NILAI-NILAI AKHLAK
DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM
(Kajian Tafsir Surat Al-Hujurat Ayat 11-13)
SKRIPSI
Diajukan Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh
SITI KHOEROTUNNISA
NIM: 111-12-028
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
NILAI-NILAI AKHLAK
DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM
(Kajian Tafsir Surat Al-Hujurat Ayat 11-13)
SKRIPSI
Diajukan Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh
SITI KHOEROTUNNISA
NIM: 111-12-028
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Siti Khoerotunnisa
Nim : 111-12-028
Jurusan : Pendidikan Agama Islam Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil
karya sendiri, bukan jiplakan dari hasil karya tulis orang lain. Pendapat dan temuan
orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik
KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
Jl. Tentara Pelajar No2 Telp.(0298) 323706 Fax. 323433 Kode Pos 50721 Salatiga Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail: administrasi@iainsalatiga.ac.id Saudara : Siti Khoerotunnisa
Kepada:
Dekan FTIK IAIN Salatiga di Salatiga
Assalamu’alaikumWr.Wb
Dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa:
Nama : SitiKhoerotunnisa
Nim : 111-12-028
Fakultas/Jurusa : Tarbiyah/Pendidikan Agama Islam
Judul :Nilai-Nilai Akhlak Dalam Perspektif Pendidikan Islam (Kajian Tafsir Surat Al-Hujurat 11-13)
Dapat diajukan kepada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga untuk ditujukan dalam sidang munaqasyah.
Demikian nota pembimbing itu dibuat, untuk menjadi perhatian dan digunakan sebagaimana mestinya.
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahi rabbilalamin, dengan izin Allah swt skripsi ini telah selesai.
Skripsi ini penulispersembahkan kepada:
1. Keluarga ku tercinta Ayah dan Ibu yang telah membesarkan dan mendidik ku
dengan penuh kasih sayang serta selalu memberikan motivasi semangat dan
doa terimakasih sudah menjadi orang tua terhebatku.
2. Seluruh keluargaku terimakasih atas dorongan dan doa serta motivasinya.
3. Bapak Muh.Hafidz M.Ag selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
motivasi serta pengarahan sampai selesainya skripsi ini.
4. Kepada sahabat-sahabat ku yang selalu memberikan semangat memotivasi
serta memberikan bantuan dalam segala hal dan terima kasih atas doa kalian
semua.
5. Kepada seluruh sahabat-sahabat PAI A 2012 terima kasih telah memberikan
banyak kenangan yang indah dan teman-teman seperjuanganku yang telah
memberikan dukungan semangat dan doa sehingga dapat menyelesaikan
skripsi ini.
6. Kepada teman-teman PPL, KKN 2016 yang telah memberikan banyak
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Dengan menyebut Nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, yang telah memeberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, walaupun masih jauh dari
kata sempurna . sholawat serta salam tak lupa selalu tercurahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad saw, sebagai suri tauladan untuk panutan kita
semua sehingga kita dapat mencapai kebahagiaan ketentraman dunia dan
akhirat.
Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini berkat motivasi,
dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan banyak
terimakasih yang tak terhingga kepada:
1. Yang terhormat Bapak Dr. Rahmad Hariyadi, M.Pd selaku Rektor Institut
Agama Islam Negri Salatiga.
2. Yang terhormat Bapak Suwardi M.P.d selaku Dekan FTIK
3. Yang terhormat Ibu Siti Rukhayati Selaku Ketua Jurusan Pendidikan
Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
4. Yang terhormat Bapak Muh.Hafidz M.Ag selaku dosen pembimbing yang
bersedia meluangkan waktu untuk mengarahkan dan memberikan
5. Yang terhormat Bapak Agus Ahmad Su‟aidi Lc.MA selaku dosen
pembimbing akademik
6. Kepada bapak dan ibu dosen yang telah memberikan banyak ilmu
pengetahuan dan pengalaman dengan penuh kesabaran. Serta bagian
akademik IAIN Salatiga yang telah meluangkan waktu untuk memberikan
pelayanan kepada penulis.
7. Ayah dan Ibu tercinta yang selalu memotivasi dan memberi semangat
serta mendoakannya.
8. Keluarga besar dan teman-teman yang selalu mendoakan dan memberikan
dukungan serta bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Salatiga, 22 Juni2016 Penulis
ABSTRAK
Nisa. Siti Khoerotun. 2016. Nilai-Nilai Akhlak dalam Perspektif Pendidikan Islam (Kajian Tafsir Surat Al-Hujurat Ayat 11-13). Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negri Salatiga. Pembimbing Muh.Hafidz M.Ag.
Kata Kunci: Nilai Akhlak dan Pendidikan Islam.
Penelitian ini tentang nilai-nilai akhlak dalam perspektif pendidikan Islam (Kajian tafsir surat Al-Hujurat ayat 11-13) bahwa akhlak Islam adalah nilai-nilai yang utuh, yang terdapat dalam Al-Qur‟an dan As-Sunnah yang ditujukan untuk kebaikan manusia, baik di dunia maupun akhirat. Akhlak menjadi bagian yang penting dalam substansi pendidikan Islam sehingga Al-Qur‟an menganggap-nya sebagai rujukan terpenting bagi kaum muslim. Masalah akhlak merupakan masalah universal, masalah yang menjadi perhatian orang dimana saja. Dalam hal ini pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: 1. Nilai-nilai akhlak apa saja yang terkandung dalam surat Hujurat ayat 11-13. 2. Bagaimana implikasi nilai akhlak Surat Al-Hujurat ayat 11-13 dalam Pendidikan Islam.
Untuk menjawab penelitian tersebut penulis menggunakan penelitian library research. Sumber data dalam penelitian ini meliputi Al-Qur‟an dan terjemahnya Depag RI dan data-data yang diperoleh dari ahli tafsir yang relevan yang dijadikan sebagai rujukan dalam membantu menganalisis permasalahan yang muncul, Tafsir Al-Maraghi, Tafsir al-Misbah, Tafsir An-Nuur, Tafsir Ibnu Katsir, serta buku ulumul
Qur‟an dan buku-buku lain yang relevansinya berkaitan dengan pembahasan. Adapun
metode yang digunakan oleh penulis dalam skripsi ini adalah metode tahlili yaitu metode yang digunakan untuk menganalisis dan menjelaskan ayat Al-Qur‟an dari segala aspeknya mulai dari kosa kata, pokok isi kandungan, asbabun nuzul serta munasabah.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam surat Al-Hujurat ayat 11-13 meliputi: perintah kepada manusia baik laki-laki maupun perempuan untuk saling menghormati dan menghargai, larangan memanggil orang dengan gelar yang mengandung ejekan, larangan untuk berburuk sangka, larangan
bergunjing/ghibah, perintah untuk taubat, perintah untuk ta‟aruf/saling mengenal di
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL...i
LEMBAR BERLOGO...ii
JUDUL .………... iii
PERTANYAAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iv
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... v
PENGESAHAN KELULUSAN ... vi
MOTTO ... vii
PERSEMBAHAN ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
ABSTRAK ... xi
DAFTAR ISI ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah... 9
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Penegasan Istilah ... 10
E. Manfaat Penelitian ... 13
F. Metode Penelitian ... 14
G. Sistematika Penulisan ... 16
BAB II KOMPILASI AYAT-AYAT A. Surat Al-Hujurat ... 18
C. Nilai-nilai pokok yang terkandung dalam Surat al-Hujurat ... 22
BAB III ASBABUN NUZUL DAN MUNASABAH SURAT AL-HUJURAT A. Sejarah Turunnya Surat Al-Hujurat ... 28
B. Tema dan Tujuan Utama ... 29
C. Asbabun Nuzul ... 30
D. Munasabah ... 33
BAB IV PEMBAHASAN A. Pandangan Mufassir tentang Surat Al-Hujurat ... 47
B. Nilai Akhlak dalam Prespektif Pendidikan Islam ... 56
C. Analisis Nilai Akhlak dalam Surat Al-Hujurat ... 59
D. Nilai-nilai Akhlak dalam surat Al-Hujurat ayat 11-13. ... 61
E. Urgensi Nilai Akhlak dalam Surat Al-Hujurat ayat 11-13 dalam Pendidikan Islam ... 66
F. Aktualisasi Nilai Akhlak dalam Surat Al-Hujurat ayat 11-13 dalam Pendidikan Islam ... 71
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 75
B. Saran-saran ... 75
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap manusia yang dilahirkan di dunia ini, dalam pertumbuhan dan
perkembangannya menuju ke arah kedewasaannya, sangat membutuhkan peran orang
lain. Oleh sebab itu, mulai sejak kecil manusia sudah membutuhkan peran bantuan
orang tuanya baik yang bersifat material ataupun spiritual termasuk akhlak kepada
sang pencipta dan kepada sesamanya. Ajaran tentang akhlak yang baik bersumber
pada Al-Qur‟an yang merupakan pedoman hidup kaum muslimin. Al-Qur‟an
merupakan kalam Allah, merupakan mukjizat, yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad S.AW melalui perantara malaikat jibril, ditulis dalam mushaf, dinuklikan
secara mutawattir (oleh orang banyak) dan membacanya termasuk ibadah yang
diawali dengah surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas (Ash-Shabuny,
1984:18).
Allah menurunkan Al-Qur‟an agar dijadikan sebagai pedoman bagi umat
manusia dan petunjuk serta sebagai tanda atas kebenaran Rasul dan penjelasan atas
kenabian dan kerasulanya, juga sebagai alasan yang kuat di hari kemudian di mana
akan dinyatakan bahwa Al-Qur‟an itu benar-benar diturunkan dari Dzat Yang Maha
Bijaksana lagi Terpuji. Nyatalah bahwa Al-Qur‟an adalah mu‟jizat yang abadi yang
Al-Qur‟an merupakan sumber pendidikan yang terlengkap, baik itu
pendidikan kemasyarakatan (sosial), moral (akhlak), maupun spriritual (kerohanian),
serta material (kejasmanian) alam semesta. A1-Qur‟an merupakan sumber nilai yang
absolut dan utuh. Eksistensinya tidak akan pernah mengalami perubahan.
Kemungkinan terjadi perubahan hanya sebatas penafsiran manusia terhadap teks ayat
yang menghendaki sesuai dengan konteks zaman, situasi, dan kondisi (Ahid,
2010:21).
Al-Qur‟an sebagai pedoman hidup kaum muslimin membahas semua ni
lai-nilai akhlak tanpa terkecuali. Ayat-ayatnya tidak meninggalkan satu pun yang
berhubungan dengan akhlak. Setiap dimensi yang berkaitan dengan akhlak terdapat di
dalamnya, baik bentuk perintah larangan, maupun bentuk anjuran, baik mengenai
akhlak terpuji maupun akhlak tercela (Mahmud, 2004:173).
Al-Qur‟an telah menjelaskan secara gamblang tentang akhlak-akhlak mulia
dan sekaligus perintah untuk mengerjakannya. Al Qur‟an menjelaskan pula urgensi
amal-amal yang saleh, baik kepada sang Khaliq atau kepada sesama sebagai
manifestasi untuk mendekatkan diri kepada Allah. Di samping itu juga Al-Qur‟an
telah menyebutkan perilaku tercela untuk tidak mendekati diri dan melakukanya
(Mahmud, 2004:175). Dengan berbagai petunjuk tersebut diharapkan manusia akan
memperoleh kebaikan, kemaslahatan dalam kehidupannya, termasuk kehidupan
sesudah mati sebagai salah satu bentuk keyakinan seorang muslim.
Pendidikan merupakan salah satu media untuk mengimplementasikan seluruh
luas, baik pendidikan keluarga, sekolah ataupun pendidikan masyarakat. Menurut
Henderson dalam Rahmaniyah bahwa pendidikan dimaknai sebagai suatu proses
pertumbuhan dan perkembangan individu, sebagai hasil interkasi individu dengan
lingkungan fisik, yang berlangsung sepanjang hayat sejak manusia lahir (2010:52).
Sementara akhlak dimaknai sebagai perbuatan yang dilakukan dengan kesadaran,
tanpa pemaksaan, tanpa berfikir panjang, karena sudah tertanam begitu dalam diri
seseorang, sebagaimana diungkapkan oleh Al Jurjani. Al-Jurjani (dalam Mahmud,
2004:32), mendefinisikan bahwa akhlak adalah suatu sifat yang tertanam pada diri
manusia, yang terlahir dari perbuatan-perbuatan dengan mudah dan ringan, tanpa
perlu berfikir dan merenung. Akhlak dalam perspektif Islam merupakan sekumpulan
prinsip dan kaidah yang mengandung perintah dan larangan dari Allah. Akhlak Islam
adalah nilai-nilai yang utuh, yang terdapat dalam Al-Qur‟an dan As-Sunnah yang
ditujukan untuk kebaikan manusia, baik di dunia maupun akhirat (Mahmud, 2004:
81-82).
Akhlak menjadi bagian yang penting dalam substansi pendidikan Islam
sehingga Al-Qur‟an menganggap-nya sebagai rujukan terpenting bagi kaum muslim,
rumah tangga Islami, masyarakat Islami, dan umat manusia seluruhnya. Akhlak
adalah buahnya Islam yang diperuntukkan bagi seorang individu dan umat manusia,
dan akhlak menjadikan kehidupan ini menjadi manis dan elok. Tanpa akhlak, yang
merupakan kaidah-kaidah kejiwaan dan sosial bagi individu dan masyarakatnya,
maka kehidupan manusia tidak berbeda dengan kehidupan hewan dan binatang. Allah
semuanya untuk menyerupai nilai-nilai dalam asmaul husna tersebut. Allah mencela
orang kafir dengan akhlak tercela. Dengan berdasar asmaul husna, ya rahman sampai
akhir, hendaklah bagi seorang mu‟min dapat menyerupai nilai-nilai di dalamnya,
sesuai dengan kadar kemampuan dan kekuatanya (Hafidz dan Kastolani,
2009:107-108).
Masalah akhlak merupakan masalah universal, masalah yang menjadi
perhatian orang dimana saja, baik dalam masyarakat yang telah maju maupun dalam
masyarakat yang masih terbelakang. Karena kerusakan akhlak seseorang
mengganggu ketentraman yang lain, jika dalam suatu masyarakat banyak orang yang
rusak akhlaknya, maka akan guncanglah keadaan masyarakat itu (Ahid, 2010:122).
Akhlak yang baik merupakan fondasi yang kokoh bagi terciptanya hubungan baik
antara orang-orang muslim. Sehingga orang-orang yang mampu mewujudkan
hubungan baik tersebut, adalah orang-orang yang ruhnya bersih yang konsisten
dengan menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya (Mahmud, 2004:12).
Banyak fenomena yang terjadi di tengah-tengah masyarakat yang mengindikasikan
dekadensi dan kemerosotan nilai-nilai akhlak bahkan jauh dari nilai-nilai akhlak.
Pergaulan remaja yang cenderung bebas, kenakalan dan tawuran pelajar, kasus
narkoba yang menjamur hingga kasus seksual yang merata di mana-mana, semuanya
mengindikasikan dekadensi moral kaum muslimin.
Hal itu diperparah lagi dengan rendahnya semangat dan ghirah kaum
muslimin untuk memahami Al-Qur‟an sebagai pedomannya, yang harus
hanya menjadi mushaf yang menjadi penghias di masjid, mushalla, rumah-rumah
kaum muslimin saja, melainkan perlu dipahami, dimengerti ajaran dan nilai-nilai
yang terkandung di dalamnya. Dengan memahami tentang nilai-nilai Al Qur‟an,
khususnya nilai akhlak, kaum muslimin akan terhindar dari perbuatan tercela, terlebih
dalam kehidupan sekarang ini dimana akhlak yang baik merupakan sesuatu yang
mahal dan sulit dicari.
Dengan demikian akhlak dalam prespektif pendidikan Islam mempunyai
peran yang sangat penting dalam kehidupan seseorang baik dalam lingkungan
keluarga maupun masyarakat luas. Dalam keluarga, akhlak merupakah faktor yang
sangat penting dalam membangun dan mewujudkan keluarga yang sakinah. Sekaligus
keluarga dengan kedua orang tua, memegang peranan penting dalam akhlak
anak-anaknya, dengan menanamkan kebiasaan yang baik dimulai dari masa anak-anaknya,
sebagai masa pembentukan akhlak yang baik. Oleh sebab itu, kedua orang tua dalam
keluarga mempunyai posisi yang penting tentang pendidikan akhlak ini dengan
menanamkan kejujuran, keikhlasan, kasih sayang, cinta kebaikan, pemurah,
pemberani dan lain sebagainya (Ahid, 2010:14).
Karena dalam suatu keluarga jika tidak dibangun dengan tonggak akhlak
mulia maka keluarga tersebut tidak akan hidup bahagia. Dengan demikian orang tua
berperan sangat penting dalam keluarga khususnya ibu dengan memberikan kasih
sayang dan mendidik anaknya untuk mempunyai akhlak yang mulia, bukan hanya
menghargai sesama manusia. Karena perbuatan anak tersebut merupakan cerminan
dari orang tua itu sendiri.
Akhlak menempati posisi penting dalam Islam. Ia dengan takwa, yang akan di
bicarakan nanti merupakan buah pohon Islam yang berakarkan pada akidah, dapat
dilihat dari berbagai sunnah qauliyah (bentuk perkataan) Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak“ (H.R Ahmad). Dan
akhlak Nabi yang disebut menyempurnakan itu disebut akhlak Islam karena
bersumber dari wahyu Allah yang kini terdapat dalam ajaran Islam (Ali,
2008:348-349). Akhlak Nabi saw senantiasa menjadi teladan, dan panutan bagi umat yang
mengharapkan kebahagiaan dunia dan akhirat, sebab akhlak Nabi saw benar-benar
akhlak yang agung. Untuk itu, umat manusia seharusnya mengikuti akhlak Nabi
sebagaimana yang di sebutkan dalam (Q.S al-Ahzab/ 33: 21).
hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (Q.s al-Ahzab:21).Nabi Muhammad saw adalah orang yang kuat imannya, berani, sabar dan
tabah dalam menerima cobaan. Beliau memiliki akhlak yang mulia, oleh sebab itu
akhlak Nabi dan mengabadikannya dalam ayat Al-Qur‟an surat Al-Qalam ayat 4
“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung (Q.S Al-Qalam: 4).
Dengan ayat tersebut di atas bahwa Nabi Muhammad SAW mempunyai
akhlak yang jujur adil sabar karena Nabi Muhammad SAW mampu menjadi suri
tauladan untuk semua orang. Karena dengan seseorang mempunyai akhlak yang
mulia kehormatan untuk setiap orang karena akhlak tersebut merupakan suatu bukti
nyata keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya, simbol dari segenap kebaikan dan pilar
bagi tegaknya masyarakat yang diidam-idamkan oleh semua orang.
Semua orang merasa senang kepada perilaku yang baik. Siapa pun mengakui
bahwa kebaikan adalah masalah yang universal yang disukai oleh semua insan,
bahkan oleh orang yang jahat sekalipun. Dengan keragaman kualitas batin manusia,
orang berbeda-beda perilakunya. Kebaikan dan kejujuran, sesungguhnya yang murni
dan jauh dari kepalsuan, hanya bisa dilakukan oleh orang yang beriman dan
bertakwa. Karena itu akhlak memiliki manfaat dan perananya tersendiri dalam
kehidupan seorang muslim, baik bagi orang lain maupun dirinya sendiri, juga
masyarakat yang luas (Ahmadi, 2004:19-20).
Mengingat akhlak dalam prespektif pendidikan Islam sangatlah penting bagi
akhlak dalam mengplikasikanya kehidupan sehari hari, karena akhlak dalam
prespektif pendidikan Islam merupakan barometer untuk mengukur dalam
menetapkan akhlak baik maupun yang buruk terhadap masyarakat. Karena akhlak
karimah merupakan akhlak yang baik di mata Allah, dan jika orang tersebut memiliki
akhlak yang mulia maka akan terhindar dari perbuatan keji dan akan mendapatkan
balasan ketika di akhirat kelak. Surat Al-Hujurat merupakan surat yang banyak
mengandung makna tentang nilai akhlak diantaranya: akhlak untuk menghormati dan
menghargai sesama, sebagai mana dijelaskan dalam ayat 11 di bawah ini :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang seburuk-buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim (Q.S Al-Hujurat:11).
Oleh karena itu ayat di atas sangat penting untuk digali lebih mendalam, dan
dijadikan rujukan bagi umat islam untuk pembelajaran dan pembentukan akhlak yang
orang tersebut tidak memahami apa arti akhlak dalam prespektif pendidikan Islam.
Dengan ayat tersebut di atas penulis ingin meneliti dan mengetahui lebih dalam
tentang nilai akhlak yang ada di dalam ayat tersebut, dan sebagai bahan
pertimbanganya penulis memilih judul skripsi “NILAI-NILAI AKHLAK DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKIAN ISLAM (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-HUJURAT AYAT 11-13)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang penulis paparkan di atas maka yang
menjadi masalah pokok dalam pembahasan ini adalah:
1. Apa saja nilai-nilai akhlak yang terkandung dalam surat Al-Hujurat ayat
11-13?
2. Bagaimana implikasi nilai-nilai akhlak surat Al-Hujurat ayat 11-13 dalam
pendidikan Islam ?
C. Tujuan penelitian
Pada permasalahan pokok di atas bahwa tujuan dilakukan penelitian ini
adalah:
1. Untuk mengetahui nilai-nilai akhlak yang terkandung dalam surat Al-Hujurat
ayat 11-13.
2. Untuk mengetahui implikasi nilai-nilai akhlak dalam surat Al-Hujurat ayat
D. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalahan dan kekeliruan terhadap judul penelitian ini,
maka penulis perlu menjelaskan istilah-istilah yang terdapat dalam judul
skripsi di bawah ini :
1. Nilai Akhlak
Istilah nilai (value) dalam kamus umum bahasa Indonesia diartikan
sebagai sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan
(Poerwadarminta, 2006:801). Nilai adalah kualitas suatu hal yang menjadikan
hal itu disukai, diinginkan, dikejar, dihargai, berguna dan dapat membuat
orang yang menghayatinya menjadi bermartabat.
Menurut Steeman nilai adalah sesuatu yang memberi makna pada
hidup, yang memberi acuan, titik tolak dan tujuan hidup (Adisusilo, 2013:56).
Akhlak menurut kamus umum bahasa indonesia di sebut juga dengan
Budi pekerti, watak dan tabiat (Poerwadarminta,2006:18). Secara etimologi,
kata akhlak berasal dari bahasa arab (akhlaqun) bentuk jamak dari (khalaqa,
yakhluqu, kholaqun) yang berarti budi pekerti, perangkai, adat kebiasaan,
perilaku dan sopan santun (Umairso dan Haris, 2010:105).
Sedangkan secara terminologi, menurut Zahruddin AR, mengatakan
melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran lebih
dahulu (Umairso dan Haris, 2010:106).
Akhlak dalam prespekif pendidikan Islam adalah untuk membentuk
manusia yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan
perbuatan, mulia dalam tingkah laku perangkai, bersifat bijaksana, sempurna
sopan dan beradab, ikhlas jujur dan suci. Dengan kata lain pendidikan akhlak
bertujuan untuk melahirkan manusia yang memiliki keutamaan (al-fadhilah).
Dengan demikian bahwa tujuan pendidikan akhlak pada prinsipnya adalah
untuk mencapai kebahagiaan dan keharmonisan dalam berhubungan dengan
Allah SWT, di samping berhubungan dengan sesama makhluk dan juga alam
sekitar, hendak menciptakan manusia sebagai makhluk yang tinggi dan
sempurna serta lebih dari makhluk lainya (Umairso dan Haris, 2010:
114-115).
2. Pendidikan Islam.
Secara etimologi pendidikan berasal dari kata didik; mendidik, yang
berarti memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak
dan kecerdasan. Pendidikan adalah perbuatan (hal, cara dsb) mendidik
(Poerwadaminta, 2006:291).
Secara terminologi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:263)
ialah proses mengubah sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang
Menurut Djumransjah pendidikan adalah usaha manusia untuk
menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan, baik
jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat
(Rahmaniyah, 2010:52).
Sedangkan pengertian Islam, Islam berasal dari Bahasa Arab yamg
berasal dari kata
نلص
yang berarti damai danنلصا
yang artinya menyerahkan(Yunus, 2010:177). Islam adalah agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad
SAW yang berpedoman pada kitab suci Al-Qur‟an yang diturunkan ke dunia
melalui wahyu Allah SWT (Departemen Pendidikan Nasional, 2007:442).
Selain itu Islam adalah menyaksikan bahwa tiada Tuhan yang berhak
disembah melainkan Allah dan sesungguhnya Nabi Muhammad adalah
pesuruh Allah, mendirikan sholat, menunaikan zakat dan melakukan puasa di
Bulan Ramadhan serta berhaji ke Baitullah jika mampu menuju jalannya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengertian pendidikan Islam adalah
segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia dan
sumber daya insani untuk membentuk manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai
dengan norma Islam.
3. Surat Al-Hujurat
Surat Al-Hujurãt merupakan surat ke 49 dalam urutan mushaf
Al-Qur‟an, diturunkan sesudah surat Al-Mujadalah. Al-Hujurat sendiri diambil
Surat Al-Hujurãt terdiri dari 18 ayat yang termasuk dalam golongan surat
Madaniyah atau diturunkan sesudah Nabi hijrah ke Madinah. Pokok isi
kandungan dalam surat Al-Hujurãt adalah melengkapi dasar-dasar kesopanan
yang tinggi serta menunjukan manusia kepada pekerti-pekerti utama. Selain
itu juga menjelaskan sikap para muslim terhadap Allah dan Rasul-Nya,
bagaimana cara mereka menerima berita-berita (keterangan) dari orang-orang
yang tidak dapat dipercaya, dan bagaimana memperlakukan saudara seagama,
baik sewaktu mereka berhadapan muka atau pun tidak. Dalam surat ini
dijelaskan pula hakikat iman dan hakikat mukmin yang sebenarnya
(Ash-Shiddieqy, 222:3907).
E. Manfaat penelitian
Hasil penelitian dapat berguna baik dari manfaat teoritis maupun yang
praktis antara lain adalah :
1. Manfaat teoritis
Manfaat teoritis adalah menjelaskan bahwa hasil penelitian ini
bermanfaat memberikan sumbangan pemikiran atau memperkaya
konsep-konsep atau teori-teori terhadap ilmu pengetahuan dari penelitian yang sesuai
dengan bidang ilmu dalam suatu penelitian. Diantara manfaat teoritis dari
Untuk menambah khazanah pengetahuan kita tentang nilai-nilai akhlak
dalam surat Al-Hujurat ayat 11-13.
2. Manfaat praktis
a. Memberikan sikap yang positif kepada masyarakat agar memiliki akhlak
yang mulia dalam melakukan suatu perbuatan agar tidak terjerumus ke
dalam hal-hal yang negatif.
b. Agar masyarakat secara umum memiliki akhlak sesuai dengan tuntutan
Al-Qur‟an dan Hadits.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini tergolong dalam penelitian pustaka karena semua yang digali adalah bersumber dari pustaka (Hadi, 1981: 9).
2. Sumber Data
Data penelitian ini diperoleh dari surat Al-Qur‟an Al-Hujurat ayat 11-13 Selain itu, sumber data penulis juga di ambil dari buku-buku yang relevan
dalam pembahasan skripsi ini. Sumber data ini di bedakan menjadi dua yaitu
sumber data primer dan sumber data sekunder.
Sumber data primer adalah data yang diperoleh dari sumber inti.
Sumber data primer di sini adalah berasal dari Al-Qur‟an dan terjemah dari
Depag, tafsir Al-Misbah karya M.Quraish Shihab, kitab tafsir An-Nuur
karya Tengku Muhammad Hasbi Ash-siddieqy, kitab tafsir Ibnu Katsir,
kitab tafsir Al-Maraghi dan kitab-kitab lain yang relevan.
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang di peroleh dari sumber data
lain yang masih berkaitan dengan masalah penelitian. Berupa buku-buku
yang berkaitan dengan pendidikan akhlak.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini
adalah dengan mengumpulkan dan yang menjadi sumber data primer yaitu
surat Al-Hujurat ayat 11-13 dan terjemahanya, kitab tafsir al-Misbah, kitab
tafsir an-Nuur, kitab tafsir, al-Marghi dan kitab tafsir Ibnu Katsir serta sumber
data sekunder yang relevan dengan permasalahan. Setelah data terkumpul
selanjutnya dilakukan penelaah secara sistematis yang berkaitan dengan
penelitian tersebut. Sehingga dapat diperoleh bahan-bahan dan penyajian data.
4. Analisis Data
Dalam meganalisis data metode yang digunakan adalah metode tahlili.
Metode tahlili adalah metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan
biasanya mengikuti urutan ayat dan surat sebagaimana yang tersusun di dalam
mushaf. Mufassir memulai uraiannya dengan mengemukakan arti kosa kata
yang diikuti dengan penjelasan ayat secara global. Mufassir juga
mengemukakan munasabah, membahas sabab-al nuzul ( latar belakang
turunya ayat ), dan menyampaikan dari hadits, atau dari sahabat, dan dari para
tabi‟in (Budihardjo, 2012:132).
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini merupakan suatu cara untuk
menyusun hasil penelitian dari data serta bahan yang disusun menurut
susunan tertentu, sehingga menghasilkan kerangka skripsi yang mudah
dipahami dengan lima hal yang dijabarkan sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penulisan, penegasan istilah, manfaat penelitian, metode
penelitian, dan sistemasika penulisan.
Bab II Kompilasi Ayat pada bab ini berisi tentang surat Al-Hujurat,
kosa kata (mufrodat) dan pokok-pokok isi kandungan.
Bab III Asbabun Nuzul dan Munasabah berisi tentang sejarah turunya
surat Hujurat, tema dan tujuan utama surat Hujurat, hubungan surat
Al-Hujurat dengan surat sebelumnya (al-Fath) dan surat sesudahnya (Qaf) serta
Bab IV Pembahasan pada bab ini membahas tentang Penafsiran surat
Al-Hujurat ayat 11-13 menurut beberapa mufassirin, nilai-nilai akhlak dalam
surat Al-Hujurat ayat 11-13, Urgensi nilai akhlak dalam surat Al-Hujurat ayat
11-13 dalam pendidikan Islam, serta aktualisasi nilai akhlak dalam surat
Al-Hujurat ayat 11-13 terhadap pendidikan Islam.
Bab V pada bab terakhir yaitu penutup meliputi kesimpulan, dan
BAB II
KOMPILASI AYAT
A. Redaksi Surat Al-Hujurat Ayat 11-13 dan Terjemahanya.
Sesuai dengan judul bab ini, maka penulis menyajikan kompilasi
ayat-ayat yang menjadi tema pembahasan dalam skripsi ini. Adapun ayat-ayat yang dikaji
adalah ayat 11 sampai dengan 13 dari surat Al-Hujurãt.
dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim (Q.s al Hujurãt,11).
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang (Q.s al Hujurãt, ayat 12).
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal (Q.s al Hujurãt ayat, 13).
B. Arti Kosa Kata (Mufrodat)
Setelah menyajikan teks ayat dan terjemahnya, perlu bagi penulis untuk
menyajikan beberapa kosakata penting terkait dengan ayat-ayat tersebut. Kosa
kata yang disajikan sesuai dengan urutan ayat, yaitu ayat 11 sampai dengan 13
dari surat Al-Hujurãt.
1. Ayat 11 dari surat Al-Hujurãt
Dalam ayat ini akan disajikan seluruh kosa kata yang terdapat dalam
ayat 11 untuk memperjelas makna kosa kata seluruhnya..
memperolo
Dirimu sendiri Dan jangan kamu mencela
Dari mereka
ى
Keimanan Sesudah Fasik/jahat/buruk Nama Seburuk-buruk
2. Ayat 12 dari surat Al-Hujurãt
Dalam ayat ini akan disajikan seluruh kosa kata yang terdapat dalam
ayat 12 untuk memperjelas makna kosa kata seluruhnya, sebagaimana dalam
ا
Kebanyaka
n
Jauhilah
Beriman
Orang-orangyang
Saudaranya
Daging
Bahwa
3. Ayat 13 dari surat Al-Hujurat
Sebagaimana ayat sebelumnya, dalam ayat ini akan disajikan seluruh
kosa kata yang terdapat dalam ayat 13 untuk memperjelas makna kosa kata
seluruhnya.
Allah Disisi paling mulia diantara kamu
C. Pokok-Pokok Kandungan Surat Al-Hujurat Ayat 11-13.
Setelah menyajikan teks ayat dan terjemahnya, selanjutnya penulis akan
menyajikan beberapa pokok kandungan ayat 11 sampai dengan 13 dari surat
Adapun redaksi ayat 11 dari surat Al-Hujurãt, sebagaimana disajikan
terhadap nabi Saw, dan terhadap orang yang tidak mematuhi Allah dan
Nabi-Nya, yaitu orang fasik. Dalam ayat di atas, Allah juga menerangkan pula apa
yang patut dilakukan oleh seorang mukmin terhadap orang mukmin lainya.
Allah menyebutkan bahwa tidak sepatutnya seorang mukmin mengolok-olok
orang mukmin lainnya atau mengejeknya dengan celaan ataupun hinaan, dan
tidak patut pula memberinya gelar yang menyakitkan hati. Karena perbuatan
seperti itu sangatlah buruk.
Perbuatan terhadap orang lain, hakekatnya merupakan cerminan yang
akan kembali kepada diri seseorang yang bersangkutan. Sebagaimana
dijelaskan oleh (Al-Maraghi,1993:221) bahwa barang siapa tidak bertaubat
dengan celaan atau pun hinaan, maka ia berbuat buruk terhadap dirinya
sendiri dan melakukan dosa besar.
Selanjutnya redaksi ayat 12 dari surat Al-Hujurat yang berbunyi
sebagai berikut:
peringatan kepada orang-orang beriman supaya mereka menjauhkan diri dari
prasangka buruk terhadap orang-orang beriman. Jika mereka mendengar
sebuah ucapan yang keluar dari mulut saudaranya yang mukmin, maka ucapan
itu harus mendapat tanggapan yang baik, dengan ungkapan yang lebih baik,
sehingga tidak menimbulkan salah faham, apalagi menyalahgunakan sehingga
menimbulkan fitnah dan prasangka. Umar r.a berkata: “jangan sekali-kali
kamu menerima ucapan yang keluar dari mulut saudaramu, melainkan dengan
maksud dan pengertian yang baik, sedangkan kamu sendiri menemukan arah
pengertian yang baik itu”.
Diriwayatkan dari Rasulullah SAW sesungguhnya Allah
berburuk sangka di antara mereka. Adapun orang yang secara terang-terangan
berbuat maksiat, atau sering dijumpai berada di tempat orang yang biasa
minum-minaman keras hingga mabuk, maka buruk sangka terhadap mereka
itu tidak di larang.
Kemudian Allah menerangkan bahwa orang-orang mukmin wajib
menjauhkan diri dari prasangka, karena prasangka itu mengandung dosa.
Berburuk sangka terhadap orang mukmin termasuk dosa besar karena Allah
telah melarangnya. Selanjutnya Allah melarang orang mukmin mencari-cari
kesalahan, kejelekan, dan dosa orang lain.
Allah melarang pula bergunjing atau mengumpat orang lain. Yang
dinamakan gibah atau bergunjing itu adalah menyebut-nyebut suatu kejelekan
orang lain yang tidak disukainya sedangkan ia tidak berada di tempat itu, baik
dengan ucapan ataupun isyarat karena demikian itu menyakiti orang yang
diumpat. Umpatan yang menyakitkan itu ada yang terkait dengan cacat tubuh,
budi pekerti, anak istri, saudaranya, atau apapun yang berhubungan dengan
dirinya.
Hasan cucu Nabi, berkata bahwa bergunjing itu ada tiga macam.
Ketiganyalah yang disebutkan dalam al-Qur‟an, yaitu gibah, ifk, dan buhtan.
Gibah atau bergunjing adalah menyebut-nyebut keburukan kepada orang lain.
Adahpun ifki adalah menyebut-nyebut seseorang mengenai berita-berita yang
sampai kepada orang lain, dan buhtan atau tuduhan palsu adalah bahwa
Allah menyuruh kaum mukmin supaya tetap bertakwa kepada-Nya
karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun terhadap orang yang mau
bertaubat dan mengakui kesalahanya. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang,
tidak akan mengazab seseorang setelah ia bertaubat (Depag RI,
2009:416-418).
Kemudian Allah mempertegas lagi dengan menurunkan ayat 13
Setelah Allah SWT, melarang pada ayat-ayat sebelumnya yaitu
mengolok-olok sesama manusia mengejek serta menghina dan
panggil-memanggil dengan gelar yang buruk, di sini Allah menyebutkan ayat-ayat
yang lebih menegaskan lagi larangan untuk memperkuat cegahan tersebut.
Kemudian Allah menerangkan bahwa manusia seluruhnya berasal dari
seorang ayah dan seorang ibu. Maka kenapa saling mengolok-olok diantara
saudara yang lainnya, padahal Allah SWT menjadikan mereka bersuku-suku
dan berbangsa yang berbeda, agar di antara mereka terjadi saling mengenal
dan tolong-menolong (Al-Maraghi, 1993: 235-236).
Allah tidak menyukai orang-orang memperlihatkan kesombongan
dengan keturunan, kepangkatan atau kekayaan karena yang paling mulia di
antara manusia di sisi Allah hanyalah orang yang paling bertakwa (Depag RI,
Dalam pokok-pokok isi kandungan yang terdapat dalam surat
Al-Hujurat ayat 11-13 diatas penulis menyimpulkan bahwa pada ayat 11 Allah
telah melarang sebagai sesama muslim terhadap muslim lainnya tidak boleh
saling menghina, mencaci maki dan merendahkan orang lain, sebagai sesama
muslim harus menjunjung tinggi nilai kehormatan, sebagai sesama muslim
allah telah melarang untuk memanggil dengan gelar yang mengandung
ejekan, baik ejekan itu dengan isyarat bibir, tangan atau dengan kata-kata
yang dipahami sebagai ejekan, dan orang-orang yang tidak mau bertaubat
termasuk orang-orang yang zalim.
Pada ayat 12 Allah melarang untuk tidak berburuk sangka kepada
orang lain, selanjutnya allah melarang untuk tidak mencari-cari aib dan
keburukan orang lain, Allah memberi perumpamaan bahwa seorang mukmin
yang suka bergunjing itu seperti orang yang makan daging saudaranya sendiri,
Allah memerintahkan untuk tetap bertakwa karena Allah merupakan Maha
pengampun. Dalam ayat 13 ini bahwa Allah telah menjadikan berbagai
macam suku dan bangsa untuk bisa saling mengenal dan tolong-menolong
terhadap sesama muslim, kemuliaan manusia itu tidak diukur dengan
BAB III
ASBABUN NUZUL DAN MUNASABAH SURAT AL-HUJURAT
A. Sejarah Turunnya Surat Al-Hujurat.
Kata Hujurãt adalah bentuk jamak dari al-Hujrah yang berarti kamar,
ruang sebagai tempat tidur. Nama surat ini diambil dari makna kata Hujurãt
dalam ayat ke 4 yang berarti kamar-kamar (Imani, 2013:311). Al-Hujurãt
merupakan satu-satunya nama bagi surat ini, yang merupakan kata satu-satunya
dalam Al-Qur‟an. Surat Al-Hujurãt termasuk dalam kategori surat Madaniyah
yang diturunkan setelah Nabi hijrah, Al-Hujurãt sendiri terdiri dari 18 ayat yang
menempati urutan ke 49 di dalam Al-Qur‟an.
Mengenai kisah turunnya surat Al-Hujurãt ini ulama sepakat menyatakan
bahwa surat ini turun setelah Nabi Muhammad saw, berhijrah ke Madinah.
Bahkan, salah satu ayatnya yang dimulai dengan “Ya ayyuha an-Nas” (ayat 13)
yang bisa dijadikan ciri surat Makiyah yang turun sebelum hijrah, disepakati juga
turun pada periode Madaniyah. Walaupun demikian, ada riwayat yang
diperselisihkan nilai kesahahihannya yang menyatakan bahwa ayat tersebut turun
di Makkah pada saat Haji Wada‟/Haji Perpisahan Nabi saw. Namun demikian,
kalaupun riwayat itu benar, ini tidak menjadikan ayat tersebut Makkiyah, kecuali
bagi mereka yang memahami istilah Makkiyah sebagai ayat yang turun di
B. Tema dan Tujuan Utama
Tema utama dalam surat Al-Hujurãt adalah tentang tatakrama, etika, dan
akhlak, yakni tatakrama terhadap (1) Allah swt, (2) Rasul saw, (3) sesama
muslim yang taat, (4) terhadap yang durhaka, dan (5) terhadap sesama manusia.
Karena itu terdapat lima kali panggilan Ya ayyuha al-ladzina’Amanu’ yang
terulang pada surat ini, masing-masing untuk kelima macam objek tersebut.
Dalam konteks uraian tentang tema itu, maka ditemukan dalam surat ini
banyak nilai luhur yang dipaparkan, seperti tentang kesatuan kemanusiaan,
substansi iman, demikian juga tuntutan menghadapi perbedaan dan perselisihan,
serta uraian tentang cara menghindarinya. Dengan memperhatikan dan
menerapkan tentang nilai1-nilai itu, akan tercipta kehidupan bahagia bagi setiap
individu sekaligus wujud system kemasyarakatan yang sejahtera.
Tujuan utama dalam surat ini adalah mendidik setiap umat Islam
bagaimana seharusnya berperilaku baik sehingga tercipta lingkungan yang bersih
dan sejahtera yang dihiasi dengan sopan santun terhadap Allah swt, Rasul saw,
diri sendiri dan orang lain. Sopan santun, bukan saja berkaitan dengan sikap
C. Asbabun Nuzul
Al-Qur‟an diturunkan melalui musabab (Asbabun Nuzul), tetapi tidak
semua ayat yang ada di dalam Al-Qur‟an mempunyai Asbabun Nuzul. Demikian
juga dengan surat Al-Hujurat.
Menurut bahasa “Sabab Al-Nuzul” berarti turunya ayat-ayat Al-Qur‟an.
Sabab Al-Nuzul atau Asbab Al-Nuzul (sebab turun ayat) di sini dimaksudkan
sebab-sebab yang secara khusus berkaitan dengan turunya ayat-ayat tertentu.
Menurut Shubhi Al-Shalih Asbabun Nuzul adalah Sesuatu yang dengan
sebabnya turun suatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung sebab itu, atau
memberi jawaban terhadap sebab itu, atau menerangkan hukumnya pada masa
terjadinya sebab tersebut ( Syadali dan Rofi‟i, 1997:891-90).
Berikut ini dipaparkan beberapa sebab turunya ayat dari surat Al-Hujurat
ayat 11-13 dan tidak seluruhnya memiliki Asbabun Nuzul karena hanyalah ayat
tertentu saja yang memiliki peristiwa turunnya ayat yang ada di dalam Al -Qur‟an. Di antara ayat-ayat yang memilik Asbabun Nuzul adalah sebagaiberikut:
Pada ayat 11, dalam suatu riwayat dikemukakan Ayat tersebut diturunkan
berkenaan dengan tingkah laku Bani Tamim yang pernah berkunjung kepada
Rasulullah saw, lalu mereka memperolok-olok beberapa sahabat yang fakir dan
miskin seperti „Ammar, Suhaib, Billal, Khabbab, Salman al-Farisi, dan lain-lain
karena pakaian mereka sangat sederhana.
Ada pula yang mengemukakan bahwa ayat ini diturunkan berkaitan
Rasulullah saw, melaporkan bahwa beberapa perempuan di Madinah pernah
menegur dia dengan kata-kata yang menyakitkan hati seperti, “Hai perempuan
Yahudi, dan sebagainya,” sehingga Nabi saw bersabda kepadanya, “Mengapa
tidak engkau jawab saja ayahku Nabi Harun, pamanku Nabi Musa, dan suamiku
adalah Muhammad.” Ada pula yang mengaitkan ayat ini dengan situasi di
Madinah. Ketika Rasulullah saw tiba di kota Madinah, orang-orang Ansar
banyak yang mempunyai nama yang tidak disukainya, dan setelah hal itu
dilaporkan kepada Rasulullah saw, maka turunlah ayat tersebut (Depag RI, 2009:
409).
Dalam ayat 12 diriwayatkan Ibnu Mundzir dari Ibnu Juraij bahwa ayat ini
turun berkaitan dengan Salman Al Farisi yang makan, kemudian tidur, lalu
mendengkur. Orang-orang membicarakanya. Maka turunlah ayat ini yang
melarang umat muslim untuk menggunjing dan mengumpat, serta menceritakan
keaiban orang lain (Syamil Al-Qur‟an, 2010:517)
Ayat ini di awali dengan larangan Allah untuk berprasangka buruk
terhadap orang lain. Persaudaraan yang kuat sangatlah mustahil jika dibentuk
dengan sikap prasangka buruk terhadap satu sama lain. Dari Abu Hurairah,
Rasulullah saw bersabda “Jauhilah olehmu berburuk sangka, karena keburukan
sangka itu termasuk perkataan yang paling dusta. Dan janganlah mencari-cari
kesalahan orang lain jangan pula berburuk sangka (Depag RI: 2019:416).
Dalam ayat 13 diriwayatkan oleh Abu Dawud mengenai turunnya ayat ini
Hindin yang biasa berkhidmat kepada Nabi Muhammad untuk mengeluarkan
darah kotor dari kepalanya dengan pembekam, yang bentuknya seperti tanduk.
Rasulullah saw menyuruh kabilah Bani Bayadah agar menikahkan Abu Hindin
dengan seorang perempuan di kalangan mereka. Mereka bertanya, “Apakah patut
kami mengawinkan gadis-gadis kami dengan budak-budak?” Maka Allah
menurunkan ayat ini agar tidak mencemooh seseorang karena memandang
rendah kedudukanya.
Diriwayatkan oleh Abu Mulaikah bahwa tatkala terjadi pembebasan
Makkah, yaitu kembalinya negri Makkah di bawah kepemimpinan Rasulullah
SAW pada tahun 8 hijriah, maka Bilal disuruh Rasulullah SAW untuk
mengumandangkan azan. Ia memanjat Ka‟bah dan mengumandangkan azan.
Berseru pada kaum Muslimin untuk salat berjamaah.
Attab bin Usaid ketika melihat Bilal naik ke atas Ka‟bah untuk berazan
berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah mewafatkan ayahku sehingga tidak
sempat menyampaikan peristiwa hari ini.” Haris bin Hisyam ia berkata,
“Muhammad tidak akan menemukan orang lain untuk berazan kecuali burung
gagak yang hitam ini.” Maksudnya mencemoohkan Bilal karena warna kulitnya
yang hitam. Maka datanglah Malaikat Jibril memberitahukan kepada Rasulullah
SAW, apa yang mereka ucapkan itu. Maka turunlah ayat ini yang melarang
manusia untuk menyombongkan diri karena kedudukan, kepangkatan, kekayaan,
kemuliaan itu dihubungkan dengan ketakwaan kepada Allah (Depag RI,
2009:419-420).
D. Munasabah
Kata Munasabah secara etimologis berarti “musyakalah” (keserupaan)
dan “muqarabah” (kedekatan). Adapun menurut pengertian terminologis
beberapa ulama mendefinisikanya sebagai berikut.
Menurut Al-Zarkasyi, munasabah adalah mengaitkan bagian-bagian
permulaan ayat dan akhirnya, mengaitkan lafaz umum dan lafaz khusus, atau
hubungan yang terkait dengan sebab akibat,‟illat dan ma’lul, kemiripan ayat
pertentangan (ta‟arudh) dan sebagainya. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa
kegunaan ilmu ini adalah “menjadikan bagian-bagian kalam saling terkait
sehingga penyusunannya menjadi kokoh yang bagian-bagiannya tersusun
harmonis”.
Dengan redaksi yang berbeda, Al-Qaththan berkata, munasabah adalah
menghubungkan antara jumlah dengan jumlah dalam satu ayat, atau antara ayat
dengan sekumpulan ayat, atau antara surat dengan surat.
Sedangkan menurut Ibnu Al-„Arabi, munasabah adalah keterkaitan
ayat-ayat al-Qur‟an sehingga seolah-olah merupakan suatu ungkapan yang
Ilmu Munasabah adalah menerangkan korelasi atau hubungan antara suatu
ayat dengan ayat yang lain, surat sebelum dan surat sesudah baik yang
dibelakangnya maupun yang ada dimukanya (Syadali dan Rofi‟i,1997:168).
Adapun Munasabah yang dijelaskan oleh penulis disini adalah hubungan
surat Al-Hujurat dengan surat sebelumnya (surat Fath) dan hubungan Al-Hujurat
dengan surat sesudahnya (surat Qaf), serta hubungan surat Al-Hujurat ayat
10-14.
1. Hubungan surat Al-Hujurat dengan surat Al-Fath
Surat Al-Hujurat merupakan surat ke 49 diturunkan di Madinah
sesudah Nabi SAW berhijrah, diturunkan sesudah surat Al-Mujadalah. Nama
Al-Hujurat sendiri di ambil dari ayat ke-4 yang artinya kamar-kamar. Ayat
tersebut mencela para sahabat yang memanggil Nabi Muhammad yang sedang
berada di dalam kamar rumahnya bersama istrinya. Memanggil dengan cara
yang demikian menunjukan cara yang kurang hormat kepada beliau karena
mengganggu ketentraman beliau (Depag, 2009:393)
Demikian penjelasan dari surat Al-Hujurat di atas, bahwa Al-Hujurat
tersebut adalah surat ke-49 diturunkan di Madinah yang berjumlah 18 ayat.
Al-Hujurat sendiri berisi tentang adab sopan santun ketika berbicara dengan
Rasulullah SAW.
Surat Al-Fath adalah surat ke 48, ditempatkan sesudah surat Al-Qital
pembicaraan, sedangkan surat Al-Fath dinggap sebagai kesimpulannya.
Sesudah itu diiringi dengan surat Al-Hujurat ini, mengingat apabila umat
muslim telah berijtihad dan memperoleh kemenangan, serta masyarakat pun
telah kembali tentram dan aman sentosa, maka perlulah ada etika pergaulan
antara para sahabat dengan Nabi serta cara-cara bergaul diantara mereka
(Ash-siddieqy, 2003:3907).
Demikian penjelasan di atas bahwa pada surat Al-Fath dianggap
sebagai kesimpulannya dari surat Qital (Muhammad), dan diiringi juga
dengan surat Al-Hujurat karena dalam hal ini umat muslim telah memperoleh
kemenangan.
Adapun persesuaian antara surah Al-Hujurat dengan surah Al-Fath
adalah sebagai berikut:
a. Pada surat Al-Hujurat disebutkan memerangi kaum pemberontak.
Sedang pada surat Al-Fath disebutkan memerangi orang-orang kafir.
b. Surat Al-Hujurat diakhiri dengan pembicaraan tentang orang-orang
yang beriman. Sedangkan pada surat Al-Fath juga dibuka tentang
mereka.
c. Masing-masing kedua surat ini memulai tentang penghormatan kepada
Rasulullah saw, terutama pada awal masing-masing (Al-Maraghi,
2. Hubungan surat Al-Hujurat dengan surat surat Qaf
Surat Al-Hujurat adalah surat ke-49 yang berjumlah 18 ayat.
Termasuk dalam surat Madaniyyah diturunkan sesudah surat al-Mujadalah.
Nama Hujurat sendiri diambil dari ayat ke-4 yang berarti kamar-kamar. Ayat
tersebut mencela sahabat yang memanggil Nabi Muhammad yang sedang
berada di dalam kamar rumahnya bersama istrinya. Memanggil Nabi
Muhammad dengan cara dan dalam keadaan demikian menunjukkan sifat
yang kurang hormat kepada beliau dan menggangu ketentraman beliau
(Depag, 2009:393).
Demikian penjelasan dari surat Al-Hujurat di atas bahwa Al-Hujurat
sendiri berisi untuk melengkapi dasar-dasar kesopanan. Selain itu juga
menjelaskan bagaimana sikap para muslim ketika berbicara dengan Nabi
SAW.
Surat Al-Qaf tergolong dalam surat Makiyyah, kecuali ayat 27 yang
tergolong Madaniyyah, surat ini berjumlah 45 ayat, dan diturunkan sesudah
surat Al-Mursalat.
Muslim dan lainnya meriwayatkan hadis dari Jabir bin Samurah,
bahwa Nabi saw, membaca surat ini pada rakaat pertama dari salat fajar (salat
subuh). Sementara itu ahmad, Muslim, Abu Daud dan Nasa‟I mengeluarkan
sebuah riwayat dari Abu Wakid Al-Laisin, bahwa Nabi saw, membaca pada
Begitu pula Abu Daud, Al-Baihaqi dan Ibnu Majah meriwayatkan dari
Ummu Hisyam binti Harisah, ia mengatakan bahwa saya menerima surat Qaf
wal Qur’anul Majid hanya dari mulut Rasulullah saw. beliau membaca surat
ini pada setiap jum‟at di atas mimbar apabila beliau berkhutbah di hadapan
orang banyak.
Semua itu menunjukan bahwa Nabi saw, membuka surat ini pada
pertemuan-pertemuan besar seperti dua hari raya dan jum‟at karena surat ini
memuat keterangan tentang permulaan penciptaan dan juga tentang
kebangkitan, dan penghimpunan, di samping tentang akhirat, hisab, surga,
neraka dan hukuman, penggembiraan dan ancaman (Ash-siddieqy, 2000:248).
Demikian penjelasan dari surat Qaf di atas bahwa pada surat
Al-Qaf tersebut dijelaskan bahwa Nabi saw membaca surat Al-Al-Qaf pada
pertemuan-pertemuan besar seperti halnya dengan hari raya.
Adapun persesuaian antara surat Al-Hujurat dengan surat Qaf adalah
sebagai berikut:
a. Pada akhir surat Al-Hujurat disebutkan keimanan orang-orang Baduwi
dan sebenarnya mereka belum beriman. Hal ini dapat membawa
kepada bertambahnya iman mereka dan dapat pula menjadikan mereka
orang yang mengingkari kenabian dan hari kebangkitan: sedang pada
awal surat Qaf disebutkan beberapa orang kafir yang mengingkari
b. Surat Al-Hujurat lebih banyak menguraikan soal-soal duniawi,
sedangkan pada awal surat Qaf lebih banyak menguraikan tentang
ukhrawi (Depag, 2009:427).
3. Hubungan surat Al-Hujurat ayat 10-14 a. Surat Al-Hujurat ayat 10
“Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.
Dalam ayat ini, Allah menerangkan bahwa sesungguhnya orang-orang
mukmin semuanya bersaudara seperti hubungan persaudaraan antara nasab,
karena sama-sama menganut unsur keimanan yang sama dan kekal dalam
surga. Karena persaudaraan itu mendorong ke arah perdamaian, maka Allah
menganjurkan agar terus diusahakan di antara saudara seagama seperti
perdamaian di antara saudara seketurunan, supaya mereka tetap memelihara
ketakwaan kepada Allah. Dari ayat tersebut dapat dipahami perlu adanya
kekuatan sebagai penengah untuk mendamaikan pihak-pihak yang bertikai
b. Al-Hujurat ayat 11
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri, dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman, dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.
Ayat tersebut diatas menerangkan bahwa Allah SWT menyebutkan
apa yang patut dilakukan seorang mukmin terhadap Allah Ta‟ala maupun
terhadap Nabi SAW, dan terhadap orang yang tidak mematuhi Allah dan
Nabi-Nya, yaitu orang fasik, maka Allah menerangkan pula apa yang patut
dilakukan oleh seorang mukmin terhadap orang mukmin lainya. Allah
menyebutkan bahwa tidak sepatutnya seorang mukmin mengolok-olok orang
mukmin lainnya atau mengejeknya dengan celaan ataupun hinaan, dan tidak
patut pula memberinya gelar yang menyakitkan hati. Alangkah buruknya
Dan barang siapa tidak bertaubat dengan melakukan perbuatan seperti
mengolok-olok, maupun mengejeknya dengan celaan atau pun hinaan, maka
ia berbuat buruk terhadap dirinya sendiri dan melakukan dosa besar
(Al-Maraghi,1993:221).
Pada ayat yang lalu, Allah menerangkan bagaimana mendamaikan dua
kelompok di antara kaum Muslimin yang bertikai, dan orang islam itu adalah
bersaudara. Pada ayat berikut ini, Allah menjelaskan bagaimana sebaiknya
pergaulan orang-orang mukmin di antara mereka. Di antaranya, mereka
dilarang memperolok saudara-saudara mereka sendiri dengan memanggil
gelar yang buruk atau berbagai tindakan yang menjurus ke arah permusuhan.
c. Al-Hujurat ayat 12
Ayat tersebut di atas menyebutkan bahwa Allah SWT, memberi
peringatan kepada orang-orang beriman supaya mereka menjauhkan diri dari
prasangka buruk terhadap orang-orang beriman. Jika mereka mendengar
sebuah ucapan yang keluar dari mulut saudaranya yang mukmin, maka ucapan
itu harus mendapat tanggapan yang baik, dengan ungkapan yang lebih baik,
sehingga tidak menimbulkan salah fahamn, apalagi menyalahgunakan
sehingga menimbulkan fitnah dan prasangka. Umar r.a berkata: “jangan
sekali-kali kamu menerima ucapan yang keluar dari mulut saudaramu,
melainkan dengan maksud dan pengertian yang baik, sedangkan kamu sendiri
menemukan arah pengertian yang baik itu.”.
Diriwayatkan dari Rasulullah saw sesungguhnya Allah mengharamkan
diri orang mukmin darah dan kehormatanya sehingga dilarang berburuk
sangka di antara mereka. Adapun orang yang secara terang-terangan berbuat
maksiat, atau sering dijumpai berada di tempat orang yang biasa
minum-minaman keras hingga mabuk, maka buruk sangka terhadahp mereka itu tidak
di larang.
Kemudian Allah menerangkan bahwa orang-orang mukmin wajib
menjauhkan diri dari prasangka, karena prasangka itu mengandung dosa.
Berburuk sangka terhadap orang mukmin termasuk dosa besar karena Allah
telah melarangnya. Selanjutnya Allah melarang orang mukmin mencari-cari
Allah melarang pula bergunjing atau mengumpat orang lain. Yang
dinamakan gibah atau bergunjing itu adalah menyebut-nyebut suatu kejelekan
orang lain yang tidak disukainya sedangkan ia tidak berada di tempat itu, baik
dengan ucapan ataupun isyarat karena demikian itu menyakiti orang yang
diumpat. Umpatan yang menyakitkan itu ada yang terkait dengan cacat tubuh,
budi pekerti, anak istri, saudaranya, atau apapun yang berhubungan dengan
dirinya.
Hasan cucu Nabi, berkata bahwa bergunjing itu ada tiga macam.
Ketiganyalah yang disebutkan dalam Al-Qur‟an, yaitu gibah, ifk, dan buhtan.
Gibah atau bergunjing adalah menyebut-nyebut keburukan kepada orang lain.
Adapun ifki adalah menyebut-nyebut seseorang mengenai berita-berita yang
sampai kepada orang lain, dan buhtan atau tuduhan palsu adalah bahwa
menyebutkan kejelekan seseorang yang tidak ada padanya.
Allah menyuruh kaum mukmin supaya tetap bertakwa kepada-Nya
karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun terhadap orang yang mau
bertaubat dan mengakui kesalahanya. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang,
tidak akan mengazab seseorang setelah ia bertaubat (Depag RI,
2009:416-418).
Pada ayat yang lalu, Allah melarang kaum Muslimin dan Muslimat
mengolok-olok orang lain, mencela diri, dan memanggil orang lain dengan
berburuk sangka dan bergunjing agar persaudaraan dan tali persahabatan yang
erat antara sesama muslim terhadap muslim yang lainnya.
d. Al-Hujurat ayat 13
Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Setelah Allah SWT, melarang pada ayat-ayat sebelumnya yaitu
mengolok-olok sesama manusia mengejek serta menghina dan
panggil-memanggil dengan gelar yang buruk, di sini Allah menyebutkan ayat-ayat
yang lebih menegaskan lagi larangan untuk memperkuat cegahan tersebut.
Kemudian Allah menerangkan bahwa manusia seluruhnya berasal dari
seorang ayah dan seorang ibu. Maka kenapa saling mengolok-olok sesama
saudara, padahal Allah SWT menjadikan mereka bersuku-suku dan berbangsa
yang berbeda, agar di antara mereka terjadi saling mengenal dan
Allah tidak menyukai orang-orang memperlihatkan kesombongan
dengan keturunann, kepangkatan atau kekayaan karena yang paling mulia di
antara manusia di sisi Allah hanyalah orang yang paling bertakwa (Depag RI,
2009:420).
Pada ayat yang lalu, Allah menjelaskan tentang etika sesama Muslim.
Pada ayat berikut ini, Allah menjelaskan etika antar bangsa.
e. Al-Hujurat ayat 14 Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi Katakanlah 'kami Telah tunduk', Karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Ayat 14 Allah menjelaskan bahwa orang-orang Arab Badui mengaku
bahwa diri mereka telah beriman. Ucapan mereka itu dibantah oleh Allah.
Sepantasnya mereka itu tidak mengatakan telah beriman, karena iman yang
sungguh-sungguh itu adalah membenarkan dengan hati yang tulus dan
percaya kepada Allah dengan seutuhnya. Hal itu belum terbukti karena
Rasulullah saw dengan keislaman mereka dan dengan tidak memerangi
Rasulullah saw.
Mereka dilarang oleh Allah mengucapkan kata beriman itu dan
sepantasnya mereka hanya mengucapkan „kami telah tunduk‟ masuk Islam,
karena iman yang sungguh-sungguh itu belum pernah masuk ke dalam hati
mereka. Apa yang mereka ucapkan tidak sesuai dengan isi hati mereka.
Az-Zajjaj berkata, “Islam itu adalah memperlihatkan kepatuhan dan
menerima apa-apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. dengan
memperlihatkan patuh dan terpeliharalah darah dan jiwa, dan jika ikrar
tentang keislaman itu disertai dengan tasdiq (kebenaran hati), maka barulah
yang demikian itu yang dinamakan iman yang sungguh-sungguh. Jika mereka
telah benar-benar taat kepada Allah dan Rasulnya, ikhlas berbuat amal, dan
meninggalkan kemunafikan, maka Allah tidak akan mengurangi sedikitpun
pahala amal mereka, bahkan akan memperbaiki balasan dengan berlipat
ganda.”
Terhadap manusia yang banyak berbuat kesalahan, di mana pun ia
berada, Allah akan mengampuninya karena Dia Maha Pengampun terhadap
orang yang bertaubat dan yang beramal penuh dengan keikhlasan (Depag RI,
Pada ayat yang lalu, Allah memerintahkan kepada manusia supaya
bertakwa. Pada ayat berikut ini, Allah mencerca orang-orang Arab Badui yang
imanya lemah. Mereka menonjol-nonjolkan keimanan, padahal mereka belum
bisa dimasukan dalam kategori orang beriman yang sungguh-sungguh karena
mereka itu hanya sekedar menghendaki pembagian dari rampasan perang dan
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pandangan Mufassir Tentang Surat Al-Hujurat ayat 11-13.
Setelah menyajikan teks ayat, terjemahnya dan beberapa pokok
kandungan ayat 11 sampai dengan 13 dari surat Al-Hujurãt, selanjutnya penulis
akan menyajikan beberapa pandangan mufassir tentang ayat ini.