• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dan menarik seorang wanita akan merasa lebih dapat diterima di kelompok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dan menarik seorang wanita akan merasa lebih dapat diterima di kelompok"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kosmetik dan kecantikan merupakan dua hal yang sulit untuk dipisahkan dari wanita sejak dahulu. Hal ini dikarenakan setiap wanita menginginkan untuk terlihat cantik dan menarik di setiap kesempatan. Karena dengan terlihat cantik dan menarik seorang wanita akan merasa lebih dapat diterima di kelompok sosialnya dan juga dapat meningkatkan rasa kepercayaan diri dari seorang wanita tersebut.

Selain karena tuntutan lingkungan sosial yang menuntut seorang wanita untuk tampil cantik dan menarik, ada juga keinginan dari dirinya sendiri sehingga setiap wanita mengupayakan segala cara untuk dapat terlihat cantik dan menarik. Berbagai usaha yang dapat dilakukan mulai dari yang berbiaya murah dengan menggunakan cara-cara tradisional yang dapat dapat dilakukan sendiri di rumah, sampai perawatan yang berbiaya mahal yang menggunakan jasa para terapis di salon ataupun dokter di klinik kecantikan. Perawatan yang dilakukan juga mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki, diantaranya dengan melakukan facial, masker, lulur, hingga pemakaian kosmetik.

Pemakaian kosmetik terutama bagi konsumen wanita merupakan salah satu kebutuhan yang tidak dapat dihindari. Umumnya seorang wanita mulai menggunakan kosmetik ketika ia mulai beranjak remaja dan dewasa karena telah timbul kesadaran untuk merawat diri dan ingin terlihat cantik. Kebutuhan akan kosmetik yang selalu ada bahkan meningkat ini menyebabkan meningkatnya

(2)

persaingan antar produsen kosmetik. Para produsen kosmetik ini berlomba-lomba untuk menghasilkan berbagai produk kosmetik dengan berbagai macam mutu dan menjanjikan berbagai macam manfaat untuk menunjang kecantikan seseorang. Dengan adanya arena persaingan memberi peluang bagi para pelaku usaha untuk saling bersaing satu sama lain melalui strateginya masing-masing sebagai upaya mempertahankan posisi.1

Persaingan antar para pelaku usaha ini seringkali membuat pelaku usaha mengabaikan standarisasi produk yang akan mereka jual kepada konsumen. Standarisasi sangat penting peranannya untuk menghindari kemungkinan adanya produk yang cacat atau berbahaya, maka perlu ditetapkan standar minimal yang harus dipedomani dalam berproduksi untuk menghasilkan produk yang layak dan aman untuk dipakai.2

Masyarakat juga menjadi semakin khawatir dengan pemberitaan bahwa banyak produk kosmetik yang beredar luas dan sering digunakan masyarakat yang

Banyak ditemukan berita-berita yang mengungkapkan perbuatan jahat para pelaku usaha yang menimbulkan kerugian bagi pihak konsumen, diantaranya seperti berita tentang ditemukannya kosmetik kadaluwarsa, kosmetik ilegal, kosmetik yang mengandung zat aditif, kosmetik non-halal, kosmetik palsu dan sebagainya yang diperjual belikan secara bebas kepada masyarakat dan menimbulkan kerugian bagi masyarakat selaku konsumen, baik itu kerugian materil maupun moril.

1

Rhido Jusmadi, Konsep Hukum Persaingan Usaha (Malang : Setara Press,2014), hal.38.

2

Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di indonesia (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2004), hal.16.

(3)

tidak mencantumkan keterangan bahan ataupun zat-zat apa saja yang terkandung di dalam kosmetik tersebut yang ternyata kosmetik tersebut mengandung bahan yang berbahaya bagi kesehatan, seperti adanya kandungan zat-zat kimia yang berbahaya. Hal ini disebabkan oleh minimnya pengawasan terhadap produk kosmetik yang beredar luas di Indonesia, sehingga produk kosmetik tanpa perizinan, tanpa standar produk yang memadai dan tanpa adanya kepastian aman atau tidaknya bagi kesehatan dapat dengan mudah diperjual belikan secara bebas.

Penjualan kosmetik impor di Indonesia juga membuat semakin banyak daftar kosmetik yang dapat dipilih oleh masyarakat. Khusus untuk pasar Indonesia, beberapa tahun belakangan ini peredaran kosmetik impor sangat gencar dan meluas sekali. Kosmetik impor yang banyak beredar di Indonesia berasal dari berbagai negara, tetapi sekarang yang tengah laris dipasaran dan banyak diminati masyarakat Indonesia ialah kosmetik impor yang berasal dari negara Thailand, Korea Selatan dan Cina. Hal ini dikarenakan kosmetik yang berasal dari ketiga negara tersebut dianggap lebih sesuai dengan jenis kulit wanita Indonesia yang merupakan jenis kulit asia, disamping juga karena harga kosmetik impor dari ketiga negara tersebut lebih murah dibandingkan dengan kosmetik impor dari negara Eropa.

Pembelian kosmetik pun dapat dilakukan dengan berbagai cara, langsung membeli di pusat perbelanjaan seperti mall, swalayan, toko-toko yang menjual kosmetik ataupun membelinya secara online via internet. Untuk pembelian secara online dengan menggunakan jasa internet, hal ini dikarenakan kemajuan teknologi bagi banyak orang membawa keuntungan dalam hal materil. Kegiatan bisnis

(4)

perdagangan melalui internet yang dikenal dengan istilah Electronic Commerce (e-commerce) merupakan suatu kegiatan yang banyak dilakukan saat ini, karena transaksi jual beli secara elektronik dapat mengefektifkan dan mengefesiansikan waktu sehingga orang dapat melakukan transaksi jual beli dengan setiap orang dimanapun dan kapanpun. Transasksi elektronik atau e-commerce yang cepat, efektif dan efesien, kini menjadi alternatif dalam melaksanakan jual beli.3

Sayangnya, ditengah persaingan usaha tersebut ada beberapa produsen kosmetik yang berbuat curang dengan mengupayakan berbagai macam cara untuk mendapat keuntungan yang besar tanpa mau mengeluarkan modal yang sesuai untuk mencapai keuntungan tersebut. Para pelaku usaha ini tidak mengindahkan standarisasi terhadap produk-produk kosmetik yang mereka jual, dimana produk kosmetik tanpa perizinan, tanpa standar produk yang memadai dan produk

Dengan banyaknya jenis kosmetik yang beredar di pasaran baik kosmetik lokal maupun impor membuat semakin gencarnya bisnis kosmetik dikalangan para produsen, para produsen pun mencari berbagai macam cara dan upaya agar produk kosmetik yang mereka jual dapat menarik minat masyarakat untuk mau membeli dan menggunakan produk mereka. Hal ini juga membuat beragamnya harga kosmetik yang ditawarkan oleh para produsen kosmetik. Umumnya para konsumen lebih tertarik jika mendapatkan harga yang murah, hal ini membuat produsen berlomba-lomba menyediakan produk kosmetik dengan manfaat yang sama tetapi dengan harga yang berbeda atau lebih murah dari pasaran untuk menarik minat konsumen.

3

Ilyas Indra, “Akibat Hukum Terhadap Produk Kosmetik Kecantikan Yang Tidak Didaftarkan Menurut Ketentuan Badan Pengawas Obat Dan Makanan (BPOM)” melalui

(5)

kosmetik berbahaya tanpa adanya kepastian aman atau tidaknya bagi kesehatan dengan bebas mereka jual kepada konsumen.

Produk kosmetik berbahaya yang mengandung zat-zat yang tidak aman bagi kesehatan dapat dengan mudah dijual oleh produsen kepada konsumen. Untuk memuluskan langkah para produsen dalam menjual produk kosmetik berbahaya biasanya para produsen membuat para calon konsumen dan konsumen percaya dengan produk kosmetik yang mereka jual dengan mengatakan bahwa produk kosmetik mereka adalah asli dan aman untuk digunakan, memberikan banyak testimoni dari konsumen yang telah memakai produk kosmetik mereka, hingga para produsen juga dengan mudah mencantumkan nomor izin edar Badan Pengawas Obat dan Makanan (selanjutnya disingkat BPOM) palsu, dimana nomor izin edar BPOM yang tercantum pada kemasan produk kosmetik tersebut tidak asli dikeluarkan oleh BPOM dan tidak menggambarkan informasi yang sebenarnya mengenai keadaan suatu produk kosmetik tersebut. Sebagai konsumen tentunya masyarakat sangat dirugikan dengan kondisi produk yang tidak sesuai dengan standar kesehatan dan beredar tanpa adanya izin edar dari BPOM yang dapat membawa dampak buruk dalam kehidupan masyarakat.4

Contoh nyata kasus peredaran kosmetik berbahaya yang mencantumkan nomor izin edar BPOM palsu terjadi di Samarinda, Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Samarinda berhasil menyita sejumlah kosmetik dan obat tradisional yang tidak memiliki izin edar. Selain itu, produk ini juga mengandung bahan yang bisa membahayakan keselamatan penggunanya. Produk kosmetik dan

4

Happy Susanto, Panduan Praktis Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan (Yogyakarta : Visimedia, 2008), hal.1.

(6)

obat tradisional ini disita dari sebuah rumah di Kecamatan Samarinda Seberang, rumah itu dijadikan sebagai gudang penyimpanan barang kosmetik dan obat tradisional yang siap edar. Penggebrekan ini dilakukan karena adanya informasi dari masyarakat setempat kemudian dikembangkan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang dimiliki Balai Besar POM Samarinda untuk diselidiki. Hasilnya, penyidik berhasil mengamankan produk ilegal. Beberapa kosmetik mengandung bahan terlarang seperti merkuri. Produk-produk tersebut juga mencantumkan nomor izin edar dari Badan POM, namun yang tertera itu adalah palsu. Selain menjual secara langsung, pelaku juga mengedarkannya ke sejumlah toko di Samarinda dan sekitarnya. Seluruh produk ilegal yang disita kemudian dibawa ke Kantor Balai Besar POM Samarinda. Rencananya, produk akan dimusnahkan setelah proses penyelidikan selesai. Kepala Balai Besar POM Samarinda menghimbau kepada masyarakat jika menemukan produk ilegal beredar, segera melapor ke Balai Besar POM Samarinda. Peran serta masyarakat sangat membantu untuk mengurangi peredaran produk ilegal yang mengandung bahan berbahaya.5

Pada tahun 2015, masyarakat Salatiga, khususnya para wanita harus lebih berhati-hati saat ingin membeli kosmetik. Pasalnya, saat ini beredar kosmetik palsu berbahaya di pasaran. Belum lama ini sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Salatiga dan Kabupaten Semarang melakukan investigasi dan pemantauan di sejumlah toko dibeberapa tempat di Salatiga, yang diduga menjual kosmetik palsu.

5

Sindonews Online, “Balai Besar POM Samarinda Sita Kosmetik dan Obat Kuat” melalui

Maraknya peredaran kosmetik palsu diduga karena

(7)

minimnya pengawasan oleh dinas terkait. Produk palsu yang dipasarkan kebanyakan jenis krim pemutih yang diduga mengandung bahan berbahaya yang akan merusak kulit wajah. Setiap paketnya terdiri dari krim malam, krim siang serta sabun. Selain itu Krim pemutih yang dijual juga menggunakan kemasan dengan label merek terkenal dan juga dalam kemasan tertulis izin BPOM dengan mencantumkan nomor izin edar BPOM palsu. Untuk itu kepada masyarakat dihimbau jangan tergiur dengan harganya yang murah saat membeli kosmetik, harus lebih teliti sebelum membeli. Kosmetik palsu sangat berbahaya bagi tubuh, karena zat-zat berbahaya yang ada di kosmetik bisa masuk ke dalam tubuh. Di dalam tubuh akan menjadi racun (bersifat toksin) yang bisa menimbulkan penyakit kanker, gagal ginjal bahkan sangat berbahaya bagi janin untuk wanita yang sedang mengandung. Kandungan yang sangat berbahaya dalam kosmetik palsu adalah merkuri, partikel nano dan zat-zat yang kadarnya jauh melebihi ambang batas yang diizinkan. Zat-zat berbahaya inilah yang akan meresap ke dalam tubuh tanpa bisa diatasi hanya dengan melakukan detoks.6

Kasus lainnya terjadi di Jakarta

6

Portal berita Online Harian7, “Peredaran Kosmetik Palsu Kian Menjamur Di Salatiga, Masyarakat Harus hati-hati dan teliti Sebelum Membeli” melalui

, peredaran kosmetik yang mengandung bahan berbahaya dan dilarang saat ini sudah menjadi ancaman bagi masyarakat pengguna produk kecantikan. Baru-baru ini telah ditemukan 17 kosmetik berbahaya yang mengandung merkuri atau raksa, hidrokinon dan asam retinoat yang dapat mengancam kesehatan, bahkan jiwa konsumen. Dari salah satu merek yang disebutkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Lucky

(8)

Slamet, ada laporan korban kosmetik berbahaya yang sampai dirawat inap di rumah sakit karena sulit bernafas. Belum lagi barang-barang impor yang masuk secara ilegal juga marak beredar. Baik yang secara tidak resmi dengan mencantumkan nomer izin edar BPOM palsu atau tidak ada nomor izin edar BPOM sama sekali. Untuk menghindari hal tersebut diatas harus ada kerjasama BPOM dengan Kementerian Perdagangan dan Bea Cukai, Kantor Pajak, Kominfo, Kepolisian dan instansi terkait, juga dengan melibatkan media, baik cetak dan elektronik, asosiasi ritel, asosiasi dokter untuk membantu mengamankan pasar kosmetik Indonesia. Ketua Umum Perhimpunan Perusahaan dan Asosiasi Kosmetika (PPAK) yang juga Ketua Umum Asosiasi Merek Indonesia (AMIN), Putri K Wardhani mengatakan :

“Hal-hal yang harus diperhatikan oleh konsumen pada saat ingin membeli produk kosmetik adalah pilihlah produk yang diproduksi oleh produsen yang jelas dan memiliki reputasi yang baik. Pilih produk kosmetik yang menggunakan label dalam Bahasa Indonesia, pastikan ada nomor izin edar dari BPOM. Lalu buka website BPOM mengenai produk-produk yang diberi izin tersebut. Pastikan juga ada pelayanan costumer service pada label yang bisa dihubungi setiap saat.”7

Kasus-kasus di atas hanya beberapa contoh dari sekian banyak kasus penyitaan atau pemusnahan kosmetik palsu dan kosmetik berbahaya yang mencantumkan nomor izin edar BPOM palsu yang dilakukan pihak Kepolisian dan pihak BPOM. Kasus tersebut menggambarkan kondisi yang harus diwaspadai oleh masyarakat selaku konsumen, karena dalam hal ini konsumenlah yang selalu

7

Beritasatu.com, “Hati-Hati Peredaran Kosmetika Berbahaya” melalui

(9)

dirugikan dan terkena imbas dari efek buruk yang terdapat pada produk kosmetik berbahaya yang mencantumkan nomor izin edar BPOM palsu. Kondisi tersebut juga diakibatkan karena kurangnya penerapan dan pengawasan terhadap produk kosmetik di Indonesia, baik kosmetik lokal maupun kosmetik impor. Alhasil yang tadinya ingin tampil cantik dan menarik malah dapat berdampak buruk bagi kesehatan.

Kulit merupakan salah satu tempat yang paling sering terkena dampak efek samping yang tidak diinginkan hal ini karena kulit merupakan lapisan terluar dan terdepan dari tubuh yang berperan sebagai benteng pertahanan terhadap masuknya benda-benda asing dari luar melalui pori-pori.8

8

Diana Nasution, Dampak Pemakaian Kosmetik Pada Kulit Masa Kini (Medan : F. Kedokteran USU, 1997), hal.101.

Berdasarkan hasil pengawasan rutin Badan POM di seluruh Indonesia terhadap kosmetika yang beredar dari Oktober 2014 sampai September 2015, ditemukan 30 jenis kosmetika mengandung bahan berbahaya yang terdiri dari 13 jenis kosmetika produksi luar negeri dan 17 jenis kosmetika produksi dalam negeri. Bahan berbahaya yang teridentifikasi terkandung dalam kosmetika tersebut, yaitu bahan pewarna Merah K3 dan Merah K10 (Rhodamin B), Asam Retinoat, Merkuri dan Hidrokinon. Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM RI No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan kepala Badan POM No. HK.03.1.23.08.11.07517 Tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika, bahan-bahan tersebut termasuk dalam daftar bahan berbahaya yang dilarang untuk digunakan dalam pembuatan kosmetika. Penggunaan Pewarna Merah K3, Merah K10, Asam

(10)

Retinoat, Merkuri dan Hidrokinon dalam kosmetika dapat menimbulkan berbagai risiko kesehatan. Sebagai contoh, pewarna Merah K3 dan Merah K10 yang sering disalahgunakan pada sediaan tata rias (eye shadow, lipstik, perona pipi) memiliki sifat karsinogenik dan dapat menimbulkan gangguan fungsi hati dan kanker hati. Sementara hidrokinon yang banyak disalahgunakan sebagai bahan pemutih/pencerah kulit, selain dapat menyebabkan iritasi kulit, juga dapat menimbulkan ochronosis (kulit berwarna kehitaman). Efek tersebut mulai terlihat setelah penggunaan selama 6 bulan dan kemungkinan bersifat irreversible (tidak dapat dipulihkan). Karena itu, BPOM meminta masyarakat untuk tidak menggunakan kosmetika mengandung bahan berbahaya sebagaimana tercantum dalam lampiran peringatan publik/public warning ini termasuk peringatan publik/public warning yang sudah diumumkan sebelumnya.9

Melihat efek samping yang dapat ditimbulkan dari pemakaian kosmetik berbahaya tersebut, maka konsumen membutuhkan perlindungan. Setiap orang, pada waktu, dalam posisi tunggal/sendiri maupun berkelompok bersama orang lain, dalam keadaan apapun pasti menjadi konsumen untuk suatu produk barang atau jasa tertentu.10

9

Badan POM “Waspada Kosmetika Mengandung Bahan Berbahaya , Teliti Sebelum Memilih Kosmetika” melalui

Konsumen yang keberadaanya sangat tidak terbatas dengan strata yang sangat bervariasi menyebabkan produsen melakukan kegiatan pemasaran dan distribusi produk barang dan jasa dengan cara seefektif mungkin agar dapat mencapai konsumen yang sangat majemuk tersebut. Untuk itu semua

10

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta : Sinar Grafika, 2014), hal.5.

(11)

cara pendekatan diupayakan sehingga mungkin menimbulkan berbagai dampak, termasuk keadaan yang menjurus pada tindakan yang bersifat negatif bahkan tidak terpuji yang berawal dari iktikad buruk. Dampak buruk yang lazim terjadi, antara lain menyangkut kualitas atau mutu barang, informasi yang tidak jelas bahkan menyesatkan, pemalsuan dan sebagainya.11

Perlindungan terhadap konsumen dipandang secara material maupun formal makin terasa sangat penting, mengingat makin lajunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan motor penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang dan jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran usaha. Dalam rangka mengejar dan mencapai kedua hal tersebut, akhirnya baik langsung atau tidak langsung, konsumenlah yang pada umumnya merasakan dampaknya. Perlindungan konsumen merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan bisnis yang sehat. Dalam kegiatan bisnis yang sehat terdapat keseimbangan perlindungan hukum antara konsumen dan produsen. Tidak adanya perlindungan yang seimbang menyebabkan kosumen pada posisi lemah.12

11

Sri Redjeki Hartono, makalah “Aspek-Aspek Hukum Perlindungan Konsumen” dalam buku Hukum Perlindungan Konsumen, hal.34.

12

Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Bagi Konsumen Di Indonesia (Jakarta : PT Raja Grarfindo Persaada, 2013), hal.1.

Dengan demikian upaya-upaya untuk memberikan perlindungan yang memadai terhadap kepentingan konsumen merupakan suatu hal yang penting dan mendesak untuk segera dicari solusinya, terutama di Indonesia, mengingat sedemikian

(12)

kompleksnya permasalahan yang menyangkut perlindungan konsumen, lebih-lebih menyongsong era perdagangan bebas yang akan datang.13

Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan haknya masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen. Oleh karena itu, Undang-Undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen. Upaya pemberdayaan ini penting karena tidak mudah mengharapkan kesadaran pelaku usaha, yang pada dasarnya prinsip ekonomi pelaku usaha adalah mendapat keuntungan semaksimal mungkin dengan modal seminimal mungkin. Prinsip ini sangat merugikan kepentingan konsumen, baik secara langsung maupun tidak langsung.14

Masalah perlindungan konsumen semakin gencar dibicarakan. Permasalahan ini tidak akan pernah habis dan akan selalu menjadi bahan perbincangan di masyarakat. Selama masih banyak konsumen yang dirugikan, masalahnya tidak akan pernah tuntas. Oleh karena itu, masalah perlindungan konsumen perlu diperhatikan.15

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, hak-hak konsumen menjadi prioritas utama untuk dilindungi terhadap penjualan dan pemakaian kosmetik

13

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Loc.Cit. 14

M.Sadar.dkk, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia (Jakarta : Akademia, 2012), hal.2-3.

15

(13)

berbahaya yang mencantumkan nomor izin edar BPOM palsu yang sangat merugikan konsumen. Selain membahas tentang perlindungan hak-hak konsumen, dalam skripsi ini akan dibahas mengenai bagaimana peranan BPOM dalam mengawasi dan menindak segala penyimpangan terhadap peredaran kosmetik berbahaya dengan nomor izin edar BPOM palsu.

Dengan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk membuat karya tulis dalam bentuk skripsi dengan judul “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Peredaran Produk Kosmetik Berbahaya Yang Mencantumkan Nomor Izin Edar Badan Pengawas Obat dan Makanan Palsu. ( Studi Pada : BPOM Medan).”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka terdapat tiga pokok permasalahan yang akan dibahas, yaitu:

1. Bagaimana dampak peredaran produk kosmetik berbahaya yang mencantumkan nomor izin edar BPOM palsu?

2. Bagaimana peran BPOM (Studi Pada : BPOM Medan) dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran produk kosmetik berbahaya yang mencantumkan nomor izin edar BPOM palsu?

3. Apa sanksi yang diberikan bagi produsen atau pelaku usaha produk kosmetik berbahaya yang mencantumkan nomor izin edar BPOM palsu?

(14)

C. Tujuan Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini antara lain :

1. Untuk mengetahui dampak peredaran produk kosmetik berbahaya yang mencantumkan nomor izin edar BPOM palsu

2. Untuk mengetahui peran BPOM dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran produk kosmetik berbahaya yang mencantumkan nomor izin edar BPOM palsu

3. Untuk mengetahui sanksi yang diberikan bagi produsen atau pelaku usaha produk kosmetik berbahaya yang mencantumkan nomor izin edar BPOM palsu.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan skripsi ini antara lain sebagai berikut :

1. Secara teoretis, untuk menambah pengetahuan tentang perlindungan konsumen, untuk mengetahui dampak peredaran produk kosmetik berbahaya yang mencantumkan nomor izin edar BPOM palsu di masyarakat, dan untuk mengetahui peranan dari BPOM dalam mengawasi peredaran produk kosmetik berbahaya yang mencantumkan nomor izin edar BPOM palsu.

2. Secara praktis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberi masukan bagi pembaca mengenai perlindungan konsumen untuk menegakkan

(15)

hak-hak konsumen, juga sebagai bahan bagi para akademisi dalam menambah wawasan dan pengetahuan di bidang perlindungan konsumen.

E. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini merupakan hasil dari gagasan, ide dan pemikiran sendiri dengan mengambil panduan dari beberapa buku-buku ditambah dengan sumber riset yang diperoleh dari lapangan dan beberapa sumber lain yang berkaitan dengan judul. Pemikiran mengenai skripsi ini yang berjudul : “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Peredaran Produk Kosmetik Berbahaya Yang Mencantumkan Nomor Izin Edar Badan Pengawas Obat dan Makanan Palsu (Studi Pada : BPOM Medan).” timbul karena melihat keadaan yang berkembang mengenai bagaimana perlindungan terhadap konsumen atas beredarnya produk kosmetik berbahaya yang mencantumkan nomor izin edar BPOM palsu. Judul skripsi ini telah diperiksa dan diteliti melalui penelusuran kepustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sebelumnya dan dinyatakan bahwa tidak ada judul yang sama dengan skripsi ini. Dengan demikian keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara pencarian, bukan hanya sekedar mengamati dengan teliti suatu obyek.16

16

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003), hal.28.

Dalam penulisan skripsi metode penelitian sangat diperlukan agar penulisan skripsi menjadi lebih terarah dengan data yang telah dikumpulkan melalui pencarian-pencarian data yang berhubungan

(16)

dengan permasalahan dalam skripsi ini. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Jenis dan sifat penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam menjawab permasalahan dalam pembahasan skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada dalam masyarakat.17 Metode ini juga digunakan agar dapat melakukan penelusuran terhadap norma-norma hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan perlindungan konsumen yang berlaku, serta memperoleh data maupun keterangan yang terdapat dalam berbagai literatur di perpustakaan, jurnal hasil penelitian, koran, majalah, situs internet dan sebagainya.18

Sifat penelitian pada penulisan skripsi ini adalah deskriptif analitis yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian.19 Deskriptif analitis bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.20

17

Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal.105. 18

Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad ke-20 (Bandung : Alumni, 1994), hal.139.

19

Ibid., hal.105-106. 20

Amiruddin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2014), hal.25.

(17)

2. Sumber Data

Penulisan skripsi ini akan menganalisis objek penelitian dengan menggunakan data sekunder, yaitu data yang mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berupa laporan dan sebagainya.21 Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari :22

a. Bahan Hukum Primer, yang berupa ketentuan hukum dan perundang-undangan yang mengikat serta berkaitan dengan penelitian ini, seperti Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan, Peraturan dan Keputusan Menteri Kesehatan, Keputusan BPOM dan peraturan lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

b. Bahan Hukum Sekunder, adalah data yang tidak diperoleh dari sumber pertama. Data sekunder bisa diperoleh dari literatur-literatur tertulis, baik berbentuk buku-buku, makalah-makalah, dokumen-dokumen, laporan penelitian, surat kabar, makalah, harian elektronik, dan lain sebagainya yang memiliki relevansi dengan skripsi ini.

c. Bahan Hukum Tersier, adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti Kamus Hukum, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Ensiklopedia dan sebagainya.

3. Teknik Pengumpulan Data

21

Amiruddin dan H.Zainal Askin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta : Rajawali Pers, 2012), hal.30.

22

Lexy J. Maleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung : PT Remaja Rosadakarya, 1996), hal.22.

(18)

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah : a. Library Research (Penelitian Kepustakaan)

Library Research (Penelitian Kepustakaan) yaitu penulisan yang dilakukan dengan cara pengumpulan literatur dengan sumber data berupa bahan hukum primer dan sekunder dari berbagai bahan-bahan bacaan yang bersifat teoritis ilmiah, buku-buku, peraturan-peraturan, juga dari majalah-majalah dan media elektronik seperti internet dan sebagainya yang ada hubungan dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini.

b. Field Research (Penelitian Lapangan)

Metode pengumpulan data dengan cara penelitian lapangan ini dilakukan dengan melakukan wawancara secara mendalam (in depth interviewing)23

4. Analisis Data

dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Medan untuk melengkapi data penelitian.

Bahan hukum premier dan bahan hukum sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisis secara kualitatif. Analisis kualitatif yaitu suatu kegiatan yang dilakukan untuk menentukan isi atau makna suatu aturan hukum yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi objek kajian.24

5. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan terhadap data yang berhasil dikumpulkan dilakukan dengan menggunakan metode penarikan kesimpulan secara deduktif maupun

23

Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum (Jakarta : Rineka Cipta, 1996), hal.59. 24

(19)

secara induktif. Metode penarikan kesimpulan secara deduktif adalah suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat lebih khusus.25 Metode penarikan kesimpulan secara induktif adalah proses berawal dari proposisi-proposisi khusus (sebagai hasil pengamatan) dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) berupa asas umum26

G. Sistematika Penulisan

, sehingga akan dapat diperoleh jawaban terhadap permasalahan-permasalahan yang telah disusun.

Dalam penulisan skripsi ini, dipaparkan sistematika penulisan dengan tujuan agar mempermudah pengertian dan pendalaman secara jelas. Adapun sistematika dalam penulisan skripsi ini dibagi dalam 5 (lima) bab yang masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab, sebagaimana diuraikan sebagai berikut :

Bab I merupakan Bab Pendahuluan. Dalam bab ini diuraikan tentang hal-hal yang bersifat umum, mulai dari latar belakang masalah yang menjadi dasar penulisan, memaparkan apa yang menjadi tujuan penulisan skripsi ini dan manfaat yang diperoleh dari penulisan tersebut. Pada bagian ini juga diuraikan apa yang menjadi permasalahan, keaslian penulisan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II membahas mengenai Tinjauan Umum Hukum Perlindungan Konsumen. Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai dasar hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia, bentuk pelanggaran hak konsumen, tata cara

25

Bambang Sunggono, Op.Cit., hal.11. 26

(20)

pengaduan konsumen, penyelesaian sengketa konsumen dan peran pemerintah dalam melindungi konsumen.

Bab III membahas mengenai Tinjauan Umum Tentang Produk Kosmetik Berbahaya Dengan Nomor Izin Edar BPOM Palsu. Dalam bab ini akan dipaparkan pengertian atas kosmetik, pengertian atas izin edar BPOM, dan tata cara pendaftaran nomor izin edar BPOM pada produk kosmetik.

Bab IV membahas mengenai Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Peredaran Produk Kosmetik Berbahaya Yang Mencantumkan Nomor Izin Edar BPOM Palsu (Studi Pada : BPOM Medan). Dalam bab ini dipaparkan mengenai dampak peredaran produk kosmetik berbahaya yang mencantumkan nomor izin edar BPOM palsu, peran BPOM dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran produk kosmetik berbahaya dengan nomor izin edar BPOM palsu, dan sanksi yang diberikan bagi produsen atau pelaku usaha produk kosmetik berbahaya yang mencantumkan nomor izin edar BPOM palsu.

Bab V mengenai Kesimpulan dan Saran merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran-saran.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi responden terhadap iklan produk seksualitas (iklan kondom) berdasarkan karakteristik agama dan gender ditinjau dari etika

Untuk ibu hamil dengan status gizi ibu hamil yang tidak berisiko KEK sebanyak 35 ibu hamil atau (34,4 %) tidak mengalami BBLR, sedangkan status gizi ibu hamil dengan berisiko

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai hasil paparan data ketika proses penelitian belajar mengajar berlangsung, yaitu ketika menerapkan model pembelajaran RME yang

Berdasarkan hasil analisis of varians (ANOVA) dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) menunjukkan bahwa pemberian pupuk kompos dan air kelapa

Penulis mencari sumber informasi melalui beberapa sumber dan referensi atau literature yang berhubungan dengan asuhan komprehensif pada kehamilan , persalinan, BBL, masa nifas dan KB

Pada tahun 1964, penelitian yang dilakukan Singleton menghasilkan sebuah kesimpulan, bahwa Reed-Solomon codes merupakan metode error correction terbaik untuk setiap code

Pengetahuan agama memiliki sifat dogmatis, artinya pernyataan dalam suatu agama selalu dihampiri oleh keyakinan yang telah tertentu sehingga pernyataan dalam

Skripsi ini mengangkat masalah tentang tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti kerugian atas hilangnya barang bagasi milik penumpang ditinjau