t d i a g n o s i s ,

penatalaksanaan, dan sudah berkembang luas di sejumlah negara dengan tingkat epidemi HIV yang tinggi.

Oleh karena itu Organisasi Profesi Kesehatan (IDI, IBI, PPNI, ISFI, I AKMI) membantu Kementerian Kesehatan menyusun panduan ringkas untuk membantu tenaga kesehatan dalam melakukan konseling dan tes HIV bagi klien atau pasien. Kami berharap melalui panduan ini, tenaga kesehatan tidak akan ragu dalam mendorong pasien untuk tes HIV sehingga stigma/ diskriminasi tidak lagi ada dalam pelayanan kesehatan.

Kami ucapk an terima k as i h kepada s emua pi hak yang telah berkontri bus i dalam penyusunan panduan ini dan juga kepada pihak GF-ATM yang telah mendukung kegiatan ini.

Ketua Umum PB IDI

Dr. Prijo Sidipratomo, Sp.Rad(K)

ii PEDOMAN PENERAPAN

KONSELING DAN TES HIV ATAS INISIASI PETUGAS KESEHATAN

KATA PENGANTAR KETUA UMUM PB IDI

Masalah HIV AIDS di Indonesia adalah salah satu masalah kesehatan nasional yang memerlukan penanganan bersama secara komprehensif. Sejak 10 tahun terakhir, jumlah kasus AIDS di Indonesia mengalami lonjakan yang bermakna. Hal ini menuntut perhatian semua pihak, terutama para tenaga kesehatan yang memberikan layanan kesehatan bagi pasien HIV AIDS. Salah satu bentuk layanan tersebut adalah konseling dan tes HIV yang bertujuan tidak hanya untuk menegakkan diagnosis namun juga memberikan konseling untuk mendapatkan terapi dan menangani berbagai masalah yang dihadapi oleh pasien.

Layanan tes dan konseling HIV saat ini masih dilakukan dalam bentuk Konseling dan Tes HIV Sukarela (Voluntary HIV Counselling and Testing/VCT), yang dilakukan di sarana kesehatan (RS, Puskesmas dan Klinik) maupun di LSM peduli AIDS. Hingga tahun 2008 telah terdapat 468 pusat layanan untuk VCT di 133 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Jumlah cakupan layanan tersebut masih tergolong rendah untuk menjangkau populasi berisiko dan mengetahui status HIV mereka. Peran tenaga kesehatan (dokter, perawat dan bidan) dalam melakukan deteksi HIV menjadi semakin penting karena banyak ODHA yang membutuhkan layanan medis dan belum diketahui status HIV-nya. Layanan PITC (Provider Initiated Testing and Counselling) memudahkan dan mempercepat diagnosis, penatalaksanaan, dan sudah berkembang luas di sejumlah negara dengan tingkat epidemi HIV yang tinggi.

Oleh karena itu Organisasi Profesi Kesehatan (IDI, IBI, PPNI, ISFI, IAKMI) membantu Kementerian Kesehatan menyusun panduan ringkas untuk membantu tenaga kesehatan dalam melakukan konseling dan tes HIV bagi klien atau pasien. Kami berharap melalui panduan ini, tenaga kesehatan tidak akan ragu dalam mendorong pasien untuk tes HIV sehingga stigma/ diskriminasi tidak lagi ada dalam pelayanan kesehatan.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan panduan ini dan juga kepada pihak GF-ATM yang telah mendukung kegiatan ini.

Ketua Umum PB IDI

Dr. Prijo Sidipratomo, Sp.Rad(K) TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

i MODUL BAGI PESERTA

KONSELING DAN TES HIV ATAS INISIASI

Direkorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan RI, 2010

PEDOMAN PENERAPAN

PETUGAS KESEHATAN

616.979.2

Ind t

TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

i MODUL BAGI PESERTA

KONSELING DAN TES HIV ATAS INISIASI

Direkorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan RI, 2010

PEDOMAN PENERAPAN

PETUGAS KESEHATAN

616.979.2

Ind t

i MODUL BAGI PESERTA

KONSELING DAN TES HIV ATAS INISIASI

Direkorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan RI, 2010

PEDOMAN PENERAPAN

PETUGAS KESEHATAN

616.979.2 Ind t

TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

i MODUL BAGI PESERTA

KONSELING DAN TES HIV ATAS INISIASI

Direkorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan RI, 2010

PEDOMAN PENERAPAN

PETUGAS KESEHATAN

616.979.2

Ind t

(2)

ii PEDOMAN PENERAPAN

KONSELING DAN TES HIV ATAS INISIASI PETUGAS KESEHATAN

KATA PENGANTAR KETUA UMUM PB IDI

Masalah HIV AIDS di Indonesia adalah salah satu masalah kesehatan nasional yang memerlukan penanganan bersama secara komprehensif. Sejak 10 tahun terakhir, jumlah kasus AIDS di Indonesia mengalami lonjakan yang bermakna. Hal ini menuntut perhatian semua pihak, terutama para tenaga kesehatan yang memberikan layanan kesehatan bagi pasien HIV AIDS. Salah satu bentuk layanan tersebut adalah konseling dan tes HIV yang bertujuan tidak hanya untuk menegakkan diagnosis namun juga memberikan konseling untuk mendapatkan terapi dan menangani berbagai masalah yang dihadapi oleh pasien.

Layanan tes dan konseling HIV saat ini masih dilakukan dalam bentuk Konseling dan Tes HIV Sukarela (Voluntary HIV Counselling and Testing/VCT), yang dilakukan di sarana kesehatan (RS, Puskesmas dan Klinik) maupun di LSM peduli AIDS. Hingga tahun 2008 telah terdapat 468 pusat layanan untuk VCT di 133 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Jumlah cakupan layanan tersebut masih tergolong rendah untuk menjangkau populasi berisiko dan mengetahui status HIV mereka. Peran tenaga kesehatan (dokter, perawat dan bidan) dalam melakukan deteksi HIV menjadi semakin penting karena banyak ODHA yang membutuhkan layanan medis dan belum diketahui status HIV-nya. Layanan PITC (Provider Initiated Testing and Counselling) memudahkan dan mempercepat diagnosis, penatalaksanaan, dan sudah berkembang luas di sejumlah negara dengan tingkat epidemi HIV yang tinggi.

Oleh karena itu Organisasi Profesi Kesehatan (IDI, IBI, PPNI, ISFI, IAKMI) membantu Kementerian Kesehatan menyusun panduan ringkas untuk membantu tenaga kesehatan dalam melakukan konseling dan tes HIV bagi klien atau pasien. Kami berharap melalui panduan ini, tenaga kesehatan tidak akan ragu dalam mendorong pasien untuk tes HIV sehingga stigma/ diskriminasi tidak lagi ada dalam pelayanan kesehatan.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan panduan ini dan juga kepada pihak GF-ATM yang telah mendukung kegiatan ini.

Ketua Umum PB IDI

Dr. Prijo Sidipratomo, Sp.Rad(K)

KONSELING DAN TES HIV ATAS INISIASI PETUGAS KESEHATAN

KA

T

A

PENGANT

AR

KETU

A

UMUM

PB

IDI

Masalah HIV AIDS di Indonesia adalah salah satu masalah kesehatan nasional yang memerlukan penanganan bersama secara komprehensif. Sejak 10 tahun terakhir, jumlah kasus AIDS di Indonesia mengalami lonjakan yang bermakna. Hal ini menuntut perhatian semua pihak, terutama para tenaga kesehatan yang memberi kan layanan kesehatan bagi pasien HIV AIDS. Salah satu bentuk layanan tersebut adalah konseling dan tes HIV yang bertujuan tidak hanya untuk menegakkan diagnosis namun juga memberi kan konseling untuk mendapatkan terapi dan menangani berbagai masalah yang dihadapi oleh pasien.

Layanan tes dan konseling HIV saat ini masih dilakukan dalam bentuk Konseling dan Tes HIV Sukarela (Voluntar y HIV Counselling and Testing/VC T), yang di lakukan di sarana kesehatan (RS, Puskesmas dan Klinik) maupun di LSM peduli AIDS. Hingga tahun 2008 telah terdapat 468 pusat layanan untuk VCT di 133 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Jumlah cakupan layanan tersebut masih tergolong rendah untuk menjangkau populasi berisiko dan mengetahui status HIV mereka. Peran tenaga kesehatan (dokter, perawat dan bidan) dalam melakukan deteksi HIV menjadi semakin penting karena banyak ODHA yang membutuhkan layanan medis dan belum diketahui status HIV-nya. Layanan PITC (Provider

I n i t i a t e d Te s t i n g a n d C o u n s e l l i n g ) m e m u d a h k a n d a n m e m p e r c e p a t d i a g n o s i s ,

penatalaksanaan, dan sudah berkembang luas di sejumlah negara dengan tingkat epidemi HIV yang tinggi.

Oleh karena itu Organisasi Profesi Kesehatan (IDI, IBI, PPNI, ISFI, I AKMI) membantu Kementerian Kesehatan menyusun panduan ringkas untuk membantu tenaga kesehatan dalam melakukan konseling dan tes HIV bagi klien atau pasien. Kami berharap melalui panduan ini, tenaga kesehatan tidak akan ragu dalam mendorong pasien untuk tes HIV sehingga stigma/ diskriminasi tidak lagi ada dalam pelayanan kesehatan.

Kami ucapk an terima k as i h kepada s emua pi hak yang telah berkontri bus i dalam penyusunan panduan ini dan juga kepada pihak GF-ATM yang telah mendukung kegiatan ini. KONSELING DAN TES HIV ATAS INISIASI PETUGAS KESEHATAN

KA

T

A

PENGANT

AR

KETU

A

UMUM

PB

IDI

Masalah HIV AIDS di Indonesia adalah salah satu masalah kesehatan nasional yang memerlukan penanganan bersama secara komprehensif. Sejak 10 tahun terakhir, jumlah kasus AIDS di Indonesia mengalami lonjakan yang bermakna. Hal ini menuntut perhatian semua pihak, terutama para tenaga kesehatan yang memberi kan layanan kesehatan bagi pasien HIV AIDS. Salah satu bentuk layanan tersebut adalah konseling dan tes HIV yang bertujuan tidak hanya untuk menegakkan diagnosis namun juga memberi kan konseling untuk mendapatkan terapi dan menangani berbagai masalah yang dihadapi oleh pasien.

Layanan tes dan konseling HIV saat ini masih dilakukan dalam bentuk Konseling dan Tes HIV Sukarela (Voluntar y HIV Counselling and Testing/VC T), yang di lakukan di sarana kesehatan (RS, Puskesmas dan Klinik) maupun di LSM peduli AIDS. Hingga tahun 2008 telah terdapat 468 pusat layanan untuk VCT di 133 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Jumlah cakupan layanan tersebut masih tergolong rendah untuk menjangkau populasi berisiko dan mengetahui status HIV mereka. Peran tenaga kesehatan (dokter, perawat dan bidan) dalam melakukan deteksi HIV menjadi semakin penting karena banyak ODHA yang membutuhkan layanan medis dan belum diketahui status HIV-nya. Layanan PITC (Provider

I n i t i a t e d Te s t i n g a n d C o u n s e l l i n g ) m e m u d a h k a n d a n m e m p e r c e p a t d i a g n o s i s ,

penatalaksanaan, dan sudah berkembang luas di sejumlah negara dengan tingkat epidemi HIV yang tinggi.

Oleh karena itu Organisasi Profesi Kesehatan (IDI, IBI, PPNI, ISFI, I AKMI) membantu Kementerian Kesehatan menyusun panduan ringkas untuk membantu tenaga kesehatan dalam melakukan konseling dan tes HIV bagi klien atau pasien. Kami berharap melalui panduan ini, tenaga kesehatan tidak akan ragu dalam mendorong pasien untuk tes HIV sehingga stigma/ diskriminasi tidak lagi ada dalam pelayanan kesehatan.

Kami ucapk an terima k as i h kepada s emua pi hak yang telah berkontri bus i dalam penyusunan panduan ini dan juga kepada pihak GF-ATM yang telah mendukung kegiatan ini. KONSELING DAN TES HIV ATAS INISIASI PETUGAS KESEHATAN

KA

T

A

PENGANT

AR

KETU

A

UMUM

PB

IDI

Masalah HIV AIDS di Indonesia adalah salah satu masalah kesehatan nasional yang memerlukan penanganan bersama secara komprehensif. Sejak 10 tahun terakhir, jumlah kasus AIDS di Indonesia mengalami lonjakan yang bermakna. Hal ini menuntut perhatian semua pihak, terutama para tenaga kesehatan yang memberi kan layanan kesehatan bagi pasien HIV AIDS. Salah satu bentuk layanan tersebut adalah konseling dan tes HIV yang bertujuan tidak hanya untuk menegakkan diagnosis namun juga memberi kan konseling untuk mendapatkan terapi dan menangani berbagai masalah yang dihadapi oleh pasien.

Layanan tes dan konseling HIV saat ini masih dilakukan dalam bentuk Konseling dan Tes HIV Sukarela (Voluntar y HIV Counselling and Testing/VC T), yang di lakukan di sarana kesehatan (RS, Puskesmas dan Klinik) maupun di LSM peduli AIDS. Hingga tahun 2008 telah terdapat 468 pusat layanan untuk VCT di 133 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Jumlah cakupan layanan tersebut masih tergolong rendah untuk menjangkau populasi berisiko dan mengetahui status HIV mereka. Peran tenaga kesehatan (dokter, perawat dan bidan) dalam melakukan deteksi HIV menjadi semakin penting karena banyak ODHA yang membutuhkan layanan medis dan belum diketahui status HIV-nya. Layanan PITC (Provider

I n i t i a t e d Te s t i n g a n d C o u n s e l l i n g ) m e m u d a h k a n d a n m e m p e r c e p a t d i a g n o s i s ,

penatalaksanaan, dan sudah berkembang luas di sejumlah negara dengan tingkat epidemi HIV yang tinggi.

Oleh karena itu Organisasi Profesi Kesehatan (IDI, IBI, PPNI, ISFI, I AKMI) membantu Kementerian Kesehatan menyusun panduan ringkas untuk membantu tenaga kesehatan dalam melakukan konseling dan tes HIV bagi klien atau pasien. Kami berharap melalui panduan ini, tenaga kesehatan tidak akan ragu dalam mendorong pasien untuk tes HIV sehingga stigma/ diskriminasi tidak lagi ada dalam pelayanan kesehatan.

Kami ucapk an terima k as i h kepada s emua pi hak yang telah berkontri bus i dalam penyusunan panduan ini dan juga kepada pihak GF-ATM yang telah mendukung kegiatan ini. KONSELING DAN TES HIV ATAS INISIASI PETUGAS KESEHATAN

KA

T

A

PENGANT

AR

KETU

A

UMUM

PB

IDI

Masalah HIV AIDS di Indonesia adalah salah satu masalah kesehatan nasional yang memerlukan penanganan bersama secara komprehensif. Sejak 10 tahun terakhir, jumlah kasus AIDS di Indonesia mengalami lonjakan yang bermakna. Hal ini menuntut perhatian semua pihak, terutama para tenaga kesehatan yang memberi kan layanan kesehatan bagi pasien HIV AIDS. Salah satu bentuk layanan tersebut adalah konseling dan tes HIV yang bertujuan tidak hanya untuk menegakkan diagnosis namun juga memberi kan konseling untuk mendapatkan terapi dan menangani berbagai masalah yang dihadapi oleh pasien.

Layanan tes dan konseling HIV saat ini masih dilakukan dalam bentuk Konseling dan Tes HIV Sukarela (Voluntar y HIV Counselling and Testing/VC T), yang di lakukan di sarana kesehatan (RS, Puskesmas dan Klinik) maupun di LSM peduli AIDS. Hingga tahun 2008 telah terdapat 468 pusat layanan untuk VCT di 133 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Jumlah cakupan layanan tersebut masih tergolong rendah untuk menjangkau populasi berisiko dan mengetahui status HIV mereka. Peran tenaga kesehatan (dokter, perawat dan bidan) dalam melakukan deteksi HIV menjadi semakin penting karena banyak ODHA yang membutuhkan layanan medis dan belum diketahui status HIV-nya. Layanan PITC (Provider

I n i t i a t e d Te s t i n g a n d C o u n s e l l i n g ) m e m u d a h k a n d a n m e m p e r c e p a t d i a g n o s i s ,

penatalaksanaan, dan sudah berkembang luas di sejumlah negara dengan tingkat epidemi HIV yang tinggi.

Oleh karena itu Organisasi Profesi Kesehatan (IDI, IBI, PPNI, ISFI, I AKMI) membantu Kementerian Kesehatan menyusun panduan ringkas untuk membantu tenaga kesehatan dalam melakukan konseling dan tes HIV bagi klien atau pasien. Kami berharap melalui panduan ini, tenaga kesehatan tidak akan ragu dalam mendorong pasien untuk tes HIV sehingga stigma/ diskriminasi tidak lagi ada dalam pelayanan kesehatan.

Kami ucapk an terima k as i h kepada s emua pi hak yang telah berkontri bus i dalam penyusunan panduan ini dan juga kepada pihak GF-ATM yang telah mendukung kegiatan ini.

ii PEDOMAN PENERAPAN

KONSELING DAN TES HIV ATAS INISIASI PETUGAS KESEHATAN

KATA PENGANTAR KETUA UMUM PB IDI

Masalah HIV AIDS di Indonesia adalah salah satu masalah kesehatan nasional yang memerlukan penanganan bersama secara komprehensif. Sejak 10 tahun terakhir, jumlah kasus AIDS di Indonesia mengalami lonjakan yang bermakna. Hal ini menuntut perhatian semua pihak, terutama para tenaga kesehatan yang memberikan layanan kesehatan bagi pasien HIV AIDS. Salah satu bentuk layanan tersebut adalah konseling dan tes HIV yang bertujuan tidak hanya untuk menegakkan diagnosis namun juga memberikan konseling untuk mendapatkan terapi dan menangani berbagai masalah yang dihadapi oleh pasien.

Layanan tes dan konseling HIV saat ini masih dilakukan dalam bentuk Konseling dan Tes HIV Sukarela (Voluntary HIV Counselling and Testing/VCT), yang dilakukan di sarana kesehatan (RS, Puskesmas dan Klinik) maupun di LSM peduli AIDS. Hingga tahun 2008 telah terdapat 468 pusat layanan untuk VCT di 133 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Jumlah cakupan layanan tersebut masih tergolong rendah untuk menjangkau populasi berisiko dan mengetahui status HIV mereka. Peran tenaga kesehatan (dokter, perawat dan bidan) dalam melakukan deteksi HIV menjadi semakin penting karena banyak ODHA yang membutuhkan layanan medis dan belum diketahui status HIV-nya. Layanan PITC (Provider Initiated Testing and Counselling) memudahkan dan mempercepat diagnosis, penatalaksanaan, dan sudah berkembang luas di sejumlah negara dengan tingkat epidemi HIV yang tinggi.

Oleh karena itu Organisasi Profesi Kesehatan (IDI, IBI, PPNI, ISFI, IAKMI) membantu Kementerian Kesehatan menyusun panduan ringkas untuk membantu tenaga kesehatan dalam melakukan konseling dan tes HIV bagi klien atau pasien. Kami berharap melalui panduan ini, tenaga kesehatan tidak akan ragu dalam mendorong pasien untuk tes HIV sehingga stigma/ diskriminasi tidak lagi ada dalam pelayanan kesehatan.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan panduan ini dan juga kepada pihak GF-ATM yang telah mendukung kegiatan ini.

Ketua Umum PB IDI

Dr. Prijo Sidipratomo, Sp.Rad(K)

45 PEDOMAN PENERAPAN

KONSELING DAN TES HIV ATAS INISIASI PETUGAS KESEHATAN

Yang mungkin juga anda tahu bahwa HIV dapat ditularkan melalui hubungan seks dengan seseorang yang telah terinfeksi. Oleh karena itu anda perlu meminta pasangan anda untuk tes HIV juga.

Apabila pasangan anda tidak mengidap HIV, maka kalau kalian saling setia artinya tidak berhubungan seks dengan orang lain lagi, maka kalian akan terhindar dari penularan HIV.

Bila pasangan anda terinfeksi HIV atau anda tidak tahu status dia, atau apabila anda memiliki pasanagn lebih dari satu anda dapat melindungi diri anda dari penularan HIV dengan cara:

* tidak berhubungan seks hingga pasangan anda di tes dan ketahuan hasilnya * atau menggunakan kondom secara benar setiap kali berhubungan seks. Kami menyediakan kondom di klinik dan anda boleh ambil seperlunya. Anda juga bisa mendapatkan kondom di klinik KTS ....

Ini ada informasi tempat pasangan anda dapat melakukan tes HIV dan cara melindungi diri dari penularan HIV

Saya berharap anda akan memabwa pasangan anda untuk tes HIV pada kunjungan yang akan datang. Kita akan bahas lagi pada kunjungan anda mendatang.

Komunikasi penyampaian hasil tes HIV Reaktif

Hasil tes menunjukan reaktif, artinya di dalam darah anda ditemukan HIV.

Kecuali dukungan keluarga dan teman, anda juga membutuhkan perawatan medis yang dapat membantu anda untuk menjaga kesehatan dan hidup lebih lama, meskipun anda terinfeksi HIV.

Anda perlu berkunjung ke klinik untuk mendapatkan perawatan dan pengobatan untuk HIV yang berkelanjutan dan jangka waktu lama.

Saya akan berikan surat rujukan ke rumah sakit untuk memeriksakan kesehatan anda secara berkala dan teratur dan memberitahu mereka bahwa anda mendapat pengobatan TB dan telah di tes HIV dengan hasil reaktif.

Apabila pasangan anda hamil atau ingin hamil, anda harus sampaikan ke petugas rumah sakit atau klinik rujukan sehingga mereka akan membahas cara melindungi calon anak anda agar terhidar dari HIV .

Bila pada saat ini anda belum ingin mengungkapkan status HIV anda kepada orang lain, maka anda harus jaga surat ini baik baik hingga anda sampaikan ke tangan yang berwenang di rumah sakit atau klinik rujukan.

(3)

ii PEDOMAN PENERAPAN

KONSELING DAN TES HIV ATAS INISIASI PETUGAS KESEHATAN

KATA PENGANTAR KETUA UMUM PB IDI

Masalah HIV AIDS di Indonesia adalah salah satu masalah kesehatan nasional yang memerlukan penanganan bersama secara komprehensif. Sejak 10 tahun terakhir, jumlah kasus AIDS di Indonesia mengalami lonjakan yang bermakna. Hal ini menuntut perhatian semua pihak, terutama para tenaga kesehatan yang memberikan layanan kesehatan bagi pasien HIV AIDS. Salah satu bentuk layanan tersebut adalah konseling dan tes HIV yang bertujuan tidak hanya untuk menegakkan diagnosis namun juga memberikan konseling untuk mendapatkan terapi dan menangani berbagai masalah yang dihadapi oleh pasien.

Layanan tes dan konseling HIV saat ini masih dilakukan dalam bentuk Konseling dan Tes HIV Sukarela (Voluntary HIV Counselling and Testing/VCT), yang dilakukan di sarana kesehatan (RS, Puskesmas dan Klinik) maupun di LSM peduli AIDS. Hingga tahun 2008 telah terdapat 468 pusat layanan untuk VCT di 133 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Jumlah cakupan layanan tersebut masih tergolong rendah untuk menjangkau populasi berisiko dan mengetahui status HIV mereka. Peran tenaga kesehatan (dokter, perawat dan bidan) dalam melakukan deteksi HIV menjadi semakin penting karena banyak ODHA yang membutuhkan layanan medis dan belum diketahui status HIV-nya. Layanan PITC (Provider Initiated Testing and Counselling) memudahkan dan mempercepat diagnosis, penatalaksanaan, dan sudah berkembang luas di sejumlah negara dengan tingkat epidemi HIV yang tinggi.

Oleh karena itu Organisasi Profesi Kesehatan (IDI, IBI, PPNI, ISFI, IAKMI) membantu Kementerian Kesehatan menyusun panduan ringkas untuk membantu tenaga kesehatan dalam melakukan konseling dan tes HIV bagi klien atau pasien. Kami berharap melalui panduan ini, tenaga kesehatan tidak akan ragu dalam mendorong pasien untuk tes HIV sehingga stigma/ diskriminasi tidak lagi ada dalam pelayanan kesehatan.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan panduan ini dan juga kepada pihak GF-ATM yang telah mendukung kegiatan ini.

Ketua Umum PB IDI

Dr. Prijo Sidipratomo, Sp.Rad(K)

ii PEDOMAN PENERAPAN

KONSELING DAN TES HIV ATAS INISIASI PETUGAS KESEHATAN

KA

T

A

PENGANT

AR

KETU

A

UMUM

PB

IDI

Masalah HIV AIDS di Indonesia adalah salah satu masalah kesehatan nasional yang memerlukan penanganan bersama secara komprehensif. Sejak 10 tahun terakhir, jumlah kasus AIDS di Indonesia mengalami lonjakan yang bermakna. Hal ini menuntut perhatian semua pihak, terutama para tenaga kesehatan yang memberi kan layanan kesehatan bagi pasien HIV AIDS. Salah satu bentuk layanan tersebut adalah konseling dan tes HIV yang bertujuan tidak hanya untuk menegakkan diagnosis namun juga memberi kan konseling untuk mendapatkan terapi dan menangani berbagai masalah yang dihadapi oleh pasien.

Layanan tes dan konseling HIV saat ini masih dilakukan dalam bentuk Konseling dan Tes HIV Sukarela (Voluntar y HIV Counselling and Testing/VC T), yang di lakukan di sarana kesehatan (RS, Puskesmas dan Klinik) maupun di LSM peduli AIDS. Hingga tahun 2008 telah terdapat 468 pusat layanan untuk VCT di 133 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Jumlah cakupan layanan tersebut masih tergolong rendah untuk menjangkau populasi berisiko dan mengetahui status HIV mereka. Peran tenaga kesehatan (dokter, perawat dan bidan) dalam melakukan deteksi HIV menjadi semakin penting karena banyak ODHA yang membutuhkan layanan medis dan belum diketahui status HIV-nya. Layanan PITC (Provider

I n i t i a t e d Te s t i n g a n d C o u n s e l l i n g ) m e m u d a h k a n d a n m e m p e r c e p a t d i a g n o s i s ,

penatalaksanaan, dan sudah berkembang luas di sejumlah negara dengan tingkat epidemi HIV yang tinggi.

Oleh karena itu Organisasi Profesi Kesehatan (IDI, IBI, PPNI, ISFI, I AKMI) membantu Kementerian Kesehatan menyusun panduan ringkas untuk membantu tenaga kesehatan dalam melakukan konseling dan tes HIV bagi klien atau pasien. Kami berharap melalui panduan ini, tenaga kesehatan tidak akan ragu dalam mendorong pasien untuk tes HIV sehingga stigma/ diskriminasi tidak lagi ada dalam pelayanan kesehatan.

Kami ucapk an terima k as i h kepada s emua pi hak yang telah berkontri bus i dalam penyusunan panduan ini dan juga kepada pihak GF-ATM yang telah mendukung kegiatan ini.

Ketua Umum PB IDI

Dr. Prijo Sidipratomo, Sp.Rad(K)

ii PEDOMAN PENERAPAN

KONSELING DAN TES HIV ATAS INISIASI PETUGAS KESEHATAN

KA

T

A

PENGANT

AR

KETU

A

UMUM

PB

IDI

Masalah HIV AIDS di Indonesia adalah salah satu masalah kesehatan nasional yang memerlukan penanganan bersama secara komprehensif. Sejak 10 tahun terakhir, jumlah kasus AIDS di Indonesia mengalami lonjakan yang bermakna. Hal ini menuntut perhatian semua pihak, terutama para tenaga kesehatan yang memberi kan layanan kesehatan bagi pasien HIV AIDS. Salah satu bentuk layanan tersebut adalah konseling dan tes HIV yang bertujuan tidak hanya untuk menegakkan diagnosis namun juga memberi kan konseling untuk mendapatkan terapi dan menangani berbagai masalah yang dihadapi oleh pasien.

Layanan tes dan konseling HIV saat ini masih dilakukan dalam bentuk Konseling dan Tes HIV Sukarela (Voluntar y HIV Counselling and Testing/VC T), yang di lakukan di sarana kesehatan (RS, Puskesmas dan Klinik) maupun di LSM peduli AIDS. Hingga tahun 2008 telah terdapat 468 pusat layanan untuk VCT di 133 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Jumlah cakupan layanan tersebut masih tergolong rendah untuk menjangkau populasi berisiko dan mengetahui status HIV mereka. Peran tenaga kesehatan (dokter, perawat dan bidan) dalam melakukan deteksi HIV menjadi semakin penting karena banyak ODHA yang membutuhkan layanan medis dan belum diketahui status HIV-nya. Layanan PITC (Provider

I n i t i a t e d Te s t i n g a n d C o u n s e l l i n g ) m e m u d a h k a n d a n m e m p e r c e p a t d i a g n o s i s ,

penatalaksanaan, dan sudah berkembang luas di sejumlah negara dengan tingkat epidemi HIV yang tinggi.

Oleh karena itu Organisasi Profesi Kesehatan (IDI, IBI, PPNI, ISFI, I AKMI) membantu Kementerian Kesehatan menyusun panduan ringkas untuk membantu tenaga kesehatan dalam melakukan konseling dan tes HIV bagi klien atau pasien. Kami berharap melalui panduan ini, tenaga kesehatan tidak akan ragu dalam mendorong pasien untuk tes HIV sehingga stigma/ diskriminasi tidak lagi ada dalam pelayanan kesehatan.

Kami ucapk an terima k as i h kepada s emua pi hak yang telah berkontri bus i dalam penyusunan panduan ini dan juga kepada pihak GF-ATM yang telah mendukung kegiatan ini.

Ketua Umum PB IDI

Dr. Prijo Sidipratomo, Sp.Rad(K)

44 PEDOMAN PENERAPAN

KONSELING DAN TES HIV ATAS INISIASI PETUGAS KESEHATAN

untuk melawan penyakit. Dengan tes HIV kita dapat mengetahui apakah anda telah terinfeksi virus HIV. Tes HIV adalah tes sederhana yang akan memperjelas diagno-sis penyakit anda. Setelah ada hasil tes kami akan berikan layanan konseling untuk membahas lebih dalam tentang HIV dan penyakit-penyakit yang terkait. Apabila hasil tes nya reaktif, kami akan beri informasi dan layanan untuk menangani penyakit tersebut. Yaitu meliputi terapi dengan obat ARV dan obat lain untuk mengatasi penyakit yang ada. Juga kami akan bantu anda untuk mengungkapkan status anda guna mencegah penularan ke orang lain. Bila hasilnya non reaktif, maka akan kami arahkan anda untuk mendapat layanan yang dapat membantu upaya anda agar dapat tetap non reaktif.

Dengan alasan tersebut maka kami anjurkan anda untuk menjalani konseling dan tes HIV. Apabila anda setuju maka tes akan kami lakukan.

Komunikasi untuk meyakinkan jaminan konfidensialitas

Hasil tes anda hanya akan diketahui oleh anda sendiri dan tim medis yang merawat anda. Artinya bahwa hasil tes andan akan kami jamin kerahasiaannya, dan kebijakan sarana kami bahwa mengunkap hasil tes ke orang lain tanpa seizing anda adalah pelanggaran. Anda sendiri yang akan memutuskan kepada siapa hasil tes anda akan diungkap.

Apakah anda siap untuk menjalani tes HIV? Atau anda masih perlu waktu untuk membahas lebih lanjut tentang arti hasil tes reaktif atau non reaktif bagi anda?

Komunikasi penyampaian hasil tes HIV Non Reaktif

Hasil tes kali ini adalah non reaktif, yang artinya bahwa dalam tubuh anda tidak ditemukan antibody HIV.

Namun demikian, ada kemungkinan meskipun kecil bahwa tes yang dilakukan tidak mampu mendeteksi infeksi yang baru terjadi. Oleh karena itu saya sarankan anda menjalani tes ulang 6 minggu lagi di klinik KTS terdekat ____ (sebut klinik KTS terdekat yang ada). Petugas klinik KTS juga dapat memberikan informasi lebih rinci agar anda dapat bertahan tetap non reaktif.

Sementari waktu ini, HIV sudah banyak di masyarakat. Anda perlu mecegah dan menjaga diri agar tidak tertular di masa datang.

ii PEDOMAN PENERAPAN

KONSELING DAN TES HIV ATAS INISIASI PETUGAS KESEHATAN

KA

T

A

PENGANT

AR

KETU

A

UMUM

PB

IDI

Masalah HIV AIDS di Indonesia adalah salah satu masalah kesehatan nasional yang memerlukan penanganan bersama secara komprehensif. Sejak 10 tahun terakhir, jumlah kasus AIDS di Indonesia mengalami lonjakan yang bermakna. Hal ini menuntut perhatian semua pihak, terutama para tenaga kesehatan yang memberi kan layanan kesehatan bagi pasien HIV AIDS. Salah satu bentuk layanan tersebut adalah konseling dan tes HIV yang bertujuan tidak hanya untuk menegakkan diagnosis namun juga memberi kan konseling untuk mendapatkan terapi dan menangani berbagai masalah yang dihadapi oleh pasien.

Layanan tes dan konseling HIV saat ini masih dilakukan dalam bentuk Konseling dan Tes HIV Sukarela (Voluntar y HIV Counselling and Testing/VC T), yang di lakukan di sarana kesehatan (RS, Puskesmas dan Klinik) maupun di LSM peduli AIDS. Hingga tahun 2008 telah terdapat 468 pusat layanan untuk VCT di 133 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Jumlah cakupan layanan tersebut masih tergolong rendah untuk menjangkau populasi berisiko dan mengetahui status HIV mereka. Peran tenaga kesehatan (dokter, perawat dan bidan) dalam melakukan deteksi HIV menjadi semakin penting karena banyak ODHA yang membutuhkan layanan medis dan belum diketahui status HIV-nya. Layanan PITC (Provider

I n i t i a t e d Te s t i n g a n d C o u n s e l l i n g ) m e m u d a h k a n d a n m e m p e r c e p a t d i a g n o s i s ,

penatalaksanaan, dan sudah berkembang luas di sejumlah negara dengan tingkat epidemi HIV yang tinggi.

Oleh karena itu Organisasi Profesi Kesehatan (IDI, IBI, PPNI, ISFI, I AKMI) membantu Kementerian Kesehatan menyusun panduan ringkas untuk membantu tenaga kesehatan dalam melakukan konseling dan tes HIV bagi klien atau pasien. Kami berharap melalui panduan ini, tenaga kesehatan tidak akan ragu dalam mendorong pasien untuk tes HIV sehingga stigma/ diskriminasi tidak lagi ada dalam pelayanan kesehatan.

Kami ucapk an terima k as i h kepada s emua pi hak yang telah berkontri bus i dalam penyusunan panduan ini dan juga kepada pihak GF-ATM yang telah mendukung kegiatan ini.

Ketua Umum PB IDI

Dr. Prijo Sidipratomo, Sp.Rad(K)

ii PEDOMAN PENERAPAN

KONSELING DAN TES HIV ATAS INISIASI PETUGAS KESEHATAN

KA

T

A

PENGANT

AR

KETU

A

UMUM

PB

IDI

Masalah HIV AIDS di Indonesia adalah salah satu masalah kesehatan nasional yang memerlukan penanganan bersama secara komprehensif. Sejak 10 tahun terakhir, jumlah kasus AIDS di Indonesia mengalami lonjakan yang bermakna. Hal ini menuntut perhatian semua pihak, terutama para tenaga kesehatan yang memberi kan layanan kesehatan bagi pasien HIV AIDS. Salah satu bentuk layanan tersebut adalah konseling dan tes HIV yang bertujuan tidak hanya untuk menegakkan diagnosis namun juga memberi kan konseling untuk mendapatkan terapi dan menangani berbagai masalah yang dihadapi oleh pasien.

Layanan tes dan konseling HIV saat ini masih dilakukan dalam bentuk Konseling dan Tes HIV Sukarela (Voluntar y HIV Counselling and Testing/VC T), yang di lakukan di sarana kesehatan (RS, Puskesmas dan Klinik) maupun di LSM peduli AIDS. Hingga tahun 2008 telah terdapat 468 pusat layanan untuk VCT di 133 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Jumlah cakupan layanan tersebut masih tergolong rendah untuk menjangkau populasi berisiko dan mengetahui status HIV mereka. Peran tenaga kesehatan (dokter, perawat dan bidan) dalam melakukan deteksi HIV menjadi semakin penting karena banyak ODHA yang membutuhkan layanan medis dan belum diketahui status HIV-nya. Layanan PITC (Provider

I n i t i a t e d Te s t i n g a n d C o u n s e l l i n g ) m e m u d a h k a n d a n m e m p e r c e p a t d i a g n o s i s ,

penatalaksanaan, dan sudah berkembang luas di sejumlah negara dengan tingkat epidemi HIV yang tinggi.

Oleh karena itu Organisasi Profesi Kesehatan (IDI, IBI, PPNI, ISFI, I AKMI) membantu Kementerian Kesehatan menyusun panduan ringkas untuk membantu tenaga kesehatan dalam melakukan konseling dan tes HIV bagi klien atau pasien. Kami berharap melalui panduan ini, tenaga kesehatan tidak akan ragu dalam mendorong pasien untuk tes HIV sehingga stigma/ diskriminasi tidak lagi ada dalam pelayanan kesehatan.

Kami ucapk an terima k as i h kepada s emua pi hak yang telah berkontri bus i dalam penyusunan panduan ini dan juga kepada pihak GF-ATM yang telah mendukung kegiatan ini.

Ketua Umum PB IDI

Dr. Prijo Sidipratomo, Sp.Rad(K)

ii PEDOMAN PENERAPAN

KONSELING DAN TES HIV ATAS INISIASI PETUGAS KESEHATAN

KATA PENGANTAR KETUA UMUM PB IDI

Masalah HIV AIDS di Indonesia adalah salah satu masalah kesehatan nasional yang memerlukan penanganan bersama secara komprehensif. Sejak 10 tahun terakhir, jumlah kasus AIDS di Indonesia mengalami lonjakan yang bermakna. Hal ini menuntut perhatian semua pihak, terutama para tenaga kesehatan yang memberikan layanan kesehatan bagi pasien HIV AIDS. Salah satu bentuk layanan tersebut adalah konseling dan tes HIV yang bertujuan tidak hanya untuk menegakkan diagnosis namun juga memberikan konseling untuk mendapatkan terapi dan menangani berbagai masalah yang dihadapi oleh pasien.

Layanan tes dan konseling HIV saat ini masih dilakukan dalam bentuk Konseling dan Tes HIV Sukarela (Voluntary HIV Counselling and Testing/VCT), yang dilakukan di sarana kesehatan (RS, Puskesmas dan Klinik) maupun di LSM peduli AIDS. Hingga tahun 2008 telah terdapat 468 pusat layanan untuk VCT di 133 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Jumlah cakupan layanan tersebut masih tergolong rendah untuk menjangkau populasi berisiko dan mengetahui status HIV mereka. Peran tenaga kesehatan (dokter, perawat dan bidan) dalam melakukan deteksi HIV menjadi semakin penting karena banyak ODHA yang membutuhkan layanan medis dan belum diketahui status HIV-nya. Layanan PITC (Provider Initiated Testing and Counselling) memudahkan dan mempercepat diagnosis, penatalaksanaan, dan sudah berkembang luas di sejumlah negara dengan tingkat epidemi HIV yang tinggi.

Oleh karena itu Organisasi Profesi Kesehatan (IDI, IBI, PPNI, ISFI, IAKMI) membantu Kementerian Kesehatan menyusun panduan ringkas untuk membantu tenaga kesehatan dalam melakukan konseling dan tes HIV bagi klien atau pasien. Kami berharap melalui panduan ini, tenaga kesehatan tidak akan ragu dalam mendorong pasien untuk tes HIV sehingga stigma/ diskriminasi tidak lagi ada dalam pelayanan kesehatan.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan panduan ini dan juga kepada pihak GF-ATM yang telah mendukung kegiatan ini.

Ketua Umum PB IDI

Dr. Prijo Sidipratomo, Sp.Rad(K)

i PEDOMAN PENERAPAN

KONSELING DAN TES HIV ATAS INISIASI PETUGAS KESEHATAN

KATA PENGANTAR

Peningkatan epidemi HIV telah terjadi di Indonesia sejak 10 tahun terakhir ini. Penularan terutama terjadi akibat penggunaan jarum suntik bersama pada pengguna narkotika suntik-dan hubungan seks. Hasil Pemodelan epidemi di Indonesia memproyeksikan jumlah ODHA usia 15-49 tahun dari 277,700 pada tahun 2008 akan meningkat menjadi 501,400 pada tahun 2014. Hasil tersebut dengan asumsi bahwa tidak ada perubahan yang signifikan dari upaya pengendalian HIV dan AIDS pada kurun waktu tersebut.

Pengobatan dengan ARV di Indonesia yang didukung oleh dana pemerintah sejak tahun 2005 telah berhasil menurunkan kematian ODHA dari 46% pada tahun 2006 menjadi 17% pada tahun 2008. Jelas bahwa upaya percepatan perluasan cakupan pengobatan ARV dengan pendekatan kesehatan masyarakat telah memberikan dampak pada peningkatan kualitas hidup ODHA. Tetapi sebagian ODHA masih belum terjangkau oleh pengobatan tersebut. Tantangan yang dihadapi antara lain adalah masih rendahnya cakupan orang yang mengetahui status HIV-nya, sehingga menghambat upaya untuk meningkatkan akses terhadap layanan pencegahan maupun pengobatan. Oleh karenanya layanan yang memfasilitasi ODHA untuk mengetahui status infeksinya harus terus ditingkatkan, diantatanya adalah dengan layanan konseling dan tes HIV atas inisiasi petugas kesehatan pada pasien yang datang ke rumah sakit dengan gejala dan tanda klinis terkait dengan HIV.

Pedoman ini disusun melalui adaptasi dari pedoman PITC WHO, dan kontribusi IDI untuk memberikan panduan bagi petugas kesehatan dalam memberikan layanan konseling dan tes HIV yang harus tetap menjunjung tinggi azas "3 C" yaitu dengan mendapatkan pesetujuan pasien (informed consent), menjaga konfidensialitas (confidentiality), dan disertai dengan konseling pasca tes yang memadai (counselling), dan tidak terjebak ke dalam tes HIV mandatory.

Penghargaan kepada tim penyusun dan para kontributor yang telah memberikan sumbang saran sehingga pedoman ini dapat diterbitkan.

Semoga pedoman ini dapat bermanfaat.

Direktur Jenderal PP & PL,

Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama

NIP 195509031980121001

� �

� �� �

� � � ��

����

�� ���

������������

��

������������������� ���������������������

��� ���������������������

(4)

ii PEDOMAN PENERAPAN

KONSELING DAN TES HIV ATAS INISIASI PETUGAS KESEHATAN

KATA PENGANTAR KETUA UMUM PB IDI

Masalah HIV AIDS di Indonesia adalah salah satu masalah kesehatan nasional yang memerlukan penanganan bersama secara komprehensif. Sejak 10 tahun terakhir, jumlah kasus AIDS di Indonesia mengalami lonjakan yang bermakna. Hal ini menuntut perhatian semua pihak, terutama para tenaga kesehatan yang memberikan layanan kesehatan bagi pasien HIV AIDS. Salah satu bentuk layanan tersebut adalah konseling dan tes HIV yang bertujuan tidak hanya untuk menegakkan diagnosis namun juga memberikan konseling untuk mendapatkan terapi dan menangani berbagai masalah yang dihadapi oleh pasien.

Layanan tes dan konseling HIV saat ini masih dilakukan dalam bentuk Konseling dan Tes HIV Sukarela (Voluntary HIV Counselling and Testing/VCT), yang dilakukan di sarana kesehatan (RS, Puskesmas dan Klinik) maupun di LSM peduli AIDS. Hingga tahun 2008 telah terdapat 468 pusat layanan untuk VCT di 133 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Jumlah cakupan layanan tersebut masih tergolong rendah untuk menjangkau populasi berisiko dan mengetahui status HIV mereka. Peran tenaga kesehatan (dokter, perawat dan bidan) dalam melakukan deteksi HIV menjadi semakin penting karena banyak ODHA yang membutuhkan layanan medis dan belum diketahui status HIV-nya. Layanan PITC (Provider Initiated Testing and Counselling) memudahkan dan mempercepat diagnosis, penatalaksanaan, dan sudah berkembang luas di sejumlah negara dengan tingkat epidemi HIV yang tinggi.

Oleh karena itu Organisasi Profesi Kesehatan (IDI, IBI, PPNI, ISFI, IAKMI) membantu Kementerian Kesehatan menyusun panduan ringkas untuk membantu tenaga kesehatan dalam melakukan konseling dan tes HIV bagi klien atau pasien. Kami berharap melalui panduan ini, tenaga kesehatan tidak akan ragu dalam mendorong pasien untuk tes HIV sehingga stigma/ diskriminasi tidak lagi ada dalam pelayanan kesehatan.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan panduan ini dan juga kepada pihak GF-ATM yang telah mendukung kegiatan ini.

Ketua Umum PB IDI

Dr. Prijo Sidipratomo, Sp.Rad(K)

KONSELING DAN TES HIV ATAS INISIASI PETUGAS KESEHATAN

KA

T

A

PENGANT

AR

KETU

A

UMUM

PB

IDI

Masalah HIV AIDS di Indonesia adalah salah satu masalah kesehatan nasional yang memerlukan penanganan bersama secara komprehensif. Sejak 10 tahun terakhir, jumlah kasus AIDS di Indonesia mengalami lonjakan yang bermakna. Hal ini menuntut perhatian semua pihak, terutama para tenaga kesehatan yang memberi kan layanan kesehatan bagi pasien HIV AIDS. Salah satu bentuk layanan tersebut adalah konseling dan tes HIV yang bertujuan tidak hanya untuk menegakkan diagnosis namun juga memberi kan konseling untuk mendapatkan terapi dan menangani berbagai masalah yang dihadapi oleh pasien.

Layanan tes dan konseling HIV saat ini masih dilakukan dalam bentuk Konseling dan Tes HIV Sukarela (Voluntar y HIV Counselling and Testing/VC T), yang di lakukan di sarana kesehatan (RS, Puskesmas dan Klinik) maupun di LSM peduli AIDS. Hingga tahun 2008 telah terdapat 468 pusat layanan untuk VCT di 133 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Jumlah cakupan layanan tersebut masih tergolong rendah untuk menjangkau populasi berisiko dan mengetahui status HIV mereka. Peran tenaga kesehatan (dokter, perawat dan bidan) dalam melakukan deteksi HIV menjadi semakin penting karena banyak ODHA yang membutuhkan layanan medis dan belum diketahui status HIV-nya. Layanan PITC (Provider

I n i t i a t e d Te s t i n g a n d C o u n s e l l i n g ) m e m u d a h k a n d a n m e m p e r c e p a t d i a g n o s i s ,

penatalaksanaan, dan sudah berkembang luas di sejumlah negara dengan tingkat epidemi HIV yang tinggi.

Oleh karena itu Organisasi Profesi Kesehatan (IDI, IBI, PPNI, ISFI, I AKMI) membantu Kementerian Kesehatan menyusun panduan ringkas untuk membantu tenaga kesehatan dalam melakukan konseling dan tes HIV bagi klien atau pasien. Kami berharap melalui panduan ini, tenaga kesehatan tidak akan ragu dalam mendorong pasien untuk tes HIV sehingga stigma/ diskriminasi tidak lagi ada dalam pelayanan kesehatan.

Kami ucapk an terima k as i h kepada s emua pi hak yang telah berkontri bus i dalam penyusunan panduan ini dan juga kepada pihak GF-ATM yang telah mendukung kegiatan ini. KONSELING DAN TES HIV ATAS INISIASI PETUGAS KESEHATAN

KA

T

A

PENGANT

AR

KETU

A

UMUM

PB

IDI

Masalah HIV AIDS di Indonesia adalah salah satu masalah kesehatan nasional yang memerlukan penanganan bersama secara komprehensif. Sejak 10 tahun terakhir, jumlah kasus AIDS di Indonesia mengalami lonjakan yang bermakna. Hal ini menuntut perhatian semua pihak, terutama para tenaga kesehatan yang memberi kan layanan kesehatan bagi pasien HIV AIDS. Salah satu bentuk layanan tersebut adalah konseling dan tes HIV yang bertujuan tidak hanya untuk menegakkan diagnosis namun juga memberi kan konseling untuk mendapatkan terapi dan menangani berbagai masalah yang dihadapi oleh pasien.

Layanan tes dan konseling HIV saat ini masih dilakukan dalam bentuk Konseling dan Tes HIV Sukarela (Voluntar y HIV Counselling and Testing/VC T), yang di lakukan di sarana kesehatan (RS, Puskesmas dan Klinik) maupun di LSM peduli AIDS. Hingga tahun 2008 telah terdapat 468 pusat layanan untuk VCT di 133 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Jumlah cakupan layanan tersebut masih tergolong rendah untuk menjangkau populasi berisiko dan mengetahui status HIV mereka. Peran tenaga kesehatan (dokter, perawat dan bidan) dalam melakukan deteksi HIV menjadi semakin penting karena banyak ODHA yang membutuhkan layanan medis dan belum diketahui status HIV-nya. Layanan PITC (Provider

I n i t i a t e d Te s t i n g a n d C o u n s e l l i n g ) m e m u d a h k a n d a n m e m p e r c e p a t d i a g n o s i s ,

penatalaksanaan, dan sudah berkembang luas di sejumlah negara dengan tingkat epidemi HIV yang tinggi.

Oleh karena itu Organisasi Profesi Kesehatan (IDI, IBI, PPNI, ISFI, I AKMI) membantu Kementerian Kesehatan menyusun panduan ringkas untuk membantu tenaga kesehatan dalam melakukan konseling dan tes HIV bagi klien atau pasien. Kami berharap melalui panduan ini, tenaga kesehatan tidak akan ragu dalam mendorong pasien untuk tes HIV sehingga stigma/ diskriminasi tidak lagi ada dalam pelayanan kesehatan.

Kami ucapk an terima k as i h kepada s emua pi hak yang telah berkontri bus i dalam penyusunan panduan ini dan juga kepada pihak GF-ATM yang telah mendukung kegiatan ini.

ii PEDOMAN PENERAPAN

KONSELING DAN TES HIV ATAS INISIASI PETUGAS KESEHATAN

KATA PENGANTAR KETUA UMUM PB IDI

Masalah HIV AIDS di Indonesia adalah salah satu masalah kesehatan nasional yang memerlukan penanganan bersama secara komprehensif. Sejak 10 tahun terakhir, jumlah kasus AIDS di Indonesia mengalami lonjakan yang bermakna. Hal ini menuntut perhatian semua pihak, terutama para tenaga kesehatan yang memberikan layanan kesehatan bagi pasien HIV AIDS. Salah satu bentuk layanan tersebut adalah konseling dan tes HIV yang bertujuan tidak hanya untuk menegakkan diagnosis namun juga memberikan konseling untuk mendapatkan terapi dan menangani berbagai masalah yang dihadapi oleh pasien.

Layanan tes dan konseling HIV saat ini masih dilakukan dalam bentuk Konseling dan Tes HIV Sukarela (Voluntary HIV Counselling and Testing/VCT), yang dilakukan di sarana kesehatan (RS, Puskesmas dan Klinik) maupun di LSM peduli AIDS. Hingga tahun 2008 telah terdapat 468 pusat layanan untuk VCT di 133 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Jumlah cakupan layanan tersebut masih tergolong rendah untuk menjangkau populasi berisiko dan mengetahui status HIV mereka. Peran tenaga kesehatan (dokter, perawat dan bidan) dalam melakukan deteksi HIV menjadi semakin penting karena banyak ODHA yang membutuhkan layanan medis dan belum diketahui status HIV-nya. Layanan PITC (Provider Initiated Testing and Counselling) memudahkan dan mempercepat diagnosis, penatalaksanaan, dan sudah berkembang luas di sejumlah negara dengan tingkat epidemi HIV yang tinggi.

Oleh karena itu Organisasi Profesi Kesehatan (IDI, IBI, PPNI, ISFI, IAKMI) membantu Kementerian Kesehatan menyusun panduan ringkas untuk membantu tenaga kesehatan dalam melakukan konseling dan tes HIV bagi klien atau pasien. Kami berharap melalui panduan ini, tenaga kesehatan tidak akan ragu dalam mendorong pasien untuk tes HIV sehingga stigma/ diskriminasi tidak lagi ada dalam pelayanan kesehatan.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan panduan ini dan juga kepada pihak GF-ATM yang telah mendukung kegiatan ini.

Ketua Umum PB IDI

Dr. Prijo Sidipratomo, Sp.Rad(K)

KONSELING DAN TES HIV ATAS INISIASI PETUGAS KESEHATAN

KA

T

A

PENGANT

AR

KETU

A

UMUM

PB

IDI

Masalah HIV AIDS di Indonesia adalah salah satu masalah kesehatan nasional yang memerlukan penanganan bersama secara komprehensif. Sejak 10 tahun terakhir, jumlah kasus AIDS di Indonesia mengalami lonjakan yang bermakna. Hal ini menuntut perhatian semua pihak, terutama para tenaga kesehatan yang memberi kan layanan kesehatan bagi pasien HIV AIDS. Salah satu bentuk layanan tersebut adalah konseling dan tes HIV yang bertujuan tidak hanya untuk menegakkan diagnosis namun juga memberi kan konseling untuk mendapatkan terapi dan menangani berbagai masalah yang dihadapi oleh pasien.

Layanan tes dan konseling HIV saat ini masih dilakukan dalam bentuk Konseling dan Tes HIV Sukarela (Voluntar y HIV Counselling and Testing/VC T), yang di lakukan di sarana kesehatan (RS, Puskesmas dan Klinik) maupun di LSM peduli AIDS. Hingga tahun 2008 telah terdapat 468 pusat layanan untuk VCT di 133 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Jumlah cakupan layanan tersebut masih tergolong rendah untuk menjangkau populasi berisiko dan mengetahui status HIV mereka. Peran tenaga kesehatan (dokter, perawat dan bidan) dalam melakukan deteksi HIV menjadi semakin penting karena banyak ODHA yang membutuhkan layanan medis dan belum diketahui status HIV-nya. Layanan PITC (Provider

I n i t i a t e d Te s t i n g a n d C o u n s e l l i n g ) m e m u d a h k a n d a n m e m p e r c e p a t d i a g n o s i s ,

penatalaksanaan, dan sudah berkembang luas di sejumlah negara dengan tingkat epidemi HIV yang tinggi.

Oleh karena itu Organisasi Profesi Kesehatan (IDI, IBI, PPNI, ISFI, I AKMI) membantu Kementerian Kesehatan menyusun panduan ringkas untuk membantu tenaga kesehatan dalam melakukan konseling dan tes HIV bagi klien atau pasien. Kami berharap melalui panduan ini, tenaga kesehatan tidak akan ragu dalam mendorong pasien untuk tes HIV sehingga stigma/ diskriminasi tidak lagi ada dalam pelayanan kesehatan.

Kami ucapk an terima k as i h kepada s emua pi hak yang telah berkontri bus i dalam penyusunan panduan ini dan juga kepada pihak GF-ATM yang telah mendukung kegiatan ini. KONSELING DAN TES HIV ATAS INISIASI PETUGAS KESEHATAN

KA

T

A

PENGANT

AR

KETU

A

UMUM

PB

IDI

Masalah HIV AIDS di Indonesia adalah salah satu masalah kesehatan nasional yang memerlukan penanganan bersama secara komprehensif. Sejak 10 tahun terakhir, jumlah kasus AIDS di Indonesia mengalami lonjakan yang bermakna. Hal ini menuntut perhatian semua pihak, terutama para tenaga kesehatan yang memberi kan layanan kesehatan bagi pasien HIV AIDS. Salah satu bentuk layanan tersebut adalah konseling dan tes HIV yang bertujuan tidak hanya untuk menegakkan diagnosis namun juga memberi kan konseling untuk mendapatkan terapi dan menangani berbagai masalah yang dihadapi oleh pasien.

Layanan tes dan konseling HIV saat ini masih dilakukan dalam bentuk Konseling dan Tes HIV Sukarela (Voluntar y HIV Counselling and Testing/VC T), yang di lakukan di sarana kesehatan (RS, Puskesmas dan Klinik) maupun di LSM peduli AIDS. Hingga tahun 2008 telah terdapat 468 pusat layanan untuk VCT di 133 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Jumlah cakupan layanan tersebut masih tergolong rendah untuk menjangkau populasi berisiko dan mengetahui status HIV mereka. Peran tenaga kesehatan (dokter, perawat dan bidan) dalam melakukan deteksi HIV menjadi semakin penting karena banyak ODHA yang membutuhkan layanan medis dan belum diketahui status HIV-nya. Layanan PITC (Provider

I n i t i a t e d Te s t i n g a n d C o u n s e l l i n g ) m e m u d a h k a n d a n m e m p e r c e p a t d i a g n o s i s ,

penatalaksanaan, dan sudah berkembang luas di sejumlah negara dengan tingkat epidemi HIV yang tinggi.

Oleh karena itu Organisasi Profesi Kesehatan (IDI, IBI, PPNI, ISFI, I AKMI) membantu Kementerian Kesehatan menyusun panduan ringkas untuk membantu tenaga kesehatan dalam melakukan konseling dan tes HIV bagi klien atau pasien. Kami berharap melalui panduan ini, tenaga kesehatan tidak akan ragu dalam mendorong pasien untuk tes HIV sehingga stigma/ diskriminasi tidak lagi ada dalam pelayanan kesehatan.

Kami ucapk an terima k as i h kepada s emua pi hak yang telah berkontri bus i dalam penyusunan panduan ini dan juga kepada pihak GF-ATM yang telah mendukung kegiatan ini.

ii PEDOMAN PENERAPAN

KONSELING DAN TES HIV ATAS INISIASI PETUGAS KESEHATAN

KATA PENGANTAR KETUA UMUM PB IDI

Masalah HIV AIDS di Indonesia adalah salah satu masalah kesehatan nasional yang memerlukan penanganan bersama secara komprehensif. Sejak 10 tahun terakhir, jumlah kasus AIDS di Indonesia mengalami lonjakan yang bermakna. Hal ini menuntut perhatian semua pihak, terutama para tenaga kesehatan yang memberikan layanan kesehatan bagi pasien HIV AIDS. Salah satu bentuk layanan tersebut adalah konseling dan tes HIV yang bertujuan tidak hanya untuk menegakkan diagnosis namun juga memberikan konseling untuk mendapatkan terapi dan menangani berbagai masalah yang dihadapi oleh pasien.

Layanan tes dan konseling HIV saat ini masih dilakukan dalam bentuk Konseling dan Tes HIV Sukarela (Voluntary HIV Counselling and Testing/VCT), yang dilakukan di sarana kesehatan (RS, Puskesmas dan Klinik) maupun di LSM peduli AIDS. Hingga tahun 2008 telah terdapat 468 pusat layanan untuk VCT di 133 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Jumlah cakupan layanan tersebut masih tergolong rendah untuk menjangkau populasi berisiko dan mengetahui status HIV mereka. Peran tenaga kesehatan (dokter, perawat dan bidan) dalam melakukan deteksi HIV menjadi semakin penting karena banyak ODHA yang membutuhkan layanan medis dan belum diketahui status HIV-nya. Layanan PITC (Provider Initiated Testing and Counselling) memudahkan dan mempercepat diagnosis, penatalaksanaan, dan sudah berkembang luas di sejumlah negara dengan tingkat epidemi HIV yang tinggi.

Oleh karena itu Organisasi Profesi Kesehatan (IDI, IBI, PPNI, ISFI, IAKMI) membantu Kementerian Kesehatan menyusun panduan ringkas untuk membantu tenaga kesehatan dalam melakukan konseling dan tes HIV bagi klien atau pasien. Kami berharap melalui panduan ini, tenaga kesehatan tidak akan ragu dalam mendorong pasien untuk tes HIV sehingga stigma/ diskriminasi tidak lagi ada dalam pelayanan kesehatan.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan panduan ini dan juga kepada pihak GF-ATM yang telah mendukung kegiatan ini.

Ketua Umum PB IDI

Dr. Prijo Sidipratomo, Sp.Rad(K)

43 PEDOMAN PENERAPAN

KONSELING DAN TES HIV ATAS INISIASI PETUGAS KESEHATAN

Komunikasi untuk pasien TB

Ada masalah penting yang ingin kita bahas hari ini. Orang dengan TB biasanya juga cenderung terinfeksi HIV. Ternyata HIV menjadi penyakit dasar sehingga orang mudah terinfeksi oleh TB. Hal tersebut disebabkan karena orang yang hidup dengan HIV tidak mampu melawan penyakit sekuat orang yang tidak tierinfeksi HIV. Bila anda mengidap kedua infeksi TB dan HIV, dapat menjadi berat dan kadang-kadang sangat parah bila tidak terdiagnosis dan mendapat pengobatan yang tepat secara dini. Obat untuk HIV tersedia dan dapat membantu anda merasa lebih sehat dan hidup lebih lama.

Dan apabila kami tahu bahwa anda terinfeksi HIV maka kami dapat memberikan pengobatan TB dengan lebih baik.

HIV adalah virus atau kuman yang merusak bagian yang diperlukan tubuh anda untuk melawan penyakit. Dengan tes HIV kita dapat mengetahui apakah anda telah terinfeksi virus HIV. Tes HIV adalah tes sederhana yang akan memperjelas diagno-sis penyakit anda. Setelah ada hasil tes kami akan berikan layanan konseling untuk membahas lebih dalam tentang HIV dan penyakit-penyakit yang terkait. Apabila hasil tes nya reaktif, kami akan beri informasi dan layanan untuk menangani penyakit tersebut. Yaitu meliputi terapi dengan obat ARV dan obat lain untuk mengatasi penyakit yang ada. Juga kami akan bantu anda untuk mengungkapkan status anda guna mencegah penularan ke orang lain. Bila hasilnya non reaktif, maka akan kami arahkan anda untuk mendapat layanan yang dapat membantu upaya anda agar dapat tetap non reaktif.

Dengan alasan tersebut maka kami anjurkan semua pasien TB untuk menjalani tes HIV. Maka dari itu kami sarankan juga anda untuk menjalani konseling dan tes HIV. Apabila anda setuju maka tes akan kami lakukan.

Komunikasi untuk pasien IMS

Orang yang menderita penyakit infeksi menular secara seksual atau IMS juga cenderung terinfeksi HIV. Hal tersebut karena IMS tertentu mempermudah terjadinya infeksi HIV.

Referensi

Dokumen terkait

sendiri dibuktikan dengan banyaknya bantuan yang perusahaan berikan untuk kebutuhan sekolah-sekolah yang ada didaerah lingkar tambang selama mereka beroperasi, mulai dari

Dari hasil pembobotan dan pengukuran kinerja dengan OMAX, maka dapat diketahui prioritas perbaikan yang dapat dilakukan institusi untuk meningkatkan kinerja pada

Sebelumnya data diambil hasil dari hasil transaksi umum, namun saat ini data disimpan, diproses, dan dianalisis menggunakan aplikasi softwarecanggih yang mengaitkan hubungan

FILM SELECTION FAMILY EDUTAINMENT ECOLOGY AND ENVIRONMENT NATURAL SCIENCE, LIFE SCIENCE & TECHNOLOGY... FILM SELECTION - FAMILY EDUTAINMENT FILM SELECTION -

Dalam pemakaian material pada atap bangunan dipilih yang mampu berperan sebagai penghalang sinar matahari yang difungsikan untuk melindungi ruang yang memerlukan

Algoritma RSA adalah salah satu algoritma kunci publik yang dapat digunakan untuk sistem tanda tangan digital.. Mekanisme kerja algoritma RSA cukup sederhana dan mudah

ikrokapsul dengan rasio bahan penyalut :0: merupakan mikrokapsul oleoresin daun kayu manis dua tahap terpilih berdasarkan parameter rendemen, kadar air, kelarutan dalam

Berdasarkan kuesioner yang diberikan diketahui bahwa peserta kegiatan pelatihan Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian Berbasis Kurikulum 2013 bagi Guru-Guru PAUD