SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
SKRIPSI
Efisiensi Reproduksi Sapi Perah Akseptor IB di Wilayah
Kerja KPSP Setia Kawan, Nongkojajar, Pasuruan
Oleh :
Muhammad Ferli Firdian Nugraha
061111100
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
ii
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
Efisiensi Reproduksi Sapi Perah Akseptor IB di Wilayah
Kerja KPSP Setia Kawan, Nongkojajar, Pasuruan
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga
Oleh :
MUHAMMAD FERLI FIRDIAN NUGRAHA
061111100iii
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi berjudul :
Efisiensi Reproduksi Sapi Perah Akseptor IB di Wilayah Kerja KPSP Setia Kawan, Nongkojajar, Pasuruan
Tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di
perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surabaya, 12 Maret 2015
iv
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
Telah dinilai pada
Tanggal: 27 Agustus 2015
KOMISI PENGUJI SKRIPSI
Ketua : Dr. Trils Sardjito.,drh., M.Si. Anggota : Prof. Dr. Wurlina Meles, drh.,MS.
Dr. Abdul Samik, drh.,M.Si. Prof. Dr. Ismudiono, drh.,MS.
Dr. Endng Suprihti, drh., MS.
Surabaya, 27 Agustus 2015 Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Airlangga Dekan,
v
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
Efisiensi Reproduksi Sapi Perah Akseptor IB di Wilayah Kerja KPSP Setia Kawan, Nongkojajar, Pasuruan
Muhammad Ferli Firdian Nugraha
ABSTRACT
The purpose of this research is to know the reproductive efficiency artificial of dairy cattle acceptor in KPSP Setia Kawan, Nongkojajar, Pasuruan by value Service per Conception (S/C), Days Open (DO), Calving Interval (CI), Conception Rate (CR), Calving Rate (CvR), dan Fertility Status (FS) in the period 2014 th until
vi
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi dengan judul Efisiensi Reproduksi Sapi Perah Akseptor IB di Wilayah Kerja KPSP Setia Kawan, Nongkojajar, Pasuruan.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Prof. Dr. Hj. Romziah Sidik, drh., Ph.D. atas kesempatan mengikuti pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.
Prof. Dr. Ismudiono, M.S., drh Selaku pembimbing utama dan Ibu Dr. Endang Suprihati, drh., MS. selaku pembimbing serta dosen wali atas saran dan bimbingannya sampai dengan terselesainya skripsi ini.
Dr. Trilas Sardjito, drh., M.Si selaku ketua penguji, Prof. Dr. Wurlina Meles, drh., M.Si. selaku sekretaris penguji dan Dr. Abdul Samik, drh. M.Si. selaku anggota penguji dan juga pembimbing lapangan penelitian.
Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga atas wawasan keilmuan selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Segenap karyawan, inseminator, serta petuga keswan di KPSP Setia Kawan yang telah membantu memperlancar pendapatan data lapangan.
Keluargaku tercinta ayahanda alm. Ahyani dan ibunda Sarjumiyanti yang selalu memberikan kasih sayang bagi penulis dan senantiasa memberikan motivasi bagi penulis untuk terus bisa bermanfaat bagi sesama.
Keluarga kedua di kampus kakak Yuan, kakak Dikky, kakak Nowo, kakak Lukman, kakak Sesa, kakak Tika, kakak Ela, Riza, Ninik, Umam, Tomo, Taufik, Sindhu, Fiki, Dandi,Aldi, Laras, Lesty, Kartika, Wulan, dan teman-teman Andalas 2011 terima kasih atas waktu kebersamaan, dukungan dan motivasi selama ini.
vii
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
Penulis juga menyadari bahwa masih terdapat kesalahan dan kekurangan pada skripsi ini, untuk itu mohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa mendatang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan semua pihak yang membutuhkan demi kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran hewan.
Surabaya, 1 Agustus 2015
viii
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
DAFTAR ISI
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG... xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Landasan Teori ... 3
1.4 Tujuan Penelitian ... 4
1.5 Manfaat Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Friesian holstein ... 6
2.2. Gambaran Lokasi Penelitian ... 7
2.3. Efisiensi Reproduksi ... 9
2.4. Inseminasi Buatan ... 11
2.5. Service Per Conception ... 13
2.6. Days Open ... 14
2.7. Calving Inteval ... 15
2.8. Conception Rate ... 16
ix
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
2.10.Fertilitas ... 18
2.11.Status Fertilitas ... 18
2.12.Faktor yang Mempengaruhi Fertilitas ... 19
2.13.Ketrampilan Pengelola ... 21
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22
3.2 Variabel Penelitian... 22
3.3 Definisi Operasional Variabel ... 22
3.4 Materi Penelitian ... 23
3.5 Metode Penelitian ... 23
3.6 AnalisisData ... 24
3.7 Diagram Alir Perolehan Data ... 26
BAB IV HASIL PENELITIAN Hasil penelitian ... 27
BAB V PEMBAHASAN 5.1Efisiensi Reproduksi ... 30
5.2Service Per Conception ... 31
5.3Days Open ... 35
5.4Calving Inteval ... 37
5.5Conception Rate ... 38
5.6Calving Rate ... 39
5.7Fertilitas Status ... 39
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1Kesimpulan Penelitian ... 41
6.2Saran ... 41
RINGKASAN ... 43
x
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 3.1
Peta topografi wilayah kecamatan Tutur kabupaten Pasuruan
Diagram alir prosedur pengolahan data
xi
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
DAFTAR TABEL
Kinerja Reproduksi Sapi Perah Peranakan Friesian holstein di wilayah kerja KPSP Setia Kawan, Nongkojajar, Pasuruan. Data pengalaman beternak.
Data kepemilikan ternak.
xii
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 2 3 4 5
Questioner
Tabel Rekapitulasi Kuisioner Penelitian Rekapitulasi data primer
Rekapitulasi data peternak Perhitungan
xiii
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
SINGKATAN DAN ARTI LAMBANG
IB = Inseminasi Buatan
S/C = Service per-conception
DO = Days Open
CI = Calving Interval
CR =Conception Rate
CvR =Calving Rate
FS =Fertility Status
KPSP = Koperasi Peternakan Sapi Perah FH = Friesian Holstein
GnRH = Gonadotropin Releasing Hormone
FSH = Follicle Stimulating Hormone
LH = Luteinizing Hormone
m = Meter
km2 = Kilometer persegi BCS = Body Condition Score
Jatim = Jawa Timur ° = Derajat
ºC = Derajat Celcius % = Persen
1
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Susu merupakan salah satu komoditas pemenuhan gizi yang banyak diminati
masyarakat. Tingginya minat tersebut berbanding terbalik dengan tingkat
produksi susu yang mampu dihasilkan peternak sapi perah. Tercatat petani sapi
perah lokal hanya mampu memproduksi sekitar 1.500 ton-1.600 ton per hari,900
ton dari produksi tersebut berasal dari Jawa Timurdan produksi susu di Indonesia
tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 15% (Dirjen PPHP, 2014).
Besar kecilnya produksi susu sapi perah dipengaruhi olehjumlah dan
kualitas pakan yang diberikan (Siregar, 2001). Faktor selain pakan yang
berpengaruh pada produksi adalah faktor genetik dari sapi perah itu sendiri
(Santosa dan Susanto, 2010). Perbaikan genetik merupakan hal yang penting
untukmemperoleh sifat unggul sehingga mampu meningkatkan produksi
(Anggraeni, 2012).
Upaya untuk memperoleh sifat unggul sehingga peningkatan produksi
mampu tercapai salah satunya adalah dengan Inseminasi Buatan (IB) (Situmorang
dan Gede, 2003). Inseminasi buatan adalah pemasukan atau penyampaian semen
ke dalam saluran kelamin betina dengan menggunakan alat-alat buatan manusia
(Hardijanto dkk., 2010). Keberhasilan IB dapat dievaluasi dari beberapa
parameteryaituservice per-conception (S/C), days open (DO), dan calving interval
(CI) yang nantinya mampu menampilkanefisiensi reproduksi sapi perah (Atabany,
dkk., 2011). Fertilitas adalah derajat kemampuan bereproduksi baik pada ternak
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
penilaianyang berguna dalam menggambarkan tingkat fertilitas suatu populasi
yang dinyatakan dalam suatu angka (Gurnadi, 1988), sehinggan nantinya baik
tidaknya kondisi reproduksi dapat dijadikan parameter.
Efisiensi reproduksi adalah ukuran kemampuan seekor sapi untuk bunting
dan menghasilkan keturunan (Niazi, 2003). Penetapan angka efisiensi reproduksi
perlu dilakukan pengamatan terhadap komponen-komponen pendukungnya :
Service per Conception(S/C),Days Open(DO),Calving Interval(CI),Conception
Rate(CR), Calving Rate (CvR), dan Fertility Status (FS).
Jawa timur memiliki daerah-daerah yang menjadi sentra sapi perah, salah
satunya adalah daerah Pasuruan, Nongko jajar. Koperasi Peternakan Sapi Perah
(KPSP) Setia Kawan, Pasuruan, Nongkojajar merupakan koperasi terbesar di
Provinsi Jawa Timur. Wilayahnya yang luas yakni mencakup 12 desa yang
termasuk pada Kecamatan Tutur Nongkojajar dan berada di lereng sebelah barat
Pegunungan Tengger di ketinggian 400-2.000 meter menjadikan kawasan KPSP
Setia Kawan menjadi daerah yang cocok untuk pengembanagan produksi susu
sapi perah dengan produksi susu per harinya biasa mencapai 63.000 liter (KPSP
Setia Kawan, 2011).Tercatar perkembangan data populasi yang ada sebanyak
18.002 pada tahun 2012, 18.023 pada tahun 2013, dan 16,872 pada awal tahun
2015. Penurunan jumlah populasi tersebut akan berpengaruh pada jumlah
produksi yang dihasilkan.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dilakukan penelitian mengenai
efisiensi reproduksi sapi perah akseptor IB di WilayahKerjaKPSP Setia Kawan,
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
peningkatan produksi pada periode selanjutnya di KPSP Setia Kawan,
Nongkojajar, Jawa Timur.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian diatas maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut : Berapakah parameter efisiensi reproduksi
berdasarka angaka service per conception, days open, calving interval,
conception rate, calving rate, dan fertility status yang diperolehsapi perah
akseptor IB di WilayahKerjaKPSP Setia Kawan, Nongkojajar,Pasuruan tahun
2014 hingga awal tahun 2015.
1.3. Landasan Teori
Inseminasi Buatan adalah salah satu teknologi mutakhir yang diciptakan
manusia guna meningkatkan produktivitas dan reproduktivitas ternak untuk
mengatasi tuntutan masyarakat dunia. Penilaian keberhasilan pelaksanaan
program IB adalah pengukuran terhadap besarnya nilai efisiensi reproduksi yang
dicapai (Hardijanto dkk., 2010). Mengingat pentingnya efisiensi reproduksi, maka
perlu dilakukan perhitungan terhadap beberapa hal berikut : service per
conception (S/C), days open (DO), conception rate (CR), calving rate (CvR),
calving interval (CI), dan fertility status (FS).Faktor yang mempengaruhi tingkat
evaluasi keberhasilan IB dan status fertilitas diantaranya : umur, musim,
perkandangan, pakan, keterampilan pengelola, dan pengendalian penyakit.
Service per conceptionmerupakan jumlah perkawinan untuk menghasilkan
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
menyatakan bahwa days open atau jarak waktu beranak sampai bunting kembali
adalah 90 hari. Menurut Hafez (2000) conception rateyang merupakan angka
kebuntingan hewan betina yang di inseminasi buatan dikali 100% dan calving rate
merupakan jumlah persentase pedet yang lahir dari hasil inseminasi dan nilai
normalnya mencapai 55-65. Calving intervalatau jangka waktu antara satu
kelahiran dengan kelahiran berikutnya menurut Morison et al. (2008) normalnya
adalah 12 bulan dan fertility status atau nilai fertilitas dihitung berdasarkan
service per conception, conception rate,days open dan didapatkan nilai normal
adalah 60.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efisiensi reproduksi sapi
perah akseptor IB di WilayahKerjaKPSP Setia Kawan,
Nongkojajar,Pasuruanmelalui penetapan angka : S/C, DO, CI CR, CvR, dan FS
tahun 2014 hingga awal taun 2015.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi kepada Pemerintah Kabupaten Pasuruan dan
institusi terkait untuk menyusun strategi pelaksanaan program
peningkatan kinerja sehingga tercapai peningkatan produktifitas yang
lebih baik.
2. Menjadikan dasar kepada GKSI (Gabungan Koperasi Susu Indonesia)
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
3. Sebagai dasar untuk mengetahui status fertilitas sapi perah di wilayah
6
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sapi Friesian Holstein
Sapi Friesian Holstein(FH) merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki
prospek pengembangan yang cukup baik dengan keunggulannya, yakni
mempunyai masa laktasi panjang dan produksi susu tinggi, serta persistensi
produksi susu yang baik (Atabany dkk, 2011). Terdapat beberapa bangsa sapi
perah yaitu Ayrshire, Guernsey, jersey danFriesian Holstein(FH) (Blakely and
Bade, 1995). Sapi FH mempunyai cirri fisik yang khas yakni warna bulunya hitam
dan putih atau merah dan putih dengan batas-batas warna yang jelas (Sudono,
1999).
Sapi FH berasal propinsi Belanda Utara dan propinsi Friesland Barat.
Menurut Blakely dan Bade (1994) sapi diklasifikasikan menurut taksonomi
sebagai berikut :
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Artiodactyla
Sub Ordo : Ruminansia
Famili : Bovidae
Subfamili : Bovinae
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
Spesies : Bos taurus, Bos indicus.
Menurut Ensminger and Tyler (2006), sapi ini telah ada sejak 2000 tahun
yang lau. Sapi perah FH merupakan sapi perah yang banyak dipelihara karena
beberapa faktor keunggulannya yakni sapi perah yang produksi susunya tertinggi
dibandinkan bangsa sapi perah lainnya dengan kadar lemak yang sangat rendah
sekitar 3,65% (Sudono, dkk., 2003).
Sapi FH juga merupakan jenis sapi perah yang cocok untuk daerah
Indonesia, namun produksi susu per ekor per harinya pada sapi FH yang ada di
Indonesia relative rendah jika dibandingkan dengan produksi susu di Negara
asalnya (Atabany dkk, 2011).
Sudono, dkk (2003) mengeemukakan bahwa dari persilangan sapi perah FH
dengan sapi lokal yang ada di Indonesia menurunkan sapi peranakan FH yang
dalam perkembangannya di Indonesia telah mampu beradaptasi dengan baik
terhadap kondisi lingkungan.
2.2. Gambaran Lokasi Penelitian
Kabupaten Pasuruan merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang
memiliki letak geografis yaitu antara 1120 33’ 55” hingga 1130 30’ 37” Bujur
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
Gambar 2.1 : Peta Pasuruan
Batas-batas wilayah kabupaten Pasuruan meliputi :
Utara : Kabupaten Sidoarjo dan Selat Madura.
Selatan : Kabupaten Malang.
Timur : Kabupaten Probolinggo.
Barat : Kabupaten Mojokerto.
Luas wilayah keseluruhan yang dimiliki Kabupaten Pasuruan adalah
147.401,50 Ha atau 3,13% dari luas Propinsi Jawa Timur, terdiri dari 24
Kecamatan, 24 Kelurahan, 341 Desa, dan 1694 Penduduk (Pemerintah Kabupaten
Pasuruan, 2014).
Kecamatan Tutur merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Pasuruan
yang berada di ketingian rata-rata 4 m dpl dan luas wilayah 96,7 km2, itu
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
perah (BPS Pasuruan, 2015). Koperasi Peternakan Sapi Perah (KPSP) Setia
Kawan, Pasuruan, Tutur, Nongkojajar yang berdiri sejak tahun 1911 menjadi
ujung tombak pengkordinasi dari terpenuhinya kebutuhan akan susu (KPSP Setia
Kawan, 2011).
Koperasi Peternakan Sapi Perah (KPSP) Setia Kawan,
Nongkojajarmerupakan koperasi terbesar di Provinsi Jawa Timur. Wilayahnya
yang luas yakni mencakup 12 desa yang termasuk pada Kecamatan Tutur
Nongkojajar dan berada di lereng sebelah barat Pegunungan Tengger di
ketinggian 400-2.000 meter menjadikan kawasan KPSP Setia Kawan menjadi
daerah yang cocok untuk pengembanagan produksi susu sapi perah dengan
produksi per harinya biasa mencapai 63.000 liter (KPSP Setia Kawan, 2011).
2.3. Efisiensi reproduksi
Efisiensi reproduksi adalah ukuran kemampuan seekor sapi untuk bunting
dan menghasilkan keturunan yang layak (Niazi, 2003). Banyak hal yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan efisiensi reproduksi terutama melalui penerapan
bioteknologi atau mengembangkan teknologi praktis dan praktek-praktek
manajemen yang dapat meningkatkan efisiensi reproduksi (Basyir, 2009).
Daya reproduksi ternak yang tinggi disertai dengan pengelolaan yang baik
akan menghasilkan efisiensi reproduksi yang tinggi, sebaliknya efisiensi
reproduksi ternak akan rendah apabila terjadi gangguan reproduksi, selanjutnya
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
efisiensinya lebih baik dan rendahnya angka gangguan reproduksi (Hariadi dkk,
2011).
Mengingat pentingnya efisiensi reproduksi ternak sapi yang di IB, maka
perlu dilakukan perhitungan terhadap beberapa hal berikut : service per
conception (S/C),days open (DO), calving interval (CI), conception rate (CR) dan
calving rate (CvR). Faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensi reproduksi sapi
perah diantaranya : bangsa, umur, musim, perkandangan, pakan, keterampilan
pengelola, dan pengendalian penyakit (Suyasa, 1999).
Umur ternak merupakansalah satu faktor yang berpengaruh terhadap
efisiensi reproduksi. Induk yang sudah tua, kondisi alat reproduksinya sudah
menurun diakibatkan kelenjar hipofisa anterior yang bertanggung jawab terhadap
fungsi kelenjar kelamin sudah menurun. Sebaliknya kelenjar kelamin hewan yang
masih muda, belum mampu sepenuhnya untuk menerima embrio sehingga proses
implantasi juga terganggu, sehingga dapat diikuti kematian embrio dan terjadi
kawin berulang (Nebel, 2002).
Musim sangat berpengaruh terhadap siklus birahi pada sapi perah. Musim
panas yang dimiliki Indonesia karena terletak di daerah tropis, bisa menjadi
penyebab utama stres yang secara langsung mempengaruhi siklus birahi pada
sapi. Kondisi ini tampaknya sesuai dengan pendapat West (2003) yang
menyatakan stres panas yang dialami ternak dapat menyebabkan penurunan
asupan energi yang tersedia untuk fungsi produksi dan reproduksi. Kandang yang
berukuran sempit akan menyebabkan induk ternak berdesak-desakan, ventilasi
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
udara di dalam kandang menjadi panas apalagi disertai sanitasi yang kurang baik
dapat menyebabkan timbulnya kasus anestrus (Hariadi dkk., 2011).
Pakan merupakan faktor yang penting, tanpa pakan yang baik dengan
jumlah yang memadai, maka meskipun bibit ternak unggul akan kurang dapat
memperlihatkan keunggulannya. Agar proses reproduksi berjalan dengan normal,
diperlukan ransum pakan yang memenuhi kebutuhan baik untuk pertumbuhan
maupun untuk reproduksi. Ransum pakan disebut berkualitas baik dan lengkap
bila didalamnya mengandung karbohidrat dan lemak sebagai sumber energi,
protein sebagai zat pembangun tubuh, mineral dan vitamin sebagai zat pelengkap
untuk pertumbuhan badan. Kekurangan salah satu zat makanan diatas dapat
mendorong terjadinya gangguan reproduksi (Hariadi dkk., 2011).
Peternak sebagai pengelola memegang peranan yang sangat penting dalam
pengelolaan reproduksi, sehingga perlu adanya peningkatan keterampilan dan
kesadaran bagi para peternak. Perlu adanya penyuluhan atau latihan kepada
peternak, sehingga mampu meningkatkan kemampuan seperti menyusun ransum
pakan, mendeteksi birahi, cara pertolongan kelahiran, praktek beternak yang baik,
penanganan pedet, pengelolaan sapi dara dan lain-lain (Hariadi dkk., 2011).
2.4. Inseminasi Buatan (IB)
Inseminasi Buatan (IB) adalah pemasukan atau penyampaian semen ke
dalam saluran kelamin betina dengan menggunakan alat bantu buatan manusia.
Teknologi IB pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli fisiologis Italia yang
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
Kemudian IB diperkenalkan di Indonesia oleh Prof. B. Seit pada tahun 1950-an
(Hardijanto dkk., 2010).
Semua usaha untuk mensukseskan pelaksanaan IB dengan penampungan,
perlakuan, dan pengolahan semen secara sempurna akan sia-sia apabila
pendeteksian dan pelaporan berahi tidak tepat serta kurangnya keterampilan
inseminator (Hardijanto dkk., 2010). Partodihardjo (1987) menyatakan periode
lamanya berahi perlu diketahui untuk melakukan inseminasi yaitu berkisar antara
15-18 jam.
Hardijanto dkk., (2010) menyatakan saat yang tepat inseminasi buatan
haruslah mempertimbangkan waktu kapasitasi spermatozoa yang merupakan
suatu proses fisiologis yang dialami oleh spermatozoa didalam saluran organ
kelamin betina guna memperoleh kesanggupan membuahi ovum. Ternak sapi
waktu inseminasi dianjurkan tidak boleh kurang dari 4 jam sebelum ovulasi atau
tidak boleh melebihi 6 jam sesudah akhir estrus. Waktu optimum untuk
melakukan inseminasi harus diperhitungkan dengan waktu kapasitasi yang
lamanya sekitar 2-6 jam. Sapi betina yang terlihat estrusnya pada pagi hari, harus
diinseminasi pada hari itu juga. Sedangkan kalau terlihat sore hari, harus
diinseminasi pada pagi hari esoknya.
Pemeriksaan yang intensif perlu dilakukan untuk menentukanwaktu IB yang
tepat sehingga diperoleh kebuntingan yang tinggi (Salisbury dan Vandemark,
1985). Factor yang dapat mempengaruhi dari keberhasilan IB adalah pengetahuan
dan pelaporan peternak terhadap birahi ternak, keterampilan inseminator,
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
reproduksi hewan betina itu sendiri (Dinas Peternakan Jawa Timur, 2002). Selain
itu untuk menunjang keberhasilan program IB itu sendiri, harus pula disertai
pencegahan dan pemberantasan kemajiran, bimbingan dan penyuluhan terpadu
kepada peternak serta perbaikan harga dan kemudahan pemasaran yang
menguntungkan dibidang usaha peternakan terkait (Hardijanto, dkk., 2010).
2.5. Service Per Conception (S/C)
Service Per Conception (S/C) adalah angka yang menunjukkan jumlah IB
yang dilakukan untuk menghasilkan suatu kebuntinga oleh seekor betina. Angka
perkawinan per kebuntingan (S/C) digunakan untuk membandingkan efisiensi
relative status reproduksi antar individe-individu sapi betina yang subur. Nilai
normal S/C adalah 1,6 – 2.0 (Hafez, 2000).
Menurut Astuti (2004), semakin rendah nilai S/C maka semakin tinggi
tingkat fertilitasnya, sebaliknya semakin tinggi nilai S/C akan semakin rendah
tingkat fertilitasnya. Nilai S/C juga dipengaruhi oleh nutrisi dan berat badan
ternak (Hoque et all., 2003). Salah satu factor yang harus dipenuhi untuk
mencapai S/C yang baik adalah ketepatan waktu IB yaitu bila sapi terlihat birahi
pada pagi hari, maka pada sore harinya dikawinkan, bila birahi sore hari,
hendaknya perkawinan dilakukan pada keesokan harinya (Hariadi dkk., 2010).
Penyebab tingginya angka S/C adalah :(1) petani terlambat mendeteksi saat
estrus atau terlambat melaporkan estrus sapinya kepada petugas inseminator;(2)
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
terampil;(4) fasilitas pelayanan inseminasi terbatas, dan (5) kurang lancarnya
transportasi (Hadi dan Ilham, 2002).
2.6. Days Open (DO)
Days open atau interval beranak hingga bunting kembali merupakan status
yang menggambarkan efisiensi deteksi estrus dan fertilitas ternak jantan maupun
betina. Van Deplassche (1982) menyatakan bahwa days open melebihi 90 hari
adalah kurang efisien sebab akan mengakibatkan keuntungan yang diperoleh
peternak menjadi rendah. Winugroho (2002) menambahkan bahwa setiap induk
dapat partus setiap tahun, maka ternak tersebut akan bunting dalam 90 hari ”post
partum”. Interval antara melahirkan dan munculnya estrus kembali setelah
melahirkan (postpartum anestrus period) mempunyai kontribusi besar yang
menentukan jarak kelahiran tersebut. Ada beberapa faktor yang menyebabkan
tertundanya estrus pada sapi, antara lain; menyusui, makanan dan kondisi tubuh
(Petters and Ball, 1987). Menurut Bearden and Fuquay (1980), nilai anestrus post
partum berada pada batasan optimal yaitu pada kisaran 60 – 80 hari. Menurut
pendapat Anderson, et all (1994), jarak bunting kembali untuk meningkatkan
efisiensi reproduksi terjadi pada 80-85 hari setelah beranak, tetapi menurut hasil
penelitian yang pernah dilaporkan menunjukkan bahwa PPI (Post Partum
Interval) terjadi pada 30 sampai 170 hari.
Penyebab kegagalan sapi bunting antara lain disebabkan karena deteksi
estrus yang dilakukan peternak tidak tepat, umumnya akibat pengetahuan
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
lain dari usia sapi awal kawin (sapi dara), kecukupan gizi sapi betina, kemampuan
petugas IB atau inseminator dan kualitas bibit jantan. Days open dapat
diperpendek dengan meningkatkan efisiensi deteksi estrus sehingga sapi betina
dapat dikawinkan pada 85 hari setelah melahirkan (Hafez, 1993). Meikle, et all
(2004) menyatakan bahwa paritas berpengaruh terhadap Days Open.
Sapi betina pada paritas 1 menunjukkan days open yang lebih panjang dari
sapi betina pada paritas 2 yaitu 146 hari dan 109 hari. Menurut Goshu, et all
(2007), menyatakan bahwa days open akan semakin pendek seiring dengan
bertambahnya paritas. Hafez (2000) menyatakan bahwa faktor lain yang
berpengaruh terhadap panjangnya Days Open adalah peran inseminator,
penanganan semen dan ketepatan waktu inseminasi.
2.7. Calving Interval (CI)
Calving Interval (CI) adalah suatu periode antara kelahiran yang satu
dengan kelahiran berikutnya yang diukur dalam bulan. Calving Interval adalah
karakter yang paling penting untuk menilai produktivitas sapi dan merupakan
indeks terbaik untuk mengevaluasi efisiensi reproduksi pada ternak di lapangan.
Sekelompok sapi harus menunjukkan kurang lebih 90% estrus post partus dalam 6
hari sampai 85 hari setelah melahirkan untuk mempertahankanCI 12
bulan(Wijanarko, 2010).
Menurut Osterman (2003) dari 72 sapi yang dipelihara secara konvensional
memiliki lamaCI 12 bulan sampai 18 bulan. Nilai CI yang normal adalah 12
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
utama dalam pembiakan sapi maka dari itu diperlukan asupan nutrisi yang cukup
sebagai cadangan energi agar interval kelahiran dan birahi pertama tidak panjang.
2.8. Conception Rate (CR)
Conception Rate(CR) digunakan untuk menduga proporsi sapi betina yang
diduga bunting pada inseminasi pertama. Pendugaan ini berdasarkan diagnosis
rektal yang dilakukan pada minimal 2 bulansetelah inseminasi. Angka
kebuntingan lebih rendah jika sapi betina dikawinkan kurang dari 60 hari setelah
melahirkan (Hafez, 2000).
Nutrisi pakan yang diterima oleh sapi sebelum dan sesudah beranak
berpengaruh terhadap CR, sebab kekurangan nutrisi sebelum melahirkan dapat
menyebabkan tertundanya siklus estrus (Bormann et al., 2006). CR dipengaruhi
oleh faktor lainnya diantaranya adalah musim dan lingkungan (Badinga et al,
1985). Tinggi rendahnya CR juga dipengaruhi oleh pengelolaan reproduksi yang
nantinya akan berpengaruh pada fertilitas dan nilai konsepsi ternak (Nebel, 2002).
Menurut Bormann et al. (2006) CR yang rendah dapat menjadi gambaran
bahwa kemampuan sapi betina untuk bunting saat inseminasi pertama sangat
dipengaruhi oleh variasi lingkungan. Nutrisi pakan yang diterima sapi sebelum
dan sesudah beranak juga dapat mempengaruhi CR. Di negara-negara yang sudah
maju peternakannya, efisiensi reproduksi pada sapi dianggap baik bila angka
kebuntingan dapat mencapai 65-75% (Hariadi dkk., 2011).
Angka konsepsi dipengaruhi oleh kualitas dan penanganan semen,
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
(Whittier and Steevens, 1993). Tinggi rendahnya nilai CR juga dipengaruhi oleh
pengelolaan reproduksi yang akan berpengaruh pada fertilitas ternak dan nilai
konsepsi ternak (Nebel, 2002).
Hunter (1981) menyatakan indeks yang paling banyak digunakan dalam
penentuan angka konsepsi adalah kegagalan hewan betina itu untuk kembali
birahi setelah dilakukan IB. Peningkatan angka konsepsi dapat dilakukan dengan
memperbaiki pengelolaan reproduksi ternak terkait deteksi birahi, perbaikan mutu
pakan, pelaksanaan IB yang lebih baik, sanitasi kandang dan lingkungan yang
lebih baik (Hariadi, dkk., 2011)
2.9. Calving Rate (CvR)
Calving rate(CvR)adalah persentase anak yang lahir dari hasil satu kali
inseminasi baik pada inseminasi pertama atau kedua, dan seterusnya. Efisiensi
reproduksi pada sapi dianggap baik bila angka kelahiran mencapai 55-65%
(Hariadi dkk., 2011). Nilai CvR dapat mencapai 62 % dengan dua kali inseminasi
yang sempurna, karena inseminasi belum dikatakan berhasil jika belum ada
seekor anak sapi yang dilahirkan(Partodihardjo, 1987), karena kesulitan –
kesulitan dalam menentukan awal kebuntingan dan karena kemungkinan penyakit
menimbulkan abortus, penampilan reproduksi pada sapi betina kerap kali
ditentukan dengan kelahiran anak sapi yang hidup (Salisbury dan Van Demark,
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
2.10.Fertilitas
Fertilitas merupakan suatu rumus yang berguna untuk menentukan tingkat
kesuburan suatu populasi yang dinyatakan dalam angka. Fertilitas tidak dapat
diukur dalam satuan seperti meter dan liter namun diukur dalam berbagai
parameter yang saling berhubungan (Mattheij et al., 1982).
Mattheij et al., (1982) menganjurkan penggunaan rumus Fertility Status(FS)
hanya berdasarakan tiga variable saja yaitu Conception Rate(CR), Service per
Conception (S/C), Days Open(DO).
Mattheij etal., (1982) menyatakan nilai normal FS adalah 60. Makin tinggi
nilai FS maka makin bagus kemampuan reproduksi pada ternak sebaliknya makin
rendah nilai FS maka semakin rendah pula kemampuan reproduksi pada ternak.
Fertilitas pada sapi betina juga dapat dilihat dari adanya kebuntingan, kondisi
saluran reproduksi, pakan yang diberikan, perubahan kondisi tubuh dari kelahiran
sampai perkawinan kembali, umur dan bangsa (Nebel, 2002).
Salah satu penyebab gangguan reproduksi yang menyebabkan rendahnya
fertilitas adalah adanya gangguan fungsional yaitu organ reproduksi tidak
berfungsi dengan baik. Infertilitas bentuk fungsional ini disebabkan oleh adanya
abnormalitas hormonal. Contoh kasus gangguan fungsional diantaranya, kista
ovarium, subestrus, dan ovulasi tertunda (Afandy dkk., 2007).
2.11.Status Fertilitas
Fertilitas adalah derajat kemampuan bereproduksi baik pada ternak jantan
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
berguna dalam menggambarkan tingkat fertilitas suatu populasi yang dinyatakan
dalam suatu angka. Fertilitas tidak dapat diukur dalam meter dan liter. Namun
harus diukur dalam berbagai parameter yang saling berhubungan Fertilitas
dikatakan baik apabila diperoleh angka 78-92, nilai S/C 1,3-1,6, nilai CR 62
persen dan rata-rata panjang DO sebesar 80-85 hari (Gurnadi, 1988).
Penggunaan Status Fertilitas (FS) hanya berdasarkan tiga variabel saja yaitu
tingkat kebuntingan pada perkawinan yang pertama, jumlah kawin per
kebuntingan dan jarak rata-rata lama kosong dengan rumus sebagai berikut :
FS = CR - (DO – 125)
S/C
(Brand de Kruiif, 1975 dikutip Matheij, 1982)
2.12.Faktor Yang Mempengaruhi Fertilitas
Faktor yang berperan dalam menentukan tingkat fertilitas induk sapi perah
yaitu bangsa, umur, musim, perkandangan, pakan, ketrampilan pengelola dan
pengendalian penyakit (Suyasa, 1999).
Setiap bangsa sapi membutuhkan jumlah perkawinan yang berbeda untuk
mendapatkan satu kebuntingan. Pane (1993) menyatakan bahwa sapi perah FH
tergolong sapi perah yang dewasa kelaminnya (sexual maturity) lambat.
Pada induk yang sudah tua, kondisi alat reproduksinya sudah menurun
diakibatkan kelenjar hipofisa anterior yang bertanggung jawab terhadap fungsi
alat kelamin sudah menurun. Sebaliknya alat kelamin hewan yang masih muda,
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
juga terganggu, sehingga dapat diikuti kematian embrio dan terjadi kawin
berulang (Nebel, 2002).
Musim sangat berpengaruh terhadap siklus birahi pada sapi perah. Musim
panas yang dimiliki Indonesia karena terletak di daerah tropis bisa menjadi
penyebab utama stress yang secara langsung mempengaruhi siklus birahi pada
sapi. Hal ini sesuai dengan pendapat West (2002) yang menyatakan stres panas
yang dialami ternak dapat menyebabkan penurunan asupan energi yang tersedia
untuk fungsi produksi dan reproduksi.
Pengelolaan yang kurang baik juga merupakan hal yang berpengaruh jelas
pada reproduksi ternak, menurut Hariadi, dkk (2011) deteksi birahi, pemberian
pakan yang kurang, sapi yang selalu dikandangkan, kandang yang sempit serta
minimnya ventilasi kandang dapat mengakibatnan gangguan reproduksi (Hariadi,
dkk., 2011).
Pakan merupakan faktor yang penting, tanpa pakan yang baik dengan
jumlah yang memadai, maka meskipun bibit ternak unggul akan kurang dapat
memperlihatkan keunggulannya. Agar proses reproduksi berjalan dengan normal,
diperlukan ransum pakan yang memenuhi kebutuhan baik untuk pertumbuhan
maupun untuk reproduksi. Ransum pakan disebut berkualitas baik dan lengkap
bila didalamnya mengandung karbohidrat dan lemak sebagai sumber energi,
protein sebagai zat pembangun tubuh, mineral dan vitamin sebagai zat pelengkap
untuk pertumbuhan badan. Kekurangan salah satu zat makanan diatas dapat
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
2.12.Ketrampilan Pengelola
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi fertilitas dan produktivitas
ternak adalah peternak sebagai pengelola dan inseminator sebagai petugas
kesehatan. Peternak sebagai pengelola harus menghindari kesalahan-kesalahan
tatalaksana yang dapat menimbulkan kegagalan reproduksi antara lain :
a. Kegagalan mendeteksi estrus serta kegagalan melaporkan dan mengawinkan
sapi betina pada saat yang tepat.
b. Terlalu cepat mengawinkan kembali setelah partus
c. Kegagalan memeriksa kebuntingan sebelum sapi disingkirkan karena alasan
majir
d. Keterlambatan melaporkan kepada dokter hewan apabila ada tanda-tanda
ketidakberesan reproduksi
e. Sering mengganti pejantan jika seekor betina tidak langsung menjadi bunting
pada inseminasi pertama atau kedua (Toeliehere, 1981).
Pengendalian penyakit sangat diperlukan, karena akan menurunkan
produktivitas ternak, terutama penyakit yang dapat menimbulkan gangguan
reproduksi. Penyakit yang dapat menimbulkan gangguan reproduksi dapat
disebabkan oleh berbagai mikroorganisme antara lain :
a. Bakteri (Brucellosis, Vibriosis, Leptospirosis)
b. Virus (Bovine Viral Diarrehea atau BVD)
c. Infeksi Protozoa (Trichomoniasis)
22
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
BAB III
MATERI DAN METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian deskriptif ini dilaksanakan di KPSPSetia Kawan, Nongkojajar,
Pasuruan. Penelitian dilaksanakan pada bulan April - Juni2015.
3.2. Variabel Penelitian
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah service per conception,
days open,calving interval,conception rate, calving rate danfertility statussapi
perah aseptor IB di wilayah kerja KPSP Setia Kawan.
3.3. Definisi Operasional Variabel
1. Inseminasi buatan pada sampel sapi perah adalah salah satu upaya untuk
memasukkan semen dengan bantuan alat (insemination gun) ke dalam
saluran kelamin betina (Hardijanto dkk, 2010).
2. Service per Conception adalah jumlah inseminasi atau service yang
dilakukan hingga terjadi kebuntingan dibagi dengan jumlah sapi yang
diinseminasi kemudian dikalikan dengan seratus persen (Hariadi dkk.,
2011)
3. Conception Rate adalah jumlah induk yang bunting pada inseminasi
buatan pertama dibagi dengan jumlah seluruh induk yang dikawinkan
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
4. Calving rate adalah jumlah anak yang lahir pada inseminasi buatan dengan
jumlah sapi yang diinseminasi dikali dengan seratus persen (Hariadi dkk.,
2011).
5. Days Open adalah jarak waktu beranak hingga terjadi kebuntingan
kembali (Iswoyo, 2008).
6. Calving Interval adalah jarak yang dibutuhkan sapi untuk beranak ke
waktu beranak berikutnya (Hariadi dkk., 2011).
7. Status fertilitas adalah ukuran kemampuan seekor sapi untuk bunting dan
menghasilkan keturunan yang dihitung berdasarkan angka conception rate,
service per conception dan days open (Matheij et al., 1982).
3.4. Materi Penelitian
Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah pengambilan data catatan
reproduksi yang berasal dari 816 sampel Sapi Friesian Holstein betina produktif
hasil Inseminasi Buatan yang didapat dari 10% populasi sapi yang ada di wilayah
kerja KPSP Setia Kawan, Nongkojajar, Pasuruan.Peralatan yang disediakan
adalahkuesioner dan lembaran yang berisi tentang pencatatan sistem reproduksi.
3.5. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Data
yang diambil adalah data primer dan sekunder. Data sekunder diperoleh dari
catatan reproduksi di KPSP Setia Kawan serta data primer berasal dari pencatatan
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
(purposive random sampling) yaitu data ternak sapi perah yang telah produktif
atau sudah pernah beranak.
3.6. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan cara mengumpulkan data primer dan
sekunder yang berasal dari KPSP Setia Kawan dan peternak. Data yang diperoleh
diolah dengan menggunakan analisis deskriptif untuk mendapatkan angka Service
per Conception, Conception rate, Calving Interval, Days Open, Calving rate dan
Fertility status kemudian dirata – rata (mean) untuk mengetahui angka efisiensi
reproduksi setelah dilakukan inseminasi buatan.
Rumus menghitung Service per Conception(Hafez, 2000) :
S/C =Jumlah inseminasi sampai terjadi kebuntingan
Jumlah sapi betina yang bunting x 100%
Nilai normal S/C = 1,6 – 2,0
Rumus menghitung Conception Rate(Hafez, 2000) :
CR = Jumlah betina bunting pada IB I
Jumlah seluruh betina yang diinseminasi x 100%
Nilai normal CR = 60 %
Rumus menghitung Calving Rate (Hafez, 2000) :
CvR % = Jumlah sapi lahir
Total Sapi Bunting x 100%
Nilai normalCvR = 70 – 75%
Days Openadalah jarak antara kondisi betina setelah beranak hingga bunting
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
Nilai normal = 90 hari (Izquierdo et al., 2008).
Calving Intervaladalahjangka waktu antara satu kelahiran dengan kelahiran
berikutnya.
Nilai normal = 365 – 400 hari (Hariadi dkk., 2011)
Status fertilitas (FS) menurut Matheij et al., (1982) dapat dihitung dengan
rumus :FS =% kebuntingan setelah inseminasi I
Jumlah inseminasi per konsepsi −(DO−125)
= CR
S/C− (DO−125)
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
3.7. Kerangka Operasional Penelitian
Data faktor-faktor nilai
efisiensi reproduksi, meliputi :
Pengalaman beternak
Kepemilikan ternak
Kemampuan deteksi birahi
Sistim pelaporan birahi
Pengalaman petugas
Kualitassediaan sperma beku
Ketersediaan pakan tiap musim
Temuan kasus Abortus
Gambar 3.1. Diagram alir prosedur pengolahan data AnalisisData (Deskriptif)
Data Sekunder
Wilayah Kerja KPSP Setia Kawan, Nongkojajar
816 ekorSapi Perah Akseptor IB yang didapat dari 10 % jumlah
populasi
Data Primer
27
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan mengetehui tingkat efisiensi reproduksi sapi perah di
wilayah kerja KPSP Setia Kawan, Nongkojajar, Pasuruan untuk meningkatkan
produktifitas pada periode berikutnya. Efisiensi reproduksi sapi perah peranakan
Friesian Holstein di wilayah tersebut untuk menggambarkan kinerja reproduksi
yang ditinjau menggunakan sudut pandang reproduksi melalui beberapa
komponen yaitu S/C, DO, CI, CR, CvR, dan FS. Komponen tersebut diperoleh
dari populasi sapi perah betina produktif yang ada di wilayah KPSP Setia Kawan
yakni ± 8.164 ekor, yang diwakili dari 10% populasi tersebut yakni sejumlah 819
ekor. Nilaii dari komponen-komponen kinerja reproduksi tersebut dapat dilihat
pada table 4.1.
Tabel 4.1. Kinerja Reproduksi Sapi Perah Peranakan Friesian holstein di wilayah kerja KPSP Setia Kawan, Nongkojajar, Pasuruan.
Variabel Hasil
Hasil suvai tersebut di peroleh pula data penunjang berupa faktor-faktor yang
dianggap mampu melatarbelakangi hasil dari evisiensi reproduksi, adapun data
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
Tabel 4.2 Data pengalaman beternak.
Pengalaman beternak Jumlah Presentase (%)
1-2 tahun
Table 4.3 Data kepemilikan ternak.
Kepemilikan ternak Jumlah Presentase (%)
1-2 sapi
Table 4.4 Data kemampuan deteksi birahi peternak.
Kemampuan deteksi
Table 4.5 Sistem pelaporan birahi peternak.
Sistem pelaporan birahi
Menggunakan sistim pelaporan kotak surat
Table 4.6 Pengalaman petugas inseminator.
Pengalaman petugas Jumlah Presentase (%)
1-4 tahun
Table 4.7 Kualitas sediaan sperma beku.
Kualitas sediaan sperma beku
penyimpanan sperma beku
Pemeriksaan kualitas sperma beku dengan Post Thawing Motilityoleh
pihak Koperasi
Baik (ketersediaan nitrogen cair yang mencukupi)
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
Table 4.8 Ketersediaan pakan tiap musim.
Pakan
Ketersediaan pakan tiap musim Tersedia
Table 4.9 Temuan kasus Abortus.
Temuan kasus
abortus 2 kasus
Efisiensi reproduksi merupakan satuan yang general yang melibatkan
berbagai faktor pendukung dalam pembahasannya, takhanya dari sisi ternak
melainkan lingkungan sekitarpun mempengaruhi, hal tersebutlah yang mendasari
pengumpulan hasil data-data tersebut seperti halnya pendapat Hariadi, dkk. (2011)
bahwa terdapat beeberapa faktor yang mempengaruhi reproduksi ternak,
30
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
BAB 5
PEMBAHASAN
Penetapan nilai Efisiensi reproduksi dapat digabarkan melalui beberapa
aspek pendukung antara lain CR, S/C, CvR, DO dan CI. Hariadi dkk. (2011)
menyatakan angka efisiensi reproduksi dianggap baik jika CR mencapai
65%-75%, S/C 1,65-2,0 kali, CvR 55%-65%, DO 60-90 hari dan tidak lebih dari 120
hari, dan CI 365-400 hari.
Status Fertilitas merupakan penilaian yang berguna dalam menggambarkan
tingkat fertilitas suatu populasi yang dinyatakan dalam suatu angka (Srigandono,
1995). FS dikatakan baik apabila diperoleh angka 78-92, nilai S/C 1,3-1,6, nilai
CR 62 persen dan rata-rata panjang DO sebesar 80-85 hari (Gurnadi, 1988).
Berdasarkan pengumpulan dan analisa data yang dilakukan pada bulan april
– juni 2015, didapatkan angka efisiensi reproduksi yang digambarkan dari
beberapa aspek komponen yaitu S/C, DO, CI, CR, CvR, dan FS beserta
factor-faktor penyebabnya, sebagai berikut :
5.1Efisiensi Reproduksi
Efisiensi reproduksi sapi perah di KPSP Setia Kawan menunjukkan bahwa
rataan efisiensi reproduksi yang meliputi: S/C, DO, CI, CR, CvR, dan FS
menunjukkan hasil yang cukup baik untuk dikatakan efisienan dalam
reproduksinya. Hal tersebut didukung dengan normalnya data dari analisa
individu yang meliputi S/C = 2,1 ± 1,16 kali , DO = 94,73 ± 33,85 hari dan CI =
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
yakni 48,2 %, meski belum mencapai nilai normal untuk standar kebaikan nilai FS
pada sapi perah. Analisa secara kelompok diwakili oleh CR dan CvR, dalam hal
ini nilai CR yang merujuk pada jumlah sapi yang bunting pada inseminasi
pertama memiliki nilai yang cukup baik yakni 37,5 %, meskipun masih berada
dibawah nilai normal, namun didukung oleh nilai kelahiran (CvR) yakni 55,6%
yang cukup baik dan minimnya kasus reproduksi yang pada penelitian ini menjadi
bahasan adalah abortus yang tercatar dalam laporan koprasi hanya ditemui ± 6
kasus per bulan dan dalam perwakilann sampel hanya ditemui 2 kasus. Nilai kasus
tersebut sangatlah kecil bila dibandingkan dengan jumlah populasi yang ada di
wilayah tersebut. Rata-rata penyebam munculnya kasus tersebut setelah dilakukan
surve dan wawancara terhadap peternak merupakan kesalahan dari menejemen
yang dilakukan, salah satunya adalah pemberian pakan yang mengandung
bahan-bahan yang mampu menyebabkan abortus pada ternak.
5.2Service per Conception (S/C)
Service per Conception adalah jumlah inseminasi yang dilakukan untuk
menghasilkan suatu kebuntingan. Faktor yang mempengaruhi S/C antara lain
adalah pengelolaan reproduksi seperti deteksi birahi dan ketepatan waktu
inseminasi, fertilitas betina, kualitas semen, faktor lingkungan, serta keahlian
inseminator.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa rataan S/Cyang ada di wilayah kerja
KPSP Setia Kawan, Nongkujajar, Pasuruan adalah 2,10 ±1,16 kali. Angka normal
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
menunjukkan tingkat kesuburan dari hewan betina. Semakin rendah nilai rataan
yang dicapai maka menunjukkan kesuburan yang baik dari hewan betina di
kelompok tersebut, begitu pula sebaliknya. Menurut analisa terhadap nilai normal
nilai S/C masih berada dibawah nilai normal, sedangkan analisa terhadap
penelitian sebelumnya pada sapi perah Friesian Holstein pada wilayah lain di
sekitar Pasuruan, Jawa Timur menunjukkan nilai S/C sebesar 1,93 kali untuk di
dataran tinggi dan 2,16 kali pada dataran rendah (Anggatsari, W. T., 2015); dan
3,09 kali (Ligaryani, E.,2015). Bila dibandingkan dengan wilayah lain di sekitar
Pasuruan yang nilai S/C yang ada di wilayah kerja KPSP Setia kawan
menunjukkan nilai yang cukup baik, namun dilihat dari kesamaan lokasi yakni
pada dataran tinggi tidak lebih baik dari data penelitian yang yang dilakukan
Anggarsari, W. T., (2015).
Deteksi birahi memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung
keberhasilan inseminasi buatan (IB) yang akan berakibat pada nilai S/C.
Kesalahan deteksi birahi seperti terlambat mendeteksi saat birahi atau terlambat
melaporkan kepada petugas inseminator dapat mengakibatkan waktu pelaksanaan
IB menjadi terlambat. Pelaksanaan IB yang terlambat menyebabkan penurunan
dari keberhasilan IB itu sendiri. Kondisi lingkungan pun haruslah mendukung
seperti sanitasi kandang sehingga ternak mampu terhindar dari faktor penyebab
gangguan reproduksi (Hariadi, dkk. 2011).
Sesuai dengan hasil surve dan pengolahan data didapat hasil 97,9% mampu
melakukan deteksi birahi dan 2,1 % sangat menguasai. Selain itu didukung
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
tahun. Deteksi birahi dirasa memiliki pengaruh kecil dalam nilai S/C, brdasarkan
pangamatan lapangan terdapat koordinasi pendeteksian birahi antara peternak dan
petugas inseminator, dimana setiap inseminator selalu melakukan pengecekan
kembali sebelum dilakukannya inseminasi. Baiknya koordinasi tersebut namun
kurang didukung dengan pelaksanaan waktu inseminasi yang tepat, Hardijanto,
dkk., (2010) menyatakan waktu paling baik untuk melakukan IB dimulai
pertengahan estrus sampai dengan ± 6 jam setelah estrus berakhir. Kurang
terlaksana dengan baik waktu inseminasi dikarenakan sistim pelaporan yang
masih menggunakan kotak surat, dan surat dalam kotak tersebut menjadi laporan
inseminasi pada waktu tersebut dan setiap inseminator diwilayah tersebut
mempunyai kebiasaan waktu kerja masing-masing, sehingga tidak ada kepastian
pada waktu kapan sapi menunjukkan gejala birahi dilaporkan dan diinseminasi
oleh petugas pada jam ke berapa, hanya berpatokan pada koreksi lapangan oleh
inseminator bahwa masih dalam fase estrus atau telah terlewat.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi keberhasilan IB adalah kualitas
sperma beku yang digunakan. Badan Standarisasi Nasional melalui SNI 4869.1 :
2008 menetapkan bahwa semen beku sapi berkualitas adalah semen yang berasal
dari pejantan unggul yaitu pejantan sapi yang sudah diseleksi menurut garis
keturunannya (pedigree), kemampuan produksi dan reproduksinya (progeny) yang
diencerkan dan disimpan di dalam rendaman nitrogen cair pada suhu -1960C pada
kontainer. Semen beku tidak mengandung mikroorganisme penyebab penyakit
menular dan sel-sel spermatozoa memiliki motilitas progresif (maju). Sperma
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
ml dengan jumlah spermatozoa minimal 25 juta sel/straw, selain itu harus
memiliki nilai Post Thawing Motility minimal 40% atau sekitar 10 juta sperma
bermotilitas prograsif dikarenakan kematian sel spermatozoa post thawing sekitar
20-80% dengan rata-rata 50%, sehingga sperma beku yang digunakan harus
sesuai dengan standar terjadinya fertilitas dibutuhkan minimal sekitar 10 juta
sperma motilitas prograsif (Hardijanto, dkk. 2009).
Semen beku yang digunakan menurut pengamatan yang di lakukan
disinyalir tidak berpengaruh pada tingginya S/C dilokasi penelitian karena semen
beku yang digunakan untuk pelayanan inseminasi buatan berasal dari BBIB
Singosari dan BIB Lembang. Semen beku tersebut sudah sesuai dengan SNI
(2008) dan memiliki Post Thawing Motility sebesar ≥ 40%, namun belum
dilakukan pemeriksaan Post Thawing Motility ditingkat koprasi, yang diharapkan
mampu menghindari penyediaan sperma beku yang berkualitas kurang baik,
dikarenakan terdapat beberapa faktor yang mampu menurunkan kualitas sperma
beku. Faktor yang paling berpengaruh terhadap penurunan kualitas tersebut adalah
kurangnya perhatian akan standar penyimpanan sperma ditahap distribusi dari
Balai Pembibitan Sperma Beku hingga mencapai koprasi. Sesuai dengan standar
penyimpanan sperma beku yakni pada suhu -196 0C terrendam di dalam nitrogen
cair (Hardijanto dan Hardjopranjoto, 2010).
Ketermpilan dalamhal teknis pelaksanaan IB pun merupakan hal yang peting
dalam menunjang keberhasilan IB yang nantinya akan mempengaruhi nilai S/C.
Berdasarkan wawancara dengan petugas inseminator diketahui bahwa inseminator
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
Buatan (BBIB atau BIB), serta memiliki pangalaman bekerja lebih dari dua tahun,
sesuai dengan data yang didapat bahwa dari 9 petugas inseminator 66,6% telah
bertugas antara 1-4 tahun serta telah memenuhi syarat lebih dari 2 tahun bertugas,
dan 33,3 % telah bertugas lebih dari 10 tahun, dengan demikian kecil
kemungkinan tingginya S/C akibat kurang terampilnya petugas inseminator.
Budaya pada masyarakat pun sedikit banyak mempengaruhi S/C terdapat
disebagian kecil daerah di kawasan penelitian masih memiliki patokan terhadap
budaya, hal yang paling jelas adalah tertundanya waktu inseminasi dikarenakan
menurut budaya mereka waktu tersebut kurang baik. Namun hal itu tidak
mempengaruhi nilai S/C secara keseluruhan. Sesuatu yang menarik pula pada
budaya pengetahuan peternak di wilayah tersebut yakni peternak akan segera
menjual dan mengganti sapinya yang dirasa inseminasi yang dilakukan tidak
kunjung berhasil, sehingga ditemukannya S/C yang begitu mencolok sangatlah
kecil.
5.3Day Open (DO)
Day Open adalah rentang waktu (dihitung dalam hari) mulai dari induk sapi
beranak sampai sapi tersebut dikawinkan kembali hingga bunting (Atabany, dkk.,
2011). Besarnya nilai DO dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang
paling mendasar adalah kesalahan dalam mendeteksi birahi, selain itu ada kondisi
dimana peternak memang sengaja memperjang DO agar sapi terus menghasilkan
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
Abidin, dkk., (2012) bahwa pengetahuan peternak dalam mendeteksi birahi sangat
diperlukan untuk keberhasilan IB.
Tingginya nilai DO juga dipengaruhi oleh pakan yang diberikan, sebab sapi
perah laktasi membutuhkan protein yang lebih tinggi, guna menunjang produksi
susu, sehingga perlu pakan dengan kandungan nutrisi yang baik untuk memenuhi
kebutuhan pokok ternak dan untuk produksi. Winugroho (2002) menyatakan
bahwa pemberian ransum dengan kualitas yang baik dapat meningkatkan gejala
birahi yang lebih jelas.
Nilai rentang DO untuk sapi perah yang baik adalah 60-90 hari dan tidak
melebihi 120 hari. Nilai DO berbanding lurus dengan nilai S/C tingginya nilai S/C
akan berpengaruh pula pada rentang nilai DO yang dicapai. Dalam analisa yang
dilakukan didapat rentang rataan DO di KPSP Setia Kawan sekitar 94,73 ± 33,85
hari. Nilai ini masih menunjukkan normal, sehingga rentang tercapainya efisiensi
reproduksi yang lumayan baik masih dapat terpenuhi.
Nilai DO yang normal selaras dengan S/C yang dicapai, namun pada
sebagian peternak yang telah berpengalaman terdapat penyengajaan pemanjangan
DO dengan menunda inseminasi pada gejala birahi pertama yang muncul setelah
partus. Mereka meyakini dengan penundaan tersebut akan memperbaik kondisi
birahi pada siklus berikutnya.
Pada sebagian kecil dari peternak masih memiliki nilai DO yang panjang
terutama pada peternak yang masih bersekala kecil. Tercatat 26,7 % peternak
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
yang dipeliha berpengaruh besar terhadap pendapatan ekonomi yang diperoleh
dan konfersi tambahan untuk pernak menjadi minim pula dan hanya dipasok oleh
hijauan, sedangkan menurut penjelasan sebemnya bahwa sapi perah laktasi
membutuhkan protein yang lebih tinggi, guna menunjang produksi susu, sehingga
perlu pakan dengan kandungan nutrisi yang baik untuk memenuhi kebutuhan
pokok ternak dan untuk produksi. Winugroho (2002) menyatakan bahwa
pemberian ransum dengan kualitas yang baik dapat meningkatkan gejala birahi
yang lebih jelas. Hal tersebut namun tidak berpengaruh besar pada rataan DO
yang diperoleh untuk penggambaran evisiensi reproduksi di wilayah kerja KPSP
Setia Kawan, Nongkojajar, Pasuruan.
5.4Calving Interval (CI)
Calving Interval (CI) adalah jangka waktu antara satu kelahiran dengan
kelahiran berikutnya (Hafez 2000). Hasil analisa menunjukan nilai CI pada KPSP
setia kawan mencapai 376,72 ± 33,88 hari, apabila dibandingkan dengan nilai
normal yakni 365 – 400 hari (Hariadi, dkk. 2011), nilai CI masih menunjukkan
nilai yang baik. Efisiensi reproduksi dikatakan baik apabila seekor induk sapi
dapat menghasilkan satu pedet dalam satu tahun dengan syarat jarak antara
melahirkan tidak melebihi 12 bulan atau 365 – 400 hari (Hariadi, dkk. 2011).
Baiknya rataan nilai CI terkait dengan normalnya rataan S/C dan DO yang
dicapai, karena ketiga variable tersebut merupakan keterkaitan yang mempunyak
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
5.5Conception Rate (CR)
Conception Rate (CR) adalah angka persentase ternak yang bunting hasil
inseminasi pertama pada seluruh ternak yang diinseminasi. Nilai CR ditentukan
oleh kesuburan pejantan, kesuburan betina, dan teknik inseminasi (Susilawati,
2005). Nilai CR yang baik menurut Hariadi dkk., (2011) adalah 65% - 75%. Hasil
analisis statistik menunjukan nilai CR sapi di KPSP Setia Kawan adalah 37,5 %.
Nilai tersebut menunjukan bahwa tingkat kebuntingan hasil inseminasi pertama di
KPSP Setia Kawan tergolong rendah dan masih jauh dari optimal jika
dibandingkan dengan nilai normal. Rendahnya CR dapat terjadi karena inseminasi
buatan yang dilakukan kurang dari 60 hari post partus, dikarenakan mayoritas dari
peternak hanya sekedar mengerti deteksi birahi, sehingga dalam pengertian
mereka apabila terjadi birahi maka haris di inseminasi tidak perduli mengenai
kesiapan dari organ reproduksi ternak. Angka konsepsi IB yang dilakukan kurang
dari 60 hari post partus hanya 46%, sehingga nilai konsepsi menjadi rendah.
Nilai CR berbanding terbalik dengan S/C, DO, dan CI, artinya apabila CR
tinggi maka S/C rendah. CR yang tinggi menyebabkan DO dan CI pendek
(Ligaryani E., 2015), namun dalam penelitian ini nilai CR yang dicapai tidak
berbanding terbalik dengan nilai S/C, DO dan CI. Rendahnya nilai CR tidak
ditunjukkan dengan tingginya nilai S/C, DO dan CI, sehingga dalam penetapan
nilai CR, apabila nilai rendah rendah belum tentu mempengaruhi nilai S/C, DO
dan CI, namun apabila nilai CR tinggi secara langsung akan mempengaruhi nilai
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
5.6Calving Rate (CvR)
Calving Rate adalah merupakan persentase anak yang lahir dari hasil satu
kali inseminasi baik pada inseminasi pertama atau kedua, dan seterusnya. Nilai
CvR pada sapi perah yang didapatkan dari penelitian ini sebesar 55.6 %. Nilai
tersebut bukan merupakan nilai mutlak dikarenakan dilihat dari faktor pendukung
terjadinya kegagalan melahirkan yang dalam hal ini difokuskan pada
ditemukannya laporan kasus abortus dilapangan yang hanya menunjukkan 2 kasus
dalam keseluruhan sampel yang di ambil, dan didukung dengan data sekunder
yang terdapat di KPSP Setia kawan mengenai temuan kasus abortus hanya ±6
kasus per bulan pada keseluruhan populasi. Dapat disimpulkan bahwasanya nilai
CvR di KPSP Setia Kawan yakni >55,6 % dan hal tersebut dapat dikatakan baik
untuk mendunkung tercapainya efisiensi reproduksi sesuai dengan pendapat
Hariadi dkk., (2011) efisiensi reproduksi pada sapi perah dianggap baik bila CvR
mencapai 55%-65%.
5.7Fertilitas Status (FS)
Fertilitas Status adalah angka fertilitas induk sapi yang dihitung berdasarkan
Conception Rate (CR), Service per Conception (S/C), dan Days Open (DO). Nilai
normal FS adalah 60. Semakin tinggi angka FS maka semakin tinggi juga efisiensi
reproduksi sapi tersebut. Dilihat dari hasil penelitian ini beberapa komponen FS
yang telah dihitung mendapatkan nilai CR 37,5 %, S/C 2,1 kali, dan DO 94,73
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
Anggatsari, W. T., (2015) tercatat nilai FS 33,5 pada dataran tinggi dan 31,8 pada
dataran rendah, dari data tersebut KPSP Setia Kawan, Nongkojajar memiliki nilai
FS yang lebih baik meskipun masih jauh dari nilai normal suatu status fertilitas
41
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1Kesimpulan Penelitian
Berdasarkan hasil yang telah digabarkan yakni dengan nilai S/C = 2,1 ±1,16
kali, DO = 94,73 ± 33,85 hari, CI = 376,72 ± 33,88 hari, CR = 37,5 %, CvR =
55,6 % dan FS = 48,2 %. (tabel 4.1), dapat di simpulkan bahwa sapi perah di
wilayah kerja KPSP Setia Kawan menunjukkan efisiensi reproduksi yang cukup
baik walaupun belum optimal. Dilihat dari data fektor-faktor penunjang yang ada
pada table 4.2 peluang dalam pengoptimalan peroduksi dalam hal ini reproduksi
masih berpotensi besar dapat dilakukan. Perlunya penyelarasan dan fisi dari
segala sector yang ada diperlukan demi terciptanya optimalisasi dalam hal
produksi di periode berikutnya.
6.2Saran
1. Pentingnya pengetahuan tentang siklus reproduksi dan manajemen
pemberian pakan yang tepat bagi peternak guna menjaga keberhasilan
reproduksi ternak yang baik.
2. Penyuluhan secara berkala oleh pihak koprasi, petugas lapangan, serta
kelompok ternak yang mampu menggugak peternak mengenai menejemen
sapi perah sehingga mampu mengikis kebudayaan beternak yang kurang
baik.
3. Peternak maupun pihak koprasi harus memiliki data rekording siklus
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
secara berkala bisa memberikan informasi sistem reproduksi guna
meningkatkan efisiensi reproduksi setiap ternak pada periode berikutnya.
4. Pihak koprasi, petugas inseminator, dan kelompok ternak diharapkan
mampu memberikan penyuluhan secara berkala mengenai menejemen
kandang, serta menejemen mengenai penanganan sapi perah sebelum dan
setelah partus.
5. Penyuluhan secara berkala dalam hal menejemen pakan serta menejemen
produksi susu harus terus dilaksanakan mulai dari pihak kelompok ternak,
koprasi sarta petugas lapangan yang terkait guna menciptakan
peningkatan kemempuan beternak.
6. Pentingnya pengecekan kualitas sperma beku oleh pihak koperasi, guna
menghindari penyediaan sperma beku yang berkualitas kurang baik
sehingga akan berakibat pada penurunan angka reproduksi.
7. Adanya sistim pelaporan yang lebih baik seperti SMS Gateway sehingga
faktor ketepatan waktu inseminasi yang diinginkan mampu mendukung
43
SKRIPSI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI MUHAMMAD FERLI F N
RINGKASAN
MUHAMMAD FERLI FIRDIAN NUGRAHA. Efisiensi Reproduksi Sapi
Perah Akseptor IB di Wilayah Kerja KPSP Setia Kawan Nongkojajar, Pasuruan.
Penelitian ini dilaksanakan di bawah bimbingan Bapak Prof. Dr. Ismudiono, drh.,
M.Si. selaku dosen pembimbing utama, Ibu Dr. Endang Suprihati, drh., MS. dosen
pembimbing serta.
Susu merupakan salah satu komoditas pemenuhan gizi yang banyak diminati
masyarakat. Tingginya minat tersebut berbanding terbalik dengan tingkat produksi
susu yang mampu dilakukan petani. Rendahnya produksi tersebut terkait dengan
kualitas nutrisi pakan yang diberikan pada sapi perah. Faktor selain pakan yang
berpengaruh pada produksi adalah faktor genetik dari sapi perah itu sendiri.
Perbaikan genetik merupakan hal yang penting untuk memperoleh sifat unggul
sehingga mampu meningkatkan produksi. Upaya untuk memperoleh sifat unggul
sehingga peningkatan produksi mampu tercapai salah satunya adalah dengan
Inseminasi Buatan (IB). jumlah populasi sapi pun merupakan hal yang sentral
pengaruhnya dalam produksi yang dihasilkan, terjadinya penurunan populasi itulah
yang mendasari penelitian ini untuk menggambarkan efisiensi sapi parah di wilayah